//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663296 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1050 on: 12 May 2009, 06:25:45 AM »
TAN:

Saran yang sangat baik Sdr. Adi Lim. Anda telah berbuat karma yang sungguh sangat bajik dengan menyarankan saya memperdalam bahasa Indonesia. Memang saya orang yang sangat bodoh dan tidak paham bahasa Indonesia dengan baik. Semoga sdr. Adi Lim bersedia mengajari saya bahasa Indonesia. Budi baik Anda sungguh tak terlupakan.
Saya hanya dapat membalasnya dengan sebuah saran pula. Saya juga menyarankan umat non Mahayana untuk lebih memperdalam pula bahasa Indonesia. BUKAN karena bahasa Indonesia mereka kurang baik (seperti saya). Bahasa Indonesia mereka sudah sangat teramat baik, tetapi tidak apa-apa khan kalau bisa lebih baik lagi? Bahkan siapa tahu bisa jadi lebih baik.  Dengan demikian, umat non Mahayanis dapat mengerti lebih baik ikrar Bodhisattva dan tidak terus menerus mengkritik atau mendiskreditkan Mahayana.
Saya terpaksa bicara agak keras di sini. Kritikan  terhadap Mahayana itu menurut hemat saya sudah “kurang ajar.”
Demikian mohon maklum.

Amiduofo,

Tan
(yang tidak bisa bahasa Indonesia dengan baik)

ADI LIM

Sdr. Tan yang baik
Saya menyarankan anda belajar bahasa tidak salah, karena di milis, saya membaca pendapat penulis dengan apa adanya, dimana kami anggap tulisan ini berdasarkan yang anda ketahui, jadi bebas untuk mengkritik balik

kalau memang anda mau memperbandingkan maksud kata2 Sabbe Satta  Bhavantu Sukhitatta (slogan satu aliran) dan Ikrar Bodhisatva (tekad suatu aliran), kenapa harus pakai menyindir dan menyudutkan suatu slogan yang kamu tidak setuju.
Kan lebih elegan bila sdr Tan bisa menjelaskan langsung secara lugas dan terperinci, sehingga pembaca budiman bisa mengerti dan paham apa maksud anda menulis.

mengenai kata2 SLOGAN, IKRAR, TEKAD ada beda, mungkin para pembaca lainnya bisa menjelaskan !

dengan kamu menulis untuk menyudutkan suatu Slogan milik satu aliran adalah perbuatan buruk, bisa membuat pembaca lainnya salah penafsiran.

 _/\_


« Last Edit: 12 May 2009, 06:44:09 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1051 on: 12 May 2009, 06:38:13 AM »
Sdr. Tan yang baik

ada tambahan, MAAF ya


 _/\_
« Last Edit: 12 May 2009, 06:43:15 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1052 on: 12 May 2009, 06:48:02 AM »
Khudaka nikaya
BAB IV
KELOMPOK DELAPAN

5. PARAMATTHAKA SUTTA

Kesempurnaan
1.    Manusia yang menggenggam pandangan dogmatis tertentu dan menganggapnya sebagai yang tertinggi, akan menyatakan: 'Inilah yang paling hebat.' Pandangan lain -- yang berbeda-- dianggapnya lebih rendah. Sebagai akibatnya, dia tidak akan terbebas dari perselisihan.    (796)
2.    Ketika dia melihat adanya keuntungan-keuntungan pribadi dari hal-hal yang telah dilihat, didengar atau dikognisinya, atau dari peraturan atau ritual, dengan penuh nafsu dia melekati hal itu, dan apa pun yang lain dianggapnya lebih rendah.    (797)
3.    Para ahli mengatakan bahwa bergantung pada apa yang diasosiasikan dengan diri seseorang dan menganggap lainnya lebih rendah, merupakan suatu ikatan. Oleh karenanya, manusia yang berdisiplin tidak seharusnya mempercayai hal-hal yang dilihat, didengar atau dirasakan, atau yang ada di dalam peraturan serta ritual.    (798)
4.    Manusia yang berdisiplin tidak akan menimbulkan pandangan-pandangan dogmatis di dunia ini, baik lewat pengetahuan, peraturan atau pun ritual. Oleh karena itu, dia tidak menganggap dirinya 'lebih tinggi', 'lebih rendah', atau 'setara'.    (799)
5.    Manusia bijaksana itu telah meninggalkan pandangan tentang diri atau ego, dan terbebas dari kemelekatan. Dia tidak bergantung bahkan pada pengetahuan; dia tidak memihak di tengah perselisihan; dia tidak memiliki pandangan-pandangan dogmatis.    (800)
6.    Baginya tidak ada nafsu untuk meraih ini atau itu, di dunia ini atau pun di dunia yang akan datang. Tak lagi dia berhubungan dengan dogma karena dia tidak lagi membutuhkan penghiburan yang ditawarkan oleh dogma-dogma itu.    (801)
7.    Bagi manusia bijaksana itu, tidak ada sama sekali pandangan prasangka mengenai apa yang dilihat, didengar atau dirasakan. Bagaimanakah manusia di dunia ini --lewat pikiran-- dapat mencirikan manusia murni seperti ini, yang tidak melekati pandangan dogmatis apa pun?    (802)
8.    Mereka tidak membentuk dogma apa pun, serta tidak lebih menyukai apa pun. Pandangan-pandangan dogmatis tidak dipandang tinggi olehnya. Brahmana itu tidak dikuasai oleh peraturan maupun ritual. Manusia yang sudah mantap itu telah pergi ke pantai seberang, dan tidak akan pernah kembali lagi.    (803)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1053 on: 12 May 2009, 09:41:43 AM »
Tanggapan terhadap Bond dan Adi Lim


BOND:

Sabbe satta Bhavantu Sukhittata itu sangat masuk akal. coba kita lihat terjemahannya"Semoga semua makhluk berbahagia". Jadi baru "semoga" atau mudah2an, karena yg memulai kata itu tau bahwa mudah-mudahan( good wishes yg rasional sesuai dengan anitya) bisa terbebaskan semua dan mengerti adanya anicca/anitya. Kalau bisa ya syukur kalo ngak , ya ngak apa2, seperti om Tan bilang masing2(makhluk) punya kepentingan. Kecuali kalimatnya "semua makhluk pasti berbahagia"  atau semua makhluk  harus bebas dari alam samsara baru saya jadi Buddha. Nah ini yg tidak mungkin atau spekulasi

Jadi kata "semoga" sudah sesuai karena ada hubunganya dengan anicca/anitya tadi.

TAN:

Nah! Ini dia... kena juga pancingan saya hehehehehee....

Tanggapan saya adalah sebagai berikut:

1.Kalau begitu, umat non Mahayana hendaknya jangan mengkritik Mahayana yang berkenaan dengan ikrar Bodhisattva. Anda bisa menulis tanggapan seperti di atas, seharusnya memahami bahwa ikrar Bodhisattva juga mengandung makna yang sama. Itu juga dapat dianggap sebagai good wishes. Tidak ada bedanya sama sekali.

2.Sekarang saya balik bertanya. Itu adalah suatu harapan bahwa semua makhluk mencapai pencerahan bukan (dalam istilah Anda “terbebaskan dan mengerti aniccha”). Entah pakai kata “semoga” atau apapun juga, itu adalah suatu harapan bahwa semua makhluk mencapai pencerahan (nirvana). Lalu apa bedanya dengan ikrar bodhisattva? Orang mengucapkan kata “semoga” tentunya dengan harapan bahwa “harapan”nya itu dapat terkabul (kalau ia tidak mengharapkan demikian, tentunya orang itu hanya “gombal” atau “munafik” - istilah Jawanya “abang2 lambe” atau dalam bahasa Indonesia “bibir manis”). Tentunya orang non Mahayanis tidak hanya bermanis bibir bukan? Selanjutnya, orang yang mengucapkan Sabbe Sattha Bhavantu Sukkhitata tentunya juga punya asumsi bahwa hal itu tidak mustahil terjadi bukan? Kalau umat non Mahayanis merasa itu mustahil terjadi (semua makhluk mencapai pencerahan), maka itu artinya umat non Mahayanis harus mengakui bahwa mereka berkhayal terlalu tinggi, bukan? Ibaratnya kita bilang, semoga batu di kebunku berubah menjadi emas semua. Orang yang punya keinginan semacam itu akan Anda anggap “pengkhayal” atau “gila”, bukan?

3.Tidak cukup mengucapkan kata “semoga” bukan? Hanya mengucapkan kata “semoga” tidak menyelesaikan masalah atau ada gunanya. Ada teman saya yang hanya bilang “semoga aku kaya,” “semoga ujianku lulus,” “semoga...” “semoga...” Nah, tanpa usaha yang nyata, apakah itu ada gunanya? Oleh karena itu, seorang Bodhisattva Mahayana akan melakukan tindakan nyata dan tidak hanya berkata “semoga” saja. Bodhisattva Mahayana memilih untuk bertindak secara aktif. Itulah gunanya ikrar Bodhisattva.

Menimbang poin2 di atas, ikrar Bodhisattva jelas bukan spekulatif atau tidak masuk akal. Jika pihak non Mahayanis terus menerus mengkritik ikrar Bodhisattva, maka slogan SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATA yang mereka dengungkan hanya pepesan kosong yang tidak ada artinya.

ADILIM:

kayaknya ilmu BAHASA Sdr. Tan perlu di perdalam atau memang ndak mengerti arti kata SEMOGA !

jadi tidak bisa mengartikan arti kata SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATTA ! secara tepat kemudian memvonis suatu aliran yang tidak benar bila menggunakan slogan itu.
jadi sdr Tan perlu memahami dulu arti yang lebih mendalam, sebelum mengkritik sesuatu.

jadi saya tidak menjelaskan lagi, karena sudah di jelaskan sdr. Bond secara terperinci.

SENT GRP ke Sdr. Bond

TAN:

Saran yang sangat baik Sdr. Adi Lim. Anda telah berbuat karma yang sungguh sangat bajik dengan menyarankan saya memperdalam bahasa Indonesia. Memang saya orang yang sangat bodoh dan tidak paham bahasa Indonesia dengan baik. Semoga sdr. Adi Lim bersedia mengajari saya bahasa Indonesia. Budi baik Anda sungguh tak terlupakan.
Saya hanya dapat membalasnya dengan sebuah saran pula. Saya juga menyarankan umat non Mahayana untuk lebih memperdalam pula bahasa Indonesia. BUKAN karena bahasa Indonesia mereka kurang baik (seperti saya). Bahasa Indonesia mereka sudah sangat teramat baik, tetapi tidak apa-apa khan kalau bisa lebih baik lagi? Bahkan siapa tahu bisa jadi lebih baik.  Dengan demikian, umat non Mahayanis dapat mengerti lebih baik ikrar Bodhisattva dan tidak terus menerus mengkritik atau mendiskreditkan Mahayana.
Saya terpaksa bicara agak keras di sini. Kritikan  terhadap Mahayana itu menurut hemat saya sudah “kurang ajar.”
Demikian mohon maklum.

Amiduofo,

Tan
(yang tidak bisa bahasa Indonesia dengan baik)

Terima kasih om Tan atas tanggapan Anda. Sebenarnya ikrar adalah suatu tekad untuk menjadi yg disertai usaha2 oleh yg bersangkutan. Kalau good wishes dengan "smoga" itu memang harapan agar orang lain menjadi baik, tetapi yg mengatakan "smoga"bukanlah penentu atas kehidupan orang lain, sekalipun kita juga berusaha menyadarkan mereka. Jadi keberhasilan atas good wishes tadi adalah bukan si good wisher atau pemberkat tapi yg diberikan harapannya. Jadi 2 objek yg berbeda antara good wishes dengan kata "sabe satta bhavantu sukhitata" dan ikrar bodhisatva.

Sebenarnya masalah ikrar bodhisatva mahayanis yg dipertentangkan bagi saya bukan suatu masalah, tapi bila ada beberapa memperdebatkan itu urusan pribadi masing2 menilainya. Bagi saya bodhisatva adalah bodhisatva , Buddha adalah Buddha dan mereka tidak didominasi aliran buddhist manapun juga. Perbedaan konsep itu hal yg wajar. Sekalipun ada yg menanggap ikrar bodhiatva mustahil, misal : "saya akan menjadi Buddha bila semua makhluk bebas dari alam samsara" bagi saya itu tidak masalah, paling tidak ,usaha2 bodhisatva tersebut patut diacungi jempol karena ia senantiasa membantu orang tanpa lelah. Dan pasti ada buahnya yg luar biasa dan bisa saja saat buah untuk mencapai keBuddhaan  tiba dia menyadari hal yg sebenarnya dan akhirnya dia berpikir untuk merealisasikannya untuk menjadi Buddha karena pengertiannya telah menjadi sempurna. Atau bisa saja Seorang bodhisatva yg mengucapkan ikrar tersebut sadar itu hal yg tidak mungkin tetapi tetap diucapkan sebagai pendorong/penyemangat dia untuk mengumpulkan parami sampai saatnya tiba. Permasalahannya kita tidak tau pikiran dan kedalaman pengertian setiap orang yg melakukan ikrar bodhisatva. Yang pasti jika tujuannya membebaskan makhluk dari penderitaan adalah baik adanya bila sesuai dengan JM 8. Entah itu dari non mahayanis dan mahayanis sesungguhnya keduanya sama-sama membina diri dan juga membantu makhluk lainnya hanya tujuan pencapaian yg berbeda saja.  Jadi mengenai jalan mahayana dan non mahayana dikembalikan kepada pemilih mau contreng yang mana  ;D . Selama kedua aliran ini mengajarkan sesuatu yg bukan takhayul dan membawa kepada jalan pembebasan maka semuanya adalah baik dalam satu wadah Buddha sasana.

Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline 7 Tails

  • Sebelumnya RAIN
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 864
  • Reputasi: 24
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1054 on: 12 May 2009, 10:09:02 AM »
Khudaka nikaya
BAB IV
KELOMPOK DELAPAN

5. PARAMATTHAKA SUTTA

Kesempurnaan
1.    Manusia yang menggenggam pandangan dogmatis tertentu dan menganggapnya sebagai yang tertinggi, akan menyatakan: 'Inilah yang paling hebat.' Pandangan lain -- yang berbeda-- dianggapnya lebih rendah. Sebagai akibatnya, dia tidak akan terbebas dari perselisihan.    (796)
2.    Ketika dia melihat adanya keuntungan-keuntungan pribadi dari hal-hal yang telah dilihat, didengar atau dikognisinya, atau dari peraturan atau ritual, dengan penuh nafsu dia melekati hal itu, dan apa pun yang lain dianggapnya lebih rendah.    (797)
3.    Para ahli mengatakan bahwa bergantung pada apa yang diasosiasikan dengan diri seseorang dan menganggap lainnya lebih rendah, merupakan suatu ikatan. Oleh karenanya, manusia yang berdisiplin tidak seharusnya mempercayai hal-hal yang dilihat, didengar atau dirasakan, atau yang ada di dalam peraturan serta ritual.    (798)
4.    Manusia yang berdisiplin tidak akan menimbulkan pandangan-pandangan dogmatis di dunia ini, baik lewat pengetahuan, peraturan atau pun ritual. Oleh karena itu, dia tidak menganggap dirinya 'lebih tinggi', 'lebih rendah', atau 'setara'.    (799)
5.    Manusia bijaksana itu telah meninggalkan pandangan tentang diri atau ego, dan terbebas dari kemelekatan. Dia tidak bergantung bahkan pada pengetahuan; dia tidak memihak di tengah perselisihan; dia tidak memiliki pandangan-pandangan dogmatis.    (800)
6.    Baginya tidak ada nafsu untuk meraih ini atau itu, di dunia ini atau pun di dunia yang akan datang. Tak lagi dia berhubungan dengan dogma karena dia tidak lagi membutuhkan penghiburan yang ditawarkan oleh dogma-dogma itu.    (801)
7.    Bagi manusia bijaksana itu, tidak ada sama sekali pandangan prasangka mengenai apa yang dilihat, didengar atau dirasakan. Bagaimanakah manusia di dunia ini --lewat pikiran-- dapat mencirikan manusia murni seperti ini, yang tidak melekati pandangan dogmatis apa pun?    (802)
8.    Mereka tidak membentuk dogma apa pun, serta tidak lebih menyukai apa pun. Pandangan-pandangan dogmatis tidak dipandang tinggi olehnya. Brahmana itu tidak dikuasai oleh peraturan maupun ritual. Manusia yang sudah mantap itu telah pergi ke pantai seberang, dan tidak akan pernah kembali lagi.    (803)

kesempurnaan untuk apa bos?
aye gak lihat ada yg sempurna disini
korban keganasan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1055 on: 12 May 2009, 10:21:27 AM »
Khudaka nikaya
BAB IV
KELOMPOK DELAPAN

5. PARAMATTHAKA SUTTA

Kesempurnaan
1.    Manusia yang menggenggam pandangan dogmatis tertentu dan menganggapnya sebagai yang tertinggi, akan menyatakan: 'Inilah yang paling hebat.' Pandangan lain -- yang berbeda-- dianggapnya lebih rendah. Sebagai akibatnya, dia tidak akan terbebas dari perselisihan.    (796)
2.    Ketika dia melihat adanya keuntungan-keuntungan pribadi dari hal-hal yang telah dilihat, didengar atau dikognisinya, atau dari peraturan atau ritual, dengan penuh nafsu dia melekati hal itu, dan apa pun yang lain dianggapnya lebih rendah.    (797)
3.    Para ahli mengatakan bahwa bergantung pada apa yang diasosiasikan dengan diri seseorang dan menganggap lainnya lebih rendah, merupakan suatu ikatan. Oleh karenanya, manusia yang berdisiplin tidak seharusnya mempercayai hal-hal yang dilihat, didengar atau dirasakan, atau yang ada di dalam peraturan serta ritual.    (798)
4.    Manusia yang berdisiplin tidak akan menimbulkan pandangan-pandangan dogmatis di dunia ini, baik lewat pengetahuan, peraturan atau pun ritual. Oleh karena itu, dia tidak menganggap dirinya 'lebih tinggi', 'lebih rendah', atau 'setara'.    (799)
5.    Manusia bijaksana itu telah meninggalkan pandangan tentang diri atau ego, dan terbebas dari kemelekatan. Dia tidak bergantung bahkan pada pengetahuan; dia tidak memihak di tengah perselisihan; dia tidak memiliki pandangan-pandangan dogmatis.    (800)
6.    Baginya tidak ada nafsu untuk meraih ini atau itu, di dunia ini atau pun di dunia yang akan datang. Tak lagi dia berhubungan dengan dogma karena dia tidak lagi membutuhkan penghiburan yang ditawarkan oleh dogma-dogma itu.    (801)
7.    Bagi manusia bijaksana itu, tidak ada sama sekali pandangan prasangka mengenai apa yang dilihat, didengar atau dirasakan. Bagaimanakah manusia di dunia ini --lewat pikiran-- dapat mencirikan manusia murni seperti ini, yang tidak melekati pandangan dogmatis apa pun?    (802)
8.    Mereka tidak membentuk dogma apa pun, serta tidak lebih menyukai apa pun. Pandangan-pandangan dogmatis tidak dipandang tinggi olehnya. Brahmana itu tidak dikuasai oleh peraturan maupun ritual. Manusia yang sudah mantap itu telah pergi ke pantai seberang, dan tidak akan pernah kembali lagi.    (803)

kesempurnaan untuk apa bos?
aye gak lihat ada yg sempurna disini
untuk bahan perenungan aja ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1056 on: 12 May 2009, 12:45:42 PM »
Pertanyaan "kurang ajar"

Agar tidak terjadi kesalah-pahaman saya akan menjelaskan apa yang saya maksud dengan "pertanyaan kurang ajar." Semoga ini bisa meluruskannya. Yang saya maksud adalah seseorang "menanyakan" sesuatu tapi sesungguhnya dia sudah punya jawaban bagi pertanyaannya itu. Jika orang menjawab pertanyaannya dan ternyata tidak sesuai dengan pemikiran si penanya, maka ia akan "mencacatnya" habis-habisan. Nah, kalau sudah begitu apa gunanya bertanya. Dengan kata lain, si penanya mengharapkan jawaban yang sesuai dengan pemikirannya.
Kalau sudah begini, lebih baik penanya semacam itu, kirim saja sms pertanyaan ke dirinya sendiri, lalu balas juga ke nomor sendiri, jawabannya. Pasti ia akan puas! Dijamin deh.

Amiduofo,

Tan

Sdr.Tan (Ivan Taniputra kalau tidak salah)...

Bertanya itu tidak harus selalu dalam konteks bertanya terhadap sesuatu yang tidak tahu. Bertanya itu juga bisa dalam konteks KONFIRMASI terhadap apa yang diketahui-nya terhadap pernyataan pihak yang lain...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1057 on: 12 May 2009, 01:07:21 PM »
sobat dharma

semua itu menggunakan apa? kalau bukan dari pikiran sumber nya?

memang nya melatih dari 1-4 tidak lewat pikiran?....
lewat pikiran kan, dan pikiran adalah sumber-nya...bagaimana itu?

metta


Tergantung pengertian pikiran yang kamu gunakan apa. Kalau pikiran logis semata rasanya tidak :) Dalam bahasa Indonesia kata pikiran seringkali bisa bermakna luas, sebagaimana juga kata "mind" dalam bahasa inggris dan "citta" dalam bahasa sansekerta. Orang Tionghoa sendiri menterjemahkannya dalam "Sin" atau "hati" untuk membedakannya dengan pikiran intelektual. Jelas kata pikiran memiliki makna lebih luas dari sekadar "logis" atau "common sense." Jadi arti pikiran yang digunakan dalam Dharma seringkali bukanlah pikiran logis intelektual yang kita kenal. Singkatnya, tidak semua pikiran adalah pikiran logis :)

Lagipula dalam praktik Dharma pikiran yang harus dijinakkan, dengan kata lain pikiran adalah masalahnya bukan sebagai solusi. Dalam hal ini yang harus dijinakan adalah pikiran duniawi yang tercemar.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1058 on: 12 May 2009, 01:13:35 PM »
Sabbe satta Bhavantu Sukhittata itu sangat masuk akal. coba kita lihat terjemahannya"Semoga semua makhluk berbahagia". Jadi baru "semoga" atau mudah2an, karena yg memulai kata itu tau bahwa mudah-mudahan( good wishes yg rasional sesuai dengan anitya) bisa terbebaskan semua dan mengerti adanya anicca/anitya. Kalau bisa ya syukur kalo ngak , ya ngak apa2, seperti om Tan bilang masing2(makhluk) punya kepentingan. Kecuali kalimatnya "semua makhluk pasti berbahagia"  atau semua makhluk  harus bebas dari alam samsara baru saya jadi Buddha. Nah ini yg tidak mungkin atau spekulasi

Jadi kata "semoga" sudah sesuai karena ada hubunganya dengan anicca/anitya tadi. _/\_


Mohon maaf saya ikut campur untuk meluruskan kesalahpahaman bro bond,

Dalam Ikrar Bodhisattva pun tidak ada yang namanya "Pasti"; yang ada hanya "saya akan berusaha." Yang namanya berusaha adalah cerminan dari "semoga" dalam wujud yang lebih "nyata". Jika seseorang berpikir "semoga semua makhluk berbahagia" bukankah kemudian ia juga akan "berusaha" agar semua makkluk tidak tersakiti di mana ia berada? Dengan demikian "semoga" dan "berusaha" adalah wujud dari suatu niat akan sesuatu yang diekspresikan kata-kata yang bisa berbeda-beda namun artinya sama.

Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1059 on: 12 May 2009, 01:23:48 PM »
Di sini saya melihat ada suatu keanehan. Tiap rekan non Mahayanis dihadapkan dengan suatu kenyataan yang "mirip" atau "nyerempet2" Mahayana dalam Sutta-nya, pasti jawabannya adalah "itu khan waktu Buddha masih hidup (alias nirvana dengan sisa)." Jawaban semacam itu kebanyakan yang dilontarkan. Nah pertanyaan saya: Manakah yang lebih tinggi nirvana sisa dan tanpa sisa?

Amiduofo,

Tan

Demikianlah Bro Tan,
saya menilai ada semacam kecemasan dalam diri para rekan-rekan non-Mahayanis untuk disamakan pandangannya dengan Mahayana. Ada usaha untuk terus menerus mencari perbedaan antara Theravada dan Mahayana. Ada kecenderungan membuat gambaran perbedaan antara Theravada dan Mahayana yang seolah-olah saling beroposisi satu sama lain dan bersifat dikotomis. Seolah-olah keduanya berbeda bak langit dan bumi, padahal nyatanya tidak demikian.

Komentar bagus bro :) GRP sent

Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1060 on: 12 May 2009, 03:36:16 PM »
Saudara Tan,
tidak ada dalam sutta dikatakan nibbana sisa atau nibbana tanpa sisa yg lebih tinggi...

karena ini ibarat anda bertanya kebenaran mana lebih tinggi garam rasanya asin dan gula rasanya manis.
kebenaran adalah kebenaran....tidak ada tinggi atau rendah...
kebenaran tidak sama dengan parami/pahala kebajikan.

salam metta.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1061 on: 12 May 2009, 03:39:24 PM »
Di sini saya melihat ada suatu keanehan. Tiap rekan non Mahayanis dihadapkan dengan suatu kenyataan yang "mirip" atau "nyerempet2" Mahayana dalam Sutta-nya, pasti jawabannya adalah "itu khan waktu Buddha masih hidup (alias nirvana dengan sisa)." Jawaban semacam itu kebanyakan yang dilontarkan. Nah pertanyaan saya: Manakah yang lebih tinggi nirvana sisa dan tanpa sisa?

Amiduofo,

Tan

Demikianlah Bro Tan,
saya menilai ada semacam kecemasan dalam diri para rekan-rekan non-Mahayanis untuk disamakan pandangannya dengan Mahayana. Ada usaha untuk terus menerus mencari perbedaan antara Theravada dan Mahayana. Ada kecenderungan membuat gambaran perbedaan antara Theravada dan Mahayana yang seolah-olah saling beroposisi satu sama lain dan bersifat dikotomis. Seolah-olah keduanya berbeda bak langit dan bumi, padahal nyatanya tidak demikian.

Komentar bagus bro :) GRP sent

T dan M ada kesamaan ada perbedaan.. kalau dibahas persamaan yah jelas bukan di Thread ini. ^^

tetapi perbedaan yang jelas terlihat bagi saya adalah  dimana perbedaan 4 kesunyataan mulia yang jauh.
T beranggapan lahir adalah dukkha. dan itu di lakukannya dgn ke-padam-an

M beranggapan lahir adalah dukkha dan itu tidak dilakukannya dgn ke-padam-an, karena batin buddha bisa merosot dan lahir lagi.....
dan alasan buddha melakukan ini telah dijawab....
yakni "buddha tidak terpikirkan dgn logika dan akal sehat"
itu saja. ^^

metta.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1062 on: 12 May 2009, 03:45:28 PM »
Untuk teman-teman yang masih dibingunkan oleh diskusi tentang konsep buddha antara Theravada dan Mahayana saya ajak untuk ikut membaca posting dari Bro Gandalf yang sangat bermanfaat ini:

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5087.msg178392/topicseen.html#msg178392
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1063 on: 12 May 2009, 03:46:54 PM »
Komentar bagus bro :) GRP sent


GRP unsent; harus tunggu setelah 720 jam lagi  :'(
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1064 on: 12 May 2009, 04:06:15 PM »
Komentar bagus bro :) GRP sent


GRP unsent; harus tunggu setelah 720 jam lagi  :'(
Kirim ke Aye aja ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))