bisa kasih contoh apa pembentuk kamma yg lain selain niat (cetana)?
ini sudah kita bahas panjang lebar di bbrp postingan diatas...
intinya kita seringkali rancu antara cetana (niat/batin pendorong suatu tindakan) dengan harapan (sasaran/goal) dan juga seringkali kesulitan menentukan mana yg kamma, mana yg vipaka dan juga kondisi2 biasa sebab akibat yg terkadang kita anggap sebagai vipaka. Bahkan menyebut Vipaka aj masih sering salah tersebut kamma.
Perlu kita luruskan, krn hal ini sangat penting. Jangan kita sampai salah beranggapan bahwa niat baik belum tentu menghasilkan kamma baik dan sebaliknya. Perlu kita renungkan dan pastikan bahwa: niat baik pasti kamma baik dan niat buruk pasti kamma buruk.
Persis seperti yg Buddha sampaikan.
Cerita ini sesungguhnya untuk mengilustrasikan batin-jasmani sama/tidak dan pertanggungjawaban batin baru thp batin sebelumnya. Ilustrasi yg mirip misalnya tentang tidak mungkin bisa menyeberangi sungai yg sama untuk ke-2 kalinya. Semua contoh ini menunjukkan bahwa batin dan jasmani kita berubah setiap saat namun tetap ada tanggung jawab atas perbuatan sebelumnya.
Jika kita membahas apakah yg menyebabkan ladang terbakar?
maka jawabannya bisa: kecerobohan meninggalkan api menyala (kamma buruk), angin yg meniup api ke ladang, ladang sendiri yg mudah terbakar, tidak adanya hujan, sepinya orang2 disekitar, dstnya....
Jadi, sy cenderung menganggap "terbakarnya ladang adalah suatu kondisi sebab akibat saja"... kondisi begini terjadi disekeliling kita dan setiap detik mengalami perubahan....
Buddhisme menitik beratkan pada NIAT yg melandasi suatu perbuatan,
Bukan pada hasil perbuatan
Sangat banyak sutta soal ini, mis: tanpa tau menginjak semut, maka tidak ada kamma pembunuhan.
Kalo menitik beratkan pada hasil-perbuatan, tentu akan kena kamma-pembunuhan toh?
Kenyataannya kamma kita tergantung niat kita, kalo nggak ada cetana, maka tidak ada kamma
::
Sebelumnya saya ingin ucapkan makasih buat jawabannya,
karena menyadarkan saya sendiri, kalau semua tulisan saya diatas hanya mendasar pada asumsi pribadi yang kabur..
Dan akhirnya jadi kacau karena saya secara ceroboh tidak fokus pada kamma, namun mencampurkannya dengan vipaka ( akibat / buah kamma )
Dalam konteks buddhisme, maka sutta tentang kamma yg pantas jadi rujukan
Sehubungan dengan hal Kamma ini Buddha bersabda sebagai berikut: "O para Bhikkhu, kehendak untuk berbuat (cettana) itulah yang Aku namakan Kamma, Sesudah berkehendak orang lantas berbuat dengan badan jasmani, perkataan dan pikiran.
Dimana tertulis
cettana lantas
berbuat.
Saya mengasumsikannya sebagai
2 variable yg penting dan tidak boleh dipisahkan..
Dalam asumsi saya,
Niat (cettana) hanyalah sebagai bahan bakar
Namun perbuatan menentukan hasil akhirnya ( vipakka )Dalam analogi :
petani yang berniat menanam jeruk, namun upaya yang dilakukan salah / ceroboh / malas, maka hasil yang didapat bukan lagi buah jeruk.
Sama seperti :
Seorang yg berniat baik, namun upaya yg dilakukan salah / ceroboh, maka hasil yg didapat bukan kamma baik
Jadi ini pandangan saya dalam menjawab pertanyaan anda,
bisa kasih contoh apa pembentuk kamma yg lain selain niat (cetana)?
maafkan karena saya salah menulis "satu2nya pembentuk kamma" seharusnya "satu2nya penentu hasil kamma"
niat yg masih terdelusi jelaslah satu2nya bahan bakar kamma, tapi bukan satu2nya penentu hasil kamma
Perlu kita luruskan, krn hal ini sangat penting. Jangan kita sampai salah beranggapan bahwa niat baik belum tentu menghasilkan kamma baik dan sebaliknya. Perlu kita renungkan dan pastikan bahwa: niat baik pasti kamma baik dan niat buruk pasti kamma buruk.
Saya kurang setuju, karena buat saya sangat tidak logis hanya mengandalkan niat orang mendapatkan kamma baik atau buruk tanpa perbuatan
Seperti mobil dengan bahan bakar ( niat ), memank akan melaju,
namun tanpa daya upaya ( perbuatan ) mobil itu tidak kemana2..
Jadi, sy cenderung menganggap "terbakarnya ladang adalah suatu kondisi sebab akibat saja"... kondisi begini terjadi disekeliling kita dan setiap detik mengalami perubahan....
mungkin saja
Sangat banyak sutta soal ini, mis: tanpa tau menginjak semut, maka tidak ada kamma pembunuhan.
Kalo menitik beratkan pada hasil-perbuatan, tentu akan kena kamma-pembunuhan toh?
Kenyataannya kamma kita tergantung niat kita, kalo nggak ada cetana, maka tidak ada kamma
ini juga karena kesalahan saya dalam memfokuskan permasalahan, saya lagi2 mencampur adukkan kamma dan vipakka
saya setuju, tidak ada niat maka tidak akan ada kamma..
4.42. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Ānanda: ‘Mungkin saja, Ānanda, Cunda si pandai besi merasa menyesal, dengan berpikir: “Adalah kesalahanmu, sahabat Cunda, karena kecerobohanmu sehingga Tathāgata mencapai Nibbāna akhir setelah memakan makanan yang engkau persembahkan!” Tetapi penyesalan Cunda dapat diatasi dengan cara ini: “Itu adalah jasamu, sahabat Cunda, karena perbuatan baikmu sehingga Tathāgata mencapai Nibbāna akhir setelah memakan makanan yang engkau persembahkan! Karena, sahabat Cunda, aku telah mendengar dan memahami dari mulut Sang Bhagavā sendiri, bahwa dua persembahan ini menghasilkan buah yang [136] besar, akibat yang sangat besar, lebih berbuah dan lebih bermanfaat daripada persembahan lainnya. Apakah dua ini? Pertama adalah persembahan yang setelah memakannya, Sang Tathāgata mencapai Penerangan Sempurna, dan yang lainnya adalah yang setelah memakannya, Beliau mencapai unsur-Nibbāna tanpa sisa saat meninggal dunia. Kedua persembahan ini adalah yang lebih berbuah dan lebih bermanfaat dari semua persembahan lainnya. Perbuatan Cunda ini mendukung umur panjang, penampilan yang baik, kebahagiaan, kemasyhuran, alam surga, dan kekuasaan.” Demikianlah, Ānanda, cara mengatasi penyesalan Cunda.’
-Dari DN.16. Mahaparinibbanasutta-
ini menarik sekali,
dalam konteks ini, niat baik namun usaha buruk menghasilkan kamma baik kah ?
Saya merasa ini hanya sebagai penghiburan..
Terima kasih banyak atas koreksinya