//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme  (Read 232752 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline oeda

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 106
  • Reputasi: -5
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #585 on: 20 October 2012, 08:51:19 AM »
Tambahan lagi, dalam DN 12, Lohicca Sutta, dikisahkan ada 3 jenis guru yang patut dicela, salah satunya adalah yang si guru sendiri belum mencapai buah ajaran, lalu dalam mengajar pun ditolak dan tidak didengarkan oleh murid-muridnya. Seperti pria yang memeluk wanita pujaannya dari belakang walaupun wanita itu telah berpaling dan menolaknya.

Mirip juga di sini ada 'guru' yang ajarannya tidak diterima, tapi tetap melekat pada 'murid-murid' dan bersikeras mau mengajar.

maaf.... bukankah ini forum diskusi bahkan mengundang berdebat secara terbuka?
kedua, kalau sdr abgf dibilang atau dinilai berusaha mengajar, koq jadi menyimpang tanggapannya, gak sesuai dengan makna keberadaan forum.
mengapa timbul bayang khayalan pikiran, berpikir demikian? itu siapa yang berpikir sedemikian, jika segala sesuatu tiada inti diri?
ketiga, lalu kalian kenali sebagai apa yang kalian lakukan itu selama ini dalam forum?
koq gak sesuai konsep dan teoritis 'tiada inti diri' yang kalian tinggi-tinggikan dengan kenyataan tindakan perbuatan?

 _/\_

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #586 on: 20 October 2012, 10:01:41 AM »
maaf.... bukankah ini forum diskusi bahkan mengundang berdebat secara terbuka?
Bukan. Pengundangan debat dilakukan oleh pribadi, bukan oleh forum. Itu pun dilakukan secara terbatas.


Quote
kedua, kalau sdr abgf dibilang atau dinilai berusaha mengajar, koq jadi menyimpang tanggapannya, gak sesuai dengan makna keberadaan forum.
mengapa timbul bayang khayalan pikiran, berpikir demikian? itu siapa yang berpikir sedemikian, jika segala sesuatu tiada inti diri?
Maaf, tiada inti diri tidak berarti tidak pakai otak.


Quote
ketiga, lalu kalian kenali sebagai apa yang kalian lakukan itu selama ini dalam forum?
koq gak sesuai konsep dan teoritis 'tiada inti diri' yang kalian tinggi-tinggikan dengan kenyataan tindakan perbuatan?

 _/\_
Tentu kegiatan diskusi yang memerlukan nalar, logika, akal sehat.
Sekali lagi 'tiada inti diri' bukan 'tidak pakai otak'. Saran saya, kalau tidak tahu, belajar.


Offline oeda

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 106
  • Reputasi: -5
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #587 on: 20 October 2012, 10:06:39 AM »
Bukan. Pengundangan debat dilakukan oleh pribadi, bukan oleh forum. Itu pun dilakukan secara terbatas.

Maaf, tiada inti diri tidak berarti tidak pakai otak.

Tentu kegiatan diskusi yang memerlukan nalar, logika, akal sehat.
Sekali lagi 'tiada inti diri' bukan 'tidak pakai otak'. Saran saya, kalau tidak tahu, belajar.

makanya saya mempertanyakan, memperbandingkan teori/konsep dengan kenyataan?
sederhana toch penjelasan saya. masa dibilang gak pakai otak...?!!!
oleh karena hal itulah (pertanyaanku) harus pakai otak (dipertimbangkan, direnungkan baik-baik) menjawabnya.
apakah berkesesuaian kenyataannya.
masa menanyakan kenyataan, jawabannya 'tidak pakai otak'?!!!

 _/\_

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #588 on: 20 October 2012, 10:11:19 AM »
makanya saya mempertanyakan, memperbandingkan teori/konsep dengan kenyataan?
sederhana toch penjelasan saya. masa dibilang gak pakai otak...?!!!
oleh karena hal itulah (pertanyaanku) harus pakai otak (dipertimbangkan, direnungkan baik-baik) menjawabnya.
apakah berkesesuaian kenyataannya.
masa menanyakan kenyataan, jawabannya 'tidak pakai otak'?!!!

 _/\_
Begini, sebelum anda bilang "ini tidak sesuai", anda harus menjelaskan dulu kenapa tidak sesuai, lalu sumbernya dari mana, pemikirannya bagaimana, baru ada kesimpulan: 'ini tidak sesuai'.

Sekarang anda masuk ribut2 sendiri tidak jelas juntrungannya. Mulailah diskusi dengan baik. Sekali lagi, kalau tidak mampu, lebih baik tidak usah sok pamer. Percayalah, di sini tidak ada yang terkesan dengan sikap sok tahu.

OK jadi bisa dimulai? Silahkan anda jelaskan dulu apa itu 'tiada inti diri', lalu aplikasinya seharusnya bagaimana.

Offline oeda

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 106
  • Reputasi: -5
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #589 on: 20 October 2012, 10:17:48 AM »
Begini, sebelum anda bilang "ini tidak sesuai", anda harus menjelaskan dulu kenapa tidak sesuai, lalu sumbernya dari mana, pemikirannya bagaimana, baru ada kesimpulan: 'ini tidak sesuai'.

Sekarang anda masuk ribut2 sendiri tidak jelas juntrungannya. Mulailah diskusi dengan baik. Sekali lagi, kalau tidak mampu, lebih baik tidak usah sok pamer. Percayalah, di sini tidak ada yang terkesan dengan sikap sok tahu.

OK jadi bisa dimulai? Silahkan anda jelaskan dulu apa itu 'tiada inti diri', lalu aplikasinya seharusnya bagaimana.

bukankah demikian secara umum pandangan teori kalian..

http://dhammacitta.org/forum/index.php?action=post;quote=417661;topic=23128.150;num_replies=164
Isaac,
Apa yang kamu anggap sebagai "aku" ini? Bisa kamu tunjukkan letaknya?

Biar lebih mudah memahami, saya ambil contoh buku.
Kapan kamu menyebut sesuatu itu sebagai buku? Apa ketika sudah dijilid dan dipajang di toko buku, atau apakah ketika kertas-kertas itu dicetak dan disusun? Atau apakah itu disebut buku ketika ide-ide penulis sudah dituangkan semua? atau bahkan ketika penulisnya masih mengetikkan kata-kata di sana sudah bisa kita bilang buku?
Lalu, misalnya buku itu sobek, atau terbakar dan menjadi abu, atau diubah ke bentuk digital, apakah masih buku juga?

Yang saya mau tekankan di sini, tidak ada yang namanya inti buku. Kamu takkan bisa menemukannya.
Hal ini berlaku untuk semua hal di dunia ini, termasuk tidak ada yang namanya inti diri.

dimanakah penjelasan saya yang salah klo begitu?!!!!  :o  :'(  :'(

bisa djjelaskan kesalah-pandangannya?!!!

 _/\_

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #590 on: 20 October 2012, 10:23:44 AM »
bukankah demikian secara umum pandangan teori kalian..

http://dhammacitta.org/forum/index.php?action=post;quote=417661;topic=23128.150;num_replies=164
dimanakah penjelasan saya yang salah klo begitu?!!!!  :o  :'(  :'(

bisa djjelaskan kesalah-pandangannya?!!!

 _/\_
Memangnya dari penjelasan bung emulio, menurut anda apa itu 'inti diri'?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #591 on: 20 October 2012, 10:25:07 AM »
Agar tidak melebar, sebaiknya kita fokus di satu tempat saja, jadi tidak perlu pindah-pindah thread. Setuju?

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #592 on: 20 October 2012, 02:02:04 PM »
SN 22.59   PTS: S 3.66
Anattalakkhaṇa Sutta
Karakteristik Bukan-diri
Diterjemahkan dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh
Bhikkhu Bodhi
© 2011-2012
Terjemahan alternatif: Pāḷi, Bhikkhu Thanissaro

------------------------------------------------------------------

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Bārāṇasī di Taman Rusa di Isipatana.[1] Di sana Sang Bhagavā berkata kepada Kelompok Lima Bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, bentuk adalah bukan-diri. Karena jika, para bhikkhu, bentuk adalah diri, maka bentuk tidak akan menyebabkan penderitaan, dan adalah mungkin untuk mengatakan sehubungan dengan bentuk: ‘biarlah bentukku seperti ini; biarlah bentukku tidak seperti ini.’ Tetapi karena bentuk adalah bukan-diri, maka bentuk menyebabkan penderitaan, dan adalah tidak mungkin mengatakan sehubungan dengan bentuk: ‘biarlah bentukku seperti ini; biarlah bentukku tidak seperti ini.’[2]

“Perasaan adalah bukan-diri.... [67] ... Persepsi adalah bukan-diri.... Bentukan-bentukan kehendak adalah bukan-diri.... Kesadaran adalah bukan diri. Karena jika, para bhikkhu, kesadaran adalah diri, maka kesadaran tidak akan menyebabkan penderitaan, dan adalah mungkin untuk mengatakan sehubungan dengan kesadaran: ‘biarlah kesadaranku seperti ini; biarlah kesadaranku tidak seperti ini.’ tetapi karena kesadaran adalah bukan-diri, maka kesadaran menyebabkan penderitaan, dan adalah tidak mungkin mengatakan sehubungan dengan kesadaran: ‘biarlah kesadaranku seperti ini; biarlah kesadaranku tidak seperti ini.’

“Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, apakah bentuk adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”

“Apakah perasaan adalah kekal atau tidak kekal?... Apakah persepsi adalah kekal atau tidak kekal?... Apakah bentukan-bentukan kehendak adalah kekal atau tidak kekal?... Apakah kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – [68] “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”

“Oleh karena itu, para bhikkhu, bentuk apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat, segala bentuk harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Perasaan apa pun juga ... Persepsi apa pun juga … Bentukan-bentukan kehendak apa pun juga ... Kesadaran apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat, segala bentuk harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Melihat demikian, para bhikkhu, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap bentuk, kejijikan terhadap perasaan, kejijikan terhadap persepsi, kejijikan terhadap bentukan-bentukan kehendak, kejijikan terhadap kesadaran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan maka [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.’”

Demikianlah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu itu gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā. Dan ketika khotbah ini sedang dibabarkan, batin para bhikkhu dari Kelompok Lima itu terbebaskan dari noda-noda melalui ketidakmelekatan.


Catatan Kaki

1. ↑ Ini adalah khotbah ke dua Sang Buddha, tercatat pada Vin I 13-14. Lima bhikkhu itu adalah lima siswa pertama, yang pada saat itu masih berlatih (sekha). Mereka mencapai Kearahantaan di akhir khotbah tersebut. Spk: Mengikuti Dhammacakkappavattana Sutta (khotbah pertama), yang dibabarkan pada hari purnama bulan Āsaḷha (July), kelima orang itu perlahan-lahan mencapai buah Memasuki-arus. Pada hari ke lima paruh bulan berikutnya, Beliau berkata kepada mereka, dengan pemikiran, “Sekarang Aku akan mengajarkan kepada mereka Dhamma untuk menghancurkan noda-noda.”
2. ↑ Sutta ini memberikan dua “argumentasi” untuk tesis anattā. Yang pertama mendemonstrasikan sifat tanpa-diri dari lima kelompok unsur kehidupan dengan dasar bahwa mereka tidak rentan pada pengerahan kemahiran (avasavattitā). Jika apa pun dianggap sebagai “diri” kita, maka itu pasti tunduk pada kendali kehendak kita; akan tetapi, karena kita tidak dapat mengatur kelima kelompok unsur kehidupan sesuai kehendak kita, maka mereka semua tunduk pada penyakit dan oleh karena itu pasti bukan diri kita. Untuk penyajian yang lebih lengkap atas argumentasi ini, baca MN I 230-33. Argumentasi ke dua untuk anattā diperkenalkan persis di bawah, dimulai dengan kata “Bagaimana menurut kalian?...” Argumentasi ini mendemonstrasikan karakteristik bukan-diri dengan berlandaskan pada dua karakteristik lainnya, ketidakkekalan dan penderitaan, digabungkan.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline oeda

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 106
  • Reputasi: -5
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #593 on: 20 October 2012, 02:05:56 PM »
SN 22.59   PTS: S 3.66
Anattalakkhaṇa Sutta
Karakteristik Bukan-diri
Diterjemahkan dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh
Bhikkhu Bodhi
© 2011-2012
Terjemahan alternatif: Pāḷi, Bhikkhu Thanissaro

------------------------------------------------------------------

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Bārāṇasī di Taman Rusa di Isipatana.[1] Di sana Sang Bhagavā berkata kepada Kelompok Lima Bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, bentuk adalah bukan-diri. Karena jika, para bhikkhu, bentuk adalah diri, maka bentuk tidak akan menyebabkan penderitaan, dan adalah mungkin untuk mengatakan sehubungan dengan bentuk: ‘biarlah bentukku seperti ini; biarlah bentukku tidak seperti ini.’ Tetapi karena bentuk adalah bukan-diri, maka bentuk menyebabkan penderitaan, dan adalah tidak mungkin mengatakan sehubungan dengan bentuk: ‘biarlah bentukku seperti ini; biarlah bentukku tidak seperti ini.’[2]

“Perasaan adalah bukan-diri.... [67] ... Persepsi adalah bukan-diri.... Bentukan-bentukan kehendak adalah bukan-diri.... Kesadaran adalah bukan diri. Karena jika, para bhikkhu, kesadaran adalah diri, maka kesadaran tidak akan menyebabkan penderitaan, dan adalah mungkin untuk mengatakan sehubungan dengan kesadaran: ‘biarlah kesadaranku seperti ini; biarlah kesadaranku tidak seperti ini.’ tetapi karena kesadaran adalah bukan-diri, maka kesadaran menyebabkan penderitaan, dan adalah tidak mungkin mengatakan sehubungan dengan kesadaran: ‘biarlah kesadaranku seperti ini; biarlah kesadaranku tidak seperti ini.’

“Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, apakah bentuk adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”

“Apakah perasaan adalah kekal atau tidak kekal?... Apakah persepsi adalah kekal atau tidak kekal?... Apakah bentukan-bentukan kehendak adalah kekal atau tidak kekal?... Apakah kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – [68] “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”

“Oleh karena itu, para bhikkhu, bentuk apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat, segala bentuk harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Perasaan apa pun juga ... Persepsi apa pun juga … Bentukan-bentukan kehendak apa pun juga ... Kesadaran apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat, segala bentuk harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Melihat demikian, para bhikkhu, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap bentuk, kejijikan terhadap perasaan, kejijikan terhadap persepsi, kejijikan terhadap bentukan-bentukan kehendak, kejijikan terhadap kesadaran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan maka [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.’”

Demikianlah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu itu gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā. Dan ketika khotbah ini sedang dibabarkan, batin para bhikkhu dari Kelompok Lima itu terbebaskan dari noda-noda melalui ketidakmelekatan.


Catatan Kaki

1. ↑ Ini adalah khotbah ke dua Sang Buddha, tercatat pada Vin I 13-14. Lima bhikkhu itu adalah lima siswa pertama, yang pada saat itu masih berlatih (sekha). Mereka mencapai Kearahantaan di akhir khotbah tersebut. Spk: Mengikuti Dhammacakkappavattana Sutta (khotbah pertama), yang dibabarkan pada hari purnama bulan Āsaḷha (July), kelima orang itu perlahan-lahan mencapai buah Memasuki-arus. Pada hari ke lima paruh bulan berikutnya, Beliau berkata kepada mereka, dengan pemikiran, “Sekarang Aku akan mengajarkan kepada mereka Dhamma untuk menghancurkan noda-noda.”
2. ↑ Sutta ini memberikan dua “argumentasi” untuk tesis anattā. Yang pertama mendemonstrasikan sifat tanpa-diri dari lima kelompok unsur kehidupan dengan dasar bahwa mereka tidak rentan pada pengerahan kemahiran (avasavattitā). Jika apa pun dianggap sebagai “diri” kita, maka itu pasti tunduk pada kendali kehendak kita; akan tetapi, karena kita tidak dapat mengatur kelima kelompok unsur kehidupan sesuai kehendak kita, maka mereka semua tunduk pada penyakit dan oleh karena itu pasti bukan diri kita. Untuk penyajian yang lebih lengkap atas argumentasi ini, baca MN I 230-33. Argumentasi ke dua untuk anattā diperkenalkan persis di bawah, dimulai dengan kata “Bagaimana menurut kalian?...” Argumentasi ini mendemonstrasikan karakteristik bukan-diri dengan berlandaskan pada dua karakteristik lainnya, ketidakkekalan dan penderitaan, digabungkan.

hallo bro dilbert....

jadi menurut anda, kesimpulannya apa?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #594 on: 20 October 2012, 02:08:21 PM »
hallo bro dilbert....

jadi menurut anda, kesimpulannya apa?

sewaktu masih kecil anda begitu cerdas, tapi sejak anda mulai mendalami agama anda, anda jadi begini ***** (sensor), sungguh sangat menakutkan agama anda itu.

Offline oeda

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 106
  • Reputasi: -5
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #595 on: 20 October 2012, 02:11:20 PM »
sewaktu masih kecil anda begitu cerdas, tapi sejak anda mulai mendalami agama anda, anda jadi begini ***** (sensor), sungguh sangat menakutkan agama anda itu.

apakah aku salah berdiskusi dengan bro dilbert, menanyakan pandangannya..?!!!

klo begitu apa kesimpulan anda atas tulisan kutipan bro dilbert?!!

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #596 on: 20 October 2012, 02:12:29 PM »
apakah aku salah berdiskusi dengan bro dilbert, menanyakan pandangannya..?!!!

klo begitu apa kesimpulan anda atas tulisan kutipan bro dilbert?!!


bukankah saya sudah menuliskan kesimpulan saya atas diskusi anda dengan Bro Dilbert. baca lagi reply #595, males ulang2 terus

Offline oeda

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 106
  • Reputasi: -5
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #597 on: 20 October 2012, 02:17:26 PM »
apakah aku salah berdiskusi dengan bro dilbert, menanyakan pandangannya..?!!!

klo begitu apa kesimpulan anda atas tulisan kutipan bro dilbert?!!

 [at]  indra

loh apakah anda menutup mata atau sebegitu tololnya ... memaknai tulisan saya sehubungan menanyakan kesimpulan atas kutipan yang ditulis sdr dilbert?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #598 on: 20 October 2012, 02:21:01 PM »
[at]  indra

loh apakah anda menutup mata atau sebegitu tololnya ... memaknai tulisan saya sehubungan menanyakan kesimpulan atas kutipan yang ditulis sdr dilbert?

saya berusaha menurunkan kecerdasan saya agar bisa menyamai ketololan anda agar anda bisa lebih memahami kata2 saya, tapi sepertinya anda sudah tidak tertolong lagi, mungkin memang anda sebaiknya cepat2 bertobat agar bisa diselamatkan oleh orang tolol lain yg tidak mampu menyelamatkan dirinya sendiri =)) =))

dan kesimpulan saya tetap tidak berubah.


Offline oeda

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 106
  • Reputasi: -5
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pandangan Buddhist Terhadap Pandangan Nasrani pada Buddhisme
« Reply #599 on: 20 October 2012, 02:26:28 PM »
saya berusaha menurunkan kecerdasan saya agar bisa menyamai ketololan anda agar anda bisa lebih memahami kata2 saya, tapi sepertinya anda sudah tidak tertolong lagi, mungkin memang anda sebaiknya cepat2 bertobat agar bisa diselamatkan oleh orang tolol lain yg tidak mampu menyelamatkan dirinya sendiri =)) =))

dan kesimpulan saya tetap tidak berubah.

masih belum menyadarikah anda, bahwa saya meminta pendapat atas kutipan  Anattalakkhaṇa Suttapada tulisan bro dilbert?
klo begitu saya tidak menanggapi lagi tulisan ngawur anda selanjutnya. gak nyambung....   8)