IMO, defenisi pelacuran bila dikaitkan dengan Abhidhamma, yaitu: kegiatan yg membantu memuaskan beberapa-panca-indera manusia lain dengan harapan imbalan uang.
Dengan defenisi ini maka profesi penari, penyanyi, pemijat dan penghibur2 lainnya tidak ada bedanya dengan profesi pelacur. Bedanya penyanyi hanya memuaskan 3 panca indera konsumen, yakni: pikiran, pendengaran dan penglihatan (jika si penyanyi show/konser), sedangkan pelacur memuaskan beberapa panca indera sekaligus (pikiran, sentuhan, pendengaran, penglihatan.....).
Meskipun menurut defenisi ini profesi pelacur dipandang setara dengan profesi lainnya, namun Buddha Dhamma juga mengajarkan kita 'sebab-akibat'. Kita harus mempertimbangkan setiap kegiatan yg kita pilih dari akibat2/dampak yg akan ditimbulkannya, mis: dari faktor resiko: pekerja tambang beresiko tinggi, juga pekerjaan astronout, termasuk disini pekerjaan PKBK (Pemuasan Kebutuhan Biologis Konsumen; saya malas menyebutnya 'pelacur' krn konotasinya sdh terlanjur negatif) yg mempunyai resiko tinggi terhadap penyebaran penyakit berbahaya.
Sebab-akibat lain yg perlu dipertimbangkan mungkin faktor sosial-budaya. Khusus untuk pekerjaan PKBK, banyak masyarakat yg memandang pekerjaan ini sebagai pekerjaan hina dan rendah. Jadi, jika memilih pekerjaan ini beresiko turunnya status sosial si PKBK dimata lingkungan.
Resiko2 lain: hukum disuatu negara (dikejar2 satpol PP), dsbnya...
::