hehe. Kebohongan publik? hahahaha.
Udah ah, capek kalau diskusi sifatnya cuma serang menyerang, jatuh menjatuhkan.
biku = biksu itu jelas ada di KBBI.
Saya lebih senang isitilah biku, walau istilah yang lebih umum dipakai adalah biksu.
Lihat saja penulisan di media2 nasional.
Bagi saya biku atau biksu sama saja.
Tidak ada perbedaan antara Mahayana, Therawada atau Tantrayana/Wajrayana.
Bisa disebut biku maupun biksu.
Anda dan teman2 saja yang terlalu sibuk mempermasalahkan linguistik.
Saya hanya memakai istilah apa yang sudah menjadi bahasa INDONESIA,
karena saya orang Indonesia, dan cinta Indonesia.
Saya ingin agama Buddha berkembang di Indonesia,
seperti halnya di Thailand, Burma, China, Tibet, dll, yang menggunakan bahasa ibu masing2,
bukan bahasa import dari luar, yang dipaksakan seolah2 'paling benar'
dan membuang apa yang sudah ada di dalam bahasa Indonesia.
Maaf, saya akan off sampe senin.
Gak perlu saya jelaskan kenapa, karena hanya akan menimbulkan wacana baru,
yang mengaburkan arah diskusi kita ini. hehe.
Selamat berdiskusi, dengan cara yang santun.
terimakasih,
henrychan
Saya juga cinta Bahasa Indonesia. Menurut saya, Agama
Buda memang melanglang buana di banyak negara. Misalnya di
Tailan, Burma,
Cina, Tibet, dll. Mereka memang menggunakan bahasanya masing-masing. Tapi untuk hal berkenaan dengan
Dama dan
Winaya, kita tidak boleh sembarangan mengubah susunan kata-katanya. Lain halnya jika "menerjemahkan" kosakata
Budis seperti itu ke dalam bahasa lain yang tidak memiliki huruf alfabet. Tapi kalau memang mau mengubah susunan kata-kata seperti itu, lakukanlah dengan konsisten. Sebab dengan begini,
Budayana baru melakukan sebuah inovasi
Budisme yang mengandung unsur kenusantaraan jelas. Tidak hanya sebagian saja.