//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - SandalJepit

Pages: [1] 2
1
Diskusi Umum / Penyalahgunaan Dharma
« on: 03 September 2008, 04:48:38 PM »
dari milis..

Dear Jun,
meski saya tidak mempunyai teks aslinya, akan tetapi sy ingin mencoba mempertegas nada [dg demikian memperjelas] terjemahan ko Jun, jika sekiranya sy ada salah pengertian mohon koreksi.
 
deeep bow,
agus
 
-------------------------------------------
 
Jack Engler menyebutkan berbagai variasi kemungkinan terjadinya dimana ajaran
buddhis tertentu mungkin malah tanpa sadar dipakai untuk menyokong atau memperkuat pola-
pola kebiasaan mental buruk yang belum 'terselesaikan', yang mana memang kebiasaan-buruk inilah yang sejak awal mendorong masuknya orang itu ke dalam buddhis.
 
[Ajaran-buddhis tanpa sadar disalahgunakan untuk malah memperkuat kecenderungan2-mental lama yg belum terselesaikan]

Contoh2nya sbb:

    * Ajaran "tanpa diri" dapat dipakai untuk merasionalisasi "kurangnya" integrasi atau diri yg kohesif

[maksudnya: alih2 menyehatkan ego yang lemah, goyah, kacau--lebih enak langsung melompat ke "tiada-akuuu ..." ].

    * Ajaran akan "tanpa kemelekatan" untuk merasionalisasi ketidakmampuan untuk membentuk hubungan yg sehat

[ketidakmampuan ber-hubungan dg pribadi-pribadi atau orang lain (relationship) secara wajar dan sehat. Kita menyalahgunakan konsep ketidakmelekatan untuk lari, atau buat menutup2i kelemahan kita dg berlindung kpd konsep tsb, untuk mengesahkan ketidakmampuan dlm be-relasi secara sehat----ketidakmampuan be-relasi ditutupi dg istilah: "Saya tidak melekaaaat ..." :(];

    * Ajaran tentang konsep pencerahan dapat dipakai untuk merasionalisasi sejenis diri agung yang ideal.

[timbul arogansi atau cita2 muluk yg mengawang2]

    * dan bakti kepada seorang guru dapat memungkinkan seseorang menjadi merasa spesial di dalam
      memproyeksikan 'tokoh' yang ideal dan 'menutupi' perasaan rendah diri-nya sendiri.


Batin-minder, batin yg tak hepi, tanpa sadar merindukan kesempatan untuk segera bisa "menyerahkan-diri"nya kpd berhala (figur guru, golongan, sekte, ideologi, kelompok, pandangan, impian) yg "tinggi/spesial."
 
---------------------------------------------
 
Secara umum: "diri" yg tidak happy ini memang melelahkan untuk "digendong" kemana2---enak sekali kalau diri ini bisa segera "ditiadakan",
sehingga begitu ada kesempatan memuja sesuatu (horeey, dapat berhala baru !), maka kita akan tergopoh2 segera menyerahkan diri ... rasanya enteeeng .....
 
Keyakinan/berhala tsb akan menjadi tombol-sensitif kita, jika tersenggol, mengakibatkan kalap hilang akal (=benciiiiiii) ...]
 
---------------------------------------------
 
Di Jerman dahulu ada suatu fenomena sosial yg ganjil:
Orang2 bekas Nazi, sehabis kalah perang, lebih gampang berubah menjadi Komunis ketimbang menjadi Demokrat. Padahal secara ideologis Nazi itu jelas ekstrim kanan, sedang Komunis adalah ekstrim kiri
[Demokrat adalah tengah2: bebas & moderat].
Ternyata secara psikologis: menjadi bebas [dg demikian mandiri] itu adalah "kutukan"---beraaat ...---jauh lebih gampang & enak yg gak usah pake otak, untuk "berserah-kpd-perjuangan-suci" ekstrim seperti ideologi totalitarian Nazi, Komunis, atau ekstrim2 mutlak yg lain.
 
Dlm tradisi buddhist yg menekankan praktik-investigasi: berarti kita siap bersedia terusmenerus berada situasi yg serba tidak pasti (uncertain/anicca)--don't know ...
Padahal anicca/don't know ini-lah the FACT.
 
Orang pada umumnya secara mental sedetik pun tidak tahan untuk berada pada situasi "don't know" , pikiran cenderung melompat dari satu kesimpulan/komentar/pendapat/opini ke opini berikutnya---padahal opini2 tsb tak lebih hanya ya cuma opini/mitos.
Berpendapat itu memberikan rasa-pasti & rasa-aman---meski ilusif ...
 
Shifu Shengyen sesekali mengolok2, "Ignorance is a bliss ..." :)
 
 
semoga bermanfaat,
 
deep bow,
agus

2
Pengembangan DhammaCitta / MMD koq belon dipindahkan..?
« on: 31 August 2008, 01:31:14 PM »
helo moderator.. koq mmd belon dimasukkan ke budhisme moderen..? harusnya menggunakan kata "modern" bukan "moderen" sih.. :-?

3
 Perempuan yang Dipukuli Massa FPI di PN Jakpus Lapor Polisi
Jakarta - Perempuan yang ditampar dan dijambak oleh massa FPI dalam sidang Habib Rizieq di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan melapor ke polisi. Perempuan berambut sebahu yang bernama Istiqomah itu tidak terima atas perlakuan massa FPI yang menganiayanya.

"Besok pagi saya akan ke Polda untuk melaporkan penganiayaan ini," katanya kepada detikcom, Kamis (28/8/2008).

Perempuan yang enggan disebut namanya itu kemudian menceritakan kronologi bagaimana penganiayaan itu terjadi. Saat itu, dia dan beberapa temannya memang sengaja datang ke pangadilan untuk menyaksikan persidangan Rizieq.

"Kami datang pagi sekali. Kami duduk di bangku paling depan," ceritanya.

Namun sekitar pukul 10.00 WIB, massa FPI mulai berdatangan. Seorang ibu-ibu mencoba menggusur dengan kasar sambil menyebut kata 'kafir' berulang-ulang.

"Minggir kafir, minggir kafir," tutur perempuan yang akrab disapa Isti itu.

Isti tentu saja tidak mau pindah karena sudah menempati bangku tersebut lebih dulu. "Saya tidak mau pindah, saya punya hak untuk duduk di sini," kata Isti.

Akhirnya, kata dia, ibu-ibu tersebut duduk di sebelah Isti. Tak cukup sampai di situ, si ibu malah mendorong, menyikut dan menyodok. "Saya akhirnya berdiri, tiba-tiba saya dicengkeram oleh seorang pria berjubah," katanya.

"Terus saya bilang, ya inilah kenapa Islam disebut teroris," katanya.

Mendengar kalimat itu, si ibu-ibu berteriak-teriak mengatakan bahwa Isti menyebut FPI teroris. "Lalu laki-laki yang tadi mencengkeram saya memukul kepala saya dan si ibu tadi menjambak rambut saya," ujar Isti.

"Padahal saya tidak pernah bilang FPI teroris," tandasnya.

Untung saja polisi segera bertindak dan perempuan itu keluar dari ruangan persidangan.

sumber:
http://www.detiknews.com/read/2008/0...s-lapor-polisi

4
http://kaskus.us/showthread.php?t=1043236
 Profil Wanita Paling "Mematikan" Di Dunia..!!
Jangan-jangan Amerika berperang dengan Irak hanya untuk melenyapkan satu wanita ini, demikian spekulasi sejumlah pihak. Julukan yang diberikan pada Dr. Rihab Taha (47) memang seram "Dr. Kuman" alias "Dr. Germ", "The World Deadliest Woman", "Bug Lady". Dialah, ilmuwan yang memimpin program senjata biologi Irak, yang oleh Amerika disebut-sebut sebagai "wanita paling berbahaya di dunia".






Ia dijuluki ilmuwan wanita paling mematikan, karena memproduksi senjata biologi yang cukup untuk membunuh seluruh penduduk di muka bumi, lebih dari dua kali..! Inilah salah satu alasan utama yang mendorong Amerika Serikat mengobarkan perang dengan Irak.

Dr. Rihab Taha, yang dikenal oleh tim pengawas senjata PBB sebagai "Dr Germ", karena pekerjaannya yang mengerikan di bidang senjata biologi. Amerika dan sekutunya bahkan menganggap ilmuwan wanita ini sebagai ancaman terbesar sejak berakhirnya perang dingin. Ancaman yang harus dilenyapkan dengan taruhan apa pun.


Kisah tentang "Dr Germ" ini berawal pada 1979, ketika Taha berangkat ke Inggris untuk belajar di bidang plant toxins. Ia akhirnya meraih gelar PhD dari the University Of East Anglia di Norwich, dimana ia belajar biologi secara serius, dan terfokus pada bidang penularan penyakit.

Banyak kalangan di Inggris --tempat dimana Dr. Taha mendapatkan keahliannya-- terkejut ketika ia kemudian menjadi ancaman bagi seluruh penduduk di Bumi. "Ini sama seperti ketika mendapati anak perempuan kita melakukan sesuatu yang mengerikan," kata Dr. John Turner, mantan pimpinan the university’s biology departement, yang pernah mengajar Dr. Taha selama 4 tahun.

"Melihat apa yang dilakukan Taha sekarang, sangat mengejutkan saya. Dari semua mahasiswa yang pernah saya didik, dialah orang terakhir yang saya duga mampu melakukan hal-hal mengerikan seperti itu, " lanjut Dr. Turner.

Teman-teman sekelasnya menyetujui pendapat tersebut. Tak seorang pun percaya, teman mereka yang dulu sangat pendiam, dan pemalu di kampus, sanggup melakukan hal yang sangat mengerikan. Tetapi, salah seorang anggota tim pengawas senjata PBB berujar Dr. Taha, jenis orang yang sangat ahli dalam bertipu muslihat, kesan pemalu itu hanya kedok dari kepribadiannya yang sesungguhnya.

"Kalau melihat sepintas, dia sosok yang sederhana, tidak banyak lagak. Tak seorang pun mengira dia adalah pimpinan program senjata kuman Irak," kata Dr. David Huxsoll, yang pertama kali memimpin Tim Inspeksi Senjata PBB, setelah Perang Teluk 1991.

Entah benar, entah tidak, ketika Tim Pengawas Senjata PBB mengajukan sejumlah pertanyaan, Dr. Taha yang sangat lembut hati dan tulus itu, pada saat yang sama bisa meledak dalam kemarahan, berteriak-teriak dan melempar kursi. Namun, Tim PBB yang terlibat dalam kejadian tersebut, berujar itu hanyalah taktik Dr. Taha untuk mengacaukan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Namun, dari pemeriksaan lanjutan, kisah mengerikan "Dr. Germ" mulai terbuka. Menurut para penyelidik, sesudah Dr. Taha kembali ke Irak, Saddam Hussein segera memerintahkannya memimpin program pengembangan senjata kuman. Program ini sengaja dikembangkan untuk menghadapi musuh-musuh pemerintah Irak. Senjata ini, sanggup membunuh jutaan manusia, tanpa perlu pengetahun teknis tinggi, dan biaya sangat mahal, seperti halnya mengembangkan bom atom.

Misi ini mendapat dukungan sepenuhnya dari pemerintah Irak. Senjata ini, menurut rencana digunakan untuk mengambil alih negara-negara seperti Kuwait, dan mengganyang musuh-musuh di dalam negeri. Saddam, bahkan dikabarkan, pernah menghukum mati empat ilmuwan sebelumnya, karena mereka tidak membuat kemajuan berarti dalam pengembangan senjata biologi.




Laboratorium rahasia di Salman Pak dikabarkan menjadi tempat paling mengerikan. Di sanalah Dr. Taha dan timnya --terdiri dari 100 ilmuwan Irak-- mengembangkan senjata kuman dan bakteri yang paling mematikan. Senjata yang sanggup memusnahkan setiap manusia di muka bumi.



Informasi tersebut disampaikan mantan pimpinan Tim Pengawas Senjata Biologi PBB, Richard Spertzel. Menurut perkiraan PBB, Dr. Taha mengembangkan 8400 liter antrax –yang cukup untuk memusnahkan seluruh penduduk dunia barat—dan senjata biologi jenis lain. Ia bekerja selama 10 tahun, untuk membuat cadangan senjata biologi terbesar di dunia, di luar Uni Sovyet (sebelum terpecah).

Ia juga membuat 19.000 liter botulinum, racun yang menyebabkan lidah membengkak dan membuat korbannya mati lemas. Dr. Taha juga memproduksi 2000 liter aflatoxin, yang mampu menghancurkan sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan pertumbuhan kanker secara cepat.

Selain itu, Dr. Taha juga mengembangkan ganggren, yang sanggup membuat kulit manusia mencair dan mengelupas. Ibu dari seorang anak perempuan berusia delapan tahun ini juga memproduksi virus yang bisa membunuh bayi-bayi, setelah mereka menderita mencret yang parah.

Tim Inspeksi Senjata PBB pertama, juga menemukan videotapes Dr. Taha yang merekam uji coba senjata kuman terhadap binatang. Tetapi, gambar-gambar yang memperlihatkan bintang-binatang itu menggeliat kesakitan di dalam kotak kaca, tidak pernah dirilis. Namun, Tim Inspeksi PBB yakin, Dr. Taha bertanggungjawab atas kekejian lain yang lebih besar.

Ada bukti-bukti kuat, "Dr. Germ" juga mengadakan eksperimen senjata biologi terhadap manusia. Merujuk laporan pihak militer Israel, Dr. Taha mengamati dengan aman dibalik sekat yang tebal, ketika jamur mematikan, bakteri dan virus-virus buatannya diuji cobakan kepada para tahanan perang Irak, yang diikat di tempat tidur. Fasilitas uji coba tersebut berada di bawah tanah di daerah Al Hakam.

Dalam eksperimen di alam terbuka, sekelompok manusia, terdiri dari 12 tahanan Irak diikat pada sebuah tonggak, dekat perbatasan Irak dan Saudi Arabia. Tak lama kemudian bakteri antrax diledakkan ke udara, hanya beberapa yard jaraknya dari mereka. Para tahanan ini, diberi helm pengaman untuk menghindarkan mereka dari pecahan peluru meriam, sehingga efek dari bakteri dan kuman bisa dimonitor dengan baik. Semua tahanan tersebut meninggal beberapa hari kemudian, akibat penyakit mematikan.

Tim Pengawas PBB, juga menduga "Dr. Germ" dengan sengaja menyebarkan penyakit tertentu diantara para tahanan Irak, untuk mengamati efek dari senjata biologi bila digunakan dalam perang. Para tahanan tersebut banyak yang menderita kebutaan, pendarahan mata, deman "Crimen Congo", camel pox dan penyakit mengerikan dimana mereka mati perlahan-lahan, karena kehilangan darah melalui luka-luka terbuka di kulitnya.


Sayangnya, pemerintah Irak tidak memberikan akses kepada Tim Pengawas Senjata PBB untuk mengunjungi Abu Gharib, sebuah penjara di dekat Baghdad. Pemerintah Irak seolah menutupi eksperimen senjata biologi yang sangat mengerikan terhadap manusia.





Raymond Zilimskas, mantan analis senjata kuman di the Arms Control and Disarmament Agency mengatakan, "Di Irak kemungkinan besar terjadi aktivitas uji coba menjijikkan, termasuk eksperimen tidak bermoral terhadap bintang dan manusia."

Peristiwa horor di Irak tersebut terbuka ketika menantu Saddam Hussein, Letjen Hussein Kamal Hassan, yang memimpin program senjata rahasia Irak melarikan diri ke Jordania pada Agustus tahun 1995. Ia mengakui negerinya memiliki senjata pembunuh massal berupa rudal berhulu ledak kuman. Pernyataan ini, memaksa Irak --untuk pertama kalinya-- mengakui bahwa program senjata biologisnya telah memasuki tingkat produksi untuk tujuan militer. Di antara pengakuan Irak adalah memasang bakteri biologi pada 166 bom dan 25 rudal balistik tipe "Al Hussein".

Hussein Kamal pula yang memaparkan bagaimana "Dr. Germ" bekerja di laboratoriumnya. Pernyataan Kamal tentang Dr. Taha yang digambarkannya bersuara sangat lembut itu, akhirnya memicu penyelidikan lebih intensif yang kemudian membuka eksperimen mengerikan yang dilakukan ilmuwan tamatan Inggris itu.

Ketika Tim Pengawas PBB sempat mengkonfrontasi Dr. Taha dengan bukti-bukti yang cukup kuat, ilmuwan ini mengatakan sangat bangga terhadap negaranya, juga terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Bahkan dengan antusias ia mengatakan bahwa kecuali menerbarkan penyakit, ia juga menemukan obat mujarab bagi penyakit-penyakit mengerikan itu.

"Ia malah tidak ragu-ragu menampilkan diri sebagai otak dibalik senjata biologi Irak. Ia seolah tidak merasakan kecemasan dunia atas perilaku buruknya," kata seorang mantan anggota Tim Pengawas Senjata PBB di Irak.

Sejauh ini, pemerintah Irak tidak mau bekerjasama. Bahkan ketika diajukan enam laporan berbeda soal bukti-bukti adanya program pengembangan senjata biologi di negaranya, Irak membantah semua laporan itu, dan menyebutnya sebagai kebohongan.

Ketika Tim Pengawas Senjata PBB melakukan penggerebekan di sejumlah tempat yang diduga sebagai laboratorium senjata biologi, mereka setiap kali menemukan gudang kosong yang tampaknya baru saja dibersihkan secara terburu-buru, dengan dokumen-dokumen yang masih terbakar di tempat sampah. "Dr. Germ" dan timnya, agaknya selalu selangkah di depan tim inspeksi senjata PBB.

Rumor yang beredar menyebutkan, "Dr. Germ" yang cerdik ini adalah istri simpanan Letjen Amer Rashid, pejabat militer Irak yang ditugaskan bekerjasama dengan Tim Pengawas Senjata PBB. Itulah sebabnya Rashid dengan mudah bisa memperingatkan "Dr. Germ" akan adanya penggerebekan dan memberinya cukup waktu untuk memusnahkan bukti-bukti. Selama bertahun-tahun, tim PBB mencoba menemukan bukti-bukti kuat keberadaan senjata biologi mengerikan di Irak, tapi semuanya gagal.

Ada keyakinan lain, cadangan anthrax dalam jumlah besar ini selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain di Irak. Persediaan senjata biologi ini disimpan dalam truk yang dilengkapi instalasi pendingin, dan dikawal secara langsung oleh pengawal-pengawal setia Saddam Hussein.

Suatu saat, Tim Pengawas Senjata PBB pernah ditahan beberapa jam oleh serdadu Irak sebelum mereka diijinkan memasuki daerah tertentu. Ketika akhirnya mereka diijinkan masuk, mereka menemukan laboratorium dalam keadaan kosong, dan kelihatannya baru saja dibersihkan secara terburu-buru.


Setelah Tim Inspeksi Senjata PBB pertama keluar dari Irak pada 1997, keadaan semakin buruk. Saddam Hussein dikabarkan melumpuhkan semua kamera pengawas dan menyembunyikan semua peralatan produksinya.

Mantan pimpinan Tim Pengawas Senjata Biologi PBB Richard Spertzel, mengatakan seandainya tidak ada senjata biologi tersisa sedikit pun di Irak saat ini, tetapi hanya dengan mengubah sejumlah komponen di pabrik obat yang memproduksi antibiotok, Irak mampu memproduksi anthrax dalam jumlah sangat besar.

Banyak orang khawatir, dalam empat tahun belakangan --setelah Tim Inspeksi Senjata PBB pertama meninggalkan Irak-- cukup memberi waktu bagi Irak memproduksi lebih banyak lagi senjata biologi ketimbang yang dimiliki sebelumnya. Diperkirakan, Irak saat ini memiliki persediaan 17 ton anthrax.

Pada akhirnya, Amerika Serikat mungkin berperang hanya untuk melenyapkan satu wanita saja, dialah Dr. Rihab Taha, "Dr. Germ", atau si "Bug Lady", sebab dialah otak dibalik semua senjata biologi Irak yang mengerikan ini..!

sumber: cnn/bbc news

5
Museum Pemuja Setan Dibuka



RELIGI, AMO

Kabbalah yang merupakan induk segala ilmu sihir di dunia, sumber dari kitab iblis bernama Talmud, yang sekarang ini menjadi kitab suci kaum Zionis-Yahudi dan sangat dihormati oleh orang-orang Yahudi yang menjajah Tanah Palestina.
Awalnya, Kabbalah (Qibil) merupakan ‘ilmu’ atau ‘pengetahuan’ yang diturunkan secara lisan dan tidak ada kitab tentangnya. Namun oleh para penganutnya, ajaran iblis ini dibukukan. Ini terjadi di Aix en Provence, Perancis Selatan, di abad pertengahan.

Sekarang, Kabbalah menjadi tren religiusitas di kalangan artis-artis dunia, terutama artis Hollywood. Madonna merupakan ikon dari Kabbalah Hollywood dan menjadi tokoh panutan banyak artis lainnya. Mereka berama-sama bergiat di Kabalah Center of Los Angeles. Nama-nama seperti David Beckham, Victoria Adam, Lindsay Lohan, Keira Knightley, David Radclive, dan sebagainya merupakan anggota Kabbalah Center ini. Madonna sendiri tercatat seringkali mengunjungi Yerusalem dan melakukan ritual Kabbalis di sana.

Menurut situs The Jerusalem Post, penjajah Zionis-Israel akan membuka Museum Kabalah di Yerusalem pada tangal 25 Juni 2008. Dipilihnya kota suci Yerusalem karena diangap kota ini memiliki daya magis yang luar biasa, antara lain karena terletak di 33 derajat lintang utara dari garis meridian bumi. Kota-kota besar di dunia yang bersejarah juga terletak berdekatan dengan garis ini seperti Bagdad, Hiroshima, Los Angeles, dan Segitiga Bermuda.

Museum Kabbalah ini secara ekslusif akan memamerkan benda-benda dan kitab-kitab kuno Kabbalah, yang dipajang di empat ruangan besar. Museum ini dibuka untuk umum dan diharapkan menjadi penyedot devisa yang besar bagi Israel selain kunjungan para turis ke tembok ratapan, sinagoga dan terowongan besar yang digali di bawah pondasi kompleks Masjidil Aqsha, dan sebagainya. Ini dinyatakan oleh pimpinan proyek, Rabbi Chaim Dalfin yang juga aktif di Sinagoga New York, AS.

“Dengan hanya membayar tiket sebesar NIS 20 atau setara dengan US $5, Anda sudah bisa melihat-lihat koleksi Kabbalah kami, ” demikian Rabbi Dalfin.

Baphomet, patung sang dewa kambing yang merupakan penjelmaan dari Lucifer, yang terkenal dengan simbol kepala kambing mendez-nya merupakan salah satu sistem kepercayaan Kabbalah. Mungkin saja simbol iblis ini akan turut dipajang di sana. [ER/AMO]

http://kaskus.us/showthread.php?t=872695

6
Politik, ekonomi, Sosial dan budaya Umum / Mengenal Hizbut Tahrir
« on: 27 August 2008, 02:27:28 PM »
MUNGKIN sebagian teman-teman heran, kenapa saya seperti terobsesi untuk melakukan kritik terhadap kelompok bernama Hizbut Tahrir (HT), kelompok yang didirikan oleh .

Ketika masih di Jakarta dulu, saya sering sekali melakukan “tour” ke sejumlah kampus untuk menghadiri sejumlah diskusi yang diadakan oleh beberapa kelompok mahasiswa. Selain ke kampus, saya juga sering mendatangi forum-forum diskusi di tingkat kabupaten.

Sungguh di luar dugaan saya, bahwa Hizbut Tahrir cukup mendapatkan pengaruh yang lumayan di sejumlah kampus. Kalau saya katakan “lumayan” bukan berarti besar sekali. Tetapi sebagai pemain baru, gerakan ini cukup sukses menanamkan pengarus di sejumlah kampus, seperti IPB di Bogor, misalnya.

Yang mengherankan, saat diundang diskusi ke sebuah pesantren kecil di kota Tuban, saya bertemu juga dengan beberapa aktivis HT di sana. Sepanjang diskusi, mereka membuat “onar” dengan cara bertanya yang sangat agresif. Saya tak menduga bahwa mereka bisa mempunyai pengaruh hingga ke wilayah kabupaten.

Suatu saat saya pernah diundang ke Universitas Muhammadiyah Malang dalam sebuah diskusi yang juga menghadirkan salah seorang cendekiawan Muhammadiyah, Dr. Syafiq Mughni. Dalam diskusi itu ada sejumlah aktivis HT yang hadir dan, sekali lagi, membuat “onar” dengan cara mereka sendiri, antara lain dengan teriakan-terakan Allahu Akbar dan meneriaki seseorang yang berpendapat berbeda. Pak Syafiq sampai terheran dan berujar, kok Universitas Muhammadiyah jadi begini.

Memang secara umum, pengalaman berdiskusi dengan kalangan fundamentalis di beberapa tempat sangat tidak menyenangkan, karena mereka sama sekali tak mengikuti cara-cara berdiskusi yang beradab.

Pemandangan yang sangat lucu terjadi pada sebuah diskusi yang diadakan oleh Kedutaan Amerika di Hotel Hilton (sekarang berubah menjadi Hotel Sultan [untung bukan Hotel Khalifah]) beberapa tahun lalu. Saat itu, saya menjadi moderator, dan diskusi dilangsungkan dalam bahasa Inggris. Seorang aktivis HT “ngacung” dan bertanya dalam bahasa Arab. Ketika saya peringatkan bahwa sebaiknya dia memakai bahasa Inggris atau Indonesia saja, dia ngotot. Pertanyaannya sama sekali tak berkenaan dengan isi diskusi. Pokoknya meracau saja.

Rupanya, kelompok HT memang memakai strategi yang unik, yaitu dengan cara mengirim aktivis mereka ke sejumlah diskusi publik untuk mengampanyekan ide mereka tentang “khilafah”. Walaupun diskusinya tidak berkaitan dengan tema itu, mereka paksakan saja saat sesi tanya-jawab untuk melontarkan isu tersebut.

Strategi ini ternyata merupakan metode yang sengaja mereka praktekkan di mana-mana. Kalau anda membaca buku karangan mantan aktivis HT di Inggris yang “sadar” dan keluar dari organisasi itu, yaitu Ed Husein yang menulis buku “The Islamist” itu (buku ini sudah terbit baru-baru ini dalam edisi Indonesia oleh Penerbit Alvabet, Jakarta, dengan judul Matinya Semangat Jihad), anda akan tahu bahwa cara serupa juga mereka terapkan di Inggris di sejumlah kampus.

Strategi lain yang baru saya sadari belakangan adalah dengan cara memakai literatur fikih dan ushul fikih klasik untuk mendukung ide-ide mereka. Strategi ini saya kira mereka tempuh untuk menghadapi kalangan pesantren di Indonesia yang akrab dengan khazanah fikih dan ushul fikih itu. Saya senang dengan strategi mereka yang satu ini, karena dengan demikian mereka akan dengan mudah dipatahkan melalui tradisi fikih dan ushul fikih sendiri yang sangat kaya itu.

Meski mereka memakai fikih dan ushul fikih, cara mereka mendekati kedua disiplin itu adalah dengan melakukan “ideologisasi”, yakni mengunci fikih dan ushul fikih pada perspektif tertentu secara kaku, mengabaikan watak “polifonik” atau “polisemik” dari keduanya. Cara mereka seperti ini akan menjadi “boomerang” bagi mereka sendiri. Fikih dan ushul fikih sama sekali tak bisa di-fiksasi, karena wataknya yang sejak awal sangat lentur dan “fluid“.

Menurut saya, meski kelompok HT sama sekali tak besar, tetapi ini adalah kelompok yang sangat mengancam di masa mendatang. Kelompok ini memang tidak memakai metode kekerasan, tetapi cara-cara indoktrinasi mereka sangat kondusif untuk lahirnya kekerasan. Mereka memakai metode konfrontasi dengan membagi dunia secara hitam putih, dunia Islam dan dunia kafir.

Kalau anda baca pamflet-pamflet mereka yang secara agresif mereka sebarkan, entah melalui majalah bulanan atau buletin mingguan pada hari Jumat, mereka dengan “ngoyo” –tetapi kadang-kadang lucu dan menggelikan– mencoba menganalisa peristiwa-peristiwa politik, baik domestik atau internasional, dengan cara yang sangat klise, yaitu mengembalikan seluruh masalah di dunia ini kepada kapitalisme, sekularisme, dan demokrasi, seraya mengajukan alternatif sistem khilafah sebagai solusi.

Dalam pandangan mereka, semua hal bisa diselesaikan dengan syari’ah Islam, mulai dari problem WC rusak (maaf, jangan terkecoh, ini hanya ungkapan yang saya pakai secara metaforis saja!) hingga ke sistem perdagangan dunia yang tak adil.

Saya sedang membaca kembali semua literatur HT yang ditulis oleh Taqiyyuddin al-Nabhani dan Abdul Qadim Zallum. Seluruh karangan mereka lengkap saya temukan di perpustakaan Universitas Harvard. Tidak mudah membaca buku kedua pengarang ini. Bukan karena sulit, tetapi karena isinya membosankan dan penuh dengan “non-sense“. Saya heran, bagaimana mungkin anak-anak muda bisa tergoda dengan ideologi yang non-sense seperti ini.

Saya kira, salah satu penjelasannya adalah bahwa ideologi HT ingin tampil sebagai ideologi revolusioner yang hendak menjadi alternatif atas kapitalisme dan demokrasi. Anak-anak muda yang sedang mengalami fase “sturm und drang“, fase pubertas intelektual dan mencari “bentuk”, mungkin mudah tertarik dengan ideologi yang hendak menampilkan diri sebagai “Che Guevara” dengan baju Islam ini.

Saya tak menyalahkan anak-anak muda itu. Tugas kaum intelektual Muslim lah untuk membongkar kepalsuan ideologi HT dengan menampilkan interpretasi yang beragam mengenai Islam, terutama interpretasi sejarah Islam yang hendak dimanipulas oleh kalangan HT. Beberapa kalangan terpelajar Muslim yang belajar di universitas Barat, tetapi tidak terdidik dalam studi Islam yang sistematis, juga ada yang jatuh kedalam “perangkap” kelompok ini. Saya sungguh heran, bagaimana kaum terpelajar yang berpikir secara rasional bisa percaya pada “non-sense” seperti dikemukakan oleh HT itu.

Beberapa kalangan pesantren di Jawa Timur, saya dengar, juga ada yang sudah mulai terpengaruh. Saya kira, taktik HT yang juga memakai literatur fiqh al-siyasah (fikih politik) klasik seperti al-Ahkam al-Sulthaniyya wa al-Wilayat al-Diniyya karangan Imam al-Mawardi (w. 1058 M), dalam beberapa kasus, membuahkan hasil. Sejumlah kiai dan santri yang tak mengerti peta perkembangan ideologi Islam internasional, dengan gampang “ditipu” oleh kelompok ini dengan retorika yang sengaja dibuat begitu rupa sehingga seolah-olah berbau fikih.

Kelompok ini dilarang di sejumlah negeri Arab dan Eropa, tetapi menikmati kebebasan yang penuh di Indonesia, bahkan berhasil mengadakan konferensi khilafah internasional pada 12 Agustus 2007 di Senayan. Tak kurang dari Ketua Umum Muhammadiyah, Dr. Din Syamsuddin, ikut menghadiri konfrensi itu dan memberikan sambutan. Isu Ahmadiyah yang menghangat di tanah air beberapa waktu lalu merupakan “lahan basah” yang dengan cerdik dipakai oleh sejumlah tokoh HT untuk menghimpun “credit points” di mata umat.

Bersama kelompok-kelompok lain seperti FUI dan FPI, HT dengan agresif melancarkan kampanye pembubaran Ahmadiyah di Indonesia. Salah satu tokoh mereka, Muhammad Al-Khaththath yang berhasil “menyusup” menjadi pengurus MUI Pusat, tampil sebagai salah satu figur sentral dalam kampanye ini. Isu Ahmadiyah memang isu yang sangat murah untuk meraih “credit points” di mata umat, tanpa resiko apapun.

Menurut saya, harus ada usaha yang sistematis untuk melawan secara intelektual ideologi HT. Ada kecenderungan yang sangat kuat ke arah totalitarianisme dan fasisme dalam ideologi ini yang sangat berbahaya bagi umat Islam.

Kelompok ini jauh lebih berbahaya ketimbang kelomopok salafi yang umumnya hanya menekankan “puritanisme dan kesalehan individual”. Mereka juga berbahaya persis karena sikapnya yang “konfrontatif” terhadap sistem politik yang ada di Indonesia: mereka menolak menjadi partai politik dan ikut pemilu karena menganggap demokrasi sebagai sistem kafir, padahal mereka sendiri adalah sebuah partai (terbukti dengan nama mereka, “hizb”). Karena berada di luar sistem, mereka bisa bertindak di luar kontrol.

Yang mengherankan adalah sikap pemerintah Indonesia yang bertindak secara kurang tepat dalam dua kasus berikut ini. Sementara dalam kasus Ahmadiyah, pemerintah takluk pada tekanan kaum Islam fundamentalis, termasuk Hizbut Tahrir, untuk membubarkannya, pada kasus Hizbut Tahrir pemerintah justru memperlihatkan kelonggaran yang luar biasa. Memang SKB Ahmadiyah tidak membubarkan kelompok itu, tetapi hanya sebatas membatasi kegiatannya. Karena tidak puas, kelompok-kelompok fundamentalis ini, di masa mendatang, tentu akan terus melakukan tekanan agar membubarkan Ahmadiyah.

Padahal jelas sekali tujuan akhir HT bertentangan sama sekali dengan tujuan negara Indonesia. HT ingin menggantikan Indonesia sebagai negara plural berdasarkan Pancasila dengan negara khilafah atau negara Islam universal. Sementara tujuan kelompok Ahmadiyah sama sekali tak ada yang bertentangan dengan tujuan negara Indonesia.

Meskipun saya sendiri bersikap bahwa setiap kelompok, aliran, sekte, dan mazhab apapun harus diberikan kebebasan untuk berserikat dan menyatakan pendapat di Indonesia sesuai dengan mandat konstitusi kita. Baik Ahmadiyah, Hizbut Tahrir, dan kelompok-kelompok lain haruslah diberikan kebebasan yang sama. Saya hanya mau menunjukkan paradoks kebijakan yang ditempuh pemerintah.

Meskipun saya menganjurkan agar semua kelompok diberikan kebebasan berpendapat, tetapi kita, terutama masyarakat sipil, harus terus-menerus melakukan kritik atas ideologi atau paham yang menyebarkan kebencian pada kelompok atau aliran yang berbeda, yang tujuan akhirnya berlawanan dengan tujuan negara Indonesia, seperti kelompok HT ini.

Dalam beberapa “note” mendatang, insyaallah saya akan berusaha menulis sejumlah kritik atas ideologi negara khilafah yang dilontarkan oleh HT.[]
http://ulil.net/
http://kaskus.us/showthread.php?t=1040842

7
http://www.koraninternet.com/web/index.php?pilih=lihat&id=7697

Proses Terjajahnya Kembali Indonesia Sejak Bulan November 1967 (Artikel 1)
Selasa, 19 Agustus 08

PENGANTAR

Boleh dikatakan bahwa secara menyeluruh, rakyat dan para pemimpin
masyarakat berpendapat dan merasakan bahwa setelah 63 tahun merdeka,
kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara kita mengalami kemerosotan
yang parah.

Maka untuk bahan perenungan apakah demikian kondisinya, kami
menyajikan kondisi dari 8 tonggak yang paling fundamental dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara untuk ditanyakan kepada diri
sendiri, apakah dalam 8 aspek terpenting ini, kita mengalami kemajuan
atau kemerosotan?

8 tonggak tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kemandirian

Apakah kita dalam bidang kemandirian mengurus diri sendiri, yaitu
mandiri dan bebas merumuskan kebijakan-kebijakan terbaik untuk diri
sendiri, mengalami kemajuan atau kemunduran? Apakah de facto yang
membuat kebijakan dalam segala bidang bangsa kita sendiri atau bangsa
lain beserta lembaga-lembaga internasional?

Dari berbagai studi oleh para ahli sejarah, baik dalam maupun luar
negeri yang boleh dikatakan obyektif, sejak tahun 1967 kita sudah
tidak mandiri. Ketidakmandirian kita sudah mencapai puncak setelah
kita dilanda krisis pada tahun 1997. Jauh sebelum itu, tetapi menjadi
sangat jelas setelahnya, dapat kita lihat hubungan yang sangat erat
antara kebijakan Pemerintah Indonesia dan apa yang tercantum dalam
country strategy report yang disusun oleh Bank Dunia dan Bank
Pembangunan Asia, serta segala sesuatu yang didiktekan kepada
Pemerintah Indonesia dalam bentuk Memorandum of Economic and Financial
Policies (MEFP), yang lebih dikenal dengan sebutan Letter of Intent.

Bagaimana dampaknya? Buat mayoritas rakyat Indonesia sangat merusak,
bahkan dapat dikatakan sudah membangkrutkan keuangan negara.

2. Peradaban dan Kebudayaan

Terutama dalam bidang tata nilai, mental, moralitas dan akhlak, apakah
setelah 63 tahun merdeka dari penjajahan kita lebih maju atau lebih
mundur? Benarkah Bung Hatta yang sejak puluhan tahun lalu mengatakan
bahwa korupsi mulai menjadi kebudayaan kita? Benarkah kalau sekarang
dikatakan bahwa KKN sudah "mendarah daging" dan merupakan gaya hidup
bagian terbanyak elite bangsa kita? Benarkah peringkat yang diberikan
oleh lembaga asing bahwa Indonesia digolongkan dalam kelompok
negara-negara yang paling korup di dunia?

3. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Apakah setelah 60 tahun merdeka, bangsa kita unggul? Dibandingkan
dengan zaman penjajahan, kemampuan kita menggunakan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang diciptakan oleh bangsa-bangsa lain memang boleh
dikatakan cukup up to date. Tetapi, yang dimaksud apakah ilmu
pengetahuan itu temuan kita sendiri, dan apakah teknologinya ciptaan
bangsa kita sendiri? Ataukah harus membelinya dengan harga sangat
mahal dari bangsa-bangsa lain?

4. Persatuan dan Kesatuan

Apakah bangsa kita lebih kokoh atau lebih rapuh? Referensi yang dapat
kita gunakan adalah Amandemen UUD 1945. Bentuk dan praktik otonomi
daerah, baik dalam bidang pengelolaan administrasi negara maupun dalam
bidang keuangannya. Gerakan Aceh Merdeka berserta cara penanganannya.
Aktifnya Gerakan Papua Merdeka di dunia internasional. Konflik antar
etnis dan antar agama yang cukup keras, walaupun belum terjadi di
seluruh wilayah Republik Indonesia. Hilangnya Sipadan dan Ligitan.
Digugatnya Ambalat. Terancamnya Aceh dan Irian Barat lepas dari NKRI.
Saya kira sangat mundur dan menjadi sangat rapuh.

5. Hankam

Apakah kondisi kita semakin kuat atau semakin lemah? Referensinya
adalah persenjataan dan alat-alat perang yang kita miliki, dikaitkan
dengan kemampuan serta prospeknya untuk membangun dan mengembangkan
industri pertahanan sendiri. Referensi non materiilnya, apakah dengan
reformasi yang memisahkan fungsi Polri dan TNI dalam bentuknya seperti
sekarang ini membuat ketahanan nasional lebih mantap atau lebih rapuh?

6. Interaksi dan kedudukan kita di dunia Internasional

Dalam pergaulan antar bangsa dan kedudukan kita dalam
organisasi-organisasi internasional, apakah bangsa kita mempunyai
tempat dan kedudukan yang lebih terhormat atau lebih terpuruk?

Pemberitaan dan ulasan di pers internasional menempatkan Indonesia
sebagai negara yang dalam banyak aspek sebagai negara bangsa yang
terbelakang dan kurang terhormat.

7. Kemakmuran dan Kesejahteraan yang Berkeadilan

Tidak dapat disangkal bahwa pendapatan nasional per kapita meningkat
sejak kemerdekaan hingga sekarang. Namun seperti diketahui, pendapatan
nasional per kapita tidak mencerminkan pemerataan maupun keadilan
dalam menikmatinya.

Angka-angka dari berbagai sumber menggambarkan betapa timpangnya
antara kaya dan miskin, antara kota dan desa, antara perusahaan besar
dan kecil.

8. Keuangan Negara

Keterbatasan infrastruktur, pendidikan, pelayanan kesehatan,
penyediaan public utility oleh pemerintah jelas disebabkan oleh
keuangan negara yang sangat terbatas, karena korupsi dan beban utang
yang sangat besar.

KEMEROSOTAN, MALAISE ATAU MELT DOWN

Dalam berbagai seminar dan pertemuan-pertemuan diskusi, bahkan dalam
perbincangan sehari-hari di mana-mana, pada umumnya orang berpendapat
bahwa dalam 8 bidang fundamental tersebut kita mengalami kemerosotan
yang parah.

Dalam sejarah kehidupan bangsa-bangsa, gejala seperti yang sedang
dialami oleh bangsa kita juga pernah dialami oleh bangsa-bangsa lain.
Karena faktor-faktor yang tidak selalu sama, dalam kurun waktu
tertentu yang bisa panjang atau pendek, sebuah bangsa dapat mengalami
kemerosotan dalam segala aspek dan segala bidang kehidupan. Gejala
seperti ini disebut malaise atau melt down. Karena faktor-faktor yang
juga tidak sama buat setiap bangsa, banyak bangsa yang mencapai titik
kemerosotan yang terendah atau titik balik, yang disebut pencerahan
atau aufklarung. Titik balik ini diikuti dengan awal masa jaya dalam
segala bidang, yang disebut rennaisance.

PERAN EKONOMI

Kehidupan berbangsa dan bernegara menyangkut sangat banyak aspek,
karena praktis menyangkut semua aspek kehidupan manusia. Namun
demikian tidak dapat dipungkiri bahwa ekonomi memegang peran penting
dalam membawa keseluruhan bangsa pada kemakmuran dan kesejahteraan
yang berkeadilan.

Kehidupan ekonomi suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek
kehidupan lainnya yang non materi sifatnya. Keduanya atau bahkan semua
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara saling berkaitan secara
interdependen.

Salah satu faktor yang dapat merusak kehidupan ekonomi suatu bangsa
secara dahsyat ialah pengaruh interaksinya dengan bangsa-bangsa lain,
atau kekuatan-kekuatan yang ada di luar wilayah Indonesia (eksternal).

Kita mengalami penjajahan berabad-abad lamanya oleh Belanda yang
diawali dengan "penjajahan" oleh sebuah perusahaan swasta, yaitu
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Kami menggunakan istilah
"penjajahan", karena demikian menguntungkannya, VOC sangat kaya,
sehingga bagaikan negara mempunyai angkatan bersenjata sendiri yang
memaksakan kehendaknya pada para penguasa Nusantara ketika itu. Karena
korupsi yang terjadi dalam tubuh VOC, akhirnya bangkrut, dan
penjajahan atas wilayah Nederlands Indie diambil alih oleh pemerintah
Belanda.

Sekitar tahun empatpuluhan, banyak sekali negara-negara yang terjajah
berhasil mengusir negara-negara penjajah, menjadi negara merdeka. Kita
merebutnya kemerdekaan di tahun 1945.

Namun sejak dekade itu pula, langsung saja muncul benih-benih
penguasaan kebijakan dan kekayaan alam negara-negara yang lemah,
terbelakang dan tidak berpendidikan. Benih-benih dari
kekuatan-kekuatan tersebut sekarang telah menjadi sebuah kekuatan
raksasa yang dahsyat. Bentuknya seperti VOC dahulu, yaitu
perusahaan-perusahaan transnasional dan multinasional. Mereka adalah
business corporations. Maka era yang sekarang merajalela disebut era
corporatocracy. Para ahli Amerika Serikat dan Eropa Barat sendiri yang
sangat banyak menggambarkan kekuatan dan kejahatan mereka terhadap
bangsa-bangsa lebih lemah yang dijadikan mangsanya dalam penyedotan
sumber-sumber daya apa saja, terutama sumber daya mineral. Pembaca
serial artikel ini dipersilakan membacanya sendiri. Yang jelas dan
meyakinkan adalah Joseph Stiglitz, John Pilger, Jeffrey Winters,
Bradley Simpson, John Perkins, dan 12 perusak ekonomi yang atas
prakarsa John Perkins mengaku kejahatan-kejahatan yang telah
dilakukannya. Kesemuanya dituangkan dalam buku paling mutakhir (2006)
yang dikumpulkan dan di-edit oleh Steven Hiatt dengan kata pengantar
oleh John Perkins. Judul bukunya "A Game As Old As Empire".

Dari kesemuanya ini dapat kita baca bahwa di zaman setelah tidak ada
negara jajahan lagi, perusahaan-perusahaan raksasa yang transnasional
itu bagaikan VOC dahulu. Tetapi sekarang mereka tidak perlu melakukan
penjajahan secara politik dan militer untuk menghisap kekayaan dari
negara-negara dan bangsa-bangsa mangsanya. Cara-cara demikian sangat
mahal, dan dapatnya tidak seberapa dibandingkan dengan cara-cara
mereka sekarang ini.

Cara-cara mereka sekarang hanya perlu memelihara elit bangsa-bangsa
mangsa, yang adalah elit bangsa yang secara politik dan secara formal
negara merdeka dan berdaulat. Tetapi karena kekuasaan elit para
anteknya ini, yang secara material maupun secara konsepsional didukung
oleh corporatocracy global, pendiktean mereka dan penghisapan kekayaan
alam serta tenaga manusianya menjadi sangat dahsyat dan mutlak. Di
luar negara-negara mangsa, corporatocracy didukung oleh pemerintahnya
masing-masing yang menguasai lembaga-lembaga internasional seperti
Bank Dunia, IMF dan Bank Pembangunan Asia.

Bagaimana asal mulanya bangsa kita terjajah kembali sejak tahun 1967
sampai sekarang akan diceriterakan dalam serial artikel ini.

MULAINYA PENJAJAHAN KEMBALI SAMPAI SEKARANG

Setelah jatuhnya Bung Karno, segera saja kekuatan modal asing yang
dipakai untuk melakukan eksploitasi atau korporatokrasi melakukan
aksinya. Yang menggambarkan dengan tajam justru para sarjana ekonomi
dan sejarawan Amerika dan Eropa.

Marilah kita kutip berbagai gambaran sebagai berikut.

Seorang wartawan terkemuka berkewarganegaraan Australia yang bermukim
di Inggris, John Pilger membuat film dokumenter tentang Indonesia dan
juga telah dibukukan dengan judul : "The New Rulers of the World". Dua
orang lainnya adalah Prof. Jeffrey Winters, guru besar di North
Western University, Chicago dan Dr. Bradley Simpson yang meraih gelar
Ph.D. dengan Prof. Jeffrey Winters sebagai promotornya dan Indonesia
sebagai obyek penelitiannya. Yang satu berkaitan dengan yang lainnya,
karena beberapa bagian penting dari buku John Pilger mengutip
temuan-temuannya Jeffrey Winters dan Brad Simpson.

Sebelum mengutip hal-hal yang berkaitan dengan Indonesia, saya kutip
pendapatnya John Pilger tentang Kartel Internasional dalam
penghisapannya terhadap negara-negara miskin. Saya kutip :

"Dalam dunia ini, yang tidak dilihat oleh bagian terbesar dari kami
yang hidup di belahan utara dunia, cara perampokan yang canggih telah
memaksa lebih dari sembilan puluh negara masuk ke dalam program
penyesuaian struktural sejak tahun delapan puluhan, yang membuat
kesenjangan antara kaya dan miskin semakin menjadi lebar. Ini terkenal
dengan istilah "nation building" dan "good governance" oleh "empat
serangkai" yang mendominasi World Trade Organization (Amerika Serikat,
Eropa, Canada dan Jepang), dan triumvirat Washington (Bank Dunia, IMF
dan Departemen Keuangan AS) yang mengendalikan setiap aspek detail
dari kebijakan pemerintah di negara-negara berkembang. Kekuasaan
mereka diperoleh dari utang yang belum terbayar, yang memaksa
negara-negara termiskin membayar $ 100 juta per hari kepada para
kreditur barat. Akibatnya adalah sebuah dunia, di mana elit yang
kurang dari satu milyar orang menguasai 80% dari kekayaan seluruh umat
manusia."

Saya ulangi sekali lagi paragraf yang sangat relevan dan krusial,
yaitu yang berbunyi:

"Their power derives largely from an unrepayable debt that forces the
poorest countries...." atau "Kekuatan negara-negara penghisap
didasarkan atas utang besar yang tidak mampu dibayar oleh
negara-negara target penghisapan."

John Pilger mengutip temuan, pernyataan dan wawancara dengan Jeffrey
Winters maupun Brad Simpson. Jeffrey Winters dalam bukunya yang
berjudul "Power in Motion" dan Brad Simpson dalam disertasinya
mempelajari dokumen-dokumen tentang hubungan Indonesia dan dunia Barat
yang baru saja menjadi tidak rahasia, karena masa kerahasiaannya
menjadi kadaluwarsa.

Saya kutip halaman 37 yang mengatakan : "Dalam bulan November 1967,
menyusul tertangkapnya `hadiah terbesar', hasil tangkapannya dibagi.
The Time-Life Corporation mensponsori konferensi istimewa di Jenewa
yang dalam waktu tiga hari merancang pengambilalihan Indonesia. Para
pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia,
orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat
diwakili : perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors,
Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American
Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper
Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto
yang oleh Rockefeller disebut "ekonom-ekonom Indonesia yang top".

"Di Jenewa, Tim Sultan terkenal dengan sebutan `the Berkeley Mafia',
karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah
Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley.
Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang
diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang
dijual dari negara dan bangsanya, Sultan menawarkan : …… buruh murah
yang melimpah….cadangan besar dari sumber daya alam ….. pasar yang besar."

Di halaman 39 ditulis : "Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah
dibagi, sektor demi sektor. `Ini dilakukan dengan cara yang
spektakuler' kata Jeffrey Winters, guru besar pada Northwestern
University, Chicago, yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk
gelar doktornya, Brad Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen
konferensi. `Mereka membaginya ke dalam lima seksi : pertambangan di
satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain,
perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase
Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan
kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor
lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling
dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan : "ini yang kami inginkan
: ini, ini dan ini", dan mereka pada dasarnya merancang infrastruktur
hukum untuk berinvestasi di Indonesia. Saya tidak pernah mendengar
situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global duduk dengan para
wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan
merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam
negaranya sendiri.

Freeport mendapatkan bukit (mountain) dengan tembaga di Papua Barat
(Henry Kissinger duduk dalam board). Sebuah konsorsium Eropa mendapat
nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari
bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang
dan Perancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatra, Papua Barat dan
Kalimantan. Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang
dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini
bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia,
kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on
Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat,
Canada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter
Internasional dan Bank Dunia.

Jadi kalau kita percaya John Pilger, Bradley Simpson dan Jeffry
Winters, sejak tahun 1967 Indonesia sudah mulai dihabisi (plundered)
dengan tuntunan oleh para elit bangsa Indonesia sendiri yang ketika
itu berkuasa.

Oleh Kwik Kian Gie

8
Menara Jakarta
Menara Jakarta adalah sebuah menara baru yang akan dibangun di ibu kota Jakarta, Indonesia, di area Bandar Baru Kemayoran. Menara ini setinggi 558 meter dan direncanakan akan selesai pada tahun 2009 atau 2010. Pada saat selesainya, gedung ini akan masuk kepada jajaran gedung-gedung tertinggi di dunia.

Dimensi menara


Menara JakartaMenara Jakarta akan dibangun di area seluas 306.810 meter persegi. Gedungnya sendiri akan seluas 40.550 meter persegi dengan tinggi 558 meter.

Seperti desain awalnya pada tahun 1997, dalam pembangunan yang baru ini, menara tetap memiliki tiga kaki yang akan menjulang hingga ketinggian 500 meter. Masing-masing kaki berbentuk silinder, berdiameter 13,2 meter. Dua di antaranya berisi masing-masing tiga lift dengan kecepatan 7 meter per detik. Kaki ketiga berisi delapan lift khusus untuk pengunjung.

Selain itu, pada bagian bawahnya, menara itu diikat lagi dengan cincin beton berdiameter 40 meter dengan tinggi 15 meter. Untuk lebih menstabilkannya, menara tertancap dengan fondasi berdiameter 80 meter sampai kedalaman 58 meter di bawah tanah.

Menurut pengembang, Menara Jakarta akan menyerap 20.000 lebih tenaga kerja selama pembangunan, dan lebih dari 40.000 tenaga kerja setelah gedung difungsikan.


Fasilitas
Menara Jakarta rencananya akan dilengkapi dengan fasilitas:

tempat parkir seluas 144.000 meter persegi
gedung podium setinggi 17 lantai.
lift yang mencapai puncak menara
restoran berputar
mal besar
kafe
taman hiburan
museum sejarah Indonesia
hotel
ruang serba guna/konferensi yang bisa menampung sepuluh ribu pengunjung
ruang-ruang perkantoran seluas 8.000 meter persegi
pusat pameran
pusat pendidikan dan pelatihan
pusat multimedia disertai pemancar siaran radio dan televisi
pusat perdagangan dan bisnis
pusat olah raga
Diperkirakan, sebanyak 4-6 juta pengunjung setiap tahunnya akan mengunjungi Menara Jakarta.


Fakta Lainnya
Jika menara itu selesai dikerjakan tahun 2009 atau 2010, dengan ketinggian 558 meter, ia akan menjadi bangunan menara (namun bukan gedung) tertinggi di dunia, mengalahkan ketinggian:

Canadian National Tower (553 meter), Toronto, Kanada
Menara Ostankino (540 meter), Moskwa, Rusia
Oriental Pearl Tower (468 meter), Shanghai, China, dan
Menara Kembar Petronas (452 meter), Kuala Lumpur, Malaysia
Sebagai pembanding, tinggi Tugu Monas Jakarta hanya 137 meter. Dengan demikian, Menara Jakarta akan memiliki tinggi sekitar 4 kali tinggi Tugu Monas.



Setelah melewati seluruh masa pembangunannya, Menara Jakarta akan menjadi gedung tertinggi di belahan bumi bagian selatan. Rekor ini saat ini dipegang oleh gedung residensial Q1 dengan ketinggian 344 meter yang terletak di Surfers Paradise, Gold Coast, Australia.


Biaya

Biaya pembangunan megaproyek ini diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,4 triliun pada awalnya dan membengkak menjadi hampir Rp 2,7 triliun setelah kenaikan harga baja dunia.

Menurut direktur PT Prasada Japa Pamudja, Ferry Sangeroki, pihak-pihak yang terlibat dalam proyek ini adalah "lebih dari seratus perusahaan dan individu". Ia mengatakan bahwa proyek tersebut dibiayai melalui tiga jalur: partisipasi modal (Rp 400 miliar), pinjaman sindikasi (Rp 600-800 miliar), dan penjualan pra-proyek (sekitar Rp 1,3 triliun).

Gereja Bethany
Pada periode pembangunan sekarang (2005-2010), salah satu kontroversi yang cukup mengemuka mengenai Menara Jakarta adalah bahwa Menara ini akan menjadi Christian Center yang didukung oleh Gereja Bethany Indonesia. Pasalnya, Presiden Komisaris pengembang proyek ini, PT Prasada Japa Pamudja adalah Abraham Alex Tanuseputra yang menjabat sebagai Ketua Umum Sinode Gereja Bethany Indonesia. Selain itu, kelompok Bethany ini seringkali menyebut proyek ini sebagai Menara Doa Jakarta atau Jakarta Revival Center.


peresmian oleh Sutiyoso


calon "Menara Doa Jakarta"













9
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi / Anti Missile Laser Weapon.
« on: 01 August 2008, 09:50:29 PM »
Mobile Tactical High Energy Laser (MTHEL)



Northrop Grumman Corporation

News: Skyguard laser based AD&C-RAM System

MTHEL uses directed energy (laser beam) to intercept aerial targets such as rockets, missiles, artillery shells and other aerial threats. The target destruction is achieved by projecting a highly focused, high-power laser beam, delivered by a chemical laser, with enough energy to affect the target, and explode it in midair. This operational concept is offering the first "reusable" interception element. Existing interceptors use kinetic energy kill vehicles (such as fragmentation warheads), which are not reusable.


MTHEL represents a transformational weapon system - the first mobile directed energy weapon that will be able to destroy tactical airborne threats in midair. In order to achieve a high rate of fire, designers are looking into the use of high energy capsules, which can be loaded prior to each shot. The cost per shot, primarily cost of the chemicals used to fuel the laser, is expected to be in the thousands of dollars - far less expensive than the cost of kinetic energy defense systems.

MTHEL is a development of the mobile version of the Tactical High Energy Laser (THEL) testbed weapon, developed by Northrop Grumman under a US Army contract. The program was expected to provide a completed prototype by 2007. By January 2006 the THEL/Nautilus program was shelved due to lack of budget. However, In July 2006, Northrop Grumman unveiled the Skygoard laser based C-RAM/air defense system, designed to protect civilian and deployed military forces.

Since the year 2000, THEL intercepted five artillery projectiles and 28 rocket targets, including the short range 122mm Katyusha type rockets fired singly and in salvos and larger, long range 160mm rockets which has twice the range of the standard katyusha. Most recently, on August 24, 2004 the system intercepted and destroyed mortar bombs, fired both single and in salvos. During the most recent test conducted on May 2004, THEL destroyed a large caliber rocket target, containing a live warhead, which was intercepted by the laser weapon. However, in late 2004 funding for the program was stopped claiming it was too bulky for army deployments. Northrop Grumman continued with development of a "relocateable" version of THEL to provide some defensive capability as part of Rocket, Artillery and Mortar Defense (RAM-D). The system's radar is already operational in Israel, providing early warning from Palestinian attacks on the the city of Shderot.

The purpose of the planned MTHEL program was to develop and test the first mobile Directed Energy weapon system capable of detecting, tracking, engaging, and defeating Rockets/Artillery/Mortars (RAM), cruise missiles, short-range ballistic missiles, and unmanned aerial vehicles. MTHEL would have been the first tactical and mobile, directed-energy weapon capable of shooting down in flight airborne targets such as rockets, cruise missiles and other weapons, protecting expeditionary forces or deployed forces as well as civilians areas targeted by such threats. The alternative "relocatable" system will be optimized to protect critical and sensitive military sites at forward area deployments. It could also provide limited area protection for population centers threatened from attack by RAM - as evident in Israel and Iraq.

THEL/ACTD program was developed for US Space & Missile Defense Command and the Israel MOD demonstration tests by TRW, now part of Northrop Grumman corp. Subcontractors for the program include Ball Aerospace and Ball Aerospace in the US and the Israeli companies: Elbit/El-Op, IAI/Elta which built the radar and fire control system, RAFAEL and Tadiran.





video:


10
untuk rekan-rekan dc yang agama/aliran  lamanya kurang memuaskan, lalu banyak memposting tulisan-tulisan yang menjelekkan aliran/agama lamanya, berikut ada  Nasihat HH Dalai Lama tentang pindah agama


Advice to Buddhists in the West

Q: Your Holiness, what advice might you give those of us who are working to develop Buddhist communities and organizations in the West ?

A: As I often tell my Buddhist friends, if we want to keep the excellent tradition of Buddhism developed in Tibet alive, it will depend on the existence of freedom in Tibet. To that end, since you are already working together, I would like you to continue to work for the cause of Tibet's freedom with those who are already doing so.

We try to make a distinction between the words "freedom" and "independence." The use of the word independence is somewhat delicate. Obviously, I have been trying to establish contacts with the Chinese government and begin serious negotiations. For fourteen years I have been trying my best, persisting in this approach, and pursuing my efforts incessantly to bring these negotiations to a successful conclusion through direct talks with the Chinese government.

I would like to share some of my thoughts with all of you gathered here, brothers and sisters in Buddhism. First of all, Buddhism corresponds to a new tradition, a religion which did not previously exist in the West. Consequently, it is normal that all those who are interested in Buddhism in its Tibetan form would also like to be informed about and continue to study other religions and traditions. This is perfectly natural . However, for those who are seriously thinking of converting to Buddhism, that is, of changing your religion, it is very important to take every precaution. This must not be done lightly. Indeed, if one converts without having thought about it in a mature way, this often creates difficulties and leads to great inner confusion. I would therefore advise all who would like to convert to Buddhism to think carefully before doing so.

Second, when an individual is convinced that Buddhist teachings are better adapted to his or her disposition, that they are more effective, it is quite right that this religion be chosen. However, human nature being what it is, after their conversion and in order to justify it, such a person may have a tendency to want to criticize his or her original religion. This must be avoided at all costs. Even if the previous religion does not seem as effective as he or she would have liked (and this is the reason for the change), this is not sufficient reason to claim that the old religion is ineffective for the human spirit. That religion continues to bring immense good to millions of people. For this reason, as Buddhists, we must respect the rights of others, for other religions help millions of people. In particular, we are in the process of trying to create and maintain a perfect harmony among all religions. In these circumstances it is absolutely essential to be aware of the need to respect other religions.



Third, in the Tibetan Buddhist tradition emphasis is always placed on the combination of study and practice. Of course, it may happen that you devote yourself more or less to study. Some people may pursue their studies very far, others may be satisfied with a more limited level of study. Whatever the case, at the foundation you must never separate study, reflection, and meditation. You must also preserve the tradition of practice in which study, reflection, and meditation are indivisible.

Fourth, I would like to insist upon the importance of non-sectarianism. It sometimes happens that people attribute an exaggerated importance to one or another of the different schools and different traditions within Buddhism, and this can lead to an accumulation of extremely negative acts with regard to the Dharma. The advantage of non-sectarianism is that after receiving the transmission of the instructions, initiations, and explanations pertinent to each different tradition, we will be able to have a better understanding of the different teachings. From my own experience, this is without doubt very beneficial. Consequently, if we keep a non-sectarian attitude, as we receive teachings from different traditions, think about them, and put them in practice, it is certain we will improve our understanding of the Dharma. This is why non-sectarianism is so important.

Traditionally in Tibet there have been two approaches used by the many great scholars and accomplished masters. Indeed, while some concentrated on the study and practice of their own tradition, their own spiritual heritage, others expanded the field of their study and their practice of Buddhism from a non-sectarian point of view. This tradition already existed in Tibet among the great masters, and I think that today this non-sectarianism is extremely important and is the best Tibetan custom to follow.

There is a fifth point I would like to go into. For just under thirty years, Tibetan Buddhism has been spreading through the different continents of our earth. Lamas, tulkus, and Geshes have made an enormous contribution to the flowering of Tibetan Buddhism all over the world, aided by hundreds of thousands of students and disciples. During the same period, some rather unhealthy situations have arisen, and this has led to difficulties. Initially this was due to an excess of blind faith on the part of the disciples and also to certain teachers who eventually took advantage of their disciples' weaknesses. There have been scandals, financial and sexual abuses. Such things happen! As a result I must insist at this point that it is absolute necessary that both disciples and teachers keep the goal in mind--to preserve a perfectly pure Dharma. It is the responsibility of us all to put an end to this type of unhealthy activity.

The Buddha taught the four ways to bring together the disciples, and this was to ensure the welfare of others. The six perfections (Sanskrit: paramita) are practised to achieve one's own good, and the four ways of bringing together the disciples to achieve the good of others. This involves, first of all, giving material gifts, then practising right speech, then providing help, and finally harmonizing one's words and acts. Above all, it is important to keep this last point in mind. If we do not master our own mind, it is impossible to master the minds of others. We do not know whether or not it is possible to master the mind of another, but it is what we are supposed to do! Whatever the case, it is essential for those who claim they wish to help others that they control their own minds. To do this it is very important nowadays for teachers to be reminded again and again of the teachings of Buddha on how to help others and harmonize words and acts.

As far as the disciple is concerned, to quote a Tibetan proverb: A disciple must not throw himself upon a spiritual master "as a dog throws itself upon a piece of meat." A disciple must not rush to place their trust immediately in a master, but must rather take the time to reflect carefully and examine the master's qualities before establishing a spiritual bond with them by receiving their teachings. It is preferable to receive the teachings of a master while viewing him or her first and foremost as a spiritual friend. We must not rush to hear their teachings and consider them our master at the same time. Little by little, if having observed them we are convinced that they are a true master, fully qualified and worthy of trust, we can follow their teachings by considering them our master. We must not hurry.

The sixth point which I would like to go into regarding Dharma centres concerns our oft-invoked prayer: "May all beings find happiness and its causes." This is something we should apply directly by doing something useful for society. engaging in social activity in the community, by trying to help those who are In difficulty, such as those with mental or other problems, for example. This does not necessarily mean we should teach them the Dharma, but rather use the teachings ourselves in order to help them. I think such activity directed toward others is something we should develop. It is the natural conclusion of another common prayer: "May all beings attain happiness and be free from suffering." On this principle, if we can bring good, even if only to one person, we are fulfilling in part the vow we have made. Moreover, the entire Buddhist community of these centres should participate in social engagement by assisting others, and I think this is something very important with regard to the operation of these centres.

A vegetarian diet is not obligatory for Buddhists. Still, for those of us who follow the teachings of the Great Vehicle, it is important. But the teachings of the Buddha were open and flexible on this subject, and each practitioner has the choice to be vegetarian or not. Large gatherings are sometimes held in Dharma centres and when there are such festivities, celebrations, or teachings, I think that if a great number of people are to be fed it is very important to serve only vegetarian food for the entire duration of the meeting.

Seventh point: we often say this prayer, "May the teachings of the Buddha (the Dharma) be propagated." If Tibet regains its freedom, this will certainly help to preserve the vast and profound teachings of Buddha, including the Lesser and Great Vehicles as well as all the Tantras. T here is therefore an obvious connection between the freedom of Tibet and the preservation of the teachings of Buddha in the world. If this were not the case, if the fundamental question of Tibet's freedom were solely a political issue, then as a monk and a disciple of the Buddha's tradition I would have no reason for such concern. But the two aspects are closely linked.

Even when I am advocating the demilitarization of Tibet, that it be made into a peace zone, although the term "demilitarization" is not strictly speaking a term from the Dharma, the project is nevertheless closely related to the Dharma. Many of you, representatives and members of the different centres, are among those who have already contributed to the cause of Tibet's freedom. I thank you for that and ask you to continue your efforts, bearing in mind the relation between the preservation of the teachings and the freedom of Tibet, in order to give practical expression to the vow that the Buddha's teachings be preserved and developed.

My last point--you must keep your mind happy and know how to laugh!

The material on this page has been collected from the recent book, "Beyond Dogma: The Challenge of the Modern World", © 1996 North Atlantic Books, translated by Alison Anderson and Marianne Dresser from talks given during His Holiness's visit to France end 1993.

FROM :

http://hhdl.dharmakara.net/hhdlquotes111.html

11
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi / America menemukan senjata maut..
« on: 31 July 2008, 09:35:32 AM »
http://en.wikipedia.org/wiki/Active_Denial_System




The Active Denial System (ADS) is a non-lethal, directed-energy weapon developed by the U.S. military.[1] It is a strong millimeter-wave transmitter used for crowd control (the "goodbye effect"[2]). Informally, the weapon is also called pain ray.[3] Raytheon is currently marketing a reduced range version of this technology.[4]

The ADS is currently being considered for deployment in the Iraq War. ADS has also been present at various public events in the United States. It is unclear if the government has sought any authorization to deploy the weapon at home or did so without public input.[5]
Contents
[hide]

    * 1 Effects
    * 2 Demonstration
    * 3 Controversy
    * 4 Silent Guardian
    * 5 Contracts
    * 6 See also
    * 7 References
    * 8 Further reading

[edit] Effects

The ADS works by directing electromagnetic radiation, specifically, high-frequency microwave radiation, at a frequency of 95 GHz[6] (a wavelength of 3.2 mm) toward the subjects. The waves excite water molecules in the epidermis to around 130 °F (55 °C), causing an intensely painful sensation of extreme heat. While not actually burning the skin, the burning sensation is similar to that of a light bulb being pressed against the skin.[6] The focused beam can be directed at targets at a range of just under half a kilometer, or about 550 yards.[7] The device can penetrate thick clothing, although not walls.[7]

At 95 GHz, the frequency is much higher than the 2.45 GHz of a microwave oven. This frequency was chosen because, due to the stronger absorption of water at those frequencies, they penetrate the skin to a depth of less than 1/64 of an inch (0.4 mm),"[8] which is where the nerve endings are located.

A spokesman for the Air Force Research Laboratory described his experience as a test subject for the system:

    "For the first millisecond, it just felt like the skin was warming up. Then it got warmer and warmer and you felt like it was on fire.... As soon as you're away from that beam your skin returns to normal and there is no pain."

Electromagnetic radiation cannot pass through a conductor, so the effect can be shielded by a a conductive mesh or foil which forms a Faraday cage around the target.

While the effects can be unpleasant, ADS has undergone extensive testing since its inception more than 12 years ago. Research into whether or not the device will cause long term health effects has been inconclusive. Many aspects of the research are classified, making independent evaluation impossible. The beam is designed only to affect an individual for a short moment, due to safety presets and features, but these settings can be overridden by the operator.[9] According to public release, there have been over 10,700 "shots" by ADS.[10]

The ADS is currently only a vehicle mounted weapon, though U.S. Marines and police are both working on portable versions.[citation needed]





video:

&feature=related


12
Kesehatan / [INFO] Cotton Buds
« on: 29 July 2008, 11:06:15 PM »
Tolong jangan tunjukkan simpati dengan orang yang menjual korek kuping (cotton buds) di pinggir jalan atau di lampu lalu lintas... Hanya ingin mengingatkan anda untuk tidak membeli sebungkus korek kuping yang dibeli dari pinggir jalan. Korek kuping itu terbuat dari kapas yang telah dipakai dirumahsakit. Mereka memisahkan semua yang kotor, darah, dan lainnya mencucinya kemudian di bleaching dengan pemutih kemudian dibuatlah korek kuping. Jadi, jika anda tidak ingin menjadi orang pertama yang menderita Herpes Zoster Octicus (infeksi virus telinga bagian dalam, tengah, dan luar) maka JANGAN BELI KOREK KUPING DI PINGGIR JALAN. Infokan teman anda, jika anda peduli...

13
Diskusi Umum / Kura-kura berkumis
« on: 28 July 2008, 08:40:39 PM »
Dahulu ada seorang Inggris yang sudah sepuluh tahun lebih mengembara berkeliling Asia guna mencari guru-spiritual yg ideal. Perantauannya berakhir di vihara-nya Ajahn Chah. Orang Inggris tsb mengeluh kepada beliau dengan mengatakan bhw semua guru-spiritual yg pernah dijumpainya ada saja cacat-nya, guru A terlalu suka makan enak, guru B suka hidup nyaman ..., guru C ..., Ajahn Mahaboowa terlalu suka marah---adanya maraah melulu ..., Ajahn Buddhadasa terlalu dingin, Mahasi Sayadaw orang-nya bahkan malah "tidak ada" ! (he is not even there---karena beliau dingin-nya terlebih-lebih lagi )
 
Ajahn Chah menjawab, "Lha kamu itu mencari kura-kura berkumis !"
 
[Ajahn Sumedho yg waktu itu bertindak sebagai penerjemah sampai kurang yakin dengan pendengarannya sendiri sehingga ia perlu menanyakan ke Ajahn Chah agar beliau berkenan mengulang jawabannya sekali lagi )]

source:  Agus

14
http://www.freedomofmind.com/resourcecenter/articles/BITE.htm

Mind Control - The BITE Model



From chapter two of Releasing the Bonds: Empowering People to Think for Themselves*

*© 2000 by Steven Hassan; published by Freedom of Mind Press, Somerville MA

Destructive mind control can be understood in terms of four basic components, which form the acronym BITE:

    I.
       

    Behavior Control

    II.
       

    Information Control

    III.
       

    Thought Control

    IV.
       

    Emotional Control

It is important to understand that destructive mind control can be determined when the overall effect of these four components promotes dependency and obedience to some leader or cause. It is not necessary for every single item on the list to be present. Mind controlled cult members can live in their own apartments, have nine-to-five jobs, be married with children, and still be unable to think for themselves and act independently.

 
I. Behavior Control

1. Regulation of individual's physical reality

    a. Where, how and with whom the member lives and associates with
    b. What clothes, colors, hairstyles the person wears
    c. What food the person eats, drinks, adopts, and rejects
    d. How much sleep the person is able to have
    e. Financial dependence
    f. Little or no time spent on leisure, entertainment, vacations

2. Major time commitment required for indoctrination sessions and group rituals

3. Need to ask permission for major decisions

4. Need to report thoughts, feelings and activities to superiors

5. Rewards and punishments (behavior modification techniques- positive and negative).

6. Individualism discouraged; group think prevails

7. Rigid rules and regulations

8. Need for obedience and dependency
II. Information Control

1. Use of deception

    a. Deliberately holding back information
    b. Distorting information to make it acceptable
    c. Outright lying

2. Access to non-cult sources of information minimized or discouraged

    a. Books, articles, newspapers, magazines, TV, radio
    b. Critical information
    c. Former members
    d. Keep members so busy they don't have time to think

3. Compartmentalization of information; Outsider vs. Insider doctrines

    a. Information is not freely accessible
    b. Information varies at different levels and missions within pyramid
    c. Leadership decides who "needs to know" what

4. Spying on other members is encouraged

    a. Pairing up with "buddy" system to monitor and control
    b. Reporting deviant thoughts, feelings, and actions to leadership

5. Extensive use of cult generated information and propaganda

    a. Newsletters, magazines, journals, audio tapes, videotapes, etc.
    b. Misquotations, statements taken out of context from non-cult sources

6. Unethical use of confession

    a. Information about "sins" used to abolish identity boundaries
    b. Past "sins" used to manipulate and control; no forgiveness or absolution

III. Thought Control

1. Need to internalize the group's doctrine as "Truth"

    a. Map = Reality
    b. Black and White thinking
    c. Good vs. evil
    d. Us vs. them (inside vs. outside)

2. Adopt "loaded" language (characterized by "thought-terminating clichés"). Words are the tools we use to think with. These "special" words constrict rather than expand understanding. They function to reduce complexities of experience into trite, platitudinous "buzz words".

3. Only "good" and "proper" thoughts are encouraged.

4. Thought-stopping techniques (to shut down "reality testing" by stopping "negative" thoughts and allowing only "good" thoughts); rejection of rational analysis, critical thinking, constructive criticism.

    a. Denial, rationalization, justification, wishful thinking
    b. Chanting
    c. Meditating
    d. Praying
    e. Speaking in "tongues"
    f. Singing or humming

5. No critical questions about leader, doctrine, or policy seen as legitimate

6. No alternative belief systems viewed as legitimate, good, or useful
IV. Emotional Control

1. Manipulate and narrow the range of a person's feelings.

2. Make the person feel like if there are ever any problems it is always their fault, never the leader's or the group's.

3. Excessive use of guilt

    a. Identity guilt

        1. Who you are (not living up to your potential)
        2. Your family
        3. Your past
        4. Your affiliations
        5. Your thoughts, feelings, actions

            b. Social guilt
            c. Historical guilt

4. Excessive use of fear

    a. Fear of thinking independently
    b. Fear of the "outside" world
    c. Fear of enemies
    d. Fear of losing one's "salvation"
    e. Fear of leaving the group or being shunned by group
    f. Fear of disapproval

5. Extremes of emotional highs and lows.

6. Ritual and often public confession of "sins".

7. Phobia indoctrination : programming of irrational fears of ever leaving the group or even questioning the leader's authority. The person under mind control cannot visualize a positive, fulfilled future without being in the group.

    a. No happiness or fulfillment "outside"of the group
    b. Terrible consequences will take place if you leave: "hell"; "demon possession"; "incurable diseases"; "accidents"; "suicide"; "insanity"; "10,000 reincarnations"; etc.
    c. Shunning of leave takers. Fear of being rejected by friends, peers, and family.
    d. Never a legitimate reason to leave. From the group's perspective, people who leave are: "weak;" "undisciplined;" "unspiritual;" "worldly;" "brainwashed by family, counselors;" seduced by money, sex, rock and roll.

15
Kafe Jongkok / 1.5 juta chinese keturunan dari satu lelaki
« on: 17 July 2008, 09:03:01 AM »
http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/4396246.stm

1.5m Chinese 'descendants of one man'
Emperor Nurhaci
Giocangga was the grandfather of Emperor Nurhaci
Research into an unusually high prevalence of a particular set of genes in China has suggested that 1.5 million Chinese men are direct descendants of Giocangga, the grandfather of the founder of the Qing dynasty.

Giocangga's extraordinary number of descendants, concentrated mainly in north-east China and Mongolia, are thought to be a result of the many wives and concubines his offspring took:o  :o  :o

Dr Chris Tyler-Smith, a geneticist working at Britain's Wellcome Trust Sanger Institute, made the finding, based on a study of a set of genes on the male Y chromosome.

He told the BBC World Service's Science In Action programme that these genes provided a "genetic surname" of the family to which each man belonged.

"What we did was analyse around 1,000 men from that part of the world," he said.

"We noticed just two types of Y chromosome that were extraordinarily frequent - one of them making up around 3% of our sample.

"When we looked at it more carefully, we found that it was not present in the majority population in that area, the Han. But in the minorities, including the Mongolians, it was present at around 5%."

'Good chance of survival'

Scientists were then able to work out roughly where the special genes came from.

They established the origin was north-east China, around 500 years ago.

More accurate analysis then found that this particular genetic code first appeared just before the Qing dynasty, which came to the fore in 1616 and had conquered China by 1644.

Chinese ceremony
The Qing dynasty ruled China for several hundred years
"We soon realised there was a major historical event going on at this time - the establishment of the Qing dynasty, which conquered China and ruled for several hundred years," Dr Tyler-Smith said.

"It was ruled by the Qing imperial nobility, who were a highly privileged elite class, and they had several wives and concubines.

"Because of the privilege, they could have had many children - and those children would have had a good chance of survival."

At the time of Giocangga, the population of China was about 100 million - compared with 1.3 billion today.

This means that the average Chinese man at the time of Giocangga would only have around 20 descendants living today - in marked contrast to Giocangga's 1.5 million men.

"The difference is accounted for by the large number of wives and concubines - and in particular, this practice being linked to the Y chromosome for many generations," Dr Tyler-Smith added.


bandot sejati...

Pages: [1] 2