//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: comotan dari blog tetangga  (Read 206263 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #75 on: 29 July 2009, 11:59:21 AM »
Kalau membicarakan sosok seorang Hudoyo dan MMD, tidak akan ada habisnya. Tapi saya mau komentar ini:

[SADDHA SEORANG SOTAPANNA]

“ Para Bhikkhu, bila keyakinan seseorang telah ditanam, berakar, dan mantap di dalam Tathagata melalui alasan-alasan, istilah-istilah, dan frasa-frasa ini, dikatakan bahwa keyakinannya sudah ditopang oleh alasan, berakar di dalam visi, dan mantap; keyakinannya tak terkalahkan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau Brahma atau siapapun didunia ini. “

( Vimamsaka-Sutta ; Majjhima-Nikaya, Sutta ke-47 )

Menarik sekali. Apakah ini adalah pembelokan isi sutta agar umat Buddha menjadi mahluk fanatik keras kepala yang keyakinannya tidak tergoyahkan (walaupun sebenarnya salah)?

Vimamsaka Sutta mengajarkan seseorang menjadi penyelidik (Vimamsaka) dalam kebenaran dhamma. Ada tahap-tahap pembuktikannya sampai akhirnya seseorang bisa menjadi yakin. Bukan dengan fanatisme radikal.
Kemudian, Vimamsaka ini juga tidak menyinggung ariya (dalam hal ini Sotapanna) sama sekali.


Offline ratnakumara

  • Teman
  • **
  • Posts: 71
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #76 on: 29 July 2009, 12:42:50 PM »
Dear Kainyn_Kutho,

Coba anda baca pada penjelasan atas sutta tersebut dan point pernyataan tersebut dalam Majjhima-Nikaya yang diterbitkan oleh Wisma Sambodhi, terjemahan dari Sdri.Lanny Anggawati. Judul itu saya ambil dari penjelasan yang terdapat disana yang menerangkan bahwa kalimat itu ( Sabda Sang Buddha tersebut ) , merujuk pada Pemenang-Arus / Sotapanna.

Rekan Kainyn_Kuttho,
Saya akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk tidak mengotori Dhamma dengan niat yang tidak baik, seperti misalnya membelokkan Sutta untuk maksud pribadi. Semoga anda percaya.. ;)

Karena ini saya sambil bekerja, jadi saya gak bisa menerangkan juga dengan panjang lebar tentang isi sutta tersebut. Namun apa yang anda nyatakan tersebut ada benarnya kok, bahwa sutta itu menjelaskan ( ini kalau tidak salah ingat ) bahwa seseorang yang tidak bisa mengukur kesucian Sang Buddha kemudian harus menguji Tathagata melalui alasan-alasan, istilah-istilah, dan frasa-frasa, dan lain-lain, hingga akhirnya memperoleh keyakinan pada Sang Buddha dari hasil pengujiannya tersebut Ini kalau tidak salah ingat yah... ;)
( kurang lebihnya begitu, kalau salah mohon dikoreksi, juga karena sambil bekerja ini... ;)   ).


Okey Kainyn_Kutho,

May U Always be Happy,
May U Take Care of Yourself Happily,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #77 on: 29 July 2009, 12:47:50 PM »
Vimamsaka Sutta bisa dilihat di : http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,8542.0.html

VIMAMSAKA SUTTA

(Sumber : Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya II,
Oleh : Team Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Kehidupan Beragama Buddha Departemen Agama RI, 1994)

   1. Demikianlah yang saya dengar.
      Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Jetavana, taman milik Anathapindika, Savathi. Di sana beliau berkata kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu."
      "Ya, bhante," jawab para bhikkhu. Selanjutnya Sang Bhagava berkata:

   2. "Para bhikkhu, bila seorang bhikkhu menjadi penyelidik (penilai) yang mempunyai pengetahuan tentang (cara menilai) keadaan batin orang lain. Sebaliknya dia melaksanakan penilaian terhadap Sang Tathagata untuk mengetahui apakah Sang Tathagata sudah mencapai Penerangan Sempurna."

   3. "Bhante, pelajaran Dhamma kami berasal, dituntun dan berpusat pada bhante, alangkah baiknya hal ini terpikir (diutarakan) oleh Bhante. Setelah mendengar hal ini dari bhante, kami akan mengingatnya."
      "Dengar para bhikkhu dan perhatikan baik-baik yang akan Saya katakan."
      "Ya, bhante," jawab para bhikkhu. Kemudian Sang Bhagava berkata:

   4. "Para bhikkhu, bila seorang bhikkhu menjadi penyelidik (vimamsaka) yang mempunyai pengetahuan tentang (cara menilai/mengukur) keadaan batin orang lain, Sang Tathagata seharusnya diselidiki berkenaan dengan dua macam Dhamma: yakni pengertian Dhamma yang diperoleh melalui mata dan telinga 'Apakah Dhamma Sang Tathagata diketahui melalui mata dan telinga adalah telah dikotori atau tidak?' Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa dhamma itu tidak dikotori.

   5. Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: 'Apakah dhamma Tathagata dhamma yang diketahui melalui mata dan telinga adalah dicampuri atau tidak?' Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa dhamma itu tidak dicampuri.

   6. Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: 'Apakah dhamma Tathagata yang diketahui melalui mata dan telinga adalah bersih atau tidak?' Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa dhamma itu bersih.

   7. Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: 'Apakah bhikkhu ini telah lama menguasai kusala dhamma ini atau baru saja dikuasai?' Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa dhamma telah lama dikuasai, bukan baru saja dikuasai.

   8. Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: 'Apakah bhikkhu ini terkenal, ia termasyur? Apakah ada bahaya tertentu berhubungan dengannya?' Karena selama seorang bhikkhu belum terkenal dan belum termasyur, bahaya sehubungan dengan hal ini belum ada padanya, tetapi segera setelah ia memiliki kemasyuran, maka bahaya ada padanya. Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa bhikkhu telah terkenal dan termasyur tetapi tidak ada bahaya yang berhubungan dengan hal ini yang ada padanya.

   9. Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: 'Apakah bhikkhu ini mengendalikan diri dengan keras sekali, bukan mengendalikan diri karena takut, ia tidak memuaskan nafsu keinginannya karena ia tidak memiliki nafsu atau telah melenyapkan nafsu?' Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa bhikkhu itu mengendalikan diri bukan karena takut dan tidak memuaskan nafsu keinginan karena telah melenyapkan nafsu.

  10. Jikalau orang lain bertanya pada bhikkhu itu: 'Apa buktinya dan apa kesimpulannya bilamana bhikkhu itu melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang ia katakan?' Segera ia menjawab: 'Apakah bhikkhu itu tinggal bersama sangha atau sendirian, mungkin di antara mereka ada yang berperilaku tidak baik; ada beberapa yang mengajar sekelompok, ada beberapa yang menunjukkan bahwa mereka masih mementingkan materi, beberapa yang tidak ternoda oleh materi, namun bhikkhu itu tidak memandang rendah kepada siapapun.' Hal ini telah saya dengar dan pelajari dari mulut Sang Bhagava sendiri yaitu: 'Saya mengendalikan diri dengan keras sekali dan bukan mengendalikan diri karena takut, dan saya tidak memuaskan keinginan indera karena saya tak memiliki nafsu tetapi karena nafsu keinginan telah dilenyapkan.'

  11. Para bhikkhu, mengenai hal itu, Tathagata harus ditanya lebih lanjut: 'Apakah dalam dhamma Tathagata yang diketahui dengan mata dan telinga adalah dikotori atau tidak?' Ketika menjawab, ia akan menjawab dhamma itu tidak dikotori.

  12. Mengenai pertanyaan: 'Apakah dalam dhamma Tathagata yang diketahui dengan mata dan telinga adalah dicampuri atau tidak?' Menjawab pertanyaan ini, ia menjawab bahwa dhamma adalah bersih.

  13. Mengenai pertanyaan: 'Apakah dalam dhamma Tathagata yang diketahui dengan mata dan telinga adalah bersih atau tidak?' Menjawab pertanyaan ini, ia menjawab bahwa dhamma adalah bersih.

  14. Ia juga akan berkata: 'Selama saya ada dalam lingkungan-Ku dan jajaran-Ku, saya jauh dari hal-hal itu.'

  15. Guru yang berkata seperti ini layak untuk ditemui oleh siswa guna mendengar dhamma. Guru mengajar dhamma segera bertahap dari satu tingkat ke tingkat lain yang lebih tinggi, dengan dhamma yang gelap maupun lawannya yang terang. Sesuai dengan dhamma yang diajarkan oleh guru, seorang bhikkhu dengan cara ini ia segera mengetahui beberapa dhamma yaitu jalan di antara dhamma-dhamma dari dhamma hingga ia mencapai tujuan. Saya berkeyakinan pada Guru: 'Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, Dhamma dibabarkan dengan sempurna, Sangha telah bertindak dengan baik.'

  16. Jikalau orang lain bertanya pada bhikkhu itu: 'Apa buktinya dan apa kesimpulannya bilamana bhikkhu itu berbuat seperti yang ia katakan?'' Segera ia menjawab dengan jawaban: 'Para Avuso, saya telah menemui Sang Bhagava untuk mendengar dhamma.'
      Sang Guru mengajar dhamma secara bertahap dari satu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi, dengan dhamma yang gelap maupun lawannya yang terang. Sesuai dengan apa yang diajarkan-Nya, saya segera mengetahui pada sekarang ini dhamma-dhamma tertentu (yaitu jalan) di antara dhamma-dhamma dari dhamma, dan saya mencapai tujuanku. Saya berkeyakinan pada Guru: 'Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, dhamma telah dibabarkan dengan sempurna, Sangha telah bertindak baik.'

  17. Para bhikkhu, ketika seseorang yakin kepada Tathagata, ia memiliki bukti-bukti ini, kata-kata dan ungkapan-ungkapan ini yang telah ditanam, untuk berakar dan mantap, maka keyakinannya disebut disokong oleh bukti, berakar pada penglihatan, suara dan tidak terkalahkan oleh petapa, brahmana, dewa, mara, brahma atau siapa pun di dunia ini.
      Itulah bagaimana menyelidiki Tathagata sesuai dengan Dhamma, bagaimana Tathagata diperiksa dengan baik sesuai dengan Dhamma."
      Itulah yang dikatakan Sang Bhagava. Para bhikkhu menjadi puas dan gembira karena kata-kata Sang Bhagava

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #78 on: 29 July 2009, 12:53:07 PM »
Dear Kainyn_Kutho,

Coba anda baca pada penjelasan atas sutta tersebut dan point pernyataan tersebut dalam Majjhima-Nikaya yang diterbitkan oleh Wisma Sambodhi, terjemahan dari Sdri.Lanny Anggawati. Judul itu saya ambil dari penjelasan yang terdapat disana yang menerangkan bahwa kalimat itu ( Sabda Sang Buddha tersebut ) , merujuk pada Pemenang-Arus / Sotapanna.

Rekan Kainyn_Kuttho,
Saya akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk tidak mengotori Dhamma dengan niat yang tidak baik, seperti misalnya membelokkan Sutta untuk maksud pribadi. Semoga anda percaya.. ;)

Karena ini saya sambil bekerja, jadi saya gak bisa menerangkan juga dengan panjang lebar tentang isi sutta tersebut. Namun apa yang anda nyatakan tersebut ada benarnya kok, bahwa sutta itu menjelaskan ( ini kalau tidak salah ingat ) bahwa seseorang yang tidak bisa mengukur kesucian Sang Buddha kemudian harus menguji Tathagata melalui alasan-alasan, istilah-istilah, dan frasa-frasa, dan lain-lain, hingga akhirnya memperoleh keyakinan pada Sang Buddha dari hasil pengujiannya tersebut Ini kalau tidak salah ingat yah... ;)
( kurang lebihnya begitu, kalau salah mohon dikoreksi, juga karena sambil bekerja ini... ;)   ).


Okey Kainyn_Kutho,

May U Always be Happy,
May U Take Care of Yourself Happily,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.


dear bro ratna

bro Kai adl org yg menguasai sutta kok jadi dia udah paham isi vimamsaka sutta

poin yg ingin ditanyakan oleh bro kai sesungguhnya apakah ada pembelokan makna saddha dengan menggunakan vimamsaka sutta sehingga saddha seolah sama dengan fanatisme? ( [at] Kai : cmiiw)

ayo lanjut diskusi sambil gawe (aye juga  :whistle: )
« Last Edit: 29 July 2009, 01:01:25 PM by markosprawira »

Offline ratnakumara

  • Teman
  • **
  • Posts: 71
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #79 on: 29 July 2009, 01:00:20 PM »
Dear rekan Markosprawira,

Waduh, ya enggak begitu lah.. ,

Dalam sutta tersebut jelas khan, bahwa seseorang harus menyelidiki dulu, baru kemudian timbul keyakinan yang tertanam kuat.

Sekedar menegaskan lagi, judul yang saya ambil [SADDHA SEORANG SOTAPANNA], disebabkan adanya penjelasan atas point / "ayat" yang saya kutip tersebut, bahwa itu menggambarkan saddha seorang "Pemenang-Arus". Demikian kurang lebihnya.
Jadi, saya tidak mengartikan sendiri kok.. semoga menjelaskan.

Sadhu3x.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #80 on: 29 July 2009, 01:44:21 PM »
 [at]  ratnakumara

Yang saya maksud adalah keliru kalau menganggap "Saddha" tak tergoyahkan itu adalah "modal awal" dan harga mati bagi umat Buddha dalam menjalankan dhamma. Urutannya terbalik.
Ketika urutannya percaya, baru selidik, tidak ada bedanya sama sekali dengan iman membuta. Tetapi jika selidik dahulu baru percaya, inilah yang merupakan ajaran Buddha.

Dan saya setuju bahwa kualitas keyakinan tak tergoyahkan yang sejati yang disebut itu adalah kualitas seorang Sotapanna, dan hanya Sotapanna (ke atas). 
Seorang Putthujjana dengan keyakinan tak tergoyahkan tidak ubahnya seorang fanatik radikal yang keras kepala. Oleh sebab itu, saya tidak setuju kalau seseorang dianjurkan percaya mati dengan sesuatu yang tidak/belum dibuktikan, termasuk kitab suci. 



 [at]  Bro markos

Kalau dibilang saya menguasai sih, sepertinya tidak juga yah. Tetapi memang saya berusaha memahaminya. 

Kalau menurut saya, inti dari Vimamsaka Sutta adalah penyelidikannya yang bertahap sehingga timbul keyakinan. Jika hanya mengutip "ujungnya" saja (kepercayaan tidak tergoyahkan pada Buddha-Dhamma-Sangha), maka justru mengabaikan pokoknya.


Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #81 on: 29 July 2009, 02:01:18 PM »
 [at]  Bro Kainyn...

Saya setuju dengan kalimat Bro Kai yang ini:

Quote
Ketika urutannya percaya, baru selidik, tidak ada bedanya sama sekali dengan iman membuta. Tetapi jika selidik dahulu baru percaya, inilah yang merupakan ajaran Buddha.

Tapi untuk yg ini:

Quote
... dan hanya Sotapanna (ke atas)
Seorang Putthujjana dengan keyakinan tak tergoyahkan tidak ubahnya seorang fanatik radikal yang keras kepala.

Apa yg dapat sy tambahkan adalah:

Tidak tertutup kemungkinan seorang Putthujjana yakin akan sesuatu yg telah dialaminya sendiri.
Misalnya, salah satu Sabda Sang Buddha: Hidup adalah dukkha. Seorang Putthujjana bisa saja mempunyai keyakinan tak tergoyahkan akan kenyataan ini, disebabkan karena ia telah mengalaminya sendiri. Juga terhadap Sutta2 yg lainnya...

Jadi, tidak mutlak hanya Sotapana keatas saja yg bisa mempunyai Saddha. Seorang Putthujjana pun bisa mempunyai Saddha.

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #82 on: 29 July 2009, 02:06:01 PM »
menurut Vinnana Sutta, digambarkan Saddha itu bisa membawa pada tingkat kesucian Sotapanna.

http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn25/sn25.003.than.html

Quote from: SN 25.3: Vinnana Sutta
Di Savatthi, "Para Bhikkhu, kesadaran-mata adalah tidak tetap, dapat berganti, dapat berubah. Kesadaran-telinga... Kesadaran hidung... Kesadaran-lidah... Kesadaran-tubuh... Kesadaran intelek adalah tidak tetap, dapat berganti, dapat berubah.

"Seseorang yang memiliki kepercayaan & keyakinan bahwa fenomena-fenomena ini demikian disebut sebagai seorang pengikut-berkeyakinan: seseorang yang telah memasuki tatanan kebenaran, memasuki tingkatan orang-orang dengan integritas, melampaui tingkatan dari orang-biasa (puthujana). Dia tidak dapat melakukan perbuatan yang akan membuatnya terlahir di neraka, rahim binatang, atau di alam setan kelaparan. Dia tidak dapat meninggal sampai dia merealisasikan buah dari pemasuk arus.

"Seseorang yang, telah merenung dengan sedikit pemahaman, telah menerima fenomena-fenomena ini demikian disebut sebagai seorang pengikut-Dhamma: Seseorang yang telah memasuki tatanan kebenaran, memasuki tingkatan orang-orang dengan integritas, melampaui tingkatan dari orang-biasa(puthujana). Dia tidak dapat melakukan perbuatan yang akan membuatnya terlahir di neraka, rahim binatang, atau di alam setan kelaparan. Dia tidak dapat meninggal sampai dia merealisasikan buah dari pemasuk arus.

"Seseorang yang mengetahui dan melihat fenomena-fenomena ini demikian disebut sebagai seorang pemasuk-arus, mantap, tidak akan pernah lagi terlahir dikondisi yang menyedihkan, mengarah pada pembebasan.

Paragraf ke dua, dengan Saddha seseorang memasuki Sotapanna Magga. Pada paragraf ke 4, sudah mencapai Sotapanna Phala.
« Last Edit: 29 July 2009, 02:07:55 PM by Sumedho »
There is no place like 127.0.0.1

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #83 on: 29 July 2009, 02:06:50 PM »
Seorang Putthujjana dengan keyakinan tak tergoyahkan tidak ubahnya seorang fanatik radikal yang keras kepala. Oleh sebab itu, saya tidak setuju kalau seseorang dianjurkan percaya mati dengan sesuatu yang tidak/belum dibuktikan, termasuk kitab suci. 

Maksud Bro Kai: adalah orang yg percaya buta, tanpa pembuktian dahulu, tanpa pernah merenungi atau menguji atau mengalaminya....

Sikap ini bukan Saddha yg dimaksud oleh Sang Buddha. Justru melalui Kalama Sutta Sang Buddha mengarahkan kita untuk menghindari sikap begini.

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #84 on: 29 July 2009, 02:22:30 PM »
Saddha adalah salah satu komponen dalam Pancabala yang harus dikembangkan, jadi menurut yg saya pahami Saddha dalam dosis tertentu memang diperlukan dalam usaha untuk mencapai pencerahan. namun tentunya bukan yg berlebihan, segalanya yg overdosis tentu tidak baik.

Offline CKRA

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 919
  • Reputasi: 71
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #85 on: 29 July 2009, 02:57:48 PM »

    Bhante Pannyavaro:
    Gunadipo, banyak umat Buddha yg kaget mendengar ungkapan Zen Buddhism :
    “kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!”
    Apalagi bagi pemula. Trm ksh.


Kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!
Kalau engkau bertemu Arahat, bunuh Arahat!
Kalau engkau bertemu orang tuamu, bunuh orang tuamu!

Ungkapan master Zen tersebut saya maknai bahwa dalam perjalanan kita mencapai kesempurnaan, kita tidak boleh mengandalkan sosok atau figur tertentu untuk mensucikan kita. Hanya oleh diri kita sendirilah kita menjadi suci, bahkan seorang Buddha pun tidak dapat mensucikan kita. Bila kita sudah di "jalan" yang benar maka segala sesuatunya tergantung pada kita sendiri. Sekarang masalahnya jalan mana yang mau kita tempuh? Tentu jalan yang sudah ditunjukkan oleh Yang Tercerahkan. Master Zen tidak mengatakan: "Kalau engkau ketemu Buddha, ambil jalan lain!, belok kiri atau belok kanan atau U turn".

Jadi bunuhlah Buddha sesuka hatimu, tapi jangan ambil jalan sembarangan.

Jika engkau ketemu Hudoyo, bunuh Hudoyo!

 _/\_

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #86 on: 29 July 2009, 03:42:07 PM »
Quote
Bhante Pannyavaro:
    Gunadipo, banyak umat Buddha yg kaget mendengar ungkapan Zen Buddhism :
    “kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha!”
    Apalagi bagi pemula. Trm ksh.


Ini bisa diartikan begini :

"kalau engkau bertemu Buddha, bunuh Buddha" Kalau pemula langsung kalo ketemu Buddha, langsung dibunuh beneran  Buddhanya. Karena dia mendengarnya dari Master Zen. Dan orang itu berpikir dengan membunuh Buddha beneran bisa mencapai pencerahan . Padahal yg dimaksud Master Zen adalah bukan arti harafiahnya dan yg dilupakan si orang malang yg membunuh Buddha adalah keseluruhan petunjuk si Master Zen yg sebelumnya pernah diberikan, diabaikan olehnya.  ^-^

Sama halnya ketika Master MMD  membaca bahiya sutta maka ya itu saja yg dianggap relevan. Karena di bahiya sutta tidak ditulis Jmb 8 dan 4 Km maka ya tidak ada dan tidak perlu. Artinya kalau ngak ada dijelaskan jmb 8 dan 4 km, maka tidak relevan.









« Last Edit: 29 July 2009, 03:55:20 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline ratnakumara

  • Teman
  • **
  • Posts: 71
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #87 on: 29 July 2009, 03:47:03 PM »
Namo Buddhaya,
Dear All ;)


 [at] Kainyn_Kutho :

Nah itu dia,kurang-lebih seperti yang anda maksudkan,
yaitu setelah melalui berbagai proses, kemudian "terbentuk"lah kualitas keyakinan tak tergoyahkan yang sejati yang merupakan kualitas seorang Sotapanna, dan hanya Sotapanna (ke atas).

Jadi, coba anda kaitkan dengan topik artikel saya, pasti rekan Kainyn bisa menemukan maksud dari pencantuman cuplikan sutta tersebut dibagian awal artikel. Kenapa saya mencantumkannya di awal artikel "Apakah Romo Hudoyo Berpandangan Salah / Menyimpang [?]"... ;)

May All Beings Attain Enlightenment,
Sadhu,Sadhu,Sadhu.

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #88 on: 29 July 2009, 04:03:52 PM »
Saddha adalah salah satu komponen dalam Pancabala yang harus dikembangkan, jadi menurut yg saya pahami Saddha dalam dosis tertentu memang diperlukan dalam usaha untuk mencapai pencerahan. namun tentunya bukan yg berlebihan, segalanya yg overdosis tentu tidak baik.


jika kita lihat di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=422.30

Quote
a. Sobhanasadharana cetasika 19 : Jenis faktor batin indah yg terdapat di semua
   jenis kusala citta, terdiri dari :
28. Saddha = faktor batin keyakinan berdasarkan pengetahuan

jelas terlihat bhw Saddha secara batin adalah faktor batin yg indah, yg tidak mungkin menjadi sesuatu yg tidak baik/akusala

Yang menjadikan tidak baik/akusala adalah saat pikiran beralih ke akusala juga yaitu lobha misal :
- mana/Kesombongan
- ditthi/pandangan salah

Singkatnya saddha itu cetasika sobhana, yg bukan/jauh dari pengertian fanatisme

semoga bermanfaat agar kita tidak lagi terpengaruh konsep masyarakat umum yg menyamakan saddha dengan sekedar "keyakinan" saja yg bisa beralih menjadi fanatisme

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: comotan dari blog tetangga
« Reply #89 on: 29 July 2009, 04:33:36 PM »
Tapi untuk yg ini:

Quote
... dan hanya Sotapanna (ke atas)
Seorang Putthujjana dengan keyakinan tak tergoyahkan tidak ubahnya seorang fanatik radikal yang keras kepala.

Apa yg dapat sy tambahkan adalah:

Tidak tertutup kemungkinan seorang Putthujjana yakin akan sesuatu yg telah dialaminya sendiri.
Misalnya, salah satu Sabda Sang Buddha: Hidup adalah dukkha. Seorang Putthujjana bisa saja mempunyai keyakinan tak tergoyahkan akan kenyataan ini, disebabkan karena ia telah mengalaminya sendiri. Juga terhadap Sutta2 yg lainnya...

Jadi, tidak mutlak hanya Sotapana keatas saja yg bisa mempunyai Saddha. Seorang Putthujjana pun bisa mempunyai Saddha.

::


Menurut saya, sebelum orang mencapai Sotapanna, maka ia tidak tahu apa itu kebenaran sejati. Dengan demikian, apa pun yang dipercayainya, adalah semu. Umat Buddha boleh bicara apa pun tentang Saddha tidak tergoyahkan dari seorang Putthujjana. Tetapi saya ragu sebelum seseorang mencapai Sotapanna, masih terombang-ambing dalam Samsara entah ke mana, dalam 10 kehidupan ke depan, misalnya, ia masih memiliki Saddha yang sama.

Ketika seseorang berpikir bahwa terjadinya Saddha yang tak tergoyahkan pada seorang Putthujjana adalah mungkin, maka ia dengan sendirinya tidak melihat bahwa bentukan pikiran tidak kekal. "Saddha" seorang putthujjana berasal dari pikiran, bergantung pada pikiran pula. Itulah bedanya dengan seorang Sotapanna yang memiliki Saddha karena panna, karena telah merealisasinya. Oleh sebab itu, terhentinya kelahiran kembali adalah pasti.

Keyakinan semu ini, jika tidak disertai dengan miccha ditthi, bukanlah selalu hal yang buruk. Misalnya ada sebuah agama A mengajarkan, "kalau kalian membunuh, mencuri, melanggar susila, bohong, mabuk-mabukan, maka Tuhan akan menjatuhkan kutukan". Dalam hal ini, seseorang berkeyakinan semu, tetap mengikuti "samma ditthi" untuk melaksanakan sila dan menggenggam "adanya akibat dari satu perbuatan". Ini bukanlah hal yang buruk. Kecuali jika berlebihan, tentunya.
Demikian juga dalam Buddhisme, keyakinan semu akan sila, anatta, dan nibbana pun membantu seseorang dalam berkembang. Tetapi apakah keyakinan semu yang "tidak tergoyahkan" membantu perkembangan bathin? Menurut saya hanya akan membuatnya menggenggam rakit, dan orang yang menggenggam rakit tidak akan sampai pada pantai seberang.