MENTAL SCIENCE OR ULTIMATE SCIENCE
NATURAL SCIENCE Meneliti tentang hukum dasar dan hukum alam untuk menjelaskan fenomena fisik yang telah muncul selama berabad-abad. Tetapi mereka tidak mampu meneliti sifat alami dari pikiran dan mereka gagal untuk menjelaskan fenomena mental yang memliki pengaruh yang sangat besar kepada fenomena jasmani.
Sang Buddha, dengan kemahatahuan-Nya, mengetahui sifat alami dari pikiran dan menggambarkan sebab yang “memerintah” pikiran dan jasmani serta dapat menjelaskan semua fenomena fisik-mental di dunia.
ajaran pamungkas-Nya, yang dikenal sebagai abhidhamma, menggambarkan secara detil sifat alami dari realitas-ultimit(kenyataan absolute) yang benar-benar ada di alam, tapi tidak diketahui oleh para ilmuan. Metode pembuktian-Nya lebih baik daripada metode para ilmuan, yang bergantung pada instrumen-instrumen. Ia melihat dengan mata Buddha-Nya(ing: divine eye) untuk menembusi lapisan yang menutupi sifat alami dari segala sesuatunya. Buddha juga mengajari orang lain bagaimana untuk ,mengembangkan konsentrasi dan bagaimana untuk melihatnya dengan mata batin dari segala sesuatu dan 4 kesunyataan mulia yang bisa mencerahkan seseorang untuk mencapai pembebasan dari segala penderitaan selamanya.
Jadi, abhidhamma bisa dianggap sebagai Mental Science atau Ultimate Science—science dari realitas-ultimit
THE AGE OF ANALYSIS
Para filosofis sekarang telah menghadapi zaman analisis. Tapi siapa yang bisa menganalisis pikiran dan jasmani secara tepat dan seksama seperti yang telah Sang Buddha lakukan lebih dari 2500 tahun yang lalu!
Analisis pikiran dan jasmani yang tepat adalah pencapaian terhebad di dunia ini dan penemuan yang paling bermanfaat yang pernah dicapai oleh manusia.
Anda akan mendapatkan faedah yang sangat besar jika anda berusaha keras untuk mempelajari abhidhamma yang secara sistematis menggambarkan sifat intrinsic alami dari penyusun pikiran, jasmani, dan kebahagiaan abadi(nibbana)
PIKIRAN MENCIPTAKAN PENDERITAAN DAN KEBAHAGIAAN
Semua fenomena mental memiliki pikiran sebagai awalnya; fenomena mental ini memiliki pikiran sebagai pemimpinnya; semua itu adalah ciptaan-pikiran.
Jika seseorang berpikir, berbicara, atau berbuat dengan pikiran yang buruk, maka penderitaan akan mengikutinya bagaikan roda pedati yang mengikuti arah kaki lembu yang menariknya
Jika seseorang berpikir, berbicara dan berbuat dengan pikiran yang baik, maka kebahagiaan akan mengikutinya bagaikan bayangan yang tak pernah meninggalkannya
—Dhammapada, Ayat 1&2