//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Membaca Sutta secara kritis  (Read 51216 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Membaca Sutta secara kritis
« on: 24 August 2008, 06:46:12 PM »
4.8. ‘Seandanya seorang bhikkhu mengatakan: “Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagava sendiri: inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru”, maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin. Jika kata-katanya, saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti tidak selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak. [/b] Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.”
(Mahaparinibbana Sutta)
saya agak tidak mengerti maksud dari kutipan sutta ini di sini, terlebih bagian yg di bold...
jika sdr. Semit ingin membahas isi sutta, silahkan dilanjutkan ke bagian Studi Sutra/Sutta
kemudian bagian yg saya bold merah kan...
Sutta atau disiplin
sutta di-sini saya yakini adalah dhamma kotbah2 Sang Buddha yg terjadi sekitar 2500 tahun yg lalu, bukan Sutta Pitaka. Sutta-Pitaka disusun setelah Sang Buddha parinibbana, jadi jelas itu bukan mengacu kepada Sutta Pitaka... apa terjemahannya seharusnya dhamma(kebenaran) & vinaya(aturan kedisplinan)? CMIIW
ini terjemahan bahasa inggrissnya:
Quote
"In such a case, bhikkhus, the declaration of such a bhikkhu is neither to be received with approval nor with scorn. Without approval and without scorn, but carefully studying the sentences word by word, one should trace them in the Discourses and verify them by the Discipline. If they are neither traceable in the Discourses nor verifiable by the Discipline, one must conclude thus: 'Certainly, this is not the Blessed One's utterance; this has been misunderstood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' In that way, bhikkhus, you should reject it. But if the sentences concerned are traceable in the Discourses and verifiable by the Discipline, then one must conclude thus: 'Certainly, this is the Blessed One's utterance; this has been well understood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' And in that way, bhikkhus, you may accept it on the first, second, third, or fourth reference. These, bhikkhus, are the four great references for you to preserve."
kata yg ditemukan hanyalah 'Dhamma and the Discipline' :)

Terjemahan Indonesia (dari Maurice O'Connell Walshe): "... Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin...."

Terjemahan Inggris (Thanissaro Bhikkhu): "... Without approval and without scorn, but carefully studying the sentences word by word, one should trace them in the Discourses and verify them by the Discipline. .."

Teks aslinya: "... Anabhinanditvaa appa.tikkositvaa taani padabya~njanaani saadhuna.m uggahetvaa sutte otaaretabbaani vinaye sandassetabbaani. ..."

Jadi, ternyata terjemahan Indonesia (dari M.O.Walshe) maupun terjemahan Inggris (Thanissaro Bhikkhu) di atas cocok dengan teks aslinya. (Kalau tidak cocok tentu sudah lama diprotes oleh pembaca yang teliti. :) )

*****

Jadi bagaimana kita harus menganalisis dan menafsirkan kejanggalan dalam Mahaparinibbana-sutta yang terlihat oleh Rekan Tesla di atas?

Bagian Mahaparinibbana-sutta yang dipermasalahkan ini mempunyai subjudul bernama "Cattari Maha-upadesa" (Empat Rujukan Besar, the Four Great References). Maksudnya, ada empat rujukan yang masing-masing mengklaim sebagai rujukan dari ajaran Sang Buddha, yaitu:
(1) bhikkhu yang mengaku mendengar sendiri dari mulut Sang Buddha;
(2) suatu komunitas bhikkhu dengan seorang ketua;
(3) beberapa Thera;
(4) seorang Thera.
Menghadapi keempat rujukan tersebut, kata-kata mereka harus dicek dulu, apakah sesuai atau tidak dengan "sutta" dan "vinaya". ... Demikianlah ditampilkan dalam Mahaparinibbana-sutta.

Nah, di sinilah kejelian Rekan Tesla: ia melihat kejanggalan dalam istilah "sutta" dan "vinaya" yang digunakan di sini. Saya pun melihat kejanggalan itu. ...

Dalam puluhan sutta, Sang Buddha selalu menamakan ajarannya sebagai "dhamma-vinaya", bukan "sutta" & "vinaya". Bahkan di paragraf ini pun istilah "dhamma-vinaya" muncul:
- "Inilah Dhamma, inilah Disiplin, inilah Ajaran Sang Guru" (Indonesia/dari M.O.Walshe)
- "This is the Dhamma and the Discipline, the Master's Dispensation" (Thanissaro Bhikkhu)
- "Aya.m dhammo, aya.m vinayo, ida.m satthusaasanan'ti" (teks asli).

Jadi, di zaman Sang Buddha masih hidup, beliau selalu menamakan ajarannya 'dhamma-vinaya'. ... Kok, tiba-tiba di bagian Mahaparinibbana-sutta ini muncul istilah "sutta" dan "vinaya". ... Apa artinya itu?

Kita tahu, setelah Sang Buddha meninggal dunia, para bhikkhu berkumpul dalam Konsili I, lalu menyusun khotbah-khotbah Sang Buddha dan mengumpulkannya (menghafalkannya) dalam keranjang yang dinamakan "Sutta Pitaka", sedangkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kehidupan kebhikkhuan dikumpulkan/dihafalkan dalam keranjang yang dinamakan "Vinaya Pitaka". (Abhidhamma Pitaka baru muncul dalam Konsili III, tiga ratus tahun setelah Sang Buddha meninggal dunia.)

Menurut hemat saya, dari sinilah asal istilah 'sutta' dan 'vinaya' yang terlihat oleh Rekan Tesla itu. ... Dengan kata lain, kesimpulan saya: di sini telah terjadi ANAKRONISME (kerancuan berhubungan dengan waktu) ... Istilah 'sutta' & 'vinaya' telah menyusup masuk ke dalam Mahaparinibbana-sutta dan ditampilkan seolah-olah datang dari mulut Sang Buddha sendiri!

Para penghafal Mahaparinibbana-sutta menyisipkan, seolah-olah Sang Buddha mengatakan bahwa di kemudian hari semua klaim ajaran Buddha harus dicek keotentikannya berdasarkan "Sutta Pitaka" dan "Vinaya Pitaka". ... Jadi "Sutta Pitaka" & "Vinaya Pitaka" sudah diangkat menempati kedudukan MUTLAK, menggantikan kebenaran sesungguhnya dari 'dhamma-vinaya, ajaran Sang Guru'. ... Inilah klaim dari bhikkhu-bhikkhu Theravada yang menyusup masuk ke dalam Mahaparinibbana-sutta ...

Mungkin ini terjadi di zaman ketika agama Buddha di India pada waktu itu mulai terpecah menjadi Maha-sanghika (Mahayana) dan sekte-sekte Hinayana (yang di dalamnya terdapat Sthaviravada, cikal bakal Theravada), kira-kira dua ratus tahun setelah zaman Sang Buddha. ... Untuk menjamin survival sektenya, maka bhikkhu-bhikkhu Sthaviravada mengklaim Sutta Pitaka & Vinaya Pitaka sebagai satu-satunya kriteria bagi keabsahan ajaran Sang Buddha, dengan menampilkan klaim itu seolah-olah datang dari mulut Sang Buddha sendiri. ... Memang tidak ada maksud jelek di sini ... hanya keinginan untuk menjunjung tinggi dan memutlakkan sekte yang dianut sendiri.

Bahwa suatu kitab suci (apa pun) harus digunakan sebagai kriteria dari kebenaran, hal itu harus saya tolak sebagai datang dari mulut Sang Buddha! Ini sangat bertentangan dengan ajaran Sang Buddha tentang bagaimana kita menilai suatu ajaran yang benar, sebagaimana tercantum dalam Kalama-sutta ...

Ini salah satu contoh lagi bagaimana sisipan-sisipan yang tidak otentik telah masuk ke dalam Mahaparinibbana-sutta. Dulu saya pernah menyoroti apa yang ditampilkan dalam Mahaparinibbana-sutta seolah-olah sebagai "kata Sang Buddha", yakni bahwa hanya dalam ajaran Sang Buddha terdapat pembebasan, sedangkan dalam ajaran-ajaran lain tidak ada pembebasan.

Semua itu tidak mengherankan, mengingat Mahaparinibbana-sutta dari Digha Nikaya ini termasuk salah satu sutta yang relatif "muda", yang memperoleh bentuknya yang final jauh setelah Sang Buddha wafat.

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 27 August 2008, 08:48:23 PM by Sumedho »

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #1 on: 24 August 2008, 06:50:22 PM »
hehehe... barusan pengen menulis yg senada mengenai "sutta dan vinaya", tau2 pak hudoyo sudah membahasnya 10x lebih jelas beserta palinya pula  ^:)^
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #2 on: 24 August 2008, 07:38:17 PM »
Wah terima kasih analisis sutta nya... _/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline Semit

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 172
  • Reputasi: 30
Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #3 on: 24 August 2008, 08:06:40 PM »
Quote from: tesla link=topic=3803.msg70802#msg70802
Sutta atau disiplin
sutta di-sini saya yakini adalah dhamma kotbah2 Sang Buddha yg terjadi sekitar 2500 tahun yg lalu, bukan Sutta Pitaka. Sutta-Pitaka disusun setelah Sang Buddha parinibbana, jadi jelas itu bukan mengacu kepada Sutta Pitaka... apa terjemahannya seharusnya dhamma(kebenaran) & vinaya(aturan kedisplinan)? CMIIW

ini terjemahan bahasa inggrissnya
Quote
8-11. Then the Blessed One said: "In this fashion, bhikkhus, a bhikkhu might speak: 'Face to face with the Blessed One, brethren, I have heard and learned thus: This is the Dhamma and the Discipline, the Master's Dispensation'; or: 'In an abode of such and such a name lives a community with elders and a chief. Face to face with that community, I have heard and learned thus: This is the Dhamma and the Discipline, the Master's Dispensation'; or: 'In an abode of such and such a name live several bhikkhus who are elders, who are learned, who have accomplished their course, who are preservers of the Dhamma, the Discipline, and the Summaries. Face to face with those elders, I have heard and learned thus: This is the Dhamma and the Discipline, the Master's Dispensation'; or: 'In an abode of such and such a name lives a single bhikkhu who is an elder, who is learned, who has accomplished his course, who is a preserver of the Dhamma, the Discipline, and the Summaries. Face to face with that elder, I have heard and learned thus: This is the Dhamma and the Discipline, the Master's Dispensation.'
kata yg ditemukan hanyalah 'Dhamma and the Discipline' :)

Anda benar Rekan Tesla, namun demikian, jika merujuk pada definisi Sutta,
sutta (sutta; Skt. sutra): Literally, "thread"; a discourse or sermon by the Buddha or his contemporary disciples.

Ini berarti bahwa: Sutta=khotbah Sang Buddha=Dhamma. Penggunaan kata Dhamma atau Sutta, adalah bermakna sama.

Mengenai kebiasaan Sang Buddha menggunakan istilah "Dhamma & Vnaya". apakah Sang Buddha telah mencapai Kebebasan sempurna atau tidak? mengapa Sang Buddha harus terikat pada kebiasaan-kebiasaan?
« Last Edit: 24 August 2008, 08:10:17 PM by Semit »

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Kejanggalan Maha Parinibbana Sutta
« Reply #4 on: 24 August 2008, 08:39:21 PM »
Anda benar Rekan Tesla, namun demikian, jika merujuk pada definisi Sutta,
sutta (sutta; Skt. sutra): Literally, "thread"; a discourse or sermon by the Buddha or his contemporary disciples.

Ini berarti bahwa: Sutta=khotbah Sang Buddha=Dhamma. Penggunaan kata Dhamma atau Sutta, adalah bermakna sama.

Mengenai kebiasaan Sang Buddha menggunakan istilah "Dhamma & Vnaya". apakah Sang Buddha telah mencapai Kebebasan sempurna atau tidak? mengapa Sang Buddha harus terikat pada kebiasaan-kebiasaan?

saya juga awalnya berpikir demikian, jadi saya artikan sutta itu adalah kotbah, bukan sutta-pitaka.

mengenai keotentikan mahaparinibbana sutta tsb, saya angkat tangan...
terus terang saya sangat sedikit tahu mengenai sutta. saya pernah baca sutta hanya Digha Nikaya kira2 10 bagian berurut, setelah itu stop... hanya baca sutta tergantung ada event yg men-trigger... jadi kalau mau bahas keotentikannya silahkan bahas dg yg lebih ahli, lebih baik lagi dalam bahasa Pali nya.

tapi secara analisa pribadi saya, walau kotbah Buddha dikatakan Dhamma, artinya adalah dalam kotbah Buddha yg dibabarkan adalah kebenaran. sedangkan kebenaran sendiri tidak terbatas pada kotbah Sang Buddha. jadi menilik dari kebijaksanaan Sang Buddha, beliau akan menggunakan kata 'dhamma & vinaya', bukan 'sutta & vinaya'.
ada banyak kasus sang Buddha menunjukkan utk tidak meninggi2kan pahamnya sendiri, dimana hanya ajarannya yg paling benar... yah, kecuali maha-parinibbana sutta ini lagi...

cari suttanya dulu yach...
« Last Edit: 24 August 2008, 09:26:51 PM by tesla »
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #5 on: 24 August 2008, 09:52:22 PM »
ini dia... berhubung suttanya pendek, saya kutip lengkapnya saja yah, saya kasih warna juga biar lebih mudah dibaca. :)
semoga bermanfaat bagi sdr. Semit dan yg lainnya.

Quote
Sutta-Nipata
V. Tentang Jalan Menuju Pantai Seberang
7. Pertanyaan Nanda

diambil dari http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=1030


Siswa brahmana berikutnya yang bertanya adalah Nanda. Inilah yang ditanyakannya kepada Sang Buddha:

 
1.    'Banyak orang,' kata Nanda, berbicara tentang manusia-manusia bijaksana yang --kata mereka-- hidup di dunia. Apa pendapat Yang Mulia tentang ini? Bila mereka menyebut seseorang 'bijaksana', apakah mereka berbicara tentang pengetahuannya atau cara hidupnya?'    (1077)

2.    "Bagi para ahli," kata Sang Buddha, "kata 'bijaksana' tidak ada hubungannya dengan cara orang melihat hal-hal, atau dengan apa yang telah diajarkan kepadanya, atau dengan apa yang dia pahami. Bagiku, Nanda, orang bijaksana adalah orang yang telah melepaskan senjatanya: dia hidup dalam kesendirian, tanpa gemetar atau kelaparan akan nafsu."    (1078)

3.    'Kalau demikian, Yang Mulia,' kata Nanda, 'ada pertanyaan lain yang harus saya ajukan. Semua guru agama dan brahmana telah berbicara tentang cara untuk menjadi murni. Beberapa mengatakan bahwa kemurnian datang dari pandangan-pandangan duniawi dan dari ajaran; beberapa mengatakan bahwa kemurnian datang dari perbuatan-perbuatan baik dan ritual-ritual keagamaan; yang lain mengatakan kemurnian datang dari hal-hal lain. Apakah Engkau mengatakan bahwa orang-orang ini, yang hidup di dunia ini, yang telah mengajarkan hal-hal ini, telah pergi melampaui kelahiran dan usia tua?    (1079)

4.    'Akan kukatakan ini tentang pemimpin-pemimpin agama yang mengajarkan bahwa pandangan-pandangan dan ajaran-ajaran, atau perbuatan serta ritual, atau apa pun lainnya akan membuatmu murni; kukatakan bahwa orang-orang ini, yang hidup di dunia ini, belum pergi melampaui kelahiran dan ketuaan.'    (1080)

5.    'Tetapi Yang Mulia,' kata Nanda, 'orang-orang yang mengajarkan kemurnian yang datang dari pandangan dan ajaran, atau tindakan dan ritual, atau hal-hal lain ini, mereka adalah pemimpin keagamaan. Engkau mengatakan bahwa mereka bukanlah orang yang telah menyeberangi samudera. Saya harus menanyakan satu pertanyaan lagi: Dapatkah Engkau, wahai Yang Bijaksana, mengatakan siapakah orang di dunia ini yang telah pergi melampaui kelahiran dan ketuaan?'    (1081)

6.    'Aku tidak mengatakan bahwa semua guru agama dan brahmana ini terbungkus dalam selubung kelahiran dan ketuaan,' kata Sang Buddha. 'Ada beberapa yang telah melepaskan pandangan-pandangan dunia, melepaskan tradisi-tradisi buah-pikir ajaran. Mereka telah melepaskan praktek-praktek keagamaan dan ritual, mereka telah meninggalkan segala macam bentuk, dan mereka memiliki pemahaman total tentang kemelekatan. Bagi mereka, tidak ada lagi dorongan-dorongan beracun dari dalam. Inilah yang benar-benar merupakan penyeberang samudera.'    (1082)

7.    'Betapa sempurnanya penjelasan Guru Kebijaksanaan mengenai tidak melekat!' kata Nanda. 'Saya merasakan kegembiraan ketika mendengarnya, dan ketika mendengar ada orang-orang yang telah mau melepaskan pandangan, tradisi buah-pikir; praktek-praktek keagamaan dan ritual; serta melepaskan segala macam bentuk. Dan orang-orang ini memiliki pemahaman total tentang kemelekatan -- mereka telah menghapuskan dorongan-dorongan beracun dari dalam! Inilah orang-orang yang akan saya sebut juga penyeberang samudera    (1083)

pada paragraf ke-6, silahkan diteliti baik-baik. Sang Buddha ternyata tidak men-claim dirinya sebagai The Only One pada masa itu :)

bagaimana dg paham tentang kelahiran seorang Bodhisatta & pencerahan SammasamBuddha yg hanya terjadi pada saat dhamma telah hilang? ;)

saya menganjurkan rekan2 lain membaca semua paragraf dalam sutta ini dengan perhatian penuh. sutta ini memiliki penjelasan yg mendalam, walaupun hanya terdiri dari sedikit kata2 dibanding sutta lain. di sini Sang Buddha berbicara secara singkat dan langsung menembus ke inti.

juga sutta ini tidak diawali dg kalimat pembuka, "demikianlah yg telah kami dengar"
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #6 on: 24 August 2008, 10:32:16 PM »
Anda benar Rekan Tesla, namun demikian, jika merujuk pada definisi Sutta,
sutta (sutta; Skt. sutra): Literally, "thread"; a discourse or sermon by the Buddha or his contemporary disciples.

Ini berarti bahwa: Sutta=khotbah Sang Buddha=Dhamma. Penggunaan kata Dhamma atau Sutta, adalah bermakna sama.
kalo memang yg dimaksud sutta adalah kotbah sang buddha, maka kutipan di atas terdengar lebih janggal lagi:

* jika mendengar orang mendengar sesuatu dari mulut sang buddha, jangan diterima dan jangan ditolak dulu
* bandingkan apakah itu selaras dengan kotbah buddha yg lain

pertanyaannya:

* gimana cara bandinginnya? waktu itu blom ada rekaman kotbah buddha. blom ada catatan kotbah buddha.
* gimana kalo si murid hanya pernah dengar 2-3 kotbah buddha? gimana bandingin hal itu dengan kotbah2 yg tidak pernah dia dengar?
* apakah tanya2 dengan orang yg banyak dengar kotbah2 buddha? lah ini kan artinya memperbandingkan "kata si A" dengan "kata si B". gimana tau yg bener yg mana?

kayaknya memang maksud penulis sutta ini kata "sutta" itu berarti sutta2 yg ada di pitaka  :-?
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Semit

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 172
  • Reputasi: 30
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #7 on: 24 August 2008, 10:50:00 PM »
tapi secara analisa pribadi saya, walau kotbah Buddha dikatakan Dhamma, artinya adalah dalam kotbah Buddha yg dibabarkan adalah kebenaran. sedangkan kebenaran sendiri tidak terbatas pada kotbah Sang Buddha. jadi menilik dari kebijaksanaan Sang Buddha, beliau akan menggunakan kata 'dhamma & vinaya', bukan 'sutta & vinaya'.
ada banyak kasus sang Buddha menunjukkan utk tidak meninggi2kan pahamnya sendiri, dimana hanya ajarannya yg paling benar... yah, kecuali maha-parinibbana sutta ini lagi...

cari suttanya dulu yach...

Kalau untuk hal ini, siapakah kita ini yang berani menilai kebijaksanaan Sang Buddha? kita tidak mungkin lebih bijak dari Sang Buddha, bahkan tidak lebih bijak dari para Arahat masa lampau.
Dan pemahaman saya atas Sutta ini adalah bahwa Sang Buddha hanya mengatakan Kebenaran, sama sekali tidak ada kesan meninggikan pahamNya sendiri.

Offline Semit

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 172
  • Reputasi: 30
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #8 on: 24 August 2008, 10:58:08 PM »
kalo memang yg dimaksud sutta adalah kotbah sang buddha, maka kutipan di atas terdengar lebih janggal lagi:

* jika mendengar orang mendengar sesuatu dari mulut sang buddha, jangan diterima dan jangan ditolak dulu
* bandingkan apakah itu selaras dengan kotbah buddha yg lain

pertanyaannya:

* gimana cara bandinginnya? waktu itu blom ada rekaman kotbah buddha. blom ada catatan kotbah buddha.
* gimana kalo si murid hanya pernah dengar 2-3 kotbah buddha? gimana bandingin hal itu dengan kotbah2 yg tidak pernah dia dengar?
* apakah tanya2 dengan orang yg banyak dengar kotbah2 buddha? lah ini kan artinya memperbandingkan "kata si A" dengan "kata si B". gimana tau yg bener yg mana?

kayaknya memang maksud penulis sutta ini kata "sutta" itu berarti sutta2 yg ada di pitaka  :-?

Kalau kita membaca Sutta ini dari awal, Sang Buddha juga mengajarkan faktor-faktor yang mendukung kemajuan para bhikkhu, antara lain, sering melakukan pertemuan. pada pertemuan itu tentunya bisa didiskusikan mengenai apa yang sesuai dan yang tidak sesuai. jadi tidak disarankan untuk mengambil kesimpulan secara pribadi. seperti yang baru saja anda lakukan.

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #9 on: 24 August 2008, 11:31:34 PM »
Kalau untuk hal ini, siapakah kita ini yang berani menilai kebijaksanaan Sang Buddha? kita tidak mungkin lebih bijak dari Sang Buddha, bahkan tidak lebih bijak dari para Arahat masa lampau.
Dan pemahaman saya atas Sutta ini adalah bahwa Sang Buddha hanya mengatakan Kebenaran, sama sekali tidak ada kesan meninggikan pahamNya sendiri.

Ini adalah kesalahan penggunaan logika yang disebut circular logic.

Pemikiran seperti ini muncul tiada lain adalah karena anda telah terlebih dahulu mengasumsikan bahwa Tipitaka yang kita kenal sekarang ini adalah benar2 semua perkataan Sang Buddha.
Tentu saja, argumen anda itu tidak valid untuk mempertahankan posisi anda dalam suatu diskusi yang justru mempertanyakan keotentikan beberapa Sutta yang disinyalir telah mengalami pengubahan.

Anda justru harus membuktikan terlebih dahulu bahwa Tipitaka itu benar2 semua perkataan Sang Buddha, barulah statement itu boleh anda lontarkan untuk mengantisipasi komentar sdr.Tesla.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Semit

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 172
  • Reputasi: 30
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #10 on: 24 August 2008, 11:35:49 PM »
 (:$ (:$ (:$

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #11 on: 24 August 2008, 11:40:48 PM »
DHAMMA VINAYA ADALAH GURU KITA
Sekarang ini, ajaran-ajaran Sang Buddha sering disebut sebagai Tipitaka atau Tripitaka (Tiga Kumpulan), walaupun mereka disebut “Dhamma-Vinaya” oleh Sang Buddha di dalam khotbah-khotbahnya. Di Sutta Anguttara Nikaya 4.180, Sang Buddha secara khusus merujuk Dhamma sebagai Sutta (khotbah). Vinaya adalah peraturan kedisiplinan bhikkhu/bhikkhuni.

Di dalam Nikaya, juga dinyatakan bahwa Sutta adalah “Saddhamma” yang berarti “Dhamma yang asli”. Dhamma yang asli diwujudkan dalam Sutta kumpulan tertua Sang Buddha yang terdapat di dalam Digha, Majjhima, Samyutta dan Anguttara Nikaya, dan keenam buku dari Khuddaka Nikaya yang disebutkan di atas. Nikaya-Nikaya ini secara umum diterima oleh
semua aliran-aliran Buddhis sebagai ajaran-ajaran asli Sang Buddha, tidak seperti buku-buku lain yang kontroversial karena mereka mengandung beberapa pertentangan dengan Nikaya-Nikaya. Sutta kumpulan tertua di dalam Nikaya-Nikaya adalah sangat konsisten dan mengandung makna kebebasan dari penderitaan.

Di dalam Maha Parinibbana Sutta (Digha Nikaya Sutta 16), yang berisi detail kemangkatan Sang Buddha, Sang Buddha menasehati para bhikkhu: “Dhamma-Vinaya apapun yang telah aku tunjukkan dan rumuskan untuk kalian, itu akan menjadi Guru kalian ketika aku tiada.” Ini adalah pernyataan yang sangat penting dimana maknanya telah diabaikan oleh banyak umat Buddhis. Karena banyak umat Buddhis tidak pernah mendengar nasehat ini atau mengerti maknanya, mereka mencari kemana-mana seorang guru, guru yang bisa dibanggakan dan disombongkan tentang pencapaiannya, dll. Beberapa bahkan berkeliling separuh dunia atau
lebih di dalam pencarian mereka tersebut.

Orang-orang ini menciptakan sesosok kepribadiaan untuk dipuja berdasarkan kebaikan yang dirasakan dari guru tersebut daripada Dhamma-Vinaya itu sendiri. Di dalam beberapa kasus, setelah bertahun-tahun, guru mereka tiada dan meninggalkan mereka sendirian. Meskipun waktu berjalan, pengikut-pengikut tersebut tidak membuat banyak kemajuan dan telah gagal
merasakan intisari/pokok dari Dhamma. Mereka akan merasa kosong, kehilangan. Oleh sebab itu, kita harus selalu mengingat bahwa Dhamma-Vinaya adalah Guru kita yang Terutama.

Selanjutnya, di Digha Nikaya Sutta 16, Sang Buddha berkata: “para bhikkhu, jadilah pelita untuk diri kalian sendiri, jadilah pelindung untuk diri kalian sendiri, dengan tiadanya pelindung yang lain. Jadikan Dhamma sebagai pelita kalian, jadikan Dhamma sebagai pelindungmu, dengan tiadanya pelindung yang lain.“ Dengan kata lain, kita harus semata-mata tergantung pada diri kita sendiri dan pada kata-kata Sang Buddha.

diambil dari :

Artikel ini dialih bahasakan seizin Bhante Dhammavuddho Maha Thera
(Abbot dari Vihara Buddha Gotama, Perak, Malaysia)
www.vbgnet.org
Dipublikasikan secara gratis oleh DPD PATRIA Sumut
Diterjemahkan oleh :
Yuliana Lie Pannasiri, BBA, MBA
Diedit oleh :
Andromeda Nauli, PhD
&
Nyanna Suriya Johnny, S.E
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #12 on: 25 August 2008, 06:20:15 AM »
Anda benar Rekan Tesla, namun demikian, jika merujuk pada definisi Sutta,
sutta (sutta; Skt. sutra): Literally, "thread"; a discourse or sermon by the Buddha or his contemporary disciples.
Ini berarti bahwa: Sutta=khotbah Sang Buddha=Dhamma. Penggunaan kata Dhamma atau Sutta, adalah bermakna sama.
Mengenai kebiasaan Sang Buddha menggunakan istilah "Dhamma & Vnaya". apakah Sang Buddha telah mencapai Kebebasan sempurna atau tidak? mengapa Sang Buddha harus terikat pada kebiasaan-kebiasaan?

Apakah orang yang bebas itu lalu TIDAK KONSISTEN, mencla-mencle, sekali bilang A, lain kali bilang B, agar tidak dikatakan orang "terikat pada kebiasaan"?

FAKTANYA adalah dalam seluruh Tipitaka Pali, Sang Buddha selalu menyebut ajarannya "Dhamma-Vinaya", bukan "Sutta & Vinaya". Ini fakta, jangan diplintir. Ini adalah KONSISTENSI bicara seorang tercerahkan, bukan sekadar "kebiasaan".

Sang Buddha mempunyai jadwal kegiatan sehari-hari yang KONSISTEN, tidur jam berapa, meditasi jam berapa, khotbah jam berapa: apakah itu juga "kebiasaan", yang tidak cocok bagi seorang tercerahkan? Apakah seorang tercerahkan melepaskan "kebiasaannya", sehingga hidup acak-acakan, bicara acak-acakan?

Pahami dulu FAKTA ini baik-baik, jangan bicara hal-hal lain, yang malah menggelikan.
« Last Edit: 25 August 2008, 06:43:41 AM by hudoyo »

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #13 on: 25 August 2008, 06:40:16 AM »
ini dia... berhubung suttanya pendek, saya kutip lengkapnya saja yah, saya kasih warna juga biar lebih mudah dibaca. :)
semoga bermanfaat bagi sdr. Semit dan yg lainnya.

Quote
Sutta-Nipata
V. Tentang Jalan Menuju Pantai Seberang
7. Pertanyaan Nanda

diambil dari http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=1030


Siswa brahmana berikutnya yang bertanya adalah Nanda. Inilah yang ditanyakannya kepada Sang Buddha:

 
1.    'Banyak orang,' kata Nanda, berbicara tentang manusia-manusia bijaksana yang --kata mereka-- hidup di dunia. Apa pendapat Yang Mulia tentang ini? Bila mereka menyebut seseorang 'bijaksana', apakah mereka berbicara tentang pengetahuannya atau cara hidupnya?'    (1077)

2.    "Bagi para ahli," kata Sang Buddha, "kata 'bijaksana' tidak ada hubungannya dengan cara orang melihat hal-hal, atau dengan apa yang telah diajarkan kepadanya, atau dengan apa yang dia pahami. Bagiku, Nanda, orang bijaksana adalah orang yang telah melepaskan senjatanya: dia hidup dalam kesendirian, tanpa gemetar atau kelaparan akan nafsu."    (1078)

3.    'Kalau demikian, Yang Mulia,' kata Nanda, 'ada pertanyaan lain yang harus saya ajukan. Semua guru agama dan brahmana telah berbicara tentang cara untuk menjadi murni. Beberapa mengatakan bahwa kemurnian datang dari pandangan-pandangan duniawi dan dari ajaran; beberapa mengatakan bahwa kemurnian datang dari perbuatan-perbuatan baik dan ritual-ritual keagamaan; yang lain mengatakan kemurnian datang dari hal-hal lain. Apakah Engkau mengatakan bahwa orang-orang ini, yang hidup di dunia ini, yang telah mengajarkan hal-hal ini, telah pergi melampaui kelahiran dan usia tua?    (1079)

4.    'Akan kukatakan ini tentang pemimpin-pemimpin agama yang mengajarkan bahwa pandangan-pandangan dan ajaran-ajaran, atau perbuatan serta ritual, atau apa pun lainnya akan membuatmu murni; kukatakan bahwa orang-orang ini, yang hidup di dunia ini, belum pergi melampaui kelahiran dan ketuaan.'    (1080)

5.    'Tetapi Yang Mulia,' kata Nanda, 'orang-orang yang mengajarkan kemurnian yang datang dari pandangan dan ajaran, atau tindakan dan ritual, atau hal-hal lain ini, mereka adalah pemimpin keagamaan. Engkau mengatakan bahwa mereka bukanlah orang yang telah menyeberangi samudera. Saya harus menanyakan satu pertanyaan lagi: Dapatkah Engkau, wahai Yang Bijaksana, mengatakan siapakah orang di dunia ini yang telah pergi melampaui kelahiran dan ketuaan?'    (1081)

6.    'Aku tidak mengatakan bahwa semua guru agama dan brahmana ini terbungkus dalam selubung kelahiran dan ketuaan,' kata Sang Buddha. 'Ada beberapa yang telah melepaskan pandangan-pandangan dunia, melepaskan tradisi-tradisi buah-pikir ajaran. Mereka telah melepaskan praktek-praktek keagamaan dan ritual, mereka telah meninggalkan segala macam bentuk, dan mereka memiliki pemahaman total tentang kemelekatan. Bagi mereka, tidak ada lagi dorongan-dorongan beracun dari dalam. Inilah yang benar-benar merupakan penyeberang samudera.'    (1082)

7.    'Betapa sempurnanya penjelasan Guru Kebijaksanaan mengenai tidak melekat!' kata Nanda. 'Saya merasakan kegembiraan ketika mendengarnya, dan ketika mendengar ada orang-orang yang telah mau melepaskan pandangan, tradisi buah-pikir; praktek-praktek keagamaan dan ritual; serta melepaskan segala macam bentuk. Dan orang-orang ini memiliki pemahaman total tentang kemelekatan -- mereka telah menghapuskan dorongan-dorongan beracun dari dalam! Inilah orang-orang yang akan saya sebut juga penyeberang samudera    (1083)

pada paragraf ke-6, silahkan diteliti baik-baik. Sang Buddha ternyata tidak men-claim dirinya sebagai The Only One pada masa itu :)

bagaimana dg paham tentang kelahiran seorang Bodhisatta & pencerahan SammasamBuddha yg hanya terjadi pada saat dhamma telah hilang? ;)

saya menganjurkan rekan2 lain membaca semua paragraf dalam sutta ini dengan perhatian penuh. sutta ini memiliki penjelasan yg mendalam, walaupun hanya terdiri dari sedikit kata2 dibanding sutta lain. di sini Sang Buddha berbicara secara singkat dan langsung menembus ke inti.

juga sutta ini tidak diawali dg kalimat pembuka, "demikianlah yg telah kami dengar"

Wah, terima kasih banyak atas sutta ini. Baru sekali ini saya baca. Saya akan pelajari sampai ke teks aslinya. ... Inilah benar-benar ajaran Buddha yang asli, bukan sutta-sutta panjang yang banyak disisipi hal-hal yang tidak otentik. ... Memang kitab Sutta Nipata, Udana dan Itivuttaka yang berisi sutta-sutta pendek merupakan bagian dari Tipitaka Pali yang paling "tua", yang paling dekat dengan zaman Sang Buddha masih hidup. ... Dalam ketiga kitab itu hampir tidak ditemukan Empat Kebenaran Mulia, Jalan Mulia Beraspek Delapan, tiga corak eksistensi (tilakkhana), tujuh bojjhanga, lima bala, lima nivarana, duabelas nidana dll enumerasi (ajaran yang tersusun dalam bentuk deretan dengan jumlah tertentu), yang menunjukkan sistematika yang berkembang belakangan. ... Dalam kitab Sutta Nipata, Udana & Itivuttaka, Sang Buddha bicara secara spontan tentang kehidupan suci & pembebasan tanpa mengesankan suatu ajaran yang spesifik, yang unik, yang berbeda dengan ajaran-ajaran pembebasan lainnya, yang perlu dihafalkan. ... Bagi saya pribadi, membaca Sutta Nipata, Udana & Itivuttaka memberi kesan yang sama seperti membaca ceramah J. Krishnamurti.

Salam,
hudoyo

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Kejanggalan-Kejangalan dalam Sutta
« Reply #14 on: 25 August 2008, 06:46:48 AM »

 

anything