Ya, metta, karuna dsb itu kelekatan juga selama masih ada atta/aku.
Coba baca kembali "Karaniya Metta Sutta" ... di situ diberikan contoh metta: "Bagaikan seorang ibu yang mencintai anak tunggalnya ... [bersedia berkorban demi anaknya dsb dsb]" ... Itukah metta Buddhis? ... Menurut saya, itu mah cinta dari ego ibu itu? ... Bisakah ibu itu mencintai anak-anak lain yang bukan anak tunggalnya? ... Sukar, selama ia masih mempunyai aku....
Nah, pertanyaan selanjutnya, apakah perumpamaan "cinta ibu kepada anak tunggalnya" itu datang dari Sang Buddha? ... Menurut saya, setiap orang yang mau berpikir sedikit bisa saja membuat perumpamaan seperti itu. Tidak perlu kemampuan seorang Buddha untuk mengatakannya. ... Tapi hanya seorang Buddha atau Krishnamurti bisa bicara tentang 'metta tanpa-aku' ... yang tidak ada perumpamaan apa pun bisa dipakai untuk mendeskripsikannya.
Saya setuju bahwa metta itu bukanlah seperti cinta ibu kepada anak tunggalnya, karena itu sungguh bersyarat sekali. Tetapi dalam karaniya metta sutta itu adalah perbandingan jika kita bisa mencintai semua mahluk sebagaimana cinta ibu kepada anaknya, maka itu digambarkan sebagai metta. Siapa yang bisa mencintai
semua mahluk tanpa dipengaruhi hubungan dan perasaan sehingga bersikap (bahkan terhadap musuhnya)
bagai seorang ibu kepada anaknya? Saya rasa memang hanya orang yang sudah tidak ada "aku"-nya, di mana tidak ada "anak" saya, tidak ada "musuh" saya.
Pembahasan metta/karunna/mudita/upekkha ini memang sangat rumit, sedikit saja "berbelok", pasti jadi cinta kemelekatan (piya). Tapi menurut saya, reaksi berupa metta/karunna/mudita/upekkha bukanlah bentuk kemelekatan. Mungkin kalau ada yang minat bisa membahas di thread baru.