Secara sadar atau tidak sadar selalu setiap saat kita terbawa (bereaksi) terhadap segala sesuatu fenomena yang timbul pada batin dan jasmani, mungkin banyak orang yang tidak mengerti bagaimana sih sebenarnya keadaan batin yang tidak terbawa itu? Saya akan memberi perumpamaan:
suatu ketika anda melihat mobil kijang yang sudah berusia sepuluh atau limabelas tahun lewat dijalan raya, apakah batin anda bereaksi? sebagian besar orang dan termasuk anda tentu akan menjawab tidak... karena mobil seperti itu tidak menarik perhatian. Tetapi bagaimana jika jendela mobil itu kemudian terbuka dan anda melihat orang yang anda cintai berada di dalam mobil itu sedang ditodong pisau di lehernya..? apakah anda dapat membuat batin anda tidak terseret..? tentu tidak bisa kan...? Nah dalam kehidupan sehari hari batin kita cenderung terseret oleh berbagai hal yang menjadi perhatian kita.
Terseret disini ada dua hal yaitu terseret dengan bereaksi menolak seperti dalam contoh diatas, maka timbullah kebencian dsbnya. Dan terseret dengan bereaksi menerima....maka timbullah keinginan untuk mengalami kembali atau lobha..
Instruksi untuk 'tidak menolak dan tidak menerima', tidak perlu ditambahi kata-kata "terseret".
Karena sudah cukup jelas diketahui masyarakat pemeditasi bahwa kalau "terseret" mengandung konotasi tidak benar. Tapi, dengan contoh kasus anda, dan juga penambahan kata "terseret" akan menimbulkan kesalah pahaman kepada pembaca bahwa itu adalah suatu sikap yang pasif.
Akan tetapi, 'tidak menolak dan tidak menerima' bukan berarti diam pasif.
Karena bisa saja pasif itu muncul dari suatu tindakan masa bodoh / cuek / tidak peduli yg muncul dari moha, atau lobha dan dosa yang halus sekali.
Bila pikiran diam, maka pada saat diperlukan suatu tindakan, maka ada suatu tindakan yang spontan; tapi tidak berasal dari suatu konsep yang sudah tertanam. Inilah yang disebut sebagai "diam". Yang menurut saya --supaya tidak terjadi kesalahpengertian maka saya ganti istilahnya-- artinya adalah
tidak terdistraksi.
Tidak terdistraksi itu berarti tidak harus berada dalam keheningan (calmness). Dalam 'gerak' (movement) pun bisa juga tidak terdistraksi. Yang benar adalah bukan sengaja diam pasif yang bisa juga merupakan suatu gerak reaktif dari suatu kejadian. Tetapi yg lebih tepat utk dikatakan adalah proaktif yang spontan.
Jadi, pada contoh kasus anda. Bergerak menolong orang tersebut belum tentu harus dikatakan sebagai terseret. Ini sebetulnya tidak bisa dinilai dari tindakan luarnya. Hanya orang tersebutlah yang tahu.
Kembali ke melihat apa adanya, hal ini hanya bisa dialami sendiri, sulit digambarkan apabila belum merasakannya. Kemampuan ini tidak muncul pada seseorang yang berlatih meditasi Vipassana hanya pada tingkat-tingkat awal. Hanya apabila anda telah mencapai sankharupekkha nana maka anda mulai dapat melihat segala sesuatu apa adanya.
Hal ini saya setuju.
Memang pengalaman ini sulit sekali dijelaskan. Seringkali kontra-intuitif, sehingga sulit diterima akal.
Bagaimana anda dapat melihat segala sesuatu apa adanya bila melihat rasa sakit yang timbul pada badan jasmani anda terseret dan merasa sangat menderita? hanya apabila anda mampu melihat rasa sakit tanpa merasa sakit maka anda sudah mulai bisa melihat apa adanya, karena rasa sakit hanya fenomena tidak lebih, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh para guru meditasi, rasa sakit terjadi karena batin kita yang mengkonsepkannya. Rasa sakit hanya termasuk fenomena yang terjadi pada batin dan jasmani.
Memang. Kemelekatan yang paling susah dihilangkan itu memang kemelekatan kepada konsep, dan itu bisa sangat halus sekali.
Tidak tepat bila ada orang yang menyatakan bahwa berlatih meditasi kita harus melepaskan teori, yang tepat adalah pada waktu bermeditasi kita jangan mengingat teori, tidak mengingat bukan berarti kita melepaskan, tetapi melepaskan berarti kita tidak mempergunakan...
Bagaimana caranya untuk tidak-mengingat?
Bila kita simak dalam praktek nyata, maka proses 'tidak-mengingat' itu pertama kali adalah munculnya ingatan, lalu kemudian pada selanjutnya muncul "aku" utk melakukan reaksi untuk menegasi dengan secara konseptual mencoret kata
mengingat itu. Hal itu akan muncul berkali-kali. Yang jelas, dengan demikian maka upaya "tidak-mengingat" itupun pada akhirnya kembali menjadi suatu kerjaan konseptual.
Hal ini berarti, tidak mungkin untuk "tidak-mengingat" kecuali bila kita melepaskan keterikatan kita terhadap konsep itu sendiri. Karena ingatan selalu muncul bila ada kemelekatan pada konsep itu.
So bagaimana "tidak-mengingat" bila tidak melepaskannya terlebih dahulu?
Kemudian juga perlu dimengerti, bahwa latihan vipassana itu seyogyanya tidak saja dilakukan hanya pada waktu retret (entah 3, 10 hari dst) tetapi yg terlebih penting adalah dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus. Bagaimana bisa "tidak mengingat" secara terus menerus kecuali dengan melepaskan terlebih dahulu kebiasaan itu?