//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Abhidhamma & vipassana  (Read 199792 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #660 on: 26 August 2008, 08:47:53 AM »
hehe ... :) ... kalau salah paham, ya alami, tidak apa-apa; sudah saya betulkan, bukan ... :) ... Anumodana atas pengertian Anda.  _/\_
Anumodana juga atas pengertiannya (bahwa saya bukan Bhante Ananda)!  _/\_
Kalau urutannya begitu, berarti sama dengan yang saya mengerti, jadi tidak ada pertanyaan lagi.


Quote
Saya sering men-sinonim-kan pikiran dengan aku/atta. ... Sekalipun atta/diri itu baru muncul pada langkah #3, dan baru benar-benar terpisah & berhadapan dengan obyek pada langkah #4 dari proses pikiran (lihat: Mulapariyaya-sutta) ... sedangkan pikiran itu sendiri (yang mengidentifikasi, memilah-milah, memberi label) sudah muncul pada langkah #2 ... tetapi karena dalam praktik vipassana MMD biasanya seluruh proses pikiran mulai langkah #2 sampai langkah #6 itu terlihat terjadi seolah-olah serentak ... maka saya sering men-sinonim-kan atta/diri/aku dengan pikiran, tapi saya selalu mulai dengan pikiran: "Begitu pikiran muncul, aku pun muncul ... begitu pikiran diam, aku pun diam ..." ... Saya tidak pernah mengatakan sebaliknya: "Pikiran muncul kalau aku muncul; pikiran diam kalau aku diam." ... Di sini jelas, mana yang sebab mana yang akibat, mana yang primer mana yang sekunder, mana yang duluan mana yang belakangan.
Ini juga sudah dijelaskan bahwa maksud "semua pikiran bergerak membentuk atta" adalah untuk puthujjana. Jadi saya tidak tanya lagi, walaupun menurut saya sebetulnya walaupun masih puthujjana, (walaupun memang hampir semua, tapi) tidak 100% gerak pikirannya membentuk atta.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Apa & bagaimana pencerahan itu
« Reply #661 on: 26 August 2008, 11:11:56 AM »
[at] pak hudoyo,
apakah mencapai khanikha samadhi dikatakan mencapai pencerahan ? Dalam cerita Master Hui Neng, dikatakan Hui Neng pada awalnya mencapai "pengertian" sewaktu mendengar seorang biksu pengelana yang membacakan sutra Intan. Dan mencapai "pencerahan sempurna" sewaktu Master Hong Ren mengulangi Sutra Intan.
menurut pengalaman bapak, apakah ada yang disebut dengan pencerahan kecil (atau semacam satori/AHA ??) dan ada pencerahan besar atau pencerahan sempurna ?

Yang disebut pencerahan adalah pemahaman (mengenai sesuatu hal) yang terjadi secara mendadak tanpa melalui proses pikiran. Pencerahan atau pemahamannya sendiri terjadi seketika, ketika pikiran berhenti; tetapi 'tahu' akan pencerahan itu terjadi pada momen berikutnya setelah pencerahan, ketika pikiran bergerak lagi. Itulah yang Anda maksud dengan "Aha!"-nya Satori. ...

Pencerahan itu bermacam-macam. Yang paling sering dialami adalah pencerahan yang terjadi ketika orang berpikir keras tentang satu soal ... lalu menyerah, berhenti berpikir ... dan tiba-tiba solusi persoalan itu muncul sebagai pencerahan. ... Ada pencerahan yang dipicu oleh mendengar sesuatu khotbah yang memang mencerahkan ... atau dipicu oleh melihat pemandangan alam, dsb. ... Ada pula pencerahan tentang hal-hal baru yang belum pernah terpikirkan sebelumnya ... Pencerahan yang tertinggi (terdalam) ialah khanika-samadhi, runtuhnya pikiran & si aku untuk waktu yang relatif lama (bukan hanya beberapa momen). ... Khanika-samadhi ini yang kelak akan menghasilkan pembebasan permanen, yang adalah pencerahan sempurna; tapi sejak orang masuk ke dalam khanika-samadhi dirinya dan pikirannya (perasaannya, kehendaknya dsb) tidak ada lagi (kecuali ia keluar lagi dari khanika-samadhi).

Salam,
hudoyo

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #662 on: 26 August 2008, 11:17:01 AM »
Ini juga sudah dijelaskan bahwa maksud "semua pikiran bergerak membentuk atta" adalah untuk puthujjana. Jadi saya tidak tanya lagi, walaupun menurut saya sebetulnya walaupun masih puthujjana, (walaupun memang hampir semua, tapi) tidak 100% gerak pikirannya membentuk atta.

Gerak pikiran tidak membentuk atta kalau ia berhenti pada langkah #2 (dari Mulapariyaya-sutta) saja. Atta baru muncul pada langkah #3, dan baru jelas terpisah dari obyek pada langkah #4. ... Tapi menurut pengalaman saya 'gerak pikiran tanpa atta' itu hanya teori saja. ... Biasanya yang terjadi dalam meditasi vipassana, pikiran bergerak sepenuhnya (langkah #2 s.d. #6), biarpun hanya sesaat ... atau pikiran sama sekali tidak bergerak (khanika-samadhi), di mana tidak ada aku lagi (untuk sementara).

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #663 on: 26 August 2008, 11:35:58 AM »
[at] pak hudoyo,
apakah mencapai khanikha samadhi dikatakan mencapai pencerahan ? Dalam cerita Master Hui Neng, dikatakan Hui Neng pada awalnya mencapai "pengertian" sewaktu mendengar seorang biksu pengelana yang membacakan sutra Intan. Dan mencapai "pencerahan sempurna" sewaktu Master Hong Ren mengulangi Sutra Intan.
menurut pengalaman bapak, apakah ada yang disebut dengan pencerahan kecil (atau semacam satori/AHA ??) dan ada pencerahan besar atau pencerahan sempurna ?

Yang disebut pencerahan adalah pemahaman (mengenai sesuatu hal) yang terjadi secara mendadak tanpa melalui proses pikiran. Pencerahan atau pemahamannya sendiri terjadi seketika, ketika pikiran berhenti; tetapi 'tahu' akan pencerahan itu terjadi pada momen berikutnya setelah pencerahan, ketika pikiran bergerak lagi. Itulah yang Anda maksud dengan "Aha!"-nya Satori. ...

Pencerahan itu bermacam-macam. Yang paling sering dialami adalah pencerahan yang terjadi ketika orang berpikir keras tentang satu soal ... lalu menyerah, berhenti berpikir ... dan tiba-tiba solusi persoalan itu muncul sebagai pencerahan. ... Ada pencerahan yang dipicu oleh mendengar sesuatu khotbah yang memang mencerahkan ... atau dipicu oleh melihat pemandangan alam, dsb. ... Ada pula pencerahan tentang hal-hal baru yang belum pernah terpikirkan sebelumnya ... Pencerahan yang tertinggi (terdalam) ialah khanika-samadhi, runtuhnya pikiran & si aku untuk waktu yang relatif lama (bukan hanya beberapa momen). ... Khanika-samadhi ini yang kelak akan menghasilkan pembebasan permanen, yang adalah pencerahan sempurna; tapi sejak orang masuk ke dalam khanika-samadhi dirinya dan pikirannya (perasaannya, kehendaknya dsb) tidak ada lagi (kecuali ia keluar lagi dari khanika-samadhi).

Salam,
hudoyo

anumodana atas penjelasannya.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline fran

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 312
  • Reputasi: 8
  • Omitofo
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #664 on: 27 August 2008, 01:51:07 AM »
Melihat segala sesuatu sebagai "anicca" bukanlah 'melihat apa adanya', melainkan 'melihat dengan konsep'..
Jika demikian adanya maka hal ini juga berlaku, jika Melihat segala sesuatu dgn meditasi vipassana bukanlah 'melihat apa adanya', melainkan 'melihat dengan konsep'..


Apa yg bisa saya "lepaskan" jika saya memilih agama Buddha ?

Offline luis

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 118
  • Reputasi: 22
  • Gender: Male
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #665 on: 27 August 2008, 06:28:58 AM »
Sang Buddha mengatakan dalam salah satu sutta di Samyutta Nikaya yang isinya kurang lebih mengatakan bahwa Dhamma yang Beliau ajarkan tidak terjadi secara tiba-tiba, semuanya terjadi melalui proses yang bertambah lama bertambah dalam, bagai kemiringan lantai samudera (ocean slope). Mohon kalau ada para netter yang masih ingat nomer suttanya dengan tepat, mohon beritahukan kepada para netter yang lain.

Tentang ocean slope ini dari Anguttara Nikaya 8.157.

Mettacittena,
Luis
Do not blame nor criticise anyone, as there is no one to blame in the first place.

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #666 on: 27 August 2008, 11:35:56 PM »
Prinsip prinsip meditasi Vipassana

Rekan rekan netter sekalian, maaf saya tak muncul agak lama karena selain problem  yang dialami oleh komputer saya (kelihatannya windows O.S nya rusak dan tak dapat diperbaiki lagi sehingga harus diformat ulang, jadi hilang semua setting-an dan harus di setting ulang dan kembali meng-install berbagai software). Juga saya rasa menulis artikel sangat menyita waktu karena saya bukan typist yang cepat. Jadi mungkin nantinya saya agak jarang-jarang muncul. Saya menjadi kurang tertarik, karena kadang-kadang menulis artikel mengganggu jadwal rutin saya, diantaranya juga mengganggu jadwal meditasi saya. (saya masuk ke forum ini karena diminta teman).

Selain itu saya juga meminta maaf kepada teman-teman netter sekalian, karena di rubrik Abhidhamma ini saya lebih menekankan Sutta, karena apabila saya memuat artikel meditasi dari sisi Abhidhamma, nanti dianggap bahwa itu berasal dari susunan setelah konsili ketiga,menimbang ultra kritisnya umat Buddha, padahal menurut Bhikkhu dari Yunani yang lama menetap di Srilanka (bhikkhu Nanadassana), yang mengadakan riset mengenai hal ini, beliau mengatakan bahwa semua kitab Abhidhamma kecuali Kathavatthu, sebenarnya merupakan bagian dari Khuddaka Nikaya, dan dipisahkan setelah Sangha Samaya ketiga berdasarkan kedekatan topik, itulah sebabnya pada konsili kedua hanya ada Sutta dan Vinaya, karena  Abhidhamma belum dipisahkan dari Sutta.

Kembali pada pokok bahasan kita kali ini, pengembangan batin (bhavana) ada dua macam, yaitu Samatha (meditasi ketenangan) dan Vipassana meditasi pandangan terang.
Saya yakin semua netter sudah sangat hafal mengenai hal ini, tetapi yang ingin saya tekankan disini adalah. Dalam kedua system meditasi ini Samadhi (konsentrasi) diperlukan agar berkembang, dan Samadhi tidak bisa dicapai secara spontan, samadhi berkembang sesuai bakat (disebabkan parami), usaha yang dilakukan, kondisi yang medukung dsbnya.

Bagi mereka yang melatih Samadhi, maka mereka akan mampu melihat segala sesuatu apa adanya sekarang kita simak khotbah dari Sang Buddha mengenai pentingnya, melatih Samadhi, nanti akan saya jelaskan mengapa hanya orang yang telah memiliki Samadhi yang kuat yang mampu melihat segala sesuatu apa adanya. Saya yakin semua netter disini memiliki bahasa Inggris yang cukup baik,dan memiliki kemampuan bahasa Inggris (minimum secara pasif), ehm…. Untuk lebih jelas… maksudnya saya malas menerjemahkannya karena terlalu panjang, mungkin rekan-rekan yang lain dapat membantu.


"Develop concentration, monks. A concentrated monk discerns things as they actually are present. And what does he discern as it actually is present?
"He discerns, as it actually is present, that 'The eye is inconstant'... 'Forms are inconstant'... 'Eye-consciousness is inconstant'... 'Eye-contact is inconstant'... 'Whatever arises in dependence on eye-contact, experienced either as pleasure, as pain, or as neither-pleasure-nor-pain, that too is inconstant.'
"He discerns, as it actually is present, that 'The ear is inconstant'... 'The nose is inconstant'... 'The tongue is inconstant'... 'The body is inconstant"...
"He discerns, as it actually is present, that 'The intellect is inconstant'... 'Ideas are inconstant'... 'Intellect-consciousness is inconstant'... 'Intellect-contact is inconstant'... 'Whatever arises in dependence on intellect-contact, experienced either as pleasure, as pain, or as neither-pleasure-nor-pain, that too is inconstant.'
"So develop concentration, monks. A concentrated monk discerns things as they actually are present."
(Samadhi Sutta (SN XXXV.99) — Concentration)

Disini secara gamblang Sang Buddha menjelaskan bahwa mereka yang telah mengembangkan konsentrasi baru mampu melihat segala sesuatu apa adanya. Melihat segala sesuatu apa adanya yang bagaimana? Yaitu mampu melihat karakteristik (lakkhana) yang sama dari semua fenomena, yaitu segala sesuatu tidak kekal , selalu berubah (inconstant / anicca), dan ini bisa “dilihat” atau “diselami” oleh seorang meditator sesuai dengan tingkat perkembangan konsentrasinya, bila konsentrasi semakin kuat maka semakin jelas karakteristiknya.

Seperti apakah Samadhi yang dimaksud oleh Sang Buddha? Samadhi yang dimaksud oleh Sang Buddha adalah perhatian kuat yang tidak terdistracted oleh keadaan lain, jadi dengan kata lain Samadhi yang kuat adalah Samadhi yang hanya memperhatikan satu objek terus-menerus, pada Vipassana inilah yang dimaksud dengan Khanika Samadhi, yaitu perhatian kuat pada karakteristik (lakkhana dari setiap landasan perhatian) yang bersifat anicca, inilah yang selalu terlihat, dan inilah yang dimaksud dengan melihat apa adanya.

Untuk lebih memperjelas mengenai Samadhi, saya memuat salah satu sutta yang penting yang sangat berguna bagi para meditator yang berlatih meditasi baik Vipassana maupun Samatha,
   
The Blessed One said, "Suppose, monks, that a large crowd of people comes thronging together, saying, 'The beauty queen! The beauty queen!' And suppose that the beauty queen is highly accomplished at singing & dancing, so that an even greater crowd comes thronging, saying, 'The beauty queen is singing! The beauty queen is dancing!' Then a man comes along, desiring life & shrinking from death, desiring pleasure & abhorring pain. They say to him, 'Now look here, mister. You must take this bowl filled to the brim with oil and carry it on your head in between the great crowd & the beauty queen. A man with a raised sword will follow right behind you, and wherever you spill even a drop of oil, right there will he cut off your head.' Now what do you think, monks: Will that man, not paying attention to the bowl of oil, let himself get distracted outside?"

(Samyutta Nikaya XLVII.20 Sedaka Sutta)

Jelas sekarang bahwa yang dimaksud dengan Samadhi adalah berkonsentrasi pada satu objek, pada Samatha yaitu hingga menyerap gambaran batin (nimitta) sehingga mencapai jhana, dan pada Vipassana yaitu konsentrasi hingga yang terlihat selalu karakteristik saja (anicca/ timbul tenggelam/ denyut/ perubahan), dan dengan memiliki konsentrasi kuat baru dapat melihat perubahan tersebut.

Anak SD yang hanya mengenal kali, bagi, tambah dan kurang, tak  mungkin mengerti kalkulus bila belum mempelajari mengenai persamaan dsbnya.

Sesuai dengan judul topik ini, untuk melatih dan mengembangkan batin menuju pandangan terang, maka diperlukan faktor-faktor pendukungnya. Faktor pendukung yang dimaksud yaitu Jalan ariya berunsur delapan, mengapa jalan mulia berunsur delapan ini sangat penting? Mereka yang bermeditasi sudah cukup dalam baru dapat mengerti bahwa bila kita tidak melaksanakan Jalan ariya berunsur delapan maka, sulit menundukkan kekotoran-kekotoran batin yang muncul, apalagi melenyapkannya.

Bila kita bermeditasi tetapi tidak melaksanakan Jalan Ariya berunsur delapan maka kita tak akan mencapai kesucian, ini sesuai dengan komentar Sang Buddha ketika beliau menjawab pertanyaan siswa terakhir Beliau, yaitu pertapa Subhadda pada hari terakhir sebelum Beliau Parinibbana (wafat).berikut ini,

And the Blessed One spoke, saying: "In whatsoever Dhamma and Discipline, Subhadda, there is not found the Noble Eightfold Path, neither is there found a true ascetic of the first, second, third, or fourth degree of saintliness. But in whatsoever Dhamma and Discipline there is found the Noble Eightfold Path, there is found a true ascetic of the first, second, third, and fourth degrees of saintliness.54 Now in this Dhamma and Discipline, Subhadda, is found the Noble Eightfold Path; and in it alone are also found true ascetics of the first, second, third, and fourth degrees of saintliness. Devoid of true ascetics are the systems of other teachers. But if, Subhadda, the bhikkhus live righteously, the world will not be destitute of arahats.

(Digha Nikaya 16, Maha-parinibbana Sutta)

Jelas-jelas Sang Buddha mengatakan disini, bahwa bila dalam suatu ajaran (Dhamma dan Vinaya) ada jalan Ariya berunsur delapan maka bisa ditemukan pencapaian tingkat kesucian Sotapatti hingga Arahat. Sebaliknya bila suatu ajaran tidak mengajarkan Jalan ariya berunsur delapan maka tak akan ditemukan pencapaian tingkat kesucian Sotapatti hingga Arahat.
   Karena meditasi vipassana atau meditasi pandangan terang identik dengan tujuan akhir pencapaian tingkat kesucian dari Sotapatti hingga Arahat (Nibbana), maka meditasi Vipassana tak bisa terlepas dari Jalan ariya berunsur delapan dan harus berlandaskan Jalan ariya berunsur delapan, bila tidak berlandaskan Jalan Ariya berunsur delapan maka bukan Vipassana…!!!

Mengapa demikian? Karena bila tidak berlandaskan Jalan ariya berunsur delapan maka Empat kebenaran Ariya menjadi hanya tiga Kebenaran Ariya karena Kebenaran Ariya yang keempat dengan jelas menyatakan bahwa untuk bisa terbebas, maka diperlukan Jalan ariya beunsur delapan.!!! Ini seusai (sinkron) dengan pernyataan Sang Buddha dalam Bhumija Sutta berikut-,

"Certainly, Bhumija, in answering in this way when thus asked, you are speaking in line with what I have said, you are not misrepresenting me with what is unfactual, and you are answering in line with the Dhamma so that no one whose thinking is in line with the Dhamma will have grounds for criticizing you. For any priests or contemplatives endowed with wrong view, wrong resolve, wrong speech, wrong action, wrong livelihood, wrong effort, wrong mindfulness, & wrong concentration: If they follow the holy life even when having made a wish [for results], they are incapable of obtaining results. If they follow the holy life even when having made no wish, they are incapable of obtaining results. If they follow the holy life even when both having made a wish and having made no wish, they are incapable of obtaining results. If they follow the holy life even when neither having made a wish nor having made no wish, they are incapable of obtaining results. Why is that? Because it is an inappropriate way of obtaining results.  
(Majjhima Nikaya 126, Bhumija Sutta)

Jadi secara jelas Sang Buddha mengatakan, bila seseorang tidak mengikuti Jalan ariya berunsur delapan, maka keadaan batin apapun yang menyertainya, entah punya harapan, entah tak punya harapan, tak akan mendapatkan hasil, karena ia berlatih dengan cara yang tidak tepat...!! Sebaliknya jika melatih dengan cara yang benar, entah berharap…entah tidak berharap…. Tetap akan mendapatkan hasil.

Salah satu faktor yang penting dalam melatih Vipassana yaitu usaha benar, bila tidak berusaha dengan benar maka kita tak akan maju dalam meditasi, yang manakah yang harus dikembangkan? Dalam meditasi Vipassana kita harus mengembangkan empat landasan perhatian (cattaro satipatthana), empat usaha benar, empat landasan kekuatan, lima kekuatan batin (panca bala), tujuh faktor penerangan (satta bhojanga) dan Jalan ariya berunsur delapan. Sebagaimana ada dalam sutta berikut ini,

"Even though this wish may occur to a monk who dwells without devoting himself to development -- 'O that my mind might be released from effluents through lack of clinging!' -- still his mind is not released from the effluents through lack of clinging. Why is that? From lack of developing, it should be said. Lack of developing what? The four frames of reference, the four right exertions, the four bases of power, the five faculties, the five strengths, the seven factors for Awakening, the noble eightfold path.

"Suppose a hen has eight, ten, or twelve eggs: If she doesn't cover them rightly, warm them rightly, or incubate them rightly, then even though this wish may occur to her -- 'O that my chicks might break through the egg shells with their spiked claws or beaks and hatch out safely!' -- still it is not possible that the chicks will break through the egg shells with their spiked claws or beaks and hatch out safely. Why is that? Because the hen has not covered them rightly, warmed them rightly, or incubated them rightly.

In the same way, even though this wish may occur to a monk who dwells without devoting himself to development -- 'O that my mind might be released from effluents through lack of clinging!' -- still his mind is not released from the effluents through lack of clinging. Why is that? From lack of developing, it should be said. Lack of developing what? The four frames of reference, the four right exertions, the four bases of power, the five faculties, the five strengths, the seven factors for Awakening, the noble eightfold path.

(Samyutta Nikaya XXII 101,  Nava Sutta)

Kita lihat pada satu Sutta Sang Buddha hanya menerangkan mengenai perlunya Jalan ariya berunsur delapan, sedangkan pada sutta lainnya Beliau juga mengutarakan perlunya mengembangkan faktor-faktor yang lain, tidak hanya Jalan ariya berunsur delapan. Dan disini kita lihat bahwa batin perlu dikembangkan (diumpamakan dengan penghangatan), begitu juga kebebasan dari kemelekatan tak akan tercapai jika kita tidak mengembangkan faktor-faktor tersebut.

Setelah mengembangkan faktor-faktor batin tersebut maka meditator akhirnya mampu mengatasi rintangan batin, rintangan batin jelas harus diatasi, karena jelas menghalangi konsentrasi, sesuai dengan sutta mengenai rintangan batin (nivarana sutta) yang diuraikan oleh Sang Buddha berikut ini,

"Monks, there are these five hindrances. Which five? Sensual desire as a hindrance, ill will as a hindrance, sloth & drowsiness as a hindrance, restlessness & anxiety as a hindrance, and uncertainty as a hindrance. These are the five hindrances.
"To abandon these five hindrances, one should develop the four frames of reference. Which four? There is the case where a monk remains focused on the body in & of itself -- ardent, alert, & mindful -- putting aside greed & distress with reference to the world. He remains focused on feelings in & of themselves ... mind in & of itself ... mental qualities in & of themselves -- ardent, alert, & mindful -- putting aside greed & distress with reference to the world. To abandon the five hindrances, one should develop these four frames of reference."

(Nivarana Sutta (AN IX.64) — Hindrances)

Sang Buddha secara langsung mengatakan untuk mengatasi rintangan batin maka kita mengembangkan empat landasan perhatian dan hanya memperhatikan batin dan jasmaninya saja, dan mengacuhkan segala hal yang berkenaan dengan kebahagiaan maupun penderitaan di dunia, yaitu mengembangkan empat landasan perhatian (four foundation of mindfulness/ cattaro satipatthana) atau menurut istilah bhikkhu Thanissaro yaitu: four frames of reference

Mengarahkan batin atau tidak?
Ini adalah contoh paradoks yang jelas antara penguraian secara teori dengan keadaan faktual seorang meditator pemula, teori dengan mudah mengatakan bahwa apapun yang terjadi hanya diperhatikan saja, ini adalah teori muluk yang tak akan tercapai oleh seorang meditator pemula, mengapa demikian? Karena kita telah terbiasa mengikuti fenomena yang muncul pada batin dan jasmani, sehingga kita tak dapat bertahan tanpa terseret oleh keadaan batin tersebut, sehingga yang terjadi adalah sesuai dengan Samadhi Sutta.

Umumnya batin meditator pemula mudah tereseret, karena ia terlibat dengan isi, ini bisa dimaklumi, karena bagi orang yang sedikit praktek, dan lebih banyak teori maka ia tidak bisa melihat semua objek batin yang muncul dari bentuk luarnya, oleh karena itu ia selalu terlibat di dalamnya. Kita simak sutta berikut ini,

Ven. Maha Kaccana said this: "Concerning the brief statement the Blessed One made, after which he entered his dwelling without analyzing the detailed meaning -- i.e., 'A monk should investigate in such a way that, his consciousness neither externally scattered & diffused, nor internally positioned, he would from lack of clinging/sustenance be unagitated. When -- his consciousness neither externally scattered & diffused, nor internally positioned -- from lack of clinging/sustenance he would be unagitated, there is no seed for the conditions of future birth, aging, death, or stress' -- I understand the detailed meaning to be this:
"How is consciousness said to be scattered & diffused? There is the case where a form is seen with the eye, and consciousness follows the drift of (lit.: 'flows after') the theme of the form, is tied to the attraction of the theme of the form, is chained to the attraction of the theme of the form, is fettered & joined to the attraction of the theme of the form: Consciousness is said to be externally scattered & diffused.

(suttanya lupa, maaf males nyari…  :) tapi ini copian dari access to insight juga)[/i]

"There is the case where a sound is heard with the ear... an aroma is smelled with the nose... a flavor is tasted with the tongue... a tactile sensation is felt with the body... an idea is cognized with the intellect, and consciousness follows the drift of the theme of the idea, is tied to the attraction of the theme of the idea, is chained to the attraction of the theme of the idea, is fettered & joined to the attraction of the theme of the idea: Consciousness is said to be externally scattered & diffused.

Bersambung kebagian ke 2...
« Last Edit: 28 August 2008, 12:05:00 AM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #667 on: 28 August 2008, 12:08:46 AM »
Sebagai referensi. Saya tidak tahu sudah ada yang post atau belum. Ada sebuah sutta yang menarik bahwa Pembebasan (Ke-Arahat-an) tidak harus melulu di didahului oleh Samatha atau harus melulu didahului oleh Vipassana. Setiap orang memiliki karekteristik, kondisi yang berbeda-beda.


Angutara Nikaya 4.170
Yuganaddha Sutta
Jalan Menuju Tingkat Arahat

Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika YM Ananda berdiam di Kosambi di Vihara Ghosita. Di sana YM Ananda menyapa para bhikkhu demikian:

"Para sahabat!"

"Ya, sahabat," jawab para bhikkhu. Kemudian YM Ananda berkata:

"Para sahabat, siapa pun bhikkhu atau bhikkhuni yang menyatakan di hadapanku bahwa mereka telah mencapai pengetahuan akhir tingkat Arahat, semua melakukannya dengan salah satu dari empat cara ini. Apakah yang empat itu?

"Di sini, para sahabat, seorang bhikkhu mengembangkan pandangan terang yang didahului ketenangan. Ketika dia telah mengembangkan pandangan terang yang didahului ketenangan itu, Sang Jalan pun muncul di dalam dirinya. Sekarang dia mengejar, mengembangkan dan mengolah jalan itu. Sementara dia melakukannya, belenggu-belenggu ditinggalkan dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari pun lenyap.

"Atau juga, para sahabat, seorang bhikkhu mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang. Sementara dia mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang itu, Sang Jalan pun muncul di dalam dirinya. Sekarang dia mengejar, mengembangkan dan mengolah jalan itu. Sementara dia melakukannya, belenggu-belenggu ditinggalkan dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari pun lenyap.

"Atau juga, para sahabat, seorang bhikkhu mengembangkan ketenangan dan pandangan terang yang digabungkan berpasangan. Sementara dia mengembangkan ketenangan dan pandangan terang yang digabungkan secara berpasangan itu, Sang Jalan pun muncul di dalam dirinya. Sekarang dia mengejar, mengembangkan dan mengolah jalan itu. Sementara dia melakukannya, belenggu-belenggu ditinggalkan dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari pun lenyap.

"Atau juga, para sahabat, pikiran seorang bhikkhu dicengkeram oleh kegelisahan yang disebabkan oleh keadaan-keadaan pikiran yang lebih tinggi. Tetapi ada saat ketika pikirannya secara internal menjadi mantap, tenang, terpusat, dan terkonsentrasi; kemudian Sang Jalan itu muncul di dalam dirinya. Sekarang dia mengejar, mengembangkan dan mengolah jalan itu. Sementara dia melakukannya, belenggu-belenggu ditinggalkan dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari pun lenyap.

"Para sahabat, siapa pun bhikkhu atau bhikkhuni yang menyatakan di hadapanku bahwa mereka telah mencapai pengetahuan akhir tingkat Arahat, semuanya melakukannya dengan salah satu dari empat cara ini."

-----------
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #668 on: 28 August 2008, 01:09:39 AM »
Lanjutan prinsip prinsip meditasi Vipassana 2

Setahu saya semua meditasi Buddhist setuju, bahwa diperlukan samadhi untuk melihat segala sesuatu apa adanya (maksudnya akan muncul dengan sendirinya seperti tertulis dalam Samadhi Sutta), dan Samadhi yang benar selalu mensyaratkan konsentrasi, termasuk guru meditasi dari Myanmar yang baru-baru ini datang dan mengajar di Cibodas (U Tejaniya Sayadaw).

Saya mengenal baik salah satu meditator yang pernah secara langsung meditasi di center Shwe Oo Min di Myanmar (Shwee Oo Min sayadaw adalah murid dari Mahasi Sayadaw, kalau tidak salah beliau diajarkan untuk memperhatikan keluar masuk nafas di hidung, karena mungkin lebih efektif bagi Beliau) teman tersebut belajar di centre Shwee Oo Min selama hampir setahun.

Ia juga mengatakan bahwa Samadhi diperlukan dalam Vipassana,  mungkin ada juga yang mengenal Bhante Thitayanyo yang juga bermeditasi disana kalau tidak salah selama kurang lebih dua tahun, mungkin bisa minta konfirmasi kepada beliau.

Jalan lambat atau jalan cepat itu tidak bersifat prinsipil, waktu pertama kali bermeditasi saya juga berjalan agak cepat dan konsentrasi juga tetap berkembang.

Selain konsentrasi penuh, seorang meditator juga harus berusaha dengan rajin dan penuh semangat, Beliau memberikan khotbah khusus untuk membangkitkan semangat para Bhikkhu untuk berlatih. Seperti yang termaktub dalam sutta berikut ini,

"Monks, there are these eight grounds for laziness. Which eight?

"There is the case where a monk has some work to do. The thought occurs to him: 'I will have to do this work. But when I have done this work, my body will be tired. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the first grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk has done some work. The thought occurs to him: 'I have done some work. Now that I have done work, my body is tired. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the second grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk has to go on a journey. The thought occurs to him: 'I will have to go on this journey. But when I have gone on the journey, my body will be tired. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the third grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk has gone on a journey. The thought occurs to him: 'I have gone on a journey. Now that I have gone on a journey, my body is tired. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the fourth grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk, having gone for alms in a village or town, does not get as much coarse or refined food as he needs to fill himself up. The thought occurs to him: 'I, having gone for alms in a village or town, have not gotten as much coarse or refined food as I need to fill myself up. This body of mine is tired & unsuitable for work. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the fifth grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk, having gone for alms in a village or town, does get as much coarse or refined food as he he needs to fill himself up. The thought occurs to him: 'I, having gone for alms in a village or town, have gotten as much coarse or refined food as I need to fill myself up. This body of mine is heavy & unsuitable for work, as if I were many months pregnant. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the sixth grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk comes down with a slight illness. The thought occurs to him: 'I have come down with a slight illness. There's a need to lie down.' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the seventh grounds for laziness.

"Then there is the case where a monk has recovered from his illness, not long after his recovery. The thought occurs to him: 'I have recovered from my illness. It's not long after my recovery. This body of mine is weak & unsuitable for work. Why don't I lie down?' So he lies down. He doesn't make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the eighth grounds for laziness.

"These are the eight grounds for laziness.
"There are these eight grounds for the arousal of energy. Which eight?

"There is the case where a monk has some work to do. The thought occurs to him: 'I will have to do this work. But when I am doing this work, it will not be easy to attend to the Buddha's message. Why don't I make an effort beforehand for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the first grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk has done some work. The thought occurs to him: 'I have done some work. While I was doing work, I couldn't attend to the Buddha's message. Why don't I make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the second grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk has to go on a journey. The thought occurs to him: 'I will have to go on this journey. But when I am going on the journey, it will not be easy to attend to the Buddha's message. Why don't I make an effort beforehand for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the third grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk has gone on a journey. The thought occurs to him: 'I have gone on a journey. While I was going on the journey, I couldn't attend to the Buddha's message. Why don't I make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the fourth grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk, having gone for alms in a village or town, does not get as much coarse or refined food as he he needs to fill himself up. The thought occurs to him: 'I, having gone for alms in a village or town, have not gotten as much coarse or refined food as I need to fill myself up. This body of mine is light & suitable for work. Why don't I make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the fifth grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk, having gone for alms in a village or town, does gets as much coarse or refined food as he needs to fill himself up. The thought occurs to him: 'I, having gone for alms in a village or town, have gotten as much coarse or refined food as I I need to fill myself up. This body of mine is light & suitable for work. Why don't I make an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the sixth grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk comes down with a slight illness. The thought occurs to him: 'I have come down with a slight illness. Now, there's the possibility that it could get worse. Why don't I make an effort beforehand for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the seventh grounds for the arousal of energy.

"Then there is the case where a monk has recovered from his illness, not long after his recovery. The thought occurs to him: 'I have recovered from my illness. It's not long after my recovery. Now, there's the possibility that the illness could come back. Why don't I make an effort beforehand for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized?' So he makes an effort for the attaining of the as-yet-unattained, the reaching of the as-yet-unreached, the realization of the as-yet-unrealized. This is the eighth grounds for the arousal of energy.

"These are the eight grounds for the arousal of energy."

(Anguttara Nikaya VIII.80 Kusita-Arambhavatthu Sutta)

dalam bagian lain dari sutta selain dalam Maha Satipatthana sutta, Cula Malunkyaputta sutta, Bhikkunupassaya sutta berikut ini dan berbagai sutta suta yang lain selalu Sang Buddha menekankan Ardent (atapi) yaitu berusaha dengan penuh semangat pantang menyerah, Mindful (sati) yaitu penuh perhatian dan fully aware (sampajanno) yaitu berusaha dengan penuh kewaspadaan.

Here, Ananda, a monk abides contemplating body as body* — ardent, fully aware, mindful — leading away the unhappiness that comes from wanting the things of the world. And for one who is abiding contemplating body as body,* a bodily object arises, or bodily distress, or mental sluggishness, that scatters his mind outward. Then the monk should direct his mind to some satisfactory image. When the mind is directed to some satisfactory image, happiness is born. From this happiness, joy is then born. With a joyful mind, the body relaxes. A relaxed body feels content, and the mind of one content becomes concentrated

. He then reflects: "The purpose for which I directed my my mind has been accomplished. So now I shall withdraw [directed attention from the image]." He withdraws, and no longer thinks upon or thinks about [the image]. He understands: "I am not thinking upon or thinking about [anything]. Inwardly mindful, I am content." This is directed meditation.
And what is undirected meditation? Not directing his mind outward, a monk understands: "My mind is not directed outward." He understands: "Not focused on before or after; free; undirected." And he understands: "I abide observing body as body — ardent, fully aware, mindful — I am content." This is undirected meditation.
(Samyutta Nikaya XLVII.10 Bhikkhunupassaya Sutta)[/i]

Jika anda berlatih meditasi Vipassana dengan benar, suatu ketika anda akan mampu melihat dan mengalami dengan sendirinya, bahwa segala sesuatu bersifat tidak kekal, bahwa segala sesuatu cepat atau lambat pasti akan berubah.

Apakah anatta adalah konsep?

Tergantung siapa yang menjawab, bila yang menjawab adalah orang yang hanya belajar teori maka Anatta hanya diketahuinya sebatas konsep, tetapi bila ia adalah seorang praktisi maka Anatta adalah pengetahuan pengalaman langsung, yang kulminasinya adalah pada saat lenyapnya sakkaya ditthi.

“Ada pencerahan yang dicapai, tetapi tak ada yang mencapainya”.

Mungkin ada teman netter yang masih ingat mengenai komentar ini. Ini adalah suatu pernyataan tepat yang dialami oleh meditator yang telah berhasil menyelami anatta yang sesungguhnya, sehingga konsekuensi logis dari pencapaian itu adalah lenyapnya sakkaya ditthi (pandangan salah mengenai aku, roh, jiwa).

Sebenarnya pada pencapaian Magga tak ada atta yang dihancurkan, bila ada atta yang dihancurkan maka itu adalah pandangan salah, yaitu sama saja dengan bunuh diri. Yang benar adalah demikian, harap teman-teman para netter mengingat ini baik-baik,

“Setelah suatu ketika dalam meditasi yang dalam, meditator mengalami sendiri bahwa yang disebut Atta ternyata tidak ada (karena hakekat mahluk hidup yang sesungguhnya adalah merupakan kumpulan faktor batin dan jasmani yang saling berkaitan, ini hanya bisa dilihat dengan teliti bila kita memiliki Samadhi yang dalam) maka dengan demikian lenyaplah pandangan salah mengenai atta (lenyapnya sakkaya ditthi) Inilah yang disebut melenyapkan sakkaya ditthi dengan panna atau kebijaksanaan. Pernyataan ini bisa dikonfirmasi dengan para ahli Abhidhamma maupun ahli Sutta.

Mari kita simak sutta berikut,

"There is the case, monk, where an uninstructed, run-of-the-mill person -- who has no regard for noble ones, is not well-versed or disciplined in their Dhamma; who has no regard for men of integrity, is not well-versed or disciplined in their Dhamma -- assumes form to be the self, or the self as possessing form, or form as in the self, or the self as in form.
"He assumes feeling to be the self, or the self as possessing feeling, or feeling as in the self, or the self as in feeling. He assumes perception to be the self, or the self as possessing perception, or perception as in the self, or the self as in perception. He assumes (mental) fabrications to be the self, or the self as possessing fabrications, or fabrications as in the self, or the self as in fabrications. He assumes consciousness to be the self, or the self as possessing consciousness, or consciousness as in the self, or the self as in consciousness.
"He does not discern, as it actually is, inconstant form as 'inconstant form.' He does not discern, as it actually is, inconstant feeling as 'inconstant feeling' ... inconstant perception as 'inconstant perception' ... inconstant fabrications as 'inconstant fabrications' ... inconstant consciousness as 'inconstant consciousness.'
"He does not discern, as it actually is, stressful form as 'stressful form' ... stressful feeling as 'stressful feeling' ... stressful perception as 'stressful perception' ... stressful fabrications as 'stressful fabrications' ... stressful consciousness as 'stressful consciousness.'
"He does not discern, as it actually is, not-self form as 'not-self form' ... not-self feeling as 'not-self feeling' ... not-self perception as 'not-self perception' ... not-self fabrications as 'not-self fabrications' ... not-self consciousness as 'not-self consciousness.'
"He does not discern, as it actually is, fabricated form as 'fabricated form' ... fabricated feeling as 'fabricated feeling' ... fabricated perception as 'fabricated perception' ... fabricated fabrications as 'fabricated fabrications' ... fabricated consciousness as 'fabricated consciousness.


(Samyutta Nikaya XXII.55 Udana Sutta)

Disini nampak jelas, bahwa Sang Buddha menegaskan bahwa bila ada orang yang menganggap ada aku, entah pada persepsi atau kesadaran atau pada bagian lain dari kelima unsur kemelekatan (panca khandha), maka ia tidak melihat segala sesuatu apa adanya, yaitu bentuk inconstant sebagai inconstant (anicca), ia tidak melihat segala sesuatu apa adanya, yaitu segala sesuatu stressful sebagai stressful (dukkha) dan segala sesuatu not self sebagai not self (anatta).
Pada bagian lain dari sutta Sang Buddha juga mengatakan hal yang sama, seperti dalam Isidatta sutta berikut ini,

– assumes form (the body) to be the self, or the self as possessing form, or form as in the self, or the self as in form. He assumes feeling to be the self, or the self as possessing feeling, or feeling as in the self, or the self as in feeling. He assumes perception to be the self, or the self as possessing perception, or perception as in the self, or the self as in perception. He assumes (mental) fabrications to be the self, or the self as possessing fabrications, or fabrications as in the self, or the self as in fabrications. He assumes consciousness to be the self, or the self as possessing consciousness, or consciousness as in the self, or the self as in consciousness. This is how self-identity view comes into being.”

(Samyutta Nikaya XLI.3 Isidatta Sutta)

Sang Buddha mengatakan bahwa merupakan pandangan salah, bila menganggap bahwa kesadaran adalah aku, atau aku memiliki kesadaran, atau kesadaran ada dalam aku, atau aku ada dalam kesadaran (berlaku juga untuk persepsi / sanna, bentuk batin / sankhara, materi / rupa dan perasaan / vedana).

Berlanjut pada bagian 3...



« Last Edit: 28 August 2008, 01:16:48 AM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #669 on: 28 August 2008, 09:07:11 AM »

Lanjutan Prinsip prinsip meditasi Vipassana 3 (habis)

Demikian banyak orang yang salah mengerti mengenai batin yang berhenti yang disebut di dalam sutta maupun Abhidhamma, mereka menganggap bahwa berhenti adalah:
Berhenti berpikir, atau berhenti bhavanga dan berbagai spekulasi lain. Karena banyak komentator jaman sekarang yang lebih mendasarkan pendapatnya berdasarkan kesimpulan pribadi yang merupakan hasil pemikiran scholar intelektual.

Praktisi ortodoks umumnya melakukan pendekatan meditatif, karena seluruh hal yang dikatakan dalam Tipitaka berkenaan dengan batin dan jasmani, di dapat melalui meditasi, atau akibat dari meditasi.

Setelah segala sesuatu yang muncul lenyap kembali, maksudnya pada keadaan meditatif yang dalam maka mereka akan melihat bahwa kesadaran sebenarnya bersinar. Seperti dalam sutta berikut:

"Luminous, monks, is the mind.1 And it is defiled by incoming defilements." {I,v,9}
"Luminous, monks, is the mind. And it is freed from incoming defilements." {I,v,10}
"Luminous, monks, is the mind. And it is defiled by incoming defilements. The uninstructed run-of-the-mill person doesn't discern that as it actually is present, which is why I tell you that — for the uninstructed run-of-the-mill person — there is no development of the mind." {I,vi,1}
"Luminous, monks, is the mind. And it is freed from incoming defilements. The well-instructed disciple of the noble ones discerns that as it actually is present, which is why I tell you that — for the well-instructed disciple of the noble ones — there is development of the mind." {I,vi,2}

(Anguttara Nikaya I.49-52; Pabhassara Sutta)

Sebenarnya batin yang bersinar ini adalah batin yang telah memasuki arus, karena bentuk bentuk dorongan batin yang kasar dan halus telah berhenti, bentuk dorongan batin yang dimaksud adalah dorongan batin yang disebut bentuk-bentuk batin (sankhara). Sankhara disini harus dimengerti berkaitan dengan paticca samuppada, yaitu dengan lenyapnya sankhara maka lenyaplah avijja atau lenyaplah kegelapan batin. Sebenarnya lenyapnya kegelapan batin ini hanya bisa dilihat pada orang yang telah mencapai magga. (bedakan dengan sinar obhasa, yaitu sinar yang muncul pada meditator pemula, yang dianggap sebagai kekotoran vipassana atau vipassanupakilesa)

Selanjutnya dalam Dhammacakka Pavattana Sutta, Sang Buddha menerangkan kepada ke-lima pertapa mengenai pencapaian jalan ini yaitu:

"The Noble Truth of the Path Leading to the Cessation of Suffering is this: It is the Noble Eightfold Path, and nothing else, namely: right understanding, right thought, right speech, right action, right livelihood, right effort, right mindfulness and right concentration.

"'This is the Noble Truth of Suffering': such was the vision, the knowledge, the wisdom, the science, the light that arose in me concerning things not heard before. 'This suffering, as a noble truth, should be fully realized': such was the vision, the knowledge, the wisdom, the science, the light that arose in me concerning things not heard before. 'This suffering, as a noble truth has been fully realized': such was the vision, the knowledge, the wisdom, the science, the light that arose in me concerning things not heard before.

"'This is the Noble Truth of the Origin (cause) of Suffering': such was the vision, the knowledge, the wisdom, the science, the light that arose in me concerning things not heard before. 'This Origin of Suffering as a noble truth should be eradicated': such was the vision, the knowledge, the wisdom, the science, the light that arose in me concerning things not heard before. 'This Origin of suffering as a noble truth has been eradicated': such was the vision, the knowledge, the wisdom, the science, the light that arose in me concerning things not heard before.

"'This is the Noble Truth of the Cessation of Suffering': such was the vision, the knowledge, the wisdom, the science, the light that arose in me concerning things not heard before. 'This Cessation of suffering, as a noble truth, should be realized': such was the vision, the knowledge, the wisdom, the science, the light that arose in me concerning things not heard before. 'This Cessation of suffering, as a noble truth has been realized': such was the vision, the knowledge, the wisdom, the science, the light that arose in me concerning things not heard before.

"'This is the Noble Truth of the Path leading to the cessation of suffering': such was the vision, the knowledge, the wisdom, the science, the light that arose in me concerning things not heard before. 'This Path leading to the cessation of suffering, as a noble truth, should be developed': such was the vision, the knowledge, the wisdom, the science, the light that arose in me concerning things not heard before. 'This Path leading to the cessation of suffering, as a noble truth has been developed': such was the vision, the knowledge, the wisdom, the science, the light that arose in me concerning things not heard before.

(Samyutta Nikaya LVI.11, Dhammacakkappavattana Sutta)

perhatikan kalimat yang saya bold biru, disini sebenarnya terletak jawaban dari keraguan dari bhante Thanissaro bahwa kesadaran itu pada hakekatnya terangdan bercahaya, ia menjadi gelap karena kegelapan batin (avijja), dalam bahasa Palinya mengenai munculnya kesadaran murni yang terang ini bersamaan dengan munculnya penglihatan (cakkhu udapadi),  munculnya pengetahuan (vijja udapadi), munculnya pandangan terang (nana udapadi), munculnya kebijaksanaan (panna udapadi), dan munculnya cahaya (aloko udapadi).

Saya pernah bertemu langsung dengan bhante Thanissaro yang simpatik di tahun 1991, pada waktu itu saya menemani bhante Sombat pada peresmian sebuah vihara di Ontario, San Bernardino county yang bersebelahan dengan Los Angeles county, beliau bertanya saya darimana? Lalu saya katakan dari Indonesia lalu beliau mengatakan bahwa beliau kenal dengan bhante Pannavaro karena satu angkatan.

Bhikkhu Thanissaro menurut komentarnya juga nampaknya bingung menghadapi dilemma ini, karena ada salah persepsi berabad-abad yang menganggap bahwa, ini adalah bhavanga citta, tetapi saya setuju dengan pendapat bhikkhu Thanissaro (kadang saya juga kurang setuju dengan pendapat beliau bahwa meditasi Vipassana harus melalui Samatha, atau harus pencapaian Jhana, karena sebenarnya untuk memulai kita tidak harus memiliki konsentrasi yang kuat, tetapi apabila ingin menembus pengetahuan yang lebih tinggi maka konsentrasi kita juga harus semakin kuat, dalam hal Vipassana adalah konsentrasi vipassana atau yang lebih dikenal dengan istilah khanika samadhi, sedangkan pada meditasi samatha bila ingin diarahkan pada pandangan terang juga harus melihat karakteristiknya, bila Samadhi tidak kuat maka kita tak akan bisa melewati tingkat selanjutnya dan pada meditator Vipassana, Samadhi yang kuat yang dimaksud adalah Samadhi dengan perhatian yang melekat kuat pada karakteristiknya) pada akhir komentarnya bahwa hanya dengan pencapaian jalan yang mengikuti penyelaman, maka bisa dialami keadaran murni (consciousness without feature)
Jadi Sang Buddha mengatakan pada pencapaian Magga muncullah aloko (cahaya terang), ini disebabkan kekotoran batin telah berhenti (untuk sementara waktu) dengan kata lain muncul nya terang disebabkan kesadaran pada saat itu (pencapaian Nibbana) bersih dari kekotoran batin, tetapi belenggu yang berkaitan dengan pencapaian (samyojana, pada Sotapanna ada tiga belenggu yang dilenyapkan) telah lenyap secara permanen.

Percakapan dengan Bhikkhu Piyadassi Mahathera dari Sri Lanka.

Di tahun 81,  saya berjumpa dengan Bhante Piyadassi Mahathera, sebelumnya saya hanya mengenal sejarah beliau yang pernah berkunjung ke Indonesia pada penahbisan bhikkhu  pertama di Indonesia (pada waktu itu saya belum lahir), saya diminta oleh Bhante Win almarhum untuk membawa beliau berkeliling kota, diantara tempat yang kami kunjungi adalah katedral dan mesjid istiqlal (kami minta ijin melihat ke dalam, oleh pengurus mesjid diperbolehkan).

ternyata di dalam mesjid Istiqlal sangat nyaman, karena angin di dalam bertiup kencang, beda dengan katedral di luar, yang walaupun indah tetapi sore itu agak pengap.

Lalu saya teringat pada penulis buku yang terkenal pada saat itu, yaitu Lobsang Rampa, secara iseng saya bertanya kepada beliau, bagaimana komentar beliau, mengenai Lobsang Rampa yang sangat terkenal dengan buku-bukunya, diantaranya adalah “the third eye” secara mengejutkan bhante Piyadassi dengan datar mengatakan bahwa Lobsang Rampa hanya penulis biasa, beliau pernah bertemu dengan Lobsang Rampa di London.

Disinilah timbul pengertian, kadang-kadang bila kita belum mengenal seseorang, kita cenderung berimajinasi mengenai keadaannya, entah baik atau buruk, itulah sebabnya Sang Buddha mengatakan dalam Anguttara Nikaya, kita hanya bisa mengetahui keadaan sebenarnya seseorang setelah kita bergaul dengannya dalam waktu yang cukup lama.


Jadi dalam menilai suatu pemahaman yang mengatas-namakan ajaran Buddha harus di klarifikasi sesuai dengan kitab sucinya, yaitu bila ia mengatakan dirinya Theravada cocokkan dengan kitab suci Tipitaka, bila ia Mahayana cocokkan dengan kitab suci Mahayana (Lankavatara Sutra, Surangama Sutra, Prajna Paramita Sutra, Vimala Kirti Nirdesa sutra, dll), karena kelompok kitab ini sering bertolak belakang pandangannya dengan Tipitaka (tolong dipahami saya tidak mengatakan lebih baik atau lebih buruk, tetapi hanya bertolak belakang dengan Tipitaka). Apalagi bila paham tersebut bukan paham Buddhist.
Sesuai dengan sutta-sutta yang sudah sering dikutip di Website ini, yaitu dari Mahaparibbana Sutta, yaitu: (saya kopi langsung dari postingan teman-teman biar nggak capek)  :)

Discipline. If they are neither traceable in the Discourses nor verifiable by the Discipline, one must conclude thus: 'Certainly, this is not the Blessed One's utterance; this has been misunderstood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' In that way, bhikkhus, you should reject it. But if the sentences concerned are traceable in the Discourses and verifiable by the Discipline, then one must conclude thus: 'Certainly, this is the Blessed One's utterance; this has been well understood by that bhikkhu — or by that community, or by those elders, or by that elder.' And in that way, bhikkhus, you may accept it on the first, second, third, or fourth reference. These, bhikkhus, are the four great references for you to preserve."

4.8. ‘Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: “Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagava sendiri: inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru”, maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin. Jika kata-katanya, saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti tidak selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini”, dan kata-katanya itu harus ditolak. Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: “Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini.”

(Digha Nikaya, Mahaparinibbana Sutta)

Kitab suci Tipitaka disusun oleh Mereka yang menguasai ajaran Sang Buddha baik secara teori maupun praktek. Dan verifikasi mengenai sebuah sutta dilakukan dihadapan 500 orang Bhikkhu-meditator piawai. Perlu diketahui bahwa kitab suci Tipitaka telah melalui proses verifikasi beberapa kali oleh Bhikkhu-meditator piawai, dan mereka semua lagi-lagi menyetujui Kitab suci Tipitaka sejalan dengan praktek meditasi yang mereka lakukan sehingga mereka tidak menentang isi kitab suci Tipitaka. Penentangan terhadap isi kitab suci Tipitaka justru datang dari Bhikkhu scholar (yang belakangan lebih mendapat angin karena kurangnya bhikkhu meditator), karena cara pendekatan mereka berbeda, mereka tidak berusaha mencicipi Dhamma, tetapi mereka menganalisa Dhamma. Tentunya dengan logika mereka, dan parahnya kadang-kadang mereka berkata sesuatu tanpa dilandasi pengertian menyeluruh terhadap kitab suci Tipitaka.

Contoh yang jelas adalah Bhikkhu Dr. Mettanando dari Thailand yang pernah berkunjung ke Indonesia, yang mengatakan bahwa kisah pangeran Siddhatta yang melangkah tujuh kali ketika lahir, tidak ada di Tipitaka, padahal kisah ini diceritakan langsung oleh Sang Buddha dalam Achariya Abhuta sutta di Majjhima Nikaya.


Ini adalah salah satu contoh jelas bahwa, kita harus menerapkan sutta yang ada di Mahaparibbana Sutta diatas, bila kita percaya begitu saja terhadap credentials sarjana atau bhikkhu maka kita akan terjebak pada pandangan keliru.

Kadang kadang kita tidak mengerti sejauh mana ajaran yang disampaikan seseorang, kadang-kadang ajaran yang disampaikan orang tersebut lebih merupakan buah pemikiran daripada buah latihan meditasi yang mendalam, oleh karena itu kita sebagai umat Buddha bila melatih meditasi Buddhis, apa yang disampaikan guru meditasi harus sejalan dengan apa yang ada dalam kitab suci. Karena Sang Buddha sudah meramalkan tingkah polah umat Buddha yang cenderung seperti sutta berikut ini,

Staying at Savatthi. "Monks, there once was a time when the Dasarahas had a large drum called 'Summoner.' Whenever Summoner was split, the Dasarahas inserted another peg in it, until the time came when Summoner's original wooden body had disappeared and only a conglomeration of pegs remained. 1
"In the same way, in the course of the future there will be monks who won't listen when discourses that are words of the Tathagatadeep, deep in their meaning, transcendent, connected with emptiness — are being recited. They won't lend ear, won't set their hearts on knowing them, won't regard these teachings as worth grasping or mastering. But they will listen when discourses that are literary worksthe works of poets, elegant in sound, elegant in rhetoric, the work of outsiders, words of disciples — are recited. They will lend ear and set their hearts on knowing them. They will regard these teachings as worth grasping & mastering.[/b]

"In this way the disappearance of the discourses that are words of the Tathagata — deep, deep in their meaning, transcendent, connected with emptiness — will come about.
"Thus you should train yourselves: 'We will listen when discourses that are words of the Tathagata — deep, deep in their meaning, transcendent, connected with emptiness — are being recited. We will lend ear, will set our hearts on knowing them, will regard these teachings as worth grasping & mastering.' That's how you should train yourselves."

(Samyutta Nikaya XX.7 Ani Sutta)

Ah kebetulan saya masih ada waktu sedikit, mungkin lebih baik saya menjelasakan kepada teman-teman netter sekalian mengenai batin Arahat.
Meditator yang benar-benar telah memiliki Khanika Samadhi yang kuat, berdasarkan apa yang saya ketahui, minimal mencapai Sankharupekkha nana, ia bisa suatu saat mengalami seperti yang dialami oleh seorang Arahat, walaupun hanya dalam waktu beberapa menit, ketika berada dalam kegiatan sehari-hari ia merasakan berhantinya persepsi sehingga dengan demikian maka berhenti jugalah pikiran.

Pada waktu beberapa menit tersebut, ia hanya melihat apa adanya, mendengar apa adanya. Sebagai gambaran, suatu ketika di Bali ada seorang meditator yang bermeditasi bersama saya, tiba-tiba dia datang menemui saya dan bercerita dengan nada agak kuatir, wah pak…tadi saya ke bawah, waktu saya melihat koran, kok saya nggak bisa berpikir ya…? Kok saya jadi begini ya…? Nanti bagaimana nih kalau saya nggak bisa berpikir?

Kemudian saya menenangkan dia, saya katakan jangan takut, itu disebabkan ia mampu melihat apa adanya, disebabkan konsentrasi yang kuat.. sehingga ia bisa membaca koran tanpa batinnya be-reaksi (ini tak bisa direka-reka, harus dialami sendiri), secara menggoda saya bertanya kepadanya, mau supaya bisa mikir lagi? Jangan meditasi deh sebentar juga normal lagi, lalu ia hanya senyum...
Seorang Arahat tidak akan merespon terhadap impuls yang masuk melalui inderanya, tetapi bukan berarti seorang Arahat tak dapat berpikir, batinnya akan berpikir jika ia menghendaki agar batinnya berpikir, oleh karena itu menurut Abhidhamma Arahat yang berpikir melakukan kriya (action), karena ia melakukan kegiatan berpikir tidak secara otomatis seperti pada umat awam, tetapi harus didorong agar berpikir, bila telah selesai berpikir maka  batinnya kembali diam, tidak berpikir.

Seperti yang sudah saya katakan pada bagian pertama pada postingan ini, saya mungkin akan agak jarang masuk memberi postingan atau komentar, karena tujuan saya adalah memberikan pengertian benar mengenai meditasi Vipassana, sehingga rekan-rekan netter sekalian mendapat kemajuan dalam meditasinya, walaupun saya berlatih meditasi Vipassana tradisi Mahasi Sayadaw, saya tidak beranggapan bahwa tehnik tehnik meditasi lain tidak membawa kearah pencapaian Nibbana, kecuali tehnik meditasi yang bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Sang Buddha.
Semoga keterangan saya bermanfaat bagi rekan-rekan sekalian.

Sukhi hotu
« Last Edit: 28 August 2008, 09:24:16 AM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #670 on: 28 August 2008, 09:15:04 AM »
Quote from: hudoyo
Kalau Anda tidak merasa apa-apa ketika membaca Bahiya-sutta, berarti nasehat dalam sutta itu bukan buat Anda. ... Jadi, abaikan saja Bahiya-sutta. :) ... Carilah sutta yang cocok dengan pengalaman batin Anda.
Jadi yang disimpulkan adalah bahwa dari Bahiya Sutta, Malunkyaputta sutta dan mulapariyaya sutta, pak hudoyo mendapatkan manfaat, sedangkan sutta yang lain tidak. (bukan dalam artian pasti tidak benar). begitu pak hudoyo ? soalnya kalau dibilang selain 3 sutta yang disebutkan, sutta yang lainnya TIDAK BENAR... bakal RAMAI tuh...

Betul.  _/\_  Saya tidak pernah mengklaim pengalaman & pemahaman saya cocok untuk semua orang. ... Malah, ingatkah Anda bahwa saya selalu mengatakan: Tidak ada satu metode vipassana yang cocok untuk SEMUA orang? ... MMD pun tidak ... Itulah pandangan saya. ... (Dan kalau tidak salah, Anda pun pernah menyatakan kesetujuan Anda, bukan?) ... :)

Entah kalau di forum ini ada yang berpendapat bahwa vipassana versinya adalah yang paling benar dengan merujuk kepada puluhan sutta dari Tipitaka Pali, sebagaimana dicopas oleh Rekan Semit dari thread sebelah. ... Ini yang memprihatinkan. ... Sutta-sutta digunakan untuk membenarkan diri sendiri sambil menyerang pandangan orang lain. (Saya masih menunggu selesainya uraian yang panjang lebar itu sebelum menjawabnya.)

Dalam diskusi saya dengan Rekan Sumedho baru-baru ini, saya juga menyatakan bahwa pendekatan Anattalakkhana-sutta BERBEDA dengan pendekatan Bahiya-sutta. ... Tapi saya tidak mengatakan bahwa yang satu benar dan yang lain salah. ... Saya menyatakan bahwa kedua pendekatan yang tercantum dalam Tipitaka itu sama-sama valid.

Salam,
hudoyo

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #671 on: 28 August 2008, 09:31:31 AM »
Cocok atau tidak cocok kan hanya gerak-gerik pikiran. Bila pikiran berhenti maka tidak ada lagi yang namanya cocok atau tidak cocok.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Andi Sangkala

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 102
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
  • Eling eling mangka eling rumingkang di bumi alam
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #672 on: 28 August 2008, 11:42:39 AM »
Namaste _/\_

cuplikan dari pak Hud:

"Entah kalau di forum ini ada yang berpendapat bahwa vipassana versinya adalah yang paling benar dengan merujuk kepada puluhan sutta dari Tipitaka Pali, sebagaimana dicopas oleh Rekan Semit dari thread sebelah. ... Ini yang memprihatinkan. ... Sutta-sutta digunakan untuk membenarkan diri sendiri sambil menyerang pandangan orang lain. (Saya masih menunggu selesainya uraian yang panjang lebar itu sebelum menjawabnya.)"


Sebaliknya banyak orang yang mengemukakan pendapat (hasil latihan sendiri) dengan menyangkal Sutta, gimana ya?

sukhi hotu

Andi
Karena Tidak Sayang Maka Tidak Kenal

Andi

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #673 on: 28 August 2008, 11:53:50 AM »
Cocok atau tidak cocok kan hanya gerak-gerik pikiran. Bila pikiran berhenti maka tidak ada lagi yang namanya cocok atau tidak cocok.

Setuju ... Marilah kita masing-masing, Anda dan saya, mengalami berhentinya pikiran itu. ... ok?

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: Abhidhamma & vipassana
« Reply #674 on: 28 August 2008, 11:55:38 AM »
Namaste _/\_
cuplikan dari pak Hud:
"Entah kalau di forum ini ada yang berpendapat bahwa vipassana versinya adalah yang paling benar dengan merujuk kepada puluhan sutta dari Tipitaka Pali, sebagaimana dicopas oleh Rekan Semit dari thread sebelah. ... Ini yang memprihatinkan. ... Sutta-sutta digunakan untuk membenarkan diri sendiri sambil menyerang pandangan orang lain. (Saya masih menunggu selesainya uraian yang panjang lebar itu sebelum menjawabnya.)"
Sebaliknya banyak orang yang mengemukakan pendapat (hasil latihan sendiri) dengan menyangkal Sutta, gimana ya?
sukhi hotu
Andi

Bagi saya, kalau pengalaman batin saya menyangkal suatu sutta atau bagian sutta tertentu, saya akan menyangkalnya. ... Tidak ada sesuatu yang sakral pada sutta.

 

anything