Karena masih putthujana, yg dapat sy bahas (yg sy pahami) hanyalah pada tingkatan ini Pak.
Pada saat ini sy masih banyak memahami permasalahan Penderitaan dan Ketidakpuasan kehidupan, serta kenapa dan bagaimana mengatasinya.
Berbicara soal 'penghentian pikiran' -jujur saja- masih agak sulit bagi saya (terasa masih terlalu abstrak bagi saya). Apa yg dapat sy pahami sekarang barulah sebatas 'pemadaman EGO' saja.
Satu lagi Pak, apakah kondisi batin ketika "berhenti-nya pikiran" -seperti yg diajarkan dalam MMD- bisa disamakan dengan kondisi batin 'melihat apa adanya'?
Maaf ya, Rekan Willibordus, saya mau lugas, mohon jangan dimasukkan ke dalam hati ...
Kok alasannya "karena masih puthujjana"? ... Kita semua adalah puthujjana ... semua pemeditasi MMD/vipassana adalah puthujjana ... Kalau sudah menjadi arahat, untuk apa lagi bicara tentang padamnya diri/atta? ... Sang Buddha mengkhotbahkan Mulapariyaya-sutta kepada para bhikkhu yang belum arahat (kalau sudah arahat semua, percuma Sang Buddha berkhotbah tentang berhentinya pikiran) ...
Kita semua menghadapi masalah penderitaan dan ketidakpuasan, masalah kehidupan ... Justru Sang Buddha menekankan itu, bukan? ... Untuk memahami (bukan "mengatasi") penderitaan, mau tidak mau kita harus memahami sebab penderitaan itu, yaitu diri/atta yang muncul bersama pikiran.
Kalau Anda sekarang merasa "sulit" memahami 'berhentinya pikiran' (bukan "penghentian" pikiran), sampai KAPAN Anda akan menunggu untuk memahami hal itu? ... Lalu, apakah Anda sekarang cukup belajar Abhidhamma saja tanpa melakukan vipassana? ... (Ngomong-ngomong, saya jadi berpikir, apakah kebanyakan pelajar Abhidhamma tidak menjalankan vipassana, yah?
Kalau begitu Buddha-Dhamma itu dipelajari cuma sebatas teori saja dan diambil mana-mana yang "enak" untuk si aku saja. ...) ... Hidup ini singkat, dan Sang Buddha berkata, sangat sulit untuk terlahir sebagai manusia, apalagi terlahir sebagai manusia di zaman ada Buddha-Dhamma.
'Berhentinya pikiran' sama sekali bukan hal yang abstrak, melainkan sangat konkrit, karena pikiran adalah hal yang paling konkrit dalam kesadaran manusia; pikiran jauh lebih konkrit daripada pohon dan batu. ... "Saya berpikir, maka saya ada," kata Descartes. ... Setiap pemeditasi vipassana (asal tidak mengharapkan/berusaha apa-apa dalam meditasinya) pasti akan berhasil mengalami 'berhentinya pikiran', sekalipun hanya untuk sementara ... (Seorang peserta retret MMD di Samarinda ini kemarin--pada hari keempat--mengalami 'berhentinya pikiran'; itu akan saya ceritakan dalam thread MMD.)
Menanggapi pertanyaan Anda, memang betul, 'berhentinya pikiran' berarti 'melihat apa adanya' (yathabhutam nyanadassanam). 'Berhentinya pikiran' berarti pula 'mencicipi nibbana', kata alm. Buddhadasa Mahathera. Rasanya tidak berbeda dengan apa yang dialami oleh orang yang sudah bebas sepenuhnya (arahat), cuma di sini hanya berlangsung sementara.
Salam,
hudoyo