Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Theravada => Topic started by: K.K. on 24 February 2010, 11:46:29 AM

Title: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 11:46:29 AM
Dhammatainment, Lagu "rohani" Buddhis, Bhiksu "Hip-hop", semuanya dikatakan dengan dalih penyebaran Agama Buddha. Menurut rekan-rekan DC, apa batasannya penyebaran Agama Buddha dilakukan dengan pantas?


<Topik ini "terinspirasi" dari forum tetangga yang TS-nya mungkin member sini juga.>


No Junk, Please!
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: hatRed on 24 February 2010, 12:17:46 PM
tidak bertentangan dengan ajaran yg hendak disebar.

contoh : ajarannya adalah "tidak merokok", tapi dalam penyebarannya dengan cara Merokok bareng :P
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 12:30:44 PM
tidak bertentangan dengan ajaran yg hendak disebar.

contoh : ajarannya adalah "tidak merokok", tapi dalam penyebarannya dengan cara Merokok bareng :P

Dalam Ajaran Buddha, bagi umat awam tidak ada larangan bernyanyi dan menari. Bagaimana pendapat Bro hatRed jika nanti ada Dhamma Class yang dibawakan Ramani sambil goyang "ngebor"?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 24 February 2010, 12:43:27 PM
klo menurut g
1 dhammatainment why not? (slama isinya ga gosip namun kegiatan dhamma n kehidupan para misionaris buddhis
2 lagu rohani buddhis oke banget memang bhikkhu ga boleh tapi umat perlu, klo ga nanti malah dalam buddhis seakan2 ga da nyanyian ( soalnya dulu g beranggapan demikian)
3 hip hop monk no!!! langgar vinaya trus alangkah lebih baik d jepang kyk d indo ada romo jadi klo romo yg bawa dhamma pake musik bahkan hiphop or hause lebih ok.

sbenernya selama kita memang ingin menyebarkan dhama alangkah baiknya bila kita dapat menilai batasan2 yg ada. namun sebenernya selama menyebarkan dhamma kadang batasan tersebut menjadi abu2 tidak jelas lagi hitam atau putih tergantung dari sudut pandang seseorang.
kita sebagai dhamma duta ada baiknya pula membabarkan dhamma dengan mengikuti perkembangan jaman kondisi masyarakat & segmen usia.
contoh
anak2: bahas dhamma tentu harus dengan cerita2
abg: pendekatannya dengan lagu, sharing(curhat) baru di sisipin dikit 2  dhamma
dewasa: musik perlu n dhamma lebih dalam
lansia: musik lag namun lebih k joke namun bisa di kaitkan dengan dhamma
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 24 February 2010, 12:52:59 PM
=))

kalo gt gw jg ikt goyang ngebor. kwkwkwkwk

penyebaran yg pantas menurut saya ada beberapa, namun kepantasan menurut saya mungkin tetap akan dianggap kuno oleh org lain, karena semakin lama maka suatu kepantasan jg akan berubah, dulu hubungan sesama sejenis dianggap tdk pantas, namun sekarang udh dianggap pantas, ntar lama lama hubungan seseorg dgn istri org lain dianggap pantas pula. wkwkwkw, ata bahkan hubungan sedarah dianggap pantas pula.......... kita tdk bisa menghindarkan diri dari jaman kemerosotan moral, yg bisa adalah kita menjaga diri kita sendiri dengan baik, dan org lain yg masih bisa kita jangkaui...

* dilakukan melalui sekolah sekolah, dimana pelajarannya diajarkan ajaran Moralitas dan Ajaran Buddhism, mulai dari kindergarden sampai SMA, kalo memungkinkan sampai kuliahan,

* seminar seminar seyogyanya jg dilakukan, dengan topic topic yg berhubungan dengan jaman sekarang dan sedang diminati, terus ditinjau dari sudut pandang Buddhism bagaimana, disini pelan pelan Buddhism akan diminati,

* ceramah Dhamma, dilakukan berdasarkan kelompok umur, misalnya, bagi umat yg masih remaja, maka ceramah dhamma disesuaikan dengan kelompok usia mereka, bagi perumah tangga maka jg disesuaikan dgn keseharian mereka, dll.

* dilakukan retret meditasi yg merupakan salah satu dari inti ajaran Buddhism jg, dan dalam setiap retret akan ada ceramah Dhamma pada wkt tertentu.

* penyebaran lewat internet, kyk diforum forum demikian, terus jg, di applikasi terkenal lainnya seperti fb, Twitter, dan Friendster.

* dilakukan melalui sikap nyata prilaku para umatnya, dgn demikian org lain yg melihat akan merasa terkagum melihat sifat org yg demikian, dan akan berusaha mengetahui lebih dalam soal dirinya, dgn demikian org seperti itu bisa mulai memberikan pengarahan tentang Buddhism,

* melalui musik, drama TV ataupun entertainment namun pembawa nya tentu harus umat awam yang memahami soal Dhamma,,,, dan tau batasan batasan sampai dimana harus melakukan aksinya

* dilakukan mulai dari keluarga, misalnya kepada para kemenakan kemenakan kita, dengan memberikan komik bacaan tetang Buddhist,.

saya rasa itu, yg lainnya mana tao ada yg mengetahui. hehehe  :))

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 24 February 2010, 12:57:39 PM
tambahan.... ;D

byk jg org yg ke vihara cuma buat nancap hio doang, maka seyogyanya pengurus ataupun muda mudi sana, memberitakan aadanya acara ini itu, agar umat lebih mengenal Buddhism, penempelan poster poster yg berhubungan dengan Dhamma, yg mudah dipahami oleh umat awam yg tdk pernah mempelajari soal Buddhism
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: hatRed on 24 February 2010, 01:00:26 PM
tidak bertentangan dengan ajaran yg hendak disebar.

contoh : ajarannya adalah "tidak merokok", tapi dalam penyebarannya dengan cara Merokok bareng :P


Dalam Ajaran Buddha, bagi umat awam tidak ada larangan bernyanyi dan menari. Bagaimana pendapat Bro hatRed jika nanti ada Dhamma Class yang dibawakan Ramani sambil goyang "ngebor"?


bukannya emang gak pernah ada yg namanya larangan secara umum,

yg ada kan larangan dalam kelompok (sangha).

tapi kan ajarannya menyeluruh secara umum :)
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 24 February 2010, 01:40:38 PM
tambahan lagi  ;D

penyebaran bisa dilakukan dengan melakukan pekan kesenian, dimana didalam acara acara kesenian terdapat benda benda seni Buddhism yg unik, tulisan tulisan Dhammapada, dan juga diiringi dengan sedikit pengarahan Dhamma,,,

Produk produk ataupun benda benda seni, aksesoris yg uptodate jg bisa diterapkan agar mengandung unsur Buddhism. hehehehehe
 ;D
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 24 February 2010, 01:56:08 PM
Menurut saya, sudah dicontohkan oleh Sang Guru sendiri.
Membabarkan Dhamma pada saat yang sesuai, hanya bila diminta, dengan cara yang seimbang, tidak dengan membangkitkan nafsu indera, tidak berlebihan, dan seterusnya.

Kalau saya pribadi tidak melihat Dhammatainment sesuai dengan apa yang telah dicontohkan.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 01:59:50 PM
klo menurut g
1 dhammatainment why not? (slama isinya ga gosip namun kegiatan dhamma n kehidupan para misionaris buddhis
OK.


Quote
2 lagu rohani buddhis oke banget memang bhikkhu ga boleh tapi umat perlu, klo ga nanti malah dalam buddhis seakan2 ga da nyanyian ( soalnya dulu g beranggapan demikian)
Memangnya ada masalah kalau memang tidak ada nyanyian?


Quote
3 hip hop monk no!!! langgar vinaya trus alangkah lebih baik d jepang kyk d indo ada romo jadi klo romo yg bawa dhamma pake musik bahkan hiphop or hause lebih ok.
Berarti bro setuju ide "Ramani goyang nge-bor"?


Quote
sbenernya selama kita memang ingin menyebarkan dhama alangkah baiknya bila kita dapat menilai batasan2 yg ada. namun sebenernya selama menyebarkan dhamma kadang batasan tersebut menjadi abu2 tidak jelas lagi hitam atau putih tergantung dari sudut pandang seseorang.
kita sebagai dhamma duta ada baiknya pula membabarkan dhamma dengan mengikuti perkembangan jaman kondisi masyarakat & segmen usia.
contoh
anak2: bahas dhamma tentu harus dengan cerita2
abg: pendekatannya dengan lagu, sharing(curhat) baru di sisipin dikit 2  dhamma
dewasa: musik perlu n dhamma lebih dalam
lansia: musik lag namun lebih k joke namun bisa di kaitkan dengan dhamma
Berarti seperti kata bro Tekkss Katsuo, kalau disesuaikan dengan jaman, nanti malah jangan2 nilai sila itu sendiri sudah bergeser. Bagaimana menurut bro kusalaputto?

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 02:03:03 PM
penyebaran yg pantas menurut saya ada beberapa, namun kepantasan menurut saya mungkin tetap akan dianggap kuno oleh org lain, karena semakin lama maka suatu kepantasan jg akan berubah, dulu hubungan sesama sejenis dianggap tdk pantas, namun sekarang udh dianggap pantas, ntar lama lama hubungan seseorg dgn istri org lain dianggap pantas pula. wkwkwkw, ata bahkan hubungan sedarah dianggap pantas pula.......... kita tdk bisa menghindarkan diri dari jaman kemerosotan moral, yg bisa adalah kita menjaga diri kita sendiri dengan baik, dan org lain yg masih bisa kita jangkaui...
Ini saya setuju.


Quote
* dilakukan melalui sekolah sekolah, dimana pelajarannya diajarkan ajaran Moralitas dan Ajaran Buddhism, mulai dari kindergarden sampai SMA, kalo memungkinkan sampai kuliahan,

* seminar seminar seyogyanya jg dilakukan, dengan topic topic yg berhubungan dengan jaman sekarang dan sedang diminati, terus ditinjau dari sudut pandang Buddhism bagaimana, disini pelan pelan Buddhism akan diminati,

* ceramah Dhamma, dilakukan berdasarkan kelompok umur, misalnya, bagi umat yg masih remaja, maka ceramah dhamma disesuaikan dengan kelompok usia mereka, bagi perumah tangga maka jg disesuaikan dgn keseharian mereka, dll.

* dilakukan retret meditasi yg merupakan salah satu dari inti ajaran Buddhism jg, dan dalam setiap retret akan ada ceramah Dhamma pada wkt tertentu.

* penyebaran lewat internet, kyk diforum forum demikian, terus jg, di applikasi terkenal lainnya seperti fb, Twitter, dan Friendster.

* dilakukan melalui sikap nyata prilaku para umatnya, dgn demikian org lain yg melihat akan merasa terkagum melihat sifat org yg demikian, dan akan berusaha mengetahui lebih dalam soal dirinya, dgn demikian org seperti itu bisa mulai memberikan pengarahan tentang Buddhism,

* melalui musik, drama TV ataupun entertainment namun pembawa nya tentu harus umat awam yang memahami soal Dhamma,,,, dan tau batasan batasan sampai dimana harus melakukan aksinya

* dilakukan mulai dari keluarga, misalnya kepada para kemenakan kemenakan kita, dengan memberikan komik bacaan tetang Buddhist,.

saya rasa itu, yg lainnya mana tao ada yg mengetahui. hehehe  :))

Itu memang contoh kegiatan penyebaran dhammanya. Bagaimana dengan batasan cara-caranya? Sekarang ini 'kan ada penyesuaian yang katanya mengikuti "pangsa pasar" atau "kemajuan jaman"?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 02:05:12 PM
bukannya emang gak pernah ada yg namanya larangan secara umum,

yg ada kan larangan dalam kelompok (sangha).

tapi kan ajarannya menyeluruh secara umum :)
Buddha memang tidak mengeluarkan aturan (dan sanksi) bagi perumahtangga penganut Buddhisme, namun apakah "Ramani ngebor" itu sesuai dengan Ajaran Buddha, walaupun tidak ada larangannya?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 02:08:09 PM
Menurut saya, sudah dicontohkan oleh Sang Guru sendiri.
Membabarkan Dhamma pada saat yang sesuai, hanya bila diminta, dengan cara yang seimbang, tidak dengan membangkitkan nafsu indera, tidak berlebihan, dan seterusnya.

Kalau saya pribadi tidak melihat Dhammatainment sesuai dengan apa yang telah dicontohkan.

Bagaimana dengan dalih "demi menjaring banyak umat atas dasar belas kasih" atau "pembabaran hanya pada saat diminta adalah terlalu pasif dan apatis, kita harus aktif dan pro-aktif dalam menyebarkan Buddha-dhamma"?

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 02:40:13 PM
Dhammatainment, Lagu "rohani" Buddhis, Bhiksu "Hip-hop", semuanya dikatakan dengan dalih penyebaran Agama Buddha. Menurut rekan-rekan DC, apa batasannya penyebaran Agama Buddha dilakukan dengan pantas?


<Topik ini "terinspirasi" dari forum tetangga yang TS-nya mungkin member sini juga.>


No Junk, Please!

nah,saya juga mengajukan pertanyaan seperti itu..sebenarnya "cara apa yang pantas dalam menyebarkan Dhamma"?

kalau dilihat Theravada marketing nya paling gk oke deh...haha...kalau mahayana masih lebih mending,apalagi Maitreya ada joget2nya ..hahaha..
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 02:46:18 PM
Quote
"abg: pendekatannya dengan lagu, sharing(curhat) baru di sisipin dikit 2  dhamma"

tar abgnya jadinya hanya tahu curhat,Dhamma Nya kagak dapat..
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sumedho on 24 February 2010, 02:49:05 PM
 [at] Kainyn_kutho: Dhammatainment kek apa bro?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 02:50:01 PM
And then..mau nanya,banyak ceramah Dhamma yang diiringi lelucon,kadang leluconnya menurut saya berlebihan dan banyak teman saya yang ikutan dengan saya pigi dengar Dhamma Talk ,tidak ada yang ingat apa yang ingin disampaikan[DhammaNya],yang mereka ingat hanya bahwa Dhamma Talknya lucu,dibawakan oleh "pembicara yang lucu" dan mereka tertawa mengingat hal2 tersebut..Sebenarnya bermanfaatkah melakukan Dhammadesana dengan cara2 seperti itu?

Memang tidak dapat dipungkuri bahwa jangan terlalu kaku,karena nantinya umat akan bosan,tapi apakah dengan lelucon2 yang berlebihan maka umatnya bisa mengambil manfaat Dhamma itu sendiri?atau malah menjadi Ajang Lawak?

Kadang pembicaraannya serius,tiba2 menjadi lelucon,sehingga sering kali saya lihat ,orang tidak bisa membedakan antara yang serius dan lelucon..

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 24 February 2010, 02:51:32 PM
saya pribadi lebih suka menggunakan pendekatan kualitatif, jadi saya tidak menyukai gagasan terlalu berkompromi hingga menghalalkan segala cara demi untuk mengejar kuantitas.

Maaf kalau saya agak rendah hati mengaku bahwa saya juga adalah seorang musisi, namun saya tidak setuju mencampur musik dengan Dhamma, bahkan untuk musik2 yg soft sekalipun, apalagi yg hardcore.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 02:53:15 PM
Menurut saya, sudah dicontohkan oleh Sang Guru sendiri.
Membabarkan Dhamma pada saat yang sesuai, hanya bila diminta, dengan cara yang seimbang, tidak dengan membangkitkan nafsu indera, tidak berlebihan, dan seterusnya.

Kalau saya pribadi tidak melihat Dhammatainment sesuai dengan apa yang telah dicontohkan.

masalahnya kapan waktu yang tepat dan sesuai itu?hanya Buddha yang tahu..dengan cara seimbang bla2 dan seterusnya rasanya sulit dan kaku..
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 03:29:21 PM
[at] Kainyn_kutho: Dhammatainment kek apa bro?

Dhammatainment ini memang belum ada definisi bakunya, tapi ini istilah yang digunakan untuk perpaduan "dhamma" dan "entertainment". Misalnya penggunaan lagu dan tari-tarian dalam acara di vihara. Sepertinya film yang ada muatan dhamma juga mungkin bisa disebut dhammatainment.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 03:36:36 PM
And then..mau nanya,banyak ceramah Dhamma yang diiringi lelucon,kadang leluconnya menurut saya berlebihan dan banyak teman saya yang ikutan dengan saya pigi dengar Dhamma Talk ,tidak ada yang ingat apa yang ingin disampaikan[DhammaNya],yang mereka ingat hanya bahwa Dhamma Talknya lucu,dibawakan oleh "pembicara yang lucu" dan mereka tertawa mengingat hal2 tersebut..Sebenarnya bermanfaatkah melakukan Dhammadesana dengan cara2 seperti itu?
Hal yang sama pernah saya alami setelah menghadiri suatu "dhamma-talk" oleh Bhante Uttamo di MGK sekitar 2 tahun lalu. Sepulang dari acara, semua membicarakan "gurauan" dalam acara tersebut, namun tidak ada yang membahas dhamma di balik itu. Saya jadi bertanya2, betulkah makin banyak yang hadir, dhamma semakin berkembang?


Quote
Memang tidak dapat dipungkuri bahwa jangan terlalu kaku,karena nantinya umat akan bosan,tapi apakah dengan lelucon2 yang berlebihan maka umatnya bisa mengambil manfaat Dhamma itu sendiri?atau malah menjadi Ajang Lawak?

Kadang pembicaraannya serius,tiba2 menjadi lelucon,sehingga sering kali saya lihat ,orang tidak bisa membedakan antara yang serius dan lelucon..

Anumodana _/\_
Betul, saya rasa dalam kejadian itu, masalahnya sama sekali bukan pada cara berceramah Bhante yang menyenangkan, tetapi dari pola pikir pendengar itu sendiri.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 24 February 2010, 03:37:56 PM


Itu memang contoh kegiatan penyebaran dhammanya. Bagaimana dengan batasan cara-caranya? Sekarang ini 'kan ada penyesuaian yang katanya mengikuti "pangsa pasar" atau "kemajuan jaman"?

[/quote]

lebih tepatnya perubahan jaman, hahaha menurut saya sich jaman mah ga bisa diblg maju, malah diblg mundur dalam beberapa segi. =)) jks....

cara cara sudah saya sebut diatas, sekarang bagaimana batasannya,
menurut aye sich, karena aye masih lugu dan polos, ;D . maka batasannya semestinya.
pertama disesuaikan dengan Norma norma yg ada pada daerah setempat hendak disebarkan Dhamma,
Kedua penyebaran tdk melalui pelanggaran dari ke 5 sila yg ada, secara langsung maupun tidak langsung, secara tersirat maupun terus terang. :))
ketiga penyebaran harus sesuai dengan Dhamma yg ada, tdk bertolak belakang dengan Dhamma yang hendak disampaikan.
Keempat penyebaran seyogyanya dilakukan tanpa menjelekkan ataupun merendahkan pihak yang lain,
Ke lima penyebaran seyogyanya dilakukan dengan cara cinta kasih, tdk dengan pemaksaan, penipuan, fitnah, kesaksian palsu, janji janji palsu
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 03:40:44 PM
saya pribadi lebih suka menggunakan pendekatan kualitatif, jadi saya tidak menyukai gagasan terlalu berkompromi hingga menghalalkan segala cara demi untuk mengejar kuantitas.
Jadi apa saja batasannya?


Quote
Maaf kalau saya agak rendah hati mengaku bahwa saya juga adalah seorang musisi, namun saya tidak setuju mencampur musik dengan Dhamma, bahkan untuk musik2 yg soft sekalipun, apalagi yg hardcore.
Ini memang pernah dibahas juga.

Bagi yang berminat baca tentang pembahasan musik Buddhis, bisa ke topik Musik Rohani Buddhis (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,10411.0.html) di Board Diskusi Umum.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: CHANGE on 24 February 2010, 03:41:52 PM
Dhamma talk yang diiringi oleh humor adalah Relatif ( dan tidak setiap pembabar dhamma mempunyai kualitas tersebut ). Karena humor ( terutama kenyataan mengenai kehidupan ) adalah sesuatu yang dapat diterima secara luas, umum dan logika. Dan biasanya cara ini membuat pendengat lebih konsentrasi ke pembicara ( berbeda lapangan dan kondisi berbeda cara penyampaian ). Mungkin dalam membabarkan dhamma plus humor untuk pendengar yang berbeda latar belakang keinginan lebih bisa diterima secara meluas. Karena untuk membuat seseorang dengan pikiran terbuka menerima dhamma tentu tidak mudah. Dan cara ini menimbulkan “ keinginan “ untuk mengetahui lebih jauh mengenai dhamma.

Dhammadesana yang terlalu serius, akan menyebabkan pendengar tidak konsentrasi alias ngantuk ( khusus yang baru belajar atau pendengar biasa/ bukan pencari spiritual ).

Jadi semua tergantung kepada tempat, kondisi dan latar belakang dari pendengar, dan kemampuan pembabar dhamma dalam berinteraksi dengan pendengar

Beberapa rekaman VCD dan DVD, yang saya sebarkan ke teman dan keluarga memberikan efek yang positif dan berkelanjutan, dalam arti,  awalnya tidak tertarik menjadi tertarik untuk mempelajari dan mendalami dhamma lebih jauh. Ini adalah efek domino yang positif, dan menurut pendapat saya, di Indonesia kekurangan pembabar dhamma yang demikian. Karena ini adalah salah satu dari sekian metode untuk membuat Buddha Dhamma lebih berkembang.

 _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 24 February 2010, 03:44:54 PM
saya pribadi lebih suka menggunakan pendekatan kualitatif, jadi saya tidak menyukai gagasan terlalu berkompromi hingga menghalalkan segala cara demi untuk mengejar kuantitas.
Jadi apa saja batasannya?



batasannya saya kira jelas, tidak ada Dhammatainment, tidak ada penyebaran Dhamma lewat hip-hop atau ngebor.

Dhamma harus disebarkan dengan cara yg serius dan penuh penghormatan, bukan dengan cara bersantai, mengolok, dan memuaskan indria
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 24 February 2010, 03:49:41 PM
thread ini sama dengan  http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,2590.0.html
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 03:49:51 PM
And then..mau nanya,banyak ceramah Dhamma yang diiringi lelucon,kadang leluconnya menurut saya berlebihan dan banyak teman saya yang ikutan dengan saya pigi dengar Dhamma Talk ,tidak ada yang ingat apa yang ingin disampaikan[DhammaNya],yang mereka ingat hanya bahwa Dhamma Talknya lucu,dibawakan oleh "pembicara yang lucu" dan mereka tertawa mengingat hal2 tersebut..Sebenarnya bermanfaatkah melakukan Dhammadesana dengan cara2 seperti itu?
Hal yang sama pernah saya alami setelah menghadiri suatu "dhamma-talk" oleh Bhante Uttamo di MGK sekitar 2 tahun lalu. Sepulang dari acara, semua membicarakan "gurauan" dalam acara tersebut, namun tidak ada yang membahas dhamma di balik itu. Saya jadi bertanya2, betulkah makin banyak yang hadir, dhamma semakin berkembang?


Quote
Memang tidak dapat dipungkuri bahwa jangan terlalu kaku,karena nantinya umat akan bosan,tapi apakah dengan lelucon2 yang berlebihan maka umatnya bisa mengambil manfaat Dhamma itu sendiri?atau malah menjadi Ajang Lawak?

Kadang pembicaraannya serius,tiba2 menjadi lelucon,sehingga sering kali saya lihat ,orang tidak bisa membedakan antara yang serius dan lelucon..

Anumodana _/\_
Betul, saya rasa dalam kejadian itu, masalahnya sama sekali bukan pada cara berceramah Bhante yang menyenangkan, tetapi dari pola pikir pendengar itu sendiri.


betul..apalagi setiap selesai Dhamma Talk keesokan harinya saya balik bertanya apa "isi" Dhamma Talk semalam,rata2 teman saya malah tidak bisa menjawab..jadinya saya aneh..walau umatNya banyak berhamburan datang tetapi umat2nya rata2 tidak paham apa yang menjadi "isi" pembicaraan tersebut..

tertawa yang bijaksana boleh2 saja menurut saya,untuk mencegah kebosanan,tetapi saya rasa pada zaman Buddha Gotama,tidak ada murid Bhagava yang berceramah sambil melawak bukan?

benar,saya setuju "masalahnya" bukan pada "pembawa ceramah" tetapi pada orang yang "mendengarkan" ceramah tersebut apakah bisa "menangkap" maksud yang ingin disampaikan oleh si penceramah,apakah bisa membedakan antara mana yang "serius" dan mana yang "lelucon"..tetapi coba perhatikan,kadang ada "pembicara" yang ngelawaknya sudah tak beraturan,dan setiap hal dikomentari dengan lelucon2 dan akhirnya entah yang lebih dominan itu lelucon atau dhammanya?

saya tidak mengomentari Bhante yang berceramah lho,karena ceramah Ajahn Brahmavamso,Uttamo,dan lainnya menurut saya oke2 saja,karena agaknya "tidak berlebihan" menurut saya,tetapi ada beberapa penceramah[salah satunya adalah pendiri buku Buddhist dan rasanya pendirinya menjalin hubungan baik dengan pendiri DC ini..] ceramahnya terlalu berlebihan dan banyak leluconnya daripada DhammaNya,walau kalau orang yang teliti bisa mendapatkan manfaat dari Dhammanya..

dan nanti hari Magha Puja ini,tepatnya tanggal 14,si penceramah ini akan datang ke medan lagi,dan tahu kah anda apa komentar pertama sahabat saya kepada saya dan kepada semua orang yang di ajak?dia bilang ke saya dan rekan2 yang lain untuk mengikuti wishing candle yang di adakan salah 1 vihara di medan,kemudian saya tanyakan apa manfaat wishing candle?apakah Buddha ada mengajarkan wishing candle?terus dia jawab tidak tahu tuh,tapi dia langsung ngeloteh,tau tidak siapa yang bawa acara?itu tuh si "penceramah yang have fun dengan leluconnya"[saya tidak menyebutkan namanya..karena yang saya bahas bukan orangnya ,tetapi "cara berceramah dengan lelucon"],kemudian teman saya yang lain nyambung,,oh dia ya?pasti seru dia pinter ceramah[saya jadi bertanya tanya dalam hati,pinter ceramah Dhamma bagi mereka,atau pinter melawak untuk mereka?]...terus disambung lagi ma teman saya ke teman yang lainnya yang tidak ikut ceramah beberapa waktu yang lalu,,,dia bilang begini,"Sayang kalian tidak ikut kami ke ceramah waktu itu..lucu banget lho..tidak kaku kayak Bhante nya...kalau yang 1 ini lucu banget.."

[Intinya yang didapat lawaknya atau dhammanya?]

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 24 February 2010, 03:50:18 PM
^

saya suka dengan statement Ko Indra,, memang semestinya demikian, ini bisa untuk org org yg sudah mengenal Buddhism dan mendalami Buddhism, namun untuk menarik umat, cara seperti ini effective tergantung pada pribadi umat yg ada, pendekatan apapun jg, semua jg tergantung jodoh, ketertarikan oleh si umat, sesuai tdk dengan yg dia cari cari.....
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 03:50:21 PM

lebih tepatnya perubahan jaman, hahaha menurut saya sich jaman mah ga bisa diblg maju, malah diblg mundur dalam beberapa segi. =)) jks....
Kadang saya lihat memang ironis. Umat Buddha sendiri yang sering bilang dhamma itu "tidak lapuk oleh waktu", tapi umat Buddha juga yang mengatakan "pembabaran dhamma harus disesuaikan dengan jaman". Saya setuju untuk fasilitasnya, misalnya dulu tidak ada komputer, VCD, radio, sekarang sudah ada, jadi dijadikan media penyebaran dhamma. Tetapi etika dan perilaku yang diubah itu adalah sedikit aneh.


Quote
pertama disesuaikan dengan Norma norma yg ada pada daerah setempat hendak disebarkan Dhamma
Disesuaikan bagaimana? Apakah maksudnya seperti jika di kalangan orang-orang yang omongannya "hardcore", ucapan benar dalam JMB 8 dijadikan "abu-abu"?


Quote
Kedua penyebaran tdk melalui pelanggaran dari ke 5 sila yg ada, secara langsung maupun tidak langsung, secara tersirat maupun terus terang. :))
"Ramani ngebor" itu ga menentang sila lho.


Quote
ketiga penyebaran harus sesuai dengan Dhamma yg ada, tdk bertolak belakang dengan Dhamma yang hendak disampaikan.
Ini saya pribadi sangat setuju.

Quote
Keempat penyebaran seyogyanya dilakukan tanpa menjelekkan ataupun merendahkan pihak yang lain,
Ke lima penyebaran seyogyanya dilakukan dengan cara cinta kasih, tdk dengan pemaksaan, penipuan, fitnah, kesaksian palsu, janji janji palsu
Ini juga setuju. Secara umum, berarti penyebaran dhamma tidak disertai dengan perbuatan yang tercela atau menentang hukum yang berlaku.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 03:52:06 PM
thread ini sama dengan  http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,2590.0.html

Mirip, tetapi saya sengaja start di board Theravada agar patokan Vinaya yang digunakan tidak meluas ke mana-mana. 
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 24 February 2010, 03:52:52 PM
LOL kok bisa Quota Quota gt. gw kok nga bisa ya... gmana cranya neh
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 03:53:19 PM
Dhamma talk yang diiringi oleh humor adalah Relatif ( dan tidak setiap pembabar dhamma mempunyai kualitas tersebut ). Karena humor ( terutama kenyataan mengenai kehidupan ) adalah sesuatu yang dapat diterima secara luas, umum dan logika. Dan biasanya cara ini membuat pendengat lebih konsentrasi ke pembicara ( berbeda lapangan dan kondisi berbeda cara penyampaian ). Mungkin dalam membabarkan dhamma plus humor untuk pendengar yang berbeda latar belakang keinginan lebih bisa diterima secara meluas. Karena untuk membuat seseorang dengan pikiran terbuka menerima dhamma tentu tidak mudah. Dan cara ini menimbulkan “ keinginan “ untuk mengetahui lebih jauh mengenai dhamma.
betul2..benar sekali ..pendengar dari yang main handphone,bicara2 jadi lebih konsentrasi ke "pembicaranya" bukan ke "isi" yang dibicarakan..itu lah yang jadi masalah...
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 03:53:38 PM
LOL kok bisa Quota Quota gt. gw kok nga bisa ya... gmana cranya neh

bukan "a" tapi "e"
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 24 February 2010, 03:55:23 PM
crnya gmana? wkwkwkwkkw
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 03:58:40 PM
crnya gmana? wkwkwkwkkw

caranya ketik quote dan /quote dengan keduanya pake penutup []
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 03:59:10 PM
Dhamma talk yang diiringi oleh humor adalah Relatif ( dan tidak setiap pembabar dhamma mempunyai kualitas tersebut ). Karena humor ( terutama kenyataan mengenai kehidupan ) adalah sesuatu yang dapat diterima secara luas, umum dan logika. Dan biasanya cara ini membuat pendengat lebih konsentrasi ke pembicara ( berbeda lapangan dan kondisi berbeda cara penyampaian ). Mungkin dalam membabarkan dhamma plus humor untuk pendengar yang berbeda latar belakang keinginan lebih bisa diterima secara meluas. Karena untuk membuat seseorang dengan pikiran terbuka menerima dhamma tentu tidak mudah. Dan cara ini menimbulkan “ keinginan “ untuk mengetahui lebih jauh mengenai dhamma.
Ya, betul. Itu adalah relatif bagi pembabar dan pendengar. Saya baca sutta juga bisa senyum-senyum sendiri.
Tetapi fokus pendengar yang dibangun adalah berdasarkan kefasihan si pembabar dhamma dalam membawakannya, bukan selalu dari humor.


Quote
Dhammadesana yang terlalu serius, akan menyebabkan pendengar tidak konsentrasi alias ngantuk ( khusus yang baru belajar atau pendengar biasa/ bukan pencari spiritual ).
Dan karena relativitasnya, serius bagi sebagian orang tidak cocok, terlalu santai bagi sebagian orang lain tidak cocok.

Quote
Jadi semua tergantung kepada tempat, kondisi dan latar belakang dari pendengar, dan kemampuan pembabar dhamma dalam berinteraksi dengan pendengar

Beberapa rekaman VCD dan DVD, yang saya sebarkan ke teman dan keluarga memberikan efek yang positif dan berkelanjutan, dalam arti,  awalnya tidak tertarik menjadi tertarik untuk mempelajari dan mendalami dhamma lebih jauh. Ini adalah efek domino yang positif, dan menurut pendapat saya, di Indonesia kekurangan pembabar dhamma yang demikian. Karena ini adalah salah satu dari sekian metode untuk membuat Buddha Dhamma lebih berkembang.
Ini saya juga setuju.

Jadi menurut Bro CHANGE, sejauh mana seorang pembabar dhamma boleh "berimprovisasi"?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 04:03:23 PM
mau nanya..pembabaran Dhamma itu untuk apa?untuk memberitahukan tentang "kebenaran",untuk membuat orang "tertawa",untuk membuat orang "senang",untuk membuat orang "bosan",untuk membuat orang "datang",untuk membuat orang "tertarik" atau?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: hatRed on 24 February 2010, 04:06:36 PM
bukannya emang gak pernah ada yg namanya larangan secara umum,

yg ada kan larangan dalam kelompok (sangha).

tapi kan ajarannya menyeluruh secara umum :)
Buddha memang tidak mengeluarkan aturan (dan sanksi) bagi perumahtangga penganut Buddhisme, namun apakah "Ramani ngebor" itu sesuai dengan Ajaran Buddha, walaupun tidak ada larangannya?


yg dicari adalah "Yang sesuai" atau "Yang pantas"

jadi bagi saya, bagaimana kedok pengajaran/penyebaran suatu ajaran adalah pantas/sesuai jika tidak bertentangan dengan apa yg diajarkan.

mengenai ngebor/hip hop yah tinggal dilihat lagi apakah bertentangan dengan ajaran Agama Buddha?

karena di board Theravada yah dilihat dari kacamata Theravada ;D
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 04:07:51 PM
mau nanya..pembabaran Dhamma itu untuk apa?untuk memberitahukan tentang "kebenaran",untuk membuat orang "tertawa",untuk membuat orang "senang",untuk membuat orang "bosan",untuk membuat orang "datang",untuk membuat orang "tertarik" atau?

Alasan dari membuat "hiburan" itu adalah agar orang tertarik mendengar dhamma. Maka pertanyaannya kembali lagi, betulkah orang jadi tertarik dengan dhamma?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: CHANGE on 24 February 2010, 04:08:59 PM
Dhamma talk yang diiringi oleh humor adalah Relatif ( dan tidak setiap pembabar dhamma mempunyai kualitas tersebut ). Karena humor ( terutama kenyataan mengenai kehidupan ) adalah sesuatu yang dapat diterima secara luas, umum dan logika. Dan biasanya cara ini membuat pendengat lebih konsentrasi ke pembicara ( berbeda lapangan dan kondisi berbeda cara penyampaian ). Mungkin dalam membabarkan dhamma plus humor untuk pendengar yang berbeda latar belakang keinginan lebih bisa diterima secara meluas. Karena untuk membuat seseorang dengan pikiran terbuka menerima dhamma tentu tidak mudah. Dan cara ini menimbulkan “ keinginan “ untuk mengetahui lebih jauh mengenai dhamma.
betul2..benar sekali ..pendengar dari yang main handphone,bicara2 jadi lebih konsentrasi ke "pembicaranya" bukan ke "isi" yang dibicarakan..itu lah yang jadi masalah...


Semuanya kembali kepada pendengarnya, apa yang menjadi motivasi dalam mendengarkan dhamma talk, dan tidak bisa di pukul rata bahwa semua orang tidak mendapat manfaat dari dhamma talk plus humor. Karena kenyataan banyak yang masih ingat dhamma yang telah disampaikan dan mendapatkan manfaatnya.

IMO, seseorang dapat termotivasi untuk melanjutkan pencarian berikutnya, yakni pada saat awal "mendapat " sesuatu yang menarik dan membuat bathinnya terbuka seketika ( apapun bentuknya) . Inilah yang membuat seseorang melanjutkan pencarian dan pendalaman yang lebih jauh atas kehendak sendiri.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 24 February 2010, 04:11:00 PM
 [at]  Change, sepertinya subyek yang kita diskusikan adalah dari sisi pembabar bukan dari sisi pendengar
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 04:13:09 PM
yg dicari adalah "Yang sesuai" atau "Yang pantas"

jadi bagi saya, bagaimana kedok pengajaran/penyebaran suatu ajaran adalah pantas/sesuai jika tidak bertentangan dengan apa yg diajarkan.

mengenai ngebor/hip hop yah tinggal dilihat lagi apakah bertentangan dengan ajaran Agama Buddha?

karena di board Theravada yah dilihat dari kacamata Theravada ;D
Ya memang itulah yang sedang kita coba bahas di sini. Apa sajakah batasannya yang disebut pantas dari sudut pandang Tradisi Theravada, dan mengapa demikian. Jika ngebor/hip hop tidak boleh, dijelaskan kenapa tidak boleh, sementara tidak ada larangannya.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 24 February 2010, 04:15:38 PM
 Disesuaikan bagaimana? Apakah maksudnya seperti jika di kalangan orang-orang yang omongannya "hardcore", ucapan benar dalam JMB 8 dijadikan "abu-abu"? [/quote]

jika norma norma tersebut dimana mengharuskan org ngomongnya dgn kasar, dan selama ini kyknya nga ada norma kyk gt neh. =)) , tp kita bisa melakukan ngomong dengan halus asal tdk bertentangan dgn Norma yg ada,,, gt loh.  :))

[/quote]
"Ramani ngebor" itu ga menentang sila lho.  [/quote]

tdk bisa satu satu dilihat, semua harus memenuhi kiteria yg saya sampaikan, jgn ambil cuma satu point aja, mah kagak lengkap =)) . semua point yg saya sampaikan adalah satu kesatuan dan memiliki hubungan satu sama lainnya, kalo dipisah pisahkan ya pasti batasannya jg akan menjadi tdk jelas... tp apakah ini sesuai dengan Dhamma yg disampaikan? ngebor gt loh? :))
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 04:16:46 PM
Dhamma talk yang diiringi oleh humor adalah Relatif ( dan tidak setiap pembabar dhamma mempunyai kualitas tersebut ). Karena humor ( terutama kenyataan mengenai kehidupan ) adalah sesuatu yang dapat diterima secara luas, umum dan logika. Dan biasanya cara ini membuat pendengat lebih konsentrasi ke pembicara ( berbeda lapangan dan kondisi berbeda cara penyampaian ). Mungkin dalam membabarkan dhamma plus humor untuk pendengar yang berbeda latar belakang keinginan lebih bisa diterima secara meluas. Karena untuk membuat seseorang dengan pikiran terbuka menerima dhamma tentu tidak mudah. Dan cara ini menimbulkan “ keinginan “ untuk mengetahui lebih jauh mengenai dhamma.
betul2..benar sekali ..pendengar dari yang main handphone,bicara2 jadi lebih konsentrasi ke "pembicaranya" bukan ke "isi" yang dibicarakan..itu lah yang jadi masalah...


Semuanya kembali kepada pendengarnya, apa yang menjadi motivasi dalam mendengarkan dhamma talk, dan tidak bisa di pukul rata bahwa semua orang tidak mendapat manfaat dari dhamma talk plus humor. Karena kenyataan banyak yang masih ingat dhamma yang telah disampaikan dan mendapatkan manfaatnya.

IMO, seseorang dapat termotivasi untuk melanjutkan pencarian berikutnya, yakni pada saat awal "mendapat " sesuatu yang menarik dan membuat bathinnya terbuka seketika ( apapun bentuknya) . Inilah yang membuat seseorang melanjutkan pencarian dan pendalaman yang lebih jauh atas kehendak sendiri.

Kalau Ujung2nya semua tergantung si pendengar,jadi intinya tidak perlu deh DhammaIntertaiment,promosi berlebihan,lelucon2 yang berlebihan..toh "intinya" adalah kembali pada si pendengar bukan?

beda antara "menarik" dan "tertarik" ,kadang hal yang "menarik" membuat orang terus mencari tahu karena itu "menarik" "menantang" bagi dirinya..kalau orangnya "tertarik" karena "lelucon" maka dia hanya "tertarik" disaat panggung sandiwara itu diputar,atau lawak itu dimainkan,kalau "lawaknya" sudah "berhenti" maka dia juga "berhenti" karena tidak ada "lelucon" lagi yang membuatnya "tertarik" untuk mendengar...

kayak acara tukul Bukan 4 Mata,orang kan nenggoknya hanya ngakak lihat tingkah laku si tukul[kadang saya aja males nonton,padahal kadang ada isinya yang bagus,dan bisa jadi pengetahuan,tapi si tukul menurut saya tak pantas jadi pembawa acara,bagusan jadi tukang ngelawak aja..karena hal yang sudah serius,malah dia lecehkan dengan "sindiran2" dan tawa2 yang tidak penting itu..jadi ISInya MENJADI KABUR,di buat sama dia..],orang itu nonton acara Bukan 4 Mata,bukan karena "isi" pengetahuan yang dibabarkan di acara tersebut,tapi tingkah laku si pembawa acara yang jail,dan lelucon..

jadi jelaskah itu?

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 24 February 2010, 04:20:12 PM
kok pake [/quote] masih nga bisa
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 24 February 2010, 04:23:04 PM
kok pake
masih nga bisa


diawali dengan [ quote ] dan diakhiri dengan [ /quote ] tanpa spasi
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 04:24:18 PM
Quote
Disesuaikan bagaimana? Apakah maksudnya seperti jika di kalangan orang-orang yang omongannya "hardcore", ucapan benar dalam JMB 8 dijadikan "abu-abu"?

jika norma norma tersebut dimana mengharuskan org ngomongnya dgn kasar, dan selama ini kyknya nga ada norma kyk gt neh. =)) , tp kita bisa melakukan ngomong dengan halus asal tdk bertentangan dgn Norma yg ada,,, gt loh.  :))
Berarti dengan tujuan "menyebarkan dhamma" kita melakukan hal tidak baik dengan alasan "membaur"?


Quote
Quote
"Ramani ngebor" itu ga menentang sila lho. 

tdk bisa satu satu dilihat, semua harus memenuhi kiteria yg saya sampaikan, jgn ambil cuma satu point aja, mah kagak lengkap =)) . semua point yg saya sampaikan adalah satu kesatuan dan memiliki hubungan satu sama lainnya, kalo dipisah pisahkan ya pasti batasannya jg akan menjadi tdk jelas... tp apakah ini sesuai dengan Dhamma yg disampaikan? ngebor gt loh? :))

5 hal itu norma setempat, tidak melanggar sila, sesuai isi dhamma, tidak menjelekkan pihak lain, dengan cinta kasih.
Ngebor tidak melanggar norma dan sila. Dhamma tidak membahas ngebor-ngeboran, jadi tidak ada sutta yang mendukung atau menentang. Ngebor tidak menjelekkan pihak lain. Ngebor tidak relevan dengan cinta kasih, jadi bisa sesuai, bisa tidak, tergantung yang lagi ngebor.
Jadi bagaimana?

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sumedho on 24 February 2010, 04:26:18 PM
kalau secara pribadi, pengajaran Dhamma dengan pemuasan nafsu inderawi, tidak setuju.

tapi apa perlu dibedakan antara pengajaran Dhamma dan penyebaran Agama? Yg satu membuat orang memahami/mengerti esensi yg satu lagi membuat orang mengenal dan "eksis" yah seperti marketing
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 24 February 2010, 04:26:37 PM
IMO, seorang pembabar yang membabarkan Dhamma dengan penuh penghormatan mustahil dapat melakukannya sambil ngebor
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 04:27:37 PM
kalau secara pribadi, pengajaran Dhamma dengan pemuasan nafsu inderawi, tidak setuju.

tapi apa perlu dibedakan antara pengajaran Dhamma dan penyebaran Agama? Yg satu membuat orang memahami/mengerti esensi yg satu lagi membuat orang mengenal dan "eksis" yah seperti marketing

pemuasan nafsu inderawi,maksudnya?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 24 February 2010, 04:29:05 PM
lol kok jd gitu. maksud saya org org di daerah setempat mungkin karena kebiasaan ngomong kasar tp kita tdk semestinya ikt mereka ngomong kasar........... kita bisa bicara dengan lembut dan nga pake kasar gt... dan juga norma tdk melarang kan untuk ngomong secara halus...


Quote
5 hal itu norma setempat, tidak melanggar sila, sesuai isi dhamma, tidak menjelekkan pihak lain, dengan cinta kasih.
Ngebor tidak melanggar norma dan sila. Dhamma tidak membahas ngebor-ngeboran, jadi tidak ada sutta yang mendukung atau menentang. Ngebor tidak menjelekkan pihak lain. Ngebor tidak relevan dengan cinta kasih, jadi bisa sesuai, bisa tidak, tergantung yang lagi ngebor.
Jadi bagaimana?

btw jika Dhamma tdk membahas soal Ngebor, ngapain jg kita ngebor gt... kan hal ini jg tdk relaven dgn Dhamma yg hendak disampaikan.. kyknya point yg saya tulis juga ada menyangkut dengan relevansi dgn Dhamma yg disampaikan
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: g.citra on 24 February 2010, 04:30:34 PM
Menurut rekan-rekan DC, apa batasannya penyebaran Agama Buddha dilakukan dengan pantas?

Ikut berpendapat ...
Pendapat saya gak bakal ketemu sebuah batasan untuk sebuah nilai kepantasan dalam membawa 'misi' yang dilandasi oleh kepentingan semata (hanya dalih) ...

Kadang, tanpa dimotivasi lewat tehnik tertentupun orang akan menerima kenyataan apa adanya tentang sebuah realitas tanpa embel-embel sebuah titel 'agama' ... sebaliknya, walau berbagai macam cara dipakai guna penyebaran 'misi kebenaran', tak akan memberi pengaruh apa-apa pada orang-orang tertentu ...

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: CHANGE on 24 February 2010, 04:30:58 PM
Dhamma talk yang diiringi oleh humor adalah Relatif ( dan tidak setiap pembabar dhamma mempunyai kualitas tersebut ). Karena humor ( terutama kenyataan mengenai kehidupan ) adalah sesuatu yang dapat diterima secara luas, umum dan logika. Dan biasanya cara ini membuat pendengat lebih konsentrasi ke pembicara ( berbeda lapangan dan kondisi berbeda cara penyampaian ). Mungkin dalam membabarkan dhamma plus humor untuk pendengar yang berbeda latar belakang keinginan lebih bisa diterima secara meluas. Karena untuk membuat seseorang dengan pikiran terbuka menerima dhamma tentu tidak mudah. Dan cara ini menimbulkan “ keinginan “ untuk mengetahui lebih jauh mengenai dhamma.
betul2..benar sekali ..pendengar dari yang main handphone,bicara2 jadi lebih konsentrasi ke "pembicaranya" bukan ke "isi" yang dibicarakan..itu lah yang jadi masalah...


Semuanya kembali kepada pendengarnya, apa yang menjadi motivasi dalam mendengarkan dhamma talk, dan tidak bisa di pukul rata bahwa semua orang tidak mendapat manfaat dari dhamma talk plus humor. Karena kenyataan banyak yang masih ingat dhamma yang telah disampaikan dan mendapatkan manfaatnya.

IMO, seseorang dapat termotivasi untuk melanjutkan pencarian berikutnya, yakni pada saat awal "mendapat " sesuatu yang menarik dan membuat bathinnya terbuka seketika ( apapun bentuknya) . Inilah yang membuat seseorang melanjutkan pencarian dan pendalaman yang lebih jauh atas kehendak sendiri.

Kalau Ujung2nya semua tergantung si pendengar,jadi intinya tidak perlu deh DhammaIntertaiment,promosi berlebihan,lelucon2 yang berlebihan..toh "intinya" adalah kembali pada si pendengar bukan?

beda antara "menarik" dan "tertarik" ,kadang hal yang "menarik" membuat orang terus mencari tahu karena itu "menarik" "menantang" bagi dirinya..kalau orangnya "tertarik" karena "lelucon" maka dia hanya "tertarik" disaat panggung sandiwara itu diputar,atau lawak itu dimainkan,kalau "lawaknya" sudah "berhenti" maka dia juga "berhenti" karena tidak ada "lelucon" lagi yang membuatnya "tertarik" untuk mendengar...

kayak acara tukul Bukan 4 Mata,orang kan nenggoknya hanya ngakak lihat tingkah laku si tukul[kadang saya aja males nonton,padahal kadang ada isinya yang bagus,dan bisa jadi pengetahuan,tapi si tukul menurut saya tak pantas jadi pembawa acara,bagusan jadi tukang ngelawak aja..karena hal yang sudah serius,malah dia lecehkan dengan "sindiran2" dan tawa2 yang tidak penting itu..jadi ISInya MENJADI KABUR,di buat sama dia..],orang itu nonton acara Bukan 4 Mata,bukan karena "isi" pengetahuan yang dibabarkan di acara tersebut,tapi tingkah laku si pembawa acara yang jail,dan lelucon..

jadi jelaskah itu?

Anumodana _/\_

Tentu menjadi pertanyaan, apa tujuan dhammadesana tersebut dilakukan ?

Bagaimana cara sesuai untuk penyebaran dhamma ? Tentu yang dibahas sesuatu yang pantas dan tidak pantas. IMO, jika sesuatu yang tidak pantas misalnya dhamma talk plus humor disoroti secara negatif karena tidak sesuai dengan dhamma dan vinaya. Apakah dhamma talk tersebut masih bisa berlanjut atau tamat ?

 _/\_

Saya pribadi juga tidak suka acara tukul.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Brado on 24 February 2010, 04:37:45 PM
Memangnya ada masalah kalau memang tidak ada nyanyian?

Mungkin bagi yang sudah dewasa dan telah mengerti pemahaman Buddha Dhamma, sudah maju dalam pengembangan batin dan mengikuti cara2 yang diajarkan dalam Sigalovada Sutta serta terlatih dalam meditasi.. boleh saja tidak memerlukan nyanyian.. namun bagi umat Buddha yang pengetahuan Dhammanya masih baru .. saya rasa masih butuh ajaran Dhamma dalam bentuk lain.. yakni lagu2 Buddhis.. agar lebih mudah pemahamannya.. hal ini pribadi pernah saya rasakan sewaktu mengisi sekolah minggu anak2 Buddhis.. agak sulit mencari variasi acara agar anak2 tertarik mengikuti kelas Dhamma..
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 04:37:56 PM
Quote
Tentu menjadi pertanyaan, apa tujuan dhammadesana tersebut dilakukan ?

Bagaimana cara sesuai untuk penyebaran dhamma ? Tentu yang dibahas sesuatu yang pantas dan tidak pantas. IMO, jika sesuatu yang tidak pantas misalnya dhamma talk plus humor disoroti secara negatif karena tidak sesuai dengan dhamma dan vinaya. Apakah dhamma talk tersebut masih bisa berlanjut atau tamat ?

bukan soal tujuan Dhammadesana,thread ini jelas menyoroti "cara yang sesuai dalam Dhammadesana" atau "cara yang sesuai untuk membabarkan Dhamma"..

Quote
"IMO, jika sesuatu yang tidak pantas misalnya dhamma talk plus humor disoroti secara negatif karena tidak sesuai dengan dhamma dan vinaya. Apakah dhamma talk tersebut masih bisa berlanjut atau tamat "
untuk pertanyaan ini,saya tidak memiliki wewenang apapun untuk menjawab apakah Dhamma Talk tersebut masih bisa berlanjut atau tamat...

yang jelas,yang kita bahas disini dari sudut pandang Theravada tentang tata cara penyebaran Buddha Dhamma..


Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 04:38:28 PM
kalau secara pribadi, pengajaran Dhamma dengan pemuasan nafsu inderawi, tidak setuju.
Tidak setujunya kenapa?


Quote
tapi apa perlu dibedakan antara pengajaran Dhamma dan penyebaran Agama? Yg satu membuat orang memahami/mengerti esensi yg satu lagi membuat orang mengenal dan "eksis" yah seperti marketing
Saya pikir sepertinya tidak terpisahkan. Apa pun yang dilakukan seseorang dalam "marketing"-nya, itulah yang memberikan kesan bagi orang lain dalam menilai agama tersebut.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 04:42:44 PM
IMO, seorang pembabar yang membabarkan Dhamma dengan penuh penghormatan mustahil dapat melakukannya sambil ngebor

Menurut saya juga demikian. Itu hanya contoh ekstrem saja.
Bagaimana kalau misalnya pembabaran dhammanya dilakukan orang tertentu, tapi acara itu didahului dengan pertunjukan wanita-wanita cantik ngebor, misalnya? Tentu saja dengan dalih menjaring "hidung belang" untuk mendengar dhamma.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 04:46:21 PM
Memangnya ada masalah kalau memang tidak ada nyanyian?

Mungkin bagi yang sudah dewasa dan telah mengerti pemahaman Buddha Dhamma, sudah maju dalam pengembangan batin dan mengikuti cara2 yang diajarkan dalam Sigalovada Sutta serta terlatih dalam meditasi.. boleh saja tidak memerlukan nyanyian.. namun bagi umat Buddha yang pengetahuan Dhammanya masih baru .. saya rasa masih butuh ajaran Dhamma dalam bentuk lain.. yakni lagu2 Buddhis.. agar lebih mudah pemahamannya.. hal ini pribadi pernah saya rasakan sewaktu mengisi sekolah minggu anak2 Buddhis.. agak sulit mencari variasi acara agar anak2 tertarik mengikuti kelas Dhamma..

kalau saya pribadi,malah dengan nyanyian2,tarian2,kesenian dan segala macam hal yang di luar Dhamma tetapi aktivitasnya didalam Vihara dan kayak sekolah minggu buddhisme tetapi yang diajarkan bukan "cerita2" tentang Ajaran buddha..malah nantinya anak2 tersebut hanya melekat pada "nyanyian2" seperti itu,"tarian2" seperti itu dan menganggap Vihara hanya lah tempat bersosialisasi,mencari kawan atau pacar,tempat bermain,sudah kayak taman kanak2 menurut saya..

Malah sekarang yang parahnya lagi,yang banyak nyanyi2 itu banyak tidak tahu arti nyanyian itu sendiri,kayak pratek puja bakti versi Mahayana,kayak Ta Pei Cho,entah apalagi..dan anehnya setelah mereka "melekat" dengan tata cara nyanyian2 tersebut,mereka akan terbawa ketika membaca paritta suci atau sutta suci versi Theravada sewaktu melaksanakan puja bhakti..

dan jujur saja,saya sangat terganggu dengan hal tersebut,saya lebih bagus mendengar kaset puja bhakti dirumah daripada ke vihara ikut puja bhakti,karena ke vihara yang baca nya "benar" itu hanya 1 orang yang baca di depan itu,yang umatnya ikutin semua kayak lagi "konser lagu"..[dan membuat saya tidak bisa latihan membaca dengan benar,karena saya sendiri tidak pandai membaca!!]

pertanyaannya adalah apakah pantas Khotbah2 Suci Buddha di jadikan LAGU kayak BEGITU dengan DALIH pembenaran untuk LEBIH MUDAH DIPAHAMI,dan segala macem DALIH lagi?atau UNTUK MENARIK pangsa PASAR??

Khotbah suci Buddha jelas bagi saya,bahkan dihormati oleh para makhluk yang tak nampak,dan mereka jelas bernamakara dan beranjali dihadapan pembacaan teks2 suci tersebut..Jadi atas dasar apa membawa Dhamma dengan cara nyanyian2 yang memuaskan "inderawi" kita itu dikatakan cara yang tepat dan dijadikan pembenaran atas hal tersebut?

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 04:47:48 PM
IMO, seorang pembabar yang membabarkan Dhamma dengan penuh penghormatan mustahil dapat melakukannya sambil ngebor

Menurut saya juga demikian. Itu hanya contoh ekstrem saja.
Bagaimana kalau misalnya pembabaran dhammanya dilakukan orang tertentu, tapi acara itu didahului dengan pertunjukan wanita-wanita cantik ngebor, misalnya? Tentu saja dengan dalih menjaring "hidung belang" untuk mendengar dhamma.

emangnya ada yang pembabaran Dhamma yang pertunjukan awalnya kayak begitu?? :-)
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 24 February 2010, 04:48:45 PM
Quote
Menurut saya juga demikian. Itu hanya contoh ekstrem saja.
Bagaimana kalau misalnya pembabaran dhammanya dilakukan orang tertentu, tapi acara itu didahului dengan pertunjukan wanita-wanita cantik ngebor, misalnya? Tentu saja dengan dalih menjaring "hidung belang" untuk mendengar dhamma
ini mah udh tdk sesuai dengan Dhamma yg hendak disampaikan, bahkan ini jg sudah termasuk menambah LDM.  :)) :)) :)) dan pada akhirnya bukan Dhamma yg diresapi tapi malah ngebornya.  :))
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 24 February 2010, 04:49:33 PM
IMO, seorang pembabar yang membabarkan Dhamma dengan penuh penghormatan mustahil dapat melakukannya sambil ngebor

Menurut saya juga demikian. Itu hanya contoh ekstrem saja.
Bagaimana kalau misalnya pembabaran dhammanya dilakukan orang tertentu, tapi acara itu didahului dengan pertunjukan wanita-wanita cantik ngebor, misalnya? Tentu saja dengan dalih menjaring "hidung belang" untuk mendengar dhamma.

saya pernah mengikuti kegiatan serupa di atas, dan si bhikkhu yang rencananya akan berceramah akhirnya memutuskan menolak memberikan ceramah setelah melihat tontonan yg tidak selayaknya itu, dan saya setuju dengan sikap bhikkhu tsb.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: johan3000 on 24 February 2010, 04:56:28 PM
salah satu biksu favorite gw berceramah.....

di Taiwan ada dua org menikah, kakeknya 92th, ceweknya 88th... uhh sangat tuo, dan kalau umurnya dijumlahkan hampir 200th.... karna ini berita menarik maka wartawanpun berjubel mewawancarain kedua mempelai yg amat tuo... dasar wartawan juga "nakal", maka mereka bersorak supaya kakek dan nenek tsb CIUMAN.... dgn malu2 kedua mempelaipun BERCIUMAN.... ehhh tau2 suara cplok, tok, tok, kretak.....
rupanya GIGI PALSU kakek COPOT,... sambil mencuci gigi palsu dan bersiul, kakeknya bilang wuuh nenek ini rasanya mantep.

Dan ternyata sebagian besar pengunjung yg mendengarkan ceramah ini ketawa TERPINGKAL-PINGKAL...

Biksu yg menceritakan cerita diatas adalah sangat berpengetahuan tentang dhamma. Dan sekali-kali dia menghibur umatnya (umat yg baru belajar). sisanya dia berceramah yg level TENGAH, dan sebagian pada level yg AMAT TINGGI.... jadi campur2 begitu.

Nah pertanyaannya apakah cerita nenek dan kakek tsb perlu ?
Menurut gw sih Biksu tsb udah dgn sempurna menghibur dan memberikan pelajaran dhamma pada semua level umat (bahkan biksu2 lain) yg ikut mendengarkannya.

IMHO, biksu ini telah berceramah dgn baik, mendalam, disisipin cerita2 segar, bermanfaat....semua pendengarnya gak ada yg ngantuk...

Bagaimana menurut pendapat yg lain ?  :D
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Brado on 24 February 2010, 04:58:07 PM
Memangnya ada masalah kalau memang tidak ada nyanyian?

Mungkin bagi yang sudah dewasa dan telah mengerti pemahaman Buddha Dhamma, sudah maju dalam pengembangan batin dan mengikuti cara2 yang diajarkan dalam Sigalovada Sutta serta terlatih dalam meditasi.. boleh saja tidak memerlukan nyanyian.. namun bagi umat Buddha yang pengetahuan Dhammanya masih baru .. saya rasa masih butuh ajaran Dhamma dalam bentuk lain.. yakni lagu2 Buddhis.. agar lebih mudah pemahamannya.. hal ini pribadi pernah saya rasakan sewaktu mengisi sekolah minggu anak2 Buddhis.. agak sulit mencari variasi acara agar anak2 tertarik mengikuti kelas Dhamma..

kalau saya pribadi,malah dengan nyanyian2,tarian2,kesenian dan segala macam hal yang di luar Dhamma tetapi aktivitasnya didalam Vihara dan kayak sekolah minggu buddhisme tetapi yang diajarkan bukan "cerita2" tentang Ajaran buddha..malah nantinya anak2 tersebut hanya melekat pada "nyanyian2" seperti itu,"tarian2" seperti itu dan menganggap Vihara hanya lah tempat bersosialisasi,mencari kawan atau pacar,tempat bermain,sudah kayak taman kanak2 menurut saya..

Malah sekarang yang parahnya lagi,yang banyak nyanyi2 itu banyak tidak tahu arti nyanyian itu sendiri,kayak pratek puja bakti versi Mahayana,kayak Ta Pei Cho,entah apalagi..dan anehnya setelah mereka "melekat" dengan tata cara nyanyian2 tersebut,mereka akan terbawa ketika membaca paritta suci atau sutta suci versi Theravada sewaktu melaksanakan puja bhakti..

dan jujur saja,saya sangat terganggu dengan hal tersebut,saya lebih bagus mendengar kaset puja bhakti dirumah daripada ke vihara ikut puja bhakti,karena ke vihara yang baca nya "benar" itu hanya 1 orang yang baca di depan itu,yang umatnya ikutin semua kayak lagi "konser lagu"..[dan membuat saya tidak bisa latihan membaca dengan benar,karena saya sendiri tidak pandai membaca!!]

pertanyaannya adalah apakah pantas Khotbah2 Suci Buddha di jadikan LAGU kayak BEGITU dengan DALIH pembenaran untuk LEBIH MUDAH DIPAHAMI,dan segala macem DALIH lagi?atau UNTUK MENARIK pangsa PASAR??

Khotbah suci Buddha jelas bagi saya,bahkan dihormati oleh para makhluk yang tak nampak,dan mereka jelas bernamakara dan beranjali dihadapan pembacaan teks2 suci tersebut..Jadi atas dasar apa membawa Dhamma dengan cara nyanyian2 yang memuaskan "inderawi" kita itu dikatakan cara yang tepat dan dijadikan pembenaran atas hal tersebut?

Bukankah kebenaran Dhamma itu bisa berada dimana saja ? Yang penting orang tersebut dapat mengerti dan memahaminya ? Memang masih ditemui pelafalan Paritta dan lagu Buddhis yang tidak sesuai dengan ajaran.. dan itu tentunya butuh peranan Dhamma Duta yang handal untuk membetulkan itu semua..
Setau saya lagu2 Buddhis tidak berisikan Kotbah2 Buddha, namun ada juga yang bertemakan perenungan ke dalam diri.. bahkan seorang Bhikkhu almarhum terkenal sangat handal mencipta lagu2 rohani Buddhis yang masih banyak dikenal karya2nya hingga saat ini.. kembali kepada selera masing2, jika dirasa tidak cocok.. yah itu adalah hak pribadi masing2 individu...
Hanya saya rasa anak2 perlu ketertarikan belajar Dhamma dengan pelan2.. daripada ia tertarik dengan ajaran tetangga, alhasil generasi muda Buddhis kita kedepannya akan semakin surut... akan lebih sayang lagi kan ?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 05:01:32 PM
lol kok jd gitu. maksud saya org org di daerah setempat mungkin karena kebiasaan ngomong kasar tp kita tdk semestinya ikt mereka ngomong kasar........... kita bisa bicara dengan lembut dan nga pake kasar gt... dan juga norma tdk melarang kan untuk ngomong secara halus...
Ya, setuju. Berarti pembabar tidak perlu ikut-ikutan budaya yang tidak sesuai dengan ajaran Buddha, betul?



Quote
Quote
5 hal itu norma setempat, tidak melanggar sila, sesuai isi dhamma, tidak menjelekkan pihak lain, dengan cinta kasih.
Ngebor tidak melanggar norma dan sila. Dhamma tidak membahas ngebor-ngeboran, jadi tidak ada sutta yang mendukung atau menentang. Ngebor tidak menjelekkan pihak lain. Ngebor tidak relevan dengan cinta kasih, jadi bisa sesuai, bisa tidak, tergantung yang lagi ngebor.
Jadi bagaimana?

btw jika Dhamma tdk membahas soal Ngebor, ngapain jg kita ngebor gt... kan hal ini jg tdk relaven dgn Dhamma yg hendak disampaikan.. kyknya point yg saya tulis juga ada menyangkut dengan relevansi dgn Dhamma yg disampaikan
Seperti saya bilang, gunanya untuk menarik umat agar datang ke pembabaran tersebut.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sostradanie on 24 February 2010, 05:02:19 PM
Tergantung tujuan dari pembabarnya.Apakah tujuannya adu banyak mencari umat.Sama seperti parpol mencari massa pendukung.Dengan artis-artis segala.Makin seksi..makin hot..makin banyak yang datang.Rata-rata orang ingin memuaskan inderawinya.

Tapi jika tujuannya membabarkan dhamma untuk orang itu mengerti.Untuk memahami.Saya rasa cara itu tidak cocok.Kenapa??Ajaran sang Buddha mengajarkan kepada kita untuk tidak melekat.Sepertinya bertolak belakang sekali dengan cara pembabaran seperti itu.

Sang Buddha mengatakan ada orang yang sedikit debu dimatanya.Dan ada orang yang banyak debu dimatanya.Orang yang banyak debu dimatanya,walau dhamma itu didepan matanya tetap saja tidak kelihatan.Orang yang berjodoh dengan dhamma akan mencari dhamma.Tapi yang tidak berjodoh dengan dhamma,sudah punya pun akan meninggalkannya.

Kalau kita ingin musik..ada tempatnya.Kalau ingin enjoy ada juga tempatnya.Kenapa dhamma harus dicampur adukkan  dengan semua itu??

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sumedho on 24 February 2010, 05:04:49 PM
kalau secara pribadi, pengajaran Dhamma dengan pemuasan nafsu inderawi, tidak setuju.

tapi apa perlu dibedakan antara pengajaran Dhamma dan penyebaran Agama? Yg satu membuat orang memahami/mengerti esensi yg satu lagi membuat orang mengenal dan "eksis" yah seperti marketing

pemuasan nafsu inderawi,maksudnya?
misalnya menggunakan film atau lagu dimana indera2x dimanja dimana malahan mengalihkan perhatian dari esensi Dhamma yang diajarkan.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 05:05:14 PM
Mungkin bagi yang sudah dewasa dan telah mengerti pemahaman Buddha Dhamma, sudah maju dalam pengembangan batin dan mengikuti cara2 yang diajarkan dalam Sigalovada Sutta serta terlatih dalam meditasi.. boleh saja tidak memerlukan nyanyian.. namun bagi umat Buddha yang pengetahuan Dhammanya masih baru .. saya rasa masih butuh ajaran Dhamma dalam bentuk lain.. yakni lagu2 Buddhis.. agar lebih mudah pemahamannya.. hal ini pribadi pernah saya rasakan sewaktu mengisi sekolah minggu anak2 Buddhis.. agak sulit mencari variasi acara agar anak2 tertarik mengikuti kelas Dhamma..
Jika ada orang yang bukan Buddhis, terbiasa dalam keheningan, cenderung pada pelepasan nafsu, baik dalam moralitas, melihat suatu pembabaran Buddha-dhamma disertai dengan hal-hal yang memanjakan indera, kira-kira orang itu menjadi tertarik tidak dengan Ajaran Buddha?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 05:05:18 PM
salah satu biksu favorite gw berceramah.....

di Taiwan ada dua org menikah, kakeknya 92th, ceweknya 88th... uhh sangat tuo, dan kalau umurnya dijumlahkan hampir 200th.... karna ini berita menarik maka wartawanpun berjubel mewawancarain kedua mempelai yg amat tuo... dasar wartawan juga "nakal", maka mereka bersorak supaya kakek dan nenek tsb CIUMAN.... dgn malu2 kedua mempelaipun BERCIUMAN.... ehhh tau2 suara cplok, tok, tok, kretak.....
rupanya GIGI PALSU kakek COPOT,... sambil mencuci gigi palsu dan bersiul, kakeknya bilang wuuh nenek ini rasanya mantep.

Dan ternyata sebagian besar pengunjung yg mendengarkan ceramah ini ketawa TERPINGKAL-PINGKAL...

Biksu yg menceritakan cerita diatas adalah sangat berpengetahuan tentang dhamma. Dan sekali-kali dia menghibur umatnya (umat yg baru belajar). sisanya dia berceramah yg level TENGAH, dan sebagian pada level yg AMAT TINGGI.... jadi campur2 begitu.

Nah pertanyaannya apakah cerita nenek dan kakek tsb perlu ?
Menurut gw sih Biksu tsb udah dgn sempurna menghibur dan memberikan pelajaran dhamma pada semua level umat (bahkan biksu2 lain) yg ikut mendengarkannya.

IMHO, biksu ini telah berceramah dgn baik, mendalam, disisipin cerita2 segar, bermanfaat....

Bagaimana menurut pendapat yg lain ?

dari kata berikut yang saya boldkan :

Biksu yg menceritakan cerita diatas adalah sangat berpengetahuan tentang dhamma.

= um..btw darimana anda tahu bahwa biksu yang anda ceritakan diatas adalah sangat berpengetahuan tentang dhamma..emangnya apa sih tolak ukurnya sehingga anda katakan "sangat"..jadi penasaran saya... :)

Dan sekali-kali dia menghibur umatnya (umat yg baru belajar).
=sekali-kali...atau berkali-kali atau sering kali?

sisanya dia berceramah yg level TENGAH, dan sebagian pada level yg AMAT TINGGI.... jadi campur2 begitu.
= darimana tahu antara "level tengah" ama "level amat tinggi"?campur2 ?jual es campur?

Menurut gw sih Biksu tsb udah dgn sempurna menghibur dan memberikan pelajaran dhamma pada semua level umat (bahkan biksu2 lain) yg ikut mendengarkannya.
="dengan sempurna menghibur" dan "memberikan pelajaran dhamma pada semua level umat"
dua pernyataan yang bertolak belakang..yang 1 sempurna dalam menghibur ,yang 1 lagi memberikan pelajaran dhamma pada semua level..pertanyaanya bhiksu favorit anda sedangn ngelawak atau sedang membabarkan dhamma?atau membabarkan dhamma sambil ngelawak?
"memberikan pelajaran dhamma pada semua level umat" = wow..hebat banget ya Bhiksu favorit anda,mungkin saja dia setara dengan Buddha Gotama,karena dia bisa memberikan pelajaran dhamma pada semua level umat di saat Dhamma Talk,padahal umat yang datang ribuan[pastinya ribuan dong,dari cerita diatas yang saya tangkap,paling tidak kalau di Dhamma Talk,ribuan orang datang deh?] banyak sekali macam2 jenis manusia yang tidak sama 1 sama lainnya,bahkan kalau mereka semua kembar identik.. :)

IMHO, biksu ini telah berceramah dgn baik, mendalam, disisipin cerita2 segar, bermanfaat....
=kategorinya apa ya?koq anda beropini seperti itu?

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 05:08:10 PM
emangnya ada yang pembabaran Dhamma yang pertunjukan awalnya kayak begitu?? :-)

Jika tidak ada batasannya, yang penting banyak umat, bukankah itu mungkin terjadi, entah akan atau sudah terjadi sekarang? :)
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 24 February 2010, 05:09:27 PM
 [at]  Riky dan Johan,

karena TS ingin pembahasan dilakukan hanya dari sudut pandang Theravada sesuai board ini, maka pembahasan bhiksu tidak relevan di sini
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 05:10:03 PM
Quote
Bukankah kebenaran Dhamma itu bisa berada dimana saja ? Yang penting orang tersebut dapat mengerti dan memahaminya ? Memang masih ditemui pelafalan Paritta dan lagu Buddhis yang tidak sesuai dengan ajaran.. dan itu tentunya butuh peranan Dhamma Duta yang handal untuk membetulkan itu semua..
Setau saya lagu2 Buddhis tidak berisikan Kotbah2 Buddha, namun ada juga yang bertemakan perenungan ke dalam diri.. bahkan seorang Bhikkhu almarhum terkenal sangat handal mencipta lagu2 rohani Buddhis yang masih banyak dikenal karya2nya hingga saat ini.. kembali kepada selera masing2, jika dirasa tidak cocok.. yah itu adalah hak pribadi masing2 individu...
Hanya saya rasa anak2 perlu ketertarikan belajar Dhamma dengan pelan2.. daripada ia tertarik dengan ajaran tetangga, alhasil generasi muda Buddhis kita kedepannya akan semakin surut... akan lebih sayang lagi kan ?

betul..kebenaran ada dimana-mana..tetapi kebenaran yang ada dimana-mana itu "ditutupi" oleh kebodohan yang sangat tebal diperparah oleh kondisi yang membodohkan.. :)
mana yang lebih bagus ya kira2...tertarik dengan agama tetangga,atau generasi Buddhis kita menggangap apa yang bukan Ajaran Buddha sebagai Ajaran Buddha dan menjadi fanatik didalamnya?yang lebih parah mana ya??[contoh kasusnya silakan lirik Maitreya]


Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 24 February 2010, 05:10:35 PM
salah satu biksu favorite gw berceramah.....

di Taiwan ada dua org menikah, kakeknya 92th, ceweknya 88th... uhh sangat tuo, dan kalau umurnya dijumlahkan hampir 200th.... karna ini berita menarik maka wartawanpun berjubel mewawancarain kedua mempelai yg amat tuo... dasar wartawan juga "nakal", maka mereka bersorak supaya kakek dan nenek tsb CIUMAN.... dgn malu2 kedua mempelaipun BERCIUMAN.... ehhh tau2 suara cplok, tok, tok, kretak.....
rupanya GIGI PALSU kakek COPOT,... sambil mencuci gigi palsu dan bersiul, kakeknya bilang wuuh nenek ini rasanya mantep.

Dan ternyata sebagian besar pengunjung yg mendengarkan ceramah ini ketawa TERPINGKAL-PINGKAL...

Biksu yg menceritakan cerita diatas adalah sangat berpengetahuan tentang dhamma. Dan sekali-kali dia menghibur umatnya (umat yg baru belajar). sisanya dia berceramah yg level TENGAH, dan sebagian pada level yg AMAT TINGGI.... jadi campur2 begitu.

Nah pertanyaannya apakah cerita nenek dan kakek tsb perlu ?
Menurut gw sih Biksu tsb udah dgn sempurna menghibur dan memberikan pelajaran dhamma pada semua level umat (bahkan biksu2 lain) yg ikut mendengarkannya.

IMHO, biksu ini telah berceramah dgn baik, mendalam, disisipin cerita2 segar, bermanfaat....semua pendengarnya gak ada yg ngantuk...

Bagaimana menurut pendapat yg lain ?  :D


Bhikkhu ini dikatakan sebagai pengikut hahayana.
http://www.aimwell.org/Forums/forums.html (http://www.aimwell.org/Forums/forums.html)
Quote
7. The Hahayāna

Some think that the Dhamma can be taught best by telling jokes and humurous anecdotes. This is also not the right path. The Buddha likened laughter to childishness in the discipline of the Noble Ones. In the same discourse he likened singing to lamentation, and dancing to madness. Enjoy a joke by all means, but remember that it is not the right path taught by the Buddha. The truth of suffering must be understood. The cause of suffering must be abandoned. The cessation of suffering must be realised, and the Path to the cessation of suffering must be cultivated.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 24 February 2010, 05:13:15 PM
emangnya ada yang pembabaran Dhamma yang pertunjukan awalnya kayak begitu?? :-)

Jika tidak ada batasannya, yang penting banyak umat, bukankah itu mungkin terjadi, entah akan atau sudah terjadi sekarang? :)

um..memang benar ya kalau umat Buddhisme dewasa ini para Dhammadutanya berceramah tanpa batas nya?

masalah utamanya tersandung didalam Mazhabnya yang banyak,itu saja sudah cukup membingungkan,karena banyak umat awam tidak tahu atau tidak bisa mengenali mana yang aliran A mana yang B C dan seterusnya,dan lebih parahnya mereka sering suka MEMUKUL RATA semuanya SEBAGAI SAMA...

karena merasa MIRIP maka DiANGGAP SAMA..sungguh IRONIS...
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 24 February 2010, 05:30:47 PM
Bhante Utamo juga sering kasi ceramah yg lucu dan mengundang tawa hadirin, demikian juga Ajahn Brahm. Kekna sah2 saja dalam batas2 tertentu.  Sebenarnya tergantung audiencenya juga. Buddha membabarkan dhamma dengan bhikkhu membabarkan umum pada ceramah umum jaman sekarangajuga  situasinya sudah beda. Audience Buddha dan audience bhikkhu saat ini pada saat tertentu sudah beda juga.

Kalau goyang ngebor IMO sih ngak setujulah...secara kepantasan , ngak pantas juga apabila dihadiri seorang bhikkhu.   Kalau joke2 sih boleh2 aja.  Kalau hadirin tertawa kan itu persepsi hadirin. Divihara aja sering bhikkhu ceramah , sambil berjoking  pada batas2 tertentu. Yg perlu diperhatikan saat pembabaran dhamma saat isinya joking adalah ekspresinya jangan seperti badut...nah kalau kek badut ya hancurlah  wibawa bhikkhu dan Dhamma itu sendiri. Jaim gitu lho
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 February 2010, 05:49:00 PM
Bhante Utamo juga sering kasi ceramah yg lucu dan mengundang tawa hadirin, demikian juga Ajahn Brahm. Kekna sah2 saja dalam batas2 tertentu.  Sebenarnya tergantung audiencenya juga. Buddha membabarkan dhamma dengan bhikkhu membabarkan umum pada ceramah umum jaman sekarangajuga  situasinya sudah beda. Audience Buddha dan audience bhikkhu saat ini pada saat tertentu sudah beda juga.

Kalau goyang ngebor IMO sih ngak setujulah...secara kepantasan , ngak pantas juga apabila dihadiri seorang bhikkhu.   Kalau joke2 sih boleh2 aja.  Kalau hadirin tertawa kan itu persepsi hadirin. Divihara aja sering bhikkhu ceramah , sambil berjoking  pada batas2 tertentu. Yg perlu diperhatikan saat pembabaran dhamma saat isinya joking adalah ekspresinya jangan seperti badut...nah kalau kek badut ya hancurlah  wibawa bhikkhu dan Dhamma itu sendiri.
Nah, batas-batas kepantasannya itu secara general apa?  JIKA ceramahnya dibawakan bukan oleh seorang bhikkhu, apakah boleh ngebor-ngeboran?

Bergurau juga sebatas apa bolehnya? Bagaimana kalau memakai ekspresi seperti Tukul atau Mr.Bean gitu?

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 24 February 2010, 05:51:18 PM
apakah kalau penceramahnya adalah Bhikkhu Uttamo atau ajahn Brahm yg berceramah sambil guyon, maka tindakan itu otomatis benar menurut Dhamma/Vinaya?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 24 February 2010, 06:27:42 PM
Bhante Utamo juga sering kasi ceramah yg lucu dan mengundang tawa hadirin, demikian juga Ajahn Brahm. Kekna sah2 saja dalam batas2 tertentu.  Sebenarnya tergantung audiencenya juga. Buddha membabarkan dhamma dengan bhikkhu membabarkan umum pada ceramah umum jaman sekarangajuga  situasinya sudah beda. Audience Buddha dan audience bhikkhu saat ini pada saat tertentu sudah beda juga.

Kalau goyang ngebor IMO sih ngak setujulah...secara kepantasan , ngak pantas juga apabila dihadiri seorang bhikkhu.   Kalau joke2 sih boleh2 aja.  Kalau hadirin tertawa kan itu persepsi hadirin. Divihara aja sering bhikkhu ceramah , sambil berjoking  pada batas2 tertentu. Yg perlu diperhatikan saat pembabaran dhamma saat isinya joking adalah ekspresinya jangan seperti badut...nah kalau kek badut ya hancurlah  wibawa bhikkhu dan Dhamma itu sendiri.
Nah, batas-batas kepantasannya itu secara general apa?  JIKA ceramahnya dibawakan bukan oleh seorang bhikkhu, apakah boleh ngebor-ngeboran?

Bergurau juga sebatas apa bolehnya? Bagaimana kalau memakai ekspresi seperti Tukul atau Mr.Bean gitu?



1. Kalau bukan bhikkhu dan tidak ada bhikkhu. Silakan saja ngebor2an....tapi bagi saya kurang layak pembabaran Dhamma kek gitu. Karena yg pasti pembabaran Dhamma sambil ngebor, ngak bakalan nyangkut ke telinga pendengar. Yg ngak ngebor aja masih bisa ngak nyangkut apalagi yg ngebor kan.... tetapi kalau untuk menarik umat, silakan saja tapi jangan bawa2 bhikkhu, karena misinya Buddhanisasi bukan penghayatan Dhamma melalui ceramah Dhamma. ;D

2. Tentunya nilai kepantasan sebagai  seorang bhikkhu yg mengikuti vinaya yang ada

3. Walah kalau ekpresi tukul dan Mr. Bean sih kacau deh.....itu sih masuk kategori ngelawak....kalau selingan joke itu kan harus ada makna dhammanya, makanya ekspresi juga harus menunjukan kewibawaan Dhamma Dan bhikkhu. Kalau kek tukul sama Mr. Bean itu adalah hiburan murni. Dan tidak bermakna apa2.

Quote
apakah kalau penceramahnya adalah Bhikkhu Uttamo atau ajahn Brahm yg berceramah sambil guyon, maka tindakan itu otomatis benar menurut Dhamma/Vinaya?

Nah menurut bro selama ini apakah mereka melanggar Dhamma dan vinaya dalam hal ceramah selama ini?
Kalau iya Dhamma & vinaya yang mana? Sebelum saya menjawab lebih lanjut..... ;D _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 24 February 2010, 06:32:17 PM
Quote
apakah kalau penceramahnya adalah Bhikkhu Uttamo atau ajahn Brahm yg berceramah sambil guyon, maka tindakan itu otomatis benar menurut Dhamma/Vinaya?

Nah menurut bro selama ini apakah mereka melanggar Dhamma dan vinaya dalam hal ceramah selama ini?
Kalau iya Dhamma & vinaya yang mana? Sebelum saya menjawab lebih lanjut..... ;D _/\_

saya sih tidak tertarik untuk memberikan judgement pada tindakan bhikkhu, bukan kapasitas saya, tapi yg saya pertanyakan adalah apakah kalau mrk berdua yg melakukan lantas tindakan itu pasti benar menurut Dhamma/Vinaya
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 24 February 2010, 06:43:42 PM
Quote
apakah kalau penceramahnya adalah Bhikkhu Uttamo atau ajahn Brahm yg berceramah sambil guyon, maka tindakan itu otomatis benar menurut Dhamma/Vinaya?

Nah menurut bro selama ini apakah mereka melanggar Dhamma dan vinaya dalam hal ceramah selama ini?
Kalau iya Dhamma & vinaya yang mana? Sebelum saya menjawab lebih lanjut..... ;D _/\_

saya sih tidak tertarik untuk memberikan judgement pada tindakan bhikkhu, bukan kapasitas saya, tapi yg saya pertanyakan adalah apakah kalau mrk berdua yg melakukan lantas tindakan itu pasti benar menurut Dhamma/Vinaya

Itu ada hubungannya bro...kalau anda tidak tertarik bagaimana saya bisa menjawab......saya juga tidak tertarik untuk membahas lebih lanjut dg bro jika pertanyaan saya tidak dijawab untuk penjelasan tidak ada.^-^ Karena ini sudah masuk ranah persepsi beserta batasannya. Misal : guyon seperti apa yg anda maksud? ini kan harus jelas..... :)
Dan saya hanya memberi contoh tentang mereka...beserta penjelasannya. sehingga pertanyaan bro tentang "kalau penceramahnya....."ada sesuatu kan?....nah diperjelas dulu....jangan sampai ada generalisasi Dhamma dan vinaya....kalau perlu dimunculkan Dhamma dan vinayanya apa?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 24 February 2010, 06:49:40 PM
Quote
apakah kalau penceramahnya adalah Bhikkhu Uttamo atau ajahn Brahm yg berceramah sambil guyon, maka tindakan itu otomatis benar menurut Dhamma/Vinaya?

Nah menurut bro selama ini apakah mereka melanggar Dhamma dan vinaya dalam hal ceramah selama ini?
Kalau iya Dhamma & vinaya yang mana? Sebelum saya menjawab lebih lanjut..... ;D _/\_

saya sih tidak tertarik untuk memberikan judgement pada tindakan bhikkhu, bukan kapasitas saya, tapi yg saya pertanyakan adalah apakah kalau mrk berdua yg melakukan lantas tindakan itu pasti benar menurut Dhamma/Vinaya

Itu ada hubungannya bro...kalau anda tidak tertarik bagaimana saya bisa menjawab......saya juga tidak tertarik untuk membahas lebih lanjut.. ^-^ Karena ini sudah masuk ranah persepsi beserta batasannya.

baiklah, saya bahkan tidak pernah mendengar ceramah Bhikkhu Uttamo, dan pernah sekali mendengarkan ceeramah Ajahn Brahm, tentu saja pengamatan saya dari sana tidak valid untuk memberikan judgement.

yg membuat saya tertarik adalah komentar Bro yg mengatakan bahwa sah-sah saja hal "itu" dilakukan karena kedua bhikkhu itu juga melakukan, bukankah begitu maksudnya?

dari sana maka saya ingin mengklarifikasi apakah jika dilakukan oleh kedua bhikkhu itu maka tindakan itu sudah pasti benar menurut Dhamma/Vinaya.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 24 February 2010, 07:04:00 PM
Quote
apakah kalau penceramahnya adalah Bhikkhu Uttamo atau ajahn Brahm yg berceramah sambil guyon, maka tindakan itu otomatis benar menurut Dhamma/Vinaya?

Nah menurut bro selama ini apakah mereka melanggar Dhamma dan vinaya dalam hal ceramah selama ini?
Kalau iya Dhamma & vinaya yang mana? Sebelum saya menjawab lebih lanjut..... ;D _/\_

saya sih tidak tertarik untuk memberikan judgement pada tindakan bhikkhu, bukan kapasitas saya, tapi yg saya pertanyakan adalah apakah kalau mrk berdua yg melakukan lantas tindakan itu pasti benar menurut Dhamma/Vinaya

Itu ada hubungannya bro...kalau anda tidak tertarik bagaimana saya bisa menjawab......saya juga tidak tertarik untuk membahas lebih lanjut.. ^-^ Karena ini sudah masuk ranah persepsi beserta batasannya.

baiklah, saya bahkan tidak pernah mendengar ceramah Bhikkhu Uttamo, dan pernah sekali mendengarkan ceeramah Ajahn Brahm, tentu saja pengamatan saya dari sana tidak valid untuk memberikan judgement.

yg membuat saya tertarik adalah komentar Bro yg mengatakan bahwa sah-sah saja hal "itu" dilakukan karena kedua bhikkhu itu juga melakukan, bukankah begitu maksudnya?

dari sana maka saya ingin mengklarifikasi apakah jika dilakukan oleh kedua bhikkhu itu maka tindakan itu sudah pasti benar menurut Dhamma/Vinaya.

Bro pernah sekali dengar Ajahn Brahm. Dan saya sudah keduanya...dan mirip ada banyak hadirin tertawa. Bagi saya sah-sah saja....nah jawab dulu apakah mereka melanggar Dhamma dan vinaya...kalau anda mengatakan bukan kapasitas anda, lalu bagaimana saya umat berkapasitas menilai bhikkhu kan... Anda sendiri tidak mau, koq nyuruh org lain menilai...  :)) begini saja...Dhamma dan vinaya apa yg anda maksud...baru kita bahas...keluarkan suttanya dengan lengkap....bereskan.
Jelaskan definisi guyon bro dulu. Saya rasa contoh saya sudah jelas...Atau gini saja apa menurut bro Ajahn Brahm...dan Bhante Utamo yg menyebabkan banyak hadirin tertawa telah melakukan guyon.? Kalau ngak dijawab juga maka percuma anda bertanya pada saya..... ;D  Saya tidak akan menjawab juga....Apa kurang jelas gaya Ajahn Brahm dan Bhante Utamo...berceramah? tentu bro lebih tahu Dhamma dan vinaya...silakan dibabarkan saja... _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: andry on 24 February 2010, 07:09:25 PM
cukup dengan merubah tingkah laku diri sendiri ke arah yang lebih baik
maka lingkungan akan merespon
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 24 February 2010, 07:10:34 PM
Ajaran Buddha sudah jelas yaitu untuk mengendalikan pikiran dan ucapan, nah dengan cara2 pembabaran dhammataintment dengan lelucon atau musik atau lainnya yang malah memanjakan indera2 bukannya mengendalikan diri malah memuaskan diri dengan hiburan2 yang malah memanjakan objek2 indera itu sendiri.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 24 February 2010, 07:11:11 PM
Mr Bond, yg saya ingin tekankan di sini adalah kita tidak bisa menilai suatu tindakan karena tindakan itu dilakukan oleh oknum tertentu, suatu tindakan tidak harus benar karena dilakukan oleh tokoh terkenal, demikian sebaliknya. marilah kita menilai dengan merujuk pada Dhamma bukan pada oknum.

:backtotopic:
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 24 February 2010, 07:18:52 PM
Mr Bond, yg saya ingin tekankan di sini adalah kita tidak bisa menilai suatu tindakan karena tindakan itu dilakukan oleh oknum tertentu, suatu tindakan tidak harus benar karena dilakukan oleh tokoh terkenal, demikian sebaliknya. marilah kita menilai dengan merujuk pada Dhamma bukan pada oknum.

:backtotopic:

Saya kan kasi contoh oknum apa tidak boleh?....anda yg bertanya kalau mereka melakukan itu apakah melanggar vinaya? saya tidak tau dhamma danvinaya.... lalu anda berdalih lagi.....apapnya yg OOT. Jelaskan dong apakah tindakan itu sesuai dengan Dhamma atau tidak. Aneh setiap diskusi Dhamma yg bagaimana selalu maunya jawabannya sendiri seakan-akan otoritas dhamma. Anda sendiri yg bertanya tapi tidak bisa menjelaskan contoh2 Dhamma....lucu kan...I'm not OOT.  Please deh  kalau mo diskusi jangan mau jawaban sendiri yg benar kan....klarifikasi itu bukan mendesak....tetapi kerjasama dalam diskusi...gitu lho mas.
Coba baca lagi deh, saya sudah minta suttanya.....apa ente ngak baca? kalo belajar Dhamma dan vinaya tidak ada studi kasus...baca buku aja ngak usa diskusi kan.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 24 February 2010, 07:21:10 PM
 [at]  Mr. Bond,
silahkan baca lagi kronologi diskusi kita,
dan karena ini sudah mengarah ke debat kusir, saya mohon maaf untuk tidak melanjutkan lagi. _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 24 February 2010, 07:26:17 PM
[at]  Mr. Bond,
silahkan baca lagi kronologi diskusi kita,
dan karena ini sudah mengarah ke debat kusir, saya mohon maaf untuk tidak melanjutkan lagi. _/\_
Ya sudah kalu begitu ndak masalah koq...jadi ngak cape2 klarifikasi  dan memang tidak ada yg perlu diklarifikasi karena sudah jelas contoh dan casenya . :))
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kullatiro on 24 February 2010, 07:40:45 PM
tentu semuanya harus sesuai dengan vinaya atau batas mana yang boleh sesuai dengan vinaya wa rasa makin tinggi moralitas nya akan terlihat.

karena ada juga memang bhikku yang jadi seperti penyanyi dll di china sono itu kata katanya sih terlihat benar tapi apakah sebenar itu wa liat fotonya pakai kacamata ( kacamata biasa sih tidak apa apa itu kacamata seperti rebyan punya coba buat apa di pakai) di telinga nya ada tuh yang buat freehand phone kemana dayakanya? terus apa kah pantas seperti itu? katanya sih lagu yang di rekam untuk mengenalkan Buddhist ke generasi muda. kalo dengar Bhikku lain yang se viharanya sih bilang (wah lupa juga nih yang keingat saja) harus yang sepantasnya.     
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 24 February 2010, 08:21:38 PM
lol kok jd gitu. maksud saya org org di daerah setempat mungkin karena kebiasaan ngomong kasar tp kita tdk semestinya ikt mereka ngomong kasar........... kita bisa bicara dengan lembut dan nga pake kasar gt... dan juga norma tdk melarang kan untuk ngomong secara halus...
Ya, setuju. Berarti pembabar tidak perlu ikut-ikutan budaya yang tidak sesuai dengan ajaran Buddha, betul?



Quote
Quote
5 hal itu norma setempat, tidak melanggar sila, sesuai isi dhamma, tidak menjelekkan pihak lain, dengan cinta kasih.
Ngebor tidak melanggar norma dan sila. Dhamma tidak membahas ngebor-ngeboran, jadi tidak ada sutta yang mendukung atau menentang. Ngebor tidak menjelekkan pihak lain. Ngebor tidak relevan dengan cinta kasih, jadi bisa sesuai, bisa tidak, tergantung yang lagi ngebor.
Jadi bagaimana?

btw jika Dhamma tdk membahas soal Ngebor, ngapain jg kita ngebor gt... kan hal ini jg tdk relaven dgn Dhamma yg hendak disampaikan.. kyknya point yg saya tulis juga ada menyangkut dengan relevansi dgn Dhamma yg disampaikan
Seperti saya bilang, gunanya untuk menarik umat agar datang ke pembabaran tersebut.



Yup point pertama, adalah pembabaran Dhamma tdk perlu sesuai dengan Budaya yg tdk sesuai dengan ajaran Buddha, namun jika sejauh budaya tersebut tdk bertentangan dengan ajaran Buddha, maka untuk menarik umat (disini bicaranya adalah untuk mencari kuantitas dulu), perlu diadaptasikan sesuai dengan norma yg ada sejauh tdk bertentangan dengan Dhamma itu sendirii.

Point ke dua jika dengan cara ngebor bisa tarik umat datang untuk mendengar Dhamma, saya yakin itu bukan membuat org mendengar Dhamma melainkan buat cuci mata, =)) dan dr segi lainnya, apakah itu pantas dilakukan, karena ngebor gt tdk berhubungan denga pembabaran Dhamma, melainkan membuat sensual semata, dimana nyata nyata ini secara tersirat sudah tdk sesuai dengan Dhamma.... dr pada ngebor nga jelas, kenapa nga pake drama yg menceritakan soal moralitas, ini berhubungan dengan Dhamma lagi. kalo ngebor apa yg berhubungan, kalo hanya utk mencari umat, mending gw milih no. kwkkwkwkww
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 24 February 2010, 08:27:07 PM
selingan sutta ;D

SABASAVA SUTTA (2)

Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Keagamaan Buddha Departemen Agama RI, 1993

Demikian yang saya dengar.
    Pada suatu ketika Sang Bhagava tinggal di Jetavana, Anathapindika Arame, Savathi. Di sana Beliau menyapa para Bhikkhu: "Para bhikkhu."
    "Ya, Bhante," jawab mereka. Selanjutnya Sang Bhagava berkata sebagai berikut:
    "Para bhikkhu, aku akan menerangkan kepadamu tentang dukkha, dengar dan perhatikan baik-baik apa yang kukatakan."
    "Baiklah, Bhante," jawab mereka. Lalu Sang Bhagava berkata:

    "Para bhikkhu. Kukatakan bahwa dukkha itu akan terhenti pada diri seseorang yang mengerti dan melihat, bukan pada diri seseorang yang tidak mengerti dan tidak melihat. Apakah yang dimengerti dan dilihat? Perhatian yang benar dan perhatian yang tidak benar. Bila seorang tidak memperhatikan dengan benar, maka muncullah dukkha baru dan bertambahlah dukkha yang telah ada. Bila seorang memperhatikan dengan benar, dukkha yang akan timbul dapat dihindari dan dukkha yang telah ada dapat dilenyapkan.
    Dukkha dapat dihilangkan dengan melihat (dassana). Dukkha dapat dihilangkan dengan pengendalikan diri (samvara). Dukkha dapat dihilangkan dengan penggunaan (patisevana). Dukkha dapat dihilangkan dengan penahanan (adhivasana). Dukkha dapat dihilangkan dengan penghindaran (parivajjana). Dukkha dapat dihilangkan dengan penghapusan (vinodana). Dukkha dapat dihilangkan dengan pengembangkan (bhavana).
    Dukkha apakah yang dapat dihilangkan dengan cara melihat? Para bhikkhu, begini, orang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai, tidak memahami dan tidak berdisiplin dengan ajaran orang-orang pandai dan bijaksana. Tidak mengerti hal-hal yang penting untuk diperhatikan, atau hal-hal apakah yang tidak penting untuk diperhatikan. Sehingga dia tidak memperhatikan hal-hal yang penting untuk diperhatikan dan dia memperhatikan hal-hal yang tidak penting untuk diperhatikan.

    Apakah hal-hal yang ia perhatikan? Adalah hal-hal yang menyebabkan munculnya dukkha yang baru atau bertambahnya dukkha yang sudah ada yang berasal dari nafsu indera, keakuan dan ketidaktahuan. Inilah hal-hal yang ia perhatikan.
    Apakah hal-hal yang ia tidak perhatikan? Adalah hal-hal yang tidak menyebabkan munculnya dukkha yang baru atau bertambahnya dukkha yang sudah ada yang berasal dari nafsu indera, keakuan dan ketidaktahuan. Inilah hal-hal yang ia tidak perhatikan.
    Dengan memperhatikan hal-hal yang tidak perlu diperhatikan dan tidak memperhatikan hal-hal yang perlu untuk diperhatikan, dukkha yang baru muncul dan dukkha yang lama bertambah.

    Beginilah caranya dia berpikir dengan tidak bijaksana: 'Apakah aku ada di masa lalu? Apakah aku tidak ada di masa lalu? Bagaimanakah aku di masa lalu? Menjalani apa dan bagaimanakah aku di masa lalu? Akankah aku ada di masa mendatang? Tidak adakah aku di masa mendatang? Menjadi apakah aku di masa mendatang? Bagaimanakah aku di masa mendatang? Mengalami apa dan bagaimanakah aku pada masa mendatang.'Atau dia merasa ragu-ragu tentang keberadaannya sekarang: 'Benarkah aku? Tidakkah aku ada? Sebagai apakah aku? Bagaimanakah aku? Kapankah keadaan ini muncul? Ke mana aku akan muncul?'
    Bila ia berpikir demikian dengan kurang bijaksana, satu dari enam macam pandangan muncul pada dirinya:

   1. 'Keakuan terhadap dirinya' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
   2. 'Ketidakakuan terhadap dirinya' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
   3. 'Aku mencerap keakuan bagi diriku' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
   4. 'Aku mencerap ketidakakuan bagi diriku' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
   5. 'Aku mencerap keakuan dan ketidakakuan' muncul sebagai suatu hal yang benar dan mutlak.
   6. 'Aku mencerap ketidakakuan dan keakuan' sebagai suatu hal yang benar dan mutlak, atau dia akan berpandangan bahwa akulah yang bicara dan merasakan dan mengalami akibat dari perbuatan baik atau buruk: tetapi milikku ini adalah kekal, selama-lamanya, abadi, tak dapat berubah, dan akan berlangsung selamanya.

    Pandangan macam ini disebut kekaburan pandangan, kebuasan pandangan, kerusakan pandangan, keragu-raguan pandangan, belenggu pandangan. Orang biasa yang tak terpelajar dan terikat dengan belenggu pandangan-pandangan ini, tidak akan ada yang terbebas dari kelahiran, umur tua dan kematian dengan penderitaan dan ratap tangis, rasa sakit, takut dan putus asa; dia tidak terbebas dari penderitaan.
    Orang yang terpelajar, yang menghargai, memahami dan berdisiplin dengan ajaran orang-orang pandai dan bijaksana. Mengerti hal-hal yang penting untuk diperhatikan, atau hal-hal apakah yang tidak penting untuk diperhatikan. Sehingga dia tidak memperhatikan hal-hal yang tidak penting untuk diperhatikan dan dia memperhatikan hal-hal yang penting untuk diperhatikan.

    Apakah hal-hal yang ia tidak perhatikan? Adalah hal-hal yang menyebabkan munculnya dukkha yang baru atau bertambahnya dukkha yang sudah ada yang berasal dari nafsu indera, keakuan dan ketidaktahuan. Inilah hal-hal yang tidak seharusnya yang ia perhatikan.
    Apakah hal-hal yang ia perhatikan? Adalah hal-hal yang tidak menyebabkan munculnya dukkha yang baru atau bertambahnya dukkha yang sudah ada yang berasal dari nafsu indera, keakuan dan ketidaktahuan. Inilah hal-hal yang seharusnya yang ia perhatikan.
    Dengan memperhatikan hal-hal yang perlu diperhatikan dan tidak memperhatikan hal-hal yang tidak perlu untuk diperhatikan, dukkha yang baru tidak muncul dan dukkha yang lama dapat dihilangkan.
    Beginilah bagaimana ia berpikir dengan bijaksana: 'Ini adalah dukkha (penderitaan), ini adalah asal mula dukkha, ini adalah terhentinya dukkha dan ini adalah jalan yang menuju terhentinya dukkha'.
    Ketika dia memperhatikan jalan ini dengan bijaksana, tiga belenggu dapat ditinggalkannya: keinginan untuk bertumimbal lahir, ketidakpastian dan kemelekatan terhadap upacara-upacara.
    Ini disebut sebagai dukkha yang dapat dihentikan dengar cara melihat.

    Apakah dukkha yang dapat dihentikan dengan pengendalian diri?
    Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana dapat mengendalikan kesulitan matanya. Bila dukkha jasmani dan perasaan bisa timbul pada seorang bhikkhu yang tidak dapat mengendalikan kesulitan matanya, maka tidak ada dukkha atau beban emosi yang timbul jika dia dapat mengendalikan kesulitan matanya. Berpikir dengan bijaksana dia dapat mengendalikan kesulitan matanya ...
    ... kesulitan penciumannya ....
    ... kesulitan pengecapannya ....
    ... kesulitan pendengarannya ....
    ... kesulitan badannya ....
    Berpikir dengan bijaksana dia dapat mengendalikan kesulitan pikirannya... tak ada dukkha jasmani dan perasaan yang timbul bila pikirannya terkendali. Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang pikirannya tidak terkendali, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang pikirannya terkendali. Inilah yang disebut penderitaan yang dapat dihentikan dengan pengendalian diri.

    Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan penggunaan? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana menggunakan sebuah jubah sebagai pelindung dari dingin, panas dan untuk melindungi diri dari lalat, angin, panas yang membakar serta serangga tanah, juga hanya bertujuan untuk menutupi bagian tubuh yang vital.
    Berpikir dengan bijaksana dia tidak menggunakan patta (mangkuk)-nya untuk hiburan atau kesombongan, tidak pula untuk keelokan dan hiasan. Tetapi sekedar untuk kelangsungan hidupnya, untuk menghilangkan rasa sakit dan membantu perkembangan batin (berpikir): 'Beginilah aku akan menghentikan kesadaran lama tanpa menimbulkan kesadaran baru dan terhindar dari kesalahan, aku akan hidup dengan benar dan sehat'.
    Berpikir dengan bijaksana dia menggunakan tempat peristirahatan untuk melindungi diri dari dingin, gangguan lalat, angin, panas terik dan serangga tanah. Dan hanya sekedar menghindar dari bahaya-bahaya cuaca dalam menikmati istirahat.
    Berpikir dengan bijaksana dia menggunakan obat-obatan untuk menyembuhkan diri dari sakit, sekedar untuk melindungi diri dari rasa sakit yang timbul dan mengurangi rasa sakit itu.
    Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak menggunakan segala sesuatunya dengan baik, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang menggunakan segala sesuatunya dengan baik.
    Ini yang disebut penderitaan yang dapat dihentikan dengan penggunaan.

    Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan penahanan? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana menahan dingin, panas lapar, haus dan gangguan dari lalat, angin, panas dan serangga tanah, dia menahan diri dari menghina, kata-kata kasar dan perasaan yang menyakitkan, menyiksa, yang menusuk hati, yang mengkhawatirkan, mengancam dan membahayakan kehidupan.
    Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak dapat menahan, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang dapat menahan.

    Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan penghindaran? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana menghindar dari seekor gajah liar, kuda liar, banteng liar, anjing liar, ular, batang pohon yang roboh, semak belukar, tanah berlubang, tebing batu, lubang dan lubang bawah tanah; berpikir dengan bijaksana untuk menghindar: duduk di kursi yang tidak menyenangkan, berkelana di tempat yang tidak cocok, bergaul dengan orang bodoh; yang mana hal-hal ini dianggap merupakan perbuatan salah oleh orang bijaksana. Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak dapat menghindar, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang dapat menghindar.

    Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan penghapusan? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana tidak membiarkan pikiran yang ditimbulkan oleh nafsu indera ... oleh kekesalan ... oleh penderitaan; dia tinggalkan, benar-benar menghilangkannya dan memusnahkannya. Dia tidak membiarkan hal-hal yang salah dan tidak berguna untuk timbul; ditinggalkannya, benar-benar menghilangkannya dan memusnahkan hal-hal itu.
    Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak dapat menghapus pikiran-pikiran ini, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang dapat menghapus mereka.

Apakah penderitaan yang dapat dihentikan dengan pengembangan? Seorang bhikkhu berpikir dengan bijaksana, mengembangkan perhatian dari faktor-faktor penerangan sempurna (satisambojjhanga) yang merupakan penahanan diri, tanpa nafsu dan menghentikan hal-hal yang menyebabkannya dan berubah tidak melakukannya.
    Dia mengembangkan penelitian Dhamma dari faktor-faktor penerangan sempurna (dhammavicayasambojjhanga)
    ... faktor semangat (viriya) penerangan sempurna ....
    ... faktor kegiuran (piti) penerangan sempurna ....
    ... faktor ketenangan (passaddhi) penerangan sempurna ....
    ... faktor konsentrasi (samadhi) penerangan sempurna ....
    ... faktor keseimbangan batin (upekha) penerangan sempurna, yang merupakan penahanan diri, tanpa nafsu, menghentikan hal-hal yang menyebabkannya dan berubah tidak melakukannya.

    Bila dukkha jasmani dan perasaan dapat muncul pada seorang yang tidak dapat mengembangkan hal-hal itu, maka sebaliknya tidak ada dukkha jasmani dan perasaan yang dapat muncul pada seorang yang mengembangkannya.
    Segera setelah penderitaan seorang bhikkhu dapat ditinggalkan dengan cara melihat (ke dalam) (dassana), menahan, menggunakan, menghindar, menghilangkan dan mengembangkan telah dapat ditinggalkan, dia akan disebut sebagai seorang bhikkhu yang dapat menghentikan semua penderitaan: dia menghentikan keinginan (tanha), melepaskan belenggu (samyojana) dan telah mengakhiri penderitaan dengan penembusan kesombongan (mana)."
    Demikian yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa puas dan gembira dengan kata-kata Sang Bhagava.

=========================================================================
hal2 yang berguna dan boleh di sampaikan silahkan, hal2 yang tidak berguna rasanya seorang bhikhu tahu dong kalau yang tidak berguna ya tidak perlu di sampaikan.
inti ajaran Buddha itu untuk menghilangkan Dukkha bukan yang lainnya.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 24 February 2010, 08:35:06 PM
saya setuju dengan Guru Bond............... sejauh itu tdk melanggar vinaya, maka hal yg mengundang tawa sich boleh boleh aja, lagian ketawanya kan wajar, nga dari awal sa ^:)^mpai akhir. kemudian jg, itu ada hubungan dengan topic yg mereka sampaikan, cuma mereka mengunakan kasus atao contoh selingan yg mungkin bagi sebagian org bisa memberika kegembiraan yg diungkapkan dengan tawa.
Dan saya yakin kedua Bhikkhu tersebut mengetahui sampai mana batas cara penyampain Dhamma...
saya pernah dengar ceramah Bhante Uttomo sekali, dan saya mengetahui bahwa hal yg disampaikan adalah Dhamma dengan contoh yg kadang membuat org tertawa tp masih dalam batasan berhubungan dengan Dhamma yg disampaikan beliau..............
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Brado on 24 February 2010, 09:06:09 PM
Mungkin bagi yang sudah dewasa dan telah mengerti pemahaman Buddha Dhamma, sudah maju dalam pengembangan batin dan mengikuti cara2 yang diajarkan dalam Sigalovada Sutta serta terlatih dalam meditasi.. boleh saja tidak memerlukan nyanyian.. namun bagi umat Buddha yang pengetahuan Dhammanya masih baru .. saya rasa masih butuh ajaran Dhamma dalam bentuk lain.. yakni lagu2 Buddhis.. agar lebih mudah pemahamannya.. hal ini pribadi pernah saya rasakan sewaktu mengisi sekolah minggu anak2 Buddhis.. agak sulit mencari variasi acara agar anak2 tertarik mengikuti kelas Dhamma..
Jika ada orang yang bukan Buddhis, terbiasa dalam keheningan, cenderung pada pelepasan nafsu, baik dalam moralitas, melihat suatu pembabaran Buddha-dhamma disertai dengan hal-hal yang memanjakan indera, kira-kira orang itu menjadi tertarik tidak dengan Ajaran Buddha?


Mereka tentunya akan tertarik dalam kelas meditasi, retreat vipasana, karena saya tadi sudah menjelaskan bahwa umat Buddha itu tidak semua batinnya selalu harus bagus dan mantap seperti para bijaksana.. sehingga masih perlu pemrosesan ke arah yang lebih baik dan dimulai dari level rendah dahulu..
Kalau anak sekolah minggu sudah harus di strike seperti layaknya level para pertapa, rasanya belum tentu bisa diterapkan dengan hasil yang memuaskan.. untuk itu butuh variasi...
Apakah ada yang salah dengan nyanyian ?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Brado on 24 February 2010, 09:11:41 PM
Quote
Bukankah kebenaran Dhamma itu bisa berada dimana saja ? Yang penting orang tersebut dapat mengerti dan memahaminya ? Memang masih ditemui pelafalan Paritta dan lagu Buddhis yang tidak sesuai dengan ajaran.. dan itu tentunya butuh peranan Dhamma Duta yang handal untuk membetulkan itu semua..
Setau saya lagu2 Buddhis tidak berisikan Kotbah2 Buddha, namun ada juga yang bertemakan perenungan ke dalam diri.. bahkan seorang Bhikkhu almarhum terkenal sangat handal mencipta lagu2 rohani Buddhis yang masih banyak dikenal karya2nya hingga saat ini.. kembali kepada selera masing2, jika dirasa tidak cocok.. yah itu adalah hak pribadi masing2 individu...
Hanya saya rasa anak2 perlu ketertarikan belajar Dhamma dengan pelan2.. daripada ia tertarik dengan ajaran tetangga, alhasil generasi muda Buddhis kita kedepannya akan semakin surut... akan lebih sayang lagi kan ?

betul..kebenaran ada dimana-mana..tetapi kebenaran yang ada dimana-mana itu "ditutupi" oleh kebodohan yang sangat tebal diperparah oleh kondisi yang membodohkan.. :)
mana yang lebih bagus ya kira2...tertarik dengan agama tetangga,atau generasi Buddhis kita menggangap apa yang bukan Ajaran Buddha sebagai Ajaran Buddha dan menjadi fanatik didalamnya?yang lebih parah mana ya??[contoh kasusnya silakan lirik Maitreya]


Anumodana _/\_

Maksud anda ? Menyanyikan Lagu Buddhis adalah tidak sesuai dengan ajaran Buddha ?
Ini memang semakin meyakinkan saya pribadi bahwa memang Lagu Buddhis masih menjadi pro dan kontra hingga saat ini..
Saya kadang berpikir.. setiap hari raya agama lain, di mall2 gencar sekali diputar lagu2 rohani agama lain.. sedangkan Buddhis tidak ada sama sekali.. bukankah itu juga salah satu mengenalkan Ajaran Buddha via lagu ?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 24 February 2010, 09:18:11 PM
Quote
Bukankah kebenaran Dhamma itu bisa berada dimana saja ? Yang penting orang tersebut dapat mengerti dan memahaminya ? Memang masih ditemui pelafalan Paritta dan lagu Buddhis yang tidak sesuai dengan ajaran.. dan itu tentunya butuh peranan Dhamma Duta yang handal untuk membetulkan itu semua..
Setau saya lagu2 Buddhis tidak berisikan Kotbah2 Buddha, namun ada juga yang bertemakan perenungan ke dalam diri.. bahkan seorang Bhikkhu almarhum terkenal sangat handal mencipta lagu2 rohani Buddhis yang masih banyak dikenal karya2nya hingga saat ini.. kembali kepada selera masing2, jika dirasa tidak cocok.. yah itu adalah hak pribadi masing2 individu...
Hanya saya rasa anak2 perlu ketertarikan belajar Dhamma dengan pelan2.. daripada ia tertarik dengan ajaran tetangga, alhasil generasi muda Buddhis kita kedepannya akan semakin surut... akan lebih sayang lagi kan ?

betul..kebenaran ada dimana-mana..tetapi kebenaran yang ada dimana-mana itu "ditutupi" oleh kebodohan yang sangat tebal diperparah oleh kondisi yang membodohkan.. :)
mana yang lebih bagus ya kira2...tertarik dengan agama tetangga,atau generasi Buddhis kita menggangap apa yang bukan Ajaran Buddha sebagai Ajaran Buddha dan menjadi fanatik didalamnya?yang lebih parah mana ya??[contoh kasusnya silakan lirik Maitreya]


Anumodana _/\_

Maksud anda ? Menyanyikan Lagu Buddhis adalah tidak sesuai dengan ajaran Buddha ?
Ini memang semakin meyakinkan saya pribadi bahwa memang Lagu Buddhis masih menjadi pro dan kontra hingga saat ini..
Saya kadang berpikir.. setiap hari raya agama lain, di mall2 gencar sekali diputar lagu2 rohani agama lain.. sedangkan Buddhis tidak ada sama sekali.. bukankah itu juga salah satu mengenalkan Ajaran Buddha via lagu ?
Jadi maksudnya agama lain ada lagu rohani maka di ajaran Buddha juga harus ada lagu rohani?
Kalau di agama lain ada penebusan dosa maka di ajaran Buddha juga harus ada penebusan dosa?

Kalau anda mencari agama yang ada lagu2 rohani silahkan pindah agama, kalau anda mau menghentikan dukkha silahkan pilih ajaran Buddha.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Brado on 24 February 2010, 09:32:28 PM
Quote
Bukankah kebenaran Dhamma itu bisa berada dimana saja ? Yang penting orang tersebut dapat mengerti dan memahaminya ? Memang masih ditemui pelafalan Paritta dan lagu Buddhis yang tidak sesuai dengan ajaran.. dan itu tentunya butuh peranan Dhamma Duta yang handal untuk membetulkan itu semua..
Setau saya lagu2 Buddhis tidak berisikan Kotbah2 Buddha, namun ada juga yang bertemakan perenungan ke dalam diri.. bahkan seorang Bhikkhu almarhum terkenal sangat handal mencipta lagu2 rohani Buddhis yang masih banyak dikenal karya2nya hingga saat ini.. kembali kepada selera masing2, jika dirasa tidak cocok.. yah itu adalah hak pribadi masing2 individu...
Hanya saya rasa anak2 perlu ketertarikan belajar Dhamma dengan pelan2.. daripada ia tertarik dengan ajaran tetangga, alhasil generasi muda Buddhis kita kedepannya akan semakin surut... akan lebih sayang lagi kan ?

betul..kebenaran ada dimana-mana..tetapi kebenaran yang ada dimana-mana itu "ditutupi" oleh kebodohan yang sangat tebal diperparah oleh kondisi yang membodohkan.. :)
mana yang lebih bagus ya kira2...tertarik dengan agama tetangga,atau generasi Buddhis kita menggangap apa yang bukan Ajaran Buddha sebagai Ajaran Buddha dan menjadi fanatik didalamnya?yang lebih parah mana ya??[contoh kasusnya silakan lirik Maitreya]


Anumodana _/\_

Maksud anda ? Menyanyikan Lagu Buddhis adalah tidak sesuai dengan ajaran Buddha ?
Ini memang semakin meyakinkan saya pribadi bahwa memang Lagu Buddhis masih menjadi pro dan kontra hingga saat ini..
Saya kadang berpikir.. setiap hari raya agama lain, di mall2 gencar sekali diputar lagu2 rohani agama lain.. sedangkan Buddhis tidak ada sama sekali.. bukankah itu juga salah satu mengenalkan Ajaran Buddha via lagu ?
Jadi maksudnya agama lain ada lagu rohani maka di ajaran Buddha juga harus ada lagu rohani?
Kalau di agama lain ada penebusan dosa maka di ajaran Buddha juga harus ada penebusan dosa?

Kalau anda mencari agama yang ada lagu2 rohani silahkan pindah agama, kalau anda mau menghentikan dukkha silahkan pilih ajaran Buddha.

Maksud saya menanyakan hal tersebut adalah kalau memang lagu Buddhis itu salah, tunjukkan dimana salahnya ? Agar dapat dimengerti.. bukannya diminta untuk pindah agama...
Kalo demikian kan.. berarti anda sudah menyinggung secara pribadi ...
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 24 February 2010, 09:40:26 PM
Quote
Bukankah kebenaran Dhamma itu bisa berada dimana saja ? Yang penting orang tersebut dapat mengerti dan memahaminya ? Memang masih ditemui pelafalan Paritta dan lagu Buddhis yang tidak sesuai dengan ajaran.. dan itu tentunya butuh peranan Dhamma Duta yang handal untuk membetulkan itu semua..
Setau saya lagu2 Buddhis tidak berisikan Kotbah2 Buddha, namun ada juga yang bertemakan perenungan ke dalam diri.. bahkan seorang Bhikkhu almarhum terkenal sangat handal mencipta lagu2 rohani Buddhis yang masih banyak dikenal karya2nya hingga saat ini.. kembali kepada selera masing2, jika dirasa tidak cocok.. yah itu adalah hak pribadi masing2 individu...
Hanya saya rasa anak2 perlu ketertarikan belajar Dhamma dengan pelan2.. daripada ia tertarik dengan ajaran tetangga, alhasil generasi muda Buddhis kita kedepannya akan semakin surut... akan lebih sayang lagi kan ?

betul..kebenaran ada dimana-mana..tetapi kebenaran yang ada dimana-mana itu "ditutupi" oleh kebodohan yang sangat tebal diperparah oleh kondisi yang membodohkan.. :)
mana yang lebih bagus ya kira2...tertarik dengan agama tetangga,atau generasi Buddhis kita menggangap apa yang bukan Ajaran Buddha sebagai Ajaran Buddha dan menjadi fanatik didalamnya?yang lebih parah mana ya??[contoh kasusnya silakan lirik Maitreya]


Anumodana _/\_

Maksud anda ? Menyanyikan Lagu Buddhis adalah tidak sesuai dengan ajaran Buddha ?
Ini memang semakin meyakinkan saya pribadi bahwa memang Lagu Buddhis masih menjadi pro dan kontra hingga saat ini..
Saya kadang berpikir.. setiap hari raya agama lain, di mall2 gencar sekali diputar lagu2 rohani agama lain.. sedangkan Buddhis tidak ada sama sekali.. bukankah itu juga salah satu mengenalkan Ajaran Buddha via lagu ?
Jadi maksudnya agama lain ada lagu rohani maka di ajaran Buddha juga harus ada lagu rohani?
Kalau di agama lain ada penebusan dosa maka di ajaran Buddha juga harus ada penebusan dosa?

Kalau anda mencari agama yang ada lagu2 rohani silahkan pindah agama, kalau anda mau menghentikan dukkha silahkan pilih ajaran Buddha.

Maksud saya menanyakan hal tersebut adalah kalau memang lagu Buddhis itu salah, tunjukkan dimana salahnya ? Agar dapat dimengerti.. bukannya diminta untuk pindah agama...
Kalo demikian kan.. berarti anda sudah menyinggung secara pribadi ...

ketika Buddha mencari penyebab Dukkha apakah pakai lagu2an? ketika Buddha menemukan penyebab Dukkha apakah pakai lagu2an? ketika Buddha membabarkan cara melenyapkan Dukkha memakai lagu2an?

Fungsi lagu2 itu untuk apa? apakah bisa untuk melepaskan nafsu?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Brado on 24 February 2010, 09:46:38 PM
Quote
Bukankah kebenaran Dhamma itu bisa berada dimana saja ? Yang penting orang tersebut dapat mengerti dan memahaminya ? Memang masih ditemui pelafalan Paritta dan lagu Buddhis yang tidak sesuai dengan ajaran.. dan itu tentunya butuh peranan Dhamma Duta yang handal untuk membetulkan itu semua..
Setau saya lagu2 Buddhis tidak berisikan Kotbah2 Buddha, namun ada juga yang bertemakan perenungan ke dalam diri.. bahkan seorang Bhikkhu almarhum terkenal sangat handal mencipta lagu2 rohani Buddhis yang masih banyak dikenal karya2nya hingga saat ini.. kembali kepada selera masing2, jika dirasa tidak cocok.. yah itu adalah hak pribadi masing2 individu...
Hanya saya rasa anak2 perlu ketertarikan belajar Dhamma dengan pelan2.. daripada ia tertarik dengan ajaran tetangga, alhasil generasi muda Buddhis kita kedepannya akan semakin surut... akan lebih sayang lagi kan ?

betul..kebenaran ada dimana-mana..tetapi kebenaran yang ada dimana-mana itu "ditutupi" oleh kebodohan yang sangat tebal diperparah oleh kondisi yang membodohkan.. :)
mana yang lebih bagus ya kira2...tertarik dengan agama tetangga,atau generasi Buddhis kita menggangap apa yang bukan Ajaran Buddha sebagai Ajaran Buddha dan menjadi fanatik didalamnya?yang lebih parah mana ya??[contoh kasusnya silakan lirik Maitreya]


Anumodana _/\_

Maksud anda ? Menyanyikan Lagu Buddhis adalah tidak sesuai dengan ajaran Buddha ?
Ini memang semakin meyakinkan saya pribadi bahwa memang Lagu Buddhis masih menjadi pro dan kontra hingga saat ini..
Saya kadang berpikir.. setiap hari raya agama lain, di mall2 gencar sekali diputar lagu2 rohani agama lain.. sedangkan Buddhis tidak ada sama sekali.. bukankah itu juga salah satu mengenalkan Ajaran Buddha via lagu ?
Jadi maksudnya agama lain ada lagu rohani maka di ajaran Buddha juga harus ada lagu rohani?
Kalau di agama lain ada penebusan dosa maka di ajaran Buddha juga harus ada penebusan dosa?

Kalau anda mencari agama yang ada lagu2 rohani silahkan pindah agama, kalau anda mau menghentikan dukkha silahkan pilih ajaran Buddha.

Maksud saya menanyakan hal tersebut adalah kalau memang lagu Buddhis itu salah, tunjukkan dimana salahnya ? Agar dapat dimengerti.. bukannya diminta untuk pindah agama...
Kalo demikian kan.. berarti anda sudah menyinggung secara pribadi ...

ketika Buddha mencari penyebab Dukkha apakah pakai lagu2an? ketika Buddha menemukan penyebab Dukkha apakah pakai lagu2an? ketika Buddha membabarkan cara melenyapkan Dukkha memakai lagu2an?

Fungsi lagu2 itu untuk apa? apakah bisa untuk melepaskan nafsu?

Saya kurang mengerti apakah memang benar ada cerita beliau tersadar ketika mendengar nyanyian jika senar dawai kau petik terlalu kencang, maka senarnya kan putus, demikian pula kalau terlalu kendur tidak akan dapat di petik.. 
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 24 February 2010, 09:51:39 PM
Quote
Bukankah kebenaran Dhamma itu bisa berada dimana saja ? Yang penting orang tersebut dapat mengerti dan memahaminya ? Memang masih ditemui pelafalan Paritta dan lagu Buddhis yang tidak sesuai dengan ajaran.. dan itu tentunya butuh peranan Dhamma Duta yang handal untuk membetulkan itu semua..
Setau saya lagu2 Buddhis tidak berisikan Kotbah2 Buddha, namun ada juga yang bertemakan perenungan ke dalam diri.. bahkan seorang Bhikkhu almarhum terkenal sangat handal mencipta lagu2 rohani Buddhis yang masih banyak dikenal karya2nya hingga saat ini.. kembali kepada selera masing2, jika dirasa tidak cocok.. yah itu adalah hak pribadi masing2 individu...
Hanya saya rasa anak2 perlu ketertarikan belajar Dhamma dengan pelan2.. daripada ia tertarik dengan ajaran tetangga, alhasil generasi muda Buddhis kita kedepannya akan semakin surut... akan lebih sayang lagi kan ?

betul..kebenaran ada dimana-mana..tetapi kebenaran yang ada dimana-mana itu "ditutupi" oleh kebodohan yang sangat tebal diperparah oleh kondisi yang membodohkan.. :)
mana yang lebih bagus ya kira2...tertarik dengan agama tetangga,atau generasi Buddhis kita menggangap apa yang bukan Ajaran Buddha sebagai Ajaran Buddha dan menjadi fanatik didalamnya?yang lebih parah mana ya??[contoh kasusnya silakan lirik Maitreya]


Anumodana _/\_

Maksud anda ? Menyanyikan Lagu Buddhis adalah tidak sesuai dengan ajaran Buddha ?
Ini memang semakin meyakinkan saya pribadi bahwa memang Lagu Buddhis masih menjadi pro dan kontra hingga saat ini..
Saya kadang berpikir.. setiap hari raya agama lain, di mall2 gencar sekali diputar lagu2 rohani agama lain.. sedangkan Buddhis tidak ada sama sekali.. bukankah itu juga salah satu mengenalkan Ajaran Buddha via lagu ?
Jadi maksudnya agama lain ada lagu rohani maka di ajaran Buddha juga harus ada lagu rohani?
Kalau di agama lain ada penebusan dosa maka di ajaran Buddha juga harus ada penebusan dosa?

Kalau anda mencari agama yang ada lagu2 rohani silahkan pindah agama, kalau anda mau menghentikan dukkha silahkan pilih ajaran Buddha.

Maksud saya menanyakan hal tersebut adalah kalau memang lagu Buddhis itu salah, tunjukkan dimana salahnya ? Agar dapat dimengerti.. bukannya diminta untuk pindah agama...
Kalo demikian kan.. berarti anda sudah menyinggung secara pribadi ...

ketika Buddha mencari penyebab Dukkha apakah pakai lagu2an? ketika Buddha menemukan penyebab Dukkha apakah pakai lagu2an? ketika Buddha membabarkan cara melenyapkan Dukkha memakai lagu2an?

Fungsi lagu2 itu untuk apa? apakah bisa untuk melepaskan nafsu?

Saya kurang mengerti apakah memang benar ada cerita beliau tersadar ketika mendengar nyanyian jika senar dawai kau petik terlalu kencang, maka senarnya kan putus, demikian pula kalau terlalu kendur tidak akan dapat di petik.. 
kalau ada cerita itu di sutta silahkan beri linknya.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Brado on 24 February 2010, 10:00:47 PM
Quote
Bukankah kebenaran Dhamma itu bisa berada dimana saja ? Yang penting orang tersebut dapat mengerti dan memahaminya ? Memang masih ditemui pelafalan Paritta dan lagu Buddhis yang tidak sesuai dengan ajaran.. dan itu tentunya butuh peranan Dhamma Duta yang handal untuk membetulkan itu semua..
Setau saya lagu2 Buddhis tidak berisikan Kotbah2 Buddha, namun ada juga yang bertemakan perenungan ke dalam diri.. bahkan seorang Bhikkhu almarhum terkenal sangat handal mencipta lagu2 rohani Buddhis yang masih banyak dikenal karya2nya hingga saat ini.. kembali kepada selera masing2, jika dirasa tidak cocok.. yah itu adalah hak pribadi masing2 individu...
Hanya saya rasa anak2 perlu ketertarikan belajar Dhamma dengan pelan2.. daripada ia tertarik dengan ajaran tetangga, alhasil generasi muda Buddhis kita kedepannya akan semakin surut... akan lebih sayang lagi kan ?

betul..kebenaran ada dimana-mana..tetapi kebenaran yang ada dimana-mana itu "ditutupi" oleh kebodohan yang sangat tebal diperparah oleh kondisi yang membodohkan.. :)
mana yang lebih bagus ya kira2...tertarik dengan agama tetangga,atau generasi Buddhis kita menggangap apa yang bukan Ajaran Buddha sebagai Ajaran Buddha dan menjadi fanatik didalamnya?yang lebih parah mana ya??[contoh kasusnya silakan lirik Maitreya]


Anumodana _/\_

Maksud anda ? Menyanyikan Lagu Buddhis adalah tidak sesuai dengan ajaran Buddha ?
Ini memang semakin meyakinkan saya pribadi bahwa memang Lagu Buddhis masih menjadi pro dan kontra hingga saat ini..
Saya kadang berpikir.. setiap hari raya agama lain, di mall2 gencar sekali diputar lagu2 rohani agama lain.. sedangkan Buddhis tidak ada sama sekali.. bukankah itu juga salah satu mengenalkan Ajaran Buddha via lagu ?
Jadi maksudnya agama lain ada lagu rohani maka di ajaran Buddha juga harus ada lagu rohani?
Kalau di agama lain ada penebusan dosa maka di ajaran Buddha juga harus ada penebusan dosa?

Kalau anda mencari agama yang ada lagu2 rohani silahkan pindah agama, kalau anda mau menghentikan dukkha silahkan pilih ajaran Buddha.

Maksud saya menanyakan hal tersebut adalah kalau memang lagu Buddhis itu salah, tunjukkan dimana salahnya ? Agar dapat dimengerti.. bukannya diminta untuk pindah agama...
Kalo demikian kan.. berarti anda sudah menyinggung secara pribadi ...

ketika Buddha mencari penyebab Dukkha apakah pakai lagu2an? ketika Buddha menemukan penyebab Dukkha apakah pakai lagu2an? ketika Buddha membabarkan cara melenyapkan Dukkha memakai lagu2an?

Fungsi lagu2 itu untuk apa? apakah bisa untuk melepaskan nafsu?

Saya kurang mengerti apakah memang benar ada cerita beliau tersadar ketika mendengar nyanyian jika senar dawai kau petik terlalu kencang, maka senarnya kan putus, demikian pula kalau terlalu kendur tidak akan dapat di petik.. 
kalau ada cerita itu di sutta silahkan beri linknya.

Kalau mengenai sutta, saya tidak fasih.. namun cerita ini banyak berkembang.. salah satunya adalah di link ini...
http://bhagavant.com/home.php?link=sejarah&tipe=riwayat_buddha_3
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 24 February 2010, 10:08:02 PM
Kalau mengenai sutta, saya tidak fasih.. namun cerita ini banyak berkembang.. salah satunya adalah di link ini...
http://bhagavant.com/home.php?link=sejarah&tipe=riwayat_buddha_3

salah satu sumber yg diambil oleh bhagavant.com adalah buku KRONOLOGI HIDUP BUDDHA yang disusun oleh Bhikkhu Kusaladhamma, namun pada buku yg sama, bagian Point of Controversy, Bhante Kusala sendiri mengatakan bahwa bagian kisah ini tidak ia temukan dalam Tipitaka
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 25 February 2010, 09:00:57 AM
1. Kalau bukan bhikkhu dan tidak ada bhikkhu. Silakan saja ngebor2an....tapi bagi saya kurang layak pembabaran Dhamma kek gitu. Karena yg pasti pembabaran Dhamma sambil ngebor, ngak bakalan nyangkut ke telinga pendengar. Yg ngak ngebor aja masih bisa ngak nyangkut apalagi yg ngebor kan.... tetapi kalau untuk menarik umat, silakan saja tapi jangan bawa2 bhikkhu, karena misinya Buddhanisasi bukan penghayatan Dhamma melalui ceramah Dhamma. ;D
Nah, apakah perilaku Buddhanisasi ini sesuai atau kurang sesuai dengan Ajaran Buddha?


Quote
2. Tentunya nilai kepantasan sebagai  seorang bhikkhu yg mengikuti vinaya yang ada
Saya kurang tahu tentang vinaya, tetapi secara general yang dihindari adalah yang tidak mendukung pada kehidupan seorang petapa. Kira-kira begitu?


Quote
3. Walah kalau ekpresi tukul dan Mr. Bean sih kacau deh.....itu sih masuk kategori ngelawak....kalau selingan joke itu kan harus ada makna dhammanya, makanya ekspresi juga harus menunjukan kewibawaan Dhamma Dan bhikkhu. Kalau kek tukul sama Mr. Bean itu adalah hiburan murni. Dan tidak bermakna apa2.
Bisa saja berekspresi seperti itu tapi tetap membawakan dhamma. Tetapi memang itu tidak pantas dan tidak sesuai dengan vinaya.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 25 February 2010, 09:11:41 AM
Quote
Bukankah kebenaran Dhamma itu bisa berada dimana saja ? Yang penting orang tersebut dapat mengerti dan memahaminya ? Memang masih ditemui pelafalan Paritta dan lagu Buddhis yang tidak sesuai dengan ajaran.. dan itu tentunya butuh peranan Dhamma Duta yang handal untuk membetulkan itu semua..
Setau saya lagu2 Buddhis tidak berisikan Kotbah2 Buddha, namun ada juga yang bertemakan perenungan ke dalam diri.. bahkan seorang Bhikkhu almarhum terkenal sangat handal mencipta lagu2 rohani Buddhis yang masih banyak dikenal karya2nya hingga saat ini.. kembali kepada selera masing2, jika dirasa tidak cocok.. yah itu adalah hak pribadi masing2 individu...
Hanya saya rasa anak2 perlu ketertarikan belajar Dhamma dengan pelan2.. daripada ia tertarik dengan ajaran tetangga, alhasil generasi muda Buddhis kita kedepannya akan semakin surut... akan lebih sayang lagi kan ?

betul..kebenaran ada dimana-mana..tetapi kebenaran yang ada dimana-mana itu "ditutupi" oleh kebodohan yang sangat tebal diperparah oleh kondisi yang membodohkan.. :)
mana yang lebih bagus ya kira2...tertarik dengan agama tetangga,atau generasi Buddhis kita menggangap apa yang bukan Ajaran Buddha sebagai Ajaran Buddha dan menjadi fanatik didalamnya?yang lebih parah mana ya??[contoh kasusnya silakan lirik Maitreya]


Anumodana _/\_

Maksud anda ? Menyanyikan Lagu Buddhis adalah tidak sesuai dengan ajaran Buddha ?
Ini memang semakin meyakinkan saya pribadi bahwa memang Lagu Buddhis masih menjadi pro dan kontra hingga saat ini..
Saya kadang berpikir.. setiap hari raya agama lain, di mall2 gencar sekali diputar lagu2 rohani agama lain.. sedangkan Buddhis tidak ada sama sekali.. bukankah itu juga salah satu mengenalkan Ajaran Buddha via lagu ?
Jadi maksudnya agama lain ada lagu rohani maka di ajaran Buddha juga harus ada lagu rohani?
Kalau di agama lain ada penebusan dosa maka di ajaran Buddha juga harus ada penebusan dosa?

Kalau anda mencari agama yang ada lagu2 rohani silahkan pindah agama, kalau anda mau menghentikan dukkha silahkan pilih ajaran Buddha.

Maksud saya menanyakan hal tersebut adalah kalau memang lagu Buddhis itu salah, tunjukkan dimana salahnya ? Agar dapat dimengerti.. bukannya diminta untuk pindah agama...
Kalo demikian kan.. berarti anda sudah menyinggung secara pribadi ...


Mengenai lagu harus dilihat nadanya seperti apa, liriknya isinya seperti apa dan tujuan dibuat lagu itu sendiri. Almarhum YM. Bhikkhu Girirakhito Mahathera menciptakan lagu2 dengan tujuan mulia. Walau demikian dan memang Bhikkhu sendiri tidak boleh menyanyi. Jadi lagu bagi kehidupan umat awam dan hidup beragama bukan hal yang tabu. Dan memang lagu tidak bisa melenyapkan dukkha. Tetapi bila lirik dan nadanya menyentuh, orang bisa tertarik dengan Dhamma yg berkelanjutan penghentian pemuasan nafsu. Tetapi tidak semuanya berangkat dari sana.

Ajaran Buddha memang untuk menghilangkan dukkha. Tetapi apakah semua orang jika ingin berkreatifitas dalam kehidupan beragama khususnya umat awam tidak boleh dilakukan? yg tanpa lagu saja masih susah melenyapkan dukkha..Dan masalah lagu ini adalah hak umat untuk berkreatifitas dalam rambu2 kebuddhisan. Misal kalau tradisi theravada ya lagunya sesuai koridor umat theravada.

Jika memang hal itu tabu, maka konser sekelas Dhammagosa, lalu di Bali vihara Buddha Sakyamuni biasanya ada lagu terima kasih pada sangha oleh paduan suara ibu2 buddhist, dan lagu2 bhante Girirakhito yg bagus2 isinya tentunya di banned aja oleh sangha atau oleh agama Buddha Theravada, nyatanya kan tidak. Jadi tempat kan hal itu secara proposional dalam konteks yg sesuai. Kalau memang tabu sebuah lagu, atau joke yg masih dalam koridor dhamma dan vinaya bhikkhu sah2 saja. Mengenai ini itu tidak boleh siapa yg menilai? kita? apakah pancasila kita saja sudah sempurna? lalu kalau belum tetapi menginginkan hal2 yg ideal ini itu ngak boleh padahal masih umat awam dan silanya saja masih blepotan...maka saya cuma bisa bilang....mimpi kali yee....(gaya si poltak ruhut) ^-^ Kembali ke diri masing2 sajalah...kalau ngak mau denger lagu buddhis ya tutup kuping sajalah...Saya pribadi ngak suka lagu2. Seumur2 cuma satu aja dan itu menjadi sumber inspirasi untuk maju tatkala semangat lagi drop tetapi lagu itu bukan kemelekatan hanya alat disuatu saat saja dan tatkala diperlukan saja. Lagu itu adalah jinapanjara gatha...

Hidup sebagai umat Buddha wajar2 sajalah...kan uda ada rambu2nya...See things as they are. Jangan buat rambu2 yg ada dibuat2 sendiri dengan interpertasi sendiri menjadi kacamata kuda. Boleh atau tidaknya kembali ke batin masing2...Ada hal2 yg mengikuti tradisi Ajaran Sang Tathagata dan ada hal2 yg harus mengikuti perkembangan jaman. _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 25 February 2010, 09:15:46 AM
1. Kalau bukan bhikkhu dan tidak ada bhikkhu. Silakan saja ngebor2an....tapi bagi saya kurang layak pembabaran Dhamma kek gitu. Karena yg pasti pembabaran Dhamma sambil ngebor, ngak bakalan nyangkut ke telinga pendengar. Yg ngak ngebor aja masih bisa ngak nyangkut apalagi yg ngebor kan.... tetapi kalau untuk menarik umat, silakan saja tapi jangan bawa2 bhikkhu, karena misinya Buddhanisasi bukan penghayatan Dhamma melalui ceramah Dhamma. ;D
Nah, apakah perilaku Buddhanisasi ini sesuai atau kurang sesuai dengan Ajaran Buddha?

Untuk hal ini relatif. Karena pendekatan dan tujuan Buddhanisasi itu sendiri akan mempengaruhi apakah sesuai dan tidak sesuai dengan ajaran Buddha itu sendiri. Jadi dalam hal ini kita tidak bisa langsung menyimpulkan sebelum ada indikasi2nya.
Quote
2. Tentunya nilai kepantasan sebagai  seorang bhikkhu yg mengikuti vinaya yang ada
Saya kurang tahu tentang vinaya, tetapi secara general yang dihindari adalah yang tidak mendukung pada kehidupan seorang petapa. Kira-kira begitu?
 
Ya jika ia seorang bhikhhu seharusnya demikian

Quote
3. Walah kalau ekpresi tukul dan Mr. Bean sih kacau deh.....itu sih masuk kategori ngelawak....kalau selingan joke itu kan harus ada makna dhammanya, makanya ekspresi juga harus menunjukan kewibawaan Dhamma Dan bhikkhu. Kalau kek tukul sama Mr. Bean itu adalah hiburan murni. Dan tidak bermakna apa2.
Bisa saja berekspresi seperti itu tapi tetap membawakan dhamma. Tetapi memang itu tidak pantas dan tidak sesuai dengan vinaya.


Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 25 February 2010, 09:16:25 AM
Jika ada orang yang bukan Buddhis, terbiasa dalam keheningan, cenderung pada pelepasan nafsu, baik dalam moralitas, melihat suatu pembabaran Buddha-dhamma disertai dengan hal-hal yang memanjakan indera, kira-kira orang itu menjadi tertarik tidak dengan Ajaran Buddha?


Mereka tentunya akan tertarik dalam kelas meditasi, retreat vipasana, [...]
Jika kesan pertama tentang Ajaran Buddha adalah "kesenangan indrawi" apakah kira-kira orang tersebut mau cari tahu lebih jauh tentang Agama Buddha, Meditasi, Vipassana dan sebagainya?


Quote
karena saya tadi sudah menjelaskan bahwa umat Buddha itu tidak semua batinnya selalu harus bagus dan mantap seperti para bijaksana.. sehingga masih perlu pemrosesan ke arah yang lebih baik dan dimulai dari level rendah dahulu..
Setahu saya, yang bijaksana (tapi belum melenyapkan nafsu sepenuhnya) saja menghindari kenikmatan inderawi karena menyadari bahayanya, dan bisa terjatuh. Bagaimana caranya kemudian kenikmatan inderawi bisa memberikan kemajuan bathin bagi yang bahkan belum bijaksana, yang belum maju dalam latihan?


Quote
Kalau anak sekolah minggu sudah harus di strike seperti layaknya level para pertapa, rasanya belum tentu bisa diterapkan dengan hasil yang memuaskan.. untuk itu butuh variasi...
Apakah ada yang salah dengan nyanyian ?
Kalau membahas Sekolah Minggu, saya pikir kadang tujuannya bukan pengenalan dhamma, tapi semacam bimbingan non-formal atau bagi yang parah adalah "tempat penitipan anak".

Dalam kisah-kisah dhamma, ada beberapa kisah Arahat berumur 7 tahun (sekitar 6 tahun lebih dalam hitungan kita) seperti Sopaka. Mengapa mengatakan anak kecil tidak bisa mencapai level pertapa? Saya setuju pembabaran dhamma kepada anak kecil adalah dengan cara yang berbeda, tetapi rasanya kalau mengatakan levelnya pasti lebih bawah, saya kurang setuju.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: hatRed on 25 February 2010, 09:23:16 AM
yg dicari adalah "Yang sesuai" atau "Yang pantas"

jadi bagi saya, bagaimana kedok pengajaran/penyebaran suatu ajaran adalah pantas/sesuai jika tidak bertentangan dengan apa yg diajarkan.

mengenai ngebor/hip hop yah tinggal dilihat lagi apakah bertentangan dengan ajaran Agama Buddha?

karena di board Theravada yah dilihat dari kacamata Theravada ;D
Ya memang itulah yang sedang kita coba bahas di sini. Apa sajakah batasannya yang disebut pantas dari sudut pandang Tradisi Theravada, dan mengapa demikian. Jika ngebor/hip hop tidak boleh, dijelaskan kenapa tidak boleh, sementara tidak ada larangannya.


bukankah yg ditanyakan "Yang sesuai/ Yang pantas" bukannya "Yang boleh" atau "Yang Tidak Boleh" ?

menurut saya dalam tradisi theravada gaya Hip Hop atau Ngebor itu gak sesuai dengan tradisi Theravada, tapi bukan berarti Tidak boleh.

karena Gaya Hip Hop dan Ngebor tidak mengkondisikan batin seseorang terhada sesuatu yg bermanfaat (kesucian).

. Mo bahas juga, mengenai  cerita Zen tentang seorang guru yg membelah kucing untuk mengajari murid2nya

nah itu juga termasuk yg tidak sesuai tradisi theravada, menurut hemat saya ;D tapi entah dalam Zen, sepertinya itu sesuai... :P
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 25 February 2010, 09:34:15 AM
Quote
Jika kesan pertama tentang Ajaran Buddha adalah "kesenangan indrawi" apakah kira-kira orang tersebut mau cari tahu lebih jauh tentang Agama Buddha, Meditasi, Vipassana dan sebagainya?

Kalau yg ini ada di sutta dan pernah dibahas, dimana umat awam itu diiming2 oleh Sang Buddha  tentang cantiknya bidadari di surga sampai dikasi penglihatan juga sehingga dan kemudian ia terinspirasi untuk mengikuti ajaran Sang Buddha.....dan kalau tidak salah juga org itu mencapai sotapanna, kalau tidak salah om Gachapin pernah sebut di sutta apa, hanya saya lupa. Jadi entry point bisa dari mana saja yg penting selaras dengan Dhamma. Dan kadang cara kerja Dhamma itu sendiri diluar dugaan.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 25 February 2010, 09:37:45 AM
Nanda, dengan 500 peri berkaki pink.
Dan akhirnya dia jadi Arahat.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 25 February 2010, 09:44:54 AM
Nanda, dengan 500 peri berkaki pink.
Dan akhirnya dia jadi Arahat.

Oo iya Nanda.  Anumodana om Apin  ^:)^  ;D _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 25 February 2010, 09:56:49 AM
Saya kurang mengerti apakah memang benar ada cerita beliau tersadar ketika mendengar nyanyian jika senar dawai kau petik terlalu kencang, maka senarnya kan putus, demikian pula kalau terlalu kendur tidak akan dapat di petik.. 
kalau ada cerita itu di sutta silahkan beri linknya.

Kalau mengenai sutta, saya tidak fasih.. namun cerita ini banyak berkembang.. salah satunya adalah di link ini...
http://bhagavant.com/home.php?link=sejarah&tipe=riwayat_buddha_3

Dalam Sutta, sepertinya tidak ada kisah seperti itu, namun ada yang mirip di Anguttara Nikaya, Chakka, Mahavagga, Sona Sutta (Vīnūpamovāda Sutta). Sutta itu adalah nasihat Buddha pada Sona Kolivisa yang terlalu bersemangat dalam perjuangannya. Dikatakan kutinya penuh dengan darah dari kakinya akibat meditasi jalan yang dilakukannya. Buddha mengingatkannya dulu sebagai pemain vīnā (sejenis alat musik senar), jika senarnya terlalu kendur atau tegang, tidak akan menghasilkan musik yang baik.

Dari sini, bukan musiknya yang menginspirasi, namun pengertian tentang penggunaan senar yang baik.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 25 February 2010, 10:08:11 AM


NAGARAVINDEYYA SUTTA

(Sumber : Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penerjemah Tripitaka,
Penerbit : Yayasan Pancaran Dharma, Jakarta, 1992)

1. Demikian telah saya dengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di Kosala bersama sekumpulan besar bhikkhu sangha dan akhirnya Beliau tiba di sebuah desa kasta brahmana yang dinamakan Nagaravinda.

2. Perumah-tangga kasta brahmana dari Nagaravinda telah mendengar: "Seorang bhikkhu yang disebut Gotama, tampaknya, seorang putra suku Sakya yang meninggalkan suku Sakya, sedang berada di negeri Kosala bersama sekumpulan besar bhikkhu sangha dan telah datang ke Sala. Sekarang sebuah berita baik tentang Gotama telah tersebar yang menyatakan: 'Demikianlah Sang Bhagava, Beliau seorang arahat dan telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan dan prilakunya, mulia, mengetahui segenap alam, guru manusia tanpa banding, guru para dewa dan manusia, yang mencapai pencerahan agung, yang patut dimuliakan. Beliau menggambarkan dunia ini bersama para dewanya, para Mara dan Brahmana, generasi ini dengan para bhikkhu dan brahmana, para raja dan manusianya, yang telah beliau sadari sendiri melalui pengetahuan langsung. Beliau mengajarkan Dhamma dengan indah pada awalnya, indah pada pertengahan dan indah pula pada akhirnya dengan arti dan ungkapan (yang benar). Beliau menegaskan sebuah kehidupan mulia yang dikhotbahkan dengan sempurna dan murni.' Sekarang sungguh baik menemui para Arahat demikian."

3. Kemudian, para perumah-tangga kasta brahmana dari Nagaravinda berkunjung kepada Sang Bhagava dan beberapa di antara mereka memberi hormat kepada Sang Bhagava dan duduk di satu sisi, beberapa yang lain bertukar salam dengan Beliau, dan setelah tegur sapa sopan santun dan bersahabat disampaikan, mereka duduk di satu sisi; beberapa di antara mereka mengangkat dan merangkapkan tangannya dalam sikap menghormat kepada Sang Bhagava dan duduk di satu sisi; beberapa yang lain menyebutkan nama dan suku mereka di hadapan Sang Bhagava dan duduk di satu sisi. Setelah mereka duduk, Sang Bhagava berkata kepadanya:

4. "Para perumah-tangga, apabila para pengembara dari sekte lain bertanya kepadamu: 'Para perumah-tangga, para bhikkhu dan para brahmana macam apa yang seharusnya tidak dipuja, dihormati, dijunjung dan dimuliakan?' Kamu yang ditanya demikian, dapat menjawab kepada pengembara sekte lain itu demikian: 'Para bhikkhu dan para brahmana yang belum terbebas dari nafsu rendah, kebencian dan kegelapan batin berkenaan dengan bentuk-bentuk yang diterima oleh mata, yang pikirannya tidak tenang, yang perbuatan jasmani, ucapan dan pikirannya sekarang baik dan sekarang tidak baik, para bhikkhu dan brahmana demikian tak patut dipuja, dihormati, dijunjung dan dimuliakan. Mengapa demikian? Karena kita pun tidak terlepas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin berkenaan dengan bentuk-bentuk yang diterima oleh mata, pikiran kita tidak tenang, perbuatan jasmani, ucapan dan pikiran kita sekarang baik dan sekarang buruk. Oleh karena itu, apabila kita tak melihat prilaku yang lebih baik pada para bhikkhu dan brahmana itu, mereka tak patut dipuja, dihormati, dijunjung dan dimuliakan.
Para bhikkhu dan brahmana yang tidak terbebas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin berkenaan dengan suara-suara yang diterima melalui telinga ...
Para bhikkhu dan brahmana yang tidak terbebas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin berkenaan dengan penciuman obyek yang diterima melalui hidung ...
Para bhikkhu dan brahmana yang tidak terbebas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin berkenaan dengan objek rasa yang diterima melalui lidah ...
Para bhikkhu dan brahmana yang tidak terbebas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin berkenaan dengan sentuhan melalui jasmani ...
Para bhikkhu dan brahmana yang tidak terbebas dari keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin berkenaan dengan dhamma melalui pikiran ... maka mereka tidak patut dipuja, dihormati, dijunjung dan dimuliakan.' Kamu, apabila ditanya demikian, dapat menjawab seperti itu kepada para pengembara sekte-sekte lain tersebut.

5. Namun, para perumah-tangga, apabila para pengembara dari sekte-sekte lain itu bertanya kepadamu: 'Para perumah-tangga, para bhikkhu dan brahmana macam apa yang patut dipuja, dihormati, dijunjung, dan dimuliakan?' Kamu, yang ditanya demikian, dapat menjawab kepada para pengembara sekte-sekte lain tersebut demikian: 'Para bhikkhu dan para brahmana yang terbebas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin berkenaan dengan bentuk-bentuk yang diterima melalui mata, yang pikirannya tenang, yang perbuatan jasmani, ucapan dan pikirannya baik, para bhikkhu dan brahmana demikianlah yang patut dipuja, dihormati dijunjung dan dimuliakan. Mengapa demikian? Karena kita tidak terlepas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin berkenaan dengan bentuk yang diterima melalui mata, pikiran kita tidak tenang, perbuatan jasmani, ucapan dan pikiran kita sekarang baik dan sekarang buruk. Oleh sebab itu, karena kita melihat prilaku yang lebih baik pada para bhikkhu dan brahmana ini, mereka patut dipuja, dihormati, dijunjung dan dimuliakan.
Para bhikkhu dan para brahmana yang telah terlepas dari keserakahan, kebencian-dan kegelapan batin berkenaan dengan suara yang diterima melalui telinga ...
... berkenaan dengan obyek penciuman yang diterima melalui hidung ...
... berkenaan dengan obyek rasa yang diterima melalui lidah ...
... berkenaan dengan sentuhan yang diterima melalui badan jasmani ...
... berkenaan dengan dhamma melalui batin ... mereka patut dipuja, dihormati, dijunjung dan dimuliakan.
Kamu, apabila ditanya demikian, dapat menjawab seperti itu kepada para pengembara sekte-sekte lain tersebut.

6. Para perumah-tangga, apabila para pengembara dari sekte-sekte lain ini bertanya: 'Tetapi, apa bukti kepastian yang telah kamu jumpai pada orang yang kamu muliakan itu sehingga kamu mengatakan demikian, tentu orang-orang mulia ini telah terlepas dari keserakahan atau telah berjalan di atas jalan yang menghancurkan keserakahan; mereka telah terlepas dari kebencian atau telah berada pada jalan yang menghancurkan kebencian; mereka telah terlepas dari kegelapan batin atau telah berada pada jalan yang menghancurkan kegelapan batin?' Kamu yang ditanya demikian, dapat menjawab kepada mereka berikut: 'Selama para orang mulia ini sering tinggal di belantara lebat terpencil di dalam hutan. Karena di sana tak ada bentuk-bentuk yang diterima melalui mata yang kapan saja mereka melihatnya, mereka akan menikmatinya. Karena di sana tak ada suara-suara yang didengar oleh telinga ... tak ada obyek bau yang yang diterima oleh hidung ... tidak ada obyek rasa yang dikecap oleh lidah ... tak ada sentuhan yang diterima oleh badan jasmani, yang kapan saja mereka menyentuhnya, mereka akan menikmatinya. Itulah bukti-bukti dan kepastian-kepastian berkenaan dengan para orang mulia, yang menyebabkan saya mengatakan bahwa mereka demikian: 'Tentu para mulia ini telah terlepas dari keserakahan ... kebencian ...kebodohan batin atau mereka berada pada jalan yang menghancurkan kebodohan batin.' Kamu yang ditanya demikian, dapat menjawab kepada para pengembara sekte-sekte lain itu demikian."

7-8. Setelah hal tersebut dikatakan, para perumah tangga kasta brahmana dari Nagaravinda berkata: "Mengagumkan, Yang Mulia Gotama! ... Menakjubkan, Yang Mulia Gotama! Dhamma telah dibabarkan dengan jelas dalam berbagai cara oleh Yang Mulia Gotama, Beliau telah menegakkan sesuatu yang roboh, menyingkapkan yang tersembunyi, memperlihatkan jalan kepada yang tersesat, menegakkan lampu dalam kegelapan kepada mereka sehingga melihat bentuk.
Kami berlindung kepada Yang Mulia Gotama, kepada Dhamma dan kepada Sangha Bhikkhu. Mulai hari ini harap Yang Mulia Gotama menerima kami sebagai pengikut yang berlindung untuk selama-lamanya."
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 25 February 2010, 10:08:57 AM
Quote
Jika kesan pertama tentang Ajaran Buddha adalah "kesenangan indrawi" apakah kira-kira orang tersebut mau cari tahu lebih jauh tentang Agama Buddha, Meditasi, Vipassana dan sebagainya?

Kalau yg ini ada di sutta dan pernah dibahas, dimana umat awam itu diiming2 oleh Sang Buddha  tentang cantiknya bidadari di surga sampai dikasi penglihatan juga sehingga dan kemudian ia terinspirasi untuk mengikuti ajaran Sang Buddha.....dan kalau tidak salah juga org itu mencapai sotapanna, kalau tidak salah om Gachapin pernah sebut di sutta apa, hanya saya lupa. Jadi entry point bisa dari mana saja yg penting selaras dengan Dhamma. Dan kadang cara kerja Dhamma itu sendiri diluar dugaan.

Maksudnya Nanda yang dibawa ke Tavatimsa?
Pertama-tama, hal-hal seperti ini dilakukan hanya oleh seorang Samma-Sambuddha yang benar-benar mengerti kondisi bathin seseorang. Seperti juga halnya kasus Angulimala, Vakkali, Culapanthaka, Kisa-Gotami, dan lain-lain. Apakah valid jika nanti saya menggunakan "Kung Fu" untuk menceramahi dhamma ke para perampok? Bagaimana dengan mengizinkan bunuh diri, menyuruh menyeka muka, atau mencari biji lada?
Ini adalah hal-hal yang dilakukan seorang Samma Sambuddha, namun tidak dilakukan oleh para Agga-savaka sekalipun.

Sebagai tambahan, apakah "jalan-jalan" ke Tavatimsa itu untuk mengiming-imingi Nanda, ataukah untuk melepaskan kemelekatannya pada istrinya, Janapadakalyāni Nandā? Jangan lupa bahwa di tengah jalan mereka melihat monyet yang terbakar dan buntung (badan dan hidungnya), yang sungguh buruk rupa dan menyedihkan. Ketika melihat bidadari kaki pink itu, Nanda melihat perbandingan bidadari dan istrinya sungguh jauh, seperti wanita cantik dan monyet buntung tersebut, dengan demikian, hilanglah kemelekatannya pada istrinya itu.

Bahkan setelah itu pun, bukan keinginan untuk mendapat bidadari kaki pink yang membuat Nanda mencapai Arahatta-phala, namun rasa malunya karena teman-teman bhikkhu mengejeknya sebagai "orang jaminan" (dijamin dapat bidadari, baru mau meditasi). Rasa malu-nya itu yang menjaganya dari semua godaan inderawi, maka ia pun mencapai Arahatta-phala dan menjadi yang terunggul dalam menjaga indera-nya.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Brado on 25 February 2010, 10:13:21 AM
Saya kurang mengerti apakah memang benar ada cerita beliau tersadar ketika mendengar nyanyian jika senar dawai kau petik terlalu kencang, maka senarnya kan putus, demikian pula kalau terlalu kendur tidak akan dapat di petik.. 
kalau ada cerita itu di sutta silahkan beri linknya.

Kalau mengenai sutta, saya tidak fasih.. namun cerita ini banyak berkembang.. salah satunya adalah di link ini...
http://bhagavant.com/home.php?link=sejarah&tipe=riwayat_buddha_3

Dalam Sutta, sepertinya tidak ada kisah seperti itu, namun ada yang mirip di Anguttara Nikaya, Chakka, Mahavagga, Sona Sutta (Vīnūpamovāda Sutta). Sutta itu adalah nasihat Buddha pada Sona Kolivisa yang terlalu bersemangat dalam perjuangannya. Dikatakan kutinya penuh dengan darah dari kakinya akibat meditasi jalan yang dilakukannya. Buddha mengingatkannya dulu sebagai pemain vīnā (sejenis alat musik senar), jika senarnya terlalu kendur atau tegang, tidak akan menghasilkan musik yang baik.

Dari sini, bukan musiknya yang menginspirasi, namun pengertian tentang penggunaan senar yang baik.


Jika penjelasannya memang demikian adanya, bagaimana kita memperbaiki apa yang sudah terlanjur berkembang ini kembali ke jalur yang seharusnya ?
Apakah ada buku khusus untuk menjalankan operasional Vihara agar dapat diterapkan (semacam kurikulum) ?
Saya berharap dari bincang2 di forum ini akan menghasilkan sesuatu standar yang dapat kita jadikan patokan mengenai cara yang sesuai dalam penyebaran Dhamma..
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 25 February 2010, 10:32:40 AM
Jika penjelasannya memang demikian adanya, bagaimana kita memperbaiki apa yang sudah terlanjur berkembang ini kembali ke jalur yang seharusnya ?
Entahlah, menurut saya kalau mau mengubah orang lain itu susah. Paling-paling kita bisa berbagi apa yang kita ketahui saja. Di sini juga bukan tujuan saya membuat semacam "pakem" yang "halal" dalam penyebaran dhamma, tapi untuk sebatas dibahas saja agar bisa bermanfaat bagi yang membaca.


Quote
Apakah ada buku khusus untuk menjalankan operasional Vihara agar dapat diterapkan (semacam kurikulum) ?
Untuk ini saya tidak tahu karena saya juga tidak aktif ke vihara.


Quote
Saya berharap dari bincang2 di forum ini akan menghasilkan sesuatu standar yang dapat kita jadikan patokan mengenai cara yang sesuai dalam penyebaran Dhamma..
Saya juga berharap demikian. :)
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 25 February 2010, 10:37:42 AM
bukankah yg ditanyakan "Yang sesuai/ Yang pantas" bukannya "Yang boleh" atau "Yang Tidak Boleh" ?
Ya, ralat. Yang "sesuai/tidak" bukan "boleh/tidak", karena memang semua bebas dalam pendapatnya untuk melakukan apa pun.


Quote
menurut saya dalam tradisi theravada gaya Hip Hop atau Ngebor itu gak sesuai dengan tradisi Theravada, tapi bukan berarti Tidak boleh.

karena Gaya Hip Hop dan Ngebor tidak mengkondisikan batin seseorang terhada sesuatu yg bermanfaat (kesucian).

. Mo bahas juga, mengenai  cerita Zen tentang seorang guru yg membelah kucing untuk mengajari murid2nya

nah itu juga termasuk yg tidak sesuai tradisi theravada, menurut hemat saya ;D tapi entah dalam Zen, sepertinya itu sesuai... :P
Makanya saya sengaja taruh di Board Theravada agar tidak sampai nyerempet ke kisah bhiksu gendong wanita, bhiksu bunuh anjing gila, dan sebagainya.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 25 February 2010, 10:52:16 AM
Quote
Jika kesan pertama tentang Ajaran Buddha adalah "kesenangan indrawi" apakah kira-kira orang tersebut mau cari tahu lebih jauh tentang Agama Buddha, Meditasi, Vipassana dan sebagainya?

Kalau yg ini ada di sutta dan pernah dibahas, dimana umat awam itu diiming2 oleh Sang Buddha  tentang cantiknya bidadari di surga sampai dikasi penglihatan juga sehingga dan kemudian ia terinspirasi untuk mengikuti ajaran Sang Buddha.....dan kalau tidak salah juga org itu mencapai sotapanna, kalau tidak salah om Gachapin pernah sebut di sutta apa, hanya saya lupa. Jadi entry point bisa dari mana saja yg penting selaras dengan Dhamma. Dan kadang cara kerja Dhamma itu sendiri diluar dugaan.

Maksudnya Nanda yang dibawa ke Tavatimsa?
Pertama-tama, hal-hal seperti ini dilakukan hanya oleh seorang Samma-Sambuddha yang benar-benar mengerti kondisi bathin seseorang. Seperti juga halnya kasus Angulimala, Vakkali, Culapanthaka, Kisa-Gotami, dan lain-lain. Apakah valid jika nanti saya menggunakan "Kung Fu" untuk menceramahi dhamma ke para perampok? Bagaimana dengan mengizinkan bunuh diri, menyuruh menyeka muka, atau mencari biji lada?
Ini adalah hal-hal yang dilakukan seorang Samma Sambuddha, namun tidak dilakukan oleh para Agga-savaka sekalipun.

Betul dilakukan oleh Sang Buddha karena dia mengetahui kondisi batin, tetapi itu bukan pokok permasalahannya. Pokok permasalahannya adalah pada entry point yg berkelanjutan yg telah saya jelaskan hingga pelepasan. Agga Savaka memang tidak melakukan seperti Sang Buddha lakukan, karena sifat dan cara untuk mencapai tujuan sifatnya case by case dan yg membantu solving problem dari tiap Agga savaka ataupun Savaka Buddha memiliki gaya cara tersendiri yg unik dan karena disini yg sempurna tokoh sentralnya adalah Buddha maka itu ditonjolkan. Dan kalau Anda mau perhatikan setiap Savaka Buddha juga punya cara sendiri untuk membantu muridnya untuk mencapai tujuan nibbana. Dan banyak hal cara dari 2500 arahat yg ada tidak tercatat semuanya bagaimana dengan detil mereka menggunakan cara2 unik untuk membantu muridnya.  Nah Saat ini jika Sang Buddha tidak ada maka boleh saja seseorang(umat awam) berimprovisasi untuk menyebarkan Dhamma dengan kriteria yang ada yakni kebuddhisan. Nah kalau masuk ranah kebihkhuan tentu masalah dan tatacara penyebarannya sudah beda lagi.. Jadi disini bukan karena siapa? tetapi bagaimana? apalagi jaman sekarang jarang yg tau batin org2 maka dilakukan saja hal2 yg lazim....kalau kungfu itu jangan digeneralisasi keadaan dan tidak ada hubungan dengan ajaran Sang Buddha pada case2 pada umumnya tetapi bisa saja pada case tertentu, misal dengan kungfu kita lumpuhkan perampok lalu perampok itu tiba2 takut dan insaf dan mau belajar dengan kita...nah hal ini mungkin sekalipun sangat2 jarang seperti cara Sang Buddha yang case by case. Makanya saya selalu katakan case by case solving problemnya itu beda dan dinamis yg penting selaras dengan Dhamma. Oleh karena itu apapun cara yg selaras dengan Dhamma dan bila kita belum melihatnya, terlalu dini kita membuat kesimpulan itu tidak benar.



Sebagai tambahan, apakah "jalan-jalan" ke Tavatimsa itu untuk mengiming-imingi Nanda, ataukah untuk melepaskan kemelekatannya pada istrinya, Janapadakalyāni Nandā? Jangan lupa bahwa di tengah jalan mereka melihat monyet yang terbakar dan buntung (badan dan hidungnya), yang sungguh buruk rupa dan menyedihkan. Ketika melihat bidadari kaki pink itu, Nanda melihat perbandingan bidadari dan istrinya sungguh jauh, seperti wanita cantik dan monyet buntung tersebut, dengan demikian, hilanglah kemelekatannya pada istrinya itu.

Bahkan setelah itu pun, bukan keinginan untuk mendapat bidadari kaki pink yang membuat Nanda mencapai Arahatta-phala, namun rasa malunya karena teman-teman bhikkhu mengejeknya sebagai "orang jaminan" (dijamin dapat bidadari, baru mau meditasi). Rasa malu-nya itu yang menjaganya dari semua godaan inderawi, maka ia pun mencapai Arahatta-phala dan menjadi yang terunggul dalam menjaga indera-nya.

Betul, makanya saya sudah jelaskan tujuan sebenarnya adalah pencapaian dari pelepasan hanya entry pointnya dari iming2 yg kemudian ia ingin menggapai tahapan selanjutnya sampai mengerti...ini hanya cara yg berkesinambungan saja.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 25 February 2010, 11:16:06 AM
Quote
Betul dilakukan oleh Sang Buddha karena dia mengetahui kondisi batin, tetapi itu bukan pokok permasalahannya. Pokok permasalahannya adalah pada entry point yg berkelanjutan yg telah saya jelaskan hingga pelepasan. Agga Savaka memang tidak melakukan seperti Sang Buddha lakukan, karena sifat dan cara untuk mencapai tujuan sifatnya case by case dan yg membantu solving problem dari tiap Agga savaka ataupun Savaka Buddha memiliki gaya cara tersendiri yg unik dan karena disini yg sempurna tokoh sentralnya adalah Buddha maka itu ditonjolkan. Dan kalau Anda mau perhatikan setiap Savaka Buddha juga punya cara sendiri untuk membantu muridnya untuk mencapai tujuan nibbana. Dan banyak hal cara dari 2500 arahat yg ada tidak tercatat semuanya bagaimana dengan detil mereka menggunakan cara2 unik untuk membantu muridnya.  Nah Saat ini jika Sang Buddha tidak ada maka boleh saja seseorang(umat awam) berimprovisasi untuk menyebarkan Dhamma dengan kriteria yang ada yakni kebuddhisan. Nah kalau masuk ranah kebihkhuan tentu masalah dan tatacara penyebarannya sudah beda lagi.. Jadi disini bukan karena siapa? tetapi bagaimana? apalagi jaman sekarang jarang yg tau batin org2 maka dilakukan saja hal2 yg lazim....kalau kungfu itu jangan digeneralisasi keadaan dan tidak ada hubungan dengan ajaran Sang Buddha pada case2 pada umumnya tetapi bisa saja pada case tertentu, misal dengan kungfu kita lumpuhkan perampok lalu perampok itu tiba2 takut dan insaf dan mau belajar dengan kita...nah hal ini mungkin sekalipun sangat2 jarang seperti cara Sang Buddha yang case by case. Makanya saya selalu katakan case by case solving problemnya itu beda dan dinamis yg penting selaras dengan Dhamma. Oleh karena itu apapun cara yg selaras dengan Dhamma dan bila kita belum melihatnya, terlalu dini kita membuat kesimpulan itu tidak benar.

Saya rasa masalahnya sudah sangat jelas ,bahwa hanya Buddha yang mampu membabarkan Dhamma secara tepat...Savaka Buddha tidak mampu..Itu point terpentingnya menurut saya dan sudah tak bisa dibantahkan lagi..Bahkan YM SARIPUTTA yang dianggap ranking nomer 2 setelah Buddha dari segi Kebijaksanaan,banyak kasus dimana Bhikkhu yang dibawah bimbingan YM SARIPUTTA sendiri,setelah mendapatkan objek meditasi dari YM SARIPUTTA beberapa bulan melatih objek meditasi tersebut,tidak mengalami kemajuan,kalau adapun hanya sedikit..Hingga YM SARIPUTTA membawa muridnya mengunjungi Buddha,untuk meminta bantuan Buddha..Itu sangat jelas sekali...Sekarang yang dilakukan oleh para Savaka Buddha bisanya adalah "menebak" apa yang sesuai dengan "muridnya"...dan saya yakin bahwa para Savaka Buddha ketika membabarkan Dhamma tidak sambil joget,tidak sambil ngelawak..."pembabaran dhamma" yang Agung bagaimana bisa disamakan dengan cara2 yang kurang etis seperti itu?sekarang itu aja jelas di TULIS DHAMMA TALK bukan JOKE TALK..kalau mau banyak pendengar..sebaiknya JANGAN BABARKAN DHAMMA,tapi buatlah JOKE IN DHAMMA..jadi sama2 enak bukan?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 25 February 2010, 11:21:01 AM
Quote
2 lagu rohani buddhis oke banget memang bhikkhu ga boleh tapi umat perlu, klo ga nanti malah dalam buddhis seakan2 ga da nyanyian ( soalnya dulu g beranggapan demikian)
Memangnya ada masalah kalau memang tidak ada nyanyian?
soalnya dnegan pandangan dahulu yg masih dekat dengan samawi yg banyak nyanyian n liat k budhism ga da nyanyian seakan akan budhisme itu pesimistis n tdk ada kesenangannya. bahkan ada temen g yg kr****n wkt derger lagu buddhis kaget ternyata ada lagu buddhis jg y.

Quote
3 hip hop monk no!!! langgar vinaya trus alangkah lebih baik d jepang kyk d indo ada romo jadi klo romo yg bawa dhamma pake musik bahkan hiphop or hause lebih ok.
Berarti bro setuju ide "Ramani goyang nge-bor"?
alasan romo n ramani mereka tidak terikat vinaya hingga lebih mudah melakukan hal2 yg duniawi. namun untuk ramani ngebor secara peraturan k panditaan aja di larang untuk menari jadi slama ia tidak menari namun membuat acara meriah dengan meminta umat why not

Quote
sbenernya selama kita memang ingin menyebarkan dhama alangkah baiknya bila kita dapat menilai batasan2 yg ada. namun sebenernya selama menyebarkan dhamma kadang batasan tersebut menjadi abu2 tidak jelas lagi hitam atau putih tergantung dari sudut pandang seseorang.
kita sebagai dhamma duta ada baiknya pula membabarkan dhamma dengan mengikuti perkembangan jaman kondisi masyarakat & segmen usia.
Berarti seperti kata bro Tekkss Katsuo, kalau disesuaikan dengan jaman, nanti malah jangan2 nilai sila itu sendiri sudah bergeser. Bagaimana menurut bro kusalaputto?
kita mengikuti perkembangan jaman tentu juga harus berpatokan pada sila bukan ikut perkembangan membabarin dhama di diskotik namun bisa aja membabarkan dhama dengan pendekatan lagu mis yg sedang di gandrungi lagu house jadi lagu budhis di bikin remix. jadi anak muda jg tetap mendengarkan lagu budhis.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 25 February 2010, 11:30:08 AM
tentu semuanya harus sesuai dengan vinaya atau batas mana yang boleh sesuai dengan vinaya wa rasa makin tinggi moralitas nya akan terlihat.

karena ada juga memang bhikku yang jadi seperti penyanyi dll di china sono itu kata katanya sih terlihat benar tapi apakah sebenar itu wa liat fotonya pakai kacamata ( kacamata biasa sih tidak apa apa itu kacamata seperti rebyan punya coba buat apa di pakai) di telinga nya ada tuh yang buat freehand phone kemana dayakanya? terus apa kah pantas seperti itu? katanya sih lagu yang di rekam untuk mengenalkan Buddhist ke generasi muda. kalo dengar Bhikku lain yang se viharanya sih bilang (wah lupa juga nih yang keingat saja) harus yang sepantasnya.     

betul..saya jadi ke ingat dan mau bertanya,ada Bhikkhu mazhab Theravada di medan ini,masa punya HP dan ngendarain MOBIL MEWAH???apakah itu SESUAI VINAYA??
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 25 February 2010, 11:32:07 AM
Quote
"abg: pendekatannya dengan lagu, sharing(curhat) baru di sisipin dikit 2  dhamma"

tar abgnya jadinya hanya tahu curhat,Dhamma Nya kagak dapat..

bro riki maksud mengandeng abg dengan curhat karena di lihat dari kondisi psikologisnya bahwa pada sat itu mereka sangat rentan n emosinya yg di pakai dalam memutuskan sesuatu, jadi dengan kita mendengar curhatnya ini lalu kita memberikan solusi dengan buddha dhamma tentu disertai dengan sumber dhmma itu sendiri sehingga si abg itu maslahnya terselesaikan n ia dapat merenungi dhammanya. bukannya dengan itu ia belajar buddha dhamma jg
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 25 February 2010, 11:34:20 AM
saya setuju dengan Guru Bond............... sejauh itu tdk melanggar vinaya, maka hal yg mengundang tawa sich boleh boleh aja, lagian ketawanya kan wajar, nga dari awal sa ^:)^mpai akhir. kemudian jg, itu ada hubungan dengan topic yg mereka sampaikan, cuma mereka mengunakan kasus atao contoh selingan yg mungkin bagi sebagian org bisa memberika kegembiraan yg diungkapkan dengan tawa.
Dan saya yakin kedua Bhikkhu tersebut mengetahui sampai mana batas cara penyampain Dhamma...
saya pernah dengar ceramah Bhante Uttomo sekali, dan saya mengetahui bahwa hal yg disampaikan adalah Dhamma dengan contoh yg kadang membuat org tertawa tp masih dalam batasan berhubungan dengan Dhamma yg disampaikan beliau..............

Saudara Teks yang baik,sekarang permasalahannya adalah "Cara yang sesuai dalam pembabaran Dhamma"..Jikalau memang selingan joke itu "dibenarkan" atau "diwajarkan" dan selalu dikatakan oleh member2 disini harus "ada batasan" dan kedua Bhikkhu yang disebutkan "tahu batasan",sekarang apakah DhammaDuta yang lain tahu "batasan" tersebut?dan saya juga hendak mengajukan pertanyaan "apa batasan joke didalam Dhamma itu sendiri?"

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 25 February 2010, 11:36:03 AM
Quote
Betul dilakukan oleh Sang Buddha karena dia mengetahui kondisi batin, tetapi itu bukan pokok permasalahannya. Pokok permasalahannya adalah pada entry point yg berkelanjutan yg telah saya jelaskan hingga pelepasan. Agga Savaka memang tidak melakukan seperti Sang Buddha lakukan, karena sifat dan cara untuk mencapai tujuan sifatnya case by case dan yg membantu solving problem dari tiap Agga savaka ataupun Savaka Buddha memiliki gaya cara tersendiri yg unik dan karena disini yg sempurna tokoh sentralnya adalah Buddha maka itu ditonjolkan. Dan kalau Anda mau perhatikan setiap Savaka Buddha juga punya cara sendiri untuk membantu muridnya untuk mencapai tujuan nibbana. Dan banyak hal cara dari 2500 arahat yg ada tidak tercatat semuanya bagaimana dengan detil mereka menggunakan cara2 unik untuk membantu muridnya.  Nah Saat ini jika Sang Buddha tidak ada maka boleh saja seseorang(umat awam) berimprovisasi untuk menyebarkan Dhamma dengan kriteria yang ada yakni kebuddhisan. Nah kalau masuk ranah kebihkhuan tentu masalah dan tatacara penyebarannya sudah beda lagi.. Jadi disini bukan karena siapa? tetapi bagaimana? apalagi jaman sekarang jarang yg tau batin org2 maka dilakukan saja hal2 yg lazim....kalau kungfu itu jangan digeneralisasi keadaan dan tidak ada hubungan dengan ajaran Sang Buddha pada case2 pada umumnya tetapi bisa saja pada case tertentu, misal dengan kungfu kita lumpuhkan perampok lalu perampok itu tiba2 takut dan insaf dan mau belajar dengan kita...nah hal ini mungkin sekalipun sangat2 jarang seperti cara Sang Buddha yang case by case. Makanya saya selalu katakan case by case solving problemnya itu beda dan dinamis yg penting selaras dengan Dhamma. Oleh karena itu apapun cara yg selaras dengan Dhamma dan bila kita belum melihatnya, terlalu dini kita membuat kesimpulan itu tidak benar.

Saya rasa masalahnya sudah sangat jelas ,bahwa hanya Buddha yang mampu membabarkan Dhamma secara tepat...Savaka Buddha tidak mampu..Itu point terpentingnya menurut saya dan sudah tak bisa dibantahkan lagi..Bahkan YM SARIPUTTA yang dianggap ranking nomer 2 setelah Buddha dari segi Kebijaksanaan,banyak kasus dimana Bhikkhu yang dibawah bimbingan YM SARIPUTTA sendiri,setelah mendapatkan objek meditasi dari YM SARIPUTTA beberapa bulan melatih objek meditasi tersebut,tidak mengalami kemajuan,kalau adapun hanya sedikit..Hingga YM SARIPUTTA membawa muridnya mengunjungi Buddha,untuk meminta bantuan Buddha..Itu sangat jelas sekali...Sekarang yang dilakukan oleh para Savaka Buddha bisanya adalah "menebak" apa yang sesuai dengan "muridnya"...dan saya yakin bahwa para Savaka Buddha ketika membabarkan Dhamma tidak sambil joget,tidak sambil ngelawak..."pembabaran dhamma" yang Agung bagaimana bisa disamakan dengan cara2 yang kurang etis seperti itu?sekarang itu aja jelas di TULIS DHAMMA TALK bukan JOKE TALK..kalau mau banyak pendengar..sebaiknya JANGAN BABARKAN DHAMMA,tapi buatlah JOKE IN DHAMMA..jadi sama2 enak bukan?

Yakin para savaka Buddha hanya menebak? atau situasinya yg perfect adalah Sang Buddha dan demi kesempurnaan pencapaian maka diberikanlah kepada Sang Buddha? Bagaimana setelah Sang Buddha parinibbana, apakah para savaka Buddha tidak ada yg tahu tentang muridnya walaupun tak sesempurna Sang Buddha?

Ya pasti ngak joget dan ngelawak kek tukul kan...? kan pernah saya tulis ada batasan vinayanya.

Kalao joke in Dhamma ini sudah masuk ke persepsi. Jadi Kalau ada bhante ceramah lalu hadirin tertawa maka bhante itu melanggar vinaya?. Nah kembali kita melihat batasan2 kewajaran yg wajar sebagaimana adanya dan meneliti dhamma vinaya secara teliti dan benar dengan hati. Seperti case bhante Utammo, boleh saja bilang dia tidak joke, dan yg lain bilang ada jokenya karena hadirin hampir semuanya tertawa, lalu kalau begini bagaimana anda melihatnya?. Kalau tidak setuju bukan kah lebih baik tidak tertawa dan kalau perlu ngak usah ikut dhammadesananya? beres kan... ;D. Simple solution...Adakah hukuman sangha baginya? tidak ada sama sekali...ini study case supaya kita lihat batasannya sampai mana sih...supaya kita belajar Dhamma tidak pukul rata...ada hal2 yg sifatnya pukul rata ada yg sifatnya case by case. Makanya ada Dhamma dan vinaya keduanya. Bukan vinaya saja. Vinaya harus mengacu pada Dhamma. Jadi kembali kepada diri bro. Yang terbaik lihat kedalam kesempurnaan sila diri kita baru kita tahu apa yg terjadi sebenarnya diluar. Dhamma bukan diluar tapi didalam hati kita.

Saya pernah juga bertemu bhante yg saya hormati...kalau ceramah tutup mata dan ceramahnya hampir tidak ada titik koma, dengan mata tertutup dan hanya 15 menit kemudian ngintip dan tutup mata lagi. Ceramahnya mirip orang menghafal buku. Jadi auidence seperti apapun tancap gas terus. Nah ini gimana? bagi saya no problem...
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: CHANGE on 25 February 2010, 11:38:02 AM
 [at]  Riky

Bolehkah anda memberikan definisi ngelawak, joke atau humor yang anda maksudkan, dan ini dikaitkan dengan dhamma talk yang anda dengar langsung ?

 _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 25 February 2010, 11:38:43 AM
Quote
"abg: pendekatannya dengan lagu, sharing(curhat) baru di sisipin dikit 2  dhamma"

tar abgnya jadinya hanya tahu curhat,Dhamma Nya kagak dapat..

bro riki maksud mengandeng abg dengan curhat karena di lihat dari kondisi psikologisnya bahwa pada sat itu mereka sangat rentan n emosinya yg di pakai dalam memutuskan sesuatu, jadi dengan kita mendengar curhatnya ini lalu kita memberikan solusi dengan buddha dhamma tentu disertai dengan sumber dhmma itu sendiri sehingga si abg itu maslahnya terselesaikan n ia dapat merenungi dhammanya. bukannya dengan itu ia belajar buddha dhamma jg

entah juga ya..selama saya menjadi tempat curhat puluhan teman saya,dari masalah keluarga,keuangan,cinta,persahabatan,kebencian,dan sebagainya..saya tidak melihat bahwa apa yang saya sampaikan dengan "cara pandangan Buddhisme" dengan "sutta Buddhisme" dengan "kebenaran Dhamma" itu dapat diterima oleh mereka...yang ada mereka hanya mengangap saya sebagai "tong sampah",untungnya saya diajari sebagai "tong sampah" yang bawahnya "bolong" sehingga "sampah2" yang di muntahkan oleh teman2 saya ke "saya" akan jatuh ke tong sampah dan keluar dari lubang yang ada di tong sampah tersebut..

selama pergaulan saya 19 tahun,dari TK sampai SMA,dan sekarang kuliah semester 1 ,saya tidak melihat bahwa orang2 yang curhat[bahkan sahabat terbaik saya sendiri yang sudah dari TK ampe SEKARANG sama SEKOLAH dan KULIAHAN,yang SUDAH AMAT SANGAT BASI berteman dengan dia] itu akan mendengarkan nasihat yang anda berikan,yang ada malah sebaliknya,mereka ingin anda menjadi "pendengar yang baik" bukan "pembicara yang baik"..pernahkah seseorang curhat kepada anda?apakah ketika dia curhat dia "benar2" ingin mendengar pendapat anda?atau dia ingin anda "mendengar" keluh kesahnya?

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 25 February 2010, 11:41:25 AM
And then..mau nanya,banyak ceramah Dhamma yang diiringi lelucon,kadang leluconnya menurut saya berlebihan dan banyak teman saya yang ikutan dengan saya pigi dengar Dhamma Talk ,tidak ada yang ingat apa yang ingin disampaikan[DhammaNya],yang mereka ingat hanya bahwa Dhamma Talknya lucu,dibawakan oleh "pembicara yang lucu" dan mereka tertawa mengingat hal2 tersebut..Sebenarnya bermanfaatkah melakukan Dhammadesana dengan cara2 seperti itu?

Memang tidak dapat dipungkuri bahwa jangan terlalu kaku,karena nantinya umat akan bosan,tapi apakah dengan lelucon2 yang berlebihan maka umatnya bisa mengambil manfaat Dhamma itu sendiri?atau malah menjadi Ajang Lawak?

Kadang pembicaraannya serius,tiba2 menjadi lelucon,sehingga sering kali saya lihat ,orang tidak bisa membedakan antara yang serius dan lelucon..

Anumodana _/\_
bro riki again
sebuah dhamma desana yang di bawa kan dengan lelucon menurut sya sesuatu yg baik karena bukan hal gampang untuk membabarkan dhamma di hadapan bnyak orng n ketika suasana sudah tidak hidup harus memancing tawa dengan lelucon yg mengena, terkadang sudah berkali2 kita memancing lelucon pun tak ada yg tertawa malah suasana makin sepi n banyak yg tertidur. namun klo dalam dhammanya 50%nya adlah lelucon alangkah baiknya penceramah tersebut di beritahu untuk mengurangi leluconnya, namun hal mengenai lelucon pun harus di lihat dari segi usia mungkin bagi anda yg masih jiwa muda amat semangat dengan dhamma namun lain halnya dengan ai2 maupun apak2  cetiya yg membawa masalah di pundaknya dan berharap dengan k vihara menjadi lebih ringan bebanya, ini kenyataan yg terjadi khususnya di tempat saya klo penceramah yg serius maka akan banyak umat yg ceramah sendiri n tidur namu klo ada leluconnya malah umat
yg lebih memperhatikan ceramah
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 25 February 2010, 11:46:09 AM
Quote
Yakin para savaka Buddha hanya menebak? atau situasinya yg perfect adalah Sang Buddha dan demi kesempurnaan pencapaian maka diberikanlah kepada Sang Buddha? Bagaimana setelah Sang Buddha parinibbana, apakah para savaka Buddha tidak ada yg tahu tentang muridnya walaupun tak sesempurna Sang Buddha?
dituliskan dengan sangat jelas didalam buku Dhamma,nanti saya obrak abrik dulu,apakah kalau tidak salah itu tercantum dalam Dhammapada Atthakatha atau Jataka versi 1 terbitan ITC,antara kedua buku itu,karena saya kurang ingat,terlalu banyak buku yang saya baca beberapa minggu ini...Bahkan disana Buddha menjelaskan kepada YM SARIPUTTA memberikan objek meditasi tersebut dan tidak cocok kepada muridnya,dikarenakan pada kehidupan yang lampau Bhikkhu tersebut selama 500 kelahiran terlahir sebagai tukang emas,dan Buddha membabarkan dhamma dan memberikan objek renungkan kepada Bhikkhu tersebut,dalam waktu yang singkat Bhikkhu tersebut menjadi tataran kesucian Arahatta..atau mungkin anda mau katakan cerita tersebut sebagai "dongeng"? :)
Mohon Bro Bond membaca ulang kembali apa yang saya tuliskan,jelas disana saya tuliskan bahwa bahkan seorang YM Sariputta pun tidak bisa secara TEPAT memberikan OBJEK MEDITASI kepada muridnya...
dan saya rasa tidak ada kalimat saya yang mengatakan bahwa,"para savaka Buddha tidak ada yg tahu tentang muridnya walaupun tak sesempurna Sang Buddha?"[kalau memang saya ada berkata begitu,selama thread ini,dan ada kalimat yang "menjurus" atau terindikasi ke arah tersebut,silakan di quote kan ,saya akan mempertanggungjawabkan kalimat tersebut..Jika salah,saya akan berkata bahwa saya salah dan kurang sati..tanpa MEMBENARKAN kata2 saya,atau berdalih dan tidak mau mengalah dalam berdiskusi..terima kasih]

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 25 February 2010, 11:47:21 AM
Quote
"abg: pendekatannya dengan lagu, sharing(curhat) baru di sisipin dikit 2  dhamma"

tar abgnya jadinya hanya tahu curhat,Dhamma Nya kagak dapat..

bro riki maksud mengandeng abg dengan curhat karena di lihat dari kondisi psikologisnya bahwa pada sat itu mereka sangat rentan n emosinya yg di pakai dalam memutuskan sesuatu, jadi dengan kita mendengar curhatnya ini lalu kita memberikan solusi dengan buddha dhamma tentu disertai dengan sumber dhmma itu sendiri sehingga si abg itu maslahnya terselesaikan n ia dapat merenungi dhammanya. bukannya dengan itu ia belajar buddha dhamma jg

entah juga ya..selama saya menjadi tempat curhat puluhan teman saya,dari masalah keluarga,keuangan,cinta,persahabatan,kebencian,dan sebagainya..saya tidak melihat bahwa apa yang saya sampaikan dengan "cara pandangan Buddhisme" dengan "sutta Buddhisme" dengan "kebenaran Dhamma" itu dapat diterima oleh mereka...yang ada mereka hanya mengangap saya sebagai "tong sampah",untungnya saya diajari sebagai "tong sampah" yang bawahnya "bolong" sehingga "sampah2" yang di muntahkan oleh teman2 saya ke "saya" akan jatuh ke tong sampah dan keluar dari lubang yang ada di tong sampah tersebut..

selama pergaulan saya 19 tahun,dari TK sampai SMA,dan sekarang kuliah semester 1 ,saya tidak melihat bahwa orang2 yang curhat[bahkan sahabat terbaik saya sendiri yang sudah dari TK ampe SEKARANG sama SEKOLAH dan KULIAHAN,yang SUDAH AMAT SANGAT BASI berteman dengan dia] itu akan mendengarkan nasihat yang anda berikan,yang ada malah sebaliknya,mereka ingin anda menjadi "pendengar yang baik" bukan "pembicara yang baik"..pernahkah seseorang curhat kepada anda?apakah ketika dia curhat dia "benar2" ingin mendengar pendapat anda?atau dia ingin anda "mendengar" keluh kesahnya?

Anumodana _/\_
bro riki anda seharusnya segera memasang tarif untuk mereka yg curhat pada anda :)) :)) :))
memang ketika seseorang curhat kepada temannya terkadang hnya mau mereka menjadi pendengar tapa menerima masukan lain halnya klo mereka curhat kepada orng yg mereka hormati n memang mencari jalan keluar dari masalah mereka. n jg setelah anda mendengar mereka curhat yah anda kan tinggal menambahkan apa yg anda pikirkan sesuai buddha dhamma percaya/menerima mau pun tidak mereka kepada anda setidaknya anda sudah berusaha membantu mereka
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 25 February 2010, 11:57:32 AM
Quote
Betul dilakukan oleh Sang Buddha karena dia mengetahui kondisi batin, tetapi itu bukan pokok permasalahannya. Pokok permasalahannya adalah pada entry point yg berkelanjutan yg telah saya jelaskan hingga pelepasan. Agga Savaka memang tidak melakukan seperti Sang Buddha lakukan, karena sifat dan cara untuk mencapai tujuan sifatnya case by case dan yg membantu solving problem dari tiap Agga savaka ataupun Savaka Buddha memiliki gaya cara tersendiri yg unik dan karena disini yg sempurna tokoh sentralnya adalah Buddha maka itu ditonjolkan. Dan kalau Anda mau perhatikan setiap Savaka Buddha juga punya cara sendiri untuk membantu muridnya untuk mencapai tujuan nibbana. Dan banyak hal cara dari 2500 arahat yg ada tidak tercatat semuanya bagaimana dengan detil mereka menggunakan cara2 unik untuk membantu muridnya.  Nah Saat ini jika Sang Buddha tidak ada maka boleh saja seseorang(umat awam) berimprovisasi untuk menyebarkan Dhamma dengan kriteria yang ada yakni kebuddhisan. Nah kalau masuk ranah kebihkhuan tentu masalah dan tatacara penyebarannya sudah beda lagi.. Jadi disini bukan karena siapa? tetapi bagaimana? apalagi jaman sekarang jarang yg tau batin org2 maka dilakukan saja hal2 yg lazim....kalau kungfu itu jangan digeneralisasi keadaan dan tidak ada hubungan dengan ajaran Sang Buddha pada case2 pada umumnya tetapi bisa saja pada case tertentu, misal dengan kungfu kita lumpuhkan perampok lalu perampok itu tiba2 takut dan insaf dan mau belajar dengan kita...nah hal ini mungkin sekalipun sangat2 jarang seperti cara Sang Buddha yang case by case. Makanya saya selalu katakan case by case solving problemnya itu beda dan dinamis yg penting selaras dengan Dhamma. Oleh karena itu apapun cara yg selaras dengan Dhamma dan bila kita belum melihatnya, terlalu dini kita membuat kesimpulan itu tidak benar.

Saya rasa masalahnya sudah sangat jelas ,bahwa hanya Buddha yang mampu membabarkan Dhamma secara tepat...Savaka Buddha tidak mampu..Itu point terpentingnya menurut saya dan sudah tak bisa dibantahkan lagi..Bahkan YM SARIPUTTA yang dianggap ranking nomer 2 setelah Buddha dari segi Kebijaksanaan,banyak kasus dimana Bhikkhu yang dibawah bimbingan YM SARIPUTTA sendiri,setelah mendapatkan objek meditasi dari YM SARIPUTTA beberapa bulan melatih objek meditasi tersebut,tidak mengalami kemajuan,kalau adapun hanya sedikit..Hingga YM SARIPUTTA membawa muridnya mengunjungi Buddha,untuk meminta bantuan Buddha..Itu sangat jelas sekali...Sekarang yang dilakukan oleh para Savaka Buddha bisanya adalah "menebak" apa yang sesuai dengan "muridnya"...dan saya yakin bahwa para Savaka Buddha ketika membabarkan Dhamma tidak sambil joget,tidak sambil ngelawak..."pembabaran dhamma" yang Agung bagaimana bisa disamakan dengan cara2 yang kurang etis seperti itu?sekarang itu aja jelas di TULIS DHAMMA TALK bukan JOKE TALK..kalau mau banyak pendengar..sebaiknya JANGAN BABARKAN DHAMMA,tapi buatlah JOKE IN DHAMMA..jadi sama2 enak bukan?

Saya setuju sama Bro Riky. Murid Buddha memang sangat banyak. Tetapi walaupun mereka mengajar dengan cara mereka sendiri, mereka tidak berimprovisasi lebih dari kapasitas seorang Savaka, juga tidak dengan hal yang bertentangan dengan vinaya.

Saya juga setuju kalau memang itu case per case, tapi apakah penceramah dhamma biasa berceramah depan ribuan orang mengetahui keadaan bathin semua orang itu? Penceramah dhamma mungkin saja bahkan tidak mengerti satu pun kondisi bathin orang lain. Jika dia memiliki kebijaksanaan dalam dhamma, tidaklah mungkin dia berimprovisasi lebih dari kapasitasnya.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 25 February 2010, 11:57:40 AM
soalnya dnegan pandangan dahulu yg masih dekat dengan samawi yg banyak nyanyian n liat k budhism ga da nyanyian seakan akan budhisme itu pesimistis n tdk ada kesenangannya. bahkan ada temen g yg kr****n wkt derger lagu buddhis kaget ternyata ada lagu buddhis jg y.
Bagi saya, orang lain begitu, kita ga usah begitu. Misalnya sekarang ini 'kan di kalangan muda-mudi itu "berselingkuh" seperti jadi trend. Kalau ga punya selingkuhan, kurang "trendy". Yah, biarkan saja. Kekuatan dan daya tarik dari Buddha-dhamma adalah pelepasan, bukan kemelekatan inderawi. Jika demi hal-hal rendah kita malah menunjukkan sebaliknya, saat itulah Buddha-dhamma jadi kehilangan "jati diri"-nya.


Quote
alasan romo n ramani mereka tidak terikat vinaya hingga lebih mudah melakukan hal2 yg duniawi. namun untuk ramani ngebor secara peraturan k panditaan aja di larang untuk menari jadi slama ia tidak menari namun membuat acara meriah dengan meminta umat why not

Nah, kalau begitu saya kembalikan lagi pertanyaan ke Bro Lokkhitacaro. Jika menggunakan hal-hal yang menyenangkan nafsu indera, siapa yang akan "terjaring" dalam ceramah dhamma tersebut?

Saya berikan perumpamaan begini.
Anda adalah seorang kaya yang akan berdana. Lalu 1 penasihat anda menyarankan, "jika diadakan pesta yang menyenangkan indera, maka akan berkumpul banyak sekali orang dari berbagai penjuru yang akan menerima dana, dengan begitu dana akan terlaksana dengan baik." Lalu penasihat yang lain mengatakan, "jika dibuat sebuah tempat pemberian dana yang sederhana dan pantas, sesuai dengan moralitas dan nilai-nilai luhur, akan ada petapa, yang pantas menerima dana, datang menerima dana, namun jauh lebih sedikit."
Anda pilih yang mana? Mengapa?



Quote
kita mengikuti perkembangan jaman tentu juga harus berpatokan pada sila bukan ikut perkembangan membabarin dhama di diskotik namun bisa aja membabarkan dhama dengan pendekatan lagu mis yg sedang di gandrungi lagu house jadi lagu budhis di bikin remix. jadi anak muda jg tetap mendengarkan lagu budhis.

Tujuan dari mendengar lagu adalah menikmati keindahan objek suara. Keindahan objek suara menimbulkan perasaan senang dan akhirnya adalah kemelekatan.

Tujuan dari dhamma adalah menyadari objek sebagaimana adanya. Dengan menyadarinya, ia mengetahui timbul dan tenggelamnya perasaan. Dengan mengetahuinya, maka ia tidak lagi melekat pada objek tersebut.

Apakah ada kesamaan dari dua tujuan tersebut?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 25 February 2010, 12:00:23 PM
Bagian menengah tentang Moralitas

1.11. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana memakan makanan pemberian mereka yang berkeyakinan, cenderung merusak benih-benih itu yang tumbuh dari akar-akar, dari tangkai, dari ruas-ruas, dari irisan, dari biji, Petapa Gotama menghindari perusakan demikian.” Demikianlah orang-orang biasa akan memuji Sang Tathāgata.’ [6]

1.12. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana memakan makanan pemberian mereka yang berkeyakinan, cenderung menikmati barang-barang simpanan seperti makanan, minuman, pakaian, alat transportasi, tempat tidur, pengharum, daging, Petapa Gotama menjauhi kenikmatan demikian.”’

1.13. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana ... masih menikmati pertunjukan seperti tarian, nyanyian, musik, penampilan, pembacaan, musik-tangan, simbal dan tambur, pertunjukan sihir,16 akrobatik dan sulap,17 pertandingan gajah, kerbau, sapi, kambing, domba, ayam, burung puyuh, perkelahian dengan tongkat, tinju, gulat, perkelahian pura-pura, parade, pertunjukan manuver dan militer, Petapa Gotama menjauhi menikmati penampilan demikian.”’

1.14. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana masih menikmati permainan-permainan dan kegiatan sia-sia seperti catur delapan atau sepuluh baris,18 ‘catur di udara’,19 permainan jingkat, permainan biji-bijian, permainan dadu, melempar tongkat, ‘lukisan-tangan’, permainan bola, meniup melalui pipa mainan, permainan dengan bajak mainan, jungkir balik, permainan dengan kincir, pengukuran, kereta [7] dan busur mainan, menebak huruf,20 menebak pikiran,21 meniru penampilan cacat, Petapa Gotama menjauhi kegiatan sia-sia demikian.”’

1.15. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana masih menyukai tempat tidur yang tinggi dan lebar dan tempat duduk yang tinggi, alas duduk berhiaskan kulit binatang,22 dilapisi wol atau dengan berbagai macam penutup, penutup dengan bulu di kedua sisi atau di satu sisi, penutup sutra, berhiaskan dengan atau tanpa permata, permadani-kereta, -gajah, -kuda, berbagai selimut dari kulit-kijang, bantal bertenda, atau dengan bantal merah di kedua sisi, Petapa Gotama menjauhi tempat tidur tinggi dan lebar demikian.”’

1.16. ‘”Sementara beberapa petapa dan Brahmana masih menyukai bentuk-bentuk hiasan-diri dan perhiasan seperti melumuri tubuh dengan pengharum, memijat, mandi dengan air harum, menggunakan pencuci rambut, menggunakan cermin, salep, karangan bunga, wangi-wangian, bedak, kosmetik, kalung, ikat kepala, tongkat hiasan, botol, pedang, penghalang sinar matahari, sandal berhias, serban, permata, kipas ekor-yak, jubah berumbai, Petapa Gotama menjauhi hiasan-diri demikian.”’

1.17. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana masih menyukai pembicaraan yang tidak bermanfaat23 seperti tentang raja-raja, perampok-perampok, menteri-menteri, bala tentara, bahaya-bahaya, perang, makanan, minuman, pakaian, tempat tidur, karangan bunga, pengharum, sanak saudara, kereta, desa-desa, pasar-pasar dan kota-kota, negara-negara, perempuan-perempuan, [8] pahlawan-pahlawan, gosip-sumur dan –jalanan, pembicaraan tentang mereka yang meninggal dunia, pembicaraan yang tidak menentu, spekulasi tentang daratan dan lautan,24 pembicaraan tentang ke-ada-an dan ke-tiada-an,25 Petapa Gotama menjauhi pembicaraan demikian.”’

1.18. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana masih menyukai perdebatan seperti: ‘Engkau tidak memahami ajaran dan disiplin ini – Aku memahami!’, ‘Bagaimana engkau dapat memahami ajaran dan disiplin ini?’, ‘Jalanmu semuanya salah – jalanku yang benar’, ‘Aku konsisten – engkau tidak!’, ‘Engkau mengatakannya terakhir apa yang seharusnya engkau katakan pertama kali!’, ‘Apa yang lama engkau pikirkan telah terbantah!’, ‘Argumentasimu telah dipatahkan, engkau kalah!’, ‘Pergi, selamatkan ajaranmu – keluarlah dari sana jika engkau mampu!’, Petapa Gotama menjauhi perdebatan demikian.”’26

1.19. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana masih menyukai hal-hal seperti menjadi kurir dan penyampai pesan, seperti untuk raja, menteri, para mulia, Brahmana, perumah tangga, dan anak muda yang mengatakan: ‘Pergilah ke sini – pergilah ke sana! Bawalah ini ke sana – bawalah itu dari sana!’ Petapa Gotama menjauhi menjadi kurir demikian.”’

1.20. ‘“Sementara beberapa petapa dan Brahmana masih menyukai kebohongan, ucapan sia-sia, nasihat tersirat, meremehkan, dan selalu berusaha memperoleh keuntungan, Petapa Gotama menjauhi kebohongan demikian.” Demikianlah orang-orang biasa akan memuji Sang Tathāgata.’27

baca lengkapnya di http://dhammacitta.org/tipitaka/dn/dn.01.wlsh.html
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 25 February 2010, 12:01:13 PM
Quote
Yakin para savaka Buddha hanya menebak? atau situasinya yg perfect adalah Sang Buddha dan demi kesempurnaan pencapaian maka diberikanlah kepada Sang Buddha? Bagaimana setelah Sang Buddha parinibbana, apakah para savaka Buddha tidak ada yg tahu tentang muridnya walaupun tak sesempurna Sang Buddha?
dituliskan dengan sangat jelas didalam buku Dhamma,nanti saya obrak abrik dulu,apakah kalau tidak salah itu tercantum dalam Dhammapada Atthakatha atau Jataka versi 1 terbitan ITC,antara kedua buku itu,karena saya kurang ingat,terlalu banyak buku yang saya baca beberapa minggu ini...Bahkan disana Buddha menjelaskan kepada YM SARIPUTTA memberikan objek meditasi tersebut dan tidak cocok kepada muridnya,dikarenakan pada kehidupan yang lampau Bhikkhu tersebut selama 500 kelahiran terlahir sebagai tukang emas,dan Buddha membabarkan dhamma dan memberikan objek renungkan kepada Bhikkhu tersebut,dalam waktu yang singkat Bhikkhu tersebut menjadi tataran kesucian Arahatta..atau mungkin anda mau katakan cerita tersebut sebagai "dongeng"? :)
Mohon Bro Bond membaca ulang kembali apa yang saya tuliskan,jelas disana saya tuliskan bahwa bahkan seorang YM Sariputta pun tidak bisa secara TEPAT memberikan OBJEK MEDITASI kepada muridnya...
dan saya rasa tidak ada kalimat saya yang mengatakan bahwa,"para savaka Buddha tidak ada yg tahu tentang muridnya walaupun tak sesempurna Sang Buddha?"[kalau memang saya ada berkata begitu,selama thread ini,dan ada kalimat yang "menjurus" atau terindikasi ke arah tersebut,silakan di quote kan ,saya akan mempertanggungjawabkan kalimat tersebut..Jika salah,saya akan berkata bahwa saya salah dan kurang sati..tanpa MEMBENARKAN kata2 saya,atau berdalih dan tidak mau mengalah dalam berdiskusi..terima kasih]

Anumodana _/\_

Khuddaka Nikaya, Jataka 25, Tittha Jataka.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 25 February 2010, 12:01:14 PM
Quote
Yakin para savaka Buddha hanya menebak? atau situasinya yg perfect adalah Sang Buddha dan demi kesempurnaan pencapaian maka diberikanlah kepada Sang Buddha? Bagaimana setelah Sang Buddha parinibbana, apakah para savaka Buddha tidak ada yg tahu tentang muridnya walaupun tak sesempurna Sang Buddha?

Ya pasti ngak joget dan ngelawak kek tukul kan...? kan pernah saya tulis ada batasan vinayanya.

Kalao joke in Dhamma ini sudah masuk ke persepsi. Jadi Kalau ada bhante ceramah lalu hadirin tertawa maka bhante itu melanggar vinaya?. Nah kembali kita melihat batasan2 kewajaran yg wajar sebagaimana adanya dan meneliti dhamma vinaya secara teliti dan benar dengan hati. Seperti case bhante Utammo, boleh saja bilang dia tidak joke, dan yg lain bilang ada jokenya karena hadirin hampir semuanya tertawa, lalu kalau begini bagaimana anda melihatnya?. Kalau tidak setuju bukan kah lebih baik tidak tertawa dan kalau perlu ngak usah ikut dhammadesananya? beres kan... ;D. Simple solution...Adakah hukuman sangha baginya? tidak ada sama sekali...ini study case supaya kita lihat batasannya sampai mana sih...supaya kita belajar Dhamma tidak pukul rata...ada hal2 yg sifatnya pukul rata ada yg sifatnya case by case. Makanya ada Dhamma dan vinaya keduanya. Bukan vinaya saja. Vinaya harus mengacu pada Dhamma. Jadi kembali kepada diri bro. Yang terbaik lihat kedalam kesempurnaan sila diri kita baru kita tahu apa yg terjadi sebenarnya diluar. Dhamma bukan diluar tapi didalam hati kita.

Saya pernah juga bertemu bhante yg saya hormati...kalau ceramah tutup mata dan ceramahnya hampir tidak ada titik koma, dengan mata tertutup dan hanya 15 menit kemudian ngintip dan tutup mata lagi. Ceramahnya mirip orang menghafal buku. Jadi auidence seperti apapun tancap gas terus. Nah ini gimana? bagi saya no problem...

Yup,,,, saya jg pernah mendengar ceramah Dhamma Bhante Uttomo, beliau toh tdk melawak ato ceritakan hal komedi gt beliau hanya memberikan kasus dalam pembahasan DHamma yg disampaikannya, hanya saja pendengar yg tertawa karena merasa gembira ataupun merasa ada yg lucu, padahal menurut saya itu biasa biasa saja, lagian ketawa mereka jg bukan ketawa dr awal sampai akhir tanpa berhenti,...

terus jg ada diskusi dgn Bhante jin, n byk org jg disana dengarkan, padahal Bhante jin diskusi Dhamma biasa dan menceritakan kasus yg berhubungan bukannya melawak atao berkomedi, toh tetap jg ada org yg ketawa karena merasa yg lucu, atao gembira ataopun kena batin org tersebut.. apakah hal demikian bisa disalahkan Bhantenya?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 25 February 2010, 12:02:22 PM
Quote
Yakin para savaka Buddha hanya menebak? atau situasinya yg perfect adalah Sang Buddha dan demi kesempurnaan pencapaian maka diberikanlah kepada Sang Buddha? Bagaimana setelah Sang Buddha parinibbana, apakah para savaka Buddha tidak ada yg tahu tentang muridnya walaupun tak sesempurna Sang Buddha?
dituliskan dengan sangat jelas didalam buku Dhamma,nanti saya obrak abrik dulu,apakah kalau tidak salah itu tercantum dalam Dhammapada Atthakatha atau Jataka versi 1 terbitan ITC,antara kedua buku itu,karena saya kurang ingat,terlalu banyak buku yang saya baca beberapa minggu ini...Bahkan disana Buddha menjelaskan kepada YM SARIPUTTA memberikan objek meditasi tersebut dan tidak cocok kepada muridnya,dikarenakan pada kehidupan yang lampau Bhikkhu tersebut selama 500 kelahiran terlahir sebagai tukang emas,dan Buddha membabarkan dhamma dan memberikan objek renungkan kepada Bhikkhu tersebut,dalam waktu yang singkat Bhikkhu tersebut menjadi tataran kesucian Arahatta..atau mungkin anda mau katakan cerita tersebut sebagai "dongeng"? :)

Disini letaknya ada keterbatasan mengetahui Dari YM Sariputta yg harus dicover oleh Sang Buddha. Tetapi tidak semua murid dibawah bimbingan YM Sariputta semuanya langsung ditangani Sang Buddha tetapi ada yg langsung oleh YM Sariputta dan mencapai tingkat Arahat juga. Disini saya hanya ingin memperjelas Entry point yg unik dari satu individu ke individu yg lain. Itu saja. Bukan masalah Sariputtanya

Mohon Bro Bond membaca ulang kembali apa yang saya tuliskan,jelas disana saya tuliskan bahwa bahkan seorang YM Sariputta pun tidak bisa secara TEPAT memberikan OBJEK MEDITASI kepada muridnya...
dan saya rasa tidak ada kalimat saya yang mengatakan bahwa,"para savaka Buddha tidak ada yg tahu tentang muridnya walaupun tak sesempurna Sang Buddha?"[kalau memang saya ada berkata begitu,selama thread ini,dan ada kalimat yang "menjurus" atau terindikasi ke arah tersebut,silakan di quote kan ,saya akan mempertanggungjawabkan kalimat tersebut..Jika salah,saya akan berkata bahwa saya salah dan kurang sati..tanpa MEMBENARKAN kata2 saya,atau berdalih dan tidak mau mengalah dalam berdiskusi..terima kasih]

ini tulisan bro :
...Sekarang yang dilakukan oleh para Savaka Buddha bisanya adalah "menebak" apa yang sesuai dengan "muridnya


sehingga saya bertanya :

Yakin para savaka Buddha hanya menebak? atau situasinya yg perfect adalah Sang Buddha dan demi kesempurnaan pencapaian maka diberikanlah kepada Sang Buddha? Bagaimana setelah Sang Buddha parinibbana, apakah para savaka Buddha tidak ada yg tahu tentang muridnya walaupun tak sesempurna Sang Buddha?



Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 25 February 2010, 12:05:09 PM
Quote
Ya pasti ngak joget dan ngelawak kek tukul kan...? kan pernah saya tulis ada batasan vinayanya.

Kalau boleh tahu,apa sih batasan vinayanya?daritadi banyak member menulis harus ada batasan,harus ada batasan,tetapi saya tidak menangkap apa yang dimaksud dengan "batasan" yang dimaksudkan,dan banyak yang ABU-ABU..

Quote
Kalao joke in Dhamma ini sudah masuk ke persepsi. Jadi Kalau ada bhante ceramah lalu hadirin tertawa maka bhante itu melanggar vinaya?.
nah,anda sungguh aneh...adakah saya bilang melanggar Vinaya?saya sendiri bukan Ahli Vinaya,dan baru ada 1 buku tentang Vinaya[mungkin kalau ada orang yang disini mau kasih saya semua buku tentang Vinaya,saya siap menampung dan sangat berterima kasih kepada orang tersebut..]..

Sekali lagi saya katakan bahwa thread ini menyoroti tentang "Cara yang sesuai dalam pembabaran Dhamma" bukan menyoroti "pembabaran Dhamma yang melanggar Vinaya atau tidak Melanggar Vinaya.." bukan juga tentang "Oknum2 yang melanggar Dhamma Vinaya dalam membabarkan Dhamma"..
sekali lagi saya tuliskan,bahwa yang disoroti adalah "CARA atau TINGKAH LAKU"..Terima kasih saya ucapkan.. :)


Quote
Nah kembali kita melihat batasan2 kewajaran yg wajar sebagaimana adanya dan meneliti dhamma vinaya secara teliti dan benar dengan hati. Seperti case bhante Utammo, boleh saja bilang dia tidak joke, dan yg lain bilang ada jokenya karena hadirin hampir semuanya tertawa, lalu kalau begini bagaimana anda melihatnya?.
Kalau semuanya daritadi dibahas adalah batasan2 kewajaran yang wajar,apa sih batasannya?kalau anda menyuruh 'para pendengar'nya untuk meneliti nya sendiri..mending thread dilock saja..atau silakan saja semua orang membabarkan dhamma "semau gue",karena intinya "dhamma disampaikan dengan segala cara",pendengarnya mau mampus ya mampus sana saja..karena yang babarkan dhamma itu sudah ada mengandung Dhamma,caranya mau gimana terserah..yang salah itu "pendengar"nya..begitu ya?atau saya salah menafsirkan maksud anda..tolong di bantu yang lemah dan dungu ini didalam Dhamma Bhagava.. _/\_


Quote
Kalau tidak setuju bukan kah lebih baik tidak tertawa dan kalau perlu ngak usah ikut dhammadesananya? beres kan... ;D. Simple solution...
Nah,kalau begitu,..Bhantenya yang bersangkutkan tidak perlu berceramah saja sekaligus,ngapain promosi susah2 dan vihara ke vihara,dari lembar2 brosur dan dari mouth to mouth dan di bombadir,kalau intinya anda berkata,"Kalau tidak setuju bukan kah lebih baik tidak tertawa dan kalau perlu ngak usah ikut dhammadesannya.."[menurut saya ini sikap egois dan ingin menang sendiri...Padahal Buddha berkata dengan sangat JELAS,bahwa hidup DIDUNIA,tak terlepas dari PRO dan KONTRA,DICELA atau DIPUJI]

Quote
Adakah hukuman sangha baginya? tidak ada sama sekali...ini study case supaya kita lihat batasannya sampai mana sih...supaya kita belajar Dhamma tidak pukul rata...ada hal2 yg sifatnya pukul rata ada yg sifatnya case by case. Makanya ada Dhamma dan vinaya keduanya. Bukan vinaya saja. Vinaya harus mengacu pada Dhamma. Jadi kembali kepada diri bro. Yang terbaik lihat kedalam kesempurnaan sila diri kita baru kita tahu apa yg terjadi sebenarnya diluar. Dhamma bukan diluar tapi didalam hati kita.
Siapa bilang ada hukumnya?anda terlalu paranoid kayaknya.. :)
[Hello all member disini adakah yang berkata ada Sanksi bagi OKnum yang membabarkan Dhamma sambil ada selingan Joke?saya rasa saya tidak bilang ada SANkSi Vinaya deh??]
Kalau semuanya kembali ke diri sendiri,saya sudah bilang thread ini tidak perlu lagi,,di lock aja atau di remove aja..kalau INTInya semua kembali ke pendengar...Ini akan menjadi ALIBI yang sangat hebat,yang salah bisa dibenarkan..yang benar bisa disalahkan..karena akan banyak orang membabarkan Dhamma dengan "semau gue" dan berkata dengan enteng,"Intinya kembali ke pendengar"...Padahal jelas DHAMMA yang DIBABARKAN dengan SALAH bisa menghasilkn PANDANGAN YANG SALAH[dan jelas didalam sutta orang yang menyebabkan orang lain berpandangan salah hanya salah 1 diantara 2 alam yang akan ditujukan yaitu Niraya atau Tiracchana]..contoh saja LIHAT KASUS SAMAWATI,si MANGADIYA,yang salah MENGARTIKAN MAKSUD DARI BHAGAVA,dan MENDENDAM KEPADA BHAGAVA...jadi saya liat cara membabarkan Dhamma juga merupakan point penting didalam PENYAMPAIAN,sehingga ISInya tidak KABUR dan tidak menjadi sia-sia...Itu pun dilihat dari kasus SAMAWATI,MAGANDIYA, Buddha datang membabarkan Dhamma karena Cinta Kasih nya kepada orang tua MAGANDIYA yang akan memperoleh manfaat daripadaNya..

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 25 February 2010, 12:06:06 PM
 [at]  bond
Dalam Tittha Jataka, Sariputta sudah tidak tahu harus diapakan, maka dibawa ke Buddha Gotama.

Ini saya sering tulis untuk menunjukkan keterbatasan seorang Savaka, agar kita yang tentu saja jauh-jauh di bawah Savaka Ariya, lebih "tahu diri" bahwa kita lebih terbatas lagi dari Savaka.
Contoh lain yang saya sering pakai adalah Maha-panthaka, Mahasavaka yang terunggul dalam meditasi Arupa, masih tidak tahu apa yang harus dilakukan kepada adiknya, malah mengusirnya.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 25 February 2010, 12:09:44 PM
[at]  Riky

Bolehkah anda memberikan definisi ngelawak, joke atau humor yang anda maksudkan, dan ini dikaitkan dengan dhamma talk yang anda dengar langsung ?

 _/\_

Dhamma Talk Paramita Devi Ruang dan Waktu di Selecta yang lalu di medan..
Itu membabarkan Dhamma atau ngelawak?

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 25 February 2010, 12:11:45 PM
Quote
Saya juga setuju kalau memang itu case per case, tapi apakah penceramah dhamma biasa berceramah depan ribuan orang mengetahui keadaan bathin semua orang itu? Penceramah dhamma mungkin saja bahkan tidak mengerti satu pun kondisi bathin orang lain. Jika dia memiliki kebijaksanaan dalam dhamma, tidaklah mungkin dia berimprovisasi lebih dari kapasitasnya.

Betul sekali karena keterbatasan tidak bisa melihat kondisi batin itulah, panna harus digunakan dan improvisasi itupun harus sesuai aturan, khazanah buddhis dan parameter lainnya yg disepakati bersama. Jadi bukan penilaian pribadi tentang pantas atau tidaknya.  _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 25 February 2010, 12:18:19 PM
And then..mau nanya,banyak ceramah Dhamma yang diiringi lelucon,kadang leluconnya menurut saya berlebihan dan banyak teman saya yang ikutan dengan saya pigi dengar Dhamma Talk ,tidak ada yang ingat apa yang ingin disampaikan[DhammaNya],yang mereka ingat hanya bahwa Dhamma Talknya lucu,dibawakan oleh "pembicara yang lucu" dan mereka tertawa mengingat hal2 tersebut..Sebenarnya bermanfaatkah melakukan Dhammadesana dengan cara2 seperti itu?

Memang tidak dapat dipungkuri bahwa jangan terlalu kaku,karena nantinya umat akan bosan,tapi apakah dengan lelucon2 yang berlebihan maka umatnya bisa mengambil manfaat Dhamma itu sendiri?atau malah menjadi Ajang Lawak?

Kadang pembicaraannya serius,tiba2 menjadi lelucon,sehingga sering kali saya lihat ,orang tidak bisa membedakan antara yang serius dan lelucon..

Anumodana _/\_
bro riki again
sebuah dhamma desana yang di bawa kan dengan lelucon menurut sya sesuatu yg baik karena bukan hal gampang untuk membabarkan dhamma di hadapan bnyak orng n ketika suasana sudah tidak hidup harus memancing tawa dengan lelucon yg mengena, terkadang sudah berkali2 kita memancing lelucon pun tak ada yg tertawa malah suasana makin sepi n banyak yg tertidur. namun klo dalam dhammanya 50%nya adlah lelucon alangkah baiknya penceramah tersebut di beritahu untuk mengurangi leluconnya, namun hal mengenai lelucon pun harus di lihat dari segi usia mungkin bagi anda yg masih jiwa muda amat semangat dengan dhamma namun lain halnya dengan ai2 maupun apak2  cetiya yg membawa masalah di pundaknya dan berharap dengan k vihara menjadi lebih ringan bebanya, ini kenyataan yg terjadi khususnya di tempat saya klo penceramah yg serius maka akan banyak umat yg ceramah sendiri n tidur namu klo ada leluconnya malah umat
yg lebih memperhatikan ceramah

Justru terbalik lho menurut saya...banyak anak Sutomo 2 biasanya disuruh guru Agama saya ke Dhamma Talk[kalau saya tidak salah lihat,guru Agama Buddha saya juga merupakan member disini deh,tapi saya tidak tahu dia pake ID apa...dia lah guru pertama saya didalam membabarkan Dhamma kepada saya,walau dia membabarkan Dhamma dengan lelucon tetapi "isi" Dhammanya sungguh mengena ke hati saya..] ,selalu yang menjadi motif utama mereka adalah Dhamma Talk indentik dengan "tawa" dan "ketawa ketiwi",simplenya bagi mereka Dhamma Talk yang bagus hanya dikategorikan dalam dua 2 hal..Kalau membuat mereka tertawa ngakak ya berati Dhamma Talknya bagus...Kalau tidak membuat mereka tertawa mereka menggangap Dhamma Talknya tidak bagus[silakan saya tantang untuk melakukan sensus ke anak Sutomo 2 yang sering mendengarkan Dhamma mulai dari Dhamma Bhante Uttamo,Ajahn Bramahvamso sampai Paramitta Devi,yang ada ceramah di medan..Kita kasih pertanyaan,apakah menurut mereka Dhamma Talk yang dikategorikan bagus dan tidak bagus,bagaimana cara si oknum membawakan Dhamma Talknya..kira2 ada ratusan anak Sutomo2 yang sering mengikuti ceramah Dhamma Talk dari kelas 1 smp,2smp,3smp,1sma,2sma,3sma,dan alumni2 yang telah tamat seperti saya,teman2 saya,dan ada lagi alumni senior saya..]

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 25 February 2010, 12:18:53 PM
sebaiknya Guru Bond jelaskan batasan yg jelas kepada mereka agar paham deh.. =)) .. kalo nga mutar kesana kesini. wkwkwkwkwkwk
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 25 February 2010, 12:19:33 PM
tambahan mungkin juga ada anak SD juga..tapi saya tidak tahu..kalau yang SD kelas berapa...dan itu pun kurasa dibawa oleh Guru Lain seperti Guru Bahasa Inggris dan Guru Matematika,yang kadang kala membawa anak mereka ke Dhamma Talk..
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: CHANGE on 25 February 2010, 12:23:00 PM
[at]  Riky

Bolehkah anda memberikan definisi ngelawak, joke atau humor yang anda maksudkan, dan ini dikaitkan dengan dhamma talk yang anda dengar langsung ?

 _/\_

Dhamma Talk Paramita Devi Ruang dan Waktu di Selecta yang lalu di medan..
Itu membabarkan Dhamma atau ngelawak?

Anumodana _/\_

Yang anda maksud ceramah bhante Uttamo yang dihadiri 4000 an orang, benarkah ? Karena saya lupa yang mana, karena banyak koleksinya. Karena ada yang dihadiri 2000 an dan 1000 an

Seandainya benar, apakah tidak ada manfaat dhamma yang dapat dipetik dari dhamma talk untuk umat awam ( tentu anda sendiri tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengukurnya, karena anda telah menguasai dhamma yang sudah mendalam ).

Kadang-kadang saya mendengar langsung dhamma talk tersebut, saya ikut tertawa karena yang lainnya juga tertawa, tertawa bersama-sama, tersenyum saja walaupun yang lain tertawa, hanya diam walaupun yang lain tertawa.

Tertawa sendirian dan yang lain tidak tertawa ( yang ini tidak pernah dilakukan, nanti dikira tidak waras/ tahu diri dan tidak telmi )

BTY, apa definisi humor menurut anda dari dhamma talk tersebut ?

 _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 25 February 2010, 12:25:27 PM
Betul sekali karena keterbatasan tidak bisa melihat kondisi batin itulah, panna harus digunakan dan improvisasi itupun harus sesuai aturan, khazanah buddhis dan parameter lainnya yg disepakati bersama. Jadi bukan penilaian pribadi tentang pantas atau tidaknya.  _/\_

Memang saya setuju kita bukan selalu harus kaku pada aturan, yang akhirnya nanti tidak bijaksana juga. Tetapi ada baiknya kalau kita melakukan sesuatu, kita mengetahui dahulu dengan baik akibatnya, sehingga terhindar dari hasil yang buruk.

Case per case, ada juga contoh improvisasi dari Savaka yaitu Kumara Kassapa yang memarahi ibunya karena telah mengetahui dengan baik kondisi bathin ibunya. Melihat dimarahi oleh anaknya yang ia tunggu selama bertahun-tahun, kemelekatannya juga menghilang. Ia pergi meninggalkan anaknya dan di tengah jalan mengembangkan pandangan terang dan mencapai Arahatta.

Kita lihat di sini ada pelanggaran bicara kasar dan tidak sopan pada ibunya. Tetapi hasilnya nyata dan jelas: Arahatta-phala bagi ibunya. Kalau kita bicara konteks sekarang, apakah orang yang sekarang ini mau improvisasi aneh-aneh, ada hasilnya? Sejujurnya dia sendiri pun belum tentu telah mencapai tingkat kesucian tertentu, boro-boro improvisasi demi pencapaian orang lain.

Jadi saya setuju, kita bahas yang umumnya saja menurut dhamma-vinaya yang ada. Kalau yang pribadi, itu tergantung kemampuan masing-masing.   _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 25 February 2010, 12:40:40 PM
Betul sekali karena keterbatasan tidak bisa melihat kondisi batin itulah, panna harus digunakan dan improvisasi itupun harus sesuai aturan, khazanah buddhis dan parameter lainnya yg disepakati bersama. Jadi bukan penilaian pribadi tentang pantas atau tidaknya.  _/\_

Memang saya setuju kita bukan selalu harus kaku pada aturan, yang akhirnya nanti tidak bijaksana juga. Tetapi ada baiknya kalau kita melakukan sesuatu, kita mengetahui dahulu dengan baik akibatnya, sehingga terhindar dari hasil yang buruk.

Case per case, ada juga contoh Kumara Kassapa yang memarahi ibunya karena telah mengetahui dengan baik kondisi bathin ibunya. Melihat dimarahi oleh anaknya yang ia tunggu selama bertahun-tahun, kemelekatannya juga menghilang. Ia pergi meninggalkan anaknya dan di tengah jalan mengembangkan pandangan terang dan mencapai Arahatta.

Kita lihat di sini ada pelanggaran bicara kasar dan tidak sopan pada ibunya. Tetapi hasilnya nyata dan jelas: Arahatta-phala bagi ibunya. Kalau kita bicara konteks sekarang, apakah orang yang sekarang ini mau improvisasi aneh-aneh, ada hasilnya? Sejujurnya dia sendiri pun belum tentu telah mencapai tingkat kesucian tertentu, boro-boro improvisasi demi pencapaian orang lain.

Jadi saya setuju, kita bahas yang umumnya saja menurut dhamma-vinaya yang ada. Kalau yang pribadi, itu tergantung kemampuan masing-masing.   _/\_


Baiklah dan silakan bro melanjutkan diskusi yg sesuai  _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 25 February 2010, 01:01:45 PM
Ajaran Buddha sudah jelas yaitu untuk mengendalikan pikiran dan ucapan, nah dengan cara2 pembabaran dhammataintment dengan lelucon atau musik atau lainnya yang malah memanjakan indera2 bukannya mengendalikan diri malah memuaskan diri dengan hiburan2 yang malah memanjakan objek2 indera itu sendiri.
menurut bro bagaimana sebaiknya membabarkan dhama tsb? dengan kondisi saat ini yg terjadi kristianisasi  n tercampur aduknya ajaran, n serta tetap mepertahan kan umat yg ada dan mendapatkan umat jg
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 25 February 2010, 01:06:00 PM
Justru terbalik lho menurut saya...banyak anak Sutomo 2 biasanya disuruh guru Agama saya ke Dhamma Talk[kalau saya tidak salah lihat,guru Agama Buddha saya juga merupakan member disini deh,tapi saya tidak tahu dia pake ID apa...dia lah guru pertama saya didalam membabarkan Dhamma kepada saya,walau dia membabarkan Dhamma dengan lelucon tetapi "isi" Dhammanya sungguh mengena ke hati saya..] ,selalu yang menjadi motif utama mereka adalah Dhamma Talk indentik dengan "tawa" dan "ketawa ketiwi",simplenya bagi mereka Dhamma Talk yang bagus hanya dikategorikan dalam dua 2 hal..Kalau membuat mereka tertawa ngakak ya berati Dhamma Talknya bagus...Kalau tidak membuat mereka tertawa mereka menggangap Dhamma Talknya tidak bagus[silakan saya tantang untuk melakukan sensus ke anak Sutomo 2 yang sering mendengarkan Dhamma mulai dari Dhamma Bhante Uttamo,Ajahn Bramahvamso sampai Paramitta Devi,yang ada ceramah di medan..Kita kasih pertanyaan,apakah menurut mereka Dhamma Talk yang dikategorikan bagus dan tidak bagus,bagaimana cara si oknum membawakan Dhamma Talknya..kira2 ada ratusan anak Sutomo2 yang sering mengikuti ceramah Dhamma Talk dari kelas 1 smp,2smp,3smp,1sma,2sma,3sma,dan alumni2 yang telah tamat seperti saya,teman2 saya,dan ada lagi alumni senior saya..]

Anumodana _/\_
bro berhubung bro anak sutomo2(g ga tau d mana) cb anda yg survey n ksh ahsilnya d dc ok ;)
trus bro riki sdh pernah ada mengisi dhamma desana? alangkah baiknya anda jg berfikir dengan sudut dharmaduta itu akan lebih membantu melihat kondisi yg sbenarnya terjadi di vihara2.;)
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sostradanie on 25 February 2010, 01:08:36 PM


Quote
Betul, makanya saya sudah jelaskan tujuan sebenarnya adalah pencapaian dari pelepasan hanya entry pointnya dari iming2 yg kemudian ia ingin menggapai tahapan selanjutnya sampai mengerti...ini hanya cara yg berkesinambungan saja.


Berapa lama Nanda sudah mengikuti Sang Buddha saat diiming-imingi??Sudah ada belum dasar tentang buddhisme??Pangeran Nanda hanya punya 1 kemelekatan yang menghalangi dia untuk mencapai pelepasan.Topik ini bagaimana cara membabarkan dhamma.Yang saya tangkap berarti untuk umum.Didengar oleh banyak orang.Yang pengetahuannya tidak akan sama dengan pangeran nanda.Bahkan mungkin didengar oleh orang yang bukan buddhisme.

Zaman semakin maju,tapi apakah kita harus mengikuti semua cara-cara yang dilakukan oleh penganut agama lain?Bagaimana jika kita membuat suatu acara pembabaran dhamma dengan acara yang wah...dengan pakaian seksi.Dan acara itu diadakan disuatu lapangan yang luas.Dibuat pake berhadiah bagi yang datang.Apalagi jika tiap yang datang dikasih duit.Saya jamin pasti rame yang datang.Dan ditengah acara tampil seorang bikhu berjubah kuning.Membabarkan dhamma yang mengajarkan bahwa memanjakan nafsu duniawi itu akan membuat kita melekat dll.Apa pandangan umum tentang umat Buddhis?Yang mungkin umat buddhis ketika acara hot-nya juga ikut bergoyang.

Semua penyebar agama umumnya mengejar kuantitas.Kalau saya menilai dari sutta yang sudah saya baca.Sang buddha dalam membabar dhamma lebih tertuju kepada kualitas.

Kalau kita ingin menonjol,masih banyak cara lain.Kita mulai dari forum ini.Jika kita memang sungguh-sungguh peduli.Buat sekolah buddhis.Direncanakan,dicari caranya bagaimana itu bisa terujud.Yang masuk sekolah ke situ,mayoritas agamanya buddha.Mereka pun dari awal dapat pendidikan agama buddha.Seperti ada kegiatan forum ini orang tua asuh,bantuan,donor dll.Itu sangat bagus.Kita buat jadi lebih berkembang menjadi lebih terorganisir sehingga menjadi lebih besar.Bisa buat juga acara penanaman pohon.Dicat pohonnya warna buddhisme.Masih banyak cara lain kok.Dan cari yang bermanfaat.

Selain kita ber-dana.Kita juga mengenalkan kebaikan dan kepedulian kepada orang-orang.Bukankah lebih bagus jika setiap orang mendengar agama buddha yang terpikir tentang kebaikan dan kepedulian.Dan orang yang ingin ikut sudah jelas tersortir duluan.Yang ikut sudah pasti juga ingin melakukan hal yang sama.

Maaf yah teman-teman. jika terlalu lancang.Ini hanya sekedar berbagi pandangan.


Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 25 February 2010, 01:15:33 PM
Ajaran Buddha sudah jelas yaitu untuk mengendalikan pikiran dan ucapan, nah dengan cara2 pembabaran dhammataintment dengan lelucon atau musik atau lainnya yang malah memanjakan indera2 bukannya mengendalikan diri malah memuaskan diri dengan hiburan2 yang malah memanjakan objek2 indera itu sendiri.
menurut bro bagaimana sebaiknya membabarkan dhama tsb? dengan kondisi saat ini yg terjadi kristianisasi  n tercampur aduknya ajaran, n serta tetap mepertahan kan umat yg ada dan mendapatkan umat jg

sudah di jawab oleh bro kainyn http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,15166.msg245490.html#msg245490
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 25 February 2010, 01:37:30 PM
tentu semuanya harus sesuai dengan vinaya atau batas mana yang boleh sesuai dengan vinaya wa rasa makin tinggi moralitas nya akan terlihat.

karena ada juga memang bhikku yang jadi seperti penyanyi dll di china sono itu kata katanya sih terlihat benar tapi apakah sebenar itu wa liat fotonya pakai kacamata ( kacamata biasa sih tidak apa apa itu kacamata seperti rebyan punya coba buat apa di pakai) di telinga nya ada tuh yang buat freehand phone kemana dayakanya? terus apa kah pantas seperti itu? katanya sih lagu yang di rekam untuk mengenalkan Buddhist ke generasi muda. kalo dengar Bhikku lain yang se viharanya sih bilang (wah lupa juga nih yang keingat saja) harus yang sepantasnya.     

betul..saya jadi ke ingat dan mau bertanya,ada Bhikkhu mazhab Theravada di medan ini,masa punya HP dan ngendarain MOBIL MEWAH???apakah itu SESUAI VINAYA??
mengendarai sendiri atau menumpangi mobil dayaka? lain loh artinya. trus napa bhikkhu ga boleh punya hp? klo hpnya selalu ganti2 saya ga setuju  namun bila hp di milikinya adalah dana dari umat, n tujuan dr hp itu lain dengan kita2 namun sekedar untuk memudahkan komunikasi dan tidak melekat. sebenernya mirip surat namun jaman dah berubah jadi k hp.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 25 February 2010, 01:37:57 PM


Quote
Betul, makanya saya sudah jelaskan tujuan sebenarnya adalah pencapaian dari pelepasan hanya entry pointnya dari iming2 yg kemudian ia ingin menggapai tahapan selanjutnya sampai mengerti...ini hanya cara yg berkesinambungan saja.


Berapa lama Nanda sudah mengikuti Sang Buddha saat diiming-imingi??Sudah ada belum dasar tentang buddhisme??Pangeran Nanda hanya punya 1 kemelekatan yang menghalangi dia untuk mencapai pelepasan.Topik ini bagaimana cara membabarkan dhamma.Yang saya tangkap berarti untuk umum.Didengar oleh banyak orang.Yang pengetahuannya tidak akan sama dengan pangeran nanda.Bahkan mungkin didengar oleh orang yang bukan buddhisme.

Kalau cerita lengkapnya saya kurang ingat...sepertinya ya belum tau apa2 itu pangeran...tetapi kamma baik ketemu Buddha itu yg juga mendukung pencapaiannya

Zaman semakin maju,tapi apakah kita harus mengikuti semua cara-cara yang dilakukan oleh penganut agama lain?Bagaimana jika kita membuat suatu acara pembabaran dhamma dengan acara yang wah...dengan pakaian seksi.Dan acara itu diadakan disuatu lapangan yang luas.Dibuat pake berhadiah bagi yang datang.Apalagi jika tiap yang datang dikasih duit.Saya jamin pasti rame yang datang.Dan ditengah acara tampil seorang bikhu berjubah kuning.Membabarkan dhamma yang mengajarkan bahwa memanjakan nafsu duniawi itu akan membuat kita melekat dll.Apa pandangan umum tentang umat Buddhis?Yang mungkin umat buddhis ketika acara hot-nya juga ikut bergoyang.

Be wise aja.. ;D

Semua penyebar agama umumnya mengejar kuantitas.Kalau saya menilai dari sutta yang sudah saya baca.Sang buddha dalam membabar dhamma lebih tertuju kepada kualitas.

Kalau kita ingin menonjol,masih banyak cara lain.Kita mulai dari forum ini.Jika kita memang sungguh-sungguh peduli.Buat sekolah buddhis.Direncanakan,dicari caranya bagaimana itu bisa terujud.Yang masuk sekolah ke situ,mayoritas agamanya buddha.Mereka pun dari awal dapat pendidikan agama buddha.Seperti ada kegiatan forum ini orang tua asuh,bantuan,donor dll.Itu sangat bagus.Kita buat jadi lebih berkembang menjadi lebih terorganisir sehingga menjadi lebih besar.Bisa buat juga acara penanaman pohon.Dicat pohonnya warna buddhisme.Masih banyak cara lain kok.Dan cari yang bermanfaat.

Selain kita ber-dana.Kita juga mengenalkan kebaikan dan kepedulian kepada orang-orang.Bukankah lebih bagus jika setiap orang mendengar agama buddha yang terpikir tentang kebaikan dan kepedulian.Dan orang yang ingin ikut sudah jelas tersortir duluan.Yang ikut sudah pasti juga ingin melakukan hal yang sama.

Maaf yah teman-teman. jika terlalu lancang.Ini hanya sekedar berbagi pandangan.


Masukan yang bagus
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sostradanie on 25 February 2010, 01:58:57 PM
[at] bond

Saya ada membaca sutta tentang pangeran nanda itu.Seingat saya dia ingin keluar karena ingat dengan wanita di tempat tinggalnya.Terus 1 lagi,bukankah pangeran nanda itu ada hubungan keluarga dengan Sang Buddha??jadi saya rasa pengetahuannya jauh lebih banyak dari pada umat awam seperti saya.

Coba kalau umat awam diiming-iming begitu.Apalagi pria hidup belang.Meditasinya malah tambah parah..

Tapi hal ini ada tertulis di agama lain lho.Disana tertulis jika masuk surga akan ditemani oleh para bidadari yang cantik.Sory OOT.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 25 February 2010, 02:13:52 PM
Bagi saya, orang lain begitu, kita ga usah begitu. Misalnya sekarang ini 'kan di kalangan muda-mudi itu "berselingkuh" seperti jadi trend. Kalau ga punya selingkuhan, kurang "trendy". Yah, biarkan saja. Kekuatan dan daya tarik dari Buddha-dhamma adalah pelepasan, bukan kemelekatan inderawi. Jika demi hal-hal rendah kita malah menunjukkan sebaliknya, saat itulah Buddha-dhamma jadi kehilangan "jati diri"-nya.
yah kembali lagi donk k batasan(sila). selingkuh kan bisa dimasukan k pelanggaran sila 3 yah contoh aja tiger wood selingkuh n itu memang menjadi trend  di luar negri namun dalam buddhis tidak di benarkan, sedangkan dalam musik itu dilarang pada saat orang melaksanakan attha sila tidak menyaksikan pertunjukn. n klo u/tk umat awam kan masih patokan pancasila. memang ada batasan juga jenis musik? itu semua kebijaksanaan dari pencipta musik mau k aliran mana

Nah, kalau begitu saya kembalikan lagi pertanyaan ke Bro Lokkhitacaro. Jika menggunakan hal-hal yang menyenangkan nafsu indera, siapa yang akan "terjaring" dalam ceramah dhamma tersebut?

Saya berikan perumpamaan begini.
Anda adalah seorang kaya yang akan berdana. Lalu 1 penasihat anda menyarankan, "jika diadakan pesta yang menyenangkan indera, maka akan berkumpul banyak sekali orang dari berbagai penjuru yang akan menerima dana, dengan begitu dana akan terlaksana dengan baik." Lalu penasihat yang lain mengatakan, "jika dibuat sebuah tempat pemberian dana yang sederhana dan pantas, sesuai dengan moralitas dan nilai-nilai luhur, akan ada petapa, yang pantas menerima dana, datang menerima dana, namun jauh lebih sedikit."
Anda pilih yang mana? Mengapa?
begini perumpamaan goyang ngebor post dr saya adalah ketika ada acara dalam cetiya misalnya tahun baru trus bagi hadiah bagi umat yg rajin k vihara di beri hadiah n pemenangnya di kerjai suruh ngebor tentu akan memancing tawa di acara.jadi konteksnya bukan pada saat ceramah


Tujuan dari mendengar lagu adalah menikmati keindahan objek suara. Keindahan objek suara menimbulkan perasaan senang dan akhirnya adalah kemelekatan.

Tujuan dari dhamma adalah menyadari objek sebagaimana adanya. Dengan menyadarinya, ia mengetahui timbul dan tenggelamnya perasaan. Dengan mengetahuinya, maka ia tidak lagi melekat pada objek tersebut.

Apakah ada kesamaan dari dua tujuan tersebut?
sebenarnya antara dhamma dengan musik di sini harus d pisahkan seperti yg anda katakan di ats bahwa ke2nya bertentangan. misalkan bagi merka yg umat awam ketika k vihara / cetiya mereka akan senang ketika mendengar musik n ceramah yg di bumbui lelucon namun mungkin bagi anda yg memang benar2 secara spiritual mendalami dhamma tidak butuh itu, n pendapat dari saya kepada umat awam biasa layaknya kita harus bisa merangkul mereka walaupun dengan musik n lelucon namun tetap di arahkan menuju dhamma yg sejati karena tingkat kebijaksanaan masing2 org berbeda. anda tidak bisa mengharapkan semua yg beragama buddha akan menjadi sotapana n memiliki bhatin yg bagus karna umat buddha di indonesia saat ini sudah tercampur dengan kebudayaan n agama lain, bahkan mereka mempercayai bahwa buddha adlah tuhan n bila anda dengan keras menyampakan bahwa buddha bukan tuhan namun guru agung, tidak ada acara nyanyi, semua harus meditasi dengan objek asubha, jamin 100% bakalan menurun umat dengan drastis dan ini tujuan dhammaduta untuk merubah pandangan salah. nah bagi mereka yang memang mencari spiritual dalm buddhis mereka boleh mendalmi namun tidak hanya dalam teori namun praktek n menjadi bhikkhu
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 25 February 2010, 02:14:29 PM
[at] bond

Saya ada membaca sutta tentang pangeran nanda itu.Seingat saya dia ingin keluar karena ingat dengan wanita di tempat tinggalnya.Terus 1 lagi,bukankah pangeran nanda itu ada hubungan keluarga dengan Sang Buddha??jadi saya rasa pengetahuannya jauh lebih banyak dari pada umat awam seperti saya.

Mungkin juga ;D

Coba kalau umat awam diiming-iming begitu.Apalagi pria hidup belang.Meditasinya malah tambah parah..

Makannya kan saya bilang kasus itu case by case..kalau pukul rata...meditasinya kepalanya bisa berasap tuh ....kalo liat bidadari cantik  :))

Tapi hal ini ada tertulis di agama lain lho.Disana tertulis jika masuk surga akan ditemani oleh para bidadari yang cantik.Sory OOT.

Wah itu sih uda ngaco dah...salah sasaran ^-^

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 25 February 2010, 02:28:05 PM
Bagi saya, orang lain begitu, kita ga usah begitu. Misalnya sekarang ini 'kan di kalangan muda-mudi itu "berselingkuh" seperti jadi trend. Kalau ga punya selingkuhan, kurang "trendy". Yah, biarkan saja. Kekuatan dan daya tarik dari Buddha-dhamma adalah pelepasan, bukan kemelekatan inderawi. Jika demi hal-hal rendah kita malah menunjukkan sebaliknya, saat itulah Buddha-dhamma jadi kehilangan "jati diri"-nya.
yah kembali lagi donk k batasan(sila). selingkuh kan bisa dimasukan k pelanggaran sila 3 yah contoh aja tiger wood selingkuh n itu memang menjadi trend  di luar negri namun dalam buddhis tidak di benarkan, sedangkan dalam musik itu dilarang pada saat orang melaksanakan attha sila tidak menyaksikan pertunjukn. n klo u/tk umat awam kan masih patokan pancasila. memang ada batasan juga jenis musik? itu semua kebijaksanaan dari pencipta musik mau k aliran mana

Nah, kalau begitu saya kembalikan lagi pertanyaan ke Bro Lokkhitacaro. Jika menggunakan hal-hal yang menyenangkan nafsu indera, siapa yang akan "terjaring" dalam ceramah dhamma tersebut?

Saya berikan perumpamaan begini.
Anda adalah seorang kaya yang akan berdana. Lalu 1 penasihat anda menyarankan, "jika diadakan pesta yang menyenangkan indera, maka akan berkumpul banyak sekali orang dari berbagai penjuru yang akan menerima dana, dengan begitu dana akan terlaksana dengan baik." Lalu penasihat yang lain mengatakan, "jika dibuat sebuah tempat pemberian dana yang sederhana dan pantas, sesuai dengan moralitas dan nilai-nilai luhur, akan ada petapa, yang pantas menerima dana, datang menerima dana, namun jauh lebih sedikit."
Anda pilih yang mana? Mengapa?
begini perumpamaan goyang ngebor post dr saya adalah ketika ada acara dalam cetiya misalnya tahun baru trus bagi hadiah bagi umat yg rajin k vihara di beri hadiah n pemenangnya di kerjai suruh ngebor tentu akan memancing tawa di acara.jadi konteksnya bukan pada saat ceramah


Tujuan dari mendengar lagu adalah menikmati keindahan objek suara. Keindahan objek suara menimbulkan perasaan senang dan akhirnya adalah kemelekatan.

Tujuan dari dhamma adalah menyadari objek sebagaimana adanya. Dengan menyadarinya, ia mengetahui timbul dan tenggelamnya perasaan. Dengan mengetahuinya, maka ia tidak lagi melekat pada objek tersebut.

Apakah ada kesamaan dari dua tujuan tersebut?
sebenarnya antara dhamma dengan musik di sini harus d pisahkan seperti yg anda katakan di ats bahwa ke2nya bertentangan. misalkan bagi merka yg umat awam ketika k vihara / cetiya mereka akan senang ketika mendengar musik n ceramah yg di bumbui lelucon namun mungkin bagi anda yg memang benar2 secara spiritual mendalami dhamma tidak butuh itu, n pendapat dari saya kepada umat awam biasa layaknya kita harus bisa merangkul mereka walaupun dengan musik n lelucon namun tetap di arahkan menuju dhamma yg sejati karena tingkat kebijaksanaan masing2 org berbeda. anda tidak bisa mengharapkan semua yg beragama buddha akan menjadi sotapana n memiliki bhatin yg bagus karna umat buddha di indonesia saat ini sudah tercampur dengan kebudayaan n agama lain, bahkan mereka mempercayai bahwa buddha adlah tuhan n bila anda dengan keras menyampakan bahwa buddha bukan tuhan namun guru agung, tidak ada acara nyanyi, semua harus meditasi dengan objek asubha, jamin 100% bakalan menurun umat dengan drastis dan ini tujuan dhammaduta untuk merubah pandangan salah. nah bagi mereka yang memang mencari spiritual dalm buddhis mereka boleh mendalmi namun tidak hanya dalam teori namun praktek n menjadi bhikkhu
bagaimana pendapat anda tentang sutta ini :
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,15166.msg245491.html#msg245491
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 25 February 2010, 02:45:06 PM
^
bro pendapt g tent sutta ini a/ berisi bagaimana sang buddha berusaha menjahui hal2 duniawi demi mendapatkan penerangan sempurna ada baiknya memang kita menjalankan apa yg di lakukan oleh guru agung kita KALAU KITA SUADH SIAP UNTUK MENINGGALKAN KEDUNIAWIAN maka jalankan lah salah satunya dengan menjadi paling minim samanera/i. sedangkan kita saat ini masih di belenggu keduniawian n berusaha untuk membabarkan dhammanya. n menurut say dalam pembabaran tersebut sekurang2nya ada pembatasan pancasila n selama masih relevan n sejalan maka di jalankan, bila memang batasan tersebut pancasila masih berat ikutilah HIRI & OTTAPA. namun sebagai dhamma duta sebaiknya pun memakai batasan dengan standar yg tinggi agar tidak terjadi penyimpangan.
dalam kursus dhammaduta semua di minta harus mengikuti peraturan k panditaan itu pu menurut saya merupakan batasan yg berlaku saat berceramah.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 25 February 2010, 03:03:33 PM
^
bro pendapt g tent sutta ini a/ berisi bagaimana sang buddha berusaha menjahui hal2 duniawi demi mendapatkan penerangan sempurna ada baiknya memang kita menjalankan apa yg di lakukan oleh guru agung kita KALAU KITA SUADH SIAP UNTUK MENINGGALKAN KEDUNIAWIAN maka jalankan lah salah satunya dengan menjadi paling minim samanera/i. sedangkan kita saat ini masih di belenggu keduniawian n berusaha untuk membabarkan dhammanya. n menurut say dalam pembabaran tersebut sekurang2nya ada pembatasan pancasila n selama masih relevan n sejalan maka di jalankan, bila memang batasan tersebut pancasila masih berat ikutilah HIRI & OTTAPA. namun sebagai dhamma duta sebaiknya pun memakai batasan dengan standar yg tinggi agar tidak terjadi penyimpangan.
dalam kursus dhammaduta semua di minta harus mengikuti peraturan k panditaan itu pu menurut saya merupakan batasan yg berlaku saat berceramah.
nah tugas kita juga untuk memberikan yang terbaik, bukannya malah memfasilitasi yang tidak perlu, seperti misalnya di vihara tidak ada lagu di ajaran lain ada lagu maka vihara juga harus ada lagu jadi seperti ikut2an ajaran lain, apakah ajaran Buddha sebegitu rendahnya sehingga harus ikut2 trend dan ajaran lain?
Ajaran Buddha ya ajaran Buddha, ajaran lain ya beda lagi, Umat kadang memberikan fasilitas yang tidak perlu untuk Bhikkhu dan malah tampak seperti memberikan bentuk2 kemelekatan baru untuk Bhikkhu itu dan memfasilitasi kesenangan2 indrawi yang Buddha sendiri menghindarinya, malah murid2nya menyenanginya, alangkah merananya ajaran Buddha menjadi seperti ini.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 25 February 2010, 03:11:38 PM
 [at]  kusalaputto

Seperti yang Bro ryu bilang, yang memang tidak perlu, janganlah ditambah.
Setahu saya, seseorang mengikuti Ajaran Buddha tujuannya adalah mengikis kemelekatan, apakah ia mengambil jalan petapa ataupun perumahtangga. Bukannya "kalau masih perumahtangga, kemelekatan boleh ditambah". Kalau perumahtangga tidak ditanamkan untuk berjuang menjauhi hal tersebut, lalu apa bedanya dengan kepercayaan lain? Kalau dari waktu menjadi perumahtangga tidak ada latihan untuk menjauhi hal-hal tersebut, sampai kapan bisa maju? Sementara kita tahu dalam dhamma, semua adalah sebab dan akibat. Perkembangan bathin terjadi karena suatu sebab, bukan jenis "time release" atau diwahyukan dari pihak luar.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 25 February 2010, 03:16:14 PM
Quote
Kalau boleh tahu,apa sih batasan vinayanya?daritadi banyak member menulis harus ada batasan,harus ada batasan,tetapi saya tidak menangkap apa yang dimaksud dengan "batasan" yang dimaksudkan,dan banyak yang ABU-ABU..

Pertama adalah Dhamma dan Vinaya beserta kesepakatan bersama dari sangha..Dalam hal kebhikkhuan. Dengan adanya case maka akan lebih jelas. Tukul VS Bhante Utamo...silakan anda nalar sendiri.
Yang kedua..Gunakan hatimu...kalo belum ngerti...nanti suatu saat ngerti   :)
Quote
nah,anda sungguh aneh...adakah saya bilang melanggar Vinaya?saya sendiri bukan Ahli Vinaya,dan baru ada 1 buku tentang Vinaya[mungkin kalau ada orang yang disini mau kasih saya semua buku tentang Vinaya,saya siap menampung dan sangat berterima kasih kepada orang tersebut..]..

Belajar memahami suatu kalimat adalah baik...saya tidak mengatakan anda mengatakan itu...tetapi informasi yg sifatnya comparative.

Quote
Sekali lagi saya katakan bahwa thread ini menyoroti tentang "Cara yang sesuai dalam pembabaran Dhamma" bukan menyoroti "pembabaran Dhamma yang melanggar Vinaya atau tidak Melanggar Vinaya.." bukan juga tentang "Oknum2 yang melanggar Dhamma Vinaya dalam membabarkan Dhamma"..
sekali lagi saya tuliskan,bahwa yang disoroti adalah "CARA atau TINGKAH LAKU"..Terima kasih saya ucapkan.. :)

Coba deh lihat korelasinya...Suatu masalah pasti ada korelasi dengan aspek lain...dan untuk membahas aspek lebih detil dari cara harus ada contoh2nya agar ada studi bandingnya. Baru ada kesimpulan cara yg tepat atau tingkah laku yg seharusnya. Tetapi kalau anda tidak bisa menerima alur pikiran ini, silakan saja..so far so good. :) Anda punya cara, saya pun punya cara bukan... :)

Quote
Kalau semuanya daritadi dibahas adalah batasan2 kewajaran yang wajar,apa sih batasannya?kalau anda menyuruh 'para pendengar'nya untuk meneliti nya sendiri..mending thread dilock saja..atau silakan saja semua orang membabarkan dhamma "semau gue",karena intinya "dhamma disampaikan dengan segala cara",pendengarnya mau mampus ya mampus sana saja..karena yang babarkan dhamma itu sudah ada mengandung Dhamma,caranya mau gimana terserah..yang salah itu "pendengar"nya..begitu ya?atau saya salah menafsirkan maksud anda..tolong di bantu yang lemah dan dungu ini didalam Dhamma Bhagava..

Tak ada yg bisa dibantu...hanya diri anda sendiri yg bisa...selamat berjuang...

Quote
Nah,kalau begitu,..Bhantenya yang bersangkutkan tidak perlu berceramah saja sekaligus,ngapain promosi susah2 dan vihara ke vihara,dari lembar2 brosur dan dari mouth to mouth dan di bombadir,kalau intinya anda berkata,"Kalau tidak setuju bukan kah lebih baik tidak tertawa dan kalau perlu ngak usah ikut dhammadesannya.."[menurut saya ini sikap egois dan ingin menang sendiri...Padahal Buddha berkata dengan sangat JELAS,bahwa hidup DIDUNIA,tak terlepas dari PRO dan KONTRA,DICELA atau DIPUJI]

ya itu penilaian anda, bukan fakta yg terjadi dilapangan... :)

Quote
Siapa bilang ada hukumnya?anda terlalu paranoid kayaknya.. :)
[Hello all member disini adakah yang berkata ada Sanksi bagi OKnum yang membabarkan Dhamma sambil ada selingan Joke?saya rasa saya tidak bilang ada SANkSi Vinaya deh??]
Kalau semuanya kembali ke diri sendiri,saya sudah bilang thread ini tidak perlu lagi,,di lock aja atau di remove aja..kalau INTInya semua kembali ke pendengar...Ini akan menjadi ALIBI yang sangat hebat,yang salah bisa dibenarkan..yang benar bisa disalahkan..karena akan banyak orang membabarkan Dhamma dengan "semau gue" dan berkata dengan enteng,"Intinya kembali ke pendengar"...Padahal jelas DHAMMA yang DIBABARKAN dengan SALAH bisa menghasilkn PANDANGAN YANG SALAH[dan jelas didalam sutta orang yang menyebabkan orang lain berpandangan salah hanya salah 1 diantara 2 alam yang akan ditujukan yaitu Niraya atau Tiracchana]..contoh saja LIHAT KASUS SAMAWATI,si MANGADIYA,yang salah MENGARTIKAN MAKSUD DARI BHAGAVA,dan MENDENDAM KEPADA BHAGAVA...jadi saya liat cara membabarkan Dhamma juga merupakan point penting didalam PENYAMPAIAN,sehingga ISInya tidak KABUR dan tidak menjadi sia-sia...Itu pun dilihat dari kasus SAMAWATI,MAGANDIYA, Buddha datang membabarkan Dhamma karena Cinta Kasih nya kepada orang tua MAGANDIYA yang akan memperoleh manfaat daripadaNya..

Silakan berkomentar dengan dugaan2 Anda.  :)  jika menurut anda ide anda yg benar silakan dijalankan...selamat berehipasiko. ^-^
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Brado on 25 February 2010, 04:08:43 PM
[at]  Riky

Bolehkah anda memberikan definisi ngelawak, joke atau humor yang anda maksudkan, dan ini dikaitkan dengan dhamma talk yang anda dengar langsung ?

 _/\_

Dhamma Talk Paramita Devi Ruang dan Waktu di Selecta yang lalu di medan..
Itu membabarkan Dhamma atau ngelawak?

Anumodana _/\_

Yang anda maksud ceramah bhante Uttamo yang dihadiri 4000 an orang, benarkah ? Karena saya lupa yang mana, karena banyak koleksinya. Karena ada yang dihadiri 2000 an dan 1000 an

Seandainya benar, apakah tidak ada manfaat dhamma yang dapat dipetik dari dhamma talk untuk umat awam ( tentu anda sendiri tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengukurnya, karena anda telah menguasai dhamma yang sudah mendalam ).

Kadang-kadang saya mendengar langsung dhamma talk tersebut, saya ikut tertawa karena yang lainnya juga tertawa, tertawa bersama-sama, tersenyum saja walaupun yang lain tertawa, hanya diam walaupun yang lain tertawa.

Tertawa sendirian dan yang lain tidak tertawa ( yang ini tidak pernah dilakukan, nanti dikira tidak waras/ tahu diri dan tidak telmi )

BTY, apa definisi humor menurut anda dari dhamma talk tersebut ?

 _/\_

Inipun terjadi pada diri saya pribadi ketika mendengarkan ceramah yang lucu dan mengena, saya pun tertawa ..   
Karena mentertawai pula ketololan saya selama ini.. ketika mendengar banyolan yang sedikit membuka "pandangan lama" kita tsb.
Lalu pertanyaannya.. tidak bolehkah kita bereaksi tertawa ?
Atau perlu jugakah judul thread ini juga disertakan buat pendengar menjadi " Cara yang sesuai untuk mendengarkan Dhamma "
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 25 February 2010, 04:18:31 PM
Inipun terjadi pada diri saya pribadi ketika mendengarkan ceramah yang lucu dan mengena, saya pun tertawa ..   
Karena mentertawai pula ketololan saya selama ini.. ketika mendengar banyolan yang sedikit membuka "pandangan lama" kita tsb.
Lalu pertanyaannya.. tidak bolehkah kita bereaksi tertawa ?
Atau perlu jugakah judul thread ini juga disertakan buat pendengar menjadi " Cara yang sesuai untuk mendengarkan Dhamma "
Mungkin untuk mendengarkan dhamma tidak banyak yang dibicarakan, intinya tidak berlebihan saja. Tertawa yah tertawa, tidak perlu sampai  =)) atau menggema sampai ke alam brahma.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 25 February 2010, 04:35:53 PM
[at]  Riky

Bolehkah anda memberikan definisi ngelawak, joke atau humor yang anda maksudkan, dan ini dikaitkan dengan dhamma talk yang anda dengar langsung ?

 _/\_

Dhamma Talk Paramita Devi Ruang dan Waktu di Selecta yang lalu di medan..
Itu membabarkan Dhamma atau ngelawak?

Anumodana _/\_

Yang anda maksud ceramah bhante Uttamo yang dihadiri 4000 an orang, benarkah ? Karena saya lupa yang mana, karena banyak koleksinya. Karena ada yang dihadiri 2000 an dan 1000 an

Seandainya benar, apakah tidak ada manfaat dhamma yang dapat dipetik dari dhamma talk untuk umat awam ( tentu anda sendiri tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengukurnya, karena anda telah menguasai dhamma yang sudah mendalam ).

Kadang-kadang saya mendengar langsung dhamma talk tersebut, saya ikut tertawa karena yang lainnya juga tertawa, tertawa bersama-sama, tersenyum saja walaupun yang lain tertawa, hanya diam walaupun yang lain tertawa.

Tertawa sendirian dan yang lain tidak tertawa ( yang ini tidak pernah dilakukan, nanti dikira tidak waras/ tahu diri dan tidak telmi )

BTY, apa definisi humor menurut anda dari dhamma talk tersebut ?

 _/\_

Inipun terjadi pada diri saya pribadi ketika mendengarkan ceramah yang lucu dan mengena, saya pun tertawa ..   
Karena mentertawai pula ketololan saya selama ini.. ketika mendengar banyolan yang sedikit membuka "pandangan lama" kita tsb.
Lalu pertanyaannya.. tidak bolehkah kita bereaksi tertawa ?
Atau perlu jugakah judul thread ini juga disertakan buat pendengar menjadi " Cara yang sesuai untuk mendengarkan Dhamma "
saya copas lagi deh ini komentar Dari buku “the Truth of Nature” by Bhikkhu Buddhadasa :
"Bagaimana cara berpikir seorang nonpraktisi dan seorang Buddhis yang mempraktikkan ajaran Buddha?"

Mari kita perhatikan sebuah fakta yang akan menjadi petunjuk untuk membedakan cara berpikir seorang non praktisi dan seorang Buddhis yang mempraktikkan ajaran Buddha. Seorang non praktisi berarti seorang yang belum menjadi seorang umat Buddha yang baik dan tidak memahami ajaran Buddha. la hanya menjadi Buddhis karena label agama saja, sesuai dengan catatan kependudukan (seorang Buddhis KTP sejati) dan karena orangtuanya beragama Buddha. Mereka kita sebut dengan Buddhis non praktisi. Persyaratan untuk menjadi seorang Buddhis sejati seorang praktisi, Ariya (orang suci, maju pesat dalam latihan) adalah memiliki pandangan benar yang jauh lebih tinggi daripada seorang non praktisi terhadap semua hal yang ada di sekelilingnya.

Buddha bersabda, "Ada perbedaan yang sangat besar dalam cara pandang antara pandangan para ariya dan pandangan umat biasa." Karena itu, dalam pandangan para ariya, dan juga sesuai dengan peraturan para ariya, bernyanyi sama saja dengan menangis; menari adalah ciri khas orang gila; dan tertawa terbahak bahak adalah kelakuan anak anak ingusan. Orang orang pada umumnya menyanyi, tertawa, dan menikmati semua itu tanpa menyadari kapan dirinya akan lelah. Di dalam pandangan para ariya, menyanyi terlihat sama dengan menangis. Jika kita mengamati seorang yang menyanyi dan berteriak sekeras kerasnya, dia tidak hanya kelihatan seperti orang yang sedang menangis, tetapi selain itu, apa yang dilakukannya berasal dari kondisi kondisi emosional. yang sebenarnya sama dengan menangis.

Menari adalah kelakuan orang gila! Jika kita perhatikan sedikit lebih mendalam, kita akan menyadari bahwa ketika kita bangun dari tempat duduk untuk menari, kita paling tidak sudah menjadi sepuluh persen gila. Jika tidak, kita pasti tidak akan mau menari. Karena secara umum menari dipandang sebagai sebuah bentuk kesenangan, kita tidak menganggapnya sebagai kelakuan orang gila. Ada beberapa orang yang suka tertawa; tertawa memang menyenangkan. Mereka tertawa terbahak bahak, bahkan di saat saat yang tidak tepat. Tetapi bagi para ariya, dan di dalam peraturan mereka, tertawa adalah kelakuan anak kecil. Oleh sebab itu, jika kita mampu tidak tertawa, ini tentu baik. Tidak tertawa sama sekali bahkan lebih baik lagi.

Contoh contoh di atas menunjukkan bagaimana latihan displin (sila) para ariya berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Secara umum, menyanyi, berdansa, dan tertawa sepertinya tidak membawa akibat dan bukan sesuatu yang istimewa. Namun bagi para ariya kegiatan kegiatan tersebut dianggap tidak berguna dan tidak terkendali. Demikianlah pandangan seseorang yang pikirannya sudah berkembang pesat.

Buddha tidak mengatakan, jangan lakukan hal-hal itu ketika kita menginginkannya, tetapi mengajarkan kita untuk memahami bahwa ada perbuatan yang terpuji dan perbuatan rendah, dan ada hal hal yang tidak layak untuk dilakukan. Karena belum menjadi seorang ariya, kita mungkin ingin melakukan perbuatan-perbuatan yang rendah. Ketika kita melakukannya, kita akan sadar bahwa hal itu terkadang memang tampak menyenangkan, tetapi pada akhirnya kita akan kelelahan. Selanjutnya, kita dapat meningkatkan diri kita ke tingkat yang lebih tinggi dan berlatih disiplin para ariya.

Sebagian orang tidak suka mendengar tentang "disiplin". Mereka khawatir bahwa mengendalikan diri menyebabkan "penderitaan." Tetapi, mengendalikan diri untuk tidak mengikuti perasaan adalah sebuah praktik dan latihan penting dalam agama Buddha.

Mengendalikan tubuh dan pikiran untuk tidak menuruti setiap perasaan bukanlah penderitaan. Sebaliknya, ini adalah sebuah metoda untuk melenyapkan dukkha. Kita harus menemukan cara. untuk mencegah diri kita agar tidak sampai dikuasai oleh ego atau kekotoran batin. Kita harus menjaga pikiran agar kekotoran batin tidak mengarahkan dan menguasai diri kita. Lihat orang orang yang sedang menari dan perhatikan betapa kuatnya kekotoran batin menguasai dan membuat mereka tunduk. Inikah yang disebut dengan kebebasan?


Oleh sebab itu, kita harus meningkatkan kemampuan batin kita bagaimanapun juga. Jangan menjadi seorang Buddhis awam selamanya! Buat diri Anda bisa menjadi anggota komunitas Buddhis praktisi, dengan memiliki pengetahuan, kecerdasan, kesadaran, dan pemahaman sehingga penderitaan akan berkurang. jangan lakukan hal hal yang tidak layak dan tidak bermanfaat bagi diri sendiri. Inilah hasil yang akan Anda dapatkan. Anda akan bertransformasi dari seorang Buddhis non praktisi awam menjadi seorang Buddhis praktisi, yang menaati disiplin para ariya. Buddha berharap akan lebih banyak lagi yang menjadi ariya, semakin banyak lagi orang yang akan meninggalkan keduniawian selamanya.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 25 February 2010, 07:00:52 PM
Quote
ini tulisan bro :
...Sekarang yang dilakukan oleh para Savaka Buddha bisanya adalah "menebak" apa yang sesuai dengan "muridnya

sehingga saya bertanya :

Yakin para savaka Buddha hanya menebak? atau situasinya yg perfect adalah Sang Buddha dan demi kesempurnaan pencapaian maka diberikanlah kepada Sang Buddha? Bagaimana setelah Sang Buddha parinibbana, apakah para savaka Buddha tidak ada yg tahu tentang muridnya walaupun tak sesempurna Sang Buddha?
Maap saja itu sesuai yang ada di Jataka,Khuddaka Nikaya,kalau mau mengomentari lebih jauh,silakan kita buka thread baru tentang judul Jataka yang berkaitan tersebut,...Dalam tolong ya...kata "menebak" itu sudah saya tanda kutip..
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 25 February 2010, 07:05:53 PM
Yang anda maksud ceramah bhante Uttamo yang dihadiri 4000 an orang, benarkah ? Karena saya lupa yang mana, karena banyak koleksinya. Karena ada yang dihadiri 2000 an dan 1000 an
yang saya tulis tadi,"Dhamma Talk Paramita Devi Ruang dan Waktu di Selecta yang lalu di medan..
Itu membabarkan Dhamma atau ngelawak?"
bukan ceramah Bhante Uttamo.. _/\_

Quote
Seandainya benar, apakah tidak ada manfaat dhamma yang dapat dipetik dari dhamma talk untuk umat awam ( tentu anda sendiri tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengukurnya, karena anda telah menguasai dhamma yang sudah mendalam ).
yang dikritisi bukan soal tahu Dhamma dan tidak tahu Dhamma,sebenarnya fungsi Dhamma Talk itu sendiri apa ya?apakah untuk mencari DONATUR?atau mencari KUANTITAS UMAT BUDDHIS?atau memberikan DHAMMA kepada pendengarnya?

Quote
Kadang-kadang saya mendengar langsung dhamma talk tersebut, saya ikut tertawa karena yang lainnya juga tertawa, tertawa bersama-sama, tersenyum saja walaupun yang lain tertawa, hanya diam walaupun yang lain tertawa.

Tertawa sendirian dan yang lain tidak tertawa ( yang ini tidak pernah dilakukan, nanti dikira tidak waras/ tahu diri dan tidak telmi )
sebenarnya bagi saya..mau tertawa,mau ngakak,mau teriak2 tidak ada masalah sama sekali..masalahnya adalah pandangan umat Buddhisme kepada Dhamma Talk itu sendiri..Banyak yang menganggap itu seperti ajang melawak..Apakah itu pantas menurut anda?


Quote
BTY, apa definisi humor menurut anda dari dhamma talk tersebut ?

 _/\_
apa hubungan dengan hal yang saya sampaikan?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 25 February 2010, 07:11:01 PM
tentu semuanya harus sesuai dengan vinaya atau batas mana yang boleh sesuai dengan vinaya wa rasa makin tinggi moralitas nya akan terlihat.

karena ada juga memang bhikku yang jadi seperti penyanyi dll di china sono itu kata katanya sih terlihat benar tapi apakah sebenar itu wa liat fotonya pakai kacamata ( kacamata biasa sih tidak apa apa itu kacamata seperti rebyan punya coba buat apa di pakai) di telinga nya ada tuh yang buat freehand phone kemana dayakanya? terus apa kah pantas seperti itu? katanya sih lagu yang di rekam untuk mengenalkan Buddhist ke generasi muda. kalo dengar Bhikku lain yang se viharanya sih bilang (wah lupa juga nih yang keingat saja) harus yang sepantasnya.     

betul..saya jadi ke ingat dan mau bertanya,ada Bhikkhu mazhab Theravada di medan ini,masa punya HP dan ngendarain MOBIL MEWAH???apakah itu SESUAI VINAYA??
mengendarai sendiri atau menumpangi mobil dayaka? lain loh artinya. trus napa bhikkhu ga boleh punya hp? klo hpnya selalu ganti2 saya ga setuju  namun bila hp di milikinya adalah dana dari umat, n tujuan dr hp itu lain dengan kita2 namun sekedar untuk memudahkan komunikasi dan tidak melekat. sebenernya mirip surat namun jaman dah berubah jadi k hp.
jelas saya tulis disana NGENDARAIIN...dan mau lebih jelasnya lagi Si Bhante tersebut sedang belajar nyupir!!!dan saya kurang setuju dengan dalih menggunakan hp sebagai alat komunikasi...itu suatu bentuk kemelekatan,karena masih melekat pada umat...Bhikkhu itu berjuang untuk mensucikan diri,berjuang untuk belajar DIAM dan HENING,bukan BERSOSIALISASI berlebihan...Lagian seperti kata anda,sudah ada dakkaya,kalau memang di dana in hp,bukannya semua itu ada tugas dakkaya?kenapa harus Bhantenya yang ambil atau memakai hp tersebut?aneh..dan lebih anehnya bukan hp butut..[dan dari rumor2 yang saya dengar seputar Bhante tersebut dari aktivis di Vihara tersebut,Bhante yang bersangkutan juga biasanya di Vihara bersikap otoritas dan menggangap Vihara adalah MILIKnya dan tidak mau berbagi dengan Bhante yang lainnya,sampai kasus ini diceritakan sekarang,si Bhante sudah pindah dari vihara tersebut,dan mendirikan Vihara sendiri tepatnya bukan Vihara,seperti Cetiya di tempat yang lain.]

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 25 February 2010, 07:18:51 PM
Justru terbalik lho menurut saya...banyak anak Sutomo 2 biasanya disuruh guru Agama saya ke Dhamma Talk[kalau saya tidak salah lihat,guru Agama Buddha saya juga merupakan member disini deh,tapi saya tidak tahu dia pake ID apa...dia lah guru pertama saya didalam membabarkan Dhamma kepada saya,walau dia membabarkan Dhamma dengan lelucon tetapi "isi" Dhammanya sungguh mengena ke hati saya..] ,selalu yang menjadi motif utama mereka adalah Dhamma Talk indentik dengan "tawa" dan "ketawa ketiwi",simplenya bagi mereka Dhamma Talk yang bagus hanya dikategorikan dalam dua 2 hal..Kalau membuat mereka tertawa ngakak ya berati Dhamma Talknya bagus...Kalau tidak membuat mereka tertawa mereka menggangap Dhamma Talknya tidak bagus[silakan saya tantang untuk melakukan sensus ke anak Sutomo 2 yang sering mendengarkan Dhamma mulai dari Dhamma Bhante Uttamo,Ajahn Bramahvamso sampai Paramitta Devi,yang ada ceramah di medan..Kita kasih pertanyaan,apakah menurut mereka Dhamma Talk yang dikategorikan bagus dan tidak bagus,bagaimana cara si oknum membawakan Dhamma Talknya..kira2 ada ratusan anak Sutomo2 yang sering mengikuti ceramah Dhamma Talk dari kelas 1 smp,2smp,3smp,1sma,2sma,3sma,dan alumni2 yang telah tamat seperti saya,teman2 saya,dan ada lagi alumni senior saya..]

Anumodana _/\_
bro berhubung bro anak sutomo2(g ga tau d mana) cb anda yg survey n ksh ahsilnya d dc ok ;)
trus bro riki sdh pernah ada mengisi dhamma desana? alangkah baiknya anda jg berfikir dengan sudut dharmaduta itu akan lebih membantu melihat kondisi yg sbenarnya terjadi di vihara2.;)

Salah 1 sekolah favorite di Medan...saya yang survei?tentunya nanti itu tidak dianggap valid,kalau saya doang,dan waste my time aja...
setahu saya,selama saya berbicara dengan ko Indra sendiri,rasanya ko Indra sharing dhamma ke saya ,tidak pakai lelucon2 deh..??Guru agama saya waktu nerangin ke semua muridnya,tidak pakai lelucon2 deh?yang ada malah dia menekan Dhammanya dengan TEGAS dan TEPAT...Leluconnya pun tidak terus menerus sehingga orang bisa membedain antara LELUCON dan DHAMMA...masalahnya timbul ketika kita mendengar dengan serius kemudian ketika mau mendapatkan jawaban atas pertanyaan tiba2 disambung dengan celutukan dan lelucon..bagi saya bukan DhammaNya yang dapat malah yang ada jadi BUYAR...jadi BINGUNG entah apa yang mau disampaikan oleh si penceramah...Selingan Joke cukup lah menjadi SELINGAN JOKE,,...Kemudian Dhamma ya Dhamma...Jangan lah DICAMPUR ADUKAN menjadi SATU KESATUAN..itu yang menjadi masalah dan yang sedang "dipertanyakan" disini..
Saya tahu susahnya berceramah dan menjadi DhammaDuta,tetapi kesulitan atau kegagalan dalam ceramah bukan berati mencari alasan atas kegagalan tersebut,dan membenarkan segala cara untuk mendapatkan umat yang mendengar bukan?Apa yang ditekankan disini,apakah KUALITAS atau KUANTITAS?Kalau KUANTITASnya saja,saya tidak mau berkomentar lebih jauh lagi..

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: CHANGE on 26 February 2010, 08:42:27 AM
 [at]  Riky Dave

Saya tidak tahu yang anda maksud dhamma talk yang mana, dan nampaknya anda MUNGKIN mengeneralisasi semua dhamma talk plus humor adalah tidak PANTAS ( dan diharapkan tidak menjadi hyperbola ). Mungkin ada baiknya dilakukan studi kasus / per case dalam menilai, jangan berdasarkan penilaian SUBJEKTIF yang menjurus ke propaganda opini secara negatif, karena ini membahayakan kelangsungan pengembangan Buddism. Saya yakin anda dan saya ( mungkin juga yang lain ) tidak dapat memberikan parameter pengukur ke PANTAS an tersebut, artinya hanya KESEPAKATAN opini saja ( belum tentu benar ) tentu bukan sepihak. Pernahkah dengar pepatah “ Perkataan Tiga Orang Menjadi Harimau” arti sederhana ( tidak kutip cerita panjang, nanti dinilai OOT ) adalah Rumor Yang tersebar luas dan berulang-ulang pada akhirnya diyakini sebagai KEBENARAN ( walaupun belum tentu Benar atau Salah ). Ini adalah tindakan berbahaya dan merugikan bahkan dikatakan tidak bermoral. Saya akan memberikan satu dhamma talk plus humor untuk anda nilai kepantasannya dari kacamata anda sendiri.

Mengenai kualitas tujuan suatu dhamma talk plus humor, saya TIDAK BERANI menilai karena saya TAHU DIRI bahwa PERILAKU diri sendiri yang sesuai dhamma saja tidak dapat dijadikan contoh panutan dan belum pernah memberikan manfaat kepada orang lain,  tapi saya berani mengatakan dhamma talk plus humor banyak memberikan manfaat di lingkungan saya, karena ada hasil efek domino positif. Misalnya dari pemarah menjadi lebih sabar dan pemaaf, tidak stress. dll ( yang sederhana saja dulu ) walaupun kita tahu TUJUAN yang lebih tinggi ( karena tidak setiap level mampu menyerap sekaligus ). Ini adalah contoh level untuk makhluk yang baru mengecap dan mencicipi manfaat Dhamma yang LUAR BIASA, sekali lagi level ini tidak bisa dibandingkan dengan level anda yang sudah “TINGGI”. Karena Buddhism di Indonesia baru berkembang beberapa tahun ini, mungkin karma baik makhluk tersebut tidak sebaik dibandingkan dengan anda dalam mendapat KESEMPATAN duluan untuk mengenal Dhamma yang Luar Biasa ( artinya yang baru dengan yang lama tentu berbeda level )

Apapun definisi humor, saya tidak permasalahkan, tapi yang penting jangan melihat dan memahami definisi humor dengan cara membandingkan ( study banding ) dhamma talk plus humor dengan acara tukul, jojon, acara ngelawak atau apapun dengan persepsi pribadi yang mana parameter pengukur tidak ada.. Menurut saya ini adalah TINDAKAN YANG “TIDAK PANTAS”. Jangan-jangan dikemudian hari berkembang rumor menjadi pembabar dhamma plus humor adalah BADUT. Memang setiap orang punya hak untuk mengeluarkan pendapat, tetapi tentu ingat ada koridornya atau BATASAN KEPANTASANnya. Untuk menilai suatu KEPANTASAN, seharusnya dilakukan dengan PANNA atau Kutub Kesadaran apalagi ini dilakukan oleh makhluk yang  telah merasakan MANFAAT dari Dhamma, bukan dengan Kutub Keegoaan.

Menurut saya pribadi kutipan Dhamma talk plus humor adalah sangat Luar Biasa, bahkan mengoyak dan menampar KEEGOAN saya. Dan saya menyadari bahwa ini adalah salah satu cara untuk “ MENGIKIS “ keegoaan. Karena saya menyadari belum mampu “ MEMCABUT SAMPAI KE AKARNYA ( LDM ) “. Jadi tidak ada yang perlu dibanggakan dengan perilaku saya pada saat ini, karena masih tebal LDM nya. Silahkan anda melihat dari KACAMATA anda ( kutipan yang pernah diposting ) ats Dhamma Talk ini...

Bersambung...   
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: CHANGE on 26 February 2010, 08:46:25 AM
SAAT AKU BERHENTI, PENDERITAAN BERHENTI

Oleh: YM. Sri Paññāvaro Mahāthera


Ibu, Bapak & Saudara,

Pada saat Guru Agung Buddha Gotama membabarkan Dhamma, atau Dharma, untuk pertama kali, yang dikenal dengan “Memutar Roda Dhamma”, Dhamma-cakka-ppavattana, beliau membabarkan empat Kebenaran Mulia, Cattāri Ariya Saccāni. Kalau Empat Kebenaran Mulia ini boleh diringkas—dan yang meringkas adalah Guru Agung kita sendiri—maka ringkasan itu menjadi kalimat yang sederhana. Guru Agung kita pernah menyampaikan kalimat itu kepada Bhikkhu Anuradha. Guru Agung kita mengatakan, “Pubbe cāhaṃ Anurādha, etarahi ca dukkhañce va paññāpemi dukkhassa ca nirodhan’ti.” Artinya, “O, Anuradha, dahulu dan sekarang, hanya ini yang Kuajarkan: dukkhañce va paññāpemi dukkhassa ca nirodha, tentang dukkha/penderitaan dan tentang lenyapnya penderitaan.” Jadi kalau Empat Kebenaran Mulia, Cattāri Ariya Saccāni, diringkas, kepada Bhikkhu Anuradha Guru Agung kita mengatakan, “Dulu dan sekarang, yang Kuajarkan hanyalah penderitaan dan lenyapnya penderitaan.”

Ibu, Bapak & Saudara,

Uraian malam hari ini memang tidak begitu sederhana, sulit. Tidak berlebihan bila saya memohon dengan hormat dengan kerendahan hati perhatian Ibu, Bapak & Saudara. Kami mengira, Asadha Agung yang diisi dengan Dhamma-sakaccha, berbincang-bincang tentang Dhamma, akan dihadiri oleh dua ratus sampai tiga ratus orang; tetapi malam ini hadir dua ribu sampai tiga ribu orang. Tentu tidak mudah untuk memaparkan, menyampaikan, menjelaskan pokok dasar ajaran Guru Agung kita kalau tanpa perhatian seksama. Oleh karena itu harapan saya, semogalah Ibu, Bapak & Saudara bisa memberikan perhatian kepada uraian kami malam hari ini.

Ibu, Bapak & Saudara,

Persoalannya sekarang adalah tidak ada seorang pun yang senang menderita, semua orang emoh dukkha, apa pun agama, kepercayaan, golongan dsb. Siapakah di antara kita yang ingin menderita, yang senang menderita? Tidak ada seorang pun yang senang menderita, semuanya tidak ingin, tidak senang menderita. Semuanya ingin melenyapkan penderitaan.

Ibu, Bapak & Saudara,

Mohon maaf, kalau saya harus menyampaikan, tetapi keinginan tinggallah keinginan, Ibu, Bapak & Saudara. Kita sering tidak sungguh-sungguh melenyapkan penderitaan. Kita tidak senang menderita, kita emoh menderita, tetapi kita tidak sungguh-sungguh melenyapkan penderitaan. Apa yang kita lakukan? Yang kita lakukan hanya menutup-nutupi penderitaan, tidak melenyapkan penderitaan.

Saya akan mulai dengan tidak berbuat buruk, karena perbuatan buruk menimbulkan kesedihan, korban, diri sendiri, demikian juga orang lain. Tidak usah harus menganut Agama Buddha, tapi saya mohon kalimat ini jangan dipotong, ikuti kalimat selanjutnya. Agama apa pun yang dianut, tidak harus mengerti hukum karma, hukum sebab-akibat; mengerti hukum karma atau tidak meyakini hukum karma, mengerti anicca atau tidak mengerti anicca, mengerti dan meyakini anatta atau tidak mengerti anatta sama sekali, tidak soal, Saudara. Tapi kalau membuat bom, itu buruk. Siapa pun, apa pun agamanya, apa pun keyakinannya, menimbulkan korban, menimbulkan kesedihan, menghancurkan. Tetapi, apa pun keyakinannya, mengerti anatta atau tidak mengerti anatta, mengerti hukum karma atau menolak hukum karma, kalau orang berbuat yang baik, yang bajik, mengendalikan dirinya dari perilaku yang buruk, menolong, membantu, meringankan mereka yang menderita, perbuatan mereka adalah perbuatan yang baik. Kebaikan membawa manfaat bagi orang banyak. dan kebaikan membawa manfaat bagi dirinya sendiri. Keburukan tidak hanya merugikan dirinya, tetapi setiap perbuatan yang buruk tentu memakan korban. Dari yang sederhana, mencaci maki, memfitnah, mencuri, berselingkuh, menyeleweng, berbohong, tidak jujur, sampai kepada pembunuhan dsb, mesti membawa korban, istri, anak, suami, lingkungan dan orang banyak.

Tetapi, Saudara, izinkan saya masuk kepada yang lebih dalam lagi. Tetapi, dengan tidak berbuat buruk, yang menghancurkan kehidupannya sendiri dan merugikan orang lain, dengan banyak berbuat bajik, banyak berbuat baik, tidak menyelesaikan penderitaan. Saya mengulangi kalimat ini: ya, menghindari keburukan, mengendalikan diri dari perbuatan buruk, yang menghancurkan orang lain, yang membawa korban, ya; dan berbuat bajik, berbuat baik semaksimal mungkin, benar; tetapi tidak berbuat buruk dan berbuat bajik tidak mampu melenyapkan penderitaan. Berbuat bajik berguna, benar; berbuat bajik membawa kemajuan, kelancaran, kebahagiaan, benar; keburukan menghancurkan, keburukan merugikan, benar sekali; tetapi apakah kebahagiaan kekal? Apakah kelancaran, kenyamanan itu bisa melenyapkan penderitaan untuk tidak timbul kembali? Tidak. Saya ingin memberikan ilustrasi yang sederhana.

Ibu, Bapak & Saudara,

Saudara sudah mempunyai tekad yang kuat, samādhāna, untuk tidak berbuat buruk. – “Apakah ini tidak terpuji, Bhante?” – Terpuji. Kemudian, Ibu/Bapak banyak menanam kebajikan, menolong, beramal. – “Apakah itu tidak terpuji, Bhante?” – Sangat terpuji. Tetapi, suatu saat Ibu memberikan satu bungkus roti yang enak kepada orang yang tidak Ibu kenal, tetapi Ibu berjumpa di mal, atau di airport, di stasiun, di terminal. Orang ini miskin tampaknya, menderita, kusut, Ibu memberikan satu dos besar berisi roti yang enak itu yang tentu Ibu punya perkiraan orang seperti itu tidak sering makan roti seperti ini, dan Ibu memberikan dengan terbuka, “Ini untuk kamu, makanlah.” Orang ini hanya berkata, “Terima kasih, Bu” – selesai. Ibu, Bapak & Saudara bisa mendongkol, “Kenapa orang ini tidak menunjukkan ekspresi yang terkejut, ‘Ooo, luar biasa hari ini, Bu, makanan yang sangat enak.” Ibu, Bapak & Saudara mengharapkan respons, tanggapan seperti itu dari orang yang menerima hadiah satu dos besar roti yang sangat enak. Ibu, Bapak & Saudara tidak mendapatkan itu. “Aku tidak dihargai” – pada saat itu penderitaan muncul, sekalipun Ibu, Bapak & Saudara tidak berbuat buruk dan sering berbuat baik.

barsambung...
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: CHANGE on 26 February 2010, 08:49:58 AM
Ibu, Bapak & Saudara,

Contoh yang kedua, mungkin lebih jelas. Ibu, Bapak & Saudara pergi ke mal; sekarang ada supermal, hipermal. Ini memerlukan pengendalian diri yang kuat; kalau orang pergi ke mal, niatnya tidak beli, juga nanti akhirnya beli. Ibu, Bapak & Saudara melihat sebuah barang yang bagus, “O, bagus juga ini untuk dibeli.” Harganya tidak murah, tidak hanya sekadar ratusan ribu, jutaan, puluhan juta rupiah. Pada saat Ibu, Bapak & Saudara mengagumi benda itu, ada orang berjalan, karena slebor, karena pakaiannya kedodoran, menyerempet benda itu dan jatuh, … prangngng, pecah. Ibu, Bapak & Saudara bersedih, “Aduh, hmmm … sayang sekali, orang itu sembrono. Dan buru-buru Ibu, Bapak & Saudara menyingkir, jangan sampai ikut dituduh memecahkan benda itu. Biar orang itu yang menanggung, membayar harga barang yang pecah itu. Tetapi, kalau benda ini jadi Ibu beli, Bapak atau Saudara beli—saya harus menyebutkan lengkap supaya tidak terkesan yang tukang shopping itu ibu-ibu saja—sangat mahal, berharga, langka, dan uang yang dikeluarkan cukup banyak, sekian belas juta, dan benda itu kemudian dibawa pulang dengan hati-hati sampai di rumah. Setelah sampai di rumah beberapa hari, karena beberapa hal, benda ini juga jatuh … prangngng, pecah. “Aduhhh …”, penderitaan luar biasa; dan kejahatan bisa muncul: caci maki, sumpah serapah, apalagi kalau yang memecahkan itu pembantu atau karyawan. Kalau yang memecahkan dirinya sendiri, penderitaannya saaangat hebat … Mengapa? Mengapa? … Dibandingkan pada waktu benda yang sama pecah ketika masih di toko? Pada waktu masih di toko, belum ada hubungan antara Anda dengan benda itu. Setelah Anda membeli dan membawa ke rumah, sekarang ada hubungan, ‘benda itu benda-KU’. Barang yang mahal itu sekarang milik-KU. Kemelekatan itulah yang membuat kita menderita, bukan persoalan kita sudah tidak berbuat jahat yang membuat kita tidak menderita. Dan kemelekatan yang terbesar bukan kemelekatan kepada bendanya, melainkan kemelekatan kepada AKU. Aku sudah memiliki benda itu; sekarang benda itu hancur, maka robeklah aku-KU. Itulah sumber penderitaan itu, Ibu, Bapak & Saudara. Tidak bisa dilenyapkan dengan tidak berbuat buruk dan banyak berbuat baik, banyak berbuat amal saja. Selama masih ada kelengkatan, kelekatan kepada benda-benda, kepada hawa nafsu, dan terutama kepada AKU, penderitaan tidak akan berakhir. Kesenangan, kenyamanan, kebahagiaan karena berbuat bajik hanya menutupi penderitaan, tidak menyelesaikan penderitaan.

Ada seseorang yang sudah berjasa besar, kepada yayasan, kepada organisasi sosial, kepada vihara, kepada tempat ibadah yang lain. Pada waktu upacara besar seperti ini, ia datang terlambat. Kursi yang di depan sudah penuh. Orang ini terpaksa duduk di belakang. Apakah ada kejahatan yang dilakukan? O, tidak. Dia donatur yang luar biasa. Dia beramal, dia membantu; hanya dia datang terlambat. Kursi yang di depan penuh, dia duduk di belakang. Dia sangat menderita, Saudara. Acara selesai, dia telepon panitia, “Kenapa saya didudukkan di belakang? Panitia harus tulis surat minta maaf kepada saya.” – “Apakah benar, Bhante?” – Benar, Saudara. Ini bukan cerita buatan, bukan fitnah, bukan gosip. [tawa & tepuk tangan  :)) :)) :)) :)) =D> =D> =D> =D>]

Ibu, Bapak & Saudara,

Dari kisah nyata ini Saudara bisa melihat, tidak ada keburukan yang dilakukan oleh ibu atau bapak ini; kebajikan, sumbangan, amal yang diberikan, tetapi dia sangat melekat kepada akunya, dia tidak bebas dari penderitaan yang dibuat sendiri. Apalagi kalau dia tahu, karena panitia sudah mengatakan, “Bapak/Romo nanti duduk di depan; kursinya sudah ditulis nama—saya mau ambil contoh, menggunakan Romo Ponijan saja [tawa :)) :)) :))]—kemudian Romo Ponijan ini datang terlambat; dia lihat-lihat, longak-longok, kursi di depan sudah penuh semua; kursi yang sudah ditulis nama, Mr./DR. Ponijan, sudah diduduki orang lain; … penderitaan, Saudara, luar biasa. [tawa :)) :)) :))] Apakah dia orang jahat? Tidak. Apakah dia orang baik? Ya. Dia banyak beramal, berdana, menyumbang, menyokong, menyumbangkan pikiran, ide-ide, membantu, tetapi dia membuat penderitaan untuk dirinya sendiri. Tidak hanya melekat kepada kursi, tetapi melekat kepada keakuannya sendiri. Coba, kalau Romo Ponijan ini orang yang sangat dikenal, orang baik, kedudukannya tinggi, pandai, kursinya di depan ditempati orang lain, beliau duduk di belakang. Orang-orang tahu, “Oh, Romo kok ada di sini?” – “Ah, tidak apa-apa, tidak apa-apa. Saya juga manusia biasa, saya di sini dengan Saudara.” – Aduuuh, … namanya akan diangkat naik. Tetapi, meskipun Romo Ponijan melakukan kebajikan, jasanya besar, kalau kebakaran jenggot karena tidak bisa duduk di depan, namanya akan dijatuhkan. Itu hukum masyarakat, Saudara. Kalau dia menerima duduk di belakang, humble, rendah hati, “Biar, biar, saya juga manusia biasa seperti Saudara, saya duduk di sini, nyaman,” – Ooo, manusia-manusia lain, teman-teman lain mengatakan, “Ooo, Pak Ponijan hebat.”

Kemudian, lain waktu Romo Ponijan datang; ia sudah diberi tahu, tempat duduknya di depan, dan akan dijaga oleh panitia, tidak boleh diduduki orang lain, supaya nanti kalau dia datang terlambat, tempat duduknya tidak diduduki orang lain; dia datang terlambat, dan dia sengaja memilih tempat duduk di belakang. Panitia tahu, panitia menarik-narik, “Ayo, ayo, Romo di depan, tidak ada yang menduduki.” – “Tidak apa-apa, saya di belakang saja,” dalam hati “Supaya saya kelihatan rendah hati, biar dihormati orang banyak,” [tawa & tepuk tangan :)) :)) :)) :)) =D> =D> =D> =D>] – itu keakuan juga. Keakuan adalah sumber, kalau keakuan lahir—di mana lahirnya keakuan, di pikiran kita—penderitaan mulai. Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak dimulai, tidak muncul penderitaan. Romo Ponijan datang terlambat, mengambil tempat duduk di belakang, tanpa keakuan, “Ya, di depan sudah penuh, saya di belakang,” – tidak ada beban, tidak kebakaran jenggot, tidak ada aku yang lahir—“Aku disingkirkan, aku didudukkan di belakang, kursiku diserakahi orang lain”—tidak ada keakuan yang lahir, tidak ada penderitaan. Pada waktu acara yang kedua dia datang, kemudian panitia menerima dia, mendudukkan Romo Ponijan di depan, dia terima dengan wajar; dia tidak bersitegang dengan panitia, “Aku di belakang saja, aku mau rendah hati,” tidak; dia terima di depan tanpa lahirnya keakuan. Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak mengikuti. Pada saat aku lahir, penderitaan mulai.

Oleh karena itu, Ibu, Bapak & Saudara, dengan kalimat yang singkat, tidak berbuat buruk sangat terpuji karena keburukan itu juga anak-cucu keakuan. Berbuat kebajikan sangat, sangat terpuji; tetapi tidak cukup, kalau akar penderitaan tidak dicabut. Akar penderitaan adalah upādāna, attachment; dan kelekatan yang paling besar adalah kelekatan pada keakuan kita.

Contoh yang terakhir: saya membawa benda yang sangat berharga sekali, khususnya untuk umat Buddha. Umat Buddha biasanya kan tergila-gila dengan relik. Saya sebetulnya tidak enak menggunakan contoh ini, tetapi ini paling jelas. Apalagi kalau Saudara belajar Zen, contohnya keras: kalau Anda ketemu Buddha, bunuh Buddha, bagi dunia kita mungkin … . Ini, benar atau tidak dianggap saja gigi Guru Agung kita. Kita melihat, “Aduuuh, luar biasa.” – lalu saya lanjutkan pernyataan ini, “Ini akan saya hadiahkan ke Vihara Sakyamuni,” … “Aduuuh, relik milik-KU” – keakuan mulai muncul, penderitaan mulai. Tetapi, di dalam ini ada yang besar ada yang kecil. Yang kecil nanti—karena banyak jasanya, karena pemimpin, meskipun kecil tetapi pemimpin besar—saya akan hadiahkan kepada Sudiarta, “Aduuuh … aku dapat” [tawa :)) :)) :)) :))] – aku lahir, penderitaan mulai. Kemelekatan mulai, penderitaan menjadi lebih besar. … Bukan, Saudara, ini bukan relik, ini obat senggruk (inhaler). … [tawa & tepuk tangan :)) :)) :)) :)) =D> =D> =D> =D>]

Ibu, Bapak & Saudara,

Sekarang persoalannya, bagaimana membuang keakuan. Dalam bahasa yang kasar, wong keakuan itu tidak nyata, tidak riil. Keakuan itu kan buatan pikiran kita sendiri. Kalau kita sedang asyiiik, melihat sesuatu yang indah sekali, relik yang langka, dengan kaca pembesar, keakuan tidak muncul. Begitu ada pernyataan, “Ini nanti milikmu, kok,” … naaah … keakuan muncul. Karena ada rangsangan, ada kondisi, ada suara yang kita dengar, ada pernyataan, bahasa yang kita mengerti, keakuan muncul, penderitaan mulai. Sama halnya dengan kalau Anda, Ibu, Bapak & Saudara, disakiti. Ibu, Bapak & Saudara meneliti, meneliti, memeriksa, “Saya ini berada di pihak yang benar”, ia benar-benar menyakiti, memfitnah. “Aku tersinggung; kebenaran dan keadilan harus ditegakkan.” – Tetapi, bagaimana kalau sebaliknya, Ibu, Bapak & Saudara? Orang lain sungguh-sungguh benar, dan Ibu, Bapak atau Saudara sungguh-sungguh salah. Apakah kebenaran & keadilan juga harus ditegakkan? – “Yah, Bhante, kita anggap dia Arahat sajalah; tidak usah menuntut saya, keakuan.”

Ibu, Bapak & Saudara,

Keakuan tidak bisa dilenyapkan hanya karena kita tidak ingin keakuan. – “Ooo, ya, Bhante; malam hari ini saya sudah cerah, jelas sekali: penderitaan yang bermacam-macam, dari yang paling kecil sampai yang kompleks, itu akarnya dari keakuan. Jelas, Bhante, jelas; aku sudah emoh keakuan. Gilo aku, jerih aku, jeleh aku.” – Hanya dengan tidak ingin keakuan, keakuan tidak bisa lenyap. Nemplek saja; karena kelengketan, attachment, kelekatan kita pada keakuan itu sangat kuat.

“Bhante, kalau orang belajar anatta, sunyata, tidak ada aku, itu hanya perpaduan yang terus berubah; aku yang abadi, yang sejati itu tidak ada, aku-ku, Bhante, jelas; anatta, sunyata, semua bergerak setiap saat, tidak ada yang berhenti, tidak ada inti, apakah itu tidak cukup?” – Sangat tidak cukup! Pengetahuan metafisis, pengetahuan intelektual metafisis, tidak bisa menghancurkan keakuan. Berapa juta tokoh Buddhis yang tidak mengerti anatta, hampir semua umat Buddha mengerti anatta, tapi, oooh, akunya gede-gede. – “Apakah bisa dilihat, Bhante?” – Tidak usah ditanyakan, Saudara bisa merasakan sendiri.

Kami selesai berbicara di suatu tempat; selesai itu, kami diantar pulang naik kendaraan; orang Jawa bilang, nguntapke; nguntapke itu mengantarkan sampai di kendaraan. “Ya, anumodana, terima kasih.” Tiba-tiba ada seorang tokoh yang mengatakan, “Bhante, saya ini bekerja mati-matian, Bhante, mempertahankan vihara ini. Pengurus yang lampau, pendiri yang lampau sudah tidak ada, tinggal saya. Saya ini tekun, tekun ini mati-matian saya mempertahankan vihara ini, Bhante.” – Eee, tidak ada hujan tidak ada angin, tiba-tiba kok keakuannya muncul orang ini. Saya tidak enak, Ibu, Bapak & Saudara, akan mengatakan begini, “Wah, Bu, mbok akunya itu dikecilkan,” tidak enak saya. Jadi saya menggunakan kalimat yang lain, “Pak, Bu, cobalah melatih vipassana.” – Jadi, nanti kalau Bhikkhu Pannavaro menganjurkan Anda melatih vipassana, tahu sendiri, Saudara, apa maksudnya. [tawa & tepuk tangan :)) :)) :)) :)) =D> =D> =D> =D>] Tetapi orang itu tidak mengerti, orang itu tidak mengerti: “O ya, Bhante, kalau ada latihan vipassana, saya ini yang bekerja keras, Bhante, mengkoordinir semuanya ini.” – Waduh, ya sudah … ampunilah Maha Dewa … dia tidak mengerti apa yang saya maksud. [tawa :)) :)) :)) :))]

Ibu, Bapak & Saudara,

Bagaimana mengurangi keakuan, merontokkan keakuan? Dengan menyadari, dengan memperhatikan, mengawasi. Jadi, kalau keakuan Saudara muncul, “Aku sudah selesai menjalankan kewajibanku sebagai ketua panitia, aku sudah selesai memenuhi janji, aku sudah selesai menulis buku, aku sudah selesai membayar lunas uang masuk anakku yang mau masuk perguruan tinggi, aduh, sebagai ayah aku merasa lega” – tidak dikeluarkan, tidak diucapkan, tetapi muncul dalam pikiran. Waspada! – “Diberantas, Bhante?” – Tidak usah. – “Lho, katanya aku berbahaya, kok tidak boleh diberantas?” – Amat-amati saja, ketahui saja, “Oh, pikiran muncul.” Selesai. Selesai, Saudara. Itulah sati, itulah awareness. Tidak usah dianalisis, “Kok aku saya muncul, dari mana tiba-tiba aku ini kok muncul; aku sudah kenal Agama Buddha dua puluh tahun, akuku kok masih gede-gede, tidak usah. Aku malu, aku ini harus dihantam, aku harus dimengerti, dengan anatta, tidak benar, aku ini salah,” – lha, nanti pikirannya ribut sendiri, perang sendiri di dalam pikiran, ramai di dalam pikirannya, bertengkar sendiri. – “Jadi bagaimana, Bhante?” – Dilihati saja, “Oh, aku muncul.” Selesai. – Mudah, Saudara? Tidak mudah. … Tidak perlu doa, tidak perlu paritta, tidak perlu menyebut Buddha, Dhamma, Sangha, tidak perlu ingat Triratna, tidak perlu ingat anatta. Mungkin seseorang tidak mengerti anatta sekalipun, tetapi kalau keakuannya muncul, dia ngonangi—ngonangi berarti mengetahui—akunya muncul, dia mengetahui, akunya muncul, dia menyadari, akunya muncul, dia menyadari. Itulah cara dukkha-nirodha, lenyapnya penderitaan, dengan mencabut akar penderitaan, kelengketan pada keakuan.

Ibu, Bapak & Saudara,

Di lain kesempatan, Guru Agung kita menjelaskan secara singkat dengan kalimat yang lain. Kalau di depan beliau menjelaskan, dulu, awal Guru Agung kita memberikan khotbah, sampai kemudian akan menutup mata, hanya dukkha, penderitaan dan lenyapnya penderitaan yang beliau ajarkan, tidak ada lain. Dalam kalimat yang lain, Guru Agung kita juga menyebutkan, “Seyyathāpi, bhikkhave, mahāsamuddo ekaraso loṇaraso, evam-eva kho, bhikkhave, ayaṃ dhamma-vinayo ekaraso vimuttiraso.” Sang Buddha mengatakan, “Para bhikkhu, mahasamudra, mahasamuddo, mempunyai ekaraso, rasa yang satu, loṇaraso, asin, rasa garam; demikian juga, ayaṃ dhamma-vinayo, demikian juga ajaran yang kuajarkan ini, ekaraso, mempunyai rasa yang satu, vimuttiraso, rasa kebebasan.”

Itulah, Ibu, Bapak & Saudara, yang diwariskan oleh Guru Agung kita, yang dipelihara, disimpan oleh Sangha, dan kemudian kami mewariskan kepada Ibu, Bapak & Saudara. Tidak mudah, tidak mudah. Apalagi kalau ingin menunjuk keakuan, aduh, tidak mudah, Saudara. Sering seseorang yang ditunjuk keakuannya, bukan keakuannya menjadi berkurang, malah keakuannya berkobar-kobar. Sabaar, sabaar … jururawat-jururawat, mantri-mantri ini harus sabar. Sabaar … ini diberi obat yang mujarab, malah marah.

Ibu, Bapak & Saudara,

Saya ingin menutup dengan satu cerita lagi. Seorang psikiater menjadi bhikkhu, gurunya adalah Lama Zopa Rinpoche. Ia adalah seorang New Zealand atau Australia. Pada suatu saat ia ditugaskan di suatu daerah. Daerah ini sulit sekali. Dari dimusuhi, tidak di-welcome, dia menjalin hubungan, menunjukkan simpati, ketulusan, sampai masyarakat di sana menerima bhikkhu ini. Setelah selang beberapa lama, tidak singkat, hampir sepuluh tahun, dia menulis otobiografinya, dia berhasil membangun sebuah vihara. Aduh, alangkah puasnya. Prestasi yang sangat besar, Saudara. Bayangkan, orang yang dimusuhi, dicurigai, sampai berhasil diterima oleh masyarakat itu dan membangun vihara yang besar. Tiga hari sebelum peresmian, Lama Zopa Rinpoche meminta bhikkhu itu pindah, ke negara lain. Pada saat peresmian, yang berdiri di podium memberikan sambutan bhikkhu lain. Kalau Saudara-Saudara dibegitukan, kira-kira bagaimana, Saudara? Mungkin Saudara akan menulis surat pembaca, <<i>tawa :)) :)) :)) :))> “Bhante ini, bhante itu, Bhante Pannavaro sewenang-wenang, tidak adil, tidak tahu jasa, tidak menghargai perjuangan muridnya, guru yang buruk!” – Apakah bhikkhu yang dipindahkan itu juga begitu? Ya, di dalam hati. Tetapi itulah, Saudara, cara seorang guru mengajar. Beberapa bulan kemudian, ia sangat bersujud kepada gurunya. “Kalau saya tidak dipindahkan, betapa besar ego/aku saya akan melembung, mungkin melebihi besarnya sang guru dan dunia ini. Lalu apa yang kudapatkan dengan praktik Dhamma? Kalau bukan memperkecil keakuan, malah memperbesar keakuan. Memperbesar keakuan berarti memperbesar penderitaan. Justru ajaran Guru Agung kita, dukkha-nirodha, melenyapkan penderitaan..”

Saya anjurkan para pemimpin, para Bhante yang ada di Bali mencoba seperti ini; coba, coba. Nanti kalau di sana, Gilimanuk sana, ada vihara yang diresmikan, tiga hari sebelum peresmian, orang-orang yang berdana, berjasa, singkirkan, panitia diganti, coba. [tawa & tepuk tangan :)) :)) :)) :)) =D> =D> =D> =D>] Menghancurkan keakuan, menghancurkan penderitaan. Keakuan lahir, penderitaan lahir. Kebebasan adalah ekaraso, “Ayam dhammo-vinayo ekaraso vimuttiraso. Ajaranku ini mempunyai rasa yang satu, yang dangkal maupun yang dalam, ekaraso vimuttiraso, rasa kebebasan.”

Terima Kasih

 _/\_

Silahkan anda menilai
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bond on 26 February 2010, 10:02:44 AM
Seingat saya, saya pernah mendengar Bhante Pannavaro berceramah seperti yg dikutip bro Change di Bali. Dan memang dalam berbagai kesempatan saya mengikuti ceramah bhante ada selingan humor/joke(menurut saya) dan banyak hadirin yg tertawa. Bagi saya hal itu hal yang pantas...demikian beberapa kali saya mendengar ceramah bhante Utamo, pantas2 saja tuh.  ^-^


Kutipan diatas sangat bagus. Merupakan studi kasus dalam kehidupan nyata. Bagaimana seharusnya meletakkan sesuatu secara proposional bukan hantam kromo. _/\_



Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 26 February 2010, 11:24:39 AM
thx bro change atas sharing dhammanya  :x

 dhamma yg di bawa bhante sri pannavaro memang bagus sayang saya lom memiliki tabungan kamma yg mencukupi mendenggarkan dhammmadesananya secara langsung, baru hanya melalui video atau tulisan. :( :(

 dari sini kita bisa melihat batasan tentang joke dalam dhamma dari yg saya dapat bhante memancing tawa sebanyak 8 kali n joke yg di lontarkan pun setelah ia menyampaikan sekitar 40% dari ceramahnya jadi bisa di lihat bahwa bhante juga memperhatikan sifat dasar manusia yg rata2 tidak dapat berkonsentrasi secar terus menerus lebih dari 30menit. makanya bhante menyisipkan joke tanpa harus lari jauh dari materi.

so selama joke ketika ceramah hanya sebagai sisipan & bukan 50% dr durasi dan tidak menyimpang jauh dari topik itu saya rasakan sebagai batasan yg pas. karena sebuah joke juga amat penting untuk mebangkitkan suasana.
tentunya joke yg di  lontarkan harus tidak menyinggung tentang selangkngan, rasis, menjatuhkan agama lain
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 26 February 2010, 11:58:54 AM
jelas saya tulis disana NGENDARAIIN...dan mau lebih jelasnya lagi Si Bhante tersebut sedang belajar nyupir!!!dan saya kurang setuju dengan dalih menggunakan hp sebagai alat komunikasi...itu suatu bentuk kemelekatan,karena masih melekat pada umat...Bhikkhu itu berjuang untuk mensucikan diri,berjuang untuk belajar DIAM dan HENING,bukan BERSOSIALISASI berlebihan...Lagian seperti kata anda,sudah ada dakkaya,kalau memang di dana in hp,bukannya semua itu ada tugas dakkaya?kenapa harus Bhantenya yang ambil atau memakai hp tersebut?aneh..dan lebih anehnya bukan hp butut..[dan dari rumor2 yang saya dengar seputar Bhante tersebut dari aktivis di Vihara tersebut,Bhante yang bersangkutan juga biasanya di Vihara bersikap otoritas dan menggangap Vihara adalah MILIKnya dan tidak mau berbagi dengan Bhante yang lainnya,sampai kasus ini diceritakan sekarang,si Bhante sudah pindah dari vihara tersebut,dan mendirikan Vihara sendiri tepatnya bukan Vihara,seperti Cetiya di tempat yang lain.]

Anumodana _/\_
bro saya tanya umat buddhis indonesia ada berapa? n bhikkhu di indonesia ada berapa?
perbandingan k2nya amat tidak seimbang sehingga 1 orang bhikhu di indo harus melayani lebih dari 10 vihara di 1 daerah bahkan lebih karena itu yg terjadi di jakarta yg notabne bhikkhunya lebih banyak. bagaimana dengan di daerah tentu lebih parah, mungkin dengan bhikkhu itu tersebut mengendarai mobil lebih memudah kan transport ia pergi, ko mobilnya mewah sy no comment, trus kenapa dayaka tidak membantu bhikkhu tersebut? dayaka juga ada kehidupan sendiri tidak bisa 24jam mendampinggi bhikkhu lalu dengan adanya hp saya rasa bukan melekat pada umat namun sekedar sarana informasi c/o untuk menanyakan saran mengenai keorganisasian dan bhikkhu tersebut sedang tidak di vihara tempat tinggalnya namun isi ceramah d vihara lain n sedangkan organisasi ini butuh jawaban dari bhikkhu kan bisa di telepon bhikkhunya biasanya bhikkhu ini menjadi penasihat dalam organisasi tersebut . untuk no hp bhikkhu juga bukan siapa saja bisa memiliki tentu biasanya melalui dayaka.
saya ada contoh lain anda kenal bhante dhammavijayo beliau tingal di batu n ia memiliki no hp yg di ketahui publik n beliau juga merupakan pengeloloa/pemilik(sy lupa yg mana) dhamma tv d batu. karena beliau juga merupakan bhante yg terkenal dengan kemampuannya untuk menolong orang dari kekuatan jahat maka banyak umat yg meminta beliu untuk membaca parita serta mereka yg inggin berdana untuk dhamma tv tsb. menurut anda riki apa beliau melekat pada umatnya atau berusaha membabarkan dhamma n menolong mereka yg patut di tolong? karena tentunnya tidak semua orang bisa di tolong tergantung dengan tabungan kamma masing2. lalu mengenai bhante yg anda sebut diatas dan dari cerita anda mungkin bikkhu tersebut masih memiliki ke akuan yg besar namun anda jangan karena nila setitik rusak susu sebelangga jangan karena 1 orang bhikkhu berbuat kesalahan lalu mencap sangha tidak baik, makanya sering di inggatkan bahwa kita tidak boleh melekat pada seorang sosok bhikkhu takutnya bila sosok yg anda kagumi berbuat salah hilang tempat bertopang n bisa malah menghujat bhikkhu tersebut.   _/\_
 
Salah 1 sekolah favorite di Medan...saya yang survei?tentunya nanti itu tidak dianggap valid,kalau saya doang,dan waste my time aja...
setahu saya,selama saya berbicara dengan ko Indra sendiri,rasanya ko Indra sharing dhamma ke saya ,tidak pakai lelucon2 deh..??Guru agama saya waktu nerangin ke semua muridnya,tidak pakai lelucon2 deh?yang ada malah dia menekan Dhammanya dengan TEGAS dan TEPAT...Leluconnya pun tidak terus menerus sehingga orang bisa membedain antara LELUCON dan DHAMMA...masalahnya timbul ketika kita mendengar dengan serius kemudian ketika mau mendapatkan jawaban atas pertanyaan tiba2 disambung dengan celutukan dan lelucon..bagi saya bukan DhammaNya yang dapat malah yang ada jadi BUYAR...jadi BINGUNG entah apa yang mau disampaikan oleh si penceramah...Selingan Joke cukup lah menjadi SELINGAN JOKE,,...Kemudian Dhamma ya Dhamma...Jangan lah DICAMPUR ADUKAN menjadi SATU KESATUAN..itu yang menjadi masalah dan yang sedang "dipertanyakan" disini..
Saya tahu susahnya berceramah dan menjadi DhammaDuta,tetapi kesulitan atau kegagalan dalam ceramah bukan berati mencari alasan atas kegagalan tersebut,dan membenarkan segala cara untuk mendapatkan umat yang mendengar bukan?Apa yang ditekankan disini,apakah KUALITAS atau KUANTITAS?Kalau KUANTITASnya saja,saya tidak mau berkomentar lebih jauh lagi..

Anumodana _/\_
seperti yg sudah saya katakan pada post saya d atas selama masih menjadi selingan joke itu perlu
untuk membangkitkan suasana. nah di dc ini memang saya lihat karena memamng kemampuan dhammanya tinggi  jadi lebih memilih kualitas dari pada kuantitas. namun say pribadi memberikan dhamma desana tidak perduli berapa orang yg mendengarkan namun alangkah baiknya bila banyak yg mendengarkan n menjadi mengerti dhamma .
jadi dhmma juga lebih lestari. _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 26 February 2010, 01:06:42 PM
..................
 KELOMPOK PERTAMA : SARUPPA - mengenai sikap tingkah laku yang tepat.

   1. Saya akan mengenakan jubah dalam secara rapih.
   2. Saya akan mengenakan jubah luar secara rapih.
   3. Saya menutupi jubah saya dengan rapi, bila pergi ke tempat masyarakat umum.
   4. Saya menutupi tubuh saya dengan rapi, bila duduk, di tempat masyarakat umum.
   5. Saya mengendalikan segala gerakan-gerakan tubuh saya dengan hati-hati sewaktu pergi ke tempat masyarakat umum.
   6. Saya mengendalikan segala gerakan tubuh saya sewaktu duduk di tempat masyarakat umum.
   7. Saya akan menjaga arah pandangan mata saya ke arah bawah selalu, sewaktu pergi ke tempat masyarakat umum.
   8. Saya akan menjaga arah pandangan mata saya ke arah bawah selalu sewaktu duduk di tempat masyarakat umum.
   9. Saya tidak akan menyingsingkan jubah ke atas sewaktu pergi ke tempat suatu masyarakat umum.
  10. Saya tidak akan menyingsingkan jubah ke atas, sewaktu duduk di tempat suatu masyarakat umum.
  11. Saya takkan tertawa dengan keras, sewaktu pergi ke tempat masyarakat umum.
  12. Saya tak tertawa dengan keras, sewaktu duduk di tempat masyarakat umum.
  13. Saya takkan bicara dengan keras, sewaktu pergi ke tempat umum.
  14. Saya takkan bicara dengan keras, sewaktu duduk di tempat masyarakat umum.
  15. Saya takkan menggoyang-goyangkan tubuh saya, sewaktu pergi ke tempat umum.
  16. Saya takkan menggoyang-goyangkan tubuh saya, sewaktu duduk di tempat umum.
  17. Saya takkan menggoyang-goyangkan lengan sewaktu ke tempat masyarakat umum.
  18. Saya takkan menggoyang-goyangkan lengan saya, sewaktu duduk di tempat masyarakat umum.
  19. Saya takkan menggoyang-goyangkan kepala, sewaktu ke tempat masyarakat umum.
  20. Saya takkan menggoyang-goyangkan lengan saya, sewaktu duduk bersama di tempat umum.
  21. Saya tak bertolak pinggang, sewaktu duduk di tempat masyarakat umum.
  22. Saya takkan bertolak pinggang, sewaktu ke tempat umum.
  23. Saya takkan menutupi kepala saya dengan kain, sewaktu ke tempat masyarakat umum.
  24. Saya takkan menutupi kepala saya, sewaktu duduk di tempat masyarakat umum.
  25. Saya takkan berjalan berjingkat-jingkat sewaktu berjalan di tempat masyarakat umum.
  26. Saya takkan memeluk lutut sewaktu duduk bersama masyarakat umum.

KELOMPOK KEDUA : BH0JANAPATISAMYUTA - mengenai peraturan.

   1. Saya akan menerima makanan pindapata dengan hati-hati dan penuh perhatian.
   2. Pada waktu menerima makanan pindapatta, saya akan melihat ke arah mangkok pindapata saja.
   3. Saya akan menerima lauk pauk dalam jumlah yang sesuai dengan nasi yang saya terima.
   4. Saya akan menerima makanan sesuai dengan mangkok saya/tidak berlebih-lebihan sehingga tumpah.
   5. Saya akan makan makanan pindapata dengan hati-hati dan penuh perhatian.
   6. Saya akan melihat mangkok saya sendiri sewaktu makan.
   7. Saya akan makan makanan pindapata dengan merata.
   8. Saya akan makan lauk pauk berimbang dengan nasi.
   9. Saya takkan mengambil makanan/nasi dari atas ke bawah.
  10. Saya takkan menyembunyikan lauk pauk di bawah nasi dengan maksud untuk mendapat lebih banyak.
  11. Saya takkan meminta nasi atau lauk pauk untuk kepentingan diri sendiri kecuali sedang sakit.
  12. Saya tidak akan melihat dengan iri hati pada mangkuk orang lain.
  13. Saya takkan membuat sebuah suapan yang besar.
  14. Saya akan membuat sebuah suapan yang bulat.
  15. Saya takkan membuka mulut saya sebelum suapan makanan dekat sekali dengan mulut.
  16. Saya takkan memasuki jari tangan saya ke dalam mulut sewaktu menyuap makanan.
  17. Saya takkan bicara dengan mulut penuh makanan.
  18. Saya takkan makan dengan melemparkan makanan ke dalam mulut.
  19. Saya takkan makan dengan menggigit-gigit bongkahan nasi.
  20. Saya takkan makan dengan menggembungkan pipi.
  21. Saya takkan menggoyang-goyangkan tangan pada saat sedang makan.
  22. Saya takkan menjatuhkan/menghambur-hamburkan butir-butir nasi di waktu makan.
  23. Saya takkan menjulurkan lidah selagi makan.
  24. Saya takkan menimbulkan bunyi kecap selama sedang makan.
  25. Saya takkan makan dengan menimbulkan bunyi seolah-olah mengisap (karena berkuah).
  26. Saya takkan menjilat tangan sewaktu makan.
  27. Saya takkan mengeruk dasar mangkok dengan jari-jari tangan, untuk menimbulkan kesan sudah hampir habis makan.
  28. Saya takkan menjilat bibir sewaktu makan.
  29. Saya takkan membuang air pencuci mangkok, yang berisi butir nasi di daerah yang ada penduduknya.
  30. Saya takkan menerima mangkok dari barang pecah belah/yang berisi minuman selagi tangan kotor dengan makanan.

KELOMPOK KETIGA: DHAMMADESANAPATISAMYUTA - mengenai cara mengajarkan Dhamma.

Seorang Bhikkhu harus melatih diri mengajarkan Dhamma dengan cara sebagai berikut :
Saya takkan mengajarkan Dhamma kepada, orang yang tak sakit, tatkala :

   1. Memegang sebuah payung di tangannya.
   2. Memegang sebuah tongkat/pemukul di tangannya.
   3. Memegang pisau/senjata tajam di tangannya.
   4. Memegang sebuah senjata/apapun di tangannya.
   5. Memegang sandal di kakinya.
   6. Memegang/memakai sepatu di kakinya.
   7. Berada di atas sebuah kendaraan yang sempit sekali.
   8. Berbaring di atas tempat tidur.
   9. Duduk dengan memeluk lutut.
  10. Memakai penutup/ikat kepala/turban.
  11. Kepalanya terbungkus.
  12. Duduk di atas kursi sedang saya duduk di atas tanah.
  13. Duduk di atas tempat duduk yang tinggi sedang saya duduk di tempat yang rendah.
  14. Sedang bejalan di depan sedangkan saya berjalan di belakang.
  15. Sedang duduk sedang saya berdiri.
  16. Sedang berjalan di jalan, sedangkan saya berjalan di luar/di tepi jalan.

KELOMPOK KEEMPAT: PAKINNAKA - aneka macam peraturan.

Seorang Bhikkhu harus melatih diri, sebagai berikut :
Jika saya tidak sakit,

   1. Saya tidak akan membuang air besar/air kecil sambil berdiri.
   2. Saya tidak akan membuang air besar, air kecil atau pun meludah pada tumbuh-tumbuhan.
   3. Saya tidak akan membuang air besar, air kecil atau meludah di dalam/ di luar air.
....................
lengkapnya di http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=775
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: seniya on 26 February 2010, 01:25:38 PM
Menurut sy,penyebaran Dhamma yg terbaik adl dg menunjukkan perilaku yg sesuai Dhamma dlm kehidupan sehari2,shg org2 non-Buddhis maupun Buddhis awam/KTP tertarik utk mengenal Dhamma (tentu saja menyebarkan Dhamma utk non-Buddhis tdk utk menambh pengikut spt para evangelis,tetapi agar mrk lbh kenal agama Buddha & tdk salah paham bhw agama Buddha itu berhala,tahayul,atheis,dst).

Cth yg paling nyata bs dcth dr para Dharmaduta aliran Maitreya d Korea (sy tau bhw para Theravadin d sini ad yg mengecam aliran Maitreya & sejenisny krn tdk sesuai dg ajaran B.Gotama dlm Tipitaka Pali,ttp tdk dpt dpungkiri bhw aliran tsb jg ad sisi baik yg mgkn kt cth & ini tdk dmaksudkn utk memancing perdebatan ttg aliran ini)

Seorg Dharmaduta aliran Maitreya diutus pimpinan aliranny utk menyebarkan ajaran mrk k Korea. Org itu tdk fasih berbhs Korea. Ia mendptkan sebuah rmh kecil d sebuah gang yg penuh perumahan penduduk,seorg diri ia tinggal d sana yg jg djadikan vihara. Mulany ia tdk menyebarkan agama br tsb,hny tiap pagi2 skali sehabis berdoa,membersihkan vihara,lalu membersihkan daerah gang tsb yg selama ini jarang dbersihkan penduduk d sana. Org2 menjd heran krn tiap pagi menemukan lingkungan mrk lbh bersih dr keadaan malam sebny. Stlh dselidiki,ternyata tetangga br mrk yg tdk bnyk bicara tsb yg melakukanny. Akhirny melihat perbuatan baik si org br tsb,org2 menjd tertarik utk mengetahui agama br yg ia bw. Demikianlah lama-kelamaan aliran Maitreya dpt berkembang d Korea.

Jd,Dhamma bkn utk dbicarakan,ddiskusikan,apalagi dperdebatkan,melainkan praktek Dhamma-lah yg terpenting,spt ungkapan "Less talk,more action"
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: johan3000 on 26 February 2010, 01:43:25 PM
Menurut sy,penyebaran Dhamma yg terbaik adl dg menunjukkan perilaku yg sesuai Dhamma dlm kehidupan sehari2,shg org2 non-Buddhis maupun Buddhis awam/KTP tertarik utk mengenal Dhamma (tentu saja menyebarkan Dhamma utk non-Buddhis tdk utk menambh pengikut spt para evangelis,tetapi agar mrk lbh kenal agama Buddha & tdk salah paham bhw agama Buddha itu berhala,tahayul,atheis,dst).

Cth yg paling nyata bs dcth dr para Dharmaduta aliran Maitreya d Korea (sy tau bhw para Theravadin d sini ad yg mengecam aliran Maitreya & sejenisny krn tdk sesuai dg ajaran B.Gotama dlm Tipitaka Pali,ttp tdk dpt dpungkiri bhw aliran tsb jg ad sisi baik yg mgkn kt cth & ini tdk dmaksudkn utk memancing perdebatan ttg aliran ini)

Seorg Dharmaduta aliran Maitreya diutus pimpinan aliranny utk menyebarkan ajaran mrk k Korea. Org itu tdk fasih berbhs Korea. Ia mendptkan sebuah rmh kecil d sebuah gang yg penuh perumahan penduduk,seorg diri ia tinggal d sana yg jg djadikan vihara. Mulany ia tdk menyebarkan agama br tsb,hny tiap pagi2 skali sehabis berdoa,membersihkan vihara,lalu membersihkan daerah gang tsb yg selama ini jarang dbersihkan penduduk d sana. Org2 menjd heran krn tiap pagi menemukan lingkungan mrk lbh bersih dr keadaan malam sebny. Stlh dselidiki,ternyata tetangga br mrk yg tdk bnyk bicara tsb yg melakukanny. Akhirny melihat perbuatan baik si org br tsb,org2 menjd tertarik utk mengetahui agama br yg ia bw. Demikianlah lama-kelamaan aliran Maitreya dpt berkembang d Korea.

Jd,Dhamma bkn utk dbicarakan,ddiskusikan,apalagi dperdebatkan,melainkan praktek Dhamma-lah yg terpenting,spt ungkapan "Less talk,more action"

Nahh kalau begitu wihara2 di Indonesia pun jangan tanggung2... beli mobil pembersih Jalan
maupun pembersih kali.........ya pasti deh atasnya ada bendera brand yg mengerjakan....

bila memerlukan data, bisa aja nulis nama brand dan no rekening..............

pasti banyak lah yg senang
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 26 February 2010, 01:43:56 PM
two tumbs buat Guru Bond dan bro change, penjelasan yang sangat bagus  :-[
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: seniya on 26 February 2010, 03:40:22 PM
 [at] johan:
Wkwkwkwk.... Lucu, tp bkn begitu maksudny, d sini sy cuma memberi cth bhw perilaku nyata dr umat Buddha sendiri yg sesuai dg Dhamma itu adl cr yg sesuai utk memperkenalkan Dhamma. Tentu bnyk perilaku sesuai Dhamma yg lain,tdk hrs jd "penyedia jasa pembersihan lingkungan". Itu kan cuma cth,dan tdk seharusny dmaknai scr harfiah,melainkan diambil pelajaran moralny. Thx
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 26 February 2010, 07:43:15 PM
[at]  Riky Dave

Saya tidak tahu yang anda maksud dhamma talk yang mana, dan nampaknya anda MUNGKIN mengeneralisasi semua dhamma talk plus humor adalah tidak PANTAS ( dan diharapkan tidak menjadi hyperbola ). Mungkin ada baiknya dilakukan studi kasus / per case dalam menilai, jangan berdasarkan penilaian SUBJEKTIF yang menjurus ke propaganda opini secara negatif, karena ini membahayakan kelangsungan pengembangan Buddism. Saya yakin anda dan saya ( mungkin juga yang lain ) tidak dapat memberikan parameter pengukur ke PANTAS an tersebut, artinya hanya KESEPAKATAN opini saja ( belum tentu benar ) tentu bukan sepihak. Pernahkah dengar pepatah “ Perkataan Tiga Orang Menjadi Harimau” arti sederhana ( tidak kutip cerita panjang, nanti dinilai OOT ) adalah Rumor Yang tersebar luas dan berulang-ulang pada akhirnya diyakini sebagai KEBENARAN ( walaupun belum tentu Benar atau Salah ). Ini adalah tindakan berbahaya dan merugikan bahkan dikatakan tidak bermoral. Saya akan memberikan satu dhamma talk plus humor untuk anda nilai kepantasannya dari kacamata anda sendiri.
Jujur saja,,saya minta maaf jika ada kata saya yang mengandung unsur "menyesatkan" dan "mengancam" keberlangsungan Buddha Dhamma..Jujur saja,saya takut terlempar ke dalam alam Apaya,jujur saja saya hanya makhluk dungu yang memiliki kegelapan batin,dan jujur saya ,tak terbersit di pikiran saya sama sekali untuk "menjudge" Dhamma Talk tertentu sebagai tidak pantas,sebagai suatu hal yang negative..Saya akui dengan benar bahwa semuanya hanya opini saya yang bersifat SUBJEKTIF,dan karena bersifat SUBJEKTIF tentu saja tidak terlepas dari dualisme[benar atau salah],dan maap saja,ini adalah forum berdiskusi,bukan forum adu mana yang benar atau salah..saya hanya memposisikan diri saya sebagai kapasitas bertanya,mengajukan pernyataan[melalui pengalaman pribadi saya sendiri..]..Jika ada kata2 yang menyingung hati,atau membuat goresan luka dihati,mohon dilupakan,dan anggap lah saya hanya berkicau..

Quote
Mengenai kualitas tujuan suatu dhamma talk plus humor, saya TIDAK BERANI menilai karena saya TAHU DIRI bahwa PERILAKU diri sendiri yang sesuai dhamma saja tidak dapat dijadikan contoh panutan dan belum pernah memberikan manfaat kepada orang lain,  tapi saya berani mengatakan dhamma talk plus humor banyak memberikan manfaat di lingkungan saya, karena ada hasil efek domino positif. Misalnya dari pemarah menjadi lebih sabar dan pemaaf, tidak stress. dll ( yang sederhana saja dulu ) walaupun kita tahu TUJUAN yang lebih tinggi ( karena tidak setiap level mampu menyerap sekaligus ). Ini adalah contoh level untuk makhluk yang baru mengecap dan mencicipi manfaat Dhamma yang LUAR BIASA, sekali lagi level ini tidak bisa dibandingkan dengan level anda yang sudah “TINGGI”. Karena Buddhism di Indonesia baru berkembang beberapa tahun ini, mungkin karma baik makhluk tersebut tidak sebaik dibandingkan dengan anda dalam mendapat KESEMPATAN duluan untuk mengenal Dhamma yang Luar Biasa ( artinya yang baru dengan yang lama tentu berbeda level )
Jujur Dhamma itu bukan soal "level",entah tinggi rendah,atau apapun itu..Dhamma adalah sesuatu kebenaran yang tak terbantahkan itu saja..Dhamma mengandung rasa "pembebasan"..."Ini adalah penderitaan,penderitaan ini sudah dipahami,dan Ini adalah akhir dari penderitaan.." dan Dhamma bisa dicapai bukan oleh orang yang "seberapa" tahu dia tentang sutta,seberapa hapal dia soal TIPITAKA,siapapun yang berhasil menghapal seluruh TIPITAKA ,bukanlah jaminan dia mengerti dan menyelami Dhamma yang AGUNG ini...Tetapi tentunya tidak dapat saya pungkiri sebagai makhluk yang dungu,sutta2 dalam Tipitaka sangat membantu dalam mengikis kebodohan duniawi ini,dan "alat" untuk membantu "menyebrang" pantai seberang..seperti kata dalam Sutta bahwa Dhamma dibagi atas 3 hal yaitu pariyatti[belajar],patipati[mempraktikan] dan pativedha[hasil]..Siapapun yang menyelami Dhamma,entah bahkan 1 bait syair saja,entah duluan atau terlambat,atau apapun itu,maka DIA LAH PEMENANG,bukan dilihat dari kacamata siapa dulu yang MENGENAL DHAMMA,itu lah PENDAPAT SUBJEKTIF saya,sekali lagi,itu hanya pendapat SUBJEKTIF saya..Jika ada yang salah,mohon dimaklumi.. :)

Quote
Apapun definisi humor, saya tidak permasalahkan, tapi yang penting jangan melihat dan memahami definisi humor dengan cara membandingkan ( study banding ) dhamma talk plus humor dengan acara tukul, jojon, acara ngelawak atau apapun dengan persepsi pribadi yang mana parameter pengukur tidak ada.. Menurut saya ini adalah TINDAKAN YANG “TIDAK PANTAS”. Jangan-jangan dikemudian hari berkembang rumor menjadi pembabar dhamma plus humor adalah BADUT. Memang setiap orang punya hak untuk mengeluarkan pendapat, tetapi tentu ingat ada koridornya atau BATASAN KEPANTASANnya. Untuk menilai suatu KEPANTASAN, seharusnya dilakukan dengan PANNA atau Kutub Kesadaran apalagi ini dilakukan oleh makhluk yang  telah merasakan MANFAAT dari Dhamma, bukan dengan Kutub Keegoaan.
Sekali lagi anda BENAR bahwa SELURUH pernyataan saya hanya lah pernyataan SUBJEKTIF dan tidak bisa dijadikan parameter,tolak ukur dan seterusnya..Tetapi adakah yang salah ketika saya bergabung didalam diskusi dan memaparkan apa yang terjadi sebagaimana adanya[tentunya kebenaran yang saya bahwa ini hanya kebenaran yang bersifat Sammuti Sacca bukanlah Paramatha Sacca]?atau saya harus bersikap bahwa apa yang "tidak menyenangkan" sebagai "sesuatu yang menyenangkan"? maap..sungguh maap,saya memiliki "sifat" yang berbeda,saya adalah orang yang ceplas ceplos,dan apa yang saya alami itu lah yang akan saya katakan,ya mungkin saja itu BENTUK KEEGOAN saya..ya Ini lah EGO,apakah EGO harus ditutupi atau dipahami?entah lah... bagi saya setiap bentuk harus DIPAHAMI...dan disadari sebagai BUKAN MILIKKU..
Sori saya merasa ada sikap "menghakimi" didalam anda melihat pernyataan2 saya sebelum2nya,padahal tidak ada niat saya mengatakan Oknum A,B,C dan seterusnya sebagai BADUT,atau apapun itu..Jujur saja,bahwa semua "kasus" yang dibawa oleh Anda,Saudara Bond,dan beberapa rekan,atas nama Bhante Uttamo,Ajahn Brahmavamso,Sri Pannavaro,adalah kasus yang sangat berbeda dengan "apa" yang sedang saya "pertanyakan" disini..Sesungguhnya saya rasa "reconnect" antara pernyataan saya dan "anggapan" anda..


Quote
Menurut saya pribadi kutipan Dhamma talk plus humor adalah sangat Luar Biasa, bahkan mengoyak dan menampar KEEGOAN saya. Dan saya menyadari bahwa ini adalah salah satu cara untuk “ MENGIKIS “ keegoaan. Karena saya menyadari belum mampu “ MEMCABUT SAMPAI KE AKARNYA ( LDM ) “. Jadi tidak ada yang perlu dibanggakan dengan perilaku saya pada saat ini, karena masih tebal LDM nya. Silahkan anda melihat dari KACAMATA anda ( kutipan yang pernah diposting ) ats Dhamma Talk ini...

Bersambung...   


Saya baca dahulu postingan anda.. :)
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 26 February 2010, 08:02:44 PM
Quote
bro saya tanya umat buddhis indonesia ada berapa? n bhikkhu di indonesia ada berapa?
perbandingan k2nya amat tidak seimbang sehingga 1 orang bhikhu di indo harus melayani lebih dari 10 vihara di 1 daerah bahkan lebih karena itu yg terjadi di jakarta yg notabne bhikkhunya lebih banyak. bagaimana dengan di daerah tentu lebih parah, mungkin dengan bhikkhu itu tersebut mengendarai mobil lebih memudah kan transport ia pergi, ko mobilnya mewah sy no comment, trus kenapa dayaka tidak membantu bhikkhu tersebut? dayaka juga ada kehidupan sendiri tidak bisa 24jam mendampinggi bhikkhu lalu dengan adanya hp saya rasa bukan melekat pada umat namun sekedar sarana informasi c/o untuk menanyakan saran mengenai keorganisasian dan bhikkhu tersebut sedang tidak di vihara tempat tinggalnya namun isi ceramah d vihara lain n sedangkan organisasi ini butuh jawaban dari bhikkhu kan bisa di telepon bhikkhunya biasanya bhikkhu ini menjadi penasihat dalam organisasi tersebut . untuk no hp bhikkhu juga bukan siapa saja bisa memiliki tentu biasanya melalui dayaka.
saya ada contoh lain anda kenal bhante dhammavijayo beliau tingal di batu n ia memiliki no hp yg di ketahui publik n beliau juga merupakan pengeloloa/pemilik(sy lupa yg mana) dhamma tv d batu. karena beliau juga merupakan bhante yg terkenal dengan kemampuannya untuk menolong orang dari kekuatan jahat maka banyak umat yg meminta beliu untuk membaca parita serta mereka yg inggin berdana untuk dhamma tv tsb. menurut anda riki apa beliau melekat pada umatnya atau berusaha membabarkan dhamma n menolong mereka yg patut di tolong? karena tentunnya tidak semua orang bisa di tolong tergantung dengan tabungan kamma masing2.
:) sepertinya kita harus duluan mengundang seorang Ahli Vinaya kesini sebelum "berdiskusi" lebih jauh..
Saya hanya sedikit "heran" ,apakah seseorang yang meninggalkan "keduniawian"[dengan sangat sadar apa arti dari meninggalkan kehidupan berumah tangga ke kehidupan pertapaan/kebhikkhuan] masih "sibuk" dengan urusan orang lain...sendiri saja belum "tersucikan" bagaimana mungkin "mensucikan" orang lain?[ini bahasa kasarnya,maap...]..sebenarnya masalahnya adalah "bhikkhu" nya yang "memerlukan" umatnya atau "umatnya" yang memerlukan "bantuan" Bhikkhunya??jadi serba bingung..di satu sisi,kita sebagai Umat Buddhisme,seharusnya JANGAN menganggap BAHWA BHIKKHU tertentu SEBAGAI MILIK KITA,dan HARUS selalu SEDIA SETIAP SAAT[kayak REXONA,Setia Setiap Saat :)]...seperti kata anda DAYAKA punya KEHIDUPANNYA sendiri,begitu juga dengan Bhikkhu tersebut dia juga "punya kehidupannya sendiri"..Sebenarnya yang "tidak tahu" malu itu umatnya atau Bhikkhunya?saya rasa banyak umat Buddhisme yang sangat egoistis dan malah merusak citra Bhikkhu tersebut,bahkan tidak tertutup kemungkinan mereka juga membuat Bhikkhu tersebut mengalami kemelakatan/kejatuhan...Bhikkhu itu di ajurkan oleh Buddha Gotama untuk "berlatih" hidup sederhana,bukan berlatih membantu umat dan hidup enak2an[jangan disini artikan bahwa saya menganggap Bhikkhu itu harus menderita..!!]
Untuk masalah membantu umat dengan cara seperti itu,kalau tidak salah saya pernah membaca bahwa "membantu" umat atau tepatnya "mengobati" umat adalah bentuk pelanggaran[makanya disini kita butuh Ahli Vinaya untuk mengupasnya].
_/\_

Quote
lalu mengenai bhante yg anda sebut diatas dan dari cerita anda mungkin bikkhu tersebut masih memiliki ke akuan yg besar namun anda jangan karena nila setitik rusak susu sebelangga jangan karena 1 orang bhikkhu berbuat kesalahan lalu mencap sangha tidak baik, makanya sering di inggatkan bahwa kita tidak boleh melekat pada seorang sosok bhikkhu takutnya bila sosok yg anda kagumi berbuat salah hilang tempat bertopang n bisa malah menghujat bhikkhu tersebut.

susahnya kalau hidup didunia begitu lah..suatu kalimat yang jelas bisa menjadi pro dan kontra yang berkepanjangan..saya tidak mencap Sangha apapun,saya juga tidak mencap Bhante tersebut,dia memiliki kebijaksanaanya sendiri,saya yang belum suci,tidak ada kerjaan untuk mencap seseorang,itu bukan kapasitas saya,saya juga tidak menghujatnya..maap saja..Bhikkhu bukan makhluk suci,dan adalah wajar jika dia melakukan kesalahan karena masih diliputi oleh kebodohan..malah teman2 saya bertanya kepada saya,saya jawab saya tidak tahu alasan Bhikkhu berkaitan itu belajar nyetir,dan memegang HP,aktivis vihara tersebut juga bertanya kepada saya,saya juga menjawab saya tidak tahu..[saya bukan lah orang yang SOK tahu,tidak tahu tetapi memberikan jawaban]..makanya disini kebetulan ada yang memulai makanya saya nimbrung bertanya..Sekali lagi saya minta maaf ,jika ada kata2 saya yang menjurus untuk menghina Sangha,atau yang anda katakan sebagai karena nila setitik rusak susu sebelanga..

Saya dari Mazhab Theravada,saya menjunjungi Guru Agung kita..itu saja..

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: g.citra on 26 February 2010, 09:05:56 PM
Quote
..sebenarnya masalahnya adalah "bhikkhu" nya yang "memerlukan" umatnya atau "umatnya" yang memerlukan "bantuan" Bhikkhunya??jadi serba bingung..

Kalaupun ada yang ingin menjadi 'suci', tetap diperlukan 'penyokong' dalam memenuhi kebutuhan 'jasmani' selama proses 'latihan' ...

Kalaupun ada yang ingin menjadi perumah tangga biasa, tetap diperlukan 'penyokong' dalam memenuhi kebutuhan 'rohani' selama orang itu menjalani hidup sebagai perumah tangga ...

Jadi semua tetap saling membutuhkan ...

Hanya saja karena rasa dan persepsi yang berbeda dari tiap orang (karena 'aku' yang ingin ini-itu), yah kondisinya seperti sekarang ini ... Memberi batasan hanya akan memperkeruh keadaan, yang ada malah saling 'bertahan' dengan dalih-dalih pembenaran ...

Bukankah ini hanya akan menghambat tujuan (apalagi seorang theravadin) dalam melakukan 'latihan' ?

salam,
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 26 February 2010, 09:13:09 PM
Quote
..sebenarnya masalahnya adalah "bhikkhu" nya yang "memerlukan" umatnya atau "umatnya" yang memerlukan "bantuan" Bhikkhunya??jadi serba bingung..

Kalaupun ada yang ingin menjadi 'suci', tetap diperlukan 'penyokong' dalam memenuhi kebutuhan 'jasmani' selama proses 'latihan' ...

Kalaupun ada yang ingin menjadi perumah tangga biasa, tetap diperlukan 'penyokong' dalam memenuhi kebutuhan 'rohani' selama orang itu menjalani hidup sebagai perumah tangga ...

Jadi semua tetap saling membutuhkan ...

Hanya saja karena rasa dan persepsi yang berbeda dari tiap orang (karena 'aku' yang ingin ini-itu), yah kondisinya seperti sekarang ini ... Memberi batasan hanya akan memperkeruh keadaan, yang ada malah saling 'bertahan' dengan dalih-dalih pembenaran ...

Bukankah ini hanya akan menghambat tujuan (apalagi seorang theravadin) dalam melakukan 'latihan' ?

salam,

Sebelum saya berkomentar,coba baca dulu pernyataan dari saudara Kusalaputto,dan apa yang saya tanyakan,apakah ada relevansi atau memang terpisah?

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 26 February 2010, 09:31:36 PM
mau tanya dulu nih, bhikkhu yang disebut2 di sini sudah mencapai kesucian atau masih puthujana?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: g.citra on 26 February 2010, 09:38:45 PM
 [at]  bro Riky_dave ... :)

Ya, saya sudah membacanya dan sebenarnya sayapun kurang setuju dengan kondisi yang terjadi saat ini kalau dilihat dari hubungan umat dengan bhikkhu (walau gak semuanya lho) ... Tapi mau gimana lagi ? Protes juga gak akan menyelesaikan apa-apa toh ? Yang paling bisa saya ambil hanyalah 'makna'nya aja ... Itulah 'kenyataan' ...

Lalu saya membaca 'sempalan' tulisan anda diatas (saya quote) yang membuat saya tertarik untuk kasih pendapat bahwa manusia (human) 'gak ada yang gak butuh' manusia lainnya ... semua saling membutuhkan ...
(kurang lebih pendapat saya seperti yang anda 'quote' itu) ... :)
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 26 February 2010, 09:46:54 PM
[at]  bro Riky_dave ... :)

Ya, saya sudah membacanya dan sebenarnya sayapun kurang setuju dengan kondisi yang terjadi saat ini kalau dilihat dari hubungan umat dengan bhikkhu (walau gak semuanya lho) ... Tapi mau gimana lagi ? Protes juga gak akan menyelesaikan apa-apa toh ? Yang paling bisa saya ambil hanyalah 'makna'nya aja ... Itulah 'kenyataan' ...

Lalu saya membaca 'sempalan' tulisan anda diatas (saya quote) yang membuat saya tertarik untuk kasih pendapat bahwa manusia (human) 'gak ada yang gak butuh' manusia lainnya ... semua saling membutuhkan ...
(kurang lebih pendapat saya seperti yang anda 'quote' itu) ... :)


sebenarnya yang saya tanyakan itu "menjurus" kepada kalimat selanjutnya,tentang apa fungsi seseorang menjadi Bhikkhu...Dan kalau anda memang berkata begitulah kenyataannya,saya juga ingin berkata,kalau Bhikkhu tidak mendapatkan sokongan yang berlimpah,maka begitu juga lah kenyataanya,,jadi tidak perlu dibombadir,bahwa hanya alasan "umat"nya,,jangan sampai "bhikkhu" menjadi "boneka" umatNya hanya atas dasar "fasilitas" "uang materi" "4 kebutuhan pokok" dan lain2,yang perlu Bhikkhu lakukan adalah menjalankan Ajaran Buddha,moralitas yang murni,maka saya tidak percaya bahwa orang seperti itu akan kesulitan dalam memperoleh 4 Kebutuhan Pokok.. :)

seperti kasus Ajahn Chah,dimana seorang "umat" yang sudah melakukan banyak pengorbaan untuk Ajahn Chan dengan materi ,tenaga,kemudian meminta Ajahn Chah untuk melamarkan nasibnya dimasa depan[mungkin karena dia menyakini bahwa Ajahn Chah adalah Savaka Buddha,yang tidak akan meleset kalau memberikan ramalan] dan tahukah anda apa yang dijawab oleh Ven Ajahn Chah?karena dia "segan" menolak umat tersebut,[bukan berati dia harus mengikuti "keinginan" dari umat tersebut,karena Ven Ajahn Chah lebih bijaksana dalam hal ini],maka dia mengatakan kepada umatnya,untuk memberikan tanganya dan melihat telapak tanganya,setelah lama melihat,Ven Ajahn Chah berkata,um..oh..iya..um..oh..iya..dan kemudian dia berkata,sudahkah anda siap untuk mendengarkan ramalan ini,ramalan ini tidak akan pernah melesat dan pasti..muridnya berkata,iya pasti,,apakah ramalannya?[dengan sangat penasaran],maka Ven Ajahn Chah menjawab,"kehidupanmu dimasa depan adalah TIDAK PASTI".. :)

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: g.citra on 26 February 2010, 10:05:35 PM
sebenarnya yang saya tanyakan itu "menjurus" kepada kalimat selanjutnya,tentang apa fungsi seseorang menjadi Bhikkhu...Dan kalau anda memang berkata begitulah kenyataannya,saya juga ingin berkata,kalau Bhikkhu tidak mendapatkan sokongan yang berlimpah,maka begitu juga lah kenyataanya,,jadi tidak perlu dibombadir,bahwa hanya alasan "umat"nya,,jangan sampai "bhikkhu" menjadi "boneka" umatNya hanya atas dasar "fasilitas" "uang materi" "4 kebutuhan pokok" dan lain2,yang perlu Bhikkhu lakukan adalah menjalankan Ajaran Buddha,moralitas yang murni,maka saya tidak percaya bahwa orang seperti itu akan kesulitan dalam memperoleh 4 Kebutuhan Pokok.. :)

yah... saya mengerti bro ... :)

Quote
seperti kasus Ajahn Chah,dimana seorang "umat" yang sudah melakukan banyak pengorbaan untuk Ajahn Chan dengan materi ,tenaga,kemudian meminta Ajahn Chah untuk melamarkan nasibnya dimasa depan[mungkin karena dia menyakini bahwa Ajahn Chah adalah Savaka Buddha,yang tidak akan meleset kalau memberikan ramalan] dan tahukah anda apa yang dijawab oleh Ven Ajahn Chah?karena dia "segan" menolak umat tersebut,[bukan berati dia harus mengikuti "keinginan" dari umat tersebut,karena Ven Ajahn Chah lebih bijaksana dalam hal ini],maka dia mengatakan kepada umatnya,untuk memberikan tanganya dan melihat telapak tanganya,setelah lama melihat,Ven Ajahn Chah berkata,um..oh..iya..um..oh..iya..dan kemudian dia berkata,sudahkah anda siap untuk mendengarkan ramalan ini,ramalan ini tidak akan pernah melesat dan pasti..muridnya berkata,iya pasti,,apakah ramalannya?[dengan sangat penasaran],maka Ven Ajahn Chah menjawab,"kehidupanmu dimasa depan adalah TIDAK PASTI".. :)

Anumodana _/\_

Nah itulah dia, hidup itu memang 'saat ini' ... gak ada yang pasti mengenai masa depan ... Makanya pada sebuah thread pernah saya tulis kalau tak akan ditemukan jaminan masa depan dalam Buddhisme, semua tergantung kita ... :)

Back to topic ...

Anumodana juga ... _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 27 February 2010, 10:19:43 AM
 [at]  riki
Quote
yang "tidak tahu" malu itu umatnya atau Bhikkhunya?saya rasa banyak umat Buddhisme yang sangat egoistis dan malah merusak citra Bhikkhu tersebut,bahkan tidak tertutup kemungkinan mereka juga membuat Bhikkhu tersebut mengalami kemelakatan/kejatuhan...
untuk pernyataan anda di sini saya sangat setuju bahwa umat saat ini banyak yg sangat egois n aku nya tinggi bahwa bhikkhu harus ada untuk dia dan bagi bhikkhu2 muda(baru) memang di khawatirkan bisa seperti demikian, karena saya ada melihat bhikkhu yg mulai besar akunya belakangan ini karena banyak umat yg mencari dia n saya berharap ia cepat menyadarinya dengan vipasana(nyontek bhante panna :)) :)) )

Quote
Bhikkhu itu di ajurkan oleh Buddha Gotama untuk "berlatih" hidup sederhana,bukan berlatih membantu umat dan hidup enak2an[jangan disini artikan bahwa saya menganggap Bhikkhu itu harus menderita..!!]
Untuk masalah membantu umat dengan cara seperti itu,kalau tidak salah saya pernah membaca bahwa "membantu" umat atau tepatnya "mengobati" umat adalah bentuk pelanggaran[makanya disini kita butuh Ahli Vinaya untuk mengupasnya].
_/\_
bro riki klo benar bahwa membantu umat disini pelanggaran saya tidak setuju, sang buddha emamng mengajarkan bhikkhu untuk melatih diri n membuang keduniawian dan sang buddha juga meminta agar para bhikkhu membabarkan dhamma yg indah diawal,pertengahan, akhir dan tentunya sang buddha mengajarkan tentang cinta kasih itu pun di tunjukan oleh sang budha dengan menolong mereka yg BISA ditolong karena mereka yg di tolong setidaknya memiliki timbunan karma baik yg sesuai. dan bila di dalam vinaya d katakan bahwa menolong orang adalah pelanggaran maaf mungkin anda salah baca (no offense) dan tentunya akan meruntuhkan konsep bahwa budisme penuh dengan cinta kasih karena menolong orang aja ga boleh, kecuali orang yg di tolong melanggar kondisi untuk di tolong spt post bro ryu menolong disini termasuk dalam membabarkan dhamma. dan semua orang pun lom tentu bisa di tolong yg bisa di tolong adalah mereka yg hanya memiliki sedikit debu di matanya serta memiliki karma baik yg mendukung. yah kembali lagi ke kenyataan saat ini bahwa mereka yg banyak debu di matanya malah ngotot untuk di tolong tanpa mau untuk meng hilangkan debu dari matanya tersebut. 8)

Quote
susahnya kalau hidup didunia begitu lah..suatu kalimat yang jelas bisa menjadi pro dan kontra yang berkepanjangan..saya tidak mencap Sangha apapun,saya juga tidak mencap Bhante tersebut,dia memiliki kebijaksanaanya sendiri,saya yang belum suci,tidak ada kerjaan untuk mencap seseorang,itu bukan kapasitas saya,saya juga tidak menghujatnya..maap saja..Bhikkhu bukan makhluk suci,dan adalah wajar jika dia melakukan kesalahan karena masih diliputi oleh kebodohan..malah teman2 saya bertanya kepada saya,saya jawab saya tidak tahu alasan Bhikkhu berkaitan itu belajar nyetir,dan memegang HP,aktivis vihara tersebut juga bertanya kepada saya,saya juga menjawab saya tidak tahu..[saya bukan lah orang yang SOK tahu,tidak tahu tetapi memberikan jawaban]..makanya disini kebetulan ada yang memulai makanya saya nimbrung bertanya..Sekali lagi saya minta maaf ,jika ada kata2 saya yang menjurus untuk menghina Sangha,atau yang anda katakan sebagai karena nila setitik rusak susu sebelanga..

Saya dari Mazhab Theravada,saya menjunjungi Guru Agung kita..itu saja..

Anumodana _/\_
kita berasal dari mahzab yg sama riki n saya menghargai anda untuk share mengenai kondisi di medan. maksud post saya di atas adalah agar kita tidak mengagung2kan seorang bhikkhu karena bhikkhu juga manusia n takutnya kita kecewa n menghujat bhikkhu tersebut, c/o bila ada bhikkhu yg akhrnya lepas jubah n menikah lalu org yg mengaguminya kecewa & mnghujat mantan bhikkhu tsb tentu kasihan pada mantan bhikkhu tersebut hidup dalam berbagai tudingan. nah untuk masalah mobil memang ada baiknya mencari orang yg sangat mengerti mengenai vinaya karena saya juga tidak mau berspekulasi dengan hal tersebut, tapi mengenai hp saya melihat ada bhikkhu yg memakai n yg saya lihat hp yg mereka miliki bukan yg wah namun hanya sekedar untuk terima telpon n sms, jadi ga da d bhikkhu nya punya hp iphone itu yg g tahu, n karena bhikkhu itu sudah senior semua n mengikuti aliran dari thai berarti secara vinaya boleh selama di gunakan sebagai alat komunikasi seperti halnya surat hanya mengikuti jaman seperti halnya bhikkhu bolehkan pakai telepon? itu menurut saya. besok2 klo saya ketemu mereka yg lebih ahli dalam vinaya saya akan coba tanyakan. _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 27 February 2010, 12:59:05 PM
Menurut sy,penyebaran Dhamma yg terbaik adl dg menunjukkan perilaku yg sesuai Dhamma dlm kehidupan sehari2,shg org2 non-Buddhis maupun Buddhis awam/KTP tertarik utk mengenal Dhamma (tentu saja menyebarkan Dhamma utk non-Buddhis tdk utk menambh pengikut spt para evangelis,tetapi agar mrk lbh kenal agama Buddha & tdk salah paham bhw agama Buddha itu berhala,tahayul,atheis,dst).

Cth yg paling nyata bs dcth dr para Dharmaduta aliran Maitreya d Korea (sy tau bhw para Theravadin d sini ad yg mengecam aliran Maitreya & sejenisny krn tdk sesuai dg ajaran B.Gotama dlm Tipitaka Pali,ttp tdk dpt dpungkiri bhw aliran tsb jg ad sisi baik yg mgkn kt cth & ini tdk dmaksudkn utk memancing perdebatan ttg aliran ini)

Seorg Dharmaduta aliran Maitreya diutus pimpinan aliranny utk menyebarkan ajaran mrk k Korea. Org itu tdk fasih berbhs Korea. Ia mendptkan sebuah rmh kecil d sebuah gang yg penuh perumahan penduduk,seorg diri ia tinggal d sana yg jg djadikan vihara. Mulany ia tdk menyebarkan agama br tsb,hny tiap pagi2 skali sehabis berdoa,membersihkan vihara,lalu membersihkan daerah gang tsb yg selama ini jarang dbersihkan penduduk d sana. Org2 menjd heran krn tiap pagi menemukan lingkungan mrk lbh bersih dr keadaan malam sebny. Stlh dselidiki,ternyata tetangga br mrk yg tdk bnyk bicara tsb yg melakukanny. Akhirny melihat perbuatan baik si org br tsb,org2 menjd tertarik utk mengetahui agama br yg ia bw. Demikianlah lama-kelamaan aliran Maitreya dpt berkembang d Korea.

Jd,Dhamma bkn utk dbicarakan,ddiskusikan,apalagi dperdebatkan,melainkan praktek Dhamma-lah yg terpenting,spt ungkapan "Less talk,more action"

Adalah suatu keuntungan jika orang melihat perilaku kita yang baik dan mau tahu tentang Ajaran Buddha. Tetapi adalah kerugian bagi seseorang yang berbuat baik hanya karena ingin menyebarkan "Agama Buddha", karena perbuatan baiknya menjadi kecil nilainya, dan dengan perbuatannya itu sendiri ia merendahkan Buddha-dhamma. 

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 27 February 2010, 01:47:34 PM
Quote
bro riki klo benar bahwa membantu umat disini pelanggaran saya tidak setuju, sang buddha emamng mengajarkan bhikkhu untuk melatih diri n membuang keduniawian dan sang buddha juga meminta agar para bhikkhu membabarkan dhamma yg indah diawal,pertengahan, akhir dan tentunya sang buddha mengajarkan tentang cinta kasih itu pun di tunjukan oleh sang budha dengan menolong mereka yg BISA ditolong karena mereka yg di tolong setidaknya memiliki timbunan karma baik yg sesuai. dan bila di dalam vinaya d katakan bahwa menolong orang adalah pelanggaran maaf mungkin anda salah baca (no offense) dan tentunya akan meruntuhkan konsep bahwa budisme penuh dengan cinta kasih karena menolong orang aja ga boleh, kecuali orang yg di tolong melanggar kondisi untuk di tolong spt post bro ryu menolong disini termasuk dalam membabarkan dhamma. dan semua orang pun lom tentu bisa di tolong yg bisa di tolong adalah mereka yg hanya memiliki sedikit debu di matanya serta memiliki karma baik yg mendukung. yah kembali lagi ke kenyataan saat ini bahwa mereka yg banyak debu di matanya malah ngotot untuk di tolong tanpa mau untuk meng hilangkan debu dari matanya tersebut. 8)
Maap,jikalau kata saya mengandung tafsiran yang salah...lebih baik kita kembali melihat pernyataan anda yang pertama kali dahulu sehingga terjadi azas keseimbangan antara 2 subjek dalam melihat sebuah perkara,tanpa ada yang merasa tercela atau dicela... _/\_

Anda menulis,"saya ada contoh lain anda kenal bhante dhammavijayo beliau tingal di batu n ia memiliki no hp yg di ketahui publik n beliau juga merupakan pengeloloa/pemilik(sy lupa yg mana) dhamma tv d batu. karena beliau juga merupakan bhante yg terkenal dengan kemampuannya untuk menolong orang dari kekuatan jahat maka banyak umat yg meminta beliu untuk membaca parita serta mereka yg inggin berdana untuk dhamma tv tsb. menurut anda riki apa beliau melekat pada umatnya atau berusaha membabarkan dhamma n menolong mereka yg patut di tolong? karena tentunnya tidak semua orang bisa di tolong tergantung dengan tabungan kamma masing2."

Itu yang saya boldkan,mohon diperjelas arti dari "kekuatan jahat" _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 27 February 2010, 01:50:08 PM
Quote
kita berasal dari mahzab yg sama riki n saya menghargai anda untuk share mengenai kondisi di medan. maksud post saya di atas adalah agar kita tidak mengagung2kan seorang bhikkhu karena bhikkhu juga manusia n takutnya kita kecewa n menghujat bhikkhu tersebut, c/o bila ada bhikkhu yg akhrnya lepas jubah n menikah lalu org yg mengaguminya kecewa & mnghujat mantan bhikkhu tsb tentu kasihan pada mantan bhikkhu tersebut hidup dalam berbagai tudingan. nah untuk masalah mobil memang ada baiknya mencari orang yg sangat mengerti mengenai vinaya karena saya juga tidak mau berspekulasi dengan hal tersebut, tapi mengenai hp saya melihat ada bhikkhu yg memakai n yg saya lihat hp yg mereka miliki bukan yg wah namun hanya sekedar untuk terima telpon n sms, jadi ga da d bhikkhu nya punya hp iphone itu yg g tahu, n karena bhikkhu itu sudah senior semua n mengikuti aliran dari thai berarti secara vinaya boleh selama di gunakan sebagai alat komunikasi seperti halnya surat hanya mengikuti jaman seperti halnya bhikkhu bolehkan pakai telepon? itu menurut saya. besok2 klo saya ketemu mereka yg lebih ahli dalam vinaya saya akan coba tanyakan. _/\_
Ya,saya sangat paham..tetapi itu adalah "kasus" yang berbeda yang seenggaknya tidak relevan untuk digeneralisasikan..karena alasan Bhikkhu untuk melepas jubah adalah sesuai dengan kebijaksanaanya[daripada Bhikkhu bejad memperkosa?],tetapi untuk kasus yang saya "paparkan" tentu berbeda dengan "contoh" kasus yang anda berikan..Mirip tetapi tidak sama...Kemudian tenang saja,saya tidak mengagumi siapapun kecuali Buddha,itu saja..Manusia bisa melakukan kesalahan didasari oleh kegelapan batin,dan itu bukan hal yang harus di "bombadir" dan wajar saja..fenomena alami.. _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 27 February 2010, 01:57:36 PM
 [at] Change

Untuk ceramah yang anda sajikan,sungguh bagus untuk dilihat dan didengar..Pertanyaan saya simple,"Apakah ceramah dari Bhante Sri Pannavaro itu "keluar" dari Topicnya?Apakah "selingaan joke" yang disisipkan itu keluar dari jalur "isi" Dhamma yang akan disampaikan?Apakah Bhantenya membabarkan Dhamma sambil "ngakak"?apakah Bhantenya membabarkan Dhamma sambil "ketawa ketiwi" dan jalan sana jalan sini?

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 27 February 2010, 02:19:36 PM

Itu yang saya boldkan,mohon diperjelas arti dari "kekuatan jahat" _/\_
arti ne masak ga ngerti bro? yah mungkin klo di negara barat di katakan kekuatan iblis, voodo. namun di indonesia ada santet n sebagainya, yah klo dalam buddhis bisa di katakan bahwa santet karena perbuatan dia sekarang maupun masa lampau namun menurut saya bisa saja karena ada orang yg tidak senang sebagai c/o saya kenal seseorang yg lumayan lama namun karena bisnis nya mulai menggurita ternyata ada saudara maupun sainganya yg tidak senang n memakai ilmu ini. nah org2 seperti ini menurut saya patut di tolong sebagai tambahan orang ini juga rajin ber dana.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 27 February 2010, 02:34:09 PM

Itu yang saya boldkan,mohon diperjelas arti dari "kekuatan jahat" _/\_
arti ne masak ga ngerti bro? yah mungkin klo di negara barat di katakan kekuatan iblis, voodo. namun di indonesia ada santet n sebagainya, yah klo dalam buddhis bisa di katakan bahwa santet karena perbuatan dia sekarang maupun masa lampau namun menurut saya bisa saja karena ada orang yg tidak senang sebagai c/o saya kenal seseorang yg lumayan lama namun karena bisnis nya mulai menggurita ternyata ada saudara maupun sainganya yg tidak senang n memakai ilmu ini. nah org2 seperti ini menurut saya patut di tolong sebagai tambahan orang ini juga rajin ber dana.

Bukan tidak mengerti..Saya selama di DC ini dulu,saya selalu memegang prinsip,"Malu bertanya sesat dijalan"..Saya hanya ingin memastikan bahwa kalimat tersebut tidak memiliki penafsiran lainnya lagi..

Kalau begitu jelas buku yang saya baca menunjukan bahwa Bhikkhu yang bersangkutan melakukan pelanggaran Vinaya..

Alasannya apakah Bhikkhu tersebut adalah Dukun?kenapa dia mengobati orang?Buddha "melarang" hal tersebut..

Coba baca di Digha Nikaya
Moralitas tengah dan Moralitas panjang..Disana cukup jelas..

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 27 February 2010, 02:47:05 PM

Itu yang saya boldkan,mohon diperjelas arti dari "kekuatan jahat" _/\_
arti ne masak ga ngerti bro? yah mungkin klo di negara barat di katakan kekuatan iblis, voodo. namun di indonesia ada santet n sebagainya, yah klo dalam buddhis bisa di katakan bahwa santet karena perbuatan dia sekarang maupun masa lampau namun menurut saya bisa saja karena ada orang yg tidak senang sebagai c/o saya kenal seseorang yg lumayan lama namun karena bisnis nya mulai menggurita ternyata ada saudara maupun sainganya yg tidak senang n memakai ilmu ini. nah org2 seperti ini menurut saya patut di tolong sebagai tambahan orang ini juga rajin ber dana.

Bukan tidak mengerti..Saya selama di DC ini dulu,saya selalu memegang prinsip,"Malu bertanya sesat dijalan"..Saya hanya ingin memastikan bahwa kalimat tersebut tidak memiliki penafsiran lainnya lagi..

Kalau begitu jelas buku yang saya baca menunjukan bahwa Bhikkhu yang bersangkutan melakukan pelanggaran Vinaya..

Alasannya apakah Bhikkhu tersebut adalah Dukun?kenapa dia mengobati orang?Buddha "melarang" hal tersebut..

Coba baca di Digha Nikaya
Moralitas tengah dan Moralitas panjang..Disana cukup jelas..

Anumodana _/\_
loh kok dukun?
 bro di parita yang sang buddha ajarkan kan ada parita ketika berhadapan dengan mahluk halus n ingat dalam buddhisme ketika berhadapan dengan mahluk ini yg di pancarkan adalah cinta kasih n bhante ini hanya membacakan parita saja bukan kayak dukun pengusir hantu yg di tangkep n masukin kendi :)) :))  ;)
c/o paritanya:
karaniya metta sutta
ratana sutta, dll
terakhir klo ga mempan juga
atanatiya paritta.

khusus untuk atanatiya parita harus di baca paling akhir karena beakibat fatal bagi mahluk halus tersebut.
klo ingen lebih jelas coba cari deh di postingan soalnya saya sudah pernah menanyakan tentang ini
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 27 February 2010, 02:52:14 PM
Quote
loh kok dukun?
 bro di parita yang sang buddha ajarkan kan ada parita ketika berhadapan dengan mahluk halus n ingat dalam buddhisme ketika berhadapan dengan mahluk ini yg di pancarkan adalah cinta kasih n bhante ini hanya membacakan parita saja bukan kayak dukun pengusir hantu yg di tangkep n masukin kendi :)) :))  ;)
c/o paritanya:
karaniya metta sutta
ratana sutta, dll
terakhir klo ga mempan juga
atanatiya paritta.

khusus untuk atanatiya parita harus di baca paling akhir karena beakibat fatal bagi mahluk halus tersebut.
klo ingen lebih jelas coba cari deh di postingan soalnya saya sudah pernah menanyakan tentang ini

Coba dulu baca Digha Nikaya,saya rasa "perolehan" dana dengan cara seperti itu dikategorikan "tidak pantas"..?

Mungkin saya salah?bahwa ada cerita seorang Bhikkhu yang teguh menjalankan moralitas,dan tinggal disebuah gua,gua tersebut memiliki penghuninya dan penghuninya terganggu dengan kedatangan Bhikkhu tersebut,karena Bhikkhu ini memiliki moralitas yang murni,maka penghuni ini tidak memiliki alasan untuk mengusir Bhikkhu tersebut,tetapi penghuni ini tahu bahwa Bhikkhu ini ada ke tempat yang sering didatanginya untuk meminta dana makanan,maka si penghuni ini merasuki anak perempuan dari ibu yang sering mendanakan makanan itu,dan bertingkah aneh dan mengerikan anaknya tersebut,kemudian si anak yang dirasuki tersebut berkata,cara untuk mengusirnya,ibunya harus memberi minuman dari air kaki yang dicuci oleh bhikkhu tersebut,singkatnya ibu tersebut melakukan hal tersebut,kemudian si hantu tersebut tidak memberikan Bhikkhu tersebut masuk ke gua,si Bhikkhu bertanya apa salahnya..Si hantu berkata dia telah memperoleh dana makanan dengan "menyembuhkan" anak si ibu yang kerasukan itu..Si Bhikkhu lantas menegurnya bahwa dia tidak melanggar moralitas,akhir karena si hantu tahu itu hanya tipuannya untuk mengusir Bhikkhu tersebut,maka si hantu ketakutkan dan meminta maaf..

Apakah cerita di atas cukup jelas?atau saya harus mencari referensinya terlebih dahulu dan mengetik semua cerita tersebut?

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 27 February 2010, 02:59:52 PM
^
boleh deh bro anda kirim link yg anda maksud mengenai digha nikaya. anda suruh saya baca tanpa spesifik yg mana saya jg binggung.perolehan dana dengan cara mebantu orang memang tidak patut  seakan2 menetapkan tarif untuk menolong kayak kesurupan2 yg di mintain tolong namun mesti kasih ini itui dulu :)) :)) :)) namun yg say tahu bahwa bhante ini memang tidak meminta dana bagi mereka yg dibacakan parita. n untuk dhamma tvnya lain sendiri soalnya banyak yg mau dana k dhamma tv untuk melestarikan buddha dhamma.
bro di tunggu yah linknya ;) mau off sampe senen
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 27 February 2010, 03:05:04 PM
 [at] Bro Ryu,,

bro Ryu,bantuin saya postkan tentang Digha Nikaya dong,yang moralitas menengah dan panjang..

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 27 February 2010, 04:42:18 PM
[at] Bro Ryu,,

bro Ryu,bantuin saya postkan tentang Digha Nikaya dong,yang moralitas menengah dan panjang..

Anumodana _/\_
maaf saya kurang tahu mana yang di maksud coba cari di sini aja :
http://dhammacitta.org/tipitaka/dn/index.html
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: The Ronald on 27 February 2010, 05:52:46 PM
keknya ga nyambung deh....
yg di tulis bro kusalaputto cukup jelas..
Bhikku tsb membantu org tsb, apakah dalam vinaya ada larangan membantu org?
apakah di dalam vinaya ada larangan untuk membantu org yg mantai/kerasukan/ di gangu mahluk halus, dll
dia mengobati mental ato moral org sesuai dgn apa yg dia tahu, itu tidak dilarang dalam vinaya
lagian bhikkhu tsb tidak mengharapkan  dana, imbalan , makanan saat membantu org tsb...

sebaiknya langsung bro riky menyebutkan vinaya mana yg di langar, dan penjelasan mengenai vinaya tsb

contoh yg di tulis bro riky juga ga nyambung... emang bhikkhu yg di ceritakan bro kusalaputto mengharapkan dana?

hmm.. yg ada kemiripan cuma ttg mahluk halus penghuni gua, yg menuduh bhikhu tsb melanggar vinaya...
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: seniya on 27 February 2010, 06:28:32 PM

Adalah suatu keuntungan jika orang melihat perilaku kita yang baik dan mau tahu tentang Ajaran Buddha. Tetapi adalah kerugian bagi seseorang yang berbuat baik hanya karena ingin menyebarkan "Agama Buddha", karena perbuatan baiknya menjadi kecil nilainya, dan dengan perbuatannya itu sendiri ia merendahkan Buddha-dhamma.

Setuju, bro, itu namanya "ada udang dibalik batu"......
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 27 February 2010, 07:35:19 PM
keknya ga nyambung deh....
yg di tulis bro kusalaputto cukup jelas..
Bhikku tsb membantu org tsb, apakah dalam vinaya ada larangan membantu org?
apakah di dalam vinaya ada larangan untuk membantu org yg mantai/kerasukan/ di gangu mahluk halus, dll
dia mengobati mental ato moral org sesuai dgn apa yg dia tahu, itu tidak dilarang dalam vinaya
lagian bhikkhu tsb tidak mengharapkan  dana, imbalan , makanan saat membantu org tsb...

sebaiknya langsung bro riky menyebutkan vinaya mana yg di langar, dan penjelasan mengenai vinaya tsb

contoh yg di tulis bro riky juga ga nyambung... emang bhikkhu yg di ceritakan bro kusalaputto mengharapkan dana?

hmm.. yg ada kemiripan cuma ttg mahluk halus penghuni gua, yg menuduh bhikhu tsb melanggar vinaya...

lho..saya kan bilang undang Ahli Vinaya kesini,,..koq jadi seakan2 saya yang memberikan "judge" terhadap sesuatu?

saya bilang jika Oknum bersangkutan malah sebagai "cenayang" begitu,maka seharusnya dia melanggar vinaya..

[Bagian Panjang Tentang Moralitas],Digha Nikaya :
1.25. "'Sementara beberapa pertapa dan Brahmana berpenghidupan dengan keterampilan seperti meramalkan hujan yang baik atau buruk; panen yang baik atau buruk; keamanan, bahaya; penyakit, kesehatan, atau mencatat, menentukan, menghitung, komposisi syair, menjelaskan alasan-alasan, Pertapa Gotama menjauhi keterampilan dan penghidupan salah demikian.'"

1.27. "'Sementara beberapa pertapa dan Brahmana, memakan makanan pemberian mereka yang berkeyakinan, berpenghidupan dengan keterampilan demikian, penghidupan salah seperti menenangkan para dewa dan menepati janji terhadap para dewa, membuat jimat tanah-rumah, memberikan kekuatan dan kelemahan, mempersiapkan dan mensucikan bangunan, memberikan upacara pembersihan dan pemandian, memberikan korban, memberikan obat pencahar, obat penawar, obat batuk dan pilek, memberikan obat-telinga, -mata, -hidung, salep dan salep-penawar, pembedahan-mata, pembedahan, pengobatan bayi, menggunakan balsem untuk melawan efek samping dari pengobatan sebelumnya, Pertapa Gotama menjauhi keterampilan dan penghidupan salah demikian.'33 Ini para bhikkhu, untuk hal-hal mendasar, persoalan kecil inilah maka orang-orang biasa memuji Sang Tathagata."

dan beberapa menjurus ke arah yang dijauhi oleh Petapa Gotama,bukan dengan cara seperti itu memperoleh "dana" ,sekali lagi mungkin saya bisa salah,makanya dari awal tulisan saya,saya mengatakan perlu mengundang "Ahli Vinaya" untuk membahasnya disini...

Dan saya kurang tahu apakah Saudara Kusalaputto yang salah menerjemahkan atau memang begitulah tindakan Bhikkhu yang bersangkutan..

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: adi lim on 27 February 2010, 07:42:41 PM
tentu semuanya harus sesuai dengan vinaya atau batas mana yang boleh sesuai dengan vinaya wa rasa makin tinggi moralitas nya akan terlihat.

karena ada juga memang bhikku yang jadi seperti penyanyi dll di china sono itu kata katanya sih terlihat benar tapi apakah sebenar itu wa liat fotonya pakai kacamata ( kacamata biasa sih tidak apa apa itu kacamata seperti rebyan punya coba buat apa di pakai) di telinga nya ada tuh yang buat freehand phone kemana dayakanya? terus apa kah pantas seperti itu? katanya sih lagu yang di rekam untuk mengenalkan Buddhist ke generasi muda. kalo dengar Bhikku lain yang se viharanya sih bilang (wah lupa juga nih yang keingat saja) harus yang sepantasnya.     

betul..saya jadi ke ingat dan mau bertanya,ada Bhikkhu mazhab Theravada di medan ini,masa punya HP dan ngendarain MOBIL MEWAH???apakah itu SESUAI VINAYA??

Seorang Bhikkhu (Theravada) tidak boleh punya harta (Uang, emas) termasuk tidak boleh mengendarai/menyupir Mobil walaupun bukan mobil mewah, apalagi memiliki mobil mewah. ::)
SESUAI VINAYA ?? Silahkan Nilai sendiri ! :-?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 27 February 2010, 07:44:58 PM
tentu semuanya harus sesuai dengan vinaya atau batas mana yang boleh sesuai dengan vinaya wa rasa makin tinggi moralitas nya akan terlihat.

karena ada juga memang bhikku yang jadi seperti penyanyi dll di china sono itu kata katanya sih terlihat benar tapi apakah sebenar itu wa liat fotonya pakai kacamata ( kacamata biasa sih tidak apa apa itu kacamata seperti rebyan punya coba buat apa di pakai) di telinga nya ada tuh yang buat freehand phone kemana dayakanya? terus apa kah pantas seperti itu? katanya sih lagu yang di rekam untuk mengenalkan Buddhist ke generasi muda. kalo dengar Bhikku lain yang se viharanya sih bilang (wah lupa juga nih yang keingat saja) harus yang sepantasnya.     

betul..saya jadi ke ingat dan mau bertanya,ada Bhikkhu mazhab Theravada di medan ini,masa punya HP dan ngendarain MOBIL MEWAH???apakah itu SESUAI VINAYA??

Seorang Bhikkhu (Theravada) tidak boleh punya harta (Uang, emas) termasuk tidak boleh mengendarai/menyupir Mobil walaupun bukan mobil mewah, apalagi memiliki mobil mewah. ::)
SESUAI VINAYA ?? Silahkan Nilai sendiri ! :-?


Nah,sekarang permasalahnya muncul dengan dalih sebagai transportasi,di dana in umat dan sebagainya,,..katanya sih untuk kepentingan umat..bagaimana itu?

Setahu saya juga ya..kalau seseorang sudah memasuki Sangha,maka "harta" yang boleh dia miliki atau bawa keknya entah berapa perak ya???lupa saya..ada yang punya referensinya??

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: adi lim on 27 February 2010, 08:16:07 PM
betul..saya jadi ke ingat dan mau bertanya,ada Bhikkhu mazhab Theravada di medan ini,masa punya HP dan ngendarain MOBIL MEWAH???apakah itu SESUAI VINAYA??

Seorang Bhikkhu (Theravada) tidak boleh punya harta (Uang, emas) termasuk tidak boleh mengendarai/menyupir Mobil walaupun bukan mobil mewah, apalagi memiliki mobil mewah. ::)
SESUAI VINAYA ?? Silahkan Nilai sendiri ! :-?

Nah,sekarang permasalahnya muncul dengan dalih sebagai transportasi,di dana in umat dan sebagainya,,..katanya sih untuk kepentingan umat..bagaimana itu?

Setahu saya juga ya..kalau seseorang sudah memasuki Sangha,maka "harta" yang boleh dia miliki atau bawa keknya entah berapa perak ya???lupa saya..ada yang punya referensinya??

Anumodana _/\_

Bold biru, kendaraan milik umat kemudian untuk transportasi Bhikkhu, harusnya tidak lah masalah.
'Yang Masalah' adalah kendaraan milik Bhikkhu tapi mengaku milik umat :))
 _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 27 February 2010, 08:33:55 PM
[at] Bro Ryu,,

bro Ryu,bantuin saya postkan tentang Digha Nikaya dong,yang moralitas menengah dan panjang..

Anumodana _/\_
maaf saya kurang tahu mana yang di maksud coba cari di sini aja :
http://dhammacitta.org/tipitaka/dn/index.html
itu udah di donlot tapi berhubung lom baca semau n g ga tau yg d maksud sama bro riky yg mana?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 27 February 2010, 08:42:51 PM
[Bagian Panjang Tentang Moralitas],Digha Nikaya :
1.25. "'Sementara beberapa pertapa dan Brahmana berpenghidupan dengan keterampilan seperti meramalkan hujan yang baik atau buruk; panen yang baik atau buruk; keamanan, bahaya; penyakit, kesehatan, atau mencatat, menentukan, menghitung, komposisi syair, menjelaskan alasan-alasan, Pertapa Gotama menjauhi keterampilan dan penghidupan salah demikian.'"
1.27. "'Sementara beberapa pertapa dan Brahmana, memakan makanan pemberian mereka yang berkeyakinan, berpenghidupan dengan keterampilan demikian, penghidupan salah seperti menenangkan para dewa dan menepati janji terhadap para dewa, membuat jimat tanah-rumah, memberikan kekuatan dan kelemahan, mempersiapkan dan mensucikan bangunan, memberikan upacara pembersihan dan pemandian, memberikan korban, memberikan obat pencahar, obat penawar, obat batuk dan pilek, memberikan obat-telinga, -mata, -hidung, salep dan salep-penawar, pembedahan-mata, pembedahan, pengobatan bayi, menggunakan balsem untuk melawan efek samping dari pengobatan sebelumnya, Pertapa Gotama menjauhi keterampilan dan penghidupan salah demikian.'33 Ini para bhikkhu, untuk hal-hal mendasar, persoalan kecil inilah maka orang-orang biasa memuji Sang Tathagata."

dan beberapa menjurus ke arah yang dijauhi oleh Petapa Gotama,bukan dengan cara seperti itu memperoleh "dana" ,sekali lagi mungkin saya bisa salah,makanya dari awal tulisan saya,saya mengatakan perlu mengundang "Ahli Vinaya" untuk membahasnya disini...

Dan saya kurang tahu apakah Saudara Kusalaputto yang salah menerjemahkan atau memang begitulah tindakan Bhikkhu yang bersangkutan..

Anumodana _/\_
bro riki klo dapat saya katakan bhikkhu  dhamma vijayo tidak mencari penghasilan dari menolong namun mereka yg telah di tolong memangnya ga boleh dana untuk vihara maupun dhamma tvnya? lalu apakah ia memakai sendiri dana itu
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kullatiro on 27 February 2010, 10:19:23 PM
betul..saya jadi ke ingat dan mau bertanya,ada Bhikkhu mazhab Theravada di medan ini,masa punya HP dan ngendarain MOBIL MEWAH???apakah itu SESUAI VINAYA??

Seorang Bhikkhu (Theravada) tidak boleh punya harta (Uang, emas) termasuk tidak boleh mengendarai/menyupir Mobil walaupun bukan mobil mewah, apalagi memiliki mobil mewah. ::)
SESUAI VINAYA ?? Silahkan Nilai sendiri ! :-?

Nah,sekarang permasalahnya muncul dengan dalih sebagai transportasi,di dana in umat dan sebagainya,,..katanya sih untuk kepentingan umat..bagaimana itu?

Setahu saya juga ya..kalau seseorang sudah memasuki Sangha,maka "harta" yang boleh dia miliki atau bawa keknya entah berapa perak ya???lupa saya..ada yang punya referensinya??

Anumodana _/\_

Bold biru, kendaraan milik umat kemudian untuk transportasi Bhikkhu, harusnya tidak lah masalah.
'Yang Masalah' adalah kendaraan milik Bhikkhu tapi mengaku milik umat :))
 _/\_

wa rasa biarpun milik umat bagi bhikku yang ingin berpergian tentunya mesti ada dayakanya yang mengiringi kemana perginya (yah dayakanya jadi driver sementara gitu). kalo wa liat biasa ada bhikkuni ke pancoran biasanya ada kok pengiring nya(entah dayakaatau bukan) waktu belanja obat dan lain lain. bahkan yang ada di tv itu lupa namanya pernah berobat ke toko kita ada kok yang menyertai dia berobat gak pergi sendiri nyupir mobil atau naik bus/kendaraan umum sendiri.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 27 February 2010, 10:26:47 PM
memang seharusnya demikiaannn, tp kalo nga ada dayakanya gmana donk. hahaha. tpgw belum pernah liat Bhikkhu atao Bhikkhuni bawa kenderaan sendiri
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kullatiro on 27 February 2010, 10:34:53 PM
kan biasa ada umat yang mau menemani bhikkuni bila ada keperluan gak mesti dayaka remi yang dadakan juga bisa toh.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: andry on 28 February 2010, 12:56:05 AM
barusan saia melihat dhammatainment,
sepertinya kurang efektif,
jd terlihat memanjakan salah satu panca indera
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sumedho on 28 February 2010, 07:12:06 AM
mungkin tergantung tujuannya. ada yg modelnya mengumpulkan dana, ada yg memang utk membabarkan dhamma, atau lainnya.....

 [at] andri: yg ditonton itu tujuannya apa?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: johan3000 on 28 February 2010, 07:32:02 AM
Penyebaran Dhamma dgn menggunakan Slide (Ms PowerPoint) dan video Clip
apakah lebih banyak segi positipnya dari pada negatipnya. Udah tentu ada yg
bantu membuat atau mengoperasikan kalau Biksunya perlu bantuan.

bagaimana menurut anda?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Mr.Jhonz on 28 February 2010, 10:08:41 AM
Tapi realiata di lapangan,
*pada saat kelas meditasi jumlah umat yang hadir dapat di hitung dengan jari,tapi
*pada saat kelas dhammadesana yg dibawakan oleh sosok yg humoris jumlahnya umat yg hadir bisa ratusan bahkan ribuan
Pertanyaannya; fenomena apa ini?

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 28 February 2010, 12:15:27 PM
Tapi realiata di lapangan,
*pada saat kelas meditasi jumlah umat yang hadir dapat di hitung dengan jari,tapi
*pada saat kelas dhammadesana yg dibawakan oleh sosok yg humoris jumlahnya umat yg hadir bisa ratusan bahkan ribuan
Pertanyaannya; fenomena apa ini?



Fenomena yang menyedihkan menurut saya,padahal meditasi adalah pokok ajaran Buddha...
dan dari meditasi lah seluruh Ajaran Buddha bisa diselami dan dibuktikan ke dalam batin masing2..

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 28 February 2010, 12:20:56 PM
[Bagian Panjang Tentang Moralitas],Digha Nikaya :
1.25. "'Sementara beberapa pertapa dan Brahmana berpenghidupan dengan keterampilan seperti meramalkan hujan yang baik atau buruk; panen yang baik atau buruk; keamanan, bahaya; penyakit, kesehatan, atau mencatat, menentukan, menghitung, komposisi syair, menjelaskan alasan-alasan, Pertapa Gotama menjauhi keterampilan dan penghidupan salah demikian.'"
1.27. "'Sementara beberapa pertapa dan Brahmana, memakan makanan pemberian mereka yang berkeyakinan, berpenghidupan dengan keterampilan demikian, penghidupan salah seperti menenangkan para dewa dan menepati janji terhadap para dewa, membuat jimat tanah-rumah, memberikan kekuatan dan kelemahan, mempersiapkan dan mensucikan bangunan, memberikan upacara pembersihan dan pemandian, memberikan korban, memberikan obat pencahar, obat penawar, obat batuk dan pilek, memberikan obat-telinga, -mata, -hidung, salep dan salep-penawar, pembedahan-mata, pembedahan, pengobatan bayi, menggunakan balsem untuk melawan efek samping dari pengobatan sebelumnya, Pertapa Gotama menjauhi keterampilan dan penghidupan salah demikian.'33 Ini para bhikkhu, untuk hal-hal mendasar, persoalan kecil inilah maka orang-orang biasa memuji Sang Tathagata."

dan beberapa menjurus ke arah yang dijauhi oleh Petapa Gotama,bukan dengan cara seperti itu memperoleh "dana" ,sekali lagi mungkin saya bisa salah,makanya dari awal tulisan saya,saya mengatakan perlu mengundang "Ahli Vinaya" untuk membahasnya disini...

Dan saya kurang tahu apakah Saudara Kusalaputto yang salah menerjemahkan atau memang begitulah tindakan Bhikkhu yang bersangkutan..

Anumodana _/\_
bro riki klo dapat saya katakan bhikkhu  dhamma vijayo tidak mencari penghasilan dari menolong namun mereka yg telah di tolong memangnya ga boleh dana untuk vihara maupun dhamma tvnya? lalu apakah ia memakai sendiri dana itu

Namastase bro Kusalaputto,
saya tidak berkata bahwa Bhikkhu tersebut mencari dana melalui cara2 seperti itu,entah didasari oleh cinta kasih atau apapun itu,seorang Bhikkhu yang bertindak sesuatu harus sesuai dengan Vinaya yang telah ditetapkan oleh Bhagava,saya rasa permasalahn ini pun simpang siur...apakah diperolehkan seorang Bhikkhu menolong orang dari "kekuatan jahat"?padahal sangat disayangkan bahwa Buddha sendiri memberikan peraturan bahwa para Bhikkhu "dilarang" mempertunjukan "kemampuannya"...bagaimana jika umat disana hanya menghormati "kemampuannya" tersebut?tanpa mengetahui "Dhamma" yang dibawa oleh Bhante tersebut?bukankah sungguh sangat disayangkan bahwa umat disana mempercayai Buddha Dhamma hanya karena "kemampuan2" seperti itu?apa bedanya kita dengan kr****n yang dengan dalih penyembuhan massal,roh kudus dan sebagainya?

Buddha Dhamma terlalu Agung untuk manusia2 yang berdebu banyak,saya juga tidak mau mengomentari sikap Bhante itu,karena Sangha memiliki kebijakannya sendiri,begitu pula Bhante tersebut memiliki kebijaksanaanya sendiri..

Jikalau ada kata2 saya yang kurang sopan,terlalu kasar,atau menyakiti hati,saya mohon maaf,saya tidak bermaksud untuk mencap Sangha,atau apapun..Saya hanya ingin melestarikan Buddha Dhamma,dan berjalan diatas Buddha Dhamma..

Jikalau saya khilaf,itu adalah wajar,karena saya masih diliputi oleh kebodohan,saya masih dungu,jadi mohon bimbingannya dan sharing Dhammanya..sehingga dengan proses belajar ini,saya bisa lebih bijak,walau hanya secara duniawi..

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 28 February 2010, 12:44:40 PM
td baru melihat videonya Monk Bar, rap gt, rasanya sedih bgt gw liat gt. haizzzzzzz. ntah kenapa. kecewa deh  :(
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 28 February 2010, 12:52:41 PM
td baru melihat videonya Monk Bar, rap gt, rasanya sedih bgt gw liat gt. haizzzzzzz. ntah kenapa. kecewa deh  :(
dimana??yang dipost oleh Saudara Johan?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 28 February 2010, 12:55:07 PM
yaaa. tp video disana nga bisa dibuka, so gw liat di youtube
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: sukuhong on 28 February 2010, 06:19:35 PM
td baru melihat videonya Monk Bar, rap gt, rasanya sedih bgt gw liat gt. haizzzzzzz. ntah kenapa. kecewa deh  :(
dimana??yang dipost oleh Saudara Johan?

Mengapa harus sedih & kecewa ?
Pelanggaran Vinaya sudah ada dari jaman Buddha, apalagi sudah hampir 2600 tahun dari sesudah Beliau Parinibbana.
Dari jaman Sang Buddha sudah ada yang begituan, dimana mengaku anggota Sangha tapi prilaku tidak sesuai dengan Vinaya
LDM masih tebal bang ! :))
Sedih dan kecewa juga tidak bisa mengubah prilaku mereka, malah batin kita jadi melakukan Akusala Kamma.
kamsia.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: sukuhong on 28 February 2010, 06:22:10 PM
bro riki klo dapat saya katakan bhikkhu  dhamma vijayo tidak mencari penghasilan dari menolong namun mereka yg telah di tolong memangnya ga boleh dana untuk vihara maupun dhamma tvnya? lalu apakah ia memakai sendiri dana itu

pendapat saya : alangkah baiknya dalam forum tidak menyebut nama Bhikkhu ! tidak etis dan bukan urusan umat untuk menilai kinerja seorang Bhikkhu.
kamsia
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 28 February 2010, 07:20:25 PM
TQ.. bro suku,,, ya sich, tp mao gmana lagi, saya jg umat manusia biasa, masih bisa bersedih  :)) ... yaaa cuma nga tao lagi mao blg apa,, sepertinya tdk pantas lah monk melakukan hal demikian adanyaaa
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 28 February 2010, 07:48:31 PM
bro riki klo dapat saya katakan bhikkhu  dhamma vijayo tidak mencari penghasilan dari menolong namun mereka yg telah di tolong memangnya ga boleh dana untuk vihara maupun dhamma tvnya? lalu apakah ia memakai sendiri dana itu

pendapat saya : alangkah baiknya dalam forum tidak menyebut nama Bhikkhu ! tidak etis dan bukan urusan umat untuk menilai kinerja seorang Bhikkhu.
kamsia

Bro,penyebutan nama atau tidak,itu adalah HAK dari setiap orang,saya rasa tidak ada kaitannya disini,dan saya dan bro kusalaputto hanya sekedar diskusi tanpa "menghakimi"..

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: johan3000 on 28 February 2010, 07:53:38 PM
td baru melihat videonya Monk Bar, rap gt, rasanya sedih bgt gw liat gt. haizzzzzzz. ntah kenapa. kecewa deh  :(
dimana??yang dipost oleh Saudara Johan?

Mengapa harus sedih & kecewa ?
Pelanggaran Vinaya sudah ada dari jaman Buddha, apalagi sudah hampir 2600 tahun dari sesudah Beliau Parinibbana.
Dari jaman Sang Buddha sudah ada yang begituan, dimana mengaku anggota Sangha tapi prilaku tidak sesuai dengan Vinaya
LDM masih tebal bang ! :))
Sedih dan kecewa juga tidak bisa mengubah prilaku mereka, malah batin kita jadi melakukan Akusala Kamma.
kamsia.

IMHO, Kwalitas seorang pengajar antara lain :

1. Enthusiastic/semangat
2. Minat yg mendalam
3. penguasaan materi
4. komunikasi yg baik
       terstruktur, jelas, segar, menarik, dst, dst
       vocal variety...volume, rate, pitch, quality
....

dimana??yang dipost oleh Saudara Johan?
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,14946.new.html#new (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,14946.new.html#new)
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Mr.Jhonz on 28 February 2010, 08:12:30 PM
td baru melihat videonya Monk Bar, rap gt, rasanya sedih bgt gw liat gt. haizzzzzzz. ntah kenapa. kecewa deh  :(
Ternyata menjadi umat buddha tetap membuat kita terpenjara(baca; menderita)
Seperti yg dikatakan om kainyt "keluar dari satu penjara,masuk kepenjara lainnya" *kira2 begitu ;D
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: johan3000 on 28 February 2010, 08:14:33 PM
Tapi realiata di lapangan,
*pada saat kelas meditasi jumlah umat yang hadir dapat di hitung dengan jari,tapi
*pada saat kelas dhammadesana yg dibawakan oleh sosok yg humoris jumlahnya umat yg hadir bisa ratusan bahkan ribuan
Pertanyaannya; fenomena apa ini?

Begitu ada ratusan dan ribuan umat,...
tutuplah dgn meditasi 5 s/d 10 menit

Pertanyaannya; fenomena apa ini?
Manusia sekarang gak tahan sakit (duduk bersila), mau gampangnya aja...


mungkin begitu bro Jhonz  :x :x :x
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Tekkss Katsuo on 28 February 2010, 08:28:35 PM
td baru melihat videonya Monk Bar, rap gt, rasanya sedih bgt gw liat gt. haizzzzzzz. ntah kenapa. kecewa deh  :(
Ternyata menjadi umat buddha tetap membuat kita terpenjara(baca; menderita)
Seperti yg dikatakan om kainyt "keluar dari satu penjara,masuk kepenjara lainnya" *kira2 begitu ;D

kalo jd umat Buddha saja, lgsg bebas dr segala penderitaan, mah semua org berbondong bondong masuk jd Buddhism aja. :))
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 01 March 2010, 09:47:49 AM
Nah,sekarang permasalahnya muncul dengan dalih sebagai transportasi,di dana in umat dan sebagainya,,..katanya sih untuk kepentingan umat..bagaimana itu?


Jaman Buddha dulu juga bhikkhu ga ada yang naek kuda atau "nyetir" kereta (kuda) dengan alasan "gampang menyebar dhamma". Bagi yang punya kekuatan bathin juga tidak menggunakannya sebagai sarana transportasi dengan alasan "gampang menyebar dhamma".




Penyebaran Dhamma dgn menggunakan Slide (Ms PowerPoint) dan video Clip
apakah lebih banyak segi positipnya dari pada negatipnya. Udah tentu ada yg
bantu membuat atau mengoperasikan kalau Biksunya perlu bantuan.

bagaimana menurut anda?
Alat bantu seperti itu sepertinya tidak bertentangan dengan vinaya. Sama saja seperti menggunakan Microphone. Penggunaan alat bantu seperti itu sifatnya netral.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: CHANGE on 01 March 2010, 10:25:53 AM
Saya harap jawaban saya ini tidak dinilai OOT, jikalau dinilai OOT, maka saya juga minta maaf  karena berbuat kesalahan.

Kita semua ( saya ) pernah melakukan kesalahan, saling memaafkan adalah kewajiban. Sepengetahuan saya, kita semakin DEWASA karena BELAJAR dari kesalahan diri sendiri atau orang lain. Sebelum menjawab pertanyaan Bro Riky, pertanyaannya adalah inti dari tujuan kita belajar Dhamma sebenarnya apa ?

Jika kita “MENCARI” “KELUAR” ( outside-in), maka yang selalu menjadi  PERHATIAN KITA adalah Yang Lain harus berubah untuk kita, dan inilah Penderitaan, karena kita tidak  pernah puas dengan konsep dari pengetahuan yang kita pelajari, dan tidak pernah mendapat MANFAAT dari Dhamma yang kita pelajari. Kita semua selalu mencari celah negative untuk semua masalah dalam memuaskan dan menutupi keegoan kita.

Jika kita “MENCARI” “KEDALAM” ( inside-out ), maka yang selalu menjadi  PERHATIAN KITA adalah DIRI SENDIRI YANG HARUS BERUBAH sebelum mengubah orang lain. Maka MANFAAT DHAMMA yang kita pelajari dapat kita petik.

“MENCARI” berarti mendapatkan “GURU pembimbing yang baik ”
Guru yang terbaik adalah orang yang paling kita benci. Karena dia membantu kita mengikis KEBENCIAN dan KESERAKAHAN ( ekstrim tidak suka  dan ekstrim suka ) dan ini dapat kita temukan dilingkungan kita.

Guru paling terbaik ( Best of the Best ) adalah JALAN TENGAH, yang mengajarkan kita untuk tidak menjadi ekstrim suka ( serakah ) dan ekstrim tidak suka ( benci ) atas semua situasi dan kondisi yang kita terima SAAT INI.

Mungkin artikel dibawah ini cukup membantu untuk memahani lebih jauh.

KUNCI HATI ( PIKIRAN )

Pada zaman dulu, ada seorang pesulap bernama Houdini yang sangat ternama dan memiliki ketrampilan yang istimewa, dia bisa membuka kunci serumit apapun juga dalam waktu yang sangat singkat, dan selama ini tidak pernah gagal.

Dia pernah menetapkan sebuah target yang penuh dengan tantangan bagi dirinya sendiri: harus bisa meloloskan diri dari kunci yang berbentuk apapun juga, dalam kurun waktu yang tidak lebih dari 60 menit, dengan syarat membiarkan dia mengenakan baju khusus untuk masuk ke dalam, serta tidak boleh ada orang yang mengawasinya di samping.

Ada penduduk sebuah kota kecil di Inggris, memutuskan untuk menantang Houdini yang agung, mereka  bermaksud mempermalukan pesulap agung ini. Mereka membuat satu kurungan besi yang khusus dan sangat kokoh, dilengkapi dengan sebuah kunci yang kelihatannya sangat rumit, lalu mereka mempersilahkan Houdini datang untuk melihat apakah dia bisa keluar dari kurungan besi itu.

Houdini menerima tantangan mereka. Dengan mengenakan baju khususnya, dia berjalan masuk ke dalam kurungan besi, setelah pintu besi ditutup dengan mengeluarkan suara ‘brang’, semua orang menaati peraturan dengan membalik tubuh mereka.

30 menit telah berlalu, Houdini  bekerja dengan konsentrasi penuh. Satu jam telah berlalu, kening kepala Houdini mulai berkeringat. Dua jam sudah berlalu pula, dari awal hingga akhir Houdini tidak mendengar suara pir membuka kunci yang dia nanti-nantikan itu.

Pada akhirnya ketika tenaganya sudah terkuras habis dia duduk dengan menempelkan tubuhnya di pintu, alhasil pintu besinya terbuka seiring dengan posisi badan dia duduk…
Ternyata, pintu itu sama sekali tidak dikunci, kunci yang kelihatannya sangat hebat itu hanya bentuknya saja.

Pintu tidak terkunci, tentunya kunci tidak perlu dibuka, tetapi sebaliknya pintu hati Houdini  telah terkunci.

Kegagalan pesulap agung ini terletak pada, dia terlalu memusatkan perhatian dia pada kunci yang hanya bermakna simbolis itu, tanpa dia sadari tujuan dia telah berubah dari ‘meloloskan diri’ (“Ayam dhammo-vinayo ekaraso vimuttiraso. Ajaranku ini mempunyai rasa yang satu, yang dangkal maupun yang dalam, ekaraso vimuttiraso, rasa kebebasan.”) menjadi ‘membuka kunci’ ( hanya terpaku pada “KONSEP” rasa kebebasan ). Selain itu, konsep kesan pertamanya telah memberitahukan dia: Asalkan Kunci, Pasti Terkunci. Inilah penderitaan.

Kesimpulan :

Memikirkan Apa yang Seharusnya Dipikirkan
Melakukan Apa yang Seharusnya Dilakukan

Tidak Memikirkan Apa yang Seharusnya Tidak Dipikirkan
Tidak Melakukan Apa yang Seharusnya Tidak Dilakukan.

Inilah salah satu bentuk Pengendalian Diri atau Perhatian.

Memikirkan Apa yang Seharusnya Tidak Dipikirkan.
Melakukan Apa yang Seharusnya Tidak Dilakukan

Tidak Memikirkan Apa yang Seharusnya Dipikirkan
Tidak Melakukan Apa yang Seharusnya Dilakukan.

Inilah salah satu bentuk Bukan Pengendalian Diri atau Perhatian melainkan Kelalaian.


[at] Change

Untuk ceramah yang anda sajikan,sungguh bagus untuk dilihat dan didengar..Pertanyaan saya simple,"Apakah ceramah dari Bhante Sri Pannavaro itu "keluar" dari Topicnya?Apakah "selingaan joke" yang disisipkan itu keluar dari jalur "isi" Dhamma yang akan disampaikan?Apakah Bhantenya membabarkan Dhamma sambil "ngakak"?apakah Bhantenya membabarkan Dhamma sambil "ketawa ketiwi" dan jalan sana jalan sini?

Anumodana _/\_

Jadi pertanyaan saya, apakah pertanyaan ini masih harus dijawab ?

 

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 01 March 2010, 02:34:12 PM
Quote
Jadi pertanyaan saya, apakah pertanyaan ini masih harus dijawab ?
:)
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: sukuhong on 02 March 2010, 05:41:40 AM
Saya harap jawaban saya ini tidak dinilai OOT, jikalau dinilai OOT, maka saya juga minta maaf  karena berbuat kesalahan.

Kita semua ( saya ) pernah melakukan kesalahan, saling memaafkan adalah kewajiban. Sepengetahuan saya, kita semakin DEWASA karena BELAJAR dari kesalahan diri sendiri atau orang lain. Sebelum menjawab pertanyaan Bro Riky, pertanyaannya adalah inti dari tujuan kita belajar Dhamma sebenarnya apa ?

Jika kita “MENCARI” “KELUAR” ( outside-in), maka yang selalu menjadi  PERHATIAN KITA adalah Yang Lain harus berubah untuk kita, dan inilah Penderitaan, karena kita tidak  pernah puas dengan konsep dari pengetahuan yang kita pelajari, dan tidak pernah mendapat MANFAAT dari Dhamma yang kita pelajari. Kita semua selalu mencari celah negative untuk semua masalah dalam memuaskan dan menutupi keegoan kita.

Jika kita “MENCARI” “KEDALAM” ( inside-out ), maka yang selalu menjadi  PERHATIAN KITA adalah DIRI SENDIRI YANG HARUS BERUBAH sebelum mengubah orang lain. Maka MANFAAT DHAMMA yang kita pelajari dapat kita petik.

 :jempol:
bold biru : ini yang aku suka
kamsia ya
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 02 March 2010, 07:37:41 AM
Saya harap jawaban saya ini tidak dinilai OOT, jikalau dinilai OOT, maka saya juga minta maaf  karena berbuat kesalahan.

Kita semua ( saya ) pernah melakukan kesalahan, saling memaafkan adalah kewajiban. Sepengetahuan saya, kita semakin DEWASA karena BELAJAR dari kesalahan diri sendiri atau orang lain. Sebelum menjawab pertanyaan Bro Riky, pertanyaannya adalah inti dari tujuan kita belajar Dhamma sebenarnya apa ?

Jika kita “MENCARI” “KELUAR” ( outside-in), maka yang selalu menjadi  PERHATIAN KITA adalah Yang Lain harus berubah untuk kita, dan inilah Penderitaan, karena kita tidak  pernah puas dengan konsep dari pengetahuan yang kita pelajari, dan tidak pernah mendapat MANFAAT dari Dhamma yang kita pelajari. Kita semua selalu mencari celah negative untuk semua masalah dalam memuaskan dan menutupi keegoan kita.

Jika kita “MENCARI” “KEDALAM” ( inside-out ), maka yang selalu menjadi  PERHATIAN KITA adalah DIRI SENDIRI YANG HARUS BERUBAH sebelum mengubah orang lain. Maka MANFAAT DHAMMA yang kita pelajari dapat kita petik.

“MENCARI” berarti mendapatkan “GURU pembimbing yang baik ”
Guru yang terbaik adalah orang yang paling kita benci. Karena dia membantu kita mengikis KEBENCIAN dan KESERAKAHAN ( ekstrim tidak suka  dan ekstrim suka ) dan ini dapat kita temukan dilingkungan kita.

Guru paling terbaik ( Best of the Best ) adalah JALAN TENGAH, yang mengajarkan kita untuk tidak menjadi ekstrim suka ( serakah ) dan ekstrim tidak suka ( benci ) atas semua situasi dan kondisi yang kita terima SAAT INI.

maaf saya tidak setuju hal yang di bold. masa harus Buddha orang yang harus paling dibenci.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: CHANGE on 02 March 2010, 10:08:22 AM
Saya harap jawaban saya ini tidak dinilai OOT, jikalau dinilai OOT, maka saya juga minta maaf  karena berbuat kesalahan.

Kita semua ( saya ) pernah melakukan kesalahan, saling memaafkan adalah kewajiban. Sepengetahuan saya, kita semakin DEWASA karena BELAJAR dari kesalahan diri sendiri atau orang lain. Sebelum menjawab pertanyaan Bro Riky, pertanyaannya adalah inti dari tujuan kita belajar Dhamma sebenarnya apa ?

Jika kita “MENCARI” “KELUAR” ( outside-in), maka yang selalu menjadi  PERHATIAN KITA adalah Yang Lain harus berubah untuk kita, dan inilah Penderitaan, karena kita tidak  pernah puas dengan konsep dari pengetahuan yang kita pelajari, dan tidak pernah mendapat MANFAAT dari Dhamma yang kita pelajari. Kita semua selalu mencari celah negative untuk semua masalah dalam memuaskan dan menutupi keegoan kita.

Jika kita “MENCARI” “KEDALAM” ( inside-out ), maka yang selalu menjadi  PERHATIAN KITA adalah DIRI SENDIRI YANG HARUS BERUBAH sebelum mengubah orang lain. Maka MANFAAT DHAMMA yang kita pelajari dapat kita petik.

“MENCARI” berarti mendapatkan “GURU pembimbing yang baik ”
Guru yang terbaik adalah orang yang paling kita benci. Karena dia membantu kita mengikis KEBENCIAN dan KESERAKAHAN ( ekstrim tidak suka  dan ekstrim suka ) dan ini dapat kita temukan dilingkungan kita.

Guru paling terbaik ( Best of the Best ) adalah JALAN TENGAH, yang mengajarkan kita untuk tidak menjadi ekstrim suka ( serakah ) dan ekstrim tidak suka ( benci ) atas semua situasi dan kondisi yang kita terima SAAT INI.

maaf saya tidak setuju hal yang di bold. masa harus Buddha orang yang harus paling dibenci.

Buddha adalah bold biru

Yang saya maksud dari pont ini tentu Bukan Buddha Sang Guru Agung, melainkan LINGKUNGAN KITA ( bold hijau ) yakni diri sendiri, sesama manusia dan makhluk lainnya.

Salah satu contoh sederhananya adalah, didalam Forum DC, sering kita membaca dan menemukan postingan yang membuat kita marah dan benci tanpa kita minta, hadir tanpa minta izin dari kita, dan otomatis muncul ( INILAH GURU TERBAIK KITA ), lulus atau gagal tergantung kepada kemampuan kita mengendalikan bathin kita ( sadar munculnya produk pikiran yakni BENCI tersebut telah timbul dan dan menyadari akan tenggelam dengan sendirinya ). Jika LULUS, maka biasanya postingan kita lebih adem dan bijaksana, dan biasanya berbentuk nasehat. Tetapi jika GAGAL, maka postingan kita menjadi penyebar kebencian dengan caci maki, mencela dan merendahkan bahkan menghina, sehingga menambah karma buruk dalam pikiran, ucapan dan perbuatan ( Seperti nasehat Bro Kainyn, dalam diskusi dan debat jangan didasari kemarahan dan kebencian ).

Tanpa kita sadari, SETIAP SAAT kita selalu menemukan atau bertemu dengan  berbagai jenis “GURU TERBAIK” seperti model diatas misalnya keluarga, masyarakat, pergaulan, dll. Guru Terbaik inilah yang membuat kita semakin DEWASA, jika kita meningkatkan LATIHAN dengan KESADARAN, hasilnya adalah TERKIKISNYA KEBENCIAN. Dan ini dikatakan sebagai pikiran, ucapan dan perbuatan yang MEDITATIF dalam menjalani kehidupan. Dan jika tidak salah ingat ada perumpamaan “Lakukan Meditasi ditengah hiruk pikuk keramaian pasar”.


"Tujuan tertinggi bukanlah menghindari kebencian dan mencapai kebahagiaan.Tujuan tertinggi adalah mencapai kebebasan. Bebas dari perangkap kebencian dan kebahagiaan." ~Y.M. Sri Pannavaro Mahathera


Ini adalah salah satu contoh artikel sangat sederhana untuk membandingkan Pikiran Manusia Polos ( Murni ) dengan Pikiran Manusia Yang Terkontanimasi oleh Kebencian dan Keserakahan Yang Pekat.

KEPOLOSAN ANAK BAGAIKAN AIR

Di dalam proses pertumbuhan manusia, seiring dengan umur yang bertambah  setiap tahun, suasana hati (pikiran ) juga kian rumit. Kesadaran setelah lahir dan KONSEP yang telah berubah berangsur-angsur terbentuk di dalam masyarakat serta terkontaminasi oleh berbagai macam kebiasaan yang kurang baik, hal tersebut sedikit demi sedikit tanpa terasa telah merongrong kemurnian dan kebaikan pembawaan kita sejak lahir. Masa kanak-kanak yang bagaikan emas itu telah berlalu menjadi kenangan, sifat kepolosan bagaikan air dari kanak-kanak itu juga sirna bersama.

Hari demi hari, tahun demi tahun, waktu berlalu bagaikan air yang sedang mengalir, jika tidak ada jodoh ( kamma ) Buddha Dhamma yakni dengan LATIHAN PENGEMBANGAN BATHIN  , orang tidak akan mengenal arti sesungguhnya dari kehidupan, maka seiring dengan waktu, kemurnian dan ketulusan dari manusia itu akan hilang untuk selama-lamanya.

Masyarakat orang awam kebanyakan terganggu oleh nama dan keuntungan, merasa cemas akan untung rugi pribadi, sibuk setiap hari, kian hari kian apatis, berangsur-angsur mengikis habis ketulusan dan kemurnian yang pada awalnya eksis itu.

Kebanyakan orang sibuk dengan membabi buta di dalam ketidak-mengertian, tak henti-hentinya mencari kebahagiaan kian kemari, tetapi justru telah memandang hambar dan melupakan ketulusan dan kemurnian hati ( pikiran )yang pernah dimiliki, melupakan bahwa memiliki hati tulus dan murni yang sederhana merupakan suatu hal yang paling menggembirakan.

Teringat semasa kecil dulu, ada seorang anak gadis cilik yang merupakan anak tunggal tetangga saya. Setiap hari ia berjalan kaki pergi ke sekolah. Pada suatu pagi hari cuaca kurang baik, awan berangsur-angsur menjadi tebal, hingga sore hari ketika pulang sekolah angin mulai bertiup kencang, tak lama kemudian muncul petir dan suara halilintar di atas angkasa, kelihatannya segera akan turun hujan lebat.

Ibu gadis itu sangat khawatir anak gadisnya menjadi ketakutan karena gelegar petir, bahkan khawatir anaknya akan tersambar petir, maka dia bergegas membawa payung dan jas hujan menelusuri jalanan yang setiap hari dilalui oleh anak gadisnya ke sekolah untuk mencari anaknya.

Ketika ibu yang penuh kecemasan ini menjumpai anak gadisnya, ia melihat anak gadis itu berekspresi tenang-tenang, dengan sangat santai berjalan di jalanan. Dan setiap kali ketika muncul kilatan di atas langit, gadis kecil itu akan menghentikan langkah kaki, mengangkat kepala menengok ke atas langit serta menampilkan senyuman.

Ibu tersebut melihat pemandangan ini menjadi sangat heran sekali, tak tertahankan dia memanggil anak gadisnya dan bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan?”. Dengan bersungguh-sungguh gadis kecil itu menjawab, “Tadi langit hendak memotret diriku, maka saya harus menampilkan senyuman!”

Setelah pulang sampai di rumah, ibu tersebut dengan sangat serius berkata pada anak gadisnya itu, “Keadaan seperti tadi itu sangatlah berbahaya, lain kali kesempatan jika kamu menjumpai petir dan halilintar lagi, kamu harus segera berlari pulang ke rumah”.

Dengan nada tidak terima, anak gadis itu menjawab, “Nenek pernah bertutur kepada saya, petir dan halilintar hanya menyambar orang-orang jahat, bukan orang yang baik. Saya adalah orang baik, saya tidak takut. Orang jahatlah yang seharusnya takut! Mengapa saya harus seperti orang dewasa bergegas-gegas pulang ke rumah? Saya bisa berjalan ke rumah dengan santai”.

Dari sini terlihat nyata sekali, hati anak gadis kecil ini polos bagaikan air, oleh karena kesederhanaan dan keelokan ini, maka dia hidup jauh lebih gembira dan santai jika dibandingkan dengan ibunya.

Jika dipikir secara teliti, bagi orang yang benar-benar jahat walaupun berlari sangat kencang pun, dia tidak akan bisa menghindari hukuman tersambar oleh petir, karena orang baik berhati murni, mengapa dia tidak boleh berjalan santai pulang ke rumah?

Kata-kata yang diucapkan oleh gadis itu sungguh sangat beralasan sekali! Seseorang jika benar bisa mempertahankan kesederhanaan dan kemurnian alami, maka dapat dipastikan bahwa kehidupannya akan sangat gembira dan santai, jauh dari segala kerisauan!

Semoga Bermanfaat

 _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 02 March 2010, 10:46:32 AM
Bro change,saya minta maaf jika ada kata2 saya yang salah,seperti kata anda,kita semua tidak terlepas dari kesalahan.._/\_

Saya rasa Kainyn,saya dan beberapa member disini mempunyai alasan tersendiri dalam mengemukan pendapat kami[dan saya rasa anda setuju setiap orang berhak mengeluarkan pendapat,berhak mengkritik dan dikritik,menolak dan menerima,karena berasal dari sudut pandang masing2..]..Dan saya rasa kami tidak dalam otoritas untuk "menjatuhkan" yang seperti anda "kira" tersebut,dari semua postingan yang saya baca begitu lah analisis saya..

Ini untuk selingan mempertegas apa yang saya lakukan,mari kita renungkan dan baca sejenak,saya kutip dari Dhammapada Atthakantha

Bab VI-PANDITA VAGGA (Orang Bijaksana)

Syair 77 (VI:1. Kisah Bhikkhu Radha)

Radha adalah seorang brahmana miskin yang tinggal di vihara. Ia hanya melakukan sedikit pelayanan untuk para bhikkhu. Atas pelayanannya ia memperoleh makanan, pakaian dan kebutuhan lainnya. Tidak ada seorang pun yang mendorongnya menjadi seorang bhikkhu, meskipun ia mempunyai keinginan yang besar untuk menjadi bhikkhu.

Suatu hari, ketika hari menjelang pagi. Sang Buddha mengamati dunia dengan kemampuan batin luar biasa-Nya. Dilihat-Nya brahmana tua itu mempunyai kesempatan untuk mencapai tingkat kesucian arahat.

Paginya, Sang Buddha pergi menemui brahmin tua itu dan mengetahui bahwa para bhikkhu di vihara tersebut tidak menginginkan brahmin tua itu bergabung dalam pasamuan bhikkhu.

Sang Buddha mengundang para bhikkhu dan bertanya,"Apakah ada di antara para bhikkhu di sini yang mengingat hal baik yang pernah dilakukan oleh orang tua ini ?"

Atas pertanyaan ini Yang Ariya Sariputta menjawab "Bhante, saya mengingat satu peristiwa ketika orang tua itu memberikan sesendok nasi kepada saya."

"Jika demikian," Sang Buddha berkata, "Tidakkah seharusnya kamu menolong dermawan itu untuk membebaskannya dari penderitaan hidup?"

Yang Ariya Sariputta setuju untuk menjadikan orang tua itu sebagai seorang bhikkhu dan kemudian menerima sebagaimana mestinya. Yang Ariya Sariputta membimbing bhikkhu tua itu dan bhikkhu tua itu mengikutinya dengan sungguh-sungguh. Dalam waktu beberapa hari, bhikkhu tua itu telah mencapai tingkat kesucian Arahat.

Ketika Sang Buddha datang untuk menemui para bhikkhu, mereka melaporkan bagaimana tekunnya bhikkhu tua itu mengikuti bimbingan Yang Ariya Sariputta. Kepada mereka, Sang Buddha menjawab bahwa para bhikkhu seharusnya mudah dibimbing seperti Radha dan tidak marah ketika mendapat celaan atas kesalahan atau kegagalannya.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 76 berikut ini :

"Seandainya seseorang bertemu orang bijaksana yang mau menunjukkan dan memberitahukan kesalahan-kesalahannya seperti orang yang menunjukkan harta karun, hendaknya ia bergaul dengan orang bijaksana itu. Sungguh baik dan tidak tercela bergaul dengan orang yang bijaksana."

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 02 March 2010, 11:00:33 AM
Syair 77 (VI:2. Kisah Bhikkhu Asaji Dan Punabbasuka)

Bhikkhu Assaji dan Punabbasuka bersama dengan lima ratus orang muridnya tinggal di desa Kitagiri. Ketika bertempat tinggal di desa itu, mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara menanam bunga dan pohon buah-buahan untuk kepentingan mereka. Jadi mereka melanggar peraturan dasar bagi kehidupan para bhikkhu.

Setelah Sang Buddha mendengar hal itu, Beliau mengirimkan dua orang siswa utama-Nya, Sariputta dan Maha Moggallana, untuk menghentikan perbuatan mereka yang tidak patut. Kepada kedua siswa utama-Nya Sang Buddha berkata,"Katakan kepada para bhikkhu itu, jangan merusak keyakinan dan kemurahan hati umat awam dengan perbuatan yang tidak patut. Jika mereka tidak patuh, paksalah mereka untuk keluar dari vihara, jangan ragu-ragu untuk melakukan seperti apa yang telah saya katakan kepadamu. Hanya orang bodoh tidak menyukai orang yang memberikan nasehat baik dan melarang berbuat jahat."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 77 berikut :

"Biarlah ia memberi nasehat, petunjuk, dan melarang apa yang tidak baik, orang bijaksana akan dicintai oleh orang yang baik dan dijauhi oleh orang yang jahat."
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 02 March 2010, 11:02:49 AM
Syair 63 (V:4. Kisah Dua Orang Pencopet)

Suatu ketika dua orang pencopet bersama-sama dengan sekelompok umat awam pergi ke Vihara Jetavana. Di sana Sang Buddha sedang memberikan khotbah. Satu di antara mereka mendengarkan dengan penuh perhatian dan mencapai tingkat kesucian sotapatti.

Tetapi pencopet satunya lagi tidak memperhatikan khotbah yang disampaikan karena ia hanya berpikir untuk mencuri sesuatu. Ia mengatur cara untuk mengambil sejumlah uang dari salah seorang umat.

Setelah khotbah berakhir mereka pulang dan memasak makan siangnya di rumah pencopet kedua, pencopet yang sudah mengatur cara untuk mengambil sejumlah uang tersebut. Istri dari pencopet kedua mencela pencopet pertama: "Kamu sangat tidak bijaksana, mengapa kamu tidak mempunyai sesuatu untuk dimasak di rumahmu."

Mendengar pernyataan tersebut, pencopet pertama berpikir,"Orang ini sangat bodoh, dia berpikir bahwa dia menjadi sangat bijaksana." Kemudian bersama-sama dengan keluarganya, ia menghadap Sang Buddha dan menceritakan apa yang telah terjadi pada dirinya.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 63 berikut :

"Bila orang bodoh dapat menyadari kebodohannya, maka ia dapat dikatakan bijaksana; tetapi orang bodoh yang menganggap dirinya bijaksana, sesungguhnya dialah yang disebut orang bodoh."

Semua keluarga pencopet pertama tersebut mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 02 March 2010, 11:03:03 AM
Syair 64 (V:5. Kisah Udayi Thera)

Udayi Thera sering mengunjungi, dan duduk di atas tempat duduk, di mana para thera terpelajar duduk pada waktu menyampaikan khotbah. Pada suatu kesempatan, beberapa bhikkhu tamu menyangka bahwa ia adalah seorang thera yang terpelajar, dan mereka mengajukan beberapa pertanyaan tentang lima kelompok unsur khandha. Udayi Thera tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, sebab beliau tidak mengerti sama sekali tentang Dhamma.

Para bhikkhu tamu sangat terkejut menemukan seseorang yang tinggal dalam satu vihara dengan Sang Buddha hanya mengetahui sedikit saja tentang khandha dan ayatana (dasar indria dan objek indria).

Kepada para bhikkhu tamu itu Sang Buddha menerangkan keadaan Udayi Thera dalam syair 64 berikut ini :

"Orang bodoh, walaupun selama hidupnya bergaul dengan orang bijaksana, tetap tidak akan mengerti Dhamma, bagaikan sendok yang tidak dapat merasakan rasa sayur."
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 02 March 2010, 11:03:48 AM
Syair 73-74 (V:14. Kisah Citta, Seorang Perumah Tangga)

Citta, seorang perumah tangga, suatu hari berjumpa dengan Mahanama Thera, salah seorang dari lima bhikkhu pertama (Pancavaggiya), yang sedang berpindapatta, dan mengundang thera tersebut ke rumahnya.

Di sana, ia mendanakan makanan kepada thera tersebut dan setelah mendengarkan khotbah yang disampaikan oleh Mahanama Thera, Citta mencapai tingkat kesucian sotapatti.

Kemudian, Citta membangun sebuah vihara di kebun mangganya. Di sana, ia memenuhi kebutuhan semua bhikkhu yang datang ke viharanya dan bhikkhu Suddhamma tinggal di tempat itu.

Suatu hari, dua orang murid utama Sang Buddha, Y.A. Sariputta dan Y.A. Maha Moggallana, datang ke vihara tersebut. Setelah mendengarkan khotbah yang disampaikan oleh Y.A. Sariputta, Citta mencapai tingkat kesucian anagami.

Kemudian, ia mengundang dua murid utama Sang Buddha tersebut ke rumahnya untuk menerima dana makan esok hari. Ia juga mengundang bhikkhu Suddhamma, tetapi beliau menolak dengan marah dan berkata,"Kamu mengundangku setelah mengundang dua bhikkhu tersebut."

Citta mengundang kembali undangannya, tetapi undangan tersebut ditolak. Walaupun demikian, bhikkhu Sudhamma pergi ke rumah Citta pagi-pagi keesokan harinya. Ketika dipersilakan masuk, Sudhamma menolak dan berkata bahwa dia tidak akan duduk karena dia sedang berpindapatta.

Ketika dia melihat makanan yang didanakan kepada dua orang murid utama Sang Buddha, dia sangat iri dan tidak dapat menahan kemarahannya. Dia mencaci Citta dan berkata, "Aku tidak ingin tinggal lebih lama di viharamu!", dan meninggalkan rumah tersebut dengan penuh kemarahan.

Dari sana, dia mengunjungi Sang Buddha dan melaporkan segala yang telah terjadi. Kepadanya, Sang Buddha berkata,"Kamu telah menghina seorang umat awam yang berdana dengan penuh keyakinan dan kemurahan hati. Kamu lebih baik kembali ke sana dan mengakui kesalahanmu." Sudhamma melakukan apa yang telah dikatakan oleh Sang Buddha, tetapi Citta tidak menghiraukan; maka dia kembali menghadap Sang Buddha untuk kedua kalinya. Sang Buddha, mengetahui bahwa kesombongan Sudhamma telah berkurang pada waktu itu. Kemudian Beliau berkata, "Anakku, seorang bhikkhu yang baik seharusnya tidak mempunyai ikatan; seorang bhikkhu yang baik seharusnya tidak terikat dengan berkata, ‘ini adalah viharaku, ini tempatku, dan ini adalah muridku,?dan sebagainya, dengan berpikir demikian keterikatan dan kesombongan akan bertambah."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 73 dan 74 berikut ini :

"Seorang bhikkhu yang bodoh menginginkan ketenaran yang keliru, ingin menonjol di antara para bhikkhu, ingin berkuasa dalam vihara-vihara, dan ingin dihormati oleh semua keluarga."

"Biarlah umat awam dan para bhikkhu berpikir bahwa hal ini hanya dilakukan olehku; dalam semua pekerjaan besar atau kecil mereka menunjuk diriku," demikianlah ambisi bhikkhu yang bodoh itu; dan keinginan serta kesombongannya pun terus bertambah.


Setelah khotbah Dhamma itu berakhir, Sudhamma pergi ke rumah Citta, dan pada saat itu mereka dapat berdamai. Dalam waktu tidak beberapa lama, Sudhamma mencapai tingkat kesucian arahat.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 02 March 2010, 11:07:11 AM
Syair 75 (V:15. Kisah Samanera Tissa Yang Berdiam Di Hutan)

Tissa adalah seorang putra hartawan dari Savatthi. Ayahnya biasa memberi dana makanan kepada Murid Utama Sang Buddha, Sariputta Thera di rumahnya.

Ketika masih kecil Tissa sering berjumpa dengan Murid Utama pada setiap kesempatan. Pada umur 7 tahun ia menjadi seorang samanera di bawah bimbingan Sariputta Thera. Ketika ia tinggal di Vihara Jetavana, banyak teman dan saudara-saudaranya yang mengunjunginya, membawa pemberian/hadiah dan dana. Samanera berpikir bahwa kunjungan ini sangat menjemukan.

Setelah mempelajari salah satu obyek meditasi, ia pergi ke sebuah vihara yang terletak di dalam hutan. Setiap kali penduduk mendanakan sesuatu, Tissa hanya berkata " Semoga kamu berbahagia, bebas dari penderitaan," (Sukhita hotha, dukkha muccatha), dan kemudian ia berlalu.

Ketika tinggal di vihara dalam hutan, ia tekun dan rajin berlatih meditasi, dan pada akhir bulan ketiga ia mencapai tingkat kesucian arahat.

Setelah selesai masa vassa, Y.A. Sariputta ditemani oleh Y.A. Maha Moggallana dan beberapa orang bhikkhu senior datang mengunjungi Samananera Tissa, dengan seizin Sang Buddha.

Seluruh penduduk desa hadir untuk menyambut Y.A. Sariputta bersama rombongan 4.000 bhikkhu. Mereka juga memohon agar Y.A. Sariputta berkenan menyampaikan khotbah, tetapi murid utama tersebut meminta muridnya, Samanera Tissa, untuk menyampaikan khotbah kepada penduduk desa.

Para penduduk desa, berkata bahwa guru mereka, Samanera Tissa, hanya dapat berkata, "Semoga anda berbahagia, bebas dari penderitaan," dan mohon kepada Y.A. Sariputta untuk menugaskan bhikkhu yang lain.

Tetapi Y.A. Sariputta tetap meminta Samanera Tissa untuk memberikan khotbah Dhamma, dan berkata kepada Tissa, "Tissa, berkatalah kepada mereka tentang Dhamma dan tunjukkan kepada mereka bagaimana mencapai kebahagiaan dan bagaimana bebas dari penderitaan."

Untuk memenuhi permintaan gurunya, Samanera Tissa pergi ke tempat khusus untuk menyampaikan khotbah Dhamma. Ia menjelaskan kepada para penduduk desa, arti kelompok kehidupan (khandha), landasan indria dan obyek indria (ayatana), faktor-faktor menuju Penerangan/Pencerahan Sempurna (Bodhipakkhiya Dhamma), jalan menuju kesucian arahat dan nibbana, dan sebagainya. Akhirnya, ia menjelaskan,"Siapa saja yang mencapai tingkat kesucian arahat akan terbebas dari semua penderitaan dan mencapai ‘kedamaian sempurna? sementara yang lainnya masih berputar-putar pada lingkaran tumimbal lahir (samsara)."

Y.A. Sariputta memuji Tissa telah menyampaikan khotbah Dhamma dengan baik.

Fajar mulai menyingsing ketika ia menyelesaikan uraiannya, dan seluruh penduduk desa sangat terpesona. Beberapa dari mereka terkejut karena Samanera Tissa memahami Dhamma dengan baik, tetapi mereka juga merasa tidak puas karena pada awalnya ia hanya sedikit mengajarkan Dhamma kepada mereka; sedangkan yang lain merasa bahagia mengetahui samanera tersebut sangat terpelajar dan merasa bahwa mereka sangat beruntung Samanera Tissa berada di antara mereka.

Sang Buddha, dengan kemampuan batin luar biasa-Nya, melihat dari Vihara Jetavana bahwa timbul dua kelompok penduduk desa, kemudian Beliau menampakkan diri; untuk menjernihkan kesalahpahaman yang ada.

Sang Buddha hadir ketika para penduduk desa sedang menyiapkan makanan untuk para bhikkhu. Maka, mereka mempunyai kesempatan untuk berdana makanan kepada Sang Buddha. Setelah bersantap, Sang Buddha berkata kepada para penduduk desa,"O umat awam, kamu semua sangat beruntung memiliki Samanera Tissa di antara kalian. Karena dengan kehadirannya di sini, Aku, murid-murid utama-Ku, bhikkhu-bhikkhu senior dan banyak bhikkhu lainnya saat ini hadir mengunjungi kalian." Kata-kata ini menyadarkan para penduduk desa bagaimana beruntungnya mereka bersama Samanera Tissa dan mereka sangat puas.

Sang Buddha kemudian menyampaikan khotbah kepada para penduduk desa dan para bhikkhu, dan pada akhirnya, beberapa dari mereka mencapai tingkat kesucian sotapatti.

Selesai menyampaikan khotbah, Sang Buddha pulang kembali ke Vihara Jetavana. Sore harinya, para bhikkhu memuji Samanera Tissa di hadapan Sang Buddha, "Bhante, Samanera Tissa telah melakukan sesuatu yang tidak mudah; meskipun ia telah memperoleh pemberian dan dana dari orang-orang Savatthi, tetapi meninggalkannya dan pergi hidup sederhana di dalam hutan."

Kepada mereka Sang Buddha menjelaskan, "Para bhikkhu, seorang bhikkhu, apakah ia tinggal di desa ataupun di kota, seharusnya hidup tidak mengharapkan pemberian dan dana. Jika seorang bhikkhu meninggalkan semua keuntungan keduniawian dan rajin melaksanakan Dhamma, maka ia pasti akan mencapai tingkat kesucian arahat."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 75 berikut :

"Ada jalan lain menuju pada keuntungan duniawi, dan ada jalan lain yang menuju ke Nibbana. Setelah menyadari hal ini dengan jelas, hendaklah seseorang bhikkhu siswa Sang Buddha tidak bergembira dalam hal-hal duniawi, tetapi mengembangkan pembebasan diri."
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 02 March 2010, 11:29:14 AM
Dari kutipan2 tersebut, kesimpulan apa saja yang diambil, Bro Riky?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 02 March 2010, 11:39:25 AM
 [at] Bro Kainyn

Menurut pendapat saya,saya mengutip beberapa syair didalam Dhammapada untuk menunjukan bahwa kritikan dan celaan merupakan hal yang wajar,tidak lah perlu ditanggapi dengan sangat "membombandir",membela habisan2[nanti kita mirip FPI],kita ini umat Buddhis yang disuruh bersikap kritis yang sudah tercantum didalam Kalama Sutta,saya rasa umat Buddhis harus ingat bahwa Bhikkhu,Samanera,Upasaka semuanya adalah manusia yang diliputi oleh kegelapan batin,walau harus diakui bahwa kegelapan batin masing2 individu berbeda,ada yang debunya sudah membutakan mata,ada yang debunya hanya membuat orang tersebut susah melihat,ada yang debunya sedikit...

Saya rasa kritikan2 yang dilontarkan disini bukan untuk menjatuhkan "siapapun" atau "vihara" manapun yang berkaitan,ini adalah forum diskusi,bertanya,menjawab,mengklarifikasikan,bukanlah ajang siapa yang paling benar dan siapa yang paling salah..Walau kebenaran ditunjukan tepat di hidung kita masing2 belum tentu kita mau mengakui itu sebagai kebenaran[seperti sutta tentang Cacing&Kotoran kesayangannya]..

Berkenanan dengan beberapa member yang menggangap saya sebagai orang yang terlalu mengkritik orang lain padahal TIDAK TAHU DIRI dalam melihat kesalahan diri sendiri,saya meminta maaf,tetapi saya mengkritik didasari oleh fakta,dan cinta kasih saya terhadap berlangsung Buddha Dhamma..

Saya tidak paham dengan pandangan beberapa orang ,karena ketika sebuah pernyataan di tuliskan maka muncul "penafsiran" by herself/himself..

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: CHANGE on 02 March 2010, 04:45:39 PM
Bro change,saya minta maaf jika ada kata2 saya yang salah,seperti kata anda,kita semua tidak terlepas dari kesalahan.._/\_

Saya rasa Kainyn,saya dan beberapa member disini mempunyai alasan tersendiri dalam mengemukan pendapat kami[dan saya rasa anda setuju setiap orang berhak mengeluarkan pendapat,berhak mengkritik dan dikritik,menolak dan menerima,karena berasal dari sudut pandang masing2..]..Dan saya rasa kami tidak dalam otoritas untuk "menjatuhkan" yang seperti anda "kira" tersebut,dari semua postingan yang saya baca begitu lah analisis saya..

Ini untuk selingan mempertegas apa yang saya lakukan,mari kita renungkan dan baca sejenak,saya kutip dari Dhammapada Atthakantha

Anumodana _/\_

Saling berbagi adalah sikap yang terpuji, karena anda memberikan kutipan yang sangat bagus dari Dhammapada Atthakatha, saya juga berbagi yang menurut saya pribadi cukup bagus dari artikel cerita. Artinya saling memberikan yang terbaik dan bermanfaat untuk sesama adalah perilaku yang dihargai .

 _/\_

Memang, ketika orang ( kita )  melakukan kesalahan itu adalah wajar, HANYA SAJA, bisakah kita senantiasa bisa belajar dari kesalahan itu, mengambil hikmah dari setiap langkah-langkah yang keliru atau salah dengan tidak mengulangi atau memperbaikinya.

Inilah proses yang semestinya dilalui orang yang berwatak pembelajar untuk menuju pribadi yang dikagumi dan bijaksana. Kesalahan, memang bukan untuk ditakutkan apalagi direncanakan, kesalahan adalah sebuah pembelajaran berharga dalam kehidupan kita.

Dalam perjalanan kehidupan ini, kita mungkin kerap melihat kesalahan orang lain dibanding dengan bercermin pada diri kita sendiri. “Kuman diseberang lautan tampak sementara gajak dipelupuk mata tak tampak.” Begitulah sifat yang barangkali masih kita miliki. Kita, begitu jelas melihat kesalahan orang lain. Tetapi menutup mata,telinga dan pikiran kita untuk melihat kesalahan sendiri. Dan, mungkin kesalahan terbesar kita adalah membiarkan kesalahan itu berlanjut. Ada satu cerita yang cukup menarik untuk disimak.

LIHATLAH KE DALAM DIRI KITA

Alkisah dicerita hujan sedang membasahi sebuah kota sunyi di pinggiran ibukota. Angin kencang serta gemuruh kilat yang menyambar, membuat suasana kian mencekam. Tidak lama setelah hujan turun dengan deras, terlihat butiran-butiran air hujan mulai mengenangi selokan dan tumpah sedikit demi sedikit ke jalanan. Kian lama kian banyak air hujan yang tumpah ke jalan tersebut sehingga genangan-genangan air pun mulai tampak di setiap sisi jalan di kota itu. Dan banjir pun telah menghampiri kota tersebut.

Setelah kejadian di kota sunyi tersebut, diatas sana terlihat awan dan angin sedang berdiskusi hebat. Mereka saling menyalahkan atas kejadian banjir yang terjadi pada kota sunyit tersebut kemarin.

"Wahai awan yang congkak, coba kau lihat hasil perbuatan mu, karena ke congkakan mu lah engkau menghasilkan air yang begitu banyak sehingga mengakibatkan banjir di kota sunyi tersebut, apakah kau tidak malu atas perbuatan mu?" kata angin kepada awan

"Bukan kah engkau, yang mendorong butiran - butiran air di badan ku, sehingga butiran-butiran air tersebut menyirami kota tersebut" kata awan dengan lantangnya

Mereka masih berdebat dan mempertahankan pendapatnya masing-masing. Tak jauh dari mereka terlihat burung elang yang melihat percakapan mereka dan menghampirinya.

"Wahai angin dan awan, ada masalah apakah sehingga begitu tegangnya wajah kalian jika ku lihat?" tanya sang elang

Mereka pun menjelaskan pokok masalah nya kepada elang, dan dengan tersenyum elang pun menjawab dengan bijaknya
"Masalah yang kalian hadapi hanya masalah kecil saja, namun ego kalian lah yang membuatnya menjadi besar" Kata elang menjelaskan

"Dengarkan lah wahai saudaraku, sebelum kalian saling menyalahkan, kenapa kalian tidak melihat kedalam diri anda terlebih dahulu, bukan saling menyalahkan? " Lanjut sang elang " Yang kalian lakukan hanya sebuah proses yang saling berkaitan, dan tidak ada salahnya atas perbuatan kalian berdua, angin mendorong awan untuk membuat hujan, dan awan menurunkan butiran-butiran air ke bumi, sehingga harusnya kalian saling mensyukuri atas karunia tersebut, bukan saling menyalahkan, apakah kalian mengerti maksud ku " jelas sang elang dengan lugasnya

Awan dan angin pun terdiam dan menyadari kesalahan mereka.

Pesan Moral :

Kadang kala kita terlalu sibuk untuk menyalahkan orang lain, tanpa pernah berintropeksi terhadap perbuatan kita sendiri. Sehingga kita lupa bahwa yang telah di kerjakan orang lain ke kita adalah berkat yang besar buat kita, karena kita terbiasa untuk memanjakan ego kita, dan memaksa orang lain untuk menuruti kemauan kita, walaupun tanpa kita sadari yang telah kita lakukan adalah kesalahan. Mari mulai saat ini, sebelum menyalahkan orang lain, ada baiknya kita mengintropeksi diri kita, apakah perbuatan kita telah benar dan tidak merugikan orang lain, karena seyogyanya insan bijak harus berani mengkritik diri sendiri sebelum mengkritik orang dan di kritik orang lain .

Kata yang bermanfaat :

Manusia baik adalah manusia yang tahu kesalahannya, yang kemudian memperbaikinya.
Manusia yang buruk adalah manusia yang tahu kesalahannya namun tidak mau memperbaikinya.
Manusia yang bodoh adalah yang tidak tahu kesalahannya sendiri dan tidak mau merubah dirinya sendiri.
Jadilah manusia yang terbaik yaitu yang dapat memberikan manfaat untuk diri sendiri dan orang lain.

Semoga Bermanfaat

 _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 02 March 2010, 04:58:45 PM
Dari beberapa halaman diskusi, saya ambil rangkuman sementara.

Penyebaran dhamma ada 2 jenis, tergantung niatnya.
1. Yang mementingkan banyaknya "umat Buddha"
2. Yang mementingkan tersampaikannya Buddha-dhamma.
Ini adalah pilihan masing-masing, tetapi di sini fokus saya adalah yang nomor 2 karena alasan sederhana: dhamma menyangkut pengertian, bukan status. Kelangsungan dhamma bergantung pada orang yang menjalankan dhamma dengan pengertian, bukan dari orang yang tidak tahu apa-apa dengan status "Buddhist", walaupun jumlahnya 1000x lipat.

Jika penyebaran dhamma dilakukan oleh bhikkhu, maka harus sesuai vinaya yang berlaku. Acara yang ditampilkan di hadapan bhikkhu pun harus sesuai dengan vinaya.

Jika penyebaran dhamma bukan oleh bhikkhu, maka ditinjau dari "daya tarik" ada 2 paham:
1. Yang menggunakan hal-hal menyenangkan indera
2. Yang tidak menggunakan hal-hal menyenangkan indera

Di sini saya menolak yang pertama dengan alasan:
i. Dhamma adalah berkenaan dengan pelepasan, bukan penambahan keinginan inderawi. Ini mutlak, kecuali ada yang bisa berikan referensi lain. Bukan berarti para perumahtangga tidak boleh menikmati kesenangan inderawi yang diperoleh dengan cara benar, tetapi intinya tetap pada pelepasan, baik sedikit demi sedikit, maupun langsung.

ii. Daya tarik demikian adalah menarik bagi penikmat dunia, namun tidak menarik sama sekali bagi orang bijaksana. Dengan acara-acara demikian, justru orang bijaksana akan menjauh dari dhamma.

iii. Hal-hal kontroversial di sutta yang dilakukan Buddha berlawanan dengan vinaya, adalah karena Buddha mengetahui dengan pasti hasilnya. Hasil tersebut tidak diketahui oleh seorang Agga-savaka sekalipun, apalagi puthujjana. Saya yakin sekarang ini dalam Tradisi Theravada, tidak muncul yang lebih baik dari Agga-savaka. Karena itu, sebaiknya mengambil yang "konvensional" saja, walaupun tentunya tidak konservatif berlebihan, misalnya terhadap penggunaan teknologi.

Bagi yang ingin menambahkan atau berpendapat lain, silahkan.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 02 March 2010, 05:03:18 PM
 [at]  Riky & CHANGE

Kembali saya katakan, di sini kita tidak menentukan ini "halal" atau "haram", tetapi kita bahas mengapa yang ini kita setujui, mengapa yang lain tidak. Saya menentukan hal-hal yang saya setujui juga sebetulnya tidak ada efeknya karena saya memang tidak berurusan dengan instansi agama Buddha mana pun. Namun prinsip-prinsip itulah yang secara pribadi saya pegang dalam mengenalkan dhamma, terlepas dari benar atau tidaknya.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 02 March 2010, 08:32:51 PM
Salah satu kelemahan ajaran Buddha adalah tenggang rasa, dan dengan mengatasnamakan tenggang rasa itu maka apabila ada aliran yang menyimpang di biarkan, ada sutra yang dipalsukan di biarkan, sehingga itu menjadi kebiasaan dan menjangkiti kesemua elemen buddhism sehingga ya beginilah wajah Buddhism suka atau tidak suka harus diterima, penyebaran dhamma dengan cara2 yang "katanya" modern lah dengan berbagai macam alasan dan pembenaran dengan mudahnya diterima oleh mereka karena "katanya" harus begitu demi menjaring umat dan "mungkin" menarik dana demi kelangsungan hidup vihara atau bhikkhunya.
sepertinya memang buddhism hanya sebatas begini ya ;D
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 02 March 2010, 09:03:58 PM
saya no comment lagi bro Change..

 [at] Bro Kainyn

Thanks ya Bro! :)

Anumodana _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 03 March 2010, 11:34:13 AM
Salah satu kelemahan ajaran Buddha adalah tenggang rasa, dan dengan mengatasnamakan tenggang rasa itu maka apabila ada aliran yang menyimpang di biarkan, ada sutra yang dipalsukan di biarkan, sehingga itu menjadi kebiasaan dan menjangkiti kesemua elemen buddhism sehingga ya beginilah wajah Buddhism suka atau tidak suka harus diterima, penyebaran dhamma dengan cara2 yang "katanya" modern lah dengan berbagai macam alasan dan pembenaran dengan mudahnya diterima oleh mereka karena "katanya" harus begitu demi menjaring umat dan "mungkin" menarik dana demi kelangsungan hidup vihara atau bhikkhunya.
sepertinya memang buddhism hanya sebatas begini ya ;D

Sebetulnya sikap tenggang rasa atau sikap tidak toleran yang tidak didasari pengertian, adalah bentuk ekstremitas yang keluar dari "jalan tengah". Ketika kita menerima atau menolak satu cara/tradisi/budaya, harus dimengerti mengapa itu diterima, dan mengapa itu ditolak.
Misalnya kisah 'mantra' untuk orang bersin (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,11406.msg196334.html#msg196334) yang diperbolehkan, namun dengan pengertian benar. Tetapi ada juga cara/tradisi/budaya yang ditolak seperti pembagian kasta karena kelahiran. Hal itu tidak diakui oleh Buddha dan banyak sekali sutta yang menjelaskannya.

Di masyarakat umumnya, hanya mau tahu hasil akhir saja, tidak peduli dengan pengertian. Agama Buddha memperbolehkan pakai patung, maka semua pakai patung, tetapi belum tentu tahu makna di balik patung. Sementara di 'tetangga' ada yang menolak makanan bekas sembahyang, seolah-olah bisa masuk neraka kalau makan. Mereka tidak memiliki pengertian dari agama dan kitabnya sendiri, hanya membuta saja. Oleh karena itu jugalah maka saya mendukung penyebaran dhamma yang landasannya adalah pengertian, bukan "banyak-banyakan". Justru semakin banyak suara "sumbang" dari orang yang tidak mengerti, pengertian dhamma lebih gampang dibelokkan.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: dhammadinna on 03 March 2010, 12:13:57 PM
^ ^ ^ Mungkin OOT dikit, Bro Kainyn, mantra untuk orang bersin seperti apa ya? untuk apa ya?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: g.citra on 03 March 2010, 12:50:24 PM
Quote
Salah satu kelemahan ajaran Buddha adalah tenggang rasa, dan dengan mengatasnamakan tenggang rasa itu maka apabila ada aliran yang menyimpang di biarkan, ada sutra yang dipalsukan di biarkan, sehingga itu menjadi kebiasaan dan menjangkiti kesemua elemen buddhism sehingga ya beginilah wajah Buddhism suka atau tidak suka harus diterima, penyebaran dhamma dengan cara2 yang "katanya" modern lah dengan berbagai macam alasan dan pembenaran dengan mudahnya diterima oleh mereka karena "katanya" harus begitu demi menjaring umat dan "mungkin" menarik dana demi kelangsungan hidup vihara atau bhikkhunya.

Ikut kasih pendapat ...
Tenggang rasa timbul karena berbagai sebab yang mendasari ... Salah 1-nya adalah karena 'telah mengerti' ...
Lain halnya dengan melihat sesuatu dengan "apa adanya" karena telah mengerti ... Itu yang sulit ... Dan itu bukan kelemahan ataupun kelebihan (yang sebatas penilaian terhadap orang tertentu) ...
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 03 March 2010, 02:14:25 PM
^ ^ ^ Mungkin OOT dikit, Bro Kainyn, mantra untuk orang bersin seperti apa ya? untuk apa ya?

Saya Co-Pas:

[...]
Ada kisah di mana ketika buddha sedang memberikan khotbah kepada para bhikkhu, Buddha bersin. Menurut kepercayaan orang-orang dulu, kalau bersin itu berarti "roh"-nya meninggalkan tubuhnya dan bisa menyebabkan umur pendek/kematian, maka ketika ada orang bersin, mereka "memantrai" dengan ucapan "semoga panjang umur". Kebiasaan ini juga ada di mana-mana sampai sekarang, di mana orang barat sering berkata "Bless you!" ketika ada orang bersin. (Di Jerman, "mantranya" adalah "Gesundheit!" yang mengharapkan agar sehat selalu.)

Kemudian Buddha bertanya kepada para bhikkhu tersebut, "apakah ungkapan 'semoga panjang umur' yang ditujukan kepada orang bersin bisa menyebabkan orang itu hidup atau mati?" Para bhikkhu menjawab, "tidak". Inilah pengertian benar yang diajarkan Buddha kepada para murid.

Lalu bagaimana dengan kebiasaan masyarakat yang demikian? Buddha menetapkan aturan yang memperbolehkan bhikkhu ketika bersin dan didoakan "panjang umur", membalas dengan "semoga anda juga panjang umur" sesuai adat yang berlaku. Inilah sikap Buddha terhadap kebiasaan, adat, tradisi dan budaya.

Jadi sebagai umat Buddha, kita harus memiliki pengertian yang benar tentang ajaran Buddha. Di samping itu, tidaklah perlu menjajah budaya orang lain, tidak perlu melakukan hal-hal ekstrim seperti penghancuran simbol-simbol, dan lain-lain yang tidak bermanfaat.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: CHANGE on 03 March 2010, 02:47:48 PM
Cara yang sesuai untuk penyebaran Dhamma secara keseluruhan ? “Seandainya” saya berpikir secara “Idealis”, maka saya akan berpikir cara penyebaran Dhamma yang sesuai ( ? ) dan baik ( ? ) akan memberikan hasil optimal ( minimal bukan minoritas ) misalnya :

1.   Kualitas tercapai, sehingga “kemurnian” Dhamma dan Vinaya terjaga.
2.   Kuantitas tercapai, sehingga menciptakan suatu kondisi dan situasi yang mendukung perkembangan tanpa menodai “kemurnian” Dhamma dan Vinaya.

Tentu berpikir “idealis” tidak segampang memberikan hasil seperti “membalikkan telapak tangan” karena begitu banyak kendala yang selalu berubah, maka yang kita hadapi adalah berpikir “Realistis”, tentu ini pasti bukan masalah mudah dan gampang. Karena setiap tindakan yang dilakukan selalu memberikan “konsekuensi” yang harus diterima baik secara langsung maupun tidak langsung yakni konsekuensi baik atau buruk ataupun stagnan, dan mungkin tidak menghasilkan dua-duanya.

Karena ini adalah suatu pengandaian, maka yang ingin  ditanyakan adalah bagaimana cara yang sesuai dalam penyebaran Dhamma sehingga dapat menjembatan-i kualitas dan kuantitas ( neraca yang seimbang ) dengan konsekuansi baik yang dominan ?

 _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 03 March 2010, 05:22:23 PM
Cara yang sesuai untuk penyebaran Dhamma secara keseluruhan ? “Seandainya” saya berpikir secara “Idealis”, maka saya akan berpikir cara penyebaran Dhamma yang sesuai ( ? ) dan baik ( ? ) akan memberikan hasil optimal ( minimal bukan minoritas ) misalnya :

1.   Kualitas tercapai, sehingga “kemurnian” Dhamma dan Vinaya terjaga.
2.   Kuantitas tercapai, sehingga menciptakan suatu kondisi dan situasi yang mendukung perkembangan tanpa menodai “kemurnian” Dhamma dan Vinaya.

Tentu berpikir “idealis” tidak segampang memberikan hasil seperti “membalikkan telapak tangan” karena begitu banyak kendala yang selalu berubah, maka yang kita hadapi adalah berpikir “Realistis”, tentu ini pasti bukan masalah mudah dan gampang. Karena setiap tindakan yang dilakukan selalu memberikan “konsekuensi” yang harus diterima baik secara langsung maupun tidak langsung yakni konsekuensi baik atau buruk ataupun stagnan, dan mungkin tidak menghasilkan dua-duanya.

Karena ini adalah suatu pengandaian, maka yang ingin  ditanyakan adalah bagaimana cara yang sesuai dalam penyebaran Dhamma sehingga dapat menjembatan-i kualitas dan kuantitas ( neraca yang seimbang ) dengan konsekuansi baik yang dominan ?

 _/\_


Saya kira kalau masalah kuantitas adalah persoalan yang menerima ajaran. Kita lihat Buddha sendiri berpengetahuan sempurna akan dhamma dan bathin orang lain, mengajar di masyarakat yang kondisi spiritualnya masih baik, namun tetap tidak bisa membuat semua orang mengerti. Bahkan masih ada juga yang antipati.
Sekarang kita di sini, pengetahuan dhamma pas-pas-an apa adanya hanya dari kitab suci (yang belum tentu kita sendiri memahami sepenuhnya), tidak punya kemampuan membaca bathin orang lain, terbatas dalam hal keahlian dan kecakapan mengajar, ada di jaman kemerosotan moral, kira-kira bagaimana perbandingannya? Saya bukan mau bersikap pesimis, tetapi realistis saja. Hal-hal seperti "kebijaksanaan orang lain" tidak bisa kita atur. Kita hanya bisa mengembangkan kebijaksanaan di diri sendiri dan membagikannya dengan cara sebaik mungkin ke orang lain. Tidak lebih dari itu.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: BobbyXu on 22 March 2010, 11:52:08 PM
Menyebarkan dhamma menggunakan bukti, berarti bukan asal modal ngomong alias bacot doang, selain itu agama Buddhist sangatlah logis jadi pasti bisa menjawab permasalahan teman - teman, selain itu mengajak teman agama Buddhist ktp ke vihara agar faith atau keyakinan mereka semakin kuat, jangan dibiarkan, jangan biarkan mereka terjerumus kedalam moha yang ada diagama lain...
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: chen83 on 23 March 2010, 08:31:46 AM
yang dalam batas wibawa donk.  ;D
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 23 March 2010, 08:45:57 AM
Menyebarkan dhamma menggunakan bukti, berarti bukan asal modal ngomong alias bacot doang, selain itu agama Buddhist sangatlah logis jadi pasti bisa menjawab permasalahan teman - teman, selain itu mengajak teman agama Buddhist ktp ke vihara agar faith atau keyakinan mereka semakin kuat, jangan dibiarkan, jangan biarkan mereka terjerumus kedalam moha yang ada diagama lain...

Betul Ajaran Buddha mengarahkan orang agar berpikir yang masuk akal, tetapi keliru kalau mengatakan semuanya bisa dibuktikan. Misalnya hukum kamma dan tumimbal lahir. Itu adalah kepercayaan dan bergantung pada kecocokan. Bagi yang memiliki kemampuan khusus, memang bisa membuktikan, namun hanya sebatas untuk diri sendiri, bukan orang lain.

Agama Buddha juga bukan untuk "menyelesaikan masalah". Jika berpromosi demikian, maka akan memeluk Ajaran Buddha hanya sebagai pelarian, dan lebih parahnya lagi, kalau tidak berhasil, pasti langsung pindah agama lain. Ajaran Buddha adalah untuk membentuk pola pikir seseorang, bagaimana seorang menyikapi kenyataan dalam hidup, menyadari segala perubahan. 

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Riky_dave on 23 March 2010, 10:00:13 AM
berhati2 lah...ada orang yang mengaku sebagai Buddhist,tetapi menekan pada aspek KEYAKINAN/KEPERCAYAAN atau KEPERCAYAAN MEMBABI BUTA?

aspek kepercayaan tanpa dasar,dengan ilmu pengetahuan nihil...berbahaya...hati2 lah..orang2 semacam ini sangat dikagumi dan di elu2kan oleh kaum mereka...

anda tidak bisa berdiskusi dengan orang semacam ini,karena ketika anda menyinggung konsep mereka,maka mereka akan melontarkan jurus tersakti mereka yaitu "ini adalah keyakinan saya,bla bla bla.."
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Forte on 23 March 2010, 10:06:16 AM
berhati2 lah...ada orang yang mengaku sebagai Buddhist,tetapi menekan pada aspek KEYAKINAN/KEPERCAYAAN atau KEPERCAYAAN MEMBABI BUTA?

aspek kepercayaan tanpa dasar,dengan ilmu pengetahuan nihil...berbahaya...hati2 lah..orang2 semacam ini sangat dikagumi dan di elu2kan oleh kaum mereka...

anda tidak bisa berdiskusi dengan orang semacam ini,karena ketika anda menyinggung konsep mereka,maka mereka akan melontarkan jurus tersakti mereka yaitu "ini adalah keyakinan saya,bla bla bla.."
dan hati2lah.. ada orang yang mengaku BUDDHIST.. dan suka mengumbar KALAMA SUTTA, OBJEK ITU NETRAL, SYAIR DHAMMAPADA.. namun ketika hinaan itu ditujukan kepadanya.. dia tidak bisa menerimanya.. dan cenderung mengeluh..
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: BobbyXu on 23 March 2010, 11:48:04 PM
berhati2 lah...ada orang yang mengaku sebagai Buddhist,tetapi menekan pada aspek KEYAKINAN/KEPERCAYAAN atau KEPERCAYAAN MEMBABI BUTA?

aspek kepercayaan tanpa dasar,dengan ilmu pengetahuan nihil...berbahaya...hati2 lah..orang2 semacam ini sangat dikagumi dan di elu2kan oleh kaum mereka...

anda tidak bisa berdiskusi dengan orang semacam ini,karena ketika anda menyinggung konsep mereka,maka mereka akan melontarkan jurus tersakti mereka yaitu "ini adalah keyakinan saya,bla bla bla.."
dan hati2lah.. ada orang yang mengaku BUDDHIST.. dan suka mengumbar KALAMA SUTTA, OBJEK ITU NETRAL, SYAIR DHAMMAPADA.. namun ketika hinaan itu ditujukan kepadanya.. dia tidak bisa menerimanya.. dan cenderung mengeluh..

Emang beneran ada bro orang kayak gini? Wah - wah...
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: markosprawira on 24 March 2010, 11:46:25 AM
banyak bro....... justru kita bs belajar dari mereka agar kita tidak berbuat seperti itu

bhw hendaknya teori berjalan bersamaan dengan praktek.... bahkan ada sharing dari bhikkhu di myanmar sana, bahwa jika mereka sedang "buntu" dengan vipassana maka guru mereka akan menyuruh mereka utk buka2 teori lagi

setelah lebih jelas, baru lanjut vipassana...... demikianlah hendaknya praktek dan teori bisa saling mengisi
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: kusalaputto on 24 March 2010, 11:47:32 AM
berhati2 lah...ada orang yang mengaku sebagai Buddhist,tetapi menekan pada aspek KEYAKINAN/KEPERCAYAAN atau KEPERCAYAAN MEMBABI BUTA?

aspek kepercayaan tanpa dasar,dengan ilmu pengetahuan nihil...berbahaya...hati2 lah..orang2 semacam ini sangat dikagumi dan di elu2kan oleh kaum mereka...

anda tidak bisa berdiskusi dengan orang semacam ini,karena ketika anda menyinggung konsep mereka,maka mereka akan melontarkan jurus tersakti mereka yaitu "ini adalah keyakinan saya,bla bla bla.."
dan hati2lah.. ada orang yang mengaku BUDDHIST.. dan suka mengumbar KALAMA SUTTA, OBJEK ITU NETRAL, SYAIR DHAMMAPADA.. namun ketika hinaan itu ditujukan kepadanya.. dia tidak bisa menerimanya.. dan cenderung mengeluh..

Emang beneran ada bro orang kayak gini? Wah - wah...
jgn ditanya jangan di cari bro bobby biar diskusi tetap berjalan lancar =)) =)) =))
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: sukuhong on 25 March 2010, 09:32:33 AM
berhati2 lah...ada orang yang mengaku sebagai Buddhist,tetapi menekan pada aspek KEYAKINAN/KEPERCAYAAN atau KEPERCAYAAN MEMBABI BUTA?

aspek kepercayaan tanpa dasar,dengan ilmu pengetahuan nihil...berbahaya...hati2 lah..orang2 semacam ini sangat dikagumi dan di elu2kan oleh kaum mereka...

anda tidak bisa berdiskusi dengan orang semacam ini,karena ketika anda menyinggung konsep mereka,maka mereka akan melontarkan jurus tersakti mereka yaitu "ini adalah keyakinan saya,bla bla bla.."
dan hati2lah.. ada orang yang mengaku BUDDHIST.. dan suka mengumbar KALAMA SUTTA, OBJEK ITU NETRAL, SYAIR DHAMMAPADA.. namun ketika hinaan itu ditujukan kepadanya.. dia tidak bisa menerimanya.. dan cenderung mengeluh..

bukan hanya ada orang ........, tetapi model begini lumayan BANYAK, termasuk para member yang disini.
namanya juga manusia LDM masih tebal, kikis harus pelan2.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: johan3000 on 05 October 2010, 02:03:57 PM
ada yg tau Dhammagosa itu apa ya ? spt konser musik... tapi punya Buddhist...
kalau utk umat (bukan bikhu, bukhuni).. silahkan boleh konser music begitu ?

gimana dgn lagu Buddhist ?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: rooney on 05 October 2010, 02:09:32 PM
Kalo sendratari mungkin masih bisa ditolerir. Kalo nyanyi lagu jadi suatu kebiasaan, rasanya hal tersebut sudah melenceng...
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 05 October 2010, 02:14:57 PM
ada yg tau Dhammagosa itu apa ya ? spt konser musik... tapi punya Buddhist...
kalau utk umat (bukan bikhu, bukhuni).. silahkan boleh konser music begitu ?

gimana dgn lagu Buddhist ?

Untuk umat, Buddha tidak menerapkan aturan untuk tidak bermusik. Tetapi ketika atthasila, salah satu sila yang dijalankan memang tidak bermusik. Tujuannya adalah untuk melatih diri melepaskan kemelekatan.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: coecoed on 05 October 2010, 02:21:42 PM
karena ketidak-mengertian fungsi dan tujuan kualitas apa yang hendak dicapai, sehingga hal ini menimbulkan perdebatan secara harafiah dan jasmaniah saja.
lain halnya dalam kekeristenan,sebagian besar mereka mengerti hal ini.

sahabat umat
coeda, the believer
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: morpheus on 05 October 2010, 02:26:00 PM
karena ketidak-mengertian fungsi dan tujuan kualitas apa yang hendak dicapai, sehingga hal ini menimbulkan perdebatan secara harafiah dan jasmaniah saja.
lain halnya dalam kekeristenan,sebagian besar mereka mengerti hal ini.
ah ndak juga. saya sering mendenger gereja anu bilang baptis dia lebih valid dibanding gereja laen, soalnya baptis dia pake diceburin sedangken gereja lain dikepretin aer doang... imo, kekr****nan lebih parah.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: rooney on 05 October 2010, 02:33:29 PM
Ckckck... Begitulah ajaran yang simpang siur... ^-^
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: coecoed on 05 October 2010, 02:37:11 PM
ah ndak juga. saya sering mendenger gereja anu bilang baptis dia lebih valid dibanding gereja laen, soalnya baptis dia pake diceburin sedangken gereja lain dikepretin aer doang... imo, kekr****nan lebih parah.

klo dalam hal ini sederhana saja jawabannya....

Mat 3:16  Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya,
17  lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan."

sahabat diskusi
coeda, the believer
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 05 October 2010, 02:37:38 PM
karena ketidak-mengertian fungsi dan tujuan kualitas apa yang hendak dicapai, sehingga hal ini menimbulkan perdebatan secara harafiah dan jasmaniah saja.
lain halnya dalam kekeristenan,sebagian besar mereka mengerti hal ini.

sahabat umat
coeda, the believer
Tolong baca topiknya.

Dhammatainment, Lagu "rohani" Buddhis, Bhiksu "Hip-hop", semuanya dikatakan dengan dalih penyebaran Agama Buddha. Menurut rekan-rekan DC, apa batasannya penyebaran Agama Buddha dilakukan dengan pantas?


<Topik ini "terinspirasi" dari forum tetangga yang TS-nya mungkin member sini juga.>


No Junk, Please!
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 05 October 2010, 02:42:48 PM
karena ketidak-mengertian fungsi dan tujuan kualitas apa yang hendak dicapai, sehingga hal ini menimbulkan perdebatan secara harafiah dan jasmaniah saja.
lain halnya dalam kekeristenan,sebagian besar mereka mengerti hal ini.
ah ndak juga. saya sering mendenger gereja anu bilang baptis dia lebih valid dibanding gereja laen, soalnya baptis dia pake diceburin sedangken gereja lain dikepretin aer doang... imo, kekr****nan lebih parah.

Kebanyakan Injili sangat membatasi penggunaan band (drum, gitar listrik, bass), dan lebih mengutamakan menggunakan piano/keyboard atau gitar akustik saja. Baptisnya juga boleh yang kepret2, guyur, atau selam. Paham mereka, yang penting adalah roh yang membaptis, bukan airnya.
Kalau kharismatik, penggunaan drum atau band yang bisa mengganggu tetangga tetap OK. Baptisnya kebanyakan harus selam.

Kalau katak dalam tempurung bilangnya di Kr1sten semua kompak.

OK BTT.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: coecoed on 05 October 2010, 02:43:56 PM
no junk, there is my explanation.....
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 05 October 2010, 02:45:06 PM
no junk, there is my explanation.....
Your explanation itself is junk.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: coecoed on 05 October 2010, 03:07:22 PM
baiklah...  :backtotopic:

saya berikan perenungan buat teman-teman umat yang bijaksana,
mengapa lantunan sutta atau sutra dilakukan?


coeda, the believer
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 05 October 2010, 03:15:55 PM
kalau soal kekr****nan, yang aye tau yang paling bener tuh saksi yehova, children of god =))
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: morpheus on 05 October 2010, 03:16:34 PM
klo dalam hal ini sederhana saja jawabannya....

Mat 3:16  Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya,
17  lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan."
saya gak minta jawaban anda...
tolong anda kasih tau aja ke rekan2 gereja yang saling berseteru tersebut agar mereka tidak berdebat secara harafiah dan jasminiah belaka...
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 05 October 2010, 03:19:43 PM
kalau soal kekr****nan, yang aye tau yang paling bener tuh saksi yehova, children of god =))
OOT :D
Gegabah sekali. Sudah jelas-jelas Mormon paling benar.

BTT!!
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: coecoed on 05 October 2010, 03:20:52 PM
ok... ok..... !

baiklah...  :backtotopic:

saya berikan perenungan buat teman-teman umat yang bijaksana,
mengapa lantunan sutta atau sutra dilakukan?


coeda, the believer
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: morpheus on 05 October 2010, 03:33:41 PM
kalau soal kekr****nan, yang aye tau yang paling bener tuh saksi yehova, children of god =))
OOT :D
Gegabah sekali. Sudah jelas-jelas Mormon paling benar.

BTT!!

jadi inget jokenya ajahn brahm:

Quote
I was walking across a bridge one day, and I saw a man standing on the edge, about to jump. I ran over and said: "Stop. Don't do it."

"Why shouldn't I?" he asked.

"Well, there's so much to live for!"

"Like what?"

"Are you religious?"

He said: "Yes."

I said: "Me too. Are you Christian or Buddhist?"

"Christian."

"Me too. Are you Catholic or Protestant?"

"Protestant."

"Me too. Are you Episcopalian or Baptist?"

"Baptist."

"Wow. Me too. Are you Baptist Church of God or Baptist Church of the Lord?"

"Baptist Church of God."

"Me too. Are you original Baptist Church of God, or are you Reformed Baptist Church of God?"

"Reformed Baptist Church of God."

"Me too. Are you Reformed Baptist Church of God, Reformation of 1879, or Reformed Baptist Church of God, Reformation of 1915?"

He said: "Reformed Baptist Church of God, Reformation of 1915."

I said: "Die, heretic scum," and pushed him off.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: dhammadinna on 06 October 2010, 11:28:16 AM
^ ^ ^ bisa dijelaskan tujuan Ajahn Brahm menceritakan joke tersebut? IMHO, bisa menimbulkan kesalahpahaman.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: morpheus on 06 October 2010, 11:43:21 AM
joke itu menggambarkan sebanyak apapun persamaannya, selalu ada perbedaan yg bisa dijadikan alasan untuk mengkotak2an diri dan mengunggulkan eksklusifitas kotaknya.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: fabian c on 06 October 2010, 09:32:46 PM
Sebanyak apapun perbedaan, selalu ada persamaan yang bisa dijadikan alasan untuk mensinkretiskan ajaran.... dan mengunggulkan sinkretismenya...
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: M14ka on 23 March 2011, 11:50:12 AM
Dhammatainment, Lagu "rohani" Buddhis, Bhiksu "Hip-hop", semuanya dikatakan dengan dalih penyebaran Agama Buddha. Menurut rekan-rekan DC, apa batasannya penyebaran Agama Buddha dilakukan dengan pantas?


<Topik ini "terinspirasi" dari forum tetangga yang TS-nya mungkin member sini juga.>


No Junk, Please!

 _/\_ Maaf saya up lagi thread ini.... soalnya baru baca (link yg dikasi kk indra).... cuma mau tanya aja pendapat senior2 bagaimana dengan mantra2 yg dilagukan, seperti Ta pei cou, Amitabha....Thankyou...(Ato buat thread baru ya?)
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: bodhi on 23 March 2011, 12:15:30 PM
di bahas donk M14ka  :P
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 23 March 2011, 12:19:18 PM
_/\_ Maaf saya up lagi thread ini.... soalnya baru baca (link yg dikasi kk indra).... cuma mau tanya aja pendapat senior2 bagaimana dengan mantra2 yg dilagukan, seperti Ta pei cou, Amitabha....Thankyou...(Ato buat thread baru ya?)


mungkin sebaiknya buat thread baru karena mantra2 yg anda tanyakan itu bukan bagian dari thread ini. ini sepertinya dikhususkan untuk pembahasan dari sudut pandang Theravada sesuai Boardnya, sedangkan mantra2 itu dari Mahayana
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: johan3000 on 24 March 2011, 06:45:10 AM
Dhammatainment, Lagu "rohani" Buddhis, Bhiksu "Hip-hop", semuanya dikatakan dengan dalih penyebaran Agama Buddha. Menurut rekan-rekan DC, apa batasannya penyebaran Agama Buddha dilakukan dengan pantas?


<Topik ini "terinspirasi" dari forum tetangga yang TS-nya mungkin member sini juga.>


No Junk, Please!

selain tolak ukur kepantasan,
apakah juga penting tolak ukur dari hasil ?

apakah dgn cara baru, banyak umat yg berubah menjadi baik ? hasil kan juga penting tohhh...
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 March 2011, 08:32:34 AM
selain tolak ukur kepantasan,
apakah juga penting tolak ukur dari hasil ?

apakah dgn cara baru, banyak umat yg berubah menjadi baik ? hasil kan juga penting tohhh...
Saya pernah singgung bahwa banyak orang datang bukan berarti banyak orang belajar dhamma. Seperti saya pernah menghadiri ceramah Bhante Uttamo yang diminati karena banyak gurauan, di situ ramainya luar biasa. Tapi setelah selesai, setiap saya 'menguping', orang hanya membicarakan gurauannya saja, tidak ada yang membahas dhamma yang disampaikan.

Spoiler: ShowHide
Ini bukan berarti saya tidak setuju dengan cara penyampaian Bhante Uttamo -karena menurut saya, wajar-wajar saja berceramah dengan suasana santai- tapi menunjukkan bahwa banyak orang hadir tidak jadi jaminan orang belajar dhamma, bisa saja hanya melihat sebagai hiburan.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: M14ka on 24 March 2011, 09:24:34 AM
^
Apakah dalam gurauan itu tidak terdapat pesan yang tersampaikan kk?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 March 2011, 09:26:46 AM
^
Apakah dalam gurauan itu tidak terdapat pesan yang tersampaikan kk?
Justru sebetulnya banyak pesan yang disampaikan. Tapi karena memang banyak orang ke sana demi 'hiburan' bukan demi 'dhamma', maka yang dicari dan ditangkap adalah hiburannya, bukan pesannya.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: riveamaretta on 24 March 2011, 12:35:34 PM
Justru sebetulnya banyak pesan yang disampaikan. Tapi karena memang banyak orang ke sana demi 'hiburan' bukan demi 'dhamma', maka yang dicari dan ditangkap adalah hiburannya, bukan pesannya.

sayang sekali .. :(
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 24 March 2011, 01:04:19 PM
sayang sekali .. :(
Jangan disayangkan, memang demikian adanya.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: riveamaretta on 02 April 2011, 08:50:52 AM
Jangan disayangkan, memang demikian adanya.

Ama Bhante.. :-[
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: adi lim on 02 April 2011, 09:00:06 AM
Ama Bhante.. :-[

Bhante --> guru  :yes:
Bhante --> Bhikkhu  [-X
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: riveamaretta on 02 April 2011, 09:16:31 AM
Bhante --> guru  :yes:
Bhante --> Bhikkhu  [-X

yach2..juskid aja..hehe
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: adi lim on 02 April 2011, 12:04:53 PM
yach2..juskid aja..hehe

 :jempol:
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sostradanie on 14 June 2011, 12:14:15 PM
Cara ekstrem yang dilakukan traktor lubis termasuk cara yang tepatkah untuk melakukan penyebaran dhamma?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: wang ai lie on 14 June 2011, 01:09:09 PM
Cara ekstrem yang dilakukan traktor lubis termasuk cara yang tepatkah untuk melakukan penyebaran dhamma?

kalau dilihat secara pribadi saya sis memang agak kurang tepat, karena tidak semua orang dapat mencerna apa yang ingin dia sampaikan, saya jadi ingat kata2 buddha yang di tulis di sutta, sampaikanlah dhamma yang indah(baik) pada permulaan,  indah(baik) pada pertengahan,  indah(baik) pada akhir. dalam artian yang saya tangkap tidak secara extrim

mohon di koreksi sis, maklum gampang lupa saya  ;D
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 14 June 2011, 01:57:51 PM
Cara ekstrem yang dilakukan traktor lubis termasuk cara yang tepatkah untuk melakukan penyebaran dhamma?
Kalau penyebaran dhamma, saya biasa ikut panduan dari Anguttara Nikaya:
-Dijelaskan secara masuk akal; bertahap; berdasarkan kasih; tidak untuk menyindir orang lain; dan tidak demi keuntungan duniawi.

Kalau saya pribadi menilai caranya bro Traktor tidak salah, tapi rentan pada faktor 'kasih' dan 'menyindir orang lain', terutama kepada orang berlainan agama yang mungkin menyinggung kita.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sostradanie on 14 June 2011, 02:26:44 PM
Ananda berarti cocok untuk jadi topik hot. Ananda karena ditawarkan bidadari maka melanjutkan perjuangannya untuk mencapai arahat. Buat judul menarik: Dengan nafsu ketertarikan pada lawan jenis bisa mencapai kesucian.

Dan tidak ada yang salah jika mencari penganut dengan membagikan uang ataupun beras, ataupun dengan acara penari dengan setengah seksi sebagai penarik orang buat datang untuk mendengarkan dhamma.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 14 June 2011, 02:46:32 PM
Ananda berarti cocok untuk jadi topik hot. Ananda karena ditawarkan bidadari maka melanjutkan perjuangannya untuk mencapai arahat. Buat judul menarik: Dengan nafsu ketertarikan pada lawan jenis bisa mencapai kesucian.
Maksudnya "Nanda"? Nanda tidak berjuang demi bidadari, tapi karena rasa malunya. Tidaklah mungkin seseorang melepas kemelekatan dengan mengejarnya.


Quote
Dan tidak ada yang salah jika mencari penganut dengan membagikan uang ataupun beras, ataupun dengan acara penari dengan setengah seksi sebagai penarik orang buat datang untuk mendengarkan dhamma.
Kalau yang dari AN itu, lebih ke arah niat/pikiran si penyebar dhamma. Kalau untuk cara-caranya, itu yang kita bicarakan di sini. Untuk yang 'seksi' itu menurut saya tidak sesuai karena dhamma adalah tentang pelepasan, bukan memupuk kemelekatan.

Kalau dengan uang atau beras, menurut saya bukan soal sesuai/tidak, tapi caranya tidak efisien. Dhamma adalah pemahaman. Sama saja seperti, "nih, saya kasih duit/beras, jadilah kamu pintar!" Hal ini tidak bisa terjadi.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sostradanie on 14 June 2011, 02:59:40 PM
Maksudnya "Nanda"? Nanda tidak berjuang demi bidadari, tapi karena rasa malunya. Tidaklah mungkin seseorang melepas kemelekatan dengan mengejarnya.

Kalau yang dari AN itu, lebih ke arah niat/pikiran si penyebar dhamma. Kalau untuk cara-caranya, itu yang kita bicarakan di sini. Untuk yang 'seksi' itu menurut saya tidak sesuai karena dhamma adalah tentang pelepasan, bukan memupuk kemelekatan.

Kalau dengan uang atau beras, menurut saya bukan soal sesuai/tidak, tapi caranya tidak efisien. Dhamma adalah pemahaman. Sama saja seperti, "nih, saya kasih duit/beras, jadilah kamu pintar!" Hal ini tidak bisa terjadi.

Penjelasan bukankah bisa kemudian. Yang penting orang tertarik dulu, namanya saja bertahap. Dan so pasti didukung niat baik.
Jadi seperti nanda itu, bisa diceritakan lagi lebih detail kemudian-nya. Yang penting menarik dulu.Kalau sudah menarik dari awal-nya dan banyak yang datang maka sudah banyak kemungkinan yang akan tertolong dengan mendengarkan dhamma.

Sudah hukum-nya bahwa yang membuat LDM tambah besar akan berbondong-bondong dicari orang. Coba survei pengunjung situs porno besar mana dengan situs agama? Sangat jauh sekali bedanya. Dan apa salahnya memanfaatkan situasi yang ada. Ini tidak ada bedanya dengan mencerahkan pelacur dengan pergi ke sarang pelacur.

Karena jaman semakin canggih jadi segala sesuatu harus dirubah sesuai jaman. Yang penting didukung niat baik.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: wang ai lie on 14 June 2011, 03:01:59 PM
Penjelasan bukankah bisa kemudian. Yang penting orang tertarik dulu, namanya saja bertahap. Dan so pasti didukung niat baik.
Jadi seperti nanda itu, bisa diceritakan lagi lebih detail kemudian-nya. Yang penting menarik dulu.Kalau sudah menarik dari awal-nya dan banyak yang datang maka sudah banyak kemungkinan yang akan tertolong dengan mendengarkan dhamma.

Sudah hukum-nya bahwa yang membuat LDM tambah besar akan berbondong-bondong dicari orang. Coba survei pengunjung situs porno besar mana dengan situs agama? Sangat jauh sekali bedanya. Dan apa salahnya memanfaatkan situasi yang ada. Ini tidak ada bedanya dengan mencerahkan pelacur dengan pergi ke sarang pelacur.

Karena jaman semakin canggih jadi segala sesuatu harus dirubah sesuai jaman. Yang penting didukung niat baik.

maaf sis masukan sedikit, tadi saya coba masuk ke yang bagian porno, ternyata isinya tidak porno dan itu hanya menjebak para pencari film porno, biar kesal  _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 14 June 2011, 03:12:25 PM
Penjelasan bukankah bisa kemudian. Yang penting orang tertarik dulu, namanya saja bertahap. Dan so pasti didukung niat baik.
Jadi seperti nanda itu, bisa diceritakan lagi lebih detail kemudian-nya. Yang penting menarik dulu.Kalau sudah menarik dari awal-nya dan banyak yang datang maka sudah banyak kemungkinan yang akan tertolong dengan mendengarkan dhamma.
Yang "Nanda" dulu. Hal seperti itu hanya dilakukan oleh seorang Buddha yang bisa memahami kecenderungan orang lain. Jadi itu bukan untuk ditiru oleh orang-orang yang tidak kompeten, karena bisa-bisa malah menjerumuskan orang atau bahkan diri sendiri.

"Yang penting orang tertarik." Orang seperti apa yang ditarik? Tulisan tertentu menarik orang type tertentu. Sekarang apakah orang bijaksana akan tertarik pada judul yang tidak bijaksana? Misalnya, apakah orang dengan indera terjaga akan tertarik dengan konser dhamma wanita seksi? Tentu tidak. Tapi mungkin saja akan menarik bagi orang yang tidak menjaga inderanya. Kembali lagi, apakah orang yang sedang tidak menjaga inderanya, hanyut dalam nafsunya, memiliki kondisi sesuai untuk belajar dhamma?


Quote
Sudah hukum-nya bahwa yang membuat LDM tambah besar akan berbondong-bondong dicari orang. Coba survei pengunjung situs porno besar mana dengan situs agama? Sangat jauh sekali bedanya. Dan apa salahnya memanfaatkan situasi yang ada. Ini tidak ada bedanya dengan mencerahkan pelacur dengan pergi ke sarang pelacur.

Karena jaman semakin canggih jadi segala sesuatu harus dirubah sesuai jaman. Yang penting didukung niat baik.
Niat baik tanpa kebijaksanaan itu 'kan seperti orang yang menolong kepiting dengan membiarkan jarinya dicapit. Apa yang bisa kita sampaikan, kita sampaikan. Tapi kita tidak bisa memaksa orang memahami dan mengikuti cara berpikir kita.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: wang ai lie on 14 June 2011, 03:18:10 PM
dalam arti apakah se extrim2 nya suatu wacana atau makalah kita seharusnya menilai dengan seimbang bro, sisi positif di ambil, sedang sisi negatif di tinggalkan, dan kita memberi masukan terhadap sisi extrim dengan halus pula bukan di balas dengan cara extrim. apakah begitu bro
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sostradanie on 14 June 2011, 03:24:40 PM
maaf sis masukan sedikit, tadi saya coba masuk ke yang bagian porno, ternyata isinya tidak porno dan itu hanya menjebak para pencari film porno, biar kesal  _/\_
Apakah bro melihat saya mengetikkan bahwa isi-nya itu porno?? Saya tidak ada mengatakan isi-nya porno.
Bro tidak tahu yang namanya trik marketing? Sama seperti seminar motivasi yang sering dibuat orang. Atau pemasaran produk. Rata-rata menggunakan cara itu.

Contoh:
-Dapatkan sebuah berlian senilai 10jt rupiah gratis hanya dengan membeli sebuah roti.
-Ikuti seminar XXX bagaimana membeli sebuah rumah dengan gratis.

Apakah mereka berbohong? Tidak...tapi ada data yang digelapkan.Banyak yang tertarik ingin tahu? Banyak....

Apakah trik itu dipakai dengan menulis kata sedikit miring sehingga orang tertarik, tapi ternyata isinya berbeda.?Dengan mengetik kata bokep, dan karena pengunjung terbanyak maka jadi urutan yang teratas sehingga di klik orang. Ternyata isinya ajaran agama gaya baru.

Memang tiap pikiran orang beda, dan punya cara yang berbeda. Tapi bagi saya dhamma itu isi-nya memang indah. Jadi tidak perlu trik-trik begituan untuk mengenalkan dhamma kepada orang.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 14 June 2011, 03:25:37 PM
dalam arti apakah se extrim2 nya suatu wacana atau makalah kita seharusnya menilai dengan seimbang bro, sisi positif di ambil, sedang sisi negatif di tinggalkan, dan kita memberi masukan terhadap sisi extrim dengan halus pula bukan di balas dengan cara extrim. apakah begitu bro
Betul, begitu. Mengapa pula kita mencela ekstremitas orang lain sementara kita sendiri menjadi seorang ekstremis?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: wang ai lie on 14 June 2011, 03:29:48 PM
Apakah bro melihat saya mengetikkan bahwa isi-nya itu porno?? Saya tidak ada mengatakan isi-nya porno.
Bro tidak tahu yang namanya trik marketing? Sama seperti seminar motivasi yang sering dibuat orang. Atau pemasaran produk. Rata-rata menggunakan cara itu.

Contoh:
-Dapatkan sebuah berlian senilai 10jt rupiah gratis hanya dengan membeli sebuah roti.
-Ikuti seminar XXX bagaimana membeli sebuah rumah dengan gratis.

Apakah mereka berbohong? Tidak...tapi ada data yang digelapkan.Banyak yang tertarik ingin tahu? Banyak....

Apakah trik itu dipakai dengan menulis kata sedikit miring sehingga orang tertarik, tapi ternyata isinya berbeda.?Dengan mengetik kata bokep, dan karena pengunjung terbanyak maka jadi urutan yang teratas sehingga di klik orang. Ternyata isinya ajaran agama gaya baru.

Memang tiap pikiran orang beda, dan punya cara yang berbeda. Tapi bagi saya dhamma itu isi-nya memang indah. Jadi tidak perlu trik-trik begituan untuk mengenalkan dhamma kepada orang.

maaf sis jika saya salah, memang pengetahuan saya agak kurang , mohon di maklumi _/\_
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 14 June 2011, 03:30:36 PM
Apakah bro melihat saya mengetikkan bahwa isi-nya itu porno??
Bro tidak tahu yang namanya trik marketing? Sama seperti seminar motivasi yang sering dibuat orang. Atau pemasaran produk. Rata-rata menggunakan cara itu.

Contoh:
-Dapatkan sebuah berlian senilai 10jt rupiah gratis hanya dengan membeli sebuah roti.
-Ikuti seminar XXX bagaimana membeli sebuah rumah dengan gratis.

Apakah mereka berbohong? Tidak...tapi ada data yang digelapkan.Banyak yang tertarik ingin tahu? Banyak....

Apakah trik itu dipakai dengan menulis kata sedikit miring sehingga orang tertarik, tapi ternyata isinya berbeda.?Dengan mengetik kata bokep, dan karena pengunjung terbanyak maka jadi urutan yang teratas sehingga di klik orang. Ternyata isinya ajaran agama gaya baru.

Memang tiap pikiran orang beda, dan punya cara yang berbeda. Tapi bagi saya dhamma itu isi-nya memang indah. Jadi tidak perlu trik-trik begituan untuk mengenalkan dhamma kepada orang.


Yang di-bold itu, saya setuju sekali. Kalau yakin dengan keindahan dhamma, mengapa harus pakai embel-embel ini itu? Mengapa harus memancing keserakahan atau kebencian orang lain untuk menarik? Apakah dhamma sebegitu payahnya?

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: wang ai lie on 14 June 2011, 03:41:53 PM
bener juga sis, dhamma sudah indah, tanpa di beri "label"apapun tetap indah  ;D
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 14 June 2011, 03:47:52 PM
Tulisan dari bro Traktor seperti "Lidah Lidah Celaka" menurut saya bagus. Judulnya menarik, isinya pun tidak ekstrem, dan memang membahas kenyataan apa adanya. Sungguh aneh kalau agama menyatakan niat baik seseorang bisa menjadi malapetaka hanya karena salah baca/lafal. Dengan begitu, berarti agama tidak punya manfaat dan lebih baik lakukan niat baik tanpa label agama, karena lebih aman.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sostradanie on 14 June 2011, 03:50:24 PM
maaf sis jika saya salah, memang pengetahuan saya agak kurang , mohon di maklumi _/\_
Tidak ada yang salah bro. Tiap orang bebas dengan caranya masing-masing. Saya hanya memaparkan pandangan saya terhadap dhamma. Mungkin memang saya terlalu memegang prinsip. Bahkan terlalu melekat pada dhamma, sehingga menjadi ekstrem bagi beberapa orang yang menilai.

-Bagi orang yang berpandangan dhamma adalah sebuah produk untuk dikonsumsi batin, maka itu hal yang sangat wajar sekali dilakukan. Karena produk itu baru bisa disebut laris jika dikonsumsi banyak orang. Bermutu atau tidak-nya itu urusan kedua. Yang penting laris. Bukankah sesuatu yang menyenangkan jika yang kita miliki disukai dan dipuji banyak orang?
-Bagi orang yang berpandangan dhamma adalah suatu ajaran yang bernilai dan berharga. Sehingga butuh pemahaman. Maka dia tidak akan melakukan dengan cara memasarkan produk seperti itu. Karena dengan cara seperti itu baginya dhamma menjadi sesuatu yang rendah nilainya.

Dan orang akan berdalih itu hanya label, lihat isi-nya, itu menarik, yang penting niat dll.

Tapi mungkin memang sudah jaman-nya harus berubah.
Jika tidak ada hal-hal yang mengaburkan seperti ini maka dhamma akan terlalu lama bertahan. Makin lama dhamma bertahan maka akan makin lama muncul Sang Buddha yang baru. Ini salah satu cara berpikir positif bro. Dan itulah yang terjadi dengan mengambil yang positif saja.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sostradanie on 14 June 2011, 04:51:37 PM
Tulisan dari bro Traktor seperti "Lidah Lidah Celaka" menurut saya bagus. Judulnya menarik, isinya pun tidak ekstrem, dan memang membahas kenyataan apa adanya. Sungguh aneh kalau agama menyatakan niat baik seseorang bisa menjadi malapetaka hanya karena salah baca/lafal. Dengan begitu, berarti agama tidak punya manfaat dan lebih baik lakukan niat baik tanpa label agama, karena lebih aman.

Bukan "YM" karena Kassapa di sini bukan sekadar Savaka, tapi seorang Samma Sambuddha.
Bro, boleh saya tahu kenapa saat kita berdiskusi tentang ghatikara, bro memberitahukan bahwa saya salah dalam menyebut panggilan Sang Buddha?

Dan untung juga saya tidak celaka karena salah sebut. :)

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 14 June 2011, 05:13:44 PM
Bro, boleh saya tahu kenapa saat kita berdiskusi tentang ghatikara, bro memberitahukan bahwa saya salah dalam menyebut panggilan Sang Buddha?

Dan untung juga saya tidak celaka karena salah sebut. :)
Sebetulnya memanggil Buddha dengan "Yang Mulia" atau "Guru" tidak salah, tapi biasanya "YM" itu adalah ditujukan untuk para murid, saya pikir sis tertukar dengan salah satu dari banyak mahasavaka bernama Kassapa (Maha-kassapa, Kumara Kassapa, Kassapa bersaudara {Uruvela, Nadi, Gaya}) dan berpikir "Kassapa" dalam kisah Ghatikara itu bukan seorang Samma Sambuddha. Seandainya sis kepeleset lidah dan memanggil 'baddhut' Kassapa, juga tidak akan mendapat kamma buruk, karena tidak dilakukan dengan niat menghina.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Sostradanie on 14 June 2011, 05:30:15 PM
Sebetulnya memanggil Buddha dengan "Yang Mulia" atau "Guru" tidak salah, tapi biasanya "YM" itu adalah ditujukan untuk para murid, saya pikir sis tertukar dengan salah satu dari banyak mahasavaka bernama Kassapa (Maha-kassapa, Kumara Kassapa, Kassapa bersaudara {Uruvela, Nadi, Gaya}) dan berpikir "Kassapa" dalam kisah Ghatikara itu bukan seorang Samma Sambuddha. Seandainya sis kepeleset lidah dan memanggil 'baddhut' Kassapa, juga tidak akan mendapat kamma buruk, karena tidak dilakukan dengan niat menghina.


Saat saya tulis itu saya tahu itu tentang Sang Buddha, cuma dalam tulisan lebih banyak saya tulis dengan YM. Karena saya memang tidak tahu bahwa panggilan YM itu hanya untuk para murid.

Tapi disaat bro memberitahu itu, saya tidak pernah terpikirkan bahwa salah sebut bisa celaka. Atau karena bro meralat saya maka yang memberitahu itu saya anggap sok suci atau merumit-rumitkan hal kecil. Kenapa begitu? Karena jika kita memang salah tidak ada salahnya diperbaiki. Sehingga jika saya bicara dengan orang lain, saya tidak memberikan hal yang salah kepada orang lain.

Oklah bagi saya sendiri mengerti bahwa yang saya maksud itu Sang Buddha, tapi orang lain yang tidak tahu akan berpikir itu sebagai murid. Jika saya tidak bisa menggunakan kata Pali, saya akan berusaha memaparkan dengan bahasa indonesia.
Jadi lidah itu tidak pernah membuat celaka. Karena lidah itu hanya organ tubuh. Tapi pikiran yang buat celaka.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 14 June 2011, 05:45:44 PM
Saat saya tulis itu saya tahu itu tentang Sang Buddha, cuma dalam tulisan lebih banyak saya tulis dengan YM. Karena saya memang tidak tahu bahwa panggilan YM itu hanya untuk para murid.

Tapi disaat bro memberitahu itu, saya tidak pernah terpikirkan bahwa salah sebut bisa celaka. Atau karena bro meralat saya maka yang memberitahu itu saya anggap sok suci atau merumit-rumitkan hal kecil. Kenapa begitu? Karena jika kita memang salah tidak ada salahnya diperbaiki. Sehingga jika saya bicara dengan orang lain, saya tidak memberikan hal yang salah kepada orang lain.

Oklah bagi saya sendiri mengerti bahwa yang saya maksud itu Sang Buddha, tapi orang lain yang tidak tahu akan berpikir itu sebagai murid. Jika saya tidak bisa menggunakan kata Pali, saya akan berusaha memaparkan dengan bahasa indonesia.
Jadi lidah itu tidak pernah membuat celaka. Karena lidah itu hanya organ tubuh. Tapi pikiran yang buat celaka.
Betul, di samping saya juga tidak tahu apakah sis tahu atau tidak, saya pikir tidak ada salahnya menyinggung hal tersebut agar pembaca yang belum tahu, mungkin lebih bisa terarahkan.

Ya, setuju lagi, yang mencelakakan adalah niat buruknya, bukan perbuatannya (apalagi yang tidak disengaja).
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: wang ai lie on 14 June 2011, 08:07:26 PM
Sebetulnya memanggil Buddha dengan "Yang Mulia" atau "Guru" tidak salah, tapi biasanya "YM" itu adalah ditujukan untuk para murid, saya pikir sis tertukar dengan salah satu dari banyak mahasavaka bernama Kassapa (Maha-kassapa, Kumara Kassapa, Kassapa bersaudara {Uruvela, Nadi, Gaya}) dan berpikir "Kassapa" dalam kisah Ghatikara itu bukan seorang Samma Sambuddha. Seandainya sis kepeleset lidah dan memanggil 'baddhut' Kassapa, juga tidak akan mendapat kamma buruk, karena tidak dilakukan dengan niat menghina.

apa karma pun bisa berbuah di jaman sekarang ini bro jika menyebutkan dengan tidak pantas (walau tidak sengaja) seperti yang terjadi pada boddhisatva .. siapa ya  (:hammer: lupa melulu saya) yg menjadi pelacur gara2 mengumpat seorang arahat.  yang notabene seperti sang buddha sudah mencapai nibbana?

 
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 15 June 2011, 08:56:35 AM
apa karma pun bisa berbuah di jaman sekarang ini bro jika menyebutkan dengan tidak pantas (walau tidak sengaja) seperti yang terjadi pada boddhisatva .. siapa ya  (:hammer: lupa melulu saya) yg menjadi pelacur gara2 mengumpat seorang arahat.  yang notabene seperti sang buddha sudah mencapai nibbana?

 
Maksudnya masa lalu Ambapali yang mengumpat Arahat sebagai pelacur? Kalau hal tersebut, bukan 'tidak sengaja', karena memang didorong oleh kebencian.

Kalau soal begini juga saya kurang tahu, tapi kalau menurut spekulasi saya, karma itu bisa terjadi kalau objeknya tepat. Misalnya pada kenyataannya, seorang Buddha adalah seorang petapa sejati, tapi ada orang yang mungkin salah informasi, berpikir bahwa yang namanya Buddha adalah sesosok orang yang mengumpulkan duit dari umat, punya banyak villa pribadi atas namanya, lalu orang tersebut memaki: "Buddha itu petapa palsu!", maka saya rasa dia bukan menghina 'Buddha" dalam arti sebenarnya, hanya memaki satu sosok dalam pikirannya saja. Maka ia tidak akan menerima akibat dari memaki seorang Buddha, tapi hanya sekadar akibat dari memaki badut.

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 15 June 2011, 09:09:26 AM
[wendi ovj]hmm sepertinya aku merasakan sesuatu yg aneh[/wendi ovj]
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 15 June 2011, 09:28:01 AM
[wendi ovj]hmm sepertinya aku merasakan sesuatu yg aneh[/wendi ovj]
"Ah, hanya perasaan ade saja..."
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: wang ai lie on 15 June 2011, 09:30:00 AM
[wendi ovj]hmm sepertinya aku merasakan sesuatu yg aneh[/wendi ovj]

hidung  nya peka sekali bro ryu  ;D
Title: membabarkan dhamma dalam nyanyian dan tarian
Post by: William_phang on 03 April 2012, 11:34:33 AM
Ini sebenarnya saya pisahkan dg thread tribute to Buddha legacy....krn belum ada kesimpulan terus duah di lock...

Quote from: Billy S

Tanpa mengurangi rasa hormat sedikitpun Pak William,

AN 5.209

9. Gītassarasuttaṃ

209.[cūḷava. 249] ‘‘Pañcime , bhikkhave, ādīnavā āyatakena gītassarena dhammaṃ bhaṇantassa. Katame pañca? Attanāpi tasmiṃ sare sārajjati, parepi tasmiṃ sare sārajjanti, gahapatikāpi ujjhāyanti – ‘yatheva mayaṃ gāyāma, evamevaṃ kho samaṇā sakyaputtiyā gāyantī’ti, sarakuttimpi nikāmayamānassa samādhissa bhaṅgo hoti, pacchimā janatā diṭṭhānugatiṃ āpajjati. Ime kho, bhikkhave, pañca ādīnavā āyatakena gītassarena dhammaṃ bhaṇantassā’’ti. Navamaṃ.

Memang benar ini tertulis di gitassarasuttam..
Namun setahu saya, dan mohon dikoreksi alvin apabila saya salah,
Ini adalah drama musikal yang menceritakan tentang kehidupan seseorang, bagaimana perbuatan seseorang tersebut sesuai dengan dhamma, bukan pembabaran dhamma dengan tari-tarian.

Dan apabila saya diperbolehkan memberikan sanggahan, berarti apakah dengan ini anda maksud bhikkhu Girirakkhito Mahathera telah melanggar vinaya dengan menciptakan gita - gita vihara yang hampir seluruh vihara di Indonesia memutarnya (saya yakin seluruh umat Buddha di Indonesia pernah mendengar lagu ciptaan beliau) ?


mari kita lanjutkan diskusi kita disini....
Title: Re: membabarkan dhamma dalam nyanyian dan tarian
Post by: rooney on 03 April 2012, 11:48:43 AM
Ya, pelanggaran. Kalo bukan pelanggaran, ya aktivitas yang tidak bermanfaat. Lagu-lagu di vihara dibuat dengan tujuan biar rame kayak tetangga. Melenceng..
Title: Re: membabarkan dhamma dalam nyanyian dan tarian
Post by: ryu on 03 April 2012, 11:52:23 AM
pernah di bahas di sini :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=15166.0

kalau mau saya nanti gabungkan di thread sana
Title: Re: membabarkan dhamma dalam nyanyian dan tarian
Post by: William_phang on 03 April 2012, 11:58:40 AM
pernah di bahas di sini :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=15166.0

kalau mau saya nanti gabungkan di thread sana

gabungin aja bro
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: ryu on 03 April 2012, 12:03:34 PM
gabungin aja bro
done
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: Indra on 03 April 2012, 12:28:19 PM
PROTESS .... kenapa thread yg masih aktif di-lock walaupun atas permintaan TS? bukankah dulu TS bisa me-lock threadnya sendiri, kemudian fitur itu dihilangkan agar TS tidak bisa me-lock threadnya di tengah2 diskusi. tapi kalo TS bisa meminta kepada mod untuk me-lock thread, buat apa menyusahkan mod, fungsikan aja kembali button lock itu
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 03 April 2012, 12:39:12 PM
 [at]  William

Tentang Tribute to Buddha's Legacy itu bukan pembabaran dhamma sih, tapi merupakan pertunjukkan musikal yang isinya ada muatan dhamma, jadi tidak bertentangan dengan sutta-vinaya. Sama saja misalnya ada film fiksi yang menyampaikan makna dhamma misalnya, film itu sendiri hiburan dan informasi, bukan pembabaran dhamma, tapi ada makna dhamma yang disampaikan. Itu tidaklah masalah. Tapi bagaimanapun juga, tetap film + embel2 Buddhis, tidak menjadi "Film dhamma", sama juga lagu + embel2 Buddhis tidak menjadi "Lagu dhamma".

Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: cumi polos on 03 April 2012, 12:47:44 PM
[at]  William

Tentang Tribute to Buddha's Legacy itu bukan pembabaran dhamma sih, tapi merupakan pertunjukkan musikal yang isinya ada muatan dhamma, jadi tidak bertentangan dengan sutta-vinaya. Sama saja misalnya ada film fiksi yang menyampaikan makna dhamma misalnya, film itu sendiri hiburan dan informasi, bukan pembabaran dhamma, tapi ada makna dhamma yang disampaikan. Itu tidaklah masalah. Tapi bagaimanapun juga, tetap film + embel2 Buddhis, tidak menjadi "Film dhamma", sama juga lagu + embel2 Buddhis tidak menjadi "Lagu dhamma".

kalau gw boleh protest, judul dari poster tidak menyebutkan...

musical drama........

tapi ada youth and kids perform...

ini sepertinya REMENG2, menyembunyikan sesuatu.... judul gak jelas, trus acaranya apa, siapa pembicaranya...
mohon panitia BERKATA BENAR dehhhh....

sebenarnya porsi music dramanya berapa jam? dhamma talk berapa jam ?... jadi seharusnya judulnya apa ?....

mohon panitia jawab dehhhh....

jangan di lock ya... pertanyaan belum dijawab tuhhh.... :'( :'( :'( :'(
sungguh menyiksa gw dehhhh  :'( :'( :'( :'(
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 03 April 2012, 01:09:03 PM
kalau gw boleh protest, judul dari poster tidak menyebutkan...

musical drama........

tapi ada youth and kids perform...

ini sepertinya REMENG2, menyembunyikan sesuatu.... judul gak jelas, trus acaranya apa, siapa pembicaranya...
mohon panitia BERKATA BENAR dehhhh....

sebenarnya porsi music dramanya berapa jam? dhamma talk berapa jam ?... jadi seharusnya judulnya apa ?....

mohon panitia jawab dehhhh....

jangan di lock ya... pertanyaan belum dijawab tuhhh.... :'( :'( :'( :'(
sungguh menyiksa gw dehhhh  :'( :'( :'( :'(
Kalau detailnya sih, tentu mesti ditanya sama panitianya yah. ;D Kalau saya hanya sekilas menilai sebatas drama musikal saja. Mungkin pemainnya ada remaja dan anak2 juga, jadi dibilang youth & kids itu.

Judulnya juga masih bisa diterima (menurut saya) karena menggunakan "Tribute to" (Penghargaan kepada), jadi tidak mengatakan drama musikal itu sendiri adalah 'Buddha's Legacy" atau "dhamma".
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: cumi polos on 03 April 2012, 01:25:08 PM
Kalau detailnya sih, tentu mesti ditanya sama panitianya yah. ;D Kalau saya hanya sekilas menilai sebatas drama musikal saja. Mungkin pemainnya ada remaja dan anak2 juga, jadi dibilang youth & kids itu.

Judulnya juga masih bisa diterima (menurut saya) karena menggunakan "Tribute to" (Penghargaan kepada), jadi tidak mengatakan drama musikal itu sendiri adalah 'Buddha's Legacy" atau "dhamma".

kenapa kata : musical drama

tidak ada di poster ? apakah ini cara yg baik membuat poster Buddhist ?
bagaimana tentang BERBICARA BENAR yg diajarkan sang Guru ?
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 03 April 2012, 01:49:29 PM
kenapa kata : musical drama

tidak ada di poster ? apakah ini cara yg baik membuat poster Buddhist ?
bagaimana tentang BERBICARA BENAR yg diajarkan sang Guru ?
Waduh, kalau sampai seperti kaidah2 baik dalam pembuatan poster, saya tidak tahu. Saya sendiri tidak ada hubungan dengan acara itu, juga tidak minat menghadiri.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: cumi polos on 03 April 2012, 02:05:08 PM
(http://2.bp.blogspot.com/_byFFhv_IJWk/TT3jWDeAopI/AAAAAAAAASQ/ocTadNOkAy8/s640/Faculty_Recital_2010_Poster.jpg)
Violin and piano Recital..

Waduh, kalau sampai seperti kaidah2 baik dalam pembuatan poster, saya tidak tahu. Saya sendiri tidak ada hubungan dengan acara itu, juga tidak minat menghadiri.

salah satu ajaran sang Guru... BERBICARA BENAR (baca: Tulislah dgn benar )...

kalau memang  musical drama, ya itulah yg ditulis... , jangan2 sampai poster acara ini malah kalah jelas dgn yg lain...

jangan2 dikira ada pikiran yg BENGKOK....
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 03 April 2012, 02:28:55 PM
 [at]  CumPol

Kalau dari posternya, itu seperti acara gabungan gitu, bukan hanya drama musikal, tampaknya. Mungkin ada performance lain-lain juga dan digabung ke dalam satu 'paket' yang diberi nama 'Tribute to Buddha's Legacy' tersebut. Mungkin bisa dibilang 'tidak lengkap', tapi bukan 'tidak benar'. Kalau 'tidak benar' itu misalnya bilang dapet makan malam, ternyata dapatnya hanya minuman, nah itu musavada namanya.

Di poster di bioskop, misalnya, ada juga yang sengaja memberi efek 'penasaran' bagi yang melihat, supaya berniat untuk mencari tahu lebih jauh. Nah, ini tergantung pada masing-masing yang melihat, kalau tertarik yah cari tahu, kalau tidak tertarik, jadi cuekin aja. Tidak ada yang 'salah' juga sih dengan poster begitu. Menurut saya begitu.
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: cumi polos on 03 April 2012, 02:51:17 PM
[at]  CumPol

Kalau dari posternya, itu seperti acara gabungan gitu, bukan hanya drama musikal, tampaknya. Mungkin ada performance lain-lain juga dan digabung ke dalam satu 'paket' yang diberi nama 'Tribute to Buddha's Legacy' tersebut. Mungkin bisa dibilang 'tidak lengkap', tapi bukan 'tidak benar'. Kalau 'tidak benar' itu misalnya bilang dapet makan malam, ternyata dapatnya hanya minuman, nah itu musavada namanya.

Di poster di bioskop, misalnya, ada juga yang sengaja memberi efek 'penasaran' bagi yang melihat, supaya berniat untuk mencari tahu lebih jauh. Nah, ini tergantung pada masing-masing yang melihat, kalau tertarik yah cari tahu, kalau tidak tertarik, jadi cuekin aja. Tidak ada yang 'salah' juga sih dengan poster begitu. Menurut saya begitu.

Tribute to Buddha's Legacy... sih ok lah...

kalau dibeberkan secara rinci porsi tayangan dari acara tsb akan kelihatan dehhh, masalahnya dimana...
dan dari daftar acara tsb dpt dibuatkan poster yg lebih mengkomunikatifkan pada umat awam....

mengundang sih : A, B, C.....(dahh yg penting mereka jadi pembicara atau tidak...)
jadi apa maksudnya kalau mengundang Presiden... itu tandanya acara bagus ?  (maybe!)

thx atas masukannya bro KK, tapi menurut gw poster tersebut telah gagal menampilkan cara berpikir Buddhist!

satu lagi yg umurnya >30 thn harus bayar 250rb.... (duhhh ini aturan dari mana ya?)
Title: Re: Cara Yang Sesuai Untuk Penyebaran Dhamma
Post by: K.K. on 03 April 2012, 05:05:35 PM
Tribute to Buddha's Legacy... sih ok lah...

kalau dibeberkan secara rinci porsi tayangan dari acara tsb akan kelihatan dehhh, masalahnya dimana...
dan dari daftar acara tsb dpt dibuatkan poster yg lebih mengkomunikatifkan pada umat awam....

mengundang sih : A, B, C.....(dahh yg penting mereka jadi pembicara atau tidak...)
jadi apa maksudnya kalau mengundang Presiden... itu tandanya acara bagus ?  (maybe!)

thx atas masukannya bro KK, tapi menurut gw poster tersebut telah gagal menampilkan cara berpikir Buddhist!
Di antara orang yang menikmati kenikmatan indriah, ada 2 jenis: yang ingin lepas dari kemelekatan tersebut, dan yang senantiasa mencari pemuasannya. Jadi biarlah yang mencari pelepasan mencari acara yang sesuai, dan biarlah yang mencari pemuasan juga mencari acara yang sesuai. Dengan cara ekstrem pun kita tidak bisa memberi pengertian pada orang lain.


Quote
satu lagi yg umurnya >30 thn harus bayar 250rb.... (duhhh ini aturan dari mana ya?)
Ini ada di mana yah? Saya ga lihat.