//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Dhammacitta Daily  (Read 30999 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #45 on: 04 August 2013, 12:37:53 PM »

Kisah Yang Berhubungan Dengan Anicca

Setelah menerima pelajaran meditasi dari Sang Buddha, lima ratus bhikkhu pergi ke sebuah hutan untuk berlatih meditasi. Tetapi mereka mengalami sedikit kemajuan, sehingga mereka kembali kepada Sang Buddha dan menanyakan pelajaran meditasi lainnya yang akan membuat mereka mencapai hasil yang lebih baik. Dalam benak hati-Nya, Sang Buddha mengetahui bahwa pada masa Buddha Kassapa, bhikkhu-bhikkhu itu bermeditasi dengan objek ketidakkekalan.

Kemudian Beliau berkata, “Para bhikkhu, semua keadaan yang berkondisi adalah subjek dari perubahan dan akan musnah, oleh karena itu tidaklah kekal.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 277 berikut :

Segala sesuatu yang berkondisi
tidak kekal adanya.
Apabila dengan kebijaksanaan
orang dapat melihat hal ini;
maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan.
Inilah Jalan
yang membawa pada kesucian.

Lima ratus bhikkhu mencapai tingkat kesucian arahat, setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

(XX. Magga Vagga)

Instagram
http://instagram.com/dhammacitta

Page
http://www.facebook.com/dhammacitta


Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #46 on: 10 August 2013, 03:14:45 PM »
Kisah Aggidatta

Aggidatta adalah seorang kepala pendeta selama pemerintahan Raja Mahakosala, ayah dari raja Pasenadi. Setelah kematian Raja Mahakosala, Aggidatta mendanakan kekayaannya, dan meninggalkan rumah menjadi seorang pertapa non-Buddhis. Ia tinggal bersama dengan sepuluh ribu orang pengikutnya di sebuah tempat dekat perbatasan antara tiga kerajaan Anga, Magadha dan Kuru, tidak jauh dari sebuah bukit pasir, dimana tinggal seekor naga yang buas. Kepada pengikut-pengikutnya dan orang-orang di ketiga kerajaan ini, Aggidatta mendesak, “Sembahlah hutan-hutan, gunung-gunung, kebun-kebun dan taman-taman, serta pohon-pohon; dengan melakukan ini, kamu terbebas dari segala penyakit di dunia ini.”

Suatu hari, Sang Buddha melihat Aggidatta dan para pengikutnya dalam pandangan-Nya dan menyadari bahwa sudah tiba saatnya bagi mereka untuk mencapai tingkat kesucian arahat. Kemudian Sang Buddha mengutus Maha Moggallana Thera menemui Aggidatta dan para pengikutnya serta mengatakan kepadanya bahwa ia sendiri akan menjadi pengikutnya.

Maha Moggallana Thera pergi ke tempat Aggidatta dan para pengikutnya serta meminta mereka untuk memberikannya tempat menginap semalam. Mulanya mereka menolak permintaannya, tetapi akhirnya mereka setuju untuk membiarkannya bermalam di bukit pasir, rumah sang naga. Sang naga sangat tidak menyukai Maha Moggallana Thera, dan kemudian yang terjadi adalah adu kekuatan antara naga dan thera, pada dua sisi, terdapat tontonan kesaktian pancaran asap dan lidah api. Bagaimanapun juga, akhirnya sang naga dapat ditaklukkan. Ia menggulung dirinya mengitari bukit pasir tersebut, dan menegakkan kepalanya serta melebarkannya seperti sebuah payung di atas Maha Moggallana Thera, menunjukkan rasa hormat kepadanya.

Pagi-pagi sekali, Aggidatta dan para pertapa lainnya datang ke bukit pasir untuk mengetahui apakah Maha Moggallana Thera masih hidup, mereka berharap melihatnya sudah meninggal dunia. Ketika mereka mengetahui sang naga telah jinak, dan tanpa perlawanan membiarkan kepalanya seperti sebuah payung di atas tubuh Maha Moggallana Thera mereka amat sangat terkejut.

Sesaat kemudian, Sang Buddha tiba dan Maha Moggallana Thera berdiri dari tempat duduknya di bukit pasir dan memberikan penghormatan kepada Sang Buddha. Kemudian Maha Moggallana Thera mengumumkan kepada para pertapa, “Inilah Guru saya, Sang Buddha Yang Maha Suci, dan saya adalah murid yang rendah dari Guru Agung ini!”

Mendengarnya, para pertapa yang sangat terkesan oleh kesaktian Maha Moggallana Thera terpesona oleh kesaktian Sang Buddha. Kemudian Sang Buddha bertanya kepada Aggidatta apa yang telah diajarkan kepada pengikut-pengikutnya dan para penduduk yang saling bertetangga.

Aggidatta menjawab bahwa ia telah mengajarkan kepada mereka untuk memberi hormat kepada gunung-gunung, hutan-hutan, kebun-kebun dan taman-taman, serta pohon-pohon, dan dengan melakukan hal tersebut, mereka akan terbebas dari segala penyakit di dunia ini.

Jawaban Sang Buddha kepada Aggidatta adalah, “Aggidatta, orang-orang pergi ke gunung-gunung, hutan-hutan, taman-taman dan kebun-kebun, serta pohon-pohon untuk mengungsi ketika mereka terancam bahaya, tetapi benda-benda ini tidak dapat memberikan perlindungan. Hanya mereka yang berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha akan terbebas dari proses lingkaran kehidupan (samsara).”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 188, 189, 190, 191 dan 192 berikut ini :

Karena rasa takut,
banyak orang pergi mencari perlindungan ke gunung-gunung,
ke arama-arama (hutan buatan), ke pohon-pohon
dan ke tempat-tempat pemujaan yang dianggap keramat.

Tetapi itu bukanlah perlindungan yang aman,
bukanlah perlindungan yang utama.
Dengan mencari perlindungan seperti itu,
orang tidak akan bebas dari penderitaan.

Ia yang telah berlindung kepada
Buddha, Dhamma dan Sangha,
dengan bijaksana dapat melihat
Empat Kebenaran Mulia, yaitu:

Dukkha, sebab dari dukkha, akhir dari dukkha,
serta Jalan Mulia Berfaktor Delapan
yang menuju pada akhir dukkha.

Sesungguhnya itulah perlindungan yang utama.
Dengan pergi mencari perlindungan seperti itu,
orang akan bebas dari segala penderitaan.

Pada akhir khotbah Dhamma itu, Aggidatta dan seluruh pengikutnya mencapai tingkat kesucian arahat.

Mereka semua menjadi bhikkhu. Pada hari itu, ketika para murid Aggidatta dari Anga, Magadha dan Kuru datang untuk memberi penghormatan kepadanya, mereka melihat gurunya dan para pengikutnya berpakaian bhikkhu, mereka menjadi bingung dan heran, “Siapa yang lebih sakti? Guru kami atau Samana Gotama? Guru kami pasti lebih sakti karena Samana Gotama telah datang kepada guru kami.”

Sang Buddha tahu apa yang sedang mereka pikirkan, Aggidatta juga merasa bahwa ia harus menenangkan pikiran mereka, maka ia menghormati Sang Buddha dihadapan murid-muridnya, dan berkata, “Bhante, Andalah guru saya! saya hanyalah seorang murid-Mu.” Seluruh muridnya yang hadir menyadari kemuliaan Sang Buddha.

(XIV. Buddha Vagga)

Instagram
http://instagram.com/dhammacitta

Page
http://www.facebook.com/DhammacittaDaily


Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline sl99

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 409
  • Reputasi: 33
  • Gender: Male
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #47 on: 10 August 2013, 10:10:15 PM »
Di path dong, biar bisa langsung di save, di instagram gak bisa di save pic nya soalnya
Vaya dhamma sankhara, appamadena sampadetha

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #48 on: 10 August 2013, 10:15:09 PM »


Tq buat masukkan na, tp Blom ad path na , mgkn ke depan na akan ada
Dan Klo mw save utk sementra mgkn bisa dr page fb
Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #49 on: 11 August 2013, 01:24:08 PM »
Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #50 on: 15 August 2013, 09:59:06 AM »
Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #51 on: 17 August 2013, 03:03:25 PM »
Kisah Atula Seorang Umat Awam

Suatu saat, Atula bersama dengan 500 orang temannya, mengunjungi Revata Thera, dengan harapan dapat mendengarkan Dhamma. Revata Thera yang pendiam seperti seekor singa, tidak mengatakan apapun pada mereka. Atula dan teman-temannya sangat tidak puas dan kemudian pergi menghadap Sariputta Thera. Saat Sariputta Thera mengetahui mengapa mereka datang ke hadapannya, beliau menjelaskan Abhidhamma secara mendalam. Apa yang dijelaskan Sariputta Thera juga bukanlah yang mereka harapkan, dan mereka mengeluh bahwa uraian Sariputta Thera panjang dan terlalu mendalam.

Kemudian Atula dan rombongannya mendekati Ananda Thera. Ananda Thera menjelaskan pada mereka sedikit tentang inti dari ajaran Dhamma. Kali ini, mereka menilai bahwa penjelasan Ananda Thera terlalu singkat dan kurang lengkap.

Akhirnya mereka menghadap Sang Buddha dan berkata kepada Beliau, “Bhante, kami datang untuk mendengarkan ajaran-Mu. Kami telah menemui beberapa guru sebelum kami datang kemari, tapi kami tidak puas terhadap mereka. Revata Thera tidak berkenan mengajar kami dan ia hanya berdiam diri. Penjelasan Sariputta Thera terlalu mendalam dan Dhamma yang beliau ajarkan terlalu sukar buat kami. Begitu pula Ananda Thera, beliau menjelaskan terlalu singkat dan kurang lengkap. Kami tidak menyukai apa yang mereka ajarkan.”

Kepada mereka, Sang Buddha berkata, “Murid-murid-Ku, mencela orang lain bukanlah hal yang baru. Tak satu pun orang di dunia ini yang tak pernah dicela; orang-orang akan mencela meskipun seorang raja atau bahkan seorang Buddha. Dicela atau dipuji oleh orang bodoh, tidaklah berarti. Seseorang akan benar-benar tercela hanya bila ia dicela oleh orang bijaksana, dan benar-benar terpuji hanya bila dipuji oleh orang bijaksana.”

Kemudian Sang buddha membabarkan syair 227, 228, 229 dan 230 berikut ini :

O Atula, hal ini telah ada sejak dahulu
dan bukan saja ada sekarang,
di mana mereka mencela orang yang duduk diam,
mereka mencela orang yang banyak bicara,
mereka juga mencela orang yang sedikit bicara.
Tak ada seorangpun di dunia ini
yang tak dicela.

Tidak pada zaman dahulu,
waktu yang akan datang ataupun waktu sekarang,
dapat ditemukan seseorang yang selalu dicela
maupun yang selalu dipuji.

Setelah memperhatikan secara seksama,
orang bijaksana memuji ia yang menempuh kehidupan tanpa cela,
pandai serta memiliki kebijaksanaan dan sila.

Siapakah yang layak merendahkan orang tanpa cela
seperti sepotong emas murni?
Para dewa akan selalu memujinya,
begitu pula para brahmana.

Atula dan teman-temannya mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

(XVII. Kodha Vagga)

Path
dhammacitta .org

Instagram
http://instagram.com/dhammacitta

Page
http://www.facebook.com/DhammacittaDaily


Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #52 on: 25 August 2013, 08:26:11 AM »
Kisah Keponakan Sariputta Thera

Pada lain kesempatan, Sariputta Thera bertanya kepada keponakannya, seorang brahmana, apakah ia telah melakukan perbuatan-perbuatan baik. Keponakannya menjawab bahwa ia telah mengorbankan seekor kambing ke dalam api pemujaan setiap bulan, dan ia berharap untuk dapat terlahir kembali di alam brahma pada kehidupannya yang akan datang.

Sariputta Thera menjelaskan kepadanya bahwa gurunya telah memberikan harapan yang salah dan mereka sendiri pun tidak mengetahui jalan menuju alam brahma.

Kemudian Sariputta Thera membawa keponakannya, seorang brahmana muda, menghadap Sang Buddha. Di sana, Sang Buddha mengajarkan Dhamma yang dapat menuntun seseorang menuju ke alam brahma dan berkata kepada sang brahmana: “Brahmana muda, memberikan penghormatan kepada orang suci untuk sesaat saja akan jauh lebih baik daripada memberikan pengorbanan untuk api pemujaan selama seratus tahun.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 107 berikut:

Biarpun selama seratus tahun seseorang menyalakan api pemujaan di hutan,
namun sesungguhnya lebih baik jika ia,
walaupun hanya sesaat saja,
menghormati orang yang telah memiliki pengendalian diri.

Keponakan Sariputta Thera mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.


Instagram
http://instagram.com/dhammacitta

Path
Dhammacitta .org

Page
http://www.facebook.com/DhammacittaDaily


Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #53 on: 31 August 2013, 08:07:13 AM »

Kisah Bhikkhu-bhikkhu yang Berjumlah Banyak

Terdapatlah seorang perempuan yang sangat kaya bertempat tinggal di kota Kuraraghara, kira-kira berjarak 120 yojana dari kota Savatthi. Ia mempunyai seorang putera yang telah menjadi bhikkhu, namanya Sona. Pada suatu kesempatan, bhikkhu Sona berjalan melewati kota kelahirannya.

Pada waktu bhikkhu Sona pulang menuju Vihara Jetavana, ia bertemu dengan ibunya, dan ibunya mengundang bhikkhu Sona untuk menerima sejumlah besar persembahan. Mengetahui bhikkhu Sona dapat menguraikan Dhamma dengan baik, ibunya juga memohon bhikkhu Sona untuk membabarkan Dhamma kepadanya dan orang-orang lain di kota kelahirannya itu.

Bhikkhu Sona menerima permohonan tersebut. Ibunya membangun sebuah bangsal Dhamma yang dapat menampung banyak orang untuk mendengarkan khotbah Dhamma. Ibu itu juga mengundang banyak teman, tetangga, dan anggota keluarganya untuk hadir dalam pembabaran Dhamma tersebut. Ibu kaya itu meninggalkan rumahnya yang hanya dijaga oleh seorang perempuan pembantu rumah tangga.

Ketika pembabaran Dhamma sedang berlangsung, datanglah kawanan pencuri yang berjumlah sangat banyak ke rumah ibu kaya itu. Pemimpin dari kawanan pencuri itu sengaja pergi ke bangsal Dhamma, tempat pembabaran Dhamma sedang berlangsung, dan pemimpin itu berada dekat serta memperhatikan gerak-gerik si ibu kaya. Dengan melakukan hal itu sang pemimpin bermaksud agar dapat memberi kabar kepada anak buahnya untuk segera melarikan diri apabila ibu kaya itu pulang ke rumahnya.

Ketika pembantu rumah tangga si ibu kaya mengetahui banyak pencuri datang memasuki rumah majikannya, ia segera melaporkan hal itu kepada si ibu kaya, tetapi si ibu hanya menjawab: “Biarkan pencuri-pencuri itu mengambil seluruh uangku, saya tidak peduli, tetapi engku jangan kemari lagi, jangan mengganggu saya saat saya sedang mendengar Dhamma. Engkau sebaiknya kembali saja.”

Pembantu rumah tangga itu kembali ke rumah majikannya. Kemudian pembantu rumah tangga itu melihat para pencuri sedang mengambil barang-barang berharga terbuat dari perak milik majikannya. Pembantu rumah tangga itu kembali pergi menemui si ibu kaya di bangsal Dhamma, memberitahukan apa yang sedang dilakukan oleh para pencuri. Tetapi, pembantu rumah tangga itu mendapatkan jawaban yang sama seperti semula. Ia pulang kembali ke rumah majikannya.

Selanjutnya pembantu rumah tangga melihat para pencuri sedang mengambil barang-barang emas dan permata milik majikannya. Ia pergi kembali melaporkan hal itu kepada majikannya. Saat itu si ibu mengatakan : “O sayang, biarkanlah pencuri-pencuri itu mengambil apa yang mereka sukai; mengapa engkau datang kemari lagi dan mengganggu saya saat sedang mendengarkan Dhamma ? Mengapa engkau tidak pulang dan tinggal di rumah saja seperti apa yang sudah saya katakan padamu ? Janganlah engkau mengganggu kembali mendekati saya dan mengatakan perihal barang-barang atau pencuri-pencuri itu lagi.”

Pemimpin para pencuri yang berada dekat dengan si ibu itu mendengarkan semua perkataan yang sudah diucapkan oleh si ibu, dan ia benar-benar mengagungi keyakinan ibu itu terhadap Dhamma. Kata-katanya juga menjadikan dirinya berpikir, “Jika kami mengambil barang-barang orang yang bijaksana seperti ibu ini, kami benar-benar akan terkutuk, kehidupan kami akan mengalami kehancuran, dan bisa jadi badan kami akan hancur berkeping-keping.”

Pemimpin itu memperoleh penerangan batin, segera ia pergi ke rumah si ibu dan menyuruh anak buahnya untuk mengembalikan seluruh barang milik si ibu yang telah mereka ambil. Kemudian ia mengajak pengikut-pengikutnya ke tempat si ibu berada. Ibu itu sedang mendengarkan Dhamma dengan sepenuh hati di bangsal Dhamma.

Sona Thera mengakhiri pembabaran Dhamma-nya ketika hari menjelang pagi hari. Ia turun dari tempat pembabaran Dhamma (Dhamma-asana), dan menuju ke tempat duduk yang telah disediakan.

Pemimpin para pencuri mendekati si ibu kaya, perempuan bijaksana, memberi hormat kepadanya dan memperkenalkan dirinya. Ia juga mengatakan kepada si ibu bahwa ia bersama kawan-kawannya telah memasuki rumah si ibu dan mengambil barang-barang berharga tetapi ia telah mengembalikan seluruh barang itu sesudah ia mendengar kata-kata si ibu kepada pembantu rumah tangganya yang melaporkan kejadian pencurian itu. Sang pemimpin beserta para pengikutnya memohon si ibu untuk memaafkan segala perbuatan buruk yang telah mereka lakukan.

Selanjutnya mereka memohon kepada Sona Thera untuk diterima sebagai anggota Pasamuan Bhikkhu (Sangha). Setelah mereka ditahbiskan menjadi bhikkhu, sembilan ratus bhikhhu baru itu menjadi bimbingan meditasi dari Sona Thera, dan mereka pergi ke hutan untuk melatih diri bermeditasi di tengah-tengah kesunyian.

Dari jarak 120 yojana, Sang Buddha mengetahui kisah para bhikkhu itu, dan memberikan sinar kebijaksanaan kepada mereka sehingga seolah-olah Beliau berada di tengah-tengah mereka.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 368 sampai dengan 376 berikut :

Apabila seorang bhikkhu hidup dalam cinta kasih,
dan memiliki keyakinan terhadap ajaran Sang Buddha,
maka ia akan sampai pada keadaan damai (nibbana),
yang merupakan berhentinya hal-hal yang berkondisi (sankhara).

O bhikkhu, kosongkanlah perahu (tubuh) ini.
Apabila telah dikosongkan maka perahu ini akan melaju dengan pesat.
Setelah memutuskan nafsu keinginan dan kebencian,
maka engkau akan mencapai nibbana.

Putuskanlah lima kelompok belenggu pertama (dari sepuluh belenggu),
dan singkirkanlah lima kelompok kedua dari sepuluh belenggu).
Serta kembangkan lagi lima kekuatan (keyakinan, perhatian, semangat,
konsentrasi, dan kebijaksanaan) secara sempurna.
Apabila seorang bhikkhu telah bebas dari lima belenggu,
maka ia disebut seorang “Penyeberang Arus” (sotapanna).

Bersemadilah, O bhikkhu! Jangan lengah!
Jangan biarkan pikiranmu diseret
oleh kesenangan-kesenangan indria!
Jangan karena lengah maka engkau harus
menelan bola besi yang membara!
Dan jangan karena terbakar maka engkau meratap,
“O, hal ini sungguh menyakitkan!”

Tak ada samadi dalam diri orang yang tidak memiliki kebijaksanaan.
Dan tidak ada kebijaksanaan dalam diri orang yang tidak bersamadi.
Orang yang memiliki samadi dan kebijaksanaan
sesungguhnya sudah berada di ambang pintu Nibbana.

Apabila seorang bhikkhu pergi ke tempat sepi,
telah menenangkan pikirannya,
dan telah dapat melihat Dhamma dengan jelas,
akan merasakan kegembiraan yang
belum pernah dirasakan oleh orang-orang biasa.

Bila seseorang dapat melihat dengan jelas
akan timbul dan lenyapnya kelompok kebidupan (khandha),
maka ia akan merasakan kegembiraan dan ketentraman batin.
Sesungguhnya, bagi mereka yang telah mengerti
tak akan ada lagi kematian.

Pertama-tama inilah yang harus dikerjakan
oleh seorang bhikkhu yang bijaksana, yaitu :
Mengendalikan indria-indria, merasa puas dengan apa yang ada,
menjalankan peraturan-peraturan (patimokkha),
serta bargaul dengan teman kehidupan suci (sabrahmacari)
yang rajin dan bersemangat.

Hendaklah ia bersikap ramah dan sopan tingkah lakunya.
Karena merasa gembira
dalam menjalankan hal-hal tersebut,
maka ia akan bebas dari penderitaan.

Setiap akhir satu syair di atas dibabarkan, seratus dari sembilan ratus bhikkhu mencapai tingkat kesucian arahat.

(XXV. Bhikkhu Vagga)

Page
http://www.facebook.com/DhammacittaDaily

Path
Dhammacitta .org

Instagram
http://instagram.com/dhammacitta



Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #54 on: 08 September 2013, 11:57:48 AM »
Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #55 on: 08 September 2013, 12:04:20 PM »
Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #56 on: 13 September 2013, 08:21:34 AM »
Kisah Banyak Bhikkhu

Suatu saat lima ratus bhikkhu sedang mendiskusikan pertanyaan, “Apakah yang merupakan kebahagiaan?” Bhikkhu-bhikkhu ini berpendapat bahwa ujud kebahagiaan berbeda-beda bagi setiap orang. Jadi mereka berkata, “Untuk beberapa orang memiliki kekayaan dan kemuliaan seperti raja adalah kebahagiaan; untuk beberapa orang, pemuasan terhadap nafsu indria adalah kebahagiaan, tetapi untuk yang lainnya memiliki makanan nasi dan daging adalah kebahagiaan.”

Ketika mereka sedang berbincang-bincang, Sang Buddha menghampirinya. Setelah mengetahui masalah yang sedang mereka perbincangkan, Sang Buddha berkata, “Para bhikkhu, segala kesenangan yang telah kalian sebutkan tidak akan membuatmu keluar dari proses lingkaran kehidupan. Dalam dunia ini, hal-hal yang merupakan kebahagiaan adalah munculnya seorang Buddha, kesempatan untuk mendengarkan Ajaran Kebenaran Mulia, dan keharmonisan diantara para bhikkhu.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 194 berikut :

Kelahiran Para Buddha
merupakan sebab kebahagiaan.
Pembabaran Ajaran Benar
merupakan sebab kebahagiaan.
Persatuan Sangha
merupakan sebab kebahagiaan.
Dan usaha perjuangan mereka yang telah bersatu
merupakan sebab kebahagiaan.

Lima ratus bhikkhu tersebut mencapai tingkat kesucian arahat setelah mendengar khotbah Dhamma itu berakhir.

(XIV. Buddha Vagga)

Page
http://www.facebook.com/DhammacittaDaily

Instagram
http://instagram.com/dhammacitta

Path
Dhammacitta .org



Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #57 on: 22 September 2013, 01:34:03 PM »

Kisah Bhikkhu-bhikkhu yang Berjumlah Banyak

Terdapatlah seorang perempuan yang sangat kaya bertempat tinggal di kota Kuraraghara, kira-kira berjarak 120 yojana dari kota Savatthi. Ia mempunyai seorang putera yang telah menjadi bhikkhu, namanya Sona. Pada suatu kesempatan, bhikkhu Sona berjalan melewati kota kelahirannya.

Pada waktu bhikkhu Sona pulang menuju Vihara Jetavana, ia bertemu dengan ibunya, dan ibunya mengundang bhikkhu Sona untuk menerima sejumlah besar persembahan. Mengetahui bhikkhu Sona dapat menguraikan Dhamma dengan baik, ibunya juga memohon bhikkhu Sona untuk membabarkan Dhamma kepadanya dan orang-orang lain di kota kelahirannya itu.

Bhikkhu Sona menerima permohonan tersebut. Ibunya membangun sebuah bangsal Dhamma yang dapat menampung banyak orang untuk mendengarkan khotbah Dhamma. Ibu itu juga mengundang banyak teman, tetangga, dan anggota keluarganya untuk hadir dalam pembabaran Dhamma tersebut. Ibu kaya itu meninggalkan rumahnya yang hanya dijaga oleh seorang perempuan pembantu rumah tangga.

Ketika pembabaran Dhamma sedang berlangsung, datanglah kawanan pencuri yang berjumlah sangat banyak ke rumah ibu kaya itu. Pemimpin dari kawanan pencuri itu sengaja pergi ke bangsal Dhamma, tempat pembabaran Dhamma sedang berlangsung, dan pemimpin itu berada dekat serta memperhatikan gerak-gerik si ibu kaya. Dengan melakukan hal itu sang pemimpin bermaksud agar dapat memberi kabar kepada anak buahnya untuk segera melarikan diri apabila ibu kaya itu pulang ke rumahnya.

Ketika pembantu rumah tangga si ibu kaya mengetahui banyak pencuri datang memasuki rumah majikannya, ia segera melaporkan hal itu kepada si ibu kaya, tetapi si ibu hanya menjawab: “Biarkan pencuri-pencuri itu mengambil seluruh uangku, saya tidak peduli, tetapi engku jangan kemari lagi, jangan mengganggu saya saat saya sedang mendengar Dhamma. Engkau sebaiknya kembali saja.”

Pembantu rumah tangga itu kembali ke rumah majikannya. Kemudian pembantu rumah tangga itu melihat para pencuri sedang mengambil barang-barang berharga terbuat dari perak milik majikannya. Pembantu rumah tangga itu kembali pergi menemui si ibu kaya di bangsal Dhamma, memberitahukan apa yang sedang dilakukan oleh para pencuri. Tetapi, pembantu rumah tangga itu mendapatkan jawaban yang sama seperti semula. Ia pulang kembali ke rumah majikannya.

Selanjutnya pembantu rumah tangga melihat para pencuri sedang mengambil barang-barang emas dan permata milik majikannya. Ia pergi kembali melaporkan hal itu kepada majikannya. Saat itu si ibu mengatakan : “O sayang, biarkanlah pencuri-pencuri itu mengambil apa yang mereka sukai; mengapa engkau datang kemari lagi dan mengganggu saya saat sedang mendengarkan Dhamma ? Mengapa engkau tidak pulang dan tinggal di rumah saja seperti apa yang sudah saya katakan padamu ? Janganlah engkau mengganggu kembali mendekati saya dan mengatakan perihal barang-barang atau pencuri-pencuri itu lagi.”

Pemimpin para pencuri yang berada dekat dengan si ibu itu mendengarkan semua perkataan yang sudah diucapkan oleh si ibu, dan ia benar-benar mengagungi keyakinan ibu itu terhadap Dhamma. Kata-katanya juga menjadikan dirinya berpikir, “Jika kami mengambil barang-barang orang yang bijaksana seperti ibu ini, kami benar-benar akan terkutuk, kehidupan kami akan mengalami kehancuran, dan bisa jadi badan kami akan hancur berkeping-keping.”

Pemimpin itu memperoleh penerangan batin, segera ia pergi ke rumah si ibu dan menyuruh anak buahnya untuk mengembalikan seluruh barang milik si ibu yang telah mereka ambil. Kemudian ia mengajak pengikut-pengikutnya ke tempat si ibu berada. Ibu itu sedang mendengarkan Dhamma dengan sepenuh hati di bangsal Dhamma.

Sona Thera mengakhiri pembabaran Dhamma-nya ketika hari menjelang pagi hari. Ia turun dari tempat pembabaran Dhamma (Dhamma-asana), dan menuju ke tempat duduk yang telah disediakan.

Pemimpin para pencuri mendekati si ibu kaya, perempuan bijaksana, memberi hormat kepadanya dan memperkenalkan dirinya. Ia juga mengatakan kepada si ibu bahwa ia bersama kawan-kawannya telah memasuki rumah si ibu dan mengambil barang-barang berharga tetapi ia telah mengembalikan seluruh barang itu sesudah ia mendengar kata-kata si ibu kepada pembantu rumah tangganya yang melaporkan kejadian pencurian itu. Sang pemimpin beserta para pengikutnya memohon si ibu untuk memaafkan segala perbuatan buruk yang telah mereka lakukan.

Selanjutnya mereka memohon kepada Sona Thera untuk diterima sebagai anggota Pasamuan Bhikkhu (Sangha). Setelah mereka ditahbiskan menjadi bhikkhu, sembilan ratus bhikhhu baru itu menjadi bimbingan meditasi dari Sona Thera, dan mereka pergi ke hutan untuk melatih diri bermeditasi di tengah-tengah kesunyian.

Dari jarak 120 yojana, Sang Buddha mengetahui kisah para bhikkhu itu, dan memberikan sinar kebijaksanaan kepada mereka sehingga seolah-olah Beliau berada di tengah-tengah mereka.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 368 sampai dengan 376 berikut :

Apabila seorang bhikkhu hidup dalam cinta kasih,
dan memiliki keyakinan terhadap ajaran Sang Buddha,
maka ia akan sampai pada keadaan damai (nibbana),
yang merupakan berhentinya hal-hal yang berkondisi (sankhara).

O bhikkhu, kosongkanlah perahu (tubuh) ini.
Apabila telah dikosongkan maka perahu ini akan melaju dengan pesat.
Setelah memutuskan nafsu keinginan dan kebencian,
maka engkau akan mencapai nibbana.

Putuskanlah lima kelompok belenggu pertama (dari sepuluh belenggu),
dan singkirkanlah lima kelompok kedua dari sepuluh belenggu).
Serta kembangkan lagi lima kekuatan (keyakinan, perhatian, semangat,
konsentrasi, dan kebijaksanaan) secara sempurna.
Apabila seorang bhikkhu telah bebas dari lima belenggu,
maka ia disebut seorang “Penyeberang Arus” (sotapanna).

Bersemadilah, O bhikkhu! Jangan lengah!
Jangan biarkan pikiranmu diseret
oleh kesenangan-kesenangan indria!
Jangan karena lengah maka engkau harus
menelan bola besi yang membara!
Dan jangan karena terbakar maka engkau meratap,
“O, hal ini sungguh menyakitkan!”

Tak ada samadi dalam diri orang yang tidak memiliki kebijaksanaan.
Dan tidak ada kebijaksanaan dalam diri orang yang tidak bersamadi.
Orang yang memiliki samadi dan kebijaksanaan
sesungguhnya sudah berada di ambang pintu Nibbana.

Apabila seorang bhikkhu pergi ke tempat sepi,
telah menenangkan pikirannya,
dan telah dapat melihat Dhamma dengan jelas,
akan merasakan kegembiraan yang
belum pernah dirasakan oleh orang-orang biasa.

Bila seseorang dapat melihat dengan jelas
akan timbul dan lenyapnya kelompok kebidupan (khandha),
maka ia akan merasakan kegembiraan dan ketentraman batin.
Sesungguhnya, bagi mereka yang telah mengerti
tak akan ada lagi kematian.

Pertama-tama inilah yang harus dikerjakan
oleh seorang bhikkhu yang bijaksana, yaitu :
Mengendalikan indria-indria, merasa puas dengan apa yang ada,
menjalankan peraturan-peraturan (patimokkha),
serta bargaul dengan teman kehidupan suci (sabrahmacari)
yang rajin dan bersemangat.

Hendaklah ia bersikap ramah dan sopan tingkah lakunya.
Karena merasa gembira
dalam menjalankan hal-hal tersebut,
maka ia akan bebas dari penderitaan.

Setiap akhir satu syair di atas dibabarkan, seratus dari sembilan ratus bhikkhu mencapai tingkat kesucian arahat.

(XXV. Bhikkhu Vagga)

Facebook :
fb.com/DhammacittaDaily

Instagram
instagram.com/dhammacitta

Path
Dhammacitta .org


Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #58 on: 29 September 2013, 01:11:12 PM »

[font='lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif]
Kisah Menaklukkan Diri Sendiri

Suatu saat ayah Magandiya, karena sangat tertarik dengan kepribadian dan penampilan Sang Buddha, telah mempersembahkan anak perempuannya yang sangat cantik untuk dijadikan istri Sang Buddha Gotama. Tetapi Sang Buddha menolak persembahan itu dan berkata bahwa Beliau tidak akan mau menyentuh hal itu yang penuh dengan kotoran, sekalipun dengan kakinya. Ketika mendengar kata-kata ini kedua ayah dan ibu Magandiya melihat kebenaran dalam kata-kata tersebut dan mencapai tingkat kesucian anagami. Tetapi Magandiya menganggap Sang Buddha sebagai musuh dan bertekad untuk membalas dendam kepada Beliau.

Kemudian ia menjadi salah satu dari tiga istri Raja Udena. Ketika Magandiya mendengar kabar bahwa Sang Buddha telah datang ke Kosambi, ia menyewa beberapa penduduk dan pelayan-pelayannya untuk mencaci maki Sang Buddha saat Beliau memasuki kota untuk berpindapatta. Orang-orang sewaan tersebut mengikuti Sang Buddha dan mencaci maki dengan menggunakan kata-kata yang sedemikian kasar seperti ‘pencuri, bodoh, unta, keledai, suatu ikatan ke neraka’, dan sebagainya. Mendengar kata-kata yang kasar tersebut, Y.A.Ananda memohon kepada Sang Buddha untuk meninggalkan kota dan pergi ke tempat lain.

Tetapi Sang Buddha menolak dan berkata, “Di kota lain, kita juga mungkin dicaci maki dan tidak mungkin untuk selalu berpindah tempat setiap kali seseorang dicaci maki. Lebih baik menyelesaikan masalah di tempat terjadinya masalah. Saya seperti seekor gajah yang menahan panah-panah yang datang dari semua penjuru. Saya juga akan menahan dengan sabar caci maki yang datang dari orang-orang yang tidak memiliki moral.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 320,321,dan 322 berikut ini :

Seperti seekor gajah di medan perang
dapat menahan serangan panah
yang dilepaskan dari busur,
begitu pula Aku (Tathagata)
tetap bersabar terhadap cacian;
sesungguhnya, sebagian besar orang
mempunyai kelakuan rendah.

Mereka menuntun gajah yang telah terlatih
ke hadapan orang banyak.
Raja mengendarai gajah yang terlatih ke medan perang.
Di antara umat manusia, maka yang terbaik adalah
orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri
dan dapat bersabar terhadap cacian.

Sungguh baik keledai-keledai yang terlatih,
begitu juga kuda-kuda Sindhu
dan gajah-gajah perang milik para bangsawan;
tetapi yang jauh lebih baik dari semua itu
adalah orang yang telah dapat menaklukkan dirinya sendiri.

Pada akhir khotbah Dhamma tersebut, mereka yang telah mencaci maki Sang Buddha menyadari kesalahannya yang datang untuk menghormat Beliau, beberapa di antara mereka mencapai tingkat kesucian sotapatti.

(XXIII. Naga Vagga)



instagram


http://instagram.com/dhammacitta



path


Dhammacitta .org



page facebook

http://www.facebook.com/DhammacittaDaily


[/font]
Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #59 on: 01 October 2013, 04:10:08 PM »
Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

 

anything