//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?  (Read 39745 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« on: 09 July 2011, 06:37:02 PM »
 Melihat dunia semakin kacau, kehidupan manusia yg serba tidak pasti. Sedangkan kita sudah mengenal ajaran Buddha , ajaran yg begitu mulia yg akan menuntun kita utk mencapai pembebasan dan kebahagiaan sejati.
Tetapi mengapa kita masih blm juga merasa terdesak utk berlatih.
Byk orang memberi alasan melatih diri jg dapat berhasil di kehidupan rumah tangga . Tetapi perlu dicatat, persentase khotbah Dhamma Sang Buddha lebih banyak ditujukan kepada org yg menempuh kehidupan monastik .  Mungkin ini cukup mengindikasikan bahwa sesungguhnya jalan paling ideal mengakhiri dukkha adalah mulai dari langkah menuju kehidupan tanpa rumah.
Tapi cukup mengherankan, mengapa kita masih tidak mau meninggalkan rumah menuju tanpa rumah? ya, tentu saja utk segera mengakhiri dukkha. Atau sebenarnya kita  blm benar2 memahami  dukkha ? Masih ingin bermain2 di sini, mencari kenikmatan indriya, berkutat dengan DSM?
Mohon sharing, apa yg membuat anda2 blm jg muncul samvega dlm diri anda.
Atau rekan2 merasa samvega tidak cukup pentin utk dimunculkan? tentu kita tidak bisa memunculkannya hanya dgn berpikir2, bisa saja kita harus mengalami satu kejadian super penting yg melanda hidup kita baru muncul sedangkan kejadian itu belum datang jg. 

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #1 on: 09 July 2011, 06:58:02 PM »
ini akan terdengar seperti alasan untuk tidak menjalani kehidupan tanpa rumah, tapi saya pikir, hal ini berhubungan dengan karma dan Parami. jangankan orang2 biasa seperti kita, bahkan seorang Bodhisatta pun tidak selalu menjadi bhikkhu dalam kelahirannya sbg manusia. mari kita lihat perjalanan Bodhisatta Gotama dalam 24 kali pertemuannya dengan 24 Buddha,


Lima Kehidupan Sebagai Petapa

1.   sebagai Petapa Sumedha pada masa Buddha Dipankara
2.   Sebagai Petapa Jatila pada masa Buddha Naradha,
3.   Sebagai Petapa Susima pada masa Buddha Atthadassi
4.   Sebagai Petapa Mangala pada masa Buddha Siddhattha
5.   Sebagai Petapa Sujata pada masa Buddha Tissa

Sembilan Kehidupan Sebagai Bhikkhu

1. Sebagai Raja Dunia Vijitavi yang kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Kondanna
2. Sebagai Brahmana Suruci dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Mangala
3. Sebagai Brahmana Uttara dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Sumedha
4. Sebagai Raja Dunia dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Sujata
5. Sebagai Raja Vijitavi dan kemudian menjadi bhikkhu pada masa Buddha Phussa
6. Sebagai Raja Sudassana dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Vessabhu
7. Sebagai Raja Khema dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Kakusandha
8. Sebagai Raja Pabbata dan menjadi bhikkhu pada masa Buddha Konagamana
9. Sebagai Jotipala, si pemuda brahmana dan kemudian menjadi bhikkhu pada massa Buddha Kassapa.


Lima Kehidupan Sebagai Umat Awam

1. Sebagai umat awam, brahmana Atideva, pada masa Buddha Revata
2. Sebagai umat awam, brahmana Ajita, pada masa Buddha Sobhita
3. Sebagai umat awam, orang kaya bernama Jatila, pada masa Buddha Padumuttara
4. Sebagai umat awam, pemuda brahmana Kassapa, pada masa Buddha Piyadassi
5. Sebagai umat awam, Raja Arindama, pada masa Budha Sikhi

Dua Kehidupan Sebagai Naga

1.   Sebagai Atula, Raja Naga, pada masa Buddha Sumana
2.   Sebagai Raja Naga lagi, juga bernama Atula, pada masa Buddha Vipassi

Tiga Kehidupan lainnya

1.   Dalam satu kehidupan sebagai Sakka, Raja Dewa, pada massa Buddha Dhammadassi
2.   Sebagai Raja Raksasa, pada masa Budha Anomadassi
3.   Sebagai Raja Singa, pada masa Buddha Paduma


bahkan dalam 24 kali pertemuan dengan Buddha, Bodhisatta hanya berhasil 9 kali jadi bhikkhu, apalagi pada masa sekarang di mana tidak ada Buddha.

Sumber: buku Riwayat Agung Para Buddha

Dalam buku yg sama , Mingun Sayadaw menuliskan:
Quote
Sulitnya menjadi seorang bhikkhu

Bahkan makhluk luar biasa seperti Bodhisatta kita yang telah menerima ramalan yang pasti sejak masa Buddha Dipankara hanya dapat bertemu dengan dua puluh empat Buddha yang amatlah sedikit jika dibandingkan dengan lamanya waktu yang Beliau jalani. Bahkan dalam dua puluh empat masa Buddha tersebut, Beliau hanya sembilan kali berkesempatan menjadi seorang bhikkhu. Dari sini, kita dapat melihat bahwa menjadi bhikkhu adalah sangat sulit seperti yang tertulis dalam Kitab, “Pabbajitabhavo dullabo”. “Menjadi bhikkhu adalah sangat sulit dicapai.” Menjadi bhikkhu yang sangat sulit bagi Bodhisatta yang telah menerima ramalan pasti, adalah jauh lebih sulit bagi orang-orang biasa.
« Last Edit: 09 July 2011, 07:07:13 PM by Indra »

Offline bawel

  • Sebelumnya: Comel
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.755
  • Reputasi: 71
  • Gender: Male
  • namanya juga bawel ;D
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #2 on: 09 July 2011, 08:58:15 PM »
pernah suatu waktu terbesit dipikiran untuk menjadi bhikkhu ;D. menjalankan hidup dengan bebas seperti udara ;D.

tapi begitu melihat dunia ini yang kata si om semakin kacau dan serba tidak pasti (walaupun sepengetahuan saya dari dulu memang kacau dan tidak pernah pasti sih) ;D.

saya jadi berpikir lagi, untuk apa menjalankan hidup seperti itu tapi masyarakat di sekitarnya kacau balau dan tidak pasti ;D. apalagi masyarakatnya menganut ajaran yang berbeda, seberapa besar mereka akan mendatangi seorang bhikkhu untuk mempelajari dhamma buddha ;D.

nah... dari sana timbullah pemikiran untuk membangun masyarakat yang lebih kondusif untuk menerima dhamma ;D. jadilah ahli di bidang masing-masing untuk membangun masyarakat yang siap untuk menerima dhamma ;D. menurut saya itu lebih baik untuk kondisi sekarang, membangun diri dan masyarakat terlebih dahulu ;D.

karena tanpa umat awam yang mendukung, maka menjalankan kehidupan tanpa rumah seperti itu juga akan sulit apalagi untuk menyebarkan dhamma ;D.

begitu juga jaman dulu, dhamma buddha dapat berkembang juga berkat dukungan dari rakyat bahkan dari para raja ;D.

bagaimana dengan om chingik sendiri? ;D
mohon sharingnya juga ;D.

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #3 on: 09 July 2011, 09:24:17 PM »
Kisah Cittahattha Thera
DHAMMAPADA III, 6-7

Seorang laki-laki yang berasal dari Savatthi, ketika mengetahui lembu jantannya hilang, mencarinya ke dalam hutan. Yang dicari tidak juga diketemukan. Akhirnya ia merasa lelah dan sangat lapar. Ia singgah ke sebuah vihara desa, dengan harapan di situ ia akan mendapatkan sisa dari makanan pagi.

        Pada saat makan, terpikir olehnya bahwa ia bekerja sangat keras setiap hari tetapi tidak mendapatkan cukup makanan. Para bhikkhu itu kelihatannya tak pernah bekerja tetapi selalu mendapat makanan yang cukup. Bahkan berlebih. Maka muncul sebuah ide yang baik untuk menjadi seorang bhikkhu.

        Kemudian ia bertanya kepada para bhikkhu untuk memperoleh ijin memasuki pasamuan Sangha. Saat di vihara laki-laki itu melakukan tugas-tugasnya sebagai seorang bhikkhu dan di vihara terdapat banyak makanan, sehingga ia segera menjadi gemuk.

        Sesudah beberapa waktu, ia bosan berpindapatta dan kembali pada kehidupan berumah tangga.

        Beberapa waktu kemudian, ia merasa bahwa kehidupannya di rumah terlalu sibuk dan ia kembali ke vihara untuk diijinkan menjadi seorang bhikkhu untuk kedua kalinya.

        Untuk kedua kalinya, ia meninggalkan pasamuan Sangha dan lepas jubah lagi.

        Proses ini terjadi enam kali, dan karena ia melakukan hanya menuruti kemauannya saja, maka ia dikenal sebagai Cittahattha Thera.

        Pada saat pulang balik antara rumahnya dan vihara, istrinya hamil. Sebenarnya ia belum siap mejadi bhikkhu, ia memasuki pasamuan bhikkhu hanya karena kesenangannya saja. Jadi, ia tidak pernah berbahagia, baik sebagai perumah tangga, maupun sebagai seorang bhikkhu.

        Suatu hari, saat hari terakhir tinggal di rumah, ia masuk ke kamar tidur pada saat istrinya sedang tidur. Istrinya hampir telanjang, memakai pakaian yang sebagian terjulai jatuh. Istrinya juga mengorok dengan suara keras melalui hidung dan dari mulutnya keluar lendir dan ludah. Jadi dengan mulut yang terbuka dan perut yang gembung, ia terlihat seperti mayat.

        Melihat keadaan istrinya, ia tiba-tiba merasa ketidak-kekalan dan ketidak-indahan tubuh jasmani, dan ia membayangkan: "Saya telah menjadi seorang bhikkhu beberapa kali dan hal ini hanya dikarenakan perempuan ini, yang menjadikan saya tidak dapat menjadi seorang bhikkhu......"

        Kemudian ia mengambil jubah kuningnya, dan pergi meninggalkan rumahnya pergi ke vihara untuk ke tujuh kalinya. Karena ia dalam perjalanan mengulangi kata-kata "tidak kekal" dan "penderitaan" (anicca dan dukkha) dan dapat meresapi artinya, ia mencapai tingkat kesucian sotapatti dalam perjalanan ke vihara.

        Setelah tiba di vihara ia berkata kepada para bhikkhu agar diijinkan diterima dalam pasamuan Sangha.

        Para bhikkhu menolak dan berkata, "Kami tidak dapat mengijinkanmu lagi menjadi seorang bhikkhu. Kamu berulang kali mencukur rambut kepalamu sehingga kepalamu seperti sebuah batu yang diasah".

        Masih ia memohon dengan amat sangat agar diijinkan diterima dalam pasamuan Sangha sekali ini dan mereka memenuhinya. Dalam beberapa hari Bhikkhu Cittahattha mencapai tingkat kesucian arahat bersamaan dengan pandangan terang analitis.

        Bhikkhu lain kagum melihat dia sekarang dapat tetap tinggal dalam jangka waktu lama di vihara. Mereka bertanya apa sebabnya?

        Terhadap hal itu, beliau menjawab, "Saya pulang ke rumah ketika saya masih memiliki kemelekatan dalam diri saya, tetapi kemelekatan itu sekarang telah terpotong".

        Bhikkhu-bhikkhu yang tidak percaya kepadanya, menghadap Sang Buddha dan melaporkan hal itu.

        Kepada mereka, Sang Buddha berkata "Bhikkhu Cittahattha telah berbicara benar; ia berpindah-pindah antara rumah dan vihara karena waktu itu pikirannya tidak mantap dan tidak mengerti Dhamma. Tetapi pada saat ini, Cittahattha telah menjadi seorang arahat; ia telah mengatasi kebaikan dan kejahatan".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 38 dan 39 berikut ini:

Orang yang pikirannya tidak teguh, yang tidak mengenal ajaran yang benar, yang keyakinannya selalu goyah, orang seperti itu tidak akan sempurna kebijaksanaannya.

Orang yang pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu dan kebencian, yang telah mengatasi keadaan baik dan buruk, di dalam diri orang yang selalu sadar seperti itu tidak ada lagi ketakutan.





---
Apakah cerita diatas juga menunjukan samvega ?
Perlu totalitas dalam pelepasan duniawi dan keinginan yang kuat (teguh) unt menjalani kehidupan monastik.
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #4 on: 09 July 2011, 09:45:36 PM »
Kalau hanya untuk menjadi bikhu dan berlatih, namun tetap tdk "mencapai" maka ia dikatakan sbg bikhu penghutang.

Saya menyadari, bahwa untuk menjadi seorang bikhhu/petapa, agar berhasil terhadap cita2 luhur tersebut, hal tersebut hanyalah didasarkan sebab-akibat, proses yg berkesinambungan. baru berhasil.

Bukan hanya karena produk dari pikiran, ia ingin menjadi seorang petapa/samana.
Samma Vayama

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #5 on: 09 July 2011, 09:50:26 PM »
Quote
ini akan terdengar seperti alasan untuk tidak menjalani kehidupan tanpa rumah, tapi saya pikir, hal ini berhubungan dengan karma dan Parami. jangankan orang2 biasa seperti kita, bahkan seorang Bodhisatta pun tidak selalu menjadi bhikkhu dalam kelahirannya sbg manusia. mari kita lihat perjalanan Bodhisatta Gotama dalam 24 kali pertemuannya dengan 24 Buddha,

Tentu saja segala sesuatu dapat dikaitkan dgn karma. Tapi mengatakannya sebagai karma adalah  jawaban yg terlalu abstrak. Ini bisa salah mengarahkan orang.(sama seperti ketika dituduhkan kepada para mahayanis bahwa dikit2 menggunakan senjata pamungkas upaya kausalya, haha, ok kita tdk bahas masalah ini).   
Begini. Jika seseorang hanya bermain2 saja dan tidak ingin mempraktikkan Dhamma dengan sungguh2, tidak mungkin kita hanya mengatakan bahwa itu sudah menjadi karmanya. Sebaliknya, justru sebab2 nya harus ditemukan, persoalannya harus segera dipecahkan agar orang tersebut dapat terbuka mata batinnya dan mulai berlatih dengan sungguh2. 

Jadi inti topik yg ingin saya sampaikan adalah ingin memahami lebih jauh apa yang menjadi kendala bagi kita yang sudah sekian lama belajar Dhamma , tapi masih suka "main2". Kadang saya merasa , khotbah2 Sang Buddha sangat mengagumkan, sangat baik jika dipraktikkan, sangat berharga jika tidak hanya direnungkan, tapi diaplikasikan, direalisasikan degnan sungguh2, tapi pada sisi lain, kadang saya merasa bahwa sesungguhnya saya tidaklah benar2 ingin menjalaninya, dan kadang kala katakanlah menjalaninya sedikit, meditasi, berdana. Tetapi kemudian praktik itu sedikit kendor, konsentrasi pecah dan beralih ke topik duniawi yg aktual. Ibarat masuk lalu keluar lalu masuk lagi dan seterusnya.. , yah seprti yg sdh sering kita baca bahwa jaman Sang Buddha ada bhikkhu yang keluar masuk Sangha sampai 7 kali. Jaman itu saja begitu apalagi kita? Tapi tentu kita tidak mau menjadikan itu sebagai tameng agar kita bisa memaafkan diri kita sendiri.  Malah justru kita harus melihatnya bahwa betapa merugikan dgn perbuatan seperti itu, betapa tidak boleh hal itu terjadi pada kita.

Kembali pada diri kita, jika direnungkan lagi, sepertinya ada kendala2nya, yakni Kita terlalu larut dalam kemalasan, kita terlalu larut dalam zona nyaman. Zona Kesenangan duniawi masih kita anggap sebagai hal yang baik utk tetap kita diami, sedangkan zona kebahagiaan lokuttara masih belum benar2 tersentuh oleh kita. Kita hanya membacanya dari kitab suci, dan seolah-olah itu adalah dongeng sebelum tidur, mimpi2 di atas awan. Seolah2 itu tak terjangkau, seperti katak merindukan bulan.
Kadang saya merenungkan bahwa, kebenaran mulia tentang Dukkha, bukan sekedar menyampaikan tentang makna Dukkha itu sendiri. Lebih dari itu , kita diajak utk melihat secara lebih jernih bahwa kondisi di dalam duniawi ini harus benar2 dipandang sebagai penderitaan betapapun kita sedang dilanda oleh kebahagiaan surgawi.  Bicara tentang kenyataan, kita belum melihatnya , makanya kita masih ingin "bermain2" di sini.
   

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #6 on: 09 July 2011, 10:05:39 PM »
Kalau hanya untuk menjadi bikhu dan berlatih, namun tetap tdk "mencapai" maka ia dikatakan sbg bikhu penghutang.

Saya menyadari, bahwa untuk menjadi seorang bikhhu/petapa, agar berhasil terhadap cita2 luhur tersebut, hal tersebut hanyalah didasarkan sebab-akibat, proses yg berkesinambungan. baru berhasil.

Bukan hanya karena produk dari pikiran, ia ingin menjadi seorang petapa/samana.


om, bisa dijelaskan apa yang telah ditulis ? (warna merah)



Anumodana
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline DragonHung

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 963
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #7 on: 09 July 2011, 10:06:43 PM »
kemelekatan terhadap  nafsu indera masih terlalu kuat.
Banyak berharap, banyak kecewa
Sedikit berharap, sedikit kecewa
Tidak berharap, tidak kecewa
Hanya memperhatikan saat ini, maka tiada ratapan dan khayalan

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #8 on: 09 July 2011, 10:17:29 PM »
Kalau hanya untuk menjadi bikhu dan berlatih, namun tetap tdk "mencapai" maka ia dikatakan sbg bikhu penghutang.

Saya menyadari, bahwa untuk menjadi seorang bikhhu/petapa, agar berhasil terhadap cita2 luhur tersebut, hal tersebut hanyalah didasarkan sebab-akibat, proses yg berkesinambungan. baru berhasil.

Bukan hanya karena produk dari pikiran, ia ingin menjadi seorang petapa/samana.

Menjadi apapun ada konsekuensi utk gagal mencapai keberhasilan. Tapi itu bukan alasan utama orang mengurungkan niat. Kegagalan adalah cerminan dari ada kesalahan dlm proses pelatihan dan harus dicarikan pemecahannya. 
Bicara tentang sebab akibat, mengingatkan saya pd satu film yg menceritakan seorang pemuda sangat berkeinginan utk menjadi bhiksu. Setiap saat mengunjungi vihara , ia bertanya pada gurunya bahwa kapan ia bisa menjadi bhiksu. Gurunya hanya menjawab "lihat jodoh karma". Setiap kali ia mengunjungi vihara dan memikirkan niatnya, ia akan bertanya lagi, dan selalu mendapat jawaban yg sama dari gurunya.
Terakhir kali, ia tidak ingin bertanya lagi, ia mengunduli kepalanya dan mendatangi gurunya sambil berkata, "saya datang guru", gurunya manggut2 sambil tersenyum dan menerimanya.
Jika kita lihat semua ini tentu kita menyimpulkan bahwa dibalik semua ini ada latar belakang sebab akibatnya, karmanya telah matang dan lain sebagainya. Tapi yg paling menentukan masih harus kembali pada kita masing2 , bahwak kita adalah pelaku dari sebab akibat, bukan alur yg dikendalikan oleh proses sebab akibat. Dan kunci dari semua ini adalah bagaimana kita bisa utk memunculkan samvega ini. Ini penting utk direnungkan setiap saat, jika tidak maka kita hanya akan tergerus oleh zona nyaman dan larut dalam kesenangan duniawi. 
Beranikah kita mulai saat sekarang menggali diri kita agar samvega itu muncul? 

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #9 on: 09 July 2011, 10:23:07 PM »
kemelekatan terhadap  nafsu indera masih terlalu kuat.

Mantap.. To the point. 
Oke, bro . Boleh sharing sedikit, apakah pernah merenungkan atas permasalahan ini? apakah bor pernah menganggp ini sebagai kendala? atau hanya merasa masa bodoh, biarkan saja, gak takut toh gak percaya bahwa itu sangat berbahaya (sepertii yg sering dinasihatkan oleh Sang Buddha), padahal kita sangat meyakini nasihat tersebut. Kita bahkan bersujud pada Buddha, tapi tidak sedikit pun kita mau menjalani apa yg beliau nasihatkan. Kiat masih main2 di sini, dan lain sbagainya. Thks

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #10 on: 09 July 2011, 10:27:23 PM »
Tentu saja segala sesuatu dapat dikaitkan dgn karma. Tapi mengatakannya sebagai karma adalah  jawaban yg terlalu abstrak. Ini bisa salah mengarahkan orang.(sama seperti ketika dituduhkan kepada para mahayanis bahwa dikit2 menggunakan senjata pamungkas upaya kausalya, haha, ok kita tdk bahas masalah ini).   
Begini. Jika seseorang hanya bermain2 saja dan tidak ingin mempraktikkan Dhamma dengan sungguh2, tidak mungkin kita hanya mengatakan bahwa itu sudah menjadi karmanya. Sebaliknya, justru sebab2 nya harus ditemukan, persoalannya harus segera dipecahkan agar orang tersebut dapat terbuka mata batinnya dan mulai berlatih dengan sungguh2. 


bukan berarti dengan hukum karma lantas kita tidak perlu berusaha, namun demikian, banyak kasus yg ternyata usaha keras pun tidak bisa menjadi bhikkhu. mari kita lihat misalnya pada kasus Anagami Ghatikara, walaupun ia adalah seorang anagami dan berkeinginan untuk menjadi bhikkhu (usahanya yg membuahkan kesucian Anamagi bisa menjadi indikasi dari usaha kerasnya), namun ia tetap saja tidak bisa menjadi bhikkhu dan meninggalkan kehidupan rumah tangga.

usaha keras untuk menuju ke arah menjadi bhikkhu tentu saja tidak sia-sia, karena mungkin saja walaupun tidak menjadi bhikkhu pada saat ini, tetapi dapat berbuah menjadi bhikkhu di masa depan.


Quote
Jadi inti topik yg ingin saya sampaikan adalah ingin memahami lebih jauh apa yang menjadi kendala bagi kita yang sudah sekian lama belajar Dhamma , tapi masih suka "main2". Kadang saya merasa , khotbah2 Sang Buddha sangat mengagumkan, sangat baik jika dipraktikkan, sangat berharga jika tidak hanya direnungkan, tapi diaplikasikan, direalisasikan degnan sungguh2, tapi pada sisi lain, kadang saya merasa bahwa sesungguhnya saya tidaklah benar2 ingin menjalaninya, dan kadang kala katakanlah menjalaninya sedikit, meditasi, berdana. Tetapi kemudian praktik itu sedikit kendor, konsentrasi pecah dan beralih ke topik duniawi yg aktual. Ibarat masuk lalu keluar lalu masuk lagi dan seterusnya.. , yah seprti yg sdh sering kita baca bahwa jaman Sang Buddha ada bhikkhu yang keluar masuk Sangha sampai 7 kali. Jaman itu saja begitu apalagi kita? Tapi tentu kita tidak mau menjadikan itu sebagai tameng agar kita bisa memaafkan diri kita sendiri.  Malah justru kita harus melihatnya bahwa betapa merugikan dgn perbuatan seperti itu, betapa tidak boleh hal itu terjadi pada kita.


dengan melihat bahwa banyak orang yg belajar dan berlatih dengan sungguh2 tapi tetap tidak menjadi bhikkhu sementara banyak juga yg tidak sungguh2 namun bisa menjadi bhikkhu dengan mudahnya. kita tidak dapat pura2 bahwa karma tidak terlibat di sini.

Quote
Kembali pada diri kita, jika direnungkan lagi, sepertinya ada kendala2nya, yakni Kita terlalu larut dalam kemalasan, kita terlalu larut dalam zona nyaman. Zona Kesenangan duniawi masih kita anggap sebagai hal yang baik utk tetap kita diami, sedangkan zona kebahagiaan lokuttara masih belum benar2 tersentuh oleh kita. Kita hanya membacanya dari kitab suci, dan seolah-olah itu adalah dongeng sebelum tidur, mimpi2 di atas awan. Seolah2 itu tak terjangkau, seperti katak merindukan bulan.
Kadang saya merenungkan bahwa, kebenaran mulia tentang Dukkha, bukan sekedar menyampaikan tentang makna Dukkha itu sendiri. Lebih dari itu , kita diajak utk melihat secara lebih jernih bahwa kondisi di dalam duniawi ini harus benar2 dipandang sebagai penderitaan betapapun kita sedang dilanda oleh kebahagiaan surgawi.  Bicara tentang kenyataan, kita belum melihatnya , makanya kita masih ingin "bermain2" di sini.
   

walaupun saya setuju dengan pendapat anda ini, tapi saya juga tidak menutup kemungkinan ada faktor X yg tidak dapat dihindari yg menentukan jalan hidup seseorang.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #11 on: 09 July 2011, 10:58:10 PM »
Boro2 pengen jadi petapa, liat alirannya aja banyak macem, salah pilih aliran aja bisa terjerumus tuh.
« Last Edit: 09 July 2011, 11:10:16 PM by ryu »
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #12 on: 09 July 2011, 11:00:34 PM »
 [at] Om Indra,
bukan maksud saya hanya menyatakan harus menjadi bhikkhu. "Usaha keras"  dari Gathikara sudah cukup membuktikan bahwa telah muncul samvega dalam dirinya. Jadi bagi saya masalah Gathikara sdh di luar dari case topik ini.

Sekali lagi, saya bukan mengabaikan karma, tapi mari tidak perlu membahas karma yg kaitannya terlalu luas utk dibahas, apalagi kita tidak tau ttg karma apa saja pd diri kita yg berjumlah tak terhingga kalpa kehidupan lalu kita.   
Nah, mengenai faktor X , justru di sini yg ingin kita gali bersama, barangkali mengenai diri Om, lalu disharing bersama.
Seperti pd diri saya, saya senang mempelajari Dhamma, menikmati membaca topik Dhamma, tapi tidak merasa terdesak utk mempraktikkan Dhamma secara intensif.  Di sini mungkin akan memberi kita pelajaran apa yg jadi faktor x hinggga kita begitu malas, atau kita hanya ingin belajar Dhamma utk memperlihatkan ke orang bahwa betapa luas pengetahuan Dhamma kita, betapa hebatnya saat kita menjelaskan Dhamma, tapi kita jarang melihat ke dalam diri betapa masih melekatnya kita pda semua itu , masih blm sanggup melepasnya.
Ketika saya membaca tentang bahaya akan kesenangan indriya, saya menjadi termenung , bahwa Sang Buddha tidak sekali dua kali mengatakan bahaya akan itu, tapi berkali -kali,  tidak jenuh2nya Beliau menasihati kita, tapi yah begitulah keadaan kita sekrg , lebih sibuk mengurusi hal2 yg tidak penting lebih banyk dibanding mengurusi hal2 paling mendesak ,yakni menyelamatkan diri dari samudera samsara. 
Sering mendengar org belajar Dhamma lalu masih mencita2kan bahwa semoga dia di kehidupan mendatang akan lebih baik atau apalah. Ini sangat naif. Seberapa sanggup menjamin kita akan terlahir dlm kondisi baik? apakah ketika Sang Buddha mengatakan betapa langka nya terlahir sebagai manusia, itu adalah kata2 yg tidak begitu penting? itu hanya asal ngomong? Tidak, ok, tapi mengapa kita masih merasa santai2 di sini, dan lain sbagainya. Nah....
apakah misi dari Dhammacittta utk membawa membernya semakin "sibuk dgn keasikan acara2nya", terlihat sekali, ada topik kafe jongkoklah, diskusi filem lah yg sama sekali tidak berguna bagi perkembangan batin, apalagi memunculkan Samvega , Jadi kembali pd pertanyaan saya apakah samvega dinilai tidak penting?   

 
 

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #13 on: 10 July 2011, 12:32:10 AM »
[at] Om Indra,
bukan maksud saya hanya menyatakan harus menjadi bhikkhu. "Usaha keras"  dari Gathikara sudah cukup membuktikan bahwa telah muncul samvega dalam dirinya. Jadi bagi saya masalah Gathikara sdh di luar dari case topik ini.

Sekali lagi, saya bukan mengabaikan karma, tapi mari tidak perlu membahas karma yg kaitannya terlalu luas utk dibahas, apalagi kita tidak tau ttg karma apa saja pd diri kita yg berjumlah tak terhingga kalpa kehidupan lalu kita.   
Nah, mengenai faktor X , justru di sini yg ingin kita gali bersama, barangkali mengenai diri Om, lalu disharing bersama.
Seperti pd diri saya, saya senang mempelajari Dhamma, menikmati membaca topik Dhamma, tapi tidak merasa terdesak utk mempraktikkan Dhamma secara intensif.  Di sini mungkin akan memberi kita pelajaran apa yg jadi faktor x hinggga kita begitu malas, atau kita hanya ingin belajar Dhamma utk memperlihatkan ke orang bahwa betapa luas pengetahuan Dhamma kita, betapa hebatnya saat kita menjelaskan Dhamma, tapi kita jarang melihat ke dalam diri betapa masih melekatnya kita pda semua itu , masih blm sanggup melepasnya.
Ketika saya membaca tentang bahaya akan kesenangan indriya, saya menjadi termenung , bahwa Sang Buddha tidak sekali dua kali mengatakan bahaya akan itu, tapi berkali -kali,  tidak jenuh2nya Beliau menasihati kita, tapi yah begitulah keadaan kita sekrg , lebih sibuk mengurusi hal2 yg tidak penting lebih banyk dibanding mengurusi hal2 paling mendesak ,yakni menyelamatkan diri dari samudera samsara. 
Sering mendengar org belajar Dhamma lalu masih mencita2kan bahwa semoga dia di kehidupan mendatang akan lebih baik atau apalah. Ini sangat naif. Seberapa sanggup menjamin kita akan terlahir dlm kondisi baik? apakah ketika Sang Buddha mengatakan betapa langka nya terlahir sebagai manusia, itu adalah kata2 yg tidak begitu penting? itu hanya asal ngomong? Tidak, ok, tapi mengapa kita masih merasa santai2 di sini, dan lain sbagainya. Nah....
apakah misi dari Dhammacittta utk membawa membernya semakin "sibuk dgn keasikan acara2nya", terlihat sekali, ada topik kafe jongkoklah, diskusi filem lah yg sama sekali tidak berguna bagi perkembangan batin, apalagi memunculkan Samvega , Jadi kembali pd pertanyaan saya apakah samvega dinilai tidak penting?   

 
 


melihat contoh Ghatikara, berarti anda setuju bahwa samvega tidak diindikasikan oleh kehidupan meninggalkan rumah (menjadi bhikkhu).

saat ini kita melihat banyak bhikkhu yg tidak lurus, yg menjelaskan bahwa menjadi bhikkhu pun tidak menjamin spiritualitas yg lebih baik yg menjadi target dari timbulnya samvega itu, saya pribadi berpendapat, "jadilah umat awam yg baik, daripada menjadi bhikkhu yg buruk". bukan berarti saya meremehkan kehidupan kebhikkhuan, tentu saja lebih baik dari pendapat saya itu adalah "jadilah bhikkhu yg baik daripada umat awam yg baik", tetapi ketika kita blm mampu menjadi bhikkhu yg baik, maka jadilah umat awam yg baik. dengan menjadi umat awam yg baik, diharapkan di masa depan (besok, bulan depan, tahun depan, atau kehidupan mendatang) kita dapat menjadi bhikkhu yg baik.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pentingkah utk menimbulkan Samvega?
« Reply #14 on: 10 July 2011, 06:07:07 AM »
apakah misi dari Dhammacittta utk membawa membernya semakin "sibuk dgn keasikan acara2nya", terlihat sekali, ada topik kafe jongkoklah, diskusi filem lah yg sama sekali tidak berguna bagi perkembangan batin, apalagi memunculkan Samvega,

maksudnya ideal sekali

apakah topik yang tidak berhubungan dengan Dhamma 'dihapus' aja  ^-^

Quote
Jadi kembali pd pertanyaan saya apakah samvega dinilai tidak penting?   

penting dan tidak penting !
diri sendiri yang bisa menilai
jika bro chingik anggap 'samvega' itu penting, prakteklah
jika ada orang lain menilai samvega belum penting, ya tidak serius
malah ada orang lain atau umat buddhis tidak mengetahui apa arti 'samvega' jadi ? ???
 _/\_
« Last Edit: 10 July 2011, 06:19:57 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

 

anything