//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu  (Read 9814 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Mangkok

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 123
  • Reputasi: 14
  • Gender: Male
  • Mangkok
Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« on: 16 May 2008, 09:02:51 PM »
Tadinya sempat mau mengetik postingan2 tentang kisah2 dalam teks ini, namun ternyata kisah2 ini sudah diposting oleh MD Melati dalam forum wihara sehingga niat mempostingnya sempat batal. Namun, mengingat bahwa mungkin tidak semua sempat membacanya, dan juga teks ini benar2 sangat menginspirasi, jadi akhirnya mencoba untuk memposting juga. Selain itu juga, saya merasa cerita2 dalam teks ini akan sangat membantu pemahaman kita tentang prinsip2 dalam hukum karma. (Tapi bila saudara moderator atau administrator merasa tidak perlu, akan saya hentikan). Dan postingan ini jadinya tidak saya ketik ulang, tetapi co-pas dari postingan di forum wihara oleh MD Melati. Saya pilih posting di bagian Tibetan karena emang dikenalnya terutama di tradisi Tibetan. Tapi sekali lagi dikembalikan kepada saudara moderator.

Teks ini diterjemahkan  ke dalam bahasa Indonesia oleh Heni untuk Kadam Choeling Bandung, diedit oleh Junaidi dan Bhiksu Bhadraruci. Teks bahasa Inggrisnya berjudul Sutra of the Wise and the Foolish oleh Stanley Frye, bahasa Tibetnya mdo mdzangs blun, bahasa Mongolnya Ulinger-un dalai (Ocean of Naratives).

Untuk memberikan gambaran tentang kisah ini (ini tidak ada di forum wihara), saya mengambilnya dari halaman belakang cover bukunya:

Salah satu harta karun literatur Buddhis adalah MDo-mdzangs-blun atau 'Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu' sebagaimana dikenal oleh orang-orang Mongolia. Naskah ini diterjemahkan ke dalam bahasa Mongolia dari bahasa Tibet sebagai Ulinger-un dalai atau Lautan cerita. Kitab ini adalah salah satu kitab Buddhis yang paling menarik untuk dinikmati dan enak dibaca. Selama berabad2, kitab ini telah menjadi sumber yang tiada habisnya dari inspirasi, instruksi dan kedamaian bagi semua yang telah membacanya. Sejarah dari naskah tidak umum ini masih belum jelas. Legenda mengatakan bahwa kisah-kisah dalam kitab ini didengar oleh bhiksu-bhiksu China di Khotan, yang menerjemahkannya (namun dalam bahasa apa?) ke dalam bahasa China, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Tibet, lalu ke dalam bahasa Mongolia dan Oirat.

Alur ceritanya adalah Jataka, atau cerita kelahiran kembali, melacak penyebab tragedi masa kini dalam kehidupan manusia dengan mengambil tempat di kehidupan yang lalu. Tema dari setiap cerita adalah sama: tragedi dari keadaan manusia, penyebab tragedi ini dan kemungkinan mengubahnya. Tetapi tidak seperti tragedi Yunani, tragedi Buddhis tidak pernah berakhir dengan sendirinya, sebagai contoh sebuah perasaan karena sandiwara tragedi, namun sebuah panggilan  untuk mengubah yang dapat diubah dan tidak semestinya dialami terus menerus. Tokoh2 yang kita temui dalam Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu, walaupun seharusnya hidup di India pada masa Sang Buddha, dapat saja hidup saat ini di kota New York, sebuah kota kecil di pedesaan atau Leningrad, dan masalah yang mereka hadapi adalah masalah yang sama yang dihadapi manusia setiap saat di manapun. Di sinilah letak daya tarik abadi dari Kitab Buddhis yang mendalam ini.


Terima kasih  :|
Semoga kebijaksanaan dan kebaikan hati tumbuh dan berkembang dalam batin semua makhluk

Offline Mangkok

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 123
  • Reputasi: 14
  • Gender: Male
  • Mangkok
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #1 on: 16 May 2008, 09:33:09 PM »
1. Permulaan Kisah Ini (catatan: kelihatannya versi saudara MD Melati adalah teks sebelum dicetak, jadi sambil co-pas, saya menyesuaikan dengan versi teks bukunya)

Demikian yang telah saya dengar pada suatu ketika: Ketika Sang Pemenang, yang telah tercerahkan sempurna, telah memasuki alam kemenangan dan telah mencapai pencerahan sempurna, beliau menetap di
Magadha. Terlintas dalam pikiran: "Manfaat apa yang bisa Kuberikan pada makhluk-makhluk di dunia ini yang
telah lama dibutakan oleh pandangan salah yang sulit diperbaiki? Lebih baik langsung mencapai Nirvana akhir
(parinirvana)."

Para dewa di alam Brahma, mencerap pikiran Yang Terberkahi, turun dan bersujud di kakiNya, beranjali dengan rasa bakti yang mendalam dan memintaNya untuk memutarkan Roda Dharma.

Dia Yang Terberkahi berkata kepada mereka: "Para dewa di alam Brahma, makhluk-makhluk ini terjerat dalam jurang kekotoran batin, mereka terikat dalam kenikmatan duniawi, karena mereka tidak memiliki kesempurnaan pikiran kebijaksanaan, ketika mereka berada dalam dunia ini tidak ada yang dapat membantu mereka. Karena itulah saya harus memasuki Nirvana akhir."

Sekali lagi para dewa di alam Brahma memohon: "Yang Mulia, lautan Dharma telah terisi. Bendera Dharma
telah dikibarkan. Waktunya telah tiba untuk menyebarkan Dharma. Sekarang banyak sekali makhluk yang harus diselamatkan, apakah alasan Yang Mulia menolak melakukan hal ini dan ingin memasuki Nirvana
akhir, mohon welas asih pada makhluk-makhluk ini yang telah dibutakan dengan kebodohan dan menjadi pelindung bagi mereka, kami memohon kepadaMu.

"Berkalpa-kalpa yang tak terhitung lamanya, Yang Mulia, Engkau telah dilahirkan di dunia ini sebagai
seorang Kaisar dengan nama Kasapala. Kaisar ini mendaulat banyak raja, istri, pangeran, 84.000 kota
dan 20.000 istana. Karena welas asihnya, kaisar ini dianggap sebagai ayah oleh mereka semua.

"Suatu hari Kaisar berpikir: 'Karena saya adalah penguasa dari semua orang yang mencintai dan
mempercayaiku, saya harus memberikan manfaat bagi mereka dengan harta yang berharga yaitu Dharma
Kesunyataan.'

"Dia kemudian mengumumkan, dengan berkata: 'Kepada siapapun yang dapat mengajarkan kepadaku Dharma Kesunyataan, saya akan memberikan apapun yang dia minta.'

"Pada waktu itu, seorang guru Brahmana bernama Liu Ciun Che datang ke gerbang istana dan berkata: 'Jika
Dharma Kesunyataan dibutuhkan saya memilikinya.'

"Ketika kaisar mendengar hal ini, dia beserta pengikutnya keluar untuk menyambut brahmana ini. Mereka membawanya ke atas podium, bersujud, beranjali dengan penuh hormat, dan berkata: 'Guru besar, Anda telah datang untuk mengajar kami, yang dibutakan oleh kebodohan, Dharma Kesunyataan.'

"Brahmana itu berkata: 'Tuanku, Dharma yang akan kuajarkan tidak mudah untuk dipelajari juga tidak
murah untuk didapatkan.'

"Kaisar menjawab: 'Guru, katakan saja, apapun yang Anda inginkan akan saya perintahkan untuk diberikan
kepadamu.'

Brahmana itu berkata: 'Tuanku, jika Anda menginginkan Dharma ini dengan mempersembahkan tubuh Anda sebagai persembahan untuk ditusuk dengan seribu tombak dan dibakar oleh obor, saya akan mengajarkan Dharma itu.'

Kaisar menerimanya dengan senang hati dan mengirimkan kurir untuk menyuarakan dengan suara lantang ke semua tanah di Benua Jambudvipa untuk mengumumkan kepada para pangeran dan penduduk bahwa tujuh hari kemudian dia akan mengorbankan dirinya demi Dharma Kesunyataan dan dia akan di tusuk dengan seribu tombak dan dibakar.

Mendengar pengumuman ini para pangeran dan penduduk dipenuhi rasa sedih. Datang dihadapan kaisar mereka bersujud dan memohon:

"'Tuanku, seperti seorang buta yang bergantung pada mereka yang dapat melihat bagaikan seorang bayi
bergantung pada ibunya, demikian pula kami bergantung padamu. Tuanku, jika engkau mati, maka tidak ada
siapapun yang mana kami dapat bergantung. Jika tubuhmu di bakar dengan 1000 obor Anda pasti akan mati. Apakah Anda rela meninggalkan semua makhluk di bumi ini demi seorang brahmana?' Sambil beranjali, para istri kaisar, lima ratus anaknya, dan 1000 bangsawan memohon padanya untuk membatalkan pengorbanan itu.

"Kemudian kaisar berkata dengan jawaban yang tegas: 'Jangan halangi saya! Ketika Penerangan Sempurna telah kucapai, saya berusaha mengantarkan kalian juga.' Mendengar jawaban kaisar, orang-orang jatuh ke tanah dan menangis terisak-isak.

"Kaisar berkata kepada brahmana: 'Saya siap untuk dilukai dan di bakar dengan seribu obor.' Ketika
kaisar berkata: 'Lukai tubuhku,' brahmana mencelupkan obor ke dalam minyak. Ketika orang-orang melihat hal
ini, mereka jatuh ke tanah seperti gunung besar runtuh.

Kaisar berkata kepada brahmana: 'Guru, ajarkan saya Dharma ini terlebih dahulu, kemudian bakar saya dengan
obor. Jika tidak demikian, saya tidak dapat mendengar Dharma itu.' Brahmin kemudian membacakan syair berikut ini:

Semua benda yang terbentuk akan terurai.
Apapun yang naik akan jatuh.
Semua pertemuan berakhir pada perpisahan
Apapun yang lahir akan mati.

Kaisar bersuka cita dan tanpa sedikit pun rasa menyesal, kemudian berkata: 'Ini adalah Dharma yang
kucari, Pencapaian Sempurna yang seharusnya telah kuketahui sebelumnya. Saya berikrar, ketika saya
mencapai pencerahan sempurna, saya akan menerangi semua makhluk yang dibutakan oleh kebodohan dengan sinar cahaya kebijaksanaan transendental.'

Ketika ia telah mengucapkan kata-kata itu, surga bergetar dan istana para dewa di tanah suci bergetar, para dewa turun dan melihat tubuh raja bodhisattva yang hancur, para dewa menangis dan menurunkan hujan
air mata kemudian memberikan persembahkan berupa hujan bunga.

Kemudian Indra, penguasa para dewa mendekati kaisar, memujinya dengan berbagai cara, dan berkata: 'Kaisar besar, ini adalah penderitaan yang mengerikan! Apakah Anda tidak menyesal?'

Kaisar menjawab: 'Tidak ada penyesalan.'

Kemudian Indra menjawab: 'Tuanku, ketika seseorang melihat tubuh Anda, maka dia akan gemetaran, sangat
sulit untuk percaya bahwa engkau tidak menyesal.

Kaisar menjawab: 'Tidak ada penyesalan.'

Sekali lagi, Indra berkata: 'Tuanku, ketika seseorang melihat tubuh Anda maka dia akan gemetaran, sangat sulit untuk percaya bahwa Anda tidak menyesal.'

Kaisar menjawab: 'Jika memang tidak ada sedikit pun pikiran menyesal dalam tubuhku, semoga luka-luka ini dapat sembuh.'
Dan segera tubuh kaisar menjadi utuh kembali.

Tuanku pada waktu itu, Anda adalah kaisar itu. Dahulu kala, Anda merasakan penderitaan yang tak terbatas untuk mendapatkan Dharma Kesunyataan demi semua makhluk. Mengapa sekarang Anda menolak mereka demi mencapai Nirvana akhir?

Yang Mulia, dahulu kala Anda dilahirkan di Jambudvipa ini sebagai raja besar bernama Byin-Ling-Kar-Li. Raja ini memiliki pangeran-pangeran, 84.000 kota, banyak istri, dan 20.000 istana. Dia memiliki 500 anak laki-laki dan 10.000 menteri, dengan rasa welas asih yang besar, dia melihat semua itu sebagai anak satu-satunya.

Pada suatu waktu raja ini yakin dan menginginkan Dharma Kesunyataan, mengumumkan: 'Siapapun yang bersedia mengajarku Dharma Kesunyataan ini, kepadanya saya akan dengan senang hati memberikan
apapun yang dia inginkan.'

Suatu hari seorang brahmana bernama Leu Du Ci muncul di gerbang istana dan berkata: 'Jika ada seseorang yang ingin mendengarkan Dharma Kesunyataan, saya akan mengajarkannya.'

Ketika raja mendengar hal ini, dia datang untuk bertemu brahmana dengan suka cita dan rasa bakti yang mendalam. Dia bersujud dikakinya, memujanya dengan berbagai pujian, mengundangnya ke istana, mempersiapkan podium untuk tempat duduknya, beranjali dan berkata: 'Saya mencari guru besar untuk
mengajarkan Dharma Kesunyataan.'

Brahmana berkata: 'Saya mengalami penderitaan hebat untuk belajar Dharma ini. Jika tuanku ingin
belajar maka biayanya akan sangat besar. Beranjali dengan penuh hormat raja menjawab: 'Guru, segala permintaanmu akan kukabulkan.'

Brahmana berkata: 'Jika demikian, tuanku, hanya setelah seribu jeruji besi telah ditancapkan
ditubuhmu, saya akan mengajarkan Dharma itu.

Selama tujuh hari setelah raja mengumumkan dan mengirimkan seorang kurir dengan suara yang lantang
menunggang gajah, dan mengumumkan ke semua Jambudvipa bahwa tujuh hari kemudian tubuh raja akan dilukai dengan 1000 jeruji.

Ketika orang-orang mendengar hal ini, mereka semua datang kepada raja dan berkata: 'Oh, raja, kami
yang telah datang dari empat penjuru sangatlah bergembira di setiap tanah mereka, karena kebijaksanaan dan kebaikan hatimu. Kami memohon berwelas asih dan batalkanlah perbuatan kejam ini yang bisa membuat tubuh Anda terluka akibat 1000 jeruji.

Kemudian para ratu dan pangeran dan menteri berkata: 'Tuanku, apakah dengan demikian kurang welas
asih? Apakah demi seorang laki-laki, Anda mengizinkan tubuh Anda dirusak? Mengapa Anda meninggalkan
rakyatmu?'

Raja menjawab: 'Saya telah menciptakan kesalahan-kesalahan tak terhitung dengan tubuh ini akibat nafsu kemarahan dan kebodohan di kehidupan-kehidupan yang lalu. Tulangku dari kematian-kematian sebelumnya telah disusun lebih tinggi dari Gunung Sumeru. Saya telah menumpahkan darah lebih banyak daripada air yang bisa ditampung oleh lima sungai besar dengan cara memenggal kepala orang. Saya telah meneteskan air mata lebih banyak daripada air yang dapat ditampung oleh empat lautan besar. Dengan berbagai cara saya telah melakukan ketidakbajikan dengan tubuh ini. Sekarang dengan tubuhku ditusuk oleh jeruji, semoga penerangan
sempurna dapat direalisasikan. Ketika saya telah mencapi penerangan sempurna, saya akan meninggalkan
semua penyakit ini dan kekotoran batin dengan pedang kebijaksanaan. Lalu mengapa engkau mencoba untuk
menghalangiku?'

bersambung...
« Last Edit: 16 May 2008, 09:34:41 PM by Mangkok »
Semoga kebijaksanaan dan kebaikan hati tumbuh dan berkembang dalam batin semua makhluk

Offline Mangkok

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 123
  • Reputasi: 14
  • Gender: Male
  • Mangkok
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #2 on: 16 May 2008, 09:53:00 PM »
"Sementara semua orang tetap diam dalam seribu bahasa, sang raja berkata kepada Brahmana: 'Guru Besar,
pertama dengan welas asih ajarkanlah saya Dharma itu, kemudian tusuklah Saya dengan jeruji itu. Jika tidak
demikian saya tidak bisa mendengar Dharma itu, saya akan mati.'

"Brahmana kemudian membacakan syair berikut ini:

''Semua benda yang terbentuk adalah tidak kekal.
Semua yang lahir membawa penderitaan.
Semua elemen yang muncul adalah kosong dan tanpa 'aku'.
Apa yang disebut 'aku' sebenarnya tidak eksis.'


"Setelah mengatakan hal ini, brahmana melukainya dengan 1000 jeruji ke tubuh raja. Ketika para pangeran
dan bangsawan dan semua orang yang melihat itu, mereka jatuh ke tanah, mengerang seperti gunung besar ketika runtuh.

"Pada saat itu surga berguncang di enam penjuru dan para dewa dalam alam keinginan dan yang berada dalam alam keinginan (karma dhatu) sangat heran. Mereka menghadap raja bodhisattva dan melihat tubuhnya, mencucurkan hujan air mata penuh kesedihan dan membuat persembahan bunga.

"Kemudian Indra, dewa dari para dewa, menghampiri sang raja dan berkata: 'Raja besar, apakah yang ingin
engkau capai sehingga harus menjalani kesengsaraan ini? Apakah ini demi Dharma itu, atau engkau ingin
diberkahi oleh kekuatan Indra, raja semesta, seorang raja Mara, seorang raja Brahma, atau seorang
Mahesvara!'

"Kaisar menjawab: 'Perbuatan yang saya lakukan ini bukanlah untuk memperoleh kebahagiaan di tiga alam.
Ini dilakukan untuk memperoleh penerangan sempurna.'

Indra berkata: 'Yang Mulia, ketika tubuhmu menderita seperti ini, apakah engkau menyesal?'

"Kaisar menjawab: 'Tidak ada penyesalan.'

Indra berkata: 'Melihat tubuhmu gemetaran, siapa yang akan percaya bahwa hatimu tidak ada penyesalan?'

"Kaisar menjawab: 'Jika apa yang baru saja saya katakan benar, dan jika saya benar-benar tidak ada
pikiran menyesal, semoga tubuhku kembali menjadi seperti semula.'

Sesaat itu juga, tubuh kaisar kembali utuh dan para dewa dan manusia percaya dan bermudita.

Sekali lagi mereka berkata kepada Buddha: "Yang Mulia, Anda telah mengisi lautan Dharma dengan
kebajikan yang tak terhitung. Mengapa Anda mengabaikan semua makhluk hidup dan masuk ke Nirvana akhir tanpa mengajarkan Dharma itu?

"Yang Mulia, bahkan yang tidak dapat dibayangkan, berkalpa-kalpa lalu yang tak terhitung engkau telah
terlahir di Jambudvipa ini sebagai seorang anak laki-laki seorang kaisar yang bernama Brahmadeva.
Pangeran ini menginginkan Dharma Kesunyataan, berusaha dengan berbagai cara, tetapi tidak dapat
memperolehnya, menjadi kecewa dan sangat sedih. Dewa dari para dewa, Indra, mengetahui pikiran pangeran, merubah dirinya menjadi seorang Brahmana, dan datang ke gerbang istana, berkata demikian: 'Saya memiliki Dharma Kesunyataan. Jika itu dibutuhkan, saya akan mengajarkannya.'

"Pangeran, mendengar kata-kata ini, kemudian bersujud di kaki gurunya, mengundangnya ke dalam istana,
menempatkan dia di podium, beranjali, dan berkata: 'Guru besar, dengan welas asih ajarkanlah saya Dharma
kesunyataan, saya mohon kepadamu.'

"Brahmana berkata: 'Ajaran ini sangat sulit untuk dipelajari. Meskipun seseorang berusaha keras, sangat
sulit untuk mencari seorang guru. Engkau tidak bisa mempelajarinya dengan murah. Jika engkau benar-benar
ingin mendengar Dharma itu, ketahuilah bahwa ini sangat sulit dilakukan.'

"Sang pangeran menjawab: 'Guru besar, apapun yang engkau inginkan, saya akan dengan senang memberikannya kepadamu, meskipun tubuhku sendiri, istriku, anak laki-laki dan anak perempuanku. Izinkan saya mendengar Dharma itu.'

"Brahmana berkata: 'Jika engkau bisa mempersiapkan sebuah lubang api sedalam 10 depa dan membakar dirimu didalamnya, saya akan mengajarkan Dharma itu.'

"Sesuai dengan kata-kata Brahmana, pangeran mempersiapkan lubang api. Kaisar, ratu, dan semua
bangsawan, menyadari apa yang akan terjadi, berduka cita. Pergi ke istana pangeran, mereka mengelilingi
dia dan Brahmana itu, memohon: 'Oh, Guru yang hebat, berwelas-asihlah kepada kami semua. Kami mohon agar engkau tidak membakar pangeran kami. Ditempatnya kami mempersembahkan tanah, istri-istri, anak-anak, bahkan tubuh kami sendiri.'

"Brahmana itu berkata: 'Saya tidak memerlukan hal seperti itu. Jika pangeran dapat melakukan apa yang
saya katakan, saya akan mengajarkan Dharma itu. Jika dia tidak bisa, saya tidak akan mengajarkannya.'

"Brahmana kemudian diam dan semua orang yang berkumpul disana tahu bahwa pangeran telah membuat sumpah yang tak dapat ditarik kembali.

"Kemudian kaisar mengirim seorang kurir yang bersuara lantang kepada seluruh benua Jambudvipa untuk
mengumumkan bahwa dalam beberapa hari pangeran, menginginkan Dharma itu, ia akan mengorbankan tubuhnya dalam sebuah lubang api. Semua orang akan hadir."

"Kemudian para pangeran dan semua orang, meskipun tua dan lemah, datang dengan sedih, satu per satu,
menghadap pangeran, berlutut, beranjali, dan dalam satu nada memohon: 'Oh, pangeran, kami tergantung
kepadamu. Engkau adalah ayah dan ibu bagi kami. Jika engkau membakar diri dalam lubang api itu, siapa yang
akan menjadi penjaga dan tempat berlindung? Mengapa engkau meninggalkan kami demi satu orang itu?'

"Pangeran itu menjawab: 'Dengarkanlah, Selama kelahiran sebelumnya yang tak terhingga, ketika
berputar dalam lingkaran kelahiran dan kematian, lahir sebagai seorang manusia, saya melakukan perbuatan
jahat dengan marah, turut membunuh. Ketika saya memperoleh kelahiran diantara para dewa, saya
mengalami penderitaan akan kematian dan kekurangan kebahagiaan. Ketika dilahirkan dalam neraka, saya
melewati penderitaan dengan dibakar di dalam api, direbus dalam sebuah kawah, dipotong dan dibelah oleh
pedang dan gergaji. Saya memanjat gunung pisau tajam, berenang dalam air beracun, dan yang lainnya. Saya
telah melewati penderitaan yang tak terhitung. Saya telah mengalami sakit yang membuat tulang-belulang
menjadi sakit. Terlahir sebagai hantu kelaparan, saya mengalami penderitaan yang tak terkira. Terlahir
sebagai seekor binatang, saya dipaksa untuk membawa beban sampai kelelahan, dan tidak dapat menemukan
obat-obatan untuk menyembuhkan lukaku. Waktu yang tidak terhitung saya telah menderita siksaan dan
kematian. Kejahatan ada dalam tubuhnya. Saya tidak melakukan apapun dengan pikiran kebajikan demi Dharma kesunyataan. Janganlah menghalangi saya dalam membangun pikiran pencerahan sempurna. Demi
merealisasikan kebuddhaan saya akan membuat persembahan yang sempurna dari tubuh ini. Ketika saya
mencapai pencerahan sempurna, saya akan memberikan kamu hadiah berupa Tubuh Dharma.'

"Semua orang tetap terdiam dan sang pangeran mendekati lubang api itu dan berdiri ditepinya. Dia
kemudian berkata kepada Brahmana. 'Guru Besar, pertama-tama ajari saya Dharma itu, saya mohon padamu.
Jika saya meninggal dalam api saya tidak bisa mendengarnya.'

Brahmana kemudian membacakan syair ini:

'Meditasikanlah pada pikiran cinta kasih.
Buang pikiran marah dan dendam.
Dengan penuh welas asih, menolong makhluk hidup.
Dengan kemurahan hati memaafkan semua.


Meditasikanlah pada suka cita
Selaras dengan yang lain.
Ketika dengan pikiran Pencerahan seseorang mengajarkan Dharma,
Dengan demikian jalan bodhisattva bisa direalisasikan.'


"Ketika kata-kata itu telah diucapkan dan pangeran sudah mendekati lubang berapi-api, Brahma dan Indra
menariknya kembali dan berkata: 'Dengan kebajikanmu semua makhluk hidup di Jambudvipa bahagia. Jika
sekarang engkau membakar diri dengan api, semua orang awam akan kehilangan ayah dan ibu mereka. Mengapa engkau masuk ke api dan menelantarkan semua makhluk?'

"Memandang dewa dari para dewa dan semua orang sang pangeran menjawab: 'Ketika saya sedang membangkitkan pikiran pencerahan sempurna, jangan halangi saya.'

"Ketika sang pangeran memasuki lubang api, cakrawala berguncang keras dan para dewa di surga menangis dan mengirimkan hujan air mata. Lubang api itu berubah menjadi sebuah istana bunga, dan pangeran duduk di
atas sekuntum teratai. Para dewa mengirimkan hujan bunga yang membanjiri setinggi lutut.

"Pada saat itu Raja Suddhodana adalah Raja Brahmadeva, dan engkau, Yang Mulia, adalah pangeran
itu. Oh, Buddha dan Guru, pada saat itu, diluar welas asih pada semua makhluk, mencari Dharma itu. Sekarang setelah Engkau telah mencapai pencerahan sempurna, mengapa engkau berkata akan lebih baik jika engkau memasuki Nirvana akhir tanpa mencerahkan semua makhluk yang telah dibutakan oleh ketidaktahuan?

"Lagi, Yang Mulia berkalpa-kalpa yang lalu, hiduplah di Benares 500 orang bijaksana dengan guru mereka,
Udpala. Udpala berkeliling untuk mencari Dharma Kesunyataan untuk mempelajari dan memeditasikannya dan
suatu ketika mengumumkan: 'Jika siapapun bisa mengajarkan saya Dharma kesunyataan, saya akan menjadi
pelayannya.'

"Seorang guru Brahmana, mendengar kata-kata ini, berkata: 'Saya memiliki Dharma kesunyataan. Jika engkau
membutuhkannya, saya akan mengajarkannya kepadamu.'

"Orang bijaksana memberi hormat kepada sang brahmana, beranjali dan berkata: 'Guru yang agung,
berwelas-asihlah kepadaku dan ajarkan kepadaku Dharma itu.'

"Sang brahmana menjawab: 'Sangat sulit untuk mempelajari Dharma kesunyataan. Saya mempelajarinya
dengan menjalani penderitaan yang sangat dalam. Jika engkau ingin mempelajari Dharma kesunyataan ini,
akankah kamu melakukan apa yang saya perintahkan?'

Ketika orang bijaksana menjawab: 'Guru yang agung, perintahkanlah, dan saya akan patuh,' Sang brahmana
berkata: 'Kupas kulit tubuhmu dan jadikan kertas. Buatlah tinta dari darahmu, dan tulislah Dharma ini.
Lalu saya akan mengajarkannya kepadamu.'


bersambung...
« Last Edit: 18 May 2008, 08:51:34 AM by Mangkok »
Semoga kebijaksanaan dan kebaikan hati tumbuh dan berkembang dalam batin semua makhluk

Offline Mangkok

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 123
  • Reputasi: 14
  • Gender: Male
  • Mangkok
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #3 on: 16 May 2008, 10:12:58 PM »
"Dengan sangat gembira dan kesetiaan, sang bijaksana, demi mendapatkan Dharma dari Yang Tercerahkan ia
mengupas kulitnya, membuat sebuah pena dari tulangnya, dan mencampurkan darahnya dengan tinta. Kemudian dia berkata: 'Waktunya telah tiba, Guru, segera ajarkan saya Dharma itu dan saya akan menulisnya.'

"Sang guru brahmana kemudian mengucapkan dua bait berikut:

'Jagalah perbuatan dari badan jasmani.
Jangan bernafsu untuk mencuri karena akan merusak pikiran.
Jangan berkata bohong, kasar, dan kata-kata tak berguna.
Jangan membiarkan dirimu terbuai dalam keinginan.

Buanglah pikiran kemarahan.
Ketika semua pandangan salah telah dibuang...
Ini adalah Yang Terunggul.
Ini adalah ajaran para bodhisattva.'


"Ketika sang bijaksana telah menuliskan bait-bait ini, dia dimuliakan di seluruh Jambudvipa
dan manusia berusaha dengan semangat besar untuk mempelajari apa yang diajarkan dan untuk membuang
perbuatan buruk. Itulah engkau Bhagawan, yang pada saat itu dengan tanpa rasa penyesalan, melalui penderitaan yang sangat dalam untuk menemukan Dharma itu demi kepentingan banyak makhluk hidup. Apakah alasannya sekarang untuk melupakan semua makhluk, Bhagawan menolak untuk mengajarkan Dharma itu dan berkata bahwa akan lebih baik untuk memasuki Nirvana akhir?

"Lagi, Bhagawan, tak terhitung kalpa yang lalu, engkau dilahirkan di Jambudvipa ini sebagai raja
bernama Sibsen. Raja ini memiliki sebuah istana bernama Pardi dan harta benda tak terhitung. Dia
adalah tuan dari seluruh Jambudvipa dan memiliki 84.000 pangeran, 60.000 bangsawan, 80.000 kota dan
60.000 istana. Sekarang, ketika raja ini memerintah dengan penuh welas asih dan kebajikan, Indra, dewa
dari para dewa, kehilangan lima kebajikan dari tubuhnya, berada dekat dengan kematian, dan sangat
menderita. Visvakarman, seniman dari para dewa, melihat penderitaanya yang sangat dalam, menanyakan
apa sebabnya. Indra berkata: 'Saya sedang mendekati kematian. Tanda-tanda kematian telah muncul. Dharma dari Yang Tercerahkan telah menghilang. Para bodhisattva tidak lagi berdiam di dunia, dan karena
tidak ada lagi yang dapat di minta perlindungan, saya menderita dan tersiksa.'

"Visvakarman berkata: 'Oh, Indra, saat ini ada seorang pria yang berdiam di dunia yang mengikuti
jalan bodhisattva yang namanya Raja Sibsen. Raja ini tidak tergoyahkan dan melalui usaha keras telah
merealisasikan pencerahan sempurna. Jika engkau ingin mencari perlindungan kepadanya, dia tentu saja akan
menyelematkan dirimu dari kematian dan kamu akan memperoleh kedamaian.'

"Indra berkata: 'Ini mungkin saja benar, tapi pertama-tama kita harus memastikan raja ini
benar-benar seorang bodhisattva atau bukan. Demi melakukan hal ini, engkau, Visvakarman, mengubah
dirinya menjadi seekor burung dara. Saya akan mengubah diriku menjadi elang dan mengejarmu. Ketika kita
memasuki istana raja kami akan mengetahui kebenaran dari raja itu.'

"Visvakarman berkata: 'Indra, meskipun dengan tipu muslihat yang terlicik, akan mustahil untuk
menipu raja bodhisattva. 'Oleh sebab itu, dia mengubah dirinya menjadi seekor burung dara dan Indra mengubah dirinya menjadi seekor elang mengejar dia. Dalam sangat ketakutan, burung dara itu terbang ke istana raja dan menyembunyikan dirinya di bawah lengan raja,
menangis: 'Oh, raja, selamatkan hidupku!'

"Elang itu terbang masuk ke istana dan menyapa sang raja: 'Yang Mulia, burung dara itu adalah
milikku, itu adalah makananku, saya memintamu untuk mengembalikannya secepatnya kepadaku, demi mehilangkan rasa laparku.'

"Sang raja berkata: 'Saya telah berjanji untuk menyelematkan hidup semua yang mencari perlindungan
kepadaku. Saya tidak dapat memberikan burung dara itu kepadamu.'

"Elang berkata: 'Yang Mulia, jika engkau menyelamatkan semua makhluk hidup dari kematian,
engkau akan mengambil semua makananku, saya akan menjadi tidak tertolong dan mati.'
"Sang raja berkata:'Jika saya memberikan daging lain untuk kau makan, apakah kau akan
memakannya?'

"Elang menjawab:'Saya membutuhkan daging segar.'

"Sang raja berpikir dalam diri sendiri:'Jika saya memberikan elang itu daging segar, saya harus
mengambil nyawa dan ini akan menciptakan kejahatan. Berapa banyak makhluk hidup yang nyawanya harus
dikorbankan! Saya akan memberikan elang itu daging dari tubuhku sendiri.'

"Kemudian, dengan sebilah pisau yang tajam, dia memotong daging dari pahanya sendiri dan
memberikannya kepada elang. Ketika dia telah menyelamatkan nyawa burung dara itu, elang
berkata:'Oh, raja, kamu benar-benar adalah tuan kemurahan hati, tetapi daging yang telah kamu berikan
kepada saya tidak sama dengan burung dara itu. Timbang burung dara itu dan berikan dagingmu hingga setara dengan berat burung dara itu, kemudian berikan daging itu kepadaku. Saya mohon padamu.'

"Sang raja memerintahkan bahwa di salah satu sisi timbangan dia menempatkan burung dara dan di sisi
lain dia menaruh daging lebih yang dia potong dari pahanya. Karena ini tidak seimbang dengan daging
burung dara itu, dia memotong daging dari bahunya, rusuknya dan akhirnya dari seluruh tubuhnya, tetapi
ini juga tidak seimbang dengan burung dara itu.

"Ketika dia bersiap-siap untuk menaruh seluruh tubungya pada timbangan, dia mulai pingsan. Kemudian,
tiba-tiba berpikir, mencela pikirannya sendiri: 'Oh, pikiran, sejak waktu yang tak bermula, ketika saya
berputar-putar dalam tiga alam, saya telah melewati segala macam penderitaan dan tidak ada kebajikan yang
saya lakukan. Sekarang, pikiran, waktumu sudah datang! Ini bukanlah waktu untuk mengelak!'

"Mengatakan hal ini, dia mencela pikirannya sendiri dengan berbagai cara dan dengan usaha yang
besar, bangkit dan menaruh tubuhnya di atas timbangan. Kemudian, dengan sangat senang, dia menyadari bahwa pikirannya tenang.

"Surga bergetar dan bergoncang di enam penjuru. Istana para dewa bergetar dan berguncang.
Para dewa di alam bentuk dan semua dewa-dewa pergi ke surga tertinggi dan melihat. Melihat raja Bodhisattva memberikan tubuhnya demi Dharma itu, mereka menangis dan mengirimkan hujan air mata sebagai persembahan.

"Kemudian Indra, dewa dari para dewa, menyamar dan berkata pada sang raja: 'Yang mulia, kelahiran apa
yang ingin engkau dapatkan dengan melewati penderitaan ini? Apakah engkau berharap menjadi seorang Raja
Semesta, Seorang Indra, Seorang Raja Mara? Apakah engkau menginginkan kekuatan dari tiga dunia? Apa yang engkau inginkan?'

"Sang raja menjawab: 'Keinginanku tidak berhubungan dengan kenikmatan di tiga dunia. Saya menginginkan pencerahan sempurna.'

"Indra berkata: 'Dengan tubuh dan tulangmu, yang bergetar dengan ketakutan, pastilah engkau
memiliki pikiran menyesal.'

"Sang raja menjawab:'Tidak ada penyesalan.'

"Indra berkata: 'Melihat tubuhmu bergetar dan tidak bisa kembali hidup, siapa yang akan percaya yang
engkau katakan?'

"Sang raja berkata:'Dalam seluruh tubuhku, dari kepala hingga kaki, tidak ada satupun rasa
menyesal sebesar sehelai rambutku. Keinginanku tentunya akan terpenuhi. Dan jika kata-kataku benar,
semoga luka pada tubuhku ini menjadi sembuh.'

"Dan segera, luka sang raja sembuh dan tubuhnya menjadi lebih menarik daripada sebelumnya dan
semua makhluk hidup di alam dewa takjub dan bermudita dan menghormat.

Engkau, Yang Mulia, adalah raja yang bernapa Sibsen. Itu adalah engkau, Yang Mulia, yang
berkalpa-kalpa yang lalu mempersembahkan tubuhmu untuk kesejahteraan semua makhluk hidup. Sekarang, Yang Mulia, engkau telah terisi dengan Lautan Dharma, dan telah mengibarkan Umbul-umbul Dharma, telah mengalahkan gendang Dharma, telah menyalakan penerang Dharma. Sekarang, waktu untuk menolong makhluk hidup telah datang, mengapa Yang Mulia menolak untuk mengajarkan Dharma, melupakan semua makhluk hidup, dan berkata bahwa lebih baik memasuki Nirvana akhir?

"Kemudian Brahma, menghadap Buddha dan beranjali, memujinya, berkata:
"'Yang Mulia, di masa lampau, engkau memberikan kepalamu seratus kali demi makhluk hidup
dan menginginkan Dharma itu, saya mohon kepadamu untuk memutar roda Dharma demi semua makhluk hidup.'"

Kemudian Buddha, Sang Pemenang pergi ke Benares dan pada tempat yang bernama Taman Rusa
memutarkan Roda Dharma.

Dengan pemutaran Roda Dharma, Tiga Permata Berharga menjadi nyata di bumi. Dan ketika Dharma itu
diajarkan, para dewa, manusia, naga, yaksa, asura, dan semua makhluk di delapan alam bermudita, percaya,
menyambut dan menyetujuinya.

Sumber:
Sutra of the Wise and the Foolish [mdo mdzangs blun]
atau
Ocean of Narratives [uliger-un dalai]

penerbit:
Library of Tibetan Works & Archieves

Alih Bahasa Mongolia ke Inggris:
Stanley Frye

Alih Bahasa Inggris ke Indonesia:
Heni [Mhsi Universitas Indonesia]

Editor:
Junaidi
Kadam Choeling Bandung

Direpost kembali dari forum wihara dengan penyesuaian pada buku cetakannya

Terima kasih  :|
Catatan: Ini adalah kisah pertama dari buku ini, masih ada banyak kisah lainnya.
Saya berencana memposting kisah2 lainnya juga, total ada 52 kisah, tetapi bila saudara moderator atau administrator tidak setuju, akan saya hentikan postingan2 berikutnya.
« Last Edit: 16 May 2008, 10:33:39 PM by Mangkok »
Semoga kebijaksanaan dan kebaikan hati tumbuh dan berkembang dalam batin semua makhluk

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #4 on: 17 May 2008, 06:28:20 AM »
silahkan saja :)

akan tetapi kalau dijadikan ebook tentu lebih mantap lagi :)
There is no place like 127.0.0.1

Offline Mangkok

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 123
  • Reputasi: 14
  • Gender: Male
  • Mangkok
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #5 on: 17 May 2008, 10:23:25 AM »
Terima kasih banyak, suhu Medho  :|

E-book saya ga gitu ngerti eh, maklum agak gaptek. Tapi bukunya sih sudah diterbitkan oleh Kadam Choe Ling Bandung. Di bukunya ditulis: Buku ini diterjemahkan dari bahasa Inggris demi kepentingan banyak orang dan bangsaku. Bila dalam bahasa Indonesia maka diperkenankan untuk memperbanyak teks ini dalam bentuk keseluruhan, tidak dipenggal-penggal dan tidak diubah isinya. Jika ingin mengutip seluruh atau sebagian isi dari buku ini, mohon mencantumkan sumber serta alamat email: info [at] kadamchoeling.or.id serta menginformasikan pihak Kadam Choe Ling Bandung pada alamat email ini.

Jadi, mungkin sementara saya posting2 per cerita aja, semoga benar2 membawa manfaat dan kemajuan bagi batin kita semua.


Terima kasih  :|
« Last Edit: 18 May 2008, 08:56:22 AM by Mangkok »
Semoga kebijaksanaan dan kebaikan hati tumbuh dan berkembang dalam batin semua makhluk

Offline Mangkok

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 123
  • Reputasi: 14
  • Gender: Male
  • Mangkok
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #6 on: 17 May 2008, 10:39:53 AM »
2. Pangeran Mahasattva Memberikan Tubuhnya untuk Harimau

Demikian yang telah saya dengar pada suatu ketika: Buddha berdiam di kota Sravasti, biara Jetavana di Taman Anathapindika. Beliau meletakkan jubah bagian atas dan bawahnya di pergelangan tangan,
beliau mengambil patta, dan pergi bersama Ananda untuk menerima dana.

Ada seorang wanita tua di kota yang memiliki dua orang anak yang merupakan pencuri. Seorang pemilik
kekayaan itu telah menahan mereka dan akan segera membawa mereka kepada hakim untuk dihukum. Dalam
perjalanan ke tempat eksekusi, sang ibu meihat Buddha dari kejauhan, bersujud di hadapanNya, dan berseru:
"Oh Bhagawan, dewa dari segala dewa, dalam welas asihMu yang begitu besar, saya memohon kepadaMu,
selamatkanlah nyawa kedua anak lelakiku!" Mendengar tangisan wanita itu dari kejauhan, Buddha merasa
tersentuh untuk menyelamatkan kedua anak laki-lakinya itu, beliau berkata kepada Ananda: Ananda, pergilah
kepada raja dan mohonlah agar raja membebaskan kedua orang itu." Ananda pergi menghadap raja,
menyebutkan permohonannya, dan raja pun membebaskan kedua orang itu. Mereka sangat bahagia karena telah
diselamatkan oleh welas asih Buddha, mereka pergi kepadaNya, bersujud di depan kakiNya dan beranjali,
dan berkata: Bhagawan, terima kasih untuk welas asihMu yang sangat besar, nyawa kami telah diselamatkan.
Engkau yang terunggul dari semua dewa dan manusia, dengan welas asih yang begitu besar, izinkanlah kami
untuk menjadi bhiksu." Buddha menyetujui permohonan mereka dengan berkata "Selamat datang (ehi bhikkhu-pali-ed)," rambut mereka dipotong dan mengenakan jubah berwarna merah. Mempertahankan kesetiaan, kekotoran batin mereka pun dihilangkan melalui tanya jawab dengan Buddha, mereka mencapai tingkat arahat. Setelah mendengar ajaran Dharma, Ibu kedua anak itu mencapai Sakadagamin1.

Ketika Ananda melihat keajaiban ini, ia memuji kebajikan Buddha, sambil bertanya kepada dirinya
sendiri: "Perbuatan apa yang sebelumnya pernah dilakukan oleh wanita tua dan anak-anaknya sehingga
dapat bertemu dengan Buddha, dibebaskan dari kesalahan yang besar, dan memperoleh kebahagiaan Nirvana? Sebuah mujizat yang sangat besar, mereka dalam satu kehidupan ini dapat memperoleh berkah ini."

Buddha, mengetahui pikiran Ananda, berkata kepadanya: "Ananda, ini bukanlah yang pertama kalinya saya
menyelamatkan wanita tua dan kedua anak laki-lakinya. Di waktu yang lalu saya juga pernah melindungi dan
menyelamatkan mereka."

Ananda berkata: "Saya memohon kepada Sang Bhagawan untuk menceritakan bagaimana di waktu lampau Engkau menyelamatkan wanita itu beserta kedua anak laki-lakinya."

Buddha berkata: "Ananda, beberapa kalpa yang lalu, ada seorang raja di bumi ini yang bernama Mahayana
yang memiliki ribuan raja yang tunduk dibawahnya. Dia memiliki tiga anak laki-laki: yang tertua, Mahanada,
yang tengah, Mahadeva, dan yang termuda, Mahasattva. Sejak kecil anak yang termuda adalah seorang penyayang dan penuh welas asih dan berpikir bahwa semua makhluk hidup adalah anak-anaknya.

"Pada suatu ketika sang raja, menteri, istri, dan anaknya pergi ke hutan dan gunung untuk bersenang-senang. Pangeran-pangeran masuk kedalam hutan untuk menjelajah. Mereka melihat seekor harimau betina yang baru melahirkan anak harimau, lelah dan lapar yang bermaksud untuk memakan anaknya. Pangeran termuda berkata kepada saudara-saudaranya: 'Kakak, harimau betina ini sedang kelaparan dan bermaksud untuk memakan anaknya sendiri.' Ketika kakak-kakaknya setuju akan hal ini, pangeran termuda berkata: 'Apa yang dimakan oleh harimau?' Kakaknya menjawab: 'Dia makan daging segar dan minum darah.' Pangeran muda berkata: 'Siapa yang akan memberikan daging dan darahnya sendiri demi menyelamatkan hidup harimau itu? Kakaknya menjawab: 'Siapa yang bisa melakukan hal sesulit itu!'

"Pangeran muda berpikir: 'Selama waktu yang lama saya telah berputar dalam lingkaran kelahiran dan kematian menghabiskan kehidupan dan badan ini, melalui kemelekatan, kemarahan, dan ketidaktahuan tanpa
kebaikan. Demi Dhamma, saya harus memasuki ladang kebajikan. Sekarang, untuk melakukan kebajikan, saya
harus memberikan tubuhku untuk harimau itu.'

"Pada saat mereka kembali, dia berkata kepada dua kakaknya:'Kalian berdua pergilah duluan. Saya memiliki
hal pribadi yang ingin saya lakukan di dalam hutan. Saya akan kembali beberapa saat lagi. 'Dia kembali ke
harimau itu, membaringkan dirinya di depan harimau tersebut, tetapi harimau itu tidak dapat membuka mulut
untuk makan. Pangeran mengambil sebuah tongkat yang runcing dan menusuk tubuhnya. Ketika darah mengalir, harimau menjilatnya lalu harimau itu bisa membuka mulutnya dan memakan tubuh pangeran.

"Segera setelah kedua kakak pangeran itu mulai mempertanyakan apa yang dilakukan adiknya itu dan
kembali, mereka merasa takut jikalau adiknya telah memberikan tubuhnya kepada harimau itu. Datang ke
tempat harimau itu berbaring dan melihat adanya tulang, mereka mengetahui bahwa adiknya telah dimakan,
mereka pun jatuh pingsan. Segera setelah sadar, mereka berteriak dan tidak sadarkan diri lagi.

"Pada saat itu ibu ratu bermimpi tentang tiga burung dara yang terbang dan bersenang-senang. Ada seekor
burung elang yang menangkap dan membawa pergi burung dara yang termuda. Bangun dengan ketakutan, dia
memberitahu raja: 'Yang mulia, Ada sebuah pepatah tua yang berkata bahwa jiwa anak laki-laki dilambangkan
dengan burung dara. Baru saja saya bermimpi tentang tiga burung dara yang sedang bermain dan seekor burung elang menangkap dan membawa pergi yang termuda. Pasti ada sesuatu yang terjadi pada anak terkecilnya.'

"Segera semua orang dikirim untuk mencari anak-anaknya, lalu tiba-tiba dua anak laki-laki yang
lebih tua muncul tanpa adik mereka, dan ketika ditanya apa yang terjadi pada Mahasattva, mereka melaporkan bahwa dia telah dimakan oleh harimau. Mendengar berita buruk ini, sang ratu pingsan. Ketika ratu sadar, dia dan seluruh rombongan pergi ke tempat anaknya meninggal. Melihat darah dan tulang di tanah tempat harimau tersebut, sang ratu mengusap kepala, menangis dan pingsan.

"Ketika Mahasattva meninggal dan terlahir kembali di alam bahagia. Melihat dirinya sendiri, dia berpikir:
'Perbuatan baik apakah yang telah saya lakukan sehingga dapat lahir di sini?' dan dengan mata dewanya
dia mencari di lima alam. Melihat tulangnya sendiri ada di dalam sebuah hutan dan ayah, ibu, dan rombongan
berkumpul bersama sambil menangis dan berteriak keras, dia berpikir: 'Saya telah menyebabkan orang tuaku
sangat menderita dan hal ini akan menyebabkan mereka berumur pendek. Saya harus pergi dan menghibur mereka. 'Muncul di atas langit, dia menghibur mereka dengan kata-kata penuh kasih sayang. Menatap ke atas, mereka bertanya: 'Siapa engkau, dewa?' Dia memberitahukan bahwa dia adalah anak laki-lakinya, Mahasattva dan berkata: 'Ini adalah kebajikan memberikan tubuhku ke harimau sehingga saya terlahir di alam bahagia. Ayah dan ibu, dengarlah! Akhir dari segala sesuatu yang tercipta adalah kehancuran, ini tidak diragukan lagi. Di mana terdapat kelahiran, kematian itu pasti ada. Ketika seseorang melakukan karma buruk, seseorang akan jatuh ke neraka. Ketika seorang melakukan kebajikan, orang tersebut akan memperoleh hidup yang lebih tinggi. Dikarenakan semua makhluk harus mengalami lahir dan mati, maka janganlah menderita karena saya. Berbahagialah karena saya telah memperoleh kelahiran yang baik dan berjuang untuk mengumpulkan kebajikan. Tidak ada alasan untuk menderita.'

"Ayah dan ibu itu berkata: 'Anakku, itu adalah sesuatu pikiran yang penuh welas asih yang mana engkau
memberikan tubuhmu untuk harimau itu. Karena engkau penuh welas asih, janganlah tinggalkan kami. Ketika
kami berpikir tentang dirimu, seperti daging kami sendiri terpotong. Yang maha welas asih, mengapa
engkau meninggalkan kami?'

"Sekali lagi dewa menghibur ayah dan ibunya dengan kata-kata yang penuh kasih sayang. Setelah merasa
terhibur, mereka membuat peti mati dengan tujuh perhiasan berharga dan menempatkan tulangnya ke dalam
peti. Menguburnya di dalam tanah dan membangun sebuah stupa diatasnya. Ketika dewa kembali ke alamnya, raja dan rombongan kembali ke istana."

Buddha berkata kepada Ananda: "Ananda, bagaimana menurutmu? Pada saat itu dan ayahku Suddhodana, adalah raja Mahayana. Ibuku, Mahamaya, adalah ratu. Maitreya adalah kakak Mahanada. Vasumitra
adalah kakak Mahadeva. Saya sendiri adalah anak termuda Mahasattva. Dua orang laki-laki tersebut
adalah anak harimau. Di masa lampau saya telah menyelematkan mereka dari rintangan dan hidup mereka,
serta memberikan mereka kebahagiaan. Sekarang setelah mencapai Kebuddhaan, saya melepaskan mereka dari rintangan dan membebaskan mereka dari penderitaan di bumi."

Ketika Buddha selesai berbicara, Ananda dan pendengar lainnya memuji apa yang telah diajarkan oleh
Bhagava, bergembira, dan semakin kokoh keyakinannya.
« Last Edit: 18 May 2008, 08:58:05 AM by Mangkok »
Semoga kebijaksanaan dan kebaikan hati tumbuh dan berkembang dalam batin semua makhluk

Offline Mangkok

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 123
  • Reputasi: 14
  • Gender: Male
  • Mangkok
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #7 on: 18 May 2008, 09:23:04 AM »
3. Sang Brahmana yang Menjaga Sila

Demikian yang telah saya dengar pada suatu ketika: Buddha berdiam di kota Sravasti, biara Jetavana di Taman Anathapindika. Pada suatu ketika tepat pada saat malam tiba, dua orang dewa datang kepada Buddha. Tubuh mereka bersinar menerangi seluruh taman dengan cahaya emas. Ketika Buddha mengajar tentang Dharma kesunyataan kepada mereka, batin mereka terbebaskan dan mendapatkan buah pencerahan. Lalu mereka menundukkan kepala mereka di kaki Buddha dan kembali ke alam dewa.

Pada petang hari Ananda berkata kepada Buddha: "Bhagawan, kemarin malam dua orang dewa datang dan
menghormat kepada Buddha dan cahaya mereka menerangi taman itu dengan indahnya. Perbuatan bajik apakah yang pernah kedua dewa itu perbuat sehingga hal ini dapat terjadi?"

Buddha berkata kepada Ananda: "Pada kelahiran sebelumnya ketika Buddha Kasyapa telah mencapai Nirvana dan ketika ajaran Dhamma hampir punah, kedua Brahmana mengambil sumpah delapan sila2. Seorang Brahmana ini mengambil sumpah ini dengan tujuan agar dapat terlahir di alam dewa, yang lainnya dengan tujuan agar terlahir sebagai raja. Pada suatu ketika, seorang wanita mempersembahkan makan malam kepada salah seorang dari seorang Brahmana, Brahmana itu berkata: 'Saya telah mengambil sila untuk tidak makan pada malam hari.' Wanita itu menjawab: 'Engkau adalah seorang pendeta Brahmana! Kita mempunyai sumpah-sumpah agama kita tersendiri. Lalu mengapa Engkau mengambil sumpah-sumpah dari guru yang lain? Jika kamu menolak untuk bersantap bersama saya, saya akan melaporkan apa yang telah engkau katakan kepada brahmana yang lainnya dan mereka akan menolak untuk melakukan segala hal bersamamu.' Mendengar ini, Brahmana itu menjadi takut dan menyantap makanan itu.

"Ketika tiba saatnya brahmana-brahmana itu meninggal, masing-masing dari Brahmana terlahir ke alamnya
masing-masing. Dia yang menjaga silanya dengan tujuan lahir kembali menjadi raja, terlahir sebagai seorang
raja. Tapi dia yang telah mengambil sumpah untuk lahir sebagai seorang dewa, terlahir sebagai seekor naga
karena melanggar silanya."

"Pada saat itu ada seorang tukang kebun yang menjaga kebun buah-buahan sang raja dan mengantarkan buah dan sayur-sayuran ke istana. Pada suatu ketika, dia menemukan sebuah apel yang harum di musim semi dan berpikir: 'Saya harus lari kesana kemari dengan buah dengan sayur-sayuran dan selalu mempunyai masalah dengan penjaga gerbang, saya akan memberikan apel ini kepadanya. 'Penjaga gerbang itu mengambil apel dan berpikir: 'Saya harus pergi kesana kemari sesuai perintah dan selalu mempunyai masalah dengan penjaga gerbang bagian dalam.' Penjaga gerbang bagian dalam itu memberi apelnya kepada istrinya yang selanjutnya memberikannya kepada raja. Ketika raja makan apel itu, dia menemukan apel itu lebih nikmat dan harum daripada apel-apel yang pernah dia makan, dan setelah mengetahui darimana asalnya, raja memerintahkan tukang kebun itu menghadapnya. Sang raja berkata: 'Karena buah yang nikmat ini tumbuh di kebun saya sendiri, saya ingin mengetahui mengapa apel itu diberikan kepada orang lain dan bukan kepada saya.' Tukang kebun itu menjelaskan apa yang terjadi, tapi sang raja memerintahkan: 'Di lain waktu, bawakanlah hanya apel-apel yang istimewa seperti ini.' Tukang kebun itu menjadi takut dan berkata kepada raja: 'Tapi Yang Mulia, tidak ada lagi apel-apel yang seperti ini di kebun-mu. Saya menemukannya pada musim semi dan tidak menemukannya lagi.' Sang raja berkata: 'Jika kamu tidak dapat membawakannya lagi saya akan mencincang tubuhmu!'

"Dengan sangat ketakutan lelaki itu pulang ke rumah, duduk, dan mulai meratap dengan sedihnya. Seekor naga mendengarnya dan menjelma menjadi seorang lelaki, mendekati tukang kebun dan menanyakan apa sebab kesediahan dan ratapannya. Ketika tukang kebun menjelaskan apa yang telah terjadi, sang naga menghilang dan kembali beberapa menit kemudian dengan nampan emas berisi buah yang diberikan kepada tukang kebun itu dan berkata: 'Bawa buah-buah ini kepada sang raja. Berikan kepadanya dan sampaikan pesan saya: 'Yang Mulia, engkau dan saya memiliki hubungan. Pada kehidupan sebelumnya, kita adalah brahmana yang mengambil sumpah 8 sila Uposatha Mahayana, dengan tujuannya masing-masing. Karena Engkau, Yang Mulia, menjaga sumpahmu, engkau dilahirkan sebagai seorang raja. Saya tidak dapat menjaga silaku, sehingga terlahir sebagai seekor naga. Sekarang saya ingin mempraktikan sumpah itu agar bisa meninggalkan tubuh naga ini. Carilah ritual sumpah itu dan berikan kepadaku. Jika kamu tidak melakukannya, saya akan membuat tanahmu dibanjiri oleh lautan.'

"Tukang kebun itu segera mengambil buah itu dan menghadap sang raja serta menyampaikan pesan sang
naga. Sang raja menjadi ketakutan dan berkata: 'Pada saat ini tidak ada Buddha yang menetap di dunia ini
dan Dharma kesunyataan sudah hampir punah. Dimanakah bisa saya bisa mendapatkan ritual dari delapan sila
itu? Jika saya tidak mendapatkannya, lautan akan sangat mungkin membanjiri tanahku. 'Dengan rasa amat
gelisah dia memanggil perdana menterinya dan berkata: 'Oh menteriku seekor naga telah memerintahkan saya
untuk mencari naskah yang bernama ritual delapan sila harian. Coba carikan itu untukku. 'Sang menteri
menjawab: 'Karena ajaran Dharma sudah tidak ada lagi di dunia, kemana seharusnya saya mencarinya?' Sang
raja berkata kepada menterinya jika dia tidak dapat menemukan sila itu, dia akan dieksekusi.

"Dengan sangat ketakutan, sang menteri pulang ke rumahnya dan duduk dalam keadaan putus asa. Menteri
ini memiliki seorang ayah yang sudah berumur yang melihat anaknya sambil berpikir: 'Biasanya anak saya
selalu ceria tetapi hari ini mukanya sangat sedih dan bermasalah. Saya ingin tahu apa yang menjadi
masalahnya?' Ketika dia bertanya, sang menteri menceritakan tentang perintah sang raja. Orang tua itu
berkata: 'Anakku, di rumah kita terdapat sebuah pilar yang selalu memancarkan cahaya. Pergi dan lihatlah apa yang ada di dalamnya.' Ketika sang menteri membongkar pilar itu dia menemukan Sutra dari Sua Belas Rantai Sebab Akibat yang Saling Berhubungan dan naskah yang berjudul ritual delapan sila harian didalamnya. Dengan sangat bahagia, dia membawa kedua naskah itu kepada raja, dan raja meletakkannya dalam sebuah peti emas dan mengantarkan kepada sang naga. Ketika sang naga menerima ini, dia sangat bahagia dan mempersembahkan perhiasan yang berlimpah kepada sang raja. Sang naga selanjutnya mengambil sumpah delapan sila dan menyebabkan yang lainnya mempraktikkannya. Ketika dia meninggal dia terlahir sebagai dewaputra. Karena sang raja mempraktikkan sila-sila ini sesuai Dharma, dia juga dilahirkan di alam dewa bersama dengan sang naga.

"Ananda, dua dewaputra yang mengunjungi saya pada malam hari kemarin dan kepadanya saya menjelaskan Dharma, dan mencapai buah pemenang arus3 dan telah bebas dari tiga alam rendah. Mereka sekarang menikmati kehidupan yang menyenangkan dan akhirnya saya akan mengantarkan mereka ke Nirvana."

Setelah Buddha berkata demikian, yang berkumpul percaya dan berbahagia.


Semoga kebijaksanaan dan kebaikan hati tumbuh dan berkembang dalam batin semua makhluk

Offline Umat Awam

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 770
  • Reputasi: 28
  • Gender: Male
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #8 on: 18 May 2008, 07:52:28 PM »
Bueleh... puanjanggg amiiitttt.....
Mao buaca dari pagi ampe sore neh?? :P
Btw, gud dah.....

_/\_

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #9 on: 18 May 2008, 07:57:02 PM »
Keknya mending dibikin ebook ajah
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Mangkok

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 123
  • Reputasi: 14
  • Gender: Male
  • Mangkok
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #10 on: 18 May 2008, 11:32:10 PM »
Gitu ya, kelihatannya buat e-book akan lebih banyak yang baca? Kira2 akan lebih efektif ga ya?

Kalau pengalaman pribadiku sih, biasanya e-book hanya jadi koleksian, jarang dibaca  :-[. Tapi mungkin ini tidak berlaku pada teman2 yang lain. 

Jadi, aku pribadi sih ok-ok aja klo mau dijadikan e-book, cuma sekarang kebetulan lagi ada beberapa kerjaan yang belum selesai, yang butuh waktu dan konsentrasi juga, jadi kayaknya aku belum bisa buatkan e-book dalam waktu dekat. (NB: aku jg ga ngerti e-book sih, gaptek  :-[). Tapi klo ada yang berminat dan punya waktu mungkin bisa bantu usahakan. File2nya aku lihat sih sudah ada postingan semua di forum w****a.com di bagian kisah2 Sang Buddha. Dan seperti yang aku bilang dipostingan2 sebelumnya, aku cuma co-pas sambil cek dengan buku aslinya yang kebetulan aku juga punya.

Kenapa aku posting juga meski dah ada di forum w****a.com, yah seperti yang aku sempat sampaikan di postingan sebelumnya juga bahwa mungkin tidak semua orang sempat atau pernah membaca cerita2 ini. Dan menurutku banyak hal yang bisa kita pelajari di dalam cerita2 ini, terutama berkaitan dengan hukum karma, selain tentu saja cerita2 tersebut akan membuka beberapa wawasan baru bagi sebagian orang tentang beberapa hal yang berkaitan dengan Buddha dan para muridnya.

Trus, aku rencana posting satu hari satu cerita, jadi ga numpuk juga bacanya. Ceritanya sendiri ada yang cukup panjang dan ada pendek. Klo benar2 tertarik dan merasa memperoleh manfaat dari cerita2 ini, mungkin kita bisa bareng2 pikirkan cara supaya baca juga ga numpuk. Salah satu yang sempat saya pikirkan selain memposting satu hari satu cerita adalah memposting tiap cerita menjadi thread baru. Dan menurutku ada kelebihan juga ga pake e-book terutama untuk orang2 yang kayak aku yang hanya koleksi e-book, tapi ga dibaca2  ;D.

Ok, untuk sementara, mungkin saya ga posting dulu sambil tunggu masukkan.


Terima kasih  :|
Semoga kebijaksanaan dan kebaikan hati tumbuh dan berkembang dalam batin semua makhluk

Offline kiman

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 348
  • Reputasi: 13
  • Gender: Female
  • HUM !
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #11 on: 11 June 2008, 09:15:00 PM »
kamu siapa "Mangkok"? apa kamu anak KCB (kadam choeling bandung)?

Ttg sutra, sebaiknya dibuat e-book. pakai openoffice aja, bisa mengubah file .doc menjadi .pdf dan bagus jg hasilnya. trus e-book yg jarang baca kan kamu.. aku sih senang baca e-book. dulu dapat ebook Tara Puja, Lord Atisha Biography, Dalai Lama (New physic n Cosmology), The Tibetan Yogas of Dream n Sleep, dll... so it's up 2 u..
U CAN GET DHARMA WITHOUT MONEY

Offline Mangkok

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 123
  • Reputasi: 14
  • Gender: Male
  • Mangkok
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #12 on: 12 June 2008, 10:28:48 PM »
Halo, bro Kiman, salam kenal ya  _/\_
Saya masih belajar, jadi masih banyak tidak tahunya, harap maklum ya klo ada salah.

Ohya, tentang pembuatan ebook, mungkin sementara ini saya tidak berani menjanjikan dulu, masih ada kerjaan dan janji yang belum diselesaikan. Klo tertarik ceritanya, saya kebetulan punya buku ada lebih satu, bisa saya kirimkan, kasi aja alamatnya. Atau bisa juga baca di forum: www.w****a.com/forum (cari bagian tentang: Kisah-kisah Sang Buddha). Yang diposting di sana kelihatannya versi awalnya sebelum dicetak. Totalnya ada 52 cerita (angka2 di depan itu sesuai urutan masing2 kisah di bukunya, dimulai dengan: Sutra of the Wise and the Foolish, Chapter 1; 2. Pangeran Mahasattva Memberikan Tubuhnya untuk Macan; dst ampe 52. Bhiksu Kyunte)

Semoga bermanfaat ya  :|
Semoga kebijaksanaan dan kebaikan hati tumbuh dan berkembang dalam batin semua makhluk

Offline kiman

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 348
  • Reputasi: 13
  • Gender: Female
  • HUM !
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #13 on: 13 June 2008, 01:52:59 AM »
boleh2... thx ya ko.. aku dah kirim PM ke koko, tar di cek aja...
U CAN GET DHARMA WITHOUT MONEY

Offline Pitu Kecil

  • Sebelumnya Lotharguard
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.344
  • Reputasi: 217
  • Gender: Male
Re: Sutra tentang Yang Bijak dan Yang Dungu
« Reply #14 on: 14 June 2008, 12:48:44 AM »
wah panjang banget, butuh 3 hari baru bisa baca semua :))
tapi thanks ya _/\_
Smile Forever :)