//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.  (Read 560809 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #795 on: 17 January 2011, 09:28:58 AM »
Ayo, dilanjut ke sini!

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #796 on: 17 January 2011, 09:32:56 AM »
astaga udah 3x klik reply kepotong orang reply :))

Oh I see... bagaimana dengan Kimattha Sutta (AN 11.1)

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an11/an11.001.than.html

Ini adalah rangkaian sebab-akibat dari menjalankan Sila hingga pencapaian Nibbana.

Mettacittena
:jempol:

tapi pancasila tetap bukan cara utk mengikis kemelekatan karena itu baru bermain di level permukaan.
Dengan ... -> Samadhi/jhana -> Yathābhūtañāṇadassanā itu yg menyebabkan disenchantment/nibida -> Dispassion/nibbida -> pembebasan/vimutti
There is no place like 127.0.0.1

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #797 on: 17 January 2011, 09:42:56 AM »
astaga udah 3x klik reply kepotong orang reply :))
 :jempol:

tapi pancasila tetap bukan cara utk mengikis kemelekatan karena itu baru bermain di level permukaan.
Dengan ... -> Samadhi/jhana -> Yathābhūtañāṇadassanā itu yg menyebabkan disenchantment/nibida -> Dispassion/nibbida -> pembebasan/vimutti

Sila pada umumnya memang hanya pembatasan, tetapi manfaat dari sila sendiri saya pikir tergantung pada pandangan masing-masing orang yang melakukan. Seperti dana, misalnya, ada yang berdana untuk hal tidak bermanfaat seperti dapat pujian, ada juga yang bermanfaat seperti untuk membantu orang lain. Tapi ada juga yang menjalankan latihan untuk belajar melepas 'milikku' yang adalah latihan menuju padamnya keinginan juga. Demikian juga halnya sila, yang dilakukan dengan pandangan benar, adalah latihan menuju nibbana juga.


Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #798 on: 17 January 2011, 09:54:14 AM »
Oh I see... bagaimana dengan Kimattha Sutta (AN 11.1)

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an11/an11.001.than.html

Ini adalah rangkaian sebab-akibat dari menjalankan Sila hingga pencapaian Nibbana.

Mettacittena

Apakah mungkin mencapai NIBBANA tanpa menjalan-kan SILA ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #799 on: 17 January 2011, 10:02:10 AM »
Bro Sutarman yang baik, bagaimana bila saya katakan: hanya menjalankan 5 sila adalah ekstrim bagi seorang Bhikkhu? Karena menurut saya ia bukan lagi Bhikkhu tapi sama saja dengan saya, anda dan orang-orang lainnya yang menjalankan 5 sila, bila demikian menurut pendapat saya orang tersebut tak lagi pantas disebut Bhikkhu.

Apakah kita menyebut seorang Bhikkhu hanya karena ia berjubah? Atau karena ia ditahbiskan? Apakah kriteria Bhikkhu menurut Zen...?

Jadi kesimpulan saya  berdasarkan keterangan anda: Bhiksu Zen moralitasnya bahkan lebih rendah daripada Anagarika (Upasaka Atthasila) dalam Theravada.

Mettacittena,

Mohon konfirmasi, apakah memang quote di atas terutama pada bagian BOLD adalah inti (pada kata intinya) ajaran Zen?

Itu akibat kesalahan MENELAN MENTAH-MENTAH kelakuan para Master Zen... Slogan ZEN  kan langsung menuju ke pikiran... LAH, emang-nya tahu apa state of mind (pikiran) para Master Zen saat melakukan perilaku "nyeleneh" itu...

Maka-nya kan saya katakan kepada bro SUTARMAN... harus seperti LINJI (seorang master Zen) kalau mau ngomong MEET BUDDHA, KILL BUDDHA...
(Note : Koan (Gong-An) -- Ketemu Buddha, Bunuh Buddha -- adalah berasal dari Master LINJI)
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #800 on: 17 January 2011, 10:05:58 AM »
Antara 'tidak asli' dan menyesatkan itu saya pikir berbeda. Kalau seseorang baca Tipitaka lalu orang itu menjadi lebih buruk, BELUM TENTU Tipitakanya yang ngaco, bisa jadi orang itu sendiri yang salah mengartikannya. Dalam kasus ini, tidak bisa dikatakan 'menyesatkan'. Ini seperti perumpamaan ular di mana orang belajar dhamma dengan cara yang salah, seperti menangkap ular di ekornya. Maka ular itu akan berbalik dan menggigit tangannya. Jika memang setelah diteliti, diselidiki dengan baik, kesimpulannya adalah membuat orang menjadi buruk, maka boleh dibilang itu 'menyesatkan'. Kalau bro tesla bilang ada yang menyesatkan, sebetulnya saya tertarik sekali untuk membahasnya.
em, sebenarnya saya bilang "menyesatkan" itu secara tidak langsung saya udah sok tau mana yg menyesatkan & mana yg tidak menyesatkan ya hehe... yah terus terang, saya kira setiap orang punya gambaran benar & salahnya masing2, jadi apa yg dulu saya anggap benar sekarang saya anggap tidak benar. itu yg terjadi. argumen saya yg salah berpraktek, ya mungkin saja :) sebab walau text nya sama, skr saya membaca Tipitaka dg pemahaman yg berbeda.

soal mana yg menyesatkan bagi saya sangat technical, yg terjadi kalau saya udah berbicara sesuatu yg lain dari pengetahuan umum pasti udah melawan arus pemikiran orang pada umumnya, jadi praktisi sesat/nyeleneh, shg saya merasakan menjadi akar perpecahan (pro vs kontra) hehehe... yg saya lihat lagi, kalau udah begini, pro give thanks to pro, contra give thanks to contra. krn saya bukan arahat/Buddha, saya masih menghindari apa yg tidak ingin saya lihat, saya jijik melihat murid Buddha begini, makanya saya susah berbaur dg umat Buddhist di dunia nyata juga (malah curhat... :hammer:) jadi sedikit2 saja tp kalau ada waktu saya pasti ingin mendiskusikan dg orang yg ingin berdiskusi, terlepas dari siapa yg salah & siapa yg benar.

Quote
Kalau 'tidak asli', sudah jelas Tipitaka TIDAK ASLI perkataan Buddha. Tipitaka adalah tulisan dari kumpulan hafalan para bhikkhu yang diturunkan melalui berbagai generasi. Bahkan generasi yang pertama yang mengulang, Ananda (yang notabene siswa langsung, pembantu tetap Buddha Gotama, Arahat dengan 6 kekuatan bathin, paling baik dalam ingatan), pun tidak mengatakan 'hafalan' itu sebagai omongan Buddha, tetapi sebagai 'apa yang ia dengar', dan karena itulah selalu dimulai dengan 'evam me suttam'. Saya pikir tugas seorang siswa Buddha BUKANLAH mencari tahu Tipitaka asli omongan Buddha karena sudah jelas itu hasil ingatan seseorang yang mendengar dari Buddha, lalu diturunkan secara tradisi; melainkan untuk menyelidiki kebenaran semua fenomena, termasuk yang tertulis dalam Tipitaka.
apa yg ia dengar, kalau benar kata Buddha ya masih otentik. bagaimana kalau saya bilang ada kecenderungaan ada perubahan entah karena ingatan yg gagal atau ada unsur politisnya? bagi orang yg saddhanya kuat thd arahat, konsili, moral bhikkhu2 penghapal pasti akan menganggap ini pelecehan  & tuduhan tidak berdasar lagi...

Quote
Menurut saya, ini adalah suatu atribut yang unggul. Suatu saat saya diceritakan seorang teman saya (dari Tantrayana) bahwa ada temannya yang menyindir bahwa "Buddhis kitabnya berdasar gossip" karena ditulis dari hasil "dengar-dengar". Saya hanya senyum-senyum saja. Bagi saya, semua juga 'gossip', hasil dengar dari orang lain yang dengar dari orang lain yang juga dengar dari orang lain entah sampai tingkat ke berapa. Bedanya, yang satu beri label: "Awas, ini hasil dengar-dengar, selidiki dulu sebelum dimakan!", satunya lagi: "Kudu pasti yakin tentu bener 100.1%, telan bulat-bulat tanpa kunyah!" Kalau ternyata benar, minimal saya tahu mengapa itu benar. Kalau ternyata salah, maka bahaya tersebut bisa dihindari melalui penyelidikan.
hormat kepada kritis bro Kainyn _/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #801 on: 17 January 2011, 10:07:20 AM »
Itu akibat kesalahan MENELAN MENTAH-MENTAH kelakuan para Master Zen... Slogan ZEN  kan langsung menuju ke pikiran... LAH, emang-nya tahu apa state of mind (pikiran) para Master Zen saat melakukan perilaku "nyeleneh" itu...

Maka-nya kan saya katakan kepada bro SUTARMAN... harus seperti LINJI (seorang master Zen) kalau mau ngomong MEET BUDDHA, KILL BUDDHA...
(Note : Koan (Gong-An) -- Ketemu Buddha, Bunuh Buddha -- adalah berasal dari Master LINJI)

Bagaimana bila diperluas jadi "ketemu master, bunuh master...?"
Oh iya lupa... pindah ke board Mahayana "pertanyaan kritis Zen menurut pandangan yang berbeda"
« Last Edit: 17 January 2011, 10:11:13 AM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #802 on: 17 January 2011, 10:19:06 AM »
Antara 'tidak asli' dan menyesatkan itu saya pikir berbeda. Kalau seseorang baca Tipitaka lalu orang itu menjadi lebih buruk, BELUM TENTU Tipitakanya yang ngaco, bisa jadi orang itu sendiri yang salah mengartikannya. Dalam kasus ini, tidak bisa dikatakan 'menyesatkan'. Ini seperti perumpamaan ular di mana orang belajar dhamma dengan cara yang salah, seperti menangkap ular di ekornya. Maka ular itu akan berbalik dan menggigit tangannya. Jika memang setelah diteliti, diselidiki dengan baik, kesimpulannya adalah membuat orang menjadi buruk, maka boleh dibilang itu 'menyesatkan'. Kalau bro tesla bilang ada yang menyesatkan, sebetulnya saya tertarik sekali untuk membahasnya.

Kalau 'tidak asli', sudah jelas Tipitaka TIDAK ASLI perkataan Buddha. Tipitaka adalah tulisan dari kumpulan hafalan para bhikkhu yang diturunkan melalui berbagai generasi. Bahkan generasi yang pertama yang mengulang, Ananda (yang notabene siswa langsung, pembantu tetap Buddha Gotama, Arahat dengan 6 kekuatan bathin, paling baik dalam ingatan), pun tidak mengatakan 'hafalan' itu sebagai omongan Buddha, tetapi sebagai 'apa yang ia dengar', dan karena itulah selalu dimulai dengan 'evam me suttam'. Saya pikir tugas seorang siswa Buddha BUKANLAH mencari tahu Tipitaka asli omongan Buddha karena sudah jelas itu hasil ingatan seseorang yang mendengar dari Buddha, lalu diturunkan secara tradisi; melainkan untuk menyelidiki kebenaran semua fenomena, termasuk yang tertulis dalam Tipitaka.

Menurut saya, ini adalah suatu atribut yang unggul. Suatu saat saya diceritakan seorang teman saya (dari Tantrayana) bahwa ada temannya yang menyindir bahwa "Buddhis kitabnya berdasar gossip" karena ditulis dari hasil "dengar-dengar". Saya hanya senyum-senyum saja. Bagi saya, semua juga 'gossip', hasil dengar dari orang lain yang dengar dari orang lain yang juga dengar dari orang lain entah sampai tingkat ke berapa. Bedanya, yang satu beri label: "Awas, ini hasil dengar-dengar, selidiki dulu sebelum dimakan!", satunya lagi: "Kudu pasti yakin tentu bener 100.1%, telan bulat-bulat tanpa kunyah!" Kalau ternyata benar, minimal saya tahu mengapa itu benar. Kalau ternyata salah, maka bahaya tersebut bisa dihindari melalui penyelidikan.

Yang bold:    :yes:
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #803 on: 17 January 2011, 12:12:37 PM »
em, sebenarnya saya bilang "menyesatkan" itu secara tidak langsung saya udah sok tau mana yg menyesatkan & mana yg tidak menyesatkan ya hehe... yah terus terang, saya kira setiap orang punya gambaran benar & salahnya masing2, jadi apa yg dulu saya anggap benar sekarang saya anggap tidak benar. itu yg terjadi. argumen saya yg salah berpraktek, ya mungkin saja :) sebab walau text nya sama, skr saya membaca Tipitaka dg pemahaman yg berbeda.
Sebetulnya pengalaman saya (dan saya rasa hampir setiap orang) juga sama. Karena bathin kita semua juga mengalami perubahan. Kadang (dan semoga) membaik, kadang merosot. Tapi saya setuju bahwa ada satu batas di mana kita selidiki dengan baik, menggunakan akal sehat, tetap subjektif tanpa kesimpulan definitif. Si A pandangannya begini, si B pandangannya begitu. Untuk tahapan ini, saya pikir sudah tidak bisa ditentukan 'sesat' dan tidak.

Quote
soal mana yg menyesatkan bagi saya sangat technical, yg terjadi kalau saya udah berbicara sesuatu yg lain dari pengetahuan umum pasti udah melawan arus pemikiran orang pada umumnya, jadi praktisi sesat/nyeleneh, shg saya merasakan menjadi akar perpecahan (pro vs kontra) hehehe... yg saya lihat lagi, kalau udah begini, pro give thanks to pro, contra give thanks to contra. krn saya bukan arahat/Buddha, saya masih menghindari apa yg tidak ingin saya lihat, saya jijik melihat murid Buddha begini, makanya saya susah berbaur dg umat Buddhist di dunia nyata juga (malah curhat... :hammer:) jadi sedikit2 saja tp kalau ada waktu saya pasti ingin mendiskusikan dg orang yg ingin berdiskusi, terlepas dari siapa yg salah & siapa yg benar.
;D Saya juga dulu begitu karena berharap yang namanya murid Buddha, harus begini-begitu. Tetapi sekarang saya tidak lagi melihat demikian. Bagi saya, Buddhis dan non-Buddhis, sebetulnya sama saja. Yang namanya manusia (termasuk saya) memang demikian, tidak terlepas dari keegoisan dan kebodohan. Cuma beda label kebodohannya saja, mungkin orang lain melakukan kebodohan a la kitab suci lain, saya (dan Buddhis lain) melakukan kebodohan a la tipitaka, atheis melakukan kebodohan dengan caranya sendiri. Tidak ada yang aneh. 

Quote
apa yg ia dengar, kalau benar kata Buddha ya masih otentik. bagaimana kalau saya bilang ada kecenderungaan ada perubahan entah karena ingatan yg gagal atau ada unsur politisnya? bagi orang yg saddhanya kuat thd arahat, konsili, moral bhikkhu2 penghapal pasti akan menganggap ini pelecehan  & tuduhan tidak berdasar lagi...
Menurut saya, itu sangat mungkin terjadi. Kita tahu tidak semua Arahat punya ingatan sebaik Ananda. Berarti Arahat yang tanpa politik juga bisa 'mewariskan' dengan tidak sempurna. Setelah kemudian lewat beberapa generasi, yang mewariskan juga belum tentu Arahat, maka apa anehnya kalau utak-atik Tipitaka terjadi?


Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #804 on: 17 January 2011, 01:37:42 PM »
Mohon konfirmasi, apakah memang quote di atas terutama pada bagian BOLD adalah inti (pada kata intinya) ajaran Zen?

Bro Indra yang baik,

Itulah keterbatasan kata-kata dan bahasa yang tidak bisa mengungkapkan maksud saya yang sebenarnya. Ini makin membuat saya yakin betapa sulitnya Buddha mengungkapkan PIKIRAN beliau dalam kata-kata dan bahasa. Karena orang bisa jadi salah mengerti.

Tulisan/komentar saya ini bisa salah total karena saya gagal menyampaikan maksud saya yang sebenarnya. Sama seperti saya berusaha menjelaskan keharuman bunga. Bisa jadi saya akan melakukan banyak 'kesalahan' di sana-sini bila penjelasan saya dikritisi kata per kata tanpa dihubungkan dengan konteksnya. Padahal yang saya sebut 'apapun boleh' itu masih dalam konteks 'samadhi' dan dalam konteks bahwa 'diri kita yang menanggung karma kita sendiri', bukan orang lain.

Kalau tulisan saya dikritisi kata per kata namun dikeluarkan dari konteksnya ya memang salah jadinya. Demikian pula, kalau kita mau membahas yang lebih berat misalnya mengenai anatta, kalau dikeluarkan dari konteks lima agregat, bisa jadi salah total.

_/\_

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #805 on: 17 January 2011, 01:43:30 PM »
Bro Sutarman yang baik, saya rasa anda belum menjawab pertanyaan saya:

"Apakah kita menyebut seorang Bhikkhu hanya karena ia berjubah? Atau karena ia ditahbiskan? Apakah kriteria Bhikkhu menurut Zen...?"

Bro Fabian yang baik,

Harap dimengerti saya tidak mau mengomentari hal-hal yang menurut saya tidak perlu dikomentari. Takutnya nanti terjadi kesalahpahaman yang makin menjadi-jadi.

No comment adalah hak saya. Dan saya pikir, pertanyaan Bro tidak membawa kita kemana-mana selain debat kusir karena kita berbeda tradisi.

Harap dimaafkan kalau saya tidak mau menjawab walaupun sebenarnya saya bisa.

 _/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #806 on: 17 January 2011, 01:47:55 PM »
Bro Indra yang baik,

Itulah keterbatasan kata-kata dan bahasa yang tidak bisa mengungkapkan maksud saya yang sebenarnya. Ini makin membuat saya yakin betapa sulitnya Buddha mengungkapkan PIKIRAN beliau dalam kata-kata dan bahasa. Karena orang bisa jadi salah mengerti.

Tulisan/komentar saya ini bisa salah total karena saya gagal menyampaikan maksud saya yang sebenarnya. Sama seperti saya berusaha menjelaskan keharuman bunga. Bisa jadi saya akan melakukan banyak 'kesalahan' di sana-sini bila penjelasan saya dikritisi kata per kata tanpa dihubungkan dengan konteksnya. Padahal yang saya sebut 'apapun boleh' itu masih dalam konteks 'samadhi' dan dalam konteks bahwa 'diri kita yang menanggung karma kita sendiri', bukan orang lain.

Kalau tulisan saya dikritisi kata per kata namun dikeluarkan dari konteksnya ya memang salah jadinya. Demikian pula, kalau kita mau membahas yang lebih berat misalnya mengenai anatta, kalau dikeluarkan dari konteks lima agregat, bisa jadi salah total.

_/\_

mohon penjelasannya lebih lanjut, apakah bernyanyi dan bermusik masih termasuk dalam "apapun boleh" itu? mungkin anda perlu menambahkan batasan pada "apapun boleh" itu
« Last Edit: 17 January 2011, 01:50:28 PM by Indra »

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #807 on: 17 January 2011, 01:53:04 PM »
Rekan-rekan sekalian yang baik,

Saya berikan lagi kisah Zen lain yang HEBOH namun semuanya dalam konteks menyadarkan / membebaskan /mencerahkan pikiran.

Sila atau Vinaya seorang bhiksu Zen mengenai hubungan seksual YANG TAK TERTULIS misalnya tidak boleh menyentuh perempuan.

Ada kasus seorang Guru Zen Jepang menggendong seorang perempuan menyebrangi sungai yang dangkal. Muridnya langsung BERPIKIR sang Guru telah melanggar vinaya seorang bhiksu mengenai HUBUNGAN SEKSUAL (padahal faktanya tak separah itu). Sehingga kemudian setelah sang perempuan telah tidak bersama mereka berdua, sang murid mengkritik gurunya sendiri.

Sang Guru Zen menjawab dengan enteng: “Saya sudah menurunkan perempuan itu sejak lama, tapi kamu masih menggendongnya hingga kini.” Giliran PIKIRAN sang murid yang kemudian tercerahkan/tersadarkan.  Jadi sekali lagi ini masalah PIKIRAN. Khususnya apakah ketika Anda menggendong perempuan, pikiran Anda tetap fokus, jernih, suci, tenang. Yang tahu diri Anda sendiri.

Saya beri contoh lain mengenai ‘mesra-mesra’-an. Seorang Master Zen ditemui seorang bhiksuni muda dan cantik yang menanyakan mengenai apa itu sesungguhnya Zen. Master Zen itu kemudian memegang tangan bhiksuni dengan mesra. Dalam tradisi Zen, walau tidak tertulis, memegang tangan perempuan sudah seperti berhubungan seksual dengan perempuan itu. Seperti orang Isl*m radikal yang tidak boleh berjabat tangan dengan perempuan yang bukan muhrim-nya (kasus Tifatul Sembiring vs Michelle Obama).

Tentu saja bhiksuni itu kaget dan berteriak : “Anda adalah seorang Master Zen yang senior dan dihormati banyak orang, mengapa Anda punya pikiran sebejat itu ?!” . Master Zen itu tersenyum dan berkata : “Nah itulah Zen. Semua itu tergantung pada Anda dan PIKIRAN Anda sendiri. Anda yang BEBAS menentukan apakah Anda mau mengikuti PIKIRAN Anda yang suci atau mau mengikuti PIKIRAN Anda yang bejat.”

Saya ingat kejadian dulu sekali ketika Gus Dur dengan berani menyebutkan bahwa Quran adalah kitab cabul/porno karena tertulis mengenai menyusui/meneteki. Gus Dur dengan pernyataan ‘gila’  ini sengaja menyerang pola pikir Isl*m garis keras yang gencar mempromosikan anti pornografi dan pornoaksi tempo dulu.

Tentu saja pernyataan Gus Dur itu membuat heboh dan dikecam Isl*m garis keras sebagai pelecehan terhadap kesucian Quran. Tapi Gus Dur dengan ringan menjawab bahwa semua itu tergantung PIKIRAN kita sendiri. Kalau PIKIRAN kita tidak kotor bahkan kata ‘menyusui/meneteki’ itu pun tidak kotor. 

Dengan cara ‘unik’ ini pula Gus Dur mencoba MENYADARKAN publik mengenai bahaya ‘agama yang kebablasan’ seperti Isl*m garis keras. Ini cara yang JENIUS SEKALIGUS FLEKSIBEL seperti Master Zen yang kadang SENGAJA melanggar vinaya (mulai dari memegang tangan perempuan, menggendong perempuan, minum arak, sampai membunuh kucing!) demi menyadarkan seseorang atau bahkan banyak orang.

Beda dengan kita yang melanggar sila atau vinaya demi kenikmatan pribadi semata bukan dalam konteks menyadarkan/mencerahkan pikiran seseorang/orang banyak.

Jadi saya harap kita jangan buru-buru menghakimi seseorang dulu sebelum tahu motivasinya.

 _/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #808 on: 17 January 2011, 02:04:02 PM »
Rekan-rekan sekalian yang baik,

Saya berikan lagi kisah Zen lain yang HEBOH namun semuanya dalam konteks menyadarkan / membebaskan /mencerahkan pikiran.

Sila atau Vinaya seorang bhiksu Zen mengenai hubungan seksual YANG TAK TERTULIS misalnya tidak boleh menyentuh perempuan.

Ada kasus seorang Guru Zen Jepang menggendong seorang perempuan menyebrangi sungai yang dangkal. Muridnya langsung BERPIKIR sang Guru telah melanggar vinaya seorang bhiksu mengenai HUBUNGAN SEKSUAL (padahal faktanya tak separah itu). Sehingga kemudian setelah sang perempuan telah tidak bersama mereka berdua, sang murid mengkritik gurunya sendiri.

Sang Guru Zen menjawab dengan enteng: “Saya sudah menurunkan perempuan itu sejak lama, tapi kamu masih menggendongnya hingga kini.” Giliran PIKIRAN sang murid yang kemudian tercerahkan/tersadarkan.  Jadi sekali lagi ini masalah PIKIRAN. Khususnya apakah ketika Anda menggendong perempuan, pikiran Anda tetap fokus, jernih, suci, tenang. Yang tahu diri Anda sendiri.

Saya beri contoh lain mengenai ‘mesra-mesra’-an. Seorang Master Zen ditemui seorang bhiksuni muda dan cantik yang menanyakan mengenai apa itu sesungguhnya Zen. Master Zen itu kemudian memegang tangan bhiksuni dengan mesra. Dalam tradisi Zen, walau tidak tertulis, memegang tangan perempuan sudah seperti berhubungan seksual dengan perempuan itu. Seperti orang Isl*m radikal yang tidak boleh berjabat tangan dengan perempuan yang bukan muhrim-nya (kasus Tifatul Sembiring vs Michelle Obama).

Tentu saja bhiksuni itu kaget dan berteriak : “Anda adalah seorang Master Zen yang senior dan dihormati banyak orang, mengapa Anda punya pikiran sebejat itu ?!” . Master Zen itu tersenyum dan berkata : “Nah itulah Zen. Semua itu tergantung pada Anda dan PIKIRAN Anda sendiri. Anda yang BEBAS menentukan apakah Anda mau mengikuti PIKIRAN Anda yang suci atau mau mengikuti PIKIRAN Anda yang bejat.”

Saya ingat kejadian dulu sekali ketika Gus Dur dengan berani menyebutkan bahwa Quran adalah kitab cabul/porno karena tertulis mengenai menyusui/meneteki. Gus Dur dengan pernyataan ‘gila’  ini sengaja menyerang pola pikir Isl*m garis keras yang gencar mempromosikan anti pornografi dan pornoaksi tempo dulu.

Tentu saja pernyataan Gus Dur itu membuat heboh dan dikecam Isl*m garis keras sebagai pelecehan terhadap kesucian Quran. Tapi Gus Dur dengan ringan menjawab bahwa semua itu tergantung PIKIRAN kita sendiri. Kalau PIKIRAN kita tidak kotor bahkan kata ‘menyusui/meneteki’ itu pun tidak kotor. 

Dengan cara ‘unik’ ini pula Gus Dur mencoba MENYADARKAN publik mengenai bahaya ‘agama yang kebablasan’ seperti Isl*m garis keras. Ini cara yang JENIUS SEKALIGUS FLEKSIBEL seperti Master Zen yang kadang SENGAJA melanggar vinaya (mulai dari memegang tangan perempuan, menggendong perempuan, minum arak, sampai membunuh kucing!) demi menyadarkan seseorang atau bahkan banyak orang.

Beda dengan kita yang melanggar sila atau vinaya demi kenikmatan pribadi semata bukan dalam konteks menyadarkan/mencerahkan pikiran seseorang/orang banyak.

Jadi saya harap kita jangan buru-buru menghakimi seseorang dulu sebelum tahu motivasinya.

 _/\_



kisah ini sudah cukup sering dibahas dalam forum ini, dan dengan penafsiran yg cukup banyak dan berbeda.

menurut Bro Sutarman, apakah motivasi Guru Zen Jepang itu dalam menggendong seorang perempuan menyebrangi sungai yang dangkal, yang seharusnya dapat diseberangi sendiri tanpa kesulitan oleh perempuan itu.

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #809 on: 17 January 2011, 02:16:55 PM »

kisah ini sudah cukup sering dibahas dalam forum ini, dan dengan penafsiran yg cukup banyak dan berbeda.

menurut Bro Sutarman, apakah motivasi Guru Zen Jepang itu dalam menggendong seorang perempuan menyebrangi sungai yang dangkal, yang seharusnya dapat diseberangi sendiri tanpa kesulitan oleh perempuan itu.
ini seperti pengalaman saya. seorang bhante yg sedang sakit keras dan kesakitan. karena perbedaan bahasa, mungkin bhante agak frustrasi mencoba berkomunikasi mencoba mengatakan bagian mana yang terasa luar biasa sakit. akhirnya si bhante mencekal paha si perawat untuk mengatakan "di sini lho sakitnya". si perawat sangat kaget dan buru2 kabur. apakah motivasi si bhante? saya tidak bisa jawab, karena hanya si bhante itu yg tahu... saya sih mikirnya si bhante sangat kesakitan dan merasa gak ada jalan lain...

demikian juga dengar cerita di atas. bagaimana kita tahu kondisi sebenarnya? apakah arus deras dan batu licin? apakah wanita biasa bisa menyeberangi sungai itu? gak ada yg tau... kecuali si pelaku.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path