//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.  (Read 560606 times)

0 Members and 7 Guests are viewing this topic.

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #720 on: 14 January 2011, 04:26:58 PM »
Bro Fabian yang baik,

Kalau saya mengutip dari wikipedia mengenai meditasi Vipassana /Pandangan Terang maka saya sebenarnya melihat kemiripan meditasi Vipassana dengan meditasi Zen. Hanya saja Zen mungkin lebih to the point menunjuk pada PIKIRAN sebagai subjek sekaligus objek meditasinya dan tidak mau melekat pada konsep apapun. Dapat dikatakan meditasi Zen adalah meditasi yang bertujuan menenangkan dan menyucikan pikiran. Tujuannya sederhana dan jelas.

Vipassanā (Pāli) or vipaśyanā (Sanskrit) means "insight". While it is often referred to as Buddhist meditation, the practice taught by the Buddha was non-sectarian, and has universal application. It does not require conversion to Buddhism. While the meditation practices themselves vary from school to school, the underlying principle is the investigation of phenomena as they manifest in the five aggregates (skandhas) namely, matter or form (rupa), sensation or feelings (vedana), perception (samjna, Pāli sanna), mental formations (samskara, Pāli sankhara) and consciousness (vijnana, Pāli vinnana). This process leads to direct experiential perception, vipassanā

Vipassanā is a Pali word from the Sanskrit prefix "vi-" and verbal root √drś. It is often translated as "insight" or "clear-seeing," though, the "in-" prefix may be misleading; "vi" in Indo-Aryan languages is cognate to our "dis." The "vi" in vipassanā may then mean to see apart, or discern. Alternatively, the "vi" can function as an intensive, and thus vipassanā may mean "seeing deeply". In any case, this is used metaphorically for a particularly powerful mental self-perception.

Vipassanā meditation is a very simple, logical technique which depends on direct experience, observation, rather than belief. It has three parts - adherence to a sīla (Sanskrit: śīla) (abstinence from killing, stealing, lying, sexual misconduct and intoxication), which is not an end in itself but a requirement for the second part, concentration of the mind (samādhi). With this concentrated mind, the third part of the technique (paññā, Sanskrit prajñā) is detached observation of the reality of the mind and body from moment to moment.

Kemiripan itu adalah tiga tahap (dalam tradisi Zen):

Dalam meditasi Zen, tahap pertama sebelum melangkah menuju meditasi/Zen, seseorang harus mematuhi Panca Sila Buddhist untuk mengendalikan tindakan dan ucapan. Khusus sila pertama, Zen memiliki tradisi ‘vegetarian’ yang mungkin tidak ‘wajib’ dalam tradisi Theravada.

Tahap kedua adalah samadhi/meditasi/Zen itu sendiri atau konsentrasi pikiran dari waktu ke waktu / mindfulness. Pikiran adalah yang terpenting dalam tradisi Zen, karena pikiran adalah sumber dari tindakan dan ucapan. Ini terkait dengan karma yang terdiri dari tindakan, ucapan, pikiran. Ini seperti mencabut rumput (tindakan & ucapan) yang harus sampai ke akar (pikiran).

Di dalam tradisi Zen, teknik bernapas yang baik memerankan peran sangat penting dalam konsentrasi pikiran dalam setiap aktivitas yang kita lakukan.
Hasil tahap kedua adalah mindfulness / eling/ hidup sadar yang ditandai dengan  pikiran-ucapan-tindakan praktisi meditasi yang menjadi ‘tenang’ atau ‘terkendali dengan baik’ (kalau Anda tidak menyukai kata ‘tenang’).
 
Namun yang perlu dicatat adalah sampai pada tahap kedua ini (mindfulness/ eling/ sadar) pikiran buruk/jahat masih dapat timbul dan belum dapat dihancurkan.

Pada tahap ketiga atau terakhir, kita harus menggunakan perhatian penuh kesadaran/ eling/ mindfulness yang sudah diperoleh pada tahap kedua tersebut ditambah dengan wisdom/prajna/panna kita sendiri yang diperoleh dari pengalaman HIDUP sehari-hari yang memungkinkan kita menghancurkan semua pikiran jahat/buruk.

Wisdom/Prajna yang dimaksud adalah wisdom/prajna seorang Bodhisattva.

Di dalam tradisi Zen, orang yang berhasil pada tahap ketiga ini telah menjadi seorang Bodhisattva atau minimal seorang Master Zen.

Biasanya sebelum menjadi Master Zen, seorang praktisi Zen mengalami apa yang biasa disebut beberapa pencerahan mendadak/seketika.

Diperlukan latihan eling/mindfulness yang kontinyu dan satu atau beberapa pengalaman hidup ‘pencerahan seketika’ yang tak disangka-sangka datangnya itu untuk menjadi seorang Master Zen.

Namun karena pencerahan seketika itu bersifat pribadi maka seringkali Master Zen enggan menceritakan pengalaman pencerahan seketika itu atau enggan mengaku sebagai Master Zen.

Dalam sejarah Zen, seringkali cerita pencerahan seorang Master Zen itu diperoleh dari teman seperguruan sang Master Zen itu yang menyaksikan sendiri bagaimana temannya mencapai pencerahan mendadak berkat petunjuk Gurunya.

Saya yakin saat ini di dunia ini banyak Master Zen yang menyembunyikan identitasnya dan pencerahannya sehingga tidak diketahui khalayak umum. Master Zen Thich Nhat Hanh termasuk yang diketahui umum, yang tersembunyi mungkin ratusan bahkan ribuan Master.

Yang lain mungkin boleh saja mempromosikan teh, kopi, soft drink dll yang memiliki aroma dan cita rasa yang menggoda lidah, tapi lidah saya tetap menyukai air minum biasa yang bening, jernih, dan menyehatkan. Itulah Zen dan meditasinya yang unik dan simple. Saya tetap menyukai (meditasi) Zen yang menurut saya simple, alamiah, menyegarkan dan menenangkan pikiran saya.

Pepatah Zen: Sebagai manusia biasa, pikiran tak berkurang. Sebagai Buddha, pikiran tak berlebih.

(Meditasi) Zen adalah semacam pendekatan etika dan psikologis yang sesungguhnya diperlukan oleh semua orang di dunia ini, tak melihat status sosial, etnis, bahkan agama, untuk mencapai ketenangan dan kedamaian individual yang pada akhirnya ‘cahaya’ ketenangan dan kedamaian itu ‘menyebar’ ke seluruh dunia. Sebagaimana meditasi Vipassana itu sendiri yang bersifat lintas agama dan berusaha agar semua orang yang mengikutinya mencapai 'Pandangan Terang'. Correct me if I'm wrong.

 _/\_

« Last Edit: 14 January 2011, 04:32:42 PM by sutarman »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #721 on: 14 January 2011, 04:38:49 PM »
sama sekali tidak ada tolak ukur "kesadaran" (vinnana) di sila.
Betul, tapi kalau kita mau bahas, tentu harus mempertimbangkan juga apa yang disepakati secara umum, tidak bisa menetapkan tolok ukur dan interpretasi kita sendiri saja.


Quote
pana = prana = nafas = energi = live (= cakra = chi = ki :hammer: jgn terlalu percaya yg bagian ini)
prana bahasa sansekerta, sedang pana pali, jadi kalau mahayana, dalam agama akan dibilang ana-prana-sati (cmiiw). kata prana identik dg energi / live krn org dulu pikir nafas = live. tidak bernafas = tidak live = mati... hehe... simple.
Tidak juga. Pana/prana ini juga memang mengacu pada energi kehidupan. Pada saat nirodha-samapati, seseorang tidak lagi menunjukkan tanda kehidupan, tetapi tetap memiliki pana ini. Ini juga terserah pendapat masing-masing, tapi saya tetap melihat pana dalam 2 konteks berbeda.


Quote
ya ya ya... permasalahannya sebenarnya adalah mana yg disebut mahkluk hidup (& mana yg bukan)? ini juga membingungkan science sampai saat ini loh. dari sini baru kita bisa tau mana yg harus kita hindari (pembunuhannya). sejauh yg saya lihat sih semua mengartikan sendiri2. cmiiw, saya pernah mendengar bahwa ada aliran Buddhisme Tantra yg menganggap tumbuhan adalah mahkluk hidup sih.
Definisi makhluk hidup (satta) juga sudah ada. Tergantung masing-masing mau menggunakan tolok ukur pribadi atau mengikuti yang konvensional. Walaupun memiliki 'nafas', saya pribadi tidak akan mengatakan 'semoga pohon ini berbahagia' karena pohon tidak bisa berbahagia atau menderita.


Quote
next topic,

di mana batasannya cause it to be killed. cmiiw, kita termasuk Buddha bukan vegetarian, tetapi masih makan bangkai. nah di zaman ini, bukankah kita tau bangkai tsb emg disiapkan dari lahir, besar, gemuk utk kita makan... hmmm... noted: sampai saat ini saya masih makan daging, jd ga ada kampanye vegetarian di sini
Apakah kita tahu bangkai tersebut dari lahir, besar, gemuk tidak akan dibunuh jika kita tidak makan?
Misalnya di warung tetangga kita datang bertanya apakah ada daging ayam, dan ternyata tidak ada; kemudian besoknya tiba-tiba ada ayam goreng, bisa jadi memang kita yang mendorong orang itu untuk mengadakan pembunuhan ayam.
Tapi kalau kita bilang dalam skala McD, jika kita tidak makan, maka tidak ada pembunuhan, saya pikir itu terlalu naif.

Menurut saya, jika apa yang kita lakukan bisa berpengaruh langsung pada si penjual bangkai, maka kita bisa mengusahakan penghindaran pembunuhan tersebut. Tapi kalau memang tidak bisa, lebih baik tidak perlu mengkhayal yang tidak-tidak. Lebih baik yang realistis saja. 


Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #722 on: 14 January 2011, 04:51:30 PM »
Definisi makhluk hidup (satta) juga sudah ada. Tergantung masing-masing mau menggunakan tolok ukur pribadi atau mengikuti yang konvensional. Walaupun memiliki 'nafas', saya pribadi tidak akan mengatakan 'semoga pohon ini berbahagia' karena pohon tidak bisa berbahagia atau menderita.
mengacu pada satta sutta, arahat layak dibunuh (wogh... tambahan: kayanya ada sutta yg menyatakan arahat akan bersyukur kalau ada yg bantu mereka parinibbana  :o) akhirnya imo, pakai common sense aja, yg bisa feel pain = mahkluk hidup...

Quote
Apakah kita tahu bangkai tersebut dari lahir, besar, gemuk tidak akan dibunuh jika kita tidak makan?
Misalnya di warung tetangga kita datang bertanya apakah ada daging ayam, dan ternyata tidak ada; kemudian besoknya tiba-tiba ada ayam goreng, bisa jadi memang kita yang mendorong orang itu untuk mengadakan pembunuhan ayam.
Tapi kalau kita bilang dalam skala McD, jika kita tidak makan, maka tidak ada pembunuhan, saya pikir itu terlalu naif.

Menurut saya, jika apa yang kita lakukan bisa berpengaruh langsung pada si penjual bangkai, maka kita bisa mengusahakan penghindaran pembunuhan tersebut. Tapi kalau memang tidak bisa, lebih baik tidak perlu mengkhayal yang tidak-tidak. Lebih baik yang realistis saja. 
wah ini jadi repot... sebenarnya kalau mau dicari pembenarannya yah, kata dokter "kalau saya ga bantu, dia ke dukun utk gugurin, tar lebih berabe kena infeksi" (contoh ekstrim pembunuhan langsung pun dibenar2kan) & kalau mau dicari pen-salah-an-nya pun bisa2 aja... makanya saya sebut dilema...

contoh lebih halus, kita geser ke peternak, kalau saya tidak ternak pun orang lain ternak juga (peternak tidak membunuh secara langsung)

kayanya kalau mengacu terpaku kepada sutta, pembunuhan tidak langsung bagaimanapun tidak terhindarkan, jadi sutta tsb tidak realistis. sebab pembunuhan tidak langsung bisa diperluas "tidak langsungnya" hingga tidak terbatas.
« Last Edit: 14 January 2011, 05:02:03 PM by tesla »
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #723 on: 14 January 2011, 06:23:07 PM »
wah ini jadi repot... sebenarnya kalau mau dicari pembenarannya yah, kata dokter "kalau saya ga bantu, dia ke dukun utk gugurin, tar lebih berabe kena infeksi" (contoh ekstrim pembunuhan langsung pun dibenar2kan) & kalau mau dicari pen-salah-an-nya pun bisa2 aja... makanya saya sebut dilema...

contoh lebih halus, kita geser ke peternak, kalau saya tidak ternak pun orang lain ternak juga (peternak tidak membunuh secara langsung)
Perbandingannya tidak sesuai.
1. Produsen menyiapkan daging -> konsumen makan daging.
2. Dokter/dukun aborsi menyediakan jasa -> konsumen datang aborsi.

Di contoh 1, produsen telah menyiapkan daging terlebih dahulu. Jadi apakah kita datang atau tidak ke restoran itu, daging telah disiapkan. Dalam contoh ekstrem, walaupun hari itu dunia kiamat tidak ada yang makan daging, namun ayamnya sudah terbunuh dahulu.

Di contoh 2, dokter/dukun hanya bisa aborsi jika pasien datang. Dalam contoh ekstrem, biarpun seluruh dunia berprofesi di klinik aborsi, jika kita tidak menggugurkan kandungan, maka tidak terjadi aborsi.


Untuk memudahkan, saya coba bagi menjadi 3 unsur: penyedia, konsumen, dan pembunuhan. Lalu penyedia ada alternatifnya yaitu penyedia 2, konsumen pun demikian, ada konsumen 2.

Dalam kasus makanan fast food:
Resto A & B mengadakan penyediaan daging -> Apakah konsumen X atau Y, datang atau tidak datang, ke Resto A atau B, daging telah tersedia. Kehadiran X dan Y tidak berpengaruh pada penyediaan daging tersebut.

Dalam kasus peternakan, jika kita yang jadi supplier:
Kita menyediakan daging -> diambil oleh resto A/B, maka akan terjadi pembunuhan.
Y juga menyediakan daging -> diambil oleh resto A/B, juga terjadi pembunuhan.

Terlepas dari adanya Y atau tidak, jika kita tidak menyediakan daging, maka kita tidak mendukung terjadinya pembunuhan. Yang difokus bukanlah 'pembunuhan terjadi atau tidak' tetapi 'apakah kita berperan dalam terjadinya pembunuhan tersebut'.


Quote
kayanya kalau mengacu terpaku kepada sutta, pembunuhan tidak langsung bagaimanapun tidak terhindarkan, jadi sutta tsb tidak realistis. sebab pembunuhan tidak langsung bisa diperluas "tidak langsungnya" hingga tidak terbatas.
Darimana bro tesla menarik kesimpulan pembunuhan tidak langsung tidak terhindarkan, sementara Bhikkhu Chakkupala yang secara langsung menginjak serangga tanpa mengetahuinya, tidak dipersalahkan oleh Buddha?


Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #724 on: 14 January 2011, 09:25:58 PM »
Bro Fabian yang baik,

Kalau saya mengutip dari wikipedia mengenai meditasi Vipassana /Pandangan Terang maka saya sebenarnya melihat kemiripan meditasi Vipassana dengan meditasi Zen. Hanya saja Zen mungkin lebih to the point menunjuk pada PIKIRAN sebagai subjek sekaligus objek meditasinya dan tidak mau melekat pada konsep apapun. Dapat dikatakan meditasi Zen adalah meditasi yang bertujuan menenangkan dan menyucikan pikiran. Tujuannya sederhana dan jelas.

Vipassanā (Pāli) or vipaśyanā (Sanskrit) means "insight". While it is often referred to as Buddhist meditation, the practice taught by the Buddha was non-sectarian, and has universal application. It does not require conversion to Buddhism. While the meditation practices themselves vary from school to school, the underlying principle is the investigation of phenomena as they manifest in the five aggregates (skandhas) namely, matter or form (rupa), sensation or feelings (vedana), perception (samjna, Pāli sanna), mental formations (samskara, Pāli sankhara) and consciousness (vijnana, Pāli vinnana). This process leads to direct experiential perception, vipassanā

Vipassanā is a Pali word from the Sanskrit prefix "vi-" and verbal root √drś. It is often translated as "insight" or "clear-seeing," though, the "in-" prefix may be misleading; "vi" in Indo-Aryan languages is cognate to our "dis." The "vi" in vipassanā may then mean to see apart, or discern. Alternatively, the "vi" can function as an intensive, and thus vipassanā may mean "seeing deeply". In any case, this is used metaphorically for a particularly powerful mental self-perception.

Vipassanā meditation is a very simple, logical technique which depends on direct experience, observation, rather than belief. It has three parts - adherence to a sīla (Sanskrit: śīla) (abstinence from killing, stealing, lying, sexual misconduct and intoxication), which is not an end in itself but a requirement for the second part, concentration of the mind (samādhi). With this concentrated mind, the third part of the technique (paññā, Sanskrit prajñā) is detached observation of the reality of the mind and body from moment to moment.

Kemiripan itu adalah tiga tahap (dalam tradisi Zen):

Dalam meditasi Zen, tahap pertama sebelum melangkah menuju meditasi/Zen, seseorang harus mematuhi Panca Sila Buddhist untuk mengendalikan tindakan dan ucapan. Khusus sila pertama, Zen memiliki tradisi ‘vegetarian’ yang mungkin tidak ‘wajib’ dalam tradisi Theravada.

Tahap kedua adalah samadhi/meditasi/Zen itu sendiri atau konsentrasi pikiran dari waktu ke waktu / mindfulness. Pikiran adalah yang terpenting dalam tradisi Zen, karena pikiran adalah sumber dari tindakan dan ucapan. Ini terkait dengan karma yang terdiri dari tindakan, ucapan, pikiran. Ini seperti mencabut rumput (tindakan & ucapan) yang harus sampai ke akar (pikiran).

Di dalam tradisi Zen, teknik bernapas yang baik memerankan peran sangat penting dalam konsentrasi pikiran dalam setiap aktivitas yang kita lakukan.
Hasil tahap kedua adalah mindfulness / eling/ hidup sadar yang ditandai dengan  pikiran-ucapan-tindakan praktisi meditasi yang menjadi ‘tenang’ atau ‘terkendali dengan baik’ (kalau Anda tidak menyukai kata ‘tenang’).
 
Namun yang perlu dicatat adalah sampai pada tahap kedua ini (mindfulness/ eling/ sadar) pikiran buruk/jahat masih dapat timbul dan belum dapat dihancurkan.

Pada tahap ketiga atau terakhir, kita harus menggunakan perhatian penuh kesadaran/ eling/ mindfulness yang sudah diperoleh pada tahap kedua tersebut ditambah dengan wisdom/prajna/panna kita sendiri yang diperoleh dari pengalaman HIDUP sehari-hari yang memungkinkan kita menghancurkan semua pikiran jahat/buruk.

Wisdom/Prajna yang dimaksud adalah wisdom/prajna seorang Bodhisattva.

Di dalam tradisi Zen, orang yang berhasil pada tahap ketiga ini telah menjadi seorang Bodhisattva atau minimal seorang Master Zen.

Biasanya sebelum menjadi Master Zen, seorang praktisi Zen mengalami apa yang biasa disebut beberapa pencerahan mendadak/seketika.

Diperlukan latihan eling/mindfulness yang kontinyu dan satu atau beberapa pengalaman hidup ‘pencerahan seketika’ yang tak disangka-sangka datangnya itu untuk menjadi seorang Master Zen.

Namun karena pencerahan seketika itu bersifat pribadi maka seringkali Master Zen enggan menceritakan pengalaman pencerahan seketika itu atau enggan mengaku sebagai Master Zen.

Dalam sejarah Zen, seringkali cerita pencerahan seorang Master Zen itu diperoleh dari teman seperguruan sang Master Zen itu yang menyaksikan sendiri bagaimana temannya mencapai pencerahan mendadak berkat petunjuk Gurunya.

Saya yakin saat ini di dunia ini banyak Master Zen yang menyembunyikan identitasnya dan pencerahannya sehingga tidak diketahui khalayak umum. Master Zen Thich Nhat Hanh termasuk yang diketahui umum, yang tersembunyi mungkin ratusan bahkan ribuan Master.

Yang lain mungkin boleh saja mempromosikan teh, kopi, soft drink dll yang memiliki aroma dan cita rasa yang menggoda lidah, tapi lidah saya tetap menyukai air minum biasa yang bening, jernih, dan menyehatkan. Itulah Zen dan meditasinya yang unik dan simple. Saya tetap menyukai (meditasi) Zen yang menurut saya simple, alamiah, menyegarkan dan menenangkan pikiran saya.

Pepatah Zen: Sebagai manusia biasa, pikiran tak berkurang. Sebagai Buddha, pikiran tak berlebih.

(Meditasi) Zen adalah semacam pendekatan etika dan psikologis yang sesungguhnya diperlukan oleh semua orang di dunia ini, tak melihat status sosial, etnis, bahkan agama, untuk mencapai ketenangan dan kedamaian individual yang pada akhirnya ‘cahaya’ ketenangan dan kedamaian itu ‘menyebar’ ke seluruh dunia. Sebagaimana meditasi Vipassana itu sendiri yang bersifat lintas agama dan berusaha agar semua orang yang mengikutinya mencapai 'Pandangan Terang'. Correct me if I'm wrong.

 _/\_



Bro Sutarman yang baik, sudahlah... saya sudah mengatakan  sampai disini saja, saya tak perlu melanjutkan diskusi kita, karena saya menduga dari apa yang anda tulis, bahwa anda baru mengikuti retret Thich Nhat Hanh, dan mengambil kesimpulan retret itu sama dengan retret Vipassana Theravada, padahal tidak sama.

Tak pernah ada retret Vipassana Theravada dengan sengaja disertai iringan musik.
Cara Thich Nhat Hanh yang bersukur karena ini, bersukur karena itu mungkin dipengaruhi agama tetangga, karena agama tetangga cukup kuat mempengaruhi guru-guru Buddhis dari Vietnam seperti Suma Chinghai misalnya.

Tak ada retret Vipassana Theravada diajarkan untuk bersukur karena ini atau bersukur karena itu.

Anda bahkan tak bisa membedakan ketenangan dengan mindfulness...

Jadi anda perlu belajar lebih jauh Vipassana untuk mengambil kesimpulan bro...

Mettacittena,
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #725 on: 14 January 2011, 09:38:40 PM »
Di contoh 1, produsen telah menyiapkan daging terlebih dahulu. Jadi apakah kita datang atau tidak ke restoran itu, daging telah disiapkan. Dalam contoh ekstrem, walaupun hari itu dunia kiamat tidak ada yang makan daging, namun ayamnya sudah terbunuh dahulu.
nah intinya kan tanpa kita pun pembunuhan terjadi kan? hal yg sama dg dokter aborsi... hanya saja pembunuhannya benar2 di tangan si dokter.

Quote
Dalam kasus makanan fast food:
Resto A & B mengadakan penyediaan daging -> Apakah konsumen X atau Y, datang atau tidak datang, ke Resto A atau B, daging telah tersedia. Kehadiran X dan Y tidak berpengaruh pada penyediaan daging tersebut.

Dalam kasus peternakan, jika kita yang jadi supplier:
Kita menyediakan daging -> diambil oleh resto A/B, maka akan terjadi pembunuhan.
Y juga menyediakan daging -> diambil oleh resto A/B, juga terjadi pembunuhan.
yup, kurang lebih intinya kalau saya berada di belakang rantai pembunuhan saya hindari, tapi kalau saya sesudah rantai pembunuhan, tidak apa2... imho sebenarnya sama aja, cuma kita memberi ruang pada diri sendiri karena pembunuhannya terjadi sebelum kita.

Quote
Darimana bro tesla menarik kesimpulan pembunuhan tidak langsung tidak terhindarkan, sementara Bhikkhu Chakkupala yang secara langsung menginjak serangga tanpa mengetahuinya, tidak dipersalahkan oleh Buddha?
yup, kan tidak tahu & tidak niat, sekarang kalau bro mau berpikir, pasti byk hal yg bro tau :)
yg udah jelas ya peternak, nelayan. lanjut ke yg tidak langsung ya, krn utk orang sekaliber bro Kainyn pasti tau, bukan tidak tau. perkebunan, pembangun rumah, pertambangan. jadi byk pekerjaan basic yg mensupport kehidupan skr ga sah... sisa pekerjaan2 modren yg berada di layer lebih atas kan? mis perdagangan, desainer, dll tapi ya kalau ga ada mereka kita ga bisa hidup dg culture seperti sekarang, jatuhnya pasti ga jauh2 dari hidup pertapa. imo, kita cuma memposisikan diri di sisi sebelah setelah pembuhunan, padahal semua ini rantainya ya saling terkait. singkat kata utk pemegang sila diharapkan menempati posisi di bagian demand (dari supply & demand), hasilnya ya ga mengurangi pembunuhan (saya bilang mengurangi ya... krn menghilangkan sempurna, krn kalau ini emg naif, tidak semua org buddhis), terlihat ga pembenarannya  bro?
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #726 on: 15 January 2011, 05:39:48 AM »
Bro Sutarman yang baik, sudahlah... saya sudah mengatakan  sampai disini saja, saya tak perlu melanjutkan diskusi kita, karena saya menduga dari apa yang anda tulis, bahwa anda baru mengikuti retret Thich Nhat Hanh, dan mengambil kesimpulan retret itu sama dengan retret Vipassana Theravada, padahal tidak sama.

Tak pernah ada retret Vipassana Theravada dengan sengaja disertai iringan musik.
Cara Thich Nhat Hanh yang bersukur karena ini, bersukur karena itu mungkin dipengaruhi agama tetangga, karena agama tetangga cukup kuat mempengaruhi guru-guru Buddhis dari Vietnam seperti Suma Chinghai misalnya.

Tak ada retret Vipassana Theravada diajarkan untuk bersukur karena ini atau bersukur karena itu.

Anda bahkan tak bisa membedakan ketenangan dengan mindfulness...

Jadi anda perlu belajar lebih jauh Vipassana untuk mengambil kesimpulan bro...

Mettacittena,

bro Sutarman, apa benar vipasana ala TNH ada Iringan MUSIK ?  :o

 _/\_


« Last Edit: 15 January 2011, 05:41:28 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #727 on: 15 January 2011, 07:18:41 AM »
Bro Sutarman yang baik, sudahlah... saya sudah mengatakan  sampai disini saja, saya tak perlu melanjutkan diskusi kita, karena saya menduga dari apa yang anda tulis, bahwa anda baru mengikuti retret Thich Nhat Hanh, dan mengambil kesimpulan retret itu sama dengan retret Vipassana Theravada, padahal tidak sama.

Tak pernah ada retret Vipassana Theravada dengan sengaja disertai iringan musik.
Cara Thich Nhat Hanh yang bersukur karena ini, bersukur karena itu mungkin dipengaruhi agama tetangga, karena agama tetangga cukup kuat mempengaruhi guru-guru Buddhis dari Vietnam seperti Suma Chinghai misalnya.

Tak ada retret Vipassana Theravada diajarkan untuk bersukur karena ini atau bersukur karena itu.

Anda bahkan tak bisa membedakan ketenangan dengan mindfulness...

Jadi anda perlu belajar lebih jauh Vipassana untuk mengambil kesimpulan bro...

Mettacittena,

Bro Fabian yang baik,

Anda salah duga, saya walaupun praktisi Zen bukanlah murid Master Zen Thich Nhat Hanh. Saya punya Guru Zen tersendiri yang namanya saya tak bisa sebutkan di forum ini karena memang Guru saya tidak suka disebut sebagai Guru atau Master.

Namun saya setelah membaca buku-buku Master Zen Thich Nhat Hanh tahu bahwa apa yang Beliau ajarkan mirip dengan yang Guru Zen saya ajarkan. Dalam tradisi Zen, tidak ada yang dinamakan persaingan antar Guru malah seringkali ada kerjasama antar Guru/Master walaupun metode meditasinya agak bahkan sangat berbeda.

Saya tidak bisa berkomentar mengenai musik yang dipakai Master Zen Thich Nhat Hanh karena saya TAK PERNAH mengikuti retretnya. Saya pikir MUNGKIN itu termasuk metode untuk menenangkan perasaan sebelum masuk ke meditasi yang sebenarnya. Saya pribadi tak pernah memakai musik dalam bermeditasi, saya malah menyukai keheningan, karena itu saya seringkali bangun jam 3 pagi untuk bermeditasi saat (maaf) SEBELUM agama tetangga lain menyuarakan panggilan sembahyangnya.

Dan oh ya, saya bukan penggemar Suma Chinghai dan sejenisnya. Bagi saya, Suma Chinghai bukan Buddhist. Saya hanya memandang dia dari segi positifnya saja, yaitu dia mendirikan rumah makan vegetarian di seluruh dunia yang kebetulan cocok dengan pola makan saya.

Saya setuju dengan pendapat Master Cheng Yen bahwa manusia itu seperti gelas/mug yang pasti ada cacat di satu sisinya, namun lebih baik kita tidak melihat sisi cacatnya itu, namun melihat sisi yang tidak cacat dan mendorongnya berbuat kebajikan dari sisi yang tidak cacat itu. Itu pula yang dinasihatkan Master Huineng kepada Shenhui yang diketok kepalanya itu, kalau Anda memahami kisah Zen yang saya berikan sebelumnya. 

Master Cheng Yen walaupun dari Mahayana San Lun namun Beliau mengaplikasikan nilai-nilai Zen pula. Contoh lain adalah sikap Master Cheng Yen yang menerapkan ajaran Master Zen Baizhang dari Dinasti Tang  yang menekankan kemandirian hidup bhiksu/ni.

Mengenai pengaruh agama 'tetangga' terhadap Master Zen Thich Nhat Hanh, saya pikir Anda terlalu berprasangka buruk dan menyimpulkan terlalu jauh. Ada baiknya Anda membaca beberapa postingan rekan-rekan lain di forum Chan/Zen mengenai Master Zen Thich Nhat Hanh.

Saya pikir memang lebih baik diskusi saya dengan Anda diakhiri karena kita memang berbeda tradisi.

 _/\_
« Last Edit: 15 January 2011, 07:36:19 AM by sutarman »

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #728 on: 15 January 2011, 07:34:27 AM »
bro Sutarman, apa benar vipasana ala TNH ada Iringan MUSIK ?  :o

 _/\_

Bro Adi Lim yang baik,

Saya tidak tahu karena saya tidak pernah mengikuti retret Beliau (saya bukan murid Beliau), ada baiknya rekan lain yang pernah mengikuti retret itu membantu memberikan informasi dan membantu meluruskan duduk persoalannya.
 _/\_
Sutarman
(Praktisi Zen)

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #729 on: 15 January 2011, 08:23:14 AM »
bro Sutarman, apa benar vipasana ala TNH ada Iringan MUSIK ?  :o

 _/\_




kalau gak salah dulu pernah ada postingan gambar Sang Master on stage bersama personnel orchestra-nya, ada yg bisa bantu membongkar arsip?

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #730 on: 15 January 2011, 08:58:00 AM »
kalau gak salah dulu pernah ada postingan gambar Sang Master on stage bersama personnel orchestra-nya, ada yg bisa bantu membongkar arsip?

itu saya masih ingat ada di file 'Biku mian gitar',  ^:)^
tapi bukannya waktu itu TNH lagi show on music bukan sedang acara meditasi !
atau memang TNH sedang meditasi sekalian show musik ? ???

 _/\_
« Last Edit: 15 January 2011, 09:00:12 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #731 on: 15 January 2011, 09:09:05 AM »
Bro Adi Lim yang baik,

Saya tidak tahu karena saya tidak pernah mengikuti retret Beliau (saya bukan murid Beliau), ada baiknya rekan lain yang pernah mengikuti retret itu membantu memberikan informasi dan membantu meluruskan duduk persoalannya.
 _/\_
Sutarman
(Praktisi Zen)


jadi bro Sutarman praktisi Meditasi Zen ada beda dengan meditasi Zen TNH  ^-^
ok, terima kasih bro Sutarman yang baik.  ;D

 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #732 on: 15 January 2011, 09:18:01 AM »
Saya yakin saat ini di dunia ini banyak Master Zen yang menyembunyikan identitasnya dan pencerahannya sehingga tidak diketahui khalayak umum. Master Zen Thich Nhat Hanh termasuk yang diketahui umum, yang tersembunyi mungkin ratusan bahkan ribuan Master.

Bro Sutarman, karena Mister TNH termasuk yg diketahui umum, artinya beliau tidak menyembunyikan identitas dan pencerahannya, bisakah anda share pengetahuan anda mengenai bagaimana pencapaian pencerahan oleh TNH ini?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #733 on: 15 January 2011, 09:19:46 AM »
nah intinya kan tanpa kita pun pembunuhan terjadi kan? hal yg sama dg dokter aborsi... hanya saja pembunuhannya benar2 di tangan si dokter.
Betul, berperan atau tidaknya kita, pembunuhan tetap berlangsung. Lalu apa pointnya? Pointnya adalah jika kita berperan, maka pembunuhan tetap terjadi + 1. Jika kita tidak berperan, maka tidak ada penambahan.
(Idealnya, kita bantu agar pembunuhan - x, tapi ini belum tentu ada dalam kapasitas kemampuan kita.)

Quote
yup, kurang lebih intinya kalau saya berada di belakang rantai pembunuhan saya hindari, tapi kalau saya sesudah rantai pembunuhan, tidak apa2... imho sebenarnya sama aja, cuma kita memberi ruang pada diri sendiri karena pembunuhannya terjadi sebelum kita.
Ini sudah mencakup 2 hal yang berbeda. Pertama adalah pembunuhannya, ke dua adalah kemelekatan pada hasil pembunuhannya. Menghindari pembunuhannya sudah selangkah lebih maju. Betul mungkin masih melekat, tetapi setidaknya menahan diri dari pembunuhan. Dalam perbandingan, seperti orang masih bernafsu melihat wanita, namun tetap menjaga sila susilanya. Ini tetap sudah jauh lebih baik ketimbang tidak menjaganya sama sekali.

Mengenai kemelekatannya, ini yang sebetulnya harus dilepas pertama-tama. Karena jika terus 'dipelihara', maka kita tetap akan mencari kepuasan tersebut. Prioritasnya memang yang 'dilegalkan sila' tetapi kalau dorongan keinginan terus dipelihara, bisa-bisa nanti tidak terkendalikan lagi.

Dalam Buddhisme, sebetulnya yang pertama adalah kemelekatannya dulu yang dikikis. Setelah itu, baru kita menjaga perilaku kita sebisa mungkin jangan sampai menyebabkan terjadinya pembunuhan. Dalam hidup sehari-hari, tentu tidak semudah itu mengikis kemelekatan, maka digunakanlah batasan sila.

Spoiler: ShowHide
Sebetulnya kalau kita bisa terus-menerus berperhatian benar, maka otomatis semua sila juga sudah tercakup. Itulah mengapa sati adalah 'sila' tertinggi. Masalahnya, bisakah sepanjang waktu kita sati tanpa terputus?



Quote
yup, kan tidak tahu & tidak niat, sekarang kalau bro mau berpikir, pasti byk hal yg bro tau :)
yg udah jelas ya peternak, nelayan. lanjut ke yg tidak langsung ya, krn utk orang sekaliber bro Kainyn pasti tau, bukan tidak tau. perkebunan, pembangun rumah, pertambangan. jadi byk pekerjaan basic yg mensupport kehidupan skr ga sah... sisa pekerjaan2 modren yg berada di layer lebih atas kan? mis perdagangan, desainer, dll tapi ya kalau ga ada mereka kita ga bisa hidup dg culture seperti sekarang, jatuhnya pasti ga jauh2 dari hidup pertapa.
Yang bro tesla katakan memang sangat benar. Apakah hidup kita sebetulnya bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi alam, itulah sebetulnya yang harus direnungkan. Walaupun masih perumahtangga, kita bisa melihat sendiri apakah perilaku ini condong pada pengembangan keserakahan, ataukah pada kehidupan petapa.


Quote
imo, kita cuma memposisikan diri di sisi sebelah setelah pembuhunan, padahal semua ini rantainya ya saling terkait. singkat kata utk pemegang sila diharapkan menempati posisi di bagian demand (dari supply & demand), hasilnya ya ga mengurangi pembunuhan (saya bilang mengurangi ya... krn menghilangkan sempurna, krn kalau ini emg naif, tidak semua org buddhis), terlihat ga pembenarannya  bro?
Untuk hal ini, adalah tergantung kasus. Terlalu banyak faktor yang diperhitungkan.
Betul dalam kasus tertentu, 'sila' ini sama sekali tidak mengurangi pembunuhan. Misalnya saya jadi pemiliki resto sea food hidup, lalu konsumen saya besok semua pindah jadi Buddhis. Maka saya bisa juga mengganti menu hidup menjadi segar, jadi konsumen Buddhis tetap makan di tempat saya. Intinya pembunuhan tetap terjadi, tidak berkurang walaupun orang memegang sila. Lalu kalau ditanya Buddhis 1, jawabnya: 'kalau saya makan juga ada Buddhis 2, 3, ... , x yang makan'.

Karena itu, berlakulah point ke 3 dari Jivaka Sutta: 'kalau kita menduga daging itu disiapkan untuk kita, maka kita tidak memakannya.' Jika kita memang menduga demikian, janganlah makan. Bagaimana jika kita senang menduga-duga bahwa semuanya disiapkan untuk kita? Gampang, jangan makan semuanya, kecuali kita yakin memang itu tidak dipersiapkan untuk kita. Sikap ini berbeda dengan vegetarian-freak yang melihat makan daging seperti memakan makhluk hidup-hidup (=membunuhnya). Kita boleh menghindari jika menduga kita ikut andil dalam pembunuhannya, tapi tetap selalu melihat daging sebagai daging, makanan sebagai makanan, bukan sesuatu yang kotor yang bikin mati kalau dimakan.

Kembali lagi, seharusnya prioritas adalah mengikis kemelekatan dulu, jika tidak bisa, baru dibatasi sila. Jangan jadikan sila sebagai 'tujuan akhir' karena itu tidak memberikan manfaat maksimal sebagai pengikut Ajaran Buddha. 

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #734 on: 15 January 2011, 09:34:18 AM »
khan dalam zen tidak ada vinaya ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

 

anything