Bro Thema yang baik, Saya ingin bertanya kepada saudara apakah menurut anda dengan membaca mantra bisa membebaskan mahluk hidup dari kelahiran berulang/ Nibbana...? Bila ya coba terangkan bagaimana caranya...?
Wah, lebih bagus nanya sama yang praktek baca mantra. Mungkin bro Gandalf atau bro Tan yang paling kompeten di sini. Kalau saya sih nggak tahu. Saya khan cuma menganalisis pikiran-pikiran di sini.
Pertanyaannya, apakah memiliki kecenderungan itu keadaan batin yaing baik atau buruk? Manakah yang harus diperhatikan kecenderungan-kecenderungan batin atau isi dari kecenderungan-kecenderungan batin itu..?
Skeptis terhadap kebenaran mutlak ajaran dari kedua belah pihak (termasuk akusala ya
) itulah isi utama batin saya ketika mengamati pola pikir Theravada dan pola pikir Mahayana.
Bagaimana mau menyebarkan Dharma/Dhamma kalau kita sendiri debat di sini tiada akhir dan tidak ada kesepakatan yang bisa diterima kedua belah pihak?
Dan juga keraguan mengenai apa sih sebenarnya anatta? Ultimate Truth ini (pinjem istilah bro Ray) kayaknya juga nggak disepakati apa definisinya. Mungkin karena memang itulah MISTERI terbesar dalam agama Buddha? Yang tak bisa dijangkau logika dan pikiran ataupun kesadaran?
Sama misteriusnya dengan Nibbana yang paling hanya bisa dikenali sifatnya yaitu sukha (bahagia).
SANG BUDDHA DAN AJARAN-AJARANNYA
(Narada Mahathera)
Bagian Kedua
Bab 33
Halaman 181
SIFAT-SIFAT NIBBANA
Berlawanan dengan Samsara (perwujudan keberadaan)
Nibbana adalah
1) Kekal (Dhuva)
2) Diinginkan (Subha)
3) Bahagia (Sukha)
[Skeptis Mode On] Benarkah Theravada sungguh-sungguh mengajarkan bahwa Nibbana adalah kekal? [Skeptis Mode Off]
Lalu saya membaca lagi buku di bawah ini:
ABHIDHAMMATTHASANGAHA
(Pandit Jinaratana Kaharudin)
Bab V
Halaman 214
Nibbana adalah keadaan ketenangan yang timbul dengan terbebasnya dari tanha
Nibbana adalah kebahagiaan yang terbebas dari kilesa
Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi.
Saya mencoba menyimpulkan bahwa satu-satunya sifat positif mutlak dari Nibbana hanyalah kebahagiaan (sukha) karena Pandit Jinaratana Kaharudin sama sekali tidak menyebutkan atribut kekal pada Nibbana seperti Narada Mahathera. Dan saya pikir Pandit Jinaratana Kaharudin lebih tepat.
1) Ada rekan-rekan yang ingin membantah bahwa Nibbana adalah kebahagiaan?
2) Dan kalau Nibbana adalah Sukha, apakah berarti Parinibbana adalah juga Sukha? Kalau Parinibbana juga sukha, apa yang merasakan sukha itu? Pastilah kita akan kebingungan sendiri dan terjebak lagi pada kecenderungan eternalis vs nihilis dalam menjawab pertanyaan ini.
3) Atau Parinibbana beyond sukha dan dukkha yang tak dapat dipahami kesadaran/pikiran/citta kita? Seperti perumpamaan seekor kura-kura yang mencoba menjelaskan daratan kepada seekor ikan? Perumpamaan ini saya kutip dari bukunya Narada Mahathera lho.
Pertanyaan saya disini adalah mengenai hal-hal paling pokok dalam agama Buddha yaitu Anatta dan (Pari)nibbana yang saling kait mengkait.
Saya hanya seorang yang ingin mencari kebenaran di tengah debat yang sengit antara Theravada dan Mahayana di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana di sana dan juga di sini.
Saya memilih untuk percaya kepada ajaran Buddha Gotama yang nampaknya lebih logis dan sistematis dibandingkan ajaran Laozi, Konghucu, Yesus atau siapapun yang kurang logis dan kurang sistematis, namun saya melihat sebuah TITIK LEMAH ajaran BUDDHA itu sendiri yang sama sekali tak bisa mendefiniskan apa itu ANATTA (Bukan Ego? Tiada Ego? Bukan Inti? Tiada Inti? Bukan Atta? Tiada Atta? Bukan Diri? Tiada Diri? Bukan Aku? Tiada Aku? dll) dan apa itu PARINIBBANA yang bukan eternalis dan bukan nihilis.
Kalau kita sebagai Buddhist terombang-ambing sendiri antara kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis, bagaimana kita bisa meyakinkan orang lain untuk menjadi pengikut Buddha? Think about that my brothers and sisters.
Dan nampaknya apa yang saya pertanyakan tak akan pernah ada jawabannya. Karena itu perhatikan benar-benar kesimpulan saya mengenai Theravada dan Mahayana. Saya hanya bisa melihat kecenderungan eternalis vs kecenderungan nihilis itu.
Dari perdebatan yang demikian panjang dan melelahkan (137 halaman), kesimpulan saya adalah:
Theravada cenderung menuduh Mahayana ETERNALISTIK
Mahayana cenderung menuduh Theravada NIHILISTIK
In my opinion, semua itu berpangkal dari ajaran Buddha yang paling eksentrik yaitu AN-ATTA . Anatta adalah ajaran yang jelas-jelas BERLAWANAN dengan ajaran SEMUA AGAMA di dunia yang mengajarkan adanya ATTA (apapun istilahnya, Jiva, Jiwa, Soul, Spirit, Roh, etc.) yang ETERNAL.
BRAHMANISME memberikan kepastian bagi pengikutnya bahwa ATTA/ATMAN bila MOKSHA akan menyatu dengan BRAHMAN. Bagai TETES AIR menyatu dengan SAMUDRA. Manunggaling Kawula Gusti. Kekal Abadi selama-lamanya. ETERNALISTIK.
Jainisme walau NON-THEIS (tidak mempercayai BRAHMA sebagai Pencipta Semesta) namun juga memberikan kepastian bagi pengikutnya bahwa bila JIVA MOKSHA maka jiva akan mencapai NIRVANA (Jainisme menganggap Nirvana/Nibbana adalah alam tertinggi , lebih tinggi dari Alam Maha Brahma). Kekal Abadi selama-lamanya. ETERNALISTIK.
Menurut logika sederhana, Buddha seharusnya menerima paham NIHILISTIK sebagai pasangan ideal dari AN-ATTA. Namun ternyata Buddha dengan tegas menolak NIHILSIME. Mengapa? Di satu sisi, bila Buddha menerimanya maka berarti dia menyetujui Ajita Kesakambala sang guru NIHILISME.
Di sisi lain, cara Buddha menolak NIHILISME adalah sedikit banyak meniru DENIAL METHOD-nya JAINISME. Bukan ini bukan itu. Bukan eternalis bukan nihilis.
Tidak ada kepastian yang dapat dijangkau dengan logika (nihil? eternal?) dalam hal (PARI)NIBBANA ini yang kemudian menjadi DEBAT ABADI antara Theravada dan Mahayana masa kini.
ETERNALISME & NIHILISME yang walaupun secara TEORITIS sama-sama DITOLAK THERAVADA & MAHAYANA namun dalam PRAKTEK itulah yang sesungguhnya menjadi PERDEBATAN yang sangat ABHI (HALUS-TINGGI-LUAS) yang tak kunjung usai (dapat dibandingkan dengan perdebatan antara THEISME dan ATHEISME yang juga tak akan pernah berakhir).
Dan perdebatan (Pari)nibbana ini kemudian merembet ke perdebatan Arahat versus Bodhisattva & Dhammakaya versus Trikaya.
I think Anatta , Nirvana , and Parinirvana are Big Questions in Buddhism without the Answers. Alas, we can not meet Buddha Gotama to explain them well. How can we make other people believe in Buddhism if we can not explain anatta and/or (pari)nirvana?