//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme  (Read 222668 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #315 on: 05 January 2011, 06:06:48 AM »
gini aja, saya anggap anda tidak mau menjawab. ok?
case closed.

udah dijawab masih tidak mengerti
setuju di closed :))
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #316 on: 05 January 2011, 09:12:58 AM »
Bro Morpheus yang baik, diskusi mengenai pikiran yang berhenti itu saya rasa berkaitan dengan pernyataan bro Morph sendiri berikut:Bukankah kedua pernyataan bro Morph yang di bold berbeda artinya?
gak ada yg bertentangan. anda gak mengerti. ujung2nya selalu morpheus ngomongin kadal, fabian ngomongin kura2.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #317 on: 05 January 2011, 09:24:07 AM »
Saya rasa definisi kita sama bro, pada orang mabuk, orang terhipnotis, orang tidur tanpa mimpi, orang terpengaruh obat bius, janin pada awal kehamilan dll, pada keadaan tertentu tidak berpikir.
Saya rasa justru definisi kita berbeda. Saya sendiri setidaknya punya beberapa definisi "berpikir" yang berbeda, tergantung konteks pembicaraannya.


Quote
Pertanyaannya, apakah tidak berpikir itu sudah ber Vipasssana?
Kembali lagi, berpikir definisi yang mana?


Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #318 on: 05 January 2011, 09:24:53 AM »
gak ada yg bertentangan. anda gak mengerti. ujung2nya selalu morpheus ngomongin kadal, fabian ngomongin kura2.
Maaf bro kedua pernyataan yang bertentangan itu yaitu: 1. Pengamatan secara pasif alias sadar. 2. ajaran mengenai pikiran yang berhenti adalah pernyataan anda sendiri, bukan pernyataan saya.

Pada waktu pikiran berhenti belum tentu sadar, pada waktu pengamatan pasif alias sadar belum tentu pikirannya berhenti.
« Last Edit: 05 January 2011, 09:27:45 AM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #319 on: 05 January 2011, 09:25:38 AM »
Saya rasa justru definisi kita berbeda. Saya sendiri setidaknya punya beberapa definisi "berpikir" yang berbeda, tergantung konteks pembicaraannya.

Kembali lagi, berpikir definisi yang mana?


Definisi berpikir bro Kainyn bagaimana...?
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #320 on: 05 January 2011, 09:35:20 AM »
Definisi berpikir bro Kainyn bagaimana...?
Dalam konteks sehari-hari, kegiatan memproses ide, sehingga tidur pulas/pingsan bukan berpikir.

Dalam konteks Vipassana yang dibicarakan ini, merespon objek indera dan menindaklanjuti respon tersebut berdasarkan kemelekatan akan diri, sehingga tidak melihat apa adanya, tetapi melihat menurut 'aku'.

Dalam konteks ilmiah, sepertinya adalah aktifitas otak yang melibatkan cerebral cortex.

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #321 on: 05 January 2011, 09:39:18 AM »
Maaf bro kedua pernyataan yang bertentangan itu yaitu: 1. Pengamatan secara pasif alias sadar. 2. ajaran mengenai pikiran yang berhenti adalah pernyataan anda sendiri, bukan pernyataan saya.

Pada waktu pikiran berhenti belum tentu sadar, pada waktu pengamatan pasif alias sadar belum tentu pikirannya berhenti.
itu sudah diterangkan berjuta kali oleh ph, buku2 zen dan yg lain2, dan anda tetap ngotot memakai definisi anda sendiri mengenai berpikir dan berhentinya pikiran. selama anda tidak meletakkan definisi dan terminologi anda, anda tidak akan bisa mengerti apa itu berhentinya pikiran ataupun no-mind. pertentangan itu ada di kepala anda sendiri, terbukti dari kata2 yg ditebelin itu berasal dari anda sendiri.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #322 on: 05 January 2011, 09:54:35 AM »
udah dijawab masih tidak mengerti
setuju di closed :))
sebenernya saya mau jawaban yg jelas dan tegas, gak main sembunyi2. mungkin memang membutuhkan keberanian.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #323 on: 05 January 2011, 10:38:32 AM »
Dalam konteks sehari-hari, kegiatan memproses ide, sehingga tidur pulas/pingsan bukan berpikir.

Dalam konteks Vipassana yang dibicarakan ini, merespon objek indera dan menindaklanjuti respon tersebut berdasarkan kemelekatan akan diri, sehingga tidak melihat apa adanya, tetapi melihat menurut 'aku'.

Dalam konteks ilmiah, sepertinya adalah aktifitas otak yang melibatkan cerebral cortex.

bagaimana kalau dibandingkan ;D

wipasana "katanya" = pikiran berhenti = "aku" (atau keakuan?) tidak ada, kemudian pada saat tidak wipasana pikiran bergerak lagi, aku ada lagi.

pingsan atau tidur = pikiran berhenti = "aku" (atau keakuan?) tidak ada, kemudian pada saat tidak tidur pikiran bergerak lagi, aku ada lagi.

perbedaannya?

yang satu tanpa tujuan, tanpa tehnik "katanya hanya "eling" saja a.k.a diam

yang satu tanpa tujuan, tanpa tehnik juga keknya
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #324 on: 05 January 2011, 11:27:49 AM »
(saya copy paste dari Pertanyaan Kritis Mengenai Theravada)

Berhubung ada yang membawa-bawa nama Zen, saya terpanggil untuk menanggapi untuk meluruskan duduk persoalannya.
Zen tidak lebih tinggi atau rendah dibandingkan aliran Buddhisme lainnya.

Zen memang ajaran yang di luar kitab suci maupun bahasa karena Zen hanya membahas meditasi dan meditasi bisa dilakukan oleh semua orang dari berbagai agama sekalipun. Namun bukan berarti pula Zen tak punya sutra yang spesifik. Pada kenyataannya praktisi Zen dianjurkan membaca Tipitaka maupun Tripitaka namun dengan anjuran untuk tidak melekat kepada kitab-kitab itu.

ZEN : TIDAK BERGANTUNG PADA KATA-KATA DAN MENUNJUK LANGSUNG PADA PIKIRAN

Apa makna tidak bergantung pada kata-kata dalam Zen?

Seseorang harus SKEPTIS terhadap segala macam kitab suci (termasuk Tripitaka Sanskrit maupun Tipitaka Pali). Semua itu hanyalah susunan kata-kata dan bahasa yang walaupun benar bisa jadi disalahtafsirkan terutama dalam rangka meditasi yang merupakan Zen itu sendiri.

Petunjuk meditasi/samadhi yang diberikan orang lain sangat KECIL SEKALI KEMUNGKINANNYA bisa membantu seseorang mencapai keterbebasan pikiran. Mengapa? Karena setiap orang adalah unik. Dan metode meditasi yang telah baku belum tentu dan seringkali tidak cocok untuk semua orang.

Petunjuk dalam Zen/meditasi adalah petunjuk yang diperoleh secara langsung dari praktek dan kadang petunjuk itu datang secara mendadak/ tiba-tiba/ tidak disangka-sangka yang seringkali disebut sebagai pencerahan seketika. Pencerahan seketika ini tidak langsung membuat seseorang menjadi arahat atau bodhisattva atau sejenisnya namun hanya membuat seseorang semakin terbebas pikirannya dan semakin mengerti mengenai makna dan tujuan hidupnya sendiri yang tentu saja berlainan untuk tiap praktisi Zen.

Bagi seorang Guru/Master Zen mengajar meditasi/zen adalah sebuah seni. Yang namanya seni adalah unik, tak ada yang standard. Setiap guru Zen memiliki metode yang berbeda-beda dalam mengajar namun tujuannya tetap sama yaitu mencapai keterbebasan pikiran.

Apa itu meditasi Zen? PIKIRAN yang tenang, damai dan bebas dari kondisi baik/buruk di luar diri, bebas dari kemelekatan pada objek di luar diri.

Seseorang dalam bermeditasi haruslah menyadari mengenai ANATTA atau SUNYATA bahwa diri ini sesungguhnya KOSONG/SUNYA/WU karena yang namanya diri ini hanya tersusun dari jasmani dan batin yang dua-duanya tidak kekal / anicca / anitya.

Seseorang harus menyadari bahwa anatta ataupun sunyata itu sendiri hanyalah sebuah PANDANGAN/ view dalam bermeditasi dan jangan MELEKAT pada pandangan/view ini. Kalau kita sudah melekat pada anatta dan sunyata maka kita akan semati benda mati.

Kata-kata adalah simbol bahasa sedangkan pikiran adalah bahasa tanpa kata-kata.
Semua dhamma/dharma sesungguhnya sudah ada dalam pikiran kita.

Itulah yang disebut mengarah langsung pada pikiran dalam Zen.

NAFAS ITULAH BASIC YANG PALING BASIC DALAM ZEN

Konon Buddha pernah memberi teka-teki kepada semua murid utama mengenai apa yang disebut hidup itu. Semua murid utama memberikan berbagai jawaban yang kemudian ditolak oleh Buddha. Dan kemudian Buddha memberikan pencerahan dengan berkata, “Hidup adalah sepanjang nafas ini.” Dan semua murid utama takjub. Inilah kunci utama dalam bermeditasi.

Zen adalah meditasi. Meditasi adalah Zen. Karena Zen itu sendiri artinya meditasi. Namun berbeda dengan berbagai aliran lain dalam Buddhisme, meditasi dalam Zen tidak hanya dilakukan dalam keadaan duduk dengan posisi teratai/lotus (duduk bersila) namun juga dalam berbagai aktivitas sehari-hari. Inilah yang membedakan meditasi Zen dengan meditasi lainnya.

Kunci utama dalam bermeditasi Zen adalah mengatur panjang pendeknya nafas. Dan ini adalah sebuah seni tersendiri yang mana setiap orang harus mengalaminya sendiri dalam sebuah praktek langsung.

Secara alami, manusia yang tak pernah bermeditasi sekalipun secara refleks akan menghela nafas panjang untuk menyingkirkan beban dalam batinnya.

Nafas penting sekali peranannya dalam menenangkan atau mendamaikan pikiran. Hal yang sangat sederhana ini sangatlah disadari oleh Master-master Zen.

Dalam bermeditasi kita berupaya untuk mengatur nafas agar semakin panjang. Semakin panjang suatu nafas maka pikiran akan semakin rileks/santai dan tenang/damai.

Setelah pikiran rileks dan tenang barulah kita merenungkan kembali mengenai sunyata/anatta, anitya/anicca, dan dukkha atau yang biasa disebut sebagai tilakkhana atau tiga corak umum (anatta, dukkha, anicca)

Sambil bermeditasi merenungkan tilakkhana (tiga corak umum) itu kita juga bisa menyadari bahwa hidup ini hanyalah sepanjang nafas ini.

Nafas adalah jembatan yang menghubungkan hidup dengan kesadaran.

Nafas menyatukan tubuh/jasmani dengan pikiran/kesadaran (citta/vijnana).

Nafas adalah tanda kehidupan. Bila Anda tak lagi bernafas berarti Anda sudah mati.

Zen dengan cerdas menggunakan nafas ini untuk menghubungkan hidup dengan pikiran/kesadaran.

Menarik nafas panjang secara alami dapat menyatukan kembali pikiran yang terceraiberai atau terpencar sehingga menjadi terpusat. Itulah yang disebut sebagai konsentrasi pikiran dalam zen/meditasi (yang paling basic).

Ketika pikiran kita sudah terfokus/terkonsentrasi maka dengan nafas itu pula kita berusaha menyadari bahwa hidup itu hanya sepanjang nafas, badan ini ada hanya sepanjang nafas.

Boleh jadi detik berikutnya kita berhenti bernafas karena suatu hal yang mencabut kehidupan kita. Inilah yang disebut sebagai nafas yang menghubungkan pikiran dengan badan/tubuh/jasmani ini.

HIDUP INI BERHARGA / MEDITASI DALAM SETIAP HEMBUSAN NAFAS

Setelah menyadari bahwa hidup adalah sepanjang nafas atau keberadaan badan ini hanyalah sepanjang nafas yang kita tarik dan hembuskan maka kita arahkan pikiran kita untuk merenungi satu hal yang juga sangat basic/mendasar dalam meditasi/zen yaitu bahwa hidup ini sangatlah berharga dan tak bisa ditukar dengan materi apapun yang ada di dunia ini.

Setiap detik adalah berharga. Setiap tarikan dan hembusan nafas adalah berharga. Kalau pikiran kita setiap saat selalu dapat mempertahankan kesadaran/pikiran yang terpusat/terfokus semacam ini maka kita  dianggap berhasil dalam meditasi/zen.

Itulah yang disebut sebagai meditasi dalam berbagai macam aktivitas yang kita lakukan sehari-hari. Dan ini bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan walau secara konseptual nampaknya sederhana.

Secara alamiah bila badan kita bergerak maka pikiran kita cenderung bergerak pula sehingga akhirnya pikiran kita akhirnya terceraiberai dan tidak lagi terpusat/terfokus. Jadi walaupun secara konseptual nampaknya mudah/sederhana namun memusatkan pikiran/kesadaran dalam keadaan badan bergerak tidaklah mudah bahkan sangat sulit dalam prakteknya. Anda boleh mencobanya sendiri, dan kalau Anda bisa menguasainya dengan cepat berarti Anda berbakat dalam Zen.

Seorang pemula dalam meditasi Zen akan berlatih memusatkan pikiran ketika sedang berjalan. Biasanya dengan berjalan secara perlahan dan memperhatikan setiap langkah kita, karena bila kita berjalan cepat dan tergesa-gesa maka konsentrasi pikiran lebih mudah buyar.

Setiap kaki kita melangkah perlahan, seimbangkan langkah dengan nafas, dan sadari betapa ajaibnya kaki kita bisa melangkah dan badan kita bisa bergerak seiring dengan nafas yang kita tarik dan hembuskan. Sadari betapa berharganya nafas ini dalam setiap langkah kaki Anda. Namun jangan sampai Anda terlalu tegang dalam menyadarinya. Santai/rileks adalah salah satu syarat mutlak dalam meditasi bergerak.

Berjalan dalam kesadaran penuh seperti itu bukan perkara yang mudah.

Konon ada praktisi Zen yang berlatih hingga puluhan tahun hanya untuk bisa meditasi sambil berjalan. Mayoritas kita-kita ini memang seperti itu. Seringkali dalam keadaan yang dikejar waktu (cepat-cepat mau ke kampus/sekolah, ke kantor, atau pulang ke  rumah) membuat kita melupakan meditasi sambil berjalan.

Kita dapat memperhatikan gerakan langkah seorang Master Zen dalam berjalan yang biasanya pelan dan melangkah tanpa menimbulkan suara, tidak seperti manusia awam yang berjalan tergesa-gesa dan berisik.

Dalam tingkatan yang sudah mahir, seorang praktisi/master Zen dapat berjalan cepat namun tetap hening alias tidak menimbulkan suara.

Ada satu teknik yang cukup praktis dan mudah yaitu berjalan dengan sambil menyunggingkan sebuah senyum. Ini akan membuat kita lebih rileks dan tenang dan akan membuat kita dengan cepat menguasai meditasi saat berjalan. Tapi harus lihat-lihat situasi juga jangan sampai orang lain menyangka Anda gila karena suka tersenyum sendiri.
 
Berjalan sendirian sambil sedikit tersenyum lebih mudah dalam mengkonsentrasikan pikiran. Bagaimana bila kita harus berjalan bersama dengan orang lain dan orang lain itu mengajak kita berbicara? Ini jelas merupakan tantangan tersendiri kalau kita sudah bisa menguasai meditasi saat berjalan/bergerak.

Bagaimana kita memperhatikan ucapan lawan bicara kita namun di sisi lain kita tetap harus bermeditasi penuh kesadaran ketika sedang berjalan. Anda harus menemukan sendiri cara/tekniknya. Ini tak bisa diberikan oleh orang lain, harus dicoba/dipraktekkan sendiri dan setiap orang harus mencari pemecahannya sendiri.

Terlebih lagi bila kita berbicara sambil berjalan. Berbicara cenderung membuat kesadaran/pikiran kita buyar sama seperti kita berjalan/bergerak bahkan menurut saya pribadi berbicara lebih dahsyat membuyarkan konsentrasi pikiran.  Bagaimana pikiran kita tetap terpusat sambil kita  berbicara dan bergerak adalah tantangan terbesar dalam meditasi setiap saat/detik. Dan ini semua harus dilatih dengan tekun oleh diri Anda sendiri sebelum Anda menjadi mahir.

Seorang Master Zen biasanya berbicara dengan pelan agar dapat selalu menjaga konsentrasi pikiran. Hal ini disarankan juga bagi praktisi Zen pemula. Bukan berarti tidak ada seorang Master Zen yang bisa berbicara dengan suara keras namun konsentrasi pikirannya tetap terjaga. Master Zen Linji terkenal dengan suara teriakan kerasnya sebagai metode untuk pencerahan seketika. Tapi suara keras ini tidak disarankan bagi praktisi Zen pemula yang bahkan belum mahir mengkonsentrasikan pikiran ketika sedang berbicara dengan pelan atau normal. Harus ada tahap-tahapnya, mulai dari bicara pelan dan lembut, normal, hingga cepat dan keras. Mungkin diperlukan latihan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sebelum menjadi mahir untuk berbicara normal (tidak pelan namun juga tidak cepat, tidak lembut dan juga tidak keras).

Lagi-lagi tersenyum saat berbicara boleh Anda jadikan sebagai salah satu metode dalam berbicara sambil mempertahankan konsentrasi pikiran. Tersenyum sedikit membuat Anda lebih rileks ketika berbicara sambil tetap menjaga konsentrasi pikiran.

Yang lebih susah lagi adalah ketika kita harus menjalankan profesi yang membutuhkan pikiran itu sendiri (selain bergerak dan berbicara) untuk menyelesaikan tugas/kerja kita. Misalnya Anda adalah seorang dokter, insinyur, akuntan, pengacara yang memerlukan pikiran (selain bergerak dan berbicara) dalam mengerjakan tugas/kerja sehari-hari. Bagaimana Anda bisa melakukan semua aktivitas itu (berjalan/bergerak, berbicara/mendengar, berpikir) namun tetap bermeditasi setiap tarikan nafas adalah sebuah tantangan yang harus Anda temukan sendiri caranya.

Izinkan saya mengutip pendapat Master Zen Thich Nhat Hanh:

-------------------------------------------

Ketika berjalan seorang praktisi harus sadar bahwa ia sedang berjalan.
Ketika duduk, ia harus sadar bahwa ia sedang duduk.
Ketika berbaring, ia harus sadar bahwa ia sedang berbaring
Apapun posisi tubuhnya, ia harus menyadarinya

Napas adalah jembatan yang menghubungkan hidup dengan kesadaran,
yang menyatukan tubuh dengan pikiran.
Kapanpun pikiran terpencar berserakan, gunakan napas sebagai alat untuk mengumpulkan kembali pikiran.

Pikiran tidak menggenggam pikiran
Pikiran tidak mengusir pikiran
Pikiran hanya bisa mengamati dirinya sendiri

Jika seorang praktisi memahami pikirannya dengan jernih, ia akan bisa mencapai kemajuan tanpa banyak usaha.
Tetapi jika ia tidak tahu apa-apa tentang pikirannya, semua usahanya akan sia-sia.

Hanya dengan berlatih kesadaran, kita tidak menderita, tetapi merasakan kebahagiaan dan kedamaian sejati.
Hanya dengan berlatih kesadaran, kita bisa membuka pikiran dan mata cinta kasih.

--------------------------------------------------------

Hanya dengan tekun berlatih hingga mahir maka barulah Anda berhasil. Kuncinya sekali lagi hanya pada mengatur nafas dan kesadaran/pikiran mengenai keberhargaan hidup ini sekaligus kesadaran/pikiran bahwa hidup ini anatta, dukkha, anicca, yang mana semua kesadaran/pikiran itu harus tetaplah tenang dan damai setenang permukaan air yang tenang sehingga permukaan air itu menjadi cermin bagi apapun.

Mengenai nafas dalam kaitannya dengan keberhargaan dalam hidup ini, izinkan saya kembali mengutip pendapat Master Zen Thich Nhat Hanh yang menurut saya pribadi adalah tujuan paling tertinggi yang mestinya menjadi tujuan setiap praktisi Zen:

------------------------------------------------------------------------

SAAT INI adalah satu-satunya orang yang kita miliki.
ORANG YANG PALING PENTING adalah orang yang saat ini sedang bersama Anda, karena kita tidak akan permah tahu kita akan bersama siapa di masa yang akan datang.
TUGAS TERPENTING yang layak dikerjakan adalah membuat orang yang bersama Anda bahagia, itulah tujuan hidup ini.

------------------------------------------------------------------------

Bermeditasilah setiap saat.
Berlatih Zen dalam setiap tarikan dan hembusan nafas.

----------------------------------------------------------------------------------


KEAJAIBAN HIDUP SADAR
THE MIRACLE OF MINDFULNESS
(Sebuah perpaduan unik dan alami antara tradisi Theravada dan Mahayana di Vietnam)

Oleh: Thich Nhat Hanh
Sesepuh Zen dari Vietnam, Tokoh Perdamaian Internasional

Kutipan dari buku Keajaiban Hidup Sadar terbitan tahun 2010 (yang awal tahun 2011 ini masih beredar di Gramedia seharga Rp 30.000).

Halaman 6:

Ketika berjalan seorang praktisi harus sadar bahwa ia sedang berjalan.
Ketika duduk, ia harus sadar bahwa ia sedang duduk.
Ketika berbaring, ia harus sadar bahwa ia sedang berbaring
Apapun posisi tubuhnya, ia harus menyadarinya

Halaman 21:

Napas adalah jembatan yang menghubungkan hidup dengan kesadaran,
yang menyatukan tubuh dengan pikiran.
Kapanpun pikiran terpencar berserakan, gunakan napas sebagai alat untuk mengumpulkan kembali pikiran.

Halaman 39:

Pikiran tidak menggenggam pikiran
Pikiran tidak mengusir pikiran
Pikiran hanya bisa mengamati dirinya sendiri

Halaman 48 :

Jika seorang praktisi memahami pikirannya dengan jernih, ia akan bisa mencapai kemajuan tanpa banyak usaha.
Tetapi jika ia tidak tahu apa-apa tentang pikirannya, semua usahanya akan sia-sia.

Halaman 65 :

Hanya dengan berlatih kesadaran, kita tidak menderita, tetapi merasakan kebahagiaan dan kedamaian sejati.
Hanya dengan berlatih kesadaran, kita bisa membuka pikiran dan mata cinta kasih.

Halaman 75 :

Ketika realitas bisa diselami pada tataran tertingginya, seorang praktisi telah mencapai tingkat kebijaksanaan yang disebut pikiran non-diskriminatif – sebuah kemanunggalan menakjubkan yang mana tidak ada lagi pembedaan antara subjek dan objek.

Halaman 87 :

SAAT INI adalah satu-satunya orang yang kita miliki.
ORANG YANG PALING PENTING adalah orang yang saat ini sedang bersama Anda, karena kita tidak akan permah tahu kita akan bersama siapa di masa yang akan datang.
TUGAS TERPENTING yang layak dikerjakan adalah membuat orang yang bersama Anda bahagia, itulah tujuan hidup ini.

-------------------------------------------------------------------------

Buku Master Thich Nhat Hanh ini adalah buku mengenai Zen yang sangat sederhana karena mudah dipahami oleh orang awam sekalipun namun juga sangat bermutu karena langsung menyentuh pokok-pokok Zen yang selama ini saya ketahui dan praktekkan. Saya sarankan kepada teman-teman sedharma untuk membeli buku yang saya yakin akan sangat berguna untuk kemajuan batin kita.

Sutarman
(Praktisi Zen)

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #325 on: 05 January 2011, 11:43:07 AM »
OK Thanks Sdr. Indra.

Tapi ada kalimat terusannya semoga bisa dibantu juga:

With diligence and determination, concentration will improve until quite naturally, we evolve to the one-mind state of samadhi. However, in samadhi the mind still stops on one-mind, or the self. We must go beyond one-mind to no-mind. Here the mind truly stops on nothing. Only here can one truly be in accordance with all dharmas. (Song of Mind: Wisdom from the Zen Classic Xin Ming By Shengyan, Sheng Yen)

Apakah ketiga kata 'mind' di atas mengacu pada hal yang sama? batin atau pikiran?

Thanks

Bro Kelana,

Saya coba bantu ya, tapi ini jangan dianggap 100% benar lho karena ini pendapat pribadi saya sebagai praktisi Zen.
Mind di sini memang berarti 'pikiran' (sepanjang yang saya tahu) karena Zen adalah mengenai konsentrasi pikiran setiap saat.
Sedangkan no-mind, 'no' ini saya duga diterjemahkan dari 'wu' sebuah istilah mandarin untuk 'sunyata'.
Jadi yang disebut no-mind itu maksudnya adalah pikiran 'sunyata' bukan tidak ada pikiran sama sekali.
Pikiran sunyata itu apa? Sepanjang yang saya ketahui pikiran sunyata adalah pikiran yang menyadari mengenai 'anatta' bahwa tidak ada yang disebut sebagai inti diri, yang disebut diri/self ini hanya gabungan dari berbagai skhanda (benar nggak ya nulis istilahnya? atau khanda?).

Semoga bisa membantu. _/\_
 

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #326 on: 05 January 2011, 12:00:11 PM »
melihat NIBBANA dan merealisasikan NIBBANA, berbeda ya ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #327 on: 05 January 2011, 12:03:10 PM »
bagaimana kalau dibandingkan ;D
Sebetulnya itu adalah beda penggunaannya saja, tergantung konteks pembicaraan. Mungkin seperti ini:
-Kepalanya terbentur benda keras dan kehilangan kesadaran
-Tanpa kesadaran akan keterbatasannya, dia memaksakan keinginannya

Kesadaran dalam konteks yang satu, tidak tepat digunakan dalam konteks lain.



Quote
wipasana "katanya" = pikiran berhenti = "aku" (atau keakuan?) tidak ada, kemudian pada saat tidak wipasana pikiran bergerak lagi, aku ada lagi.
Betul, bagi yang masih belum melenyapkan kemelekatan, maka akan timbul terus. Sama seperti orang (bukan ariya) yang mencapai jhana, maka nafsu dan bencinya juga 'hilang', namun tetap akan muncul lagi jika konsentrasinya pudar.


Quote
pingsan atau tidur = pikiran berhenti = "aku" (atau keakuan?) tidak ada, kemudian pada saat tidak tidur pikiran bergerak lagi, aku ada lagi.
Ini bukan dikatakan "keakuan" berhenti, tapi memang tidak aktif. Mungkin perbandingan sederhananya seperti komputer itu bathin, 'keakuan' adalah virus. Komputer terkena virus yang di-shut-down, tetap dihitung infected, walaupun virusnya tidak berperan.



Quote
perbedaannya?

yang satu tanpa tujuan, tanpa tehnik "katanya hanya "eling" saja a.k.a diam

yang satu tanpa tujuan, tanpa tehnik juga keknya

Kalau tekniknya, saya tidak komentar karena tidak mengikutinya.


Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #328 on: 05 January 2011, 12:04:26 PM »
 [at]  ci sriyeklina :

kalau merasa bingung mengenai "aku" "panca kanda" dll coba baca ulasan dari Y.M. Mahasi Sayadaw :

http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/bhara-sutta/
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« Reply #329 on: 05 January 2011, 12:15:45 PM »
Sebetulnya itu adalah beda penggunaannya saja, tergantung konteks pembicaraan. Mungkin seperti ini:
-Kepalanya terbentur benda keras dan kehilangan kesadaran
-Tanpa kesadaran akan keterbatasannya, dia memaksakan keinginannya

Kesadaran dalam konteks yang satu, tidak tepat digunakan dalam konteks lain.
yeah, ketika seseorang pingsan maka dia otomatis berhenti berpikir, tidak ada pandangan "aku" sama dong seperti vipasana.


Quote
Betul, bagi yang masih belum melenyapkan kemelekatan, maka akan timbul terus. Sama seperti orang (bukan ariya) yang mencapai jhana, maka nafsu dan bencinya juga 'hilang', namun tetap akan muncul lagi jika konsentrasinya pudar.
yeah, bedanya satu dilakukan dengan sadar, dan satu nya dilakukan tanpa sadar, hampir mirip hasilnya. ketika seseorang pnsan atau vipasana, dia "katanya" tidak melakukan karma baik atau buruk ;D

Quote
Ini bukan dikatakan "keakuan" berhenti, tapi memang tidak aktif. Mungkin perbandingan sederhananya seperti komputer itu bathin, 'keakuan' adalah virus. Komputer terkena virus yang di-shut-down, tetap dihitung infected, walaupun virusnya tidak berperan.
perbandingannya komputer itu pikiran, "keakuan" adalah program.
komputer asalnya tidak ada isinya, kemudian di isi porgram dll, ketika program hilang maka "keakuan" hilang ;D


Quote
Kalau tekniknya, saya tidak komentar karena tidak mengikutinya.
ok
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

 

anything