Untuk Kawan2 Sedhamma:
Memang dalam Visuddhimagga versi Sri Lanka dan salah satu buku milik Myanmar bernama Buddhaghosuppatti mengatakan bahwa Bhikkhu Buddhaghosa tidak merealisasi nibbāna dan beliau bercita-cita untuk terlahir sebagai manusia pada jaman Buddha Metteyya, namun bukan berarti bahwa beliau tidak yakin bahwa Visuddhimagga yang beliau tulis tidak mengarahkan seseorang pada pencapaian nibbāna. Semua uraian yang ada di Visuddhimagga, secara keseluruhan, bertujuan untuk pencapaian nibbāna dan tidak ada satu pun pernyataan dari Bhikkhu Buddhaghosa di sana yang memberikan keraguan bahwa ajaran Visuddhimagga tidak mengarahkan seseorang untuk mencapai nibbāna. Visuddhimagga sendiri berarti Jalan Kesucian. Dari judul buku yang beliau berikan, ini menunjukkan bahwa beliau berkeyakinan bahwa ajaran yang tertuang dalam buku tersebut merupakan panduan untuk pencapaian nibbāna.
Saya rasa Bhikkhu Dhammika harus bisa membedakan antara menulis buku dan tujuan pribadi seseorang. Saya berpendapat bahwa meskipun Bhikkhu Buddhaghosa tidak bercita-cita untuk mencapai nibbāna dalam kehidupannya, beliau tetap sepenuhnya yakin bahwa Visuddhimagga adalah sebuah buku yang bisa dijadikan petunjuk untuk pencapaian nibbāna. Seseorang orang yang bercita-cita untuk menjadi Buddha pun bisa menulis sebuah buku yang berisi tentang cara mencapai nibbāna di kehidupan ini dan ia yakin dengan buku yang ditulisnya meskipun ia sendiri tidak mau mencapai nibbāna di kehidupan ini. Ini juga bisa terjadi pada Bhikkhu Buddhaghosa, dan kalau pun memang benar, di sana wajar2 saja dan tidak salah.
Sebagai informasi:
Di akhir buku Visuddhimagga versi Sri Lanka, ada beberapa syair yang mengatakan bahwa melalui kebajikan yang muncul karena penulisan Visuddhimagga, bhikkhu Buddhaghosa bercita-cita untuk terlahir di alam Tavatimsa dan mencapai kesucian sotapanna di kehidupan Buddha Metteyya. Visuddhimagga versi Myanmar tidak memberikan pernyataan demikian.
Namun, dalam Buddhaghosupatti, satu buku yang ditulis di Myanmar, ada beberapa fakta yang menyimpulkan bahwa Bhikkhu Buddhaghosa tidak mencapai kesucian. Namun meskipun ia tidak mencapai kesucian, ia seseorang yang memiliki keyakinan kuat terhadap Buddha, Dhamma dan Sangha, dan bahkan karena kepandaian beliau, melalui khobahnya, beliau mampu membimibing ayahnya untuk mencapai kesucian sotapanna. Dalam teks yang sama, dikatakan bahwa pada saat beliau menjelang ajal, ia merenungkan tiga macam kematian yaitu samucchedamaraṇa (kematian seorang arahat), khanikamaraṇa (kematian sementara khususnya yang terjadi setiap saat pada pikiran), samuttimaraṇa (kematian biasa). Ia mengakui bahwa ia akan mati layaknya samuttimaraṇa.
Di dalam Buddhaghosupatti, juga diceritakan bahwa Bhikkhu Buddhaghosa terlahir di alam Tusita dan diramalkan oleh calon Buddha Metteyya bahwa belaiu akan menjadi salah satu murid yang tertinggi (aggasāvaka) khususnya dalam bidang pengetahuan Dhamma dan vinaya dan sebagai seorang bhikkhu yang paling terpelajar. Posisi beliau tampaknya akan disejajarkan dengan Bhikkhu Ānanda, pembantu utama Sang Buddha Gotama. Berikut adalah pernyataan yang tertulis dalam bahasa Pāli dalam Buddhaghosuppatti:
“Cintetvā ca pana maraṇadivase Buddhaguṇena saddhiṃ attano sīlaṃ anussaramāno kalaṃ katvā Tusitapure nibbattitvā dvādasayojanike kanakavimane devaccharasahassapirivārā saddhiṃ paṭivasati.
Yadā Metteyyo bodhisatto idha manussaloke sabbaññūtapatto hessati tadā so ca tassa sāvako bhavissati aggo ca seṭṭho ca Metteyyassa Bhavagato sabbadhammesu appaṭihatena attano ñāṇavasena. So ca sattakkhattuṃ Metteyyena Bhagavatā etadagge ṭhapito bhavissati— ‘Mama sāvakānaṃ dhammavinayadharānaṃ bahussutānaṃ ñāṇagatīnaṃ ñāṇadharanaṃ yadidaṃ Buddhaghoso’ ti”.
Yang bisa diterjemahkan sebagai berikut:
“Setelah merenugkan hari kematiaanya, saat mengingat moralitasnya yang sesuai dengan kwalitas seorang Buddha, (Buddhaghosa) meninggal dan terlahir di alam Tusita di mana ia memiliki istana emas terbentang 12 yojana dan hidup dikelilingi seribu bidadari”
Ketika Bodhisatta Metteyya mencapai kebuddhaan (sabbaññūta: all knowing) di alam manusia ini, ia (Buddhaghosa) akan menjadi murid yang tertinggi dan teragung, sempurna (appaṭihana: tanpa cacat) dan berpengetahuan dalam semua ajaran. Beliau akan dinyatakan oleh Sang Buddha Metteyyo sendiri: ‘Di antara para muridku yang ahli dalam Dhamma dan vinaya, terpelajar, telah menguasai pengetahuan dan menjaga pengetahuan, Buddhaghosa adalah (yang tertinggi).”
Ingat… menimbang dua catatan di atas pun, ada satu kontroversi. Sinhala Visuddhimagga mengatakan bahwa setelah meninggal, Bhikkhu Buddhaghosa bercita-cita untuk terlahir di alam Tavatiṃsa, sedangkan dalam Buddhaghosupatti, dikatakn ia terlahir di alam Tusita. Kedua pernyataan yang berbeda ini juga menimbulkan keraguan mengenai keabsahan cerita ini.
Thanks.