Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.
Kita perlu merujuk ke referensi langsung dari dua konteks di atas...
Dalam ruas
Daya-upaya Benar, yang dinyatakan adalah:
- dengan sekuat tenaga mencegah munculnya unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk memusnahkan unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk membangkitkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin
- dengan sekuat tenaga memperkuat dan mengembangkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin
Dalam
Bahiya Sutta, yang dinyatakan adalah:
"Kemudian, Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian: Sehubungan dengan apa yang terlihat, hanya ada apa yang terlihat. Sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya yang terdengar. Sehubungan dengan yang dirasakan, hanya yang dirasakan. Sehubungan dengan apa yang diketahui, hanya yang diketahui. Demikianlah cara engkau harus melatih dirimu. Ketika untukmu hanya ada yang terlihat berhubungan dengan apa yg terlihat, hanya yang terdengar sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya yang terasa sehubungan dengan apa yang terasa, hanya yang diketahui sehubungan dengan apa yang diketahui, kemudian, Bahiya, tidak ada dirimu sehubungan dengan itu. Ketika tidak ada engkau sehubungan dengan itu, tidak ada engkau disana. Ketika tidak ada engkau disana, engkau tidak berada disini atau tidak juga berada jauh diluar itu, tidak juga diantara keduanya. Inilah, hanya ini, merupakan akhir dari ketidakpuasan (Dukkha)."----------------------
Dari bukti referensi ini, dapat kita lihat bahwa kutipan dari Pak Hudoyo Hupudio di atas menggunakan kata-kata yang memiliki makna berbeda dengan kata-kata yang tercantum dari sumber referensi. Pertama, perlu dipahami bahwa hal ini merupakan
unvalid main subjects.
Yang kedua, makna dari kedua konteks di atas (Daya-upaya Benar dan Bahiya Sutta) tidak memiliki kontradiksi satu sama lain. Dalam Daya-upaya benar, intinya Sang Buddha mengajarkan bahwa segala sesuatu yang tidak baik harus dibuang dan dilepaskan; segala sesuatu yang baik perlu dikembangkan dan dijalankan. Sedangkan dalam Bahiya Sutta, Sang Buddha mengajarkan agar Bahiya bisa melihat segala sesuatu sebagaimana adanya (
yatha bhutam nana dassanamyatha bhuta nana dassanam) tanpa terseret oleh perasaan, konsep, maupun kehendak lainnya.
Dalam konteks hal ini, jika Bahiya mampu melihat segala sesuatu sebagaimana adanya itu merupakan hal baik yang sebenarnya ditekankan dalam ruas Daya-upaya Benar. Jadi saya pikir ucapan Sang Buddha, eh bukan... maksudnya, saya pikir "orang yang menulis Tipitaka" sejauh ini masih konsisten dan tidak plin-plan.