//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Usaha Benar ternyata dualitas  (Read 38682 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Hasan Teguh

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 199
  • Reputasi: -3
Usaha Benar ternyata dualitas
« on: 25 May 2010, 10:00:07 AM »
Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.
Ternyata Usaha Benar dalam JMB8 adalah paradigma pikiran di dalam dualitas.

Apa komentar Anda ???

Offline The Ronald

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.231
  • Reputasi: 89
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #1 on: 25 May 2010, 10:08:50 AM »
ga ngerti maksud nya..knp dualitas?
...

Offline Clinging

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 12
  • Reputasi: 2
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #2 on: 25 May 2010, 10:10:13 AM »
seperti batu atau patung misalnya ?
The Men Who Stare At Goats

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #3 on: 25 May 2010, 10:14:40 AM »
ASTAGA!!!
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline sukuhong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 279
  • Reputasi: 8
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #4 on: 25 May 2010, 02:12:51 PM »
Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.
Ternyata Usaha Benar dalam JMB8 adalah paradigma pikiran di dalam dualitas.

Apa komentar Anda ???
tidak mau komentar !!!
karena yang mengeluarkan pernyataan diatas, pemahaman tentang Buddha Dhamma suka ada masalah.
jadi tidak mengometari orang yang bermasalah:))
kam sia

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #5 on: 25 May 2010, 05:31:44 PM »
Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.
Ternyata Usaha Benar dalam JMB8 adalah paradigma pikiran di dalam dualitas.

Apa komentar Anda ???

Komentarnya adalah kalau bro Hasan Teguh menjadi lebih baik itu benar...
nah kalau menjadi lebih tidak baik.......... itu tidak benar............

kalau bro kehidupan akan datang menjadi lebih baik........itu benar....
lawannya adalah tidak benar..........

gampang koq, yg bisanya cuma baca mantra, ya monggo....
yg bisanya cuma meditasi silahkan,............ yg bisanya gak nyambung...
ya tolong disambungin dehhhhhhhhhhhhhh

gini aja koq repot.....mau pikiran berhenti ? boleh minjam PALU raksasa....=))
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #6 on: 25 May 2010, 09:37:38 PM »
Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.
Ternyata Usaha Benar dalam JMB8 adalah paradigma pikiran di dalam dualitas.

Apa komentar Anda ???
*Sigh*  (:$

potong dan gunakan sesuai kebutuhan
There is no place like 127.0.0.1

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #7 on: 25 May 2010, 10:20:06 PM »
Dasarnya ngaco terjemahan juga ngaco, yang belajar jadinya.....? belajar ama guru ngaco jadinya....?
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline The Ronald

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.231
  • Reputasi: 89
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #8 on: 25 May 2010, 10:24:37 PM »
Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.
Ternyata Usaha Benar dalam JMB8 adalah paradigma pikiran di dalam dualitas.

Apa komentar Anda ???
*Sigh*  (:$

potong dan gunakan sesuai kebutuhan
dah jadi kebiasaan ....
...

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #9 on: 26 May 2010, 11:54:54 AM »
Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.
Ternyata Usaha Benar dalam JMB8 adalah paradigma pikiran di dalam dualitas.

Apa komentar Anda ???
Memang benar. Tanpa pandangan benar, 7 unsur dalam JMB8 memang hanya dualisme semata. Apalah bedanya dengan ajaran baik-buruk di agama lain? 


Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #10 on: 26 May 2010, 05:20:06 PM »
Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.
Ternyata Usaha Benar dalam JMB8 adalah paradigma pikiran di dalam dualitas.

Apa komentar Anda ???
Pertama saya tidak tahu Quote sutta dari mana ini dan apa ada penambahan seperti itu (baik atau buruk). Tapi ok lah kalau begitu.

Lalu apakah ada masalah jika Usaha Benar dalam JMB8 adalah paradigma pikiran di dalam dualitas? Bagi saya tidak ada masalah.

Coba kita camkan hal ini.
Berpikir dan berkata: "pikiran dualitas dan pikiran non-dualitas", ini pun pikiran dalam dualitas.
Berpikir dan berkata: "Bereaksi ataupun tidak bereaksi", ini pun pikiran dalam dualitas.
Bahkan tulisan 2 paragraf dari Bpk. HH juga muncul dari pikiran dualitas, jika tidak bagaimana bisa muncul tulisan berbentuk perbandingan seperti itu?  Bagaimana yang bersangkutan tidak terlibat dalam dualitas jika masih menilai usaha benar sebagai paradigma pikiran dualitas?



GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #11 on: 26 May 2010, 08:15:53 PM »
Saya pribadi menyarankan member DC tidak terpancing untuk mengomentari postingan yang memang bukan ditanyakan pada forum DC secara langsung. Toh HH tidak bertanya apa pendapat DC. Biar saja opini luaran tetap di luaran dan opini di dalam tetap di dalam. Ada intrik-intrik tersembunyi yang diusung oknum HT sepertinya. Hmm.. :-?
appamadena sampadetha

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #12 on: 26 May 2010, 08:30:53 PM »
Iya, makanya tiap ada postingan mendingan jawab ASTAGA!!! aja, itu kata sakti loh =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #13 on: 27 May 2010, 12:20:22 AM »

Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.


Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #14 on: 27 May 2010, 12:54:41 AM »

Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.


Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

kan tergantung kondisi, org tsb  dan tempat...............

apakah satu cara, satu jawaban utk semua org, semua kondisi ?
termasuk yg telat pikir sampai yg sarjana ASPAL ?
« Last Edit: 27 May 2010, 01:00:17 AM by johan3000 »
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #15 on: 27 May 2010, 01:41:08 AM »
Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

Kita perlu merujuk ke referensi langsung dari dua konteks di atas...

Dalam ruas Daya-upaya Benar, yang dinyatakan adalah:
- dengan sekuat tenaga mencegah munculnya unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk memusnahkan unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk membangkitkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin
- dengan sekuat tenaga memperkuat dan mengembangkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin

Dalam Bahiya Sutta, yang dinyatakan adalah:
"Kemudian, Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian: Sehubungan dengan apa yang terlihat, hanya ada apa yang terlihat. Sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya yang terdengar. Sehubungan dengan yang dirasakan, hanya yang dirasakan. Sehubungan dengan apa yang diketahui, hanya yang diketahui. Demikianlah cara engkau harus melatih dirimu. Ketika untukmu hanya ada yang terlihat berhubungan dengan apa yg terlihat, hanya yang terdengar sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya yang terasa sehubungan dengan apa yang terasa, hanya yang diketahui sehubungan dengan apa yang diketahui, kemudian, Bahiya, tidak ada dirimu sehubungan dengan itu. Ketika tidak ada engkau sehubungan dengan itu, tidak ada engkau disana. Ketika tidak ada engkau disana, engkau tidak berada disini atau tidak juga berada jauh diluar itu, tidak juga diantara keduanya. Inilah, hanya ini, merupakan akhir dari ketidakpuasan (Dukkha)."

----------------------

Dari bukti referensi ini, dapat kita lihat bahwa kutipan dari Pak Hudoyo Hupudio di atas menggunakan kata-kata yang memiliki makna berbeda dengan kata-kata yang tercantum dari sumber referensi. Pertama, perlu dipahami bahwa hal ini merupakan unvalid main subjects.   

Yang kedua, makna dari kedua konteks di atas (Daya-upaya Benar dan Bahiya Sutta) tidak memiliki kontradiksi satu sama lain. Dalam Daya-upaya benar, intinya Sang Buddha mengajarkan bahwa segala sesuatu yang tidak baik harus dibuang dan dilepaskan; segala sesuatu yang baik perlu dikembangkan dan dijalankan. Sedangkan dalam Bahiya Sutta, Sang Buddha mengajarkan agar Bahiya bisa melihat segala sesuatu sebagaimana adanya (yatha bhutam nana dassanamyatha bhuta nana dassanam) tanpa terseret oleh perasaan, konsep, maupun kehendak lainnya.

Dalam konteks hal ini, jika Bahiya mampu melihat segala sesuatu sebagaimana adanya itu merupakan hal baik yang sebenarnya ditekankan dalam ruas Daya-upaya Benar. Jadi saya pikir ucapan Sang Buddha, eh bukan... maksudnya, saya pikir "orang yang menulis Tipitaka" sejauh ini masih konsisten dan tidak plin-plan.

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #16 on: 27 May 2010, 02:27:39 AM »
Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

Kita perlu merujuk ke referensi langsung dari dua konteks di atas...

Dalam ruas Daya-upaya Benar, yang dinyatakan adalah:
- dengan sekuat tenaga mencegah munculnya unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk memusnahkan unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk membangkitkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin
- dengan sekuat tenaga memperkuat dan mengembangkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin

Dalam Bahiya Sutta, yang dinyatakan adalah:
"Kemudian, Bahiya, engkau harus melatih dirimu demikian: Sehubungan dengan apa yang terlihat, hanya ada apa yang terlihat. Sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya yang terdengar. Sehubungan dengan yang dirasakan, hanya yang dirasakan. Sehubungan dengan apa yang diketahui, hanya yang diketahui. Demikianlah cara engkau harus melatih dirimu. Ketika untukmu hanya ada yang terlihat berhubungan dengan apa yg terlihat, hanya yang terdengar sehubungan dengan apa yang terdengar, hanya yang terasa sehubungan dengan apa yang terasa, hanya yang diketahui sehubungan dengan apa yang diketahui, kemudian, Bahiya, tidak ada dirimu sehubungan dengan itu. Ketika tidak ada engkau sehubungan dengan itu, tidak ada engkau disana. Ketika tidak ada engkau disana, engkau tidak berada disini atau tidak juga berada jauh diluar itu, tidak juga diantara keduanya. Inilah, hanya ini, merupakan akhir dari ketidakpuasan (Dukkha)."

----------------------

Dari bukti referensi ini, dapat kita lihat bahwa kutipan dari Pak Hudoyo Hupudio di atas menggunakan kata-kata yang memiliki makna berbeda dengan kata-kata yang tercantum dari sumber referensi. Pertama, perlu dipahami bahwa hal ini merupakan unvalid main subjects.   

Yang kedua, makna dari kedua konteks di atas (Daya-upaya Benar dan Bahiya Sutta) tidak memiliki kontradiksi satu sama lain. Dalam Daya-upaya benar, intinya Sang Buddha mengajarkan bahwa segala sesuatu yang tidak baik harus dibuang dan dilepaskan; segala sesuatu yang baik perlu dikembangkan dan dijalankan. Sedangkan dalam Bahiya Sutta, Sang Buddha mengajarkan agar Bahiya bisa melihat segala sesuatu sebagaimana adanya (yatha bhutam nana dassanamyatha bhuta nana dassanam) tanpa terseret oleh perasaan, konsep, maupun kehendak lainnya.

Dalam konteks hal ini, jika Bahiya mampu melihat segala sesuatu sebagaimana adanya itu merupakan hal baik yang sebenarnya ditekankan dalam ruas Daya-upaya Benar. Jadi saya pikir ucapan Sang Buddha, eh bukan... maksudnya, saya pikir "orang yang menulis Tipitaka" sejauh ini masih konsisten dan tidak plin-plan.

Bukan sekedar cuma ikut2an, tapi saya juga berpikir demikian, kecuali pernyataan yang mengindikasikan kedua sutta di atas semata-mata hanya tertulis di Tipitaka, karena saya berkeyakinan keduanya asli berasal dari Sang Buddha.  ;D

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #17 on: 27 May 2010, 09:27:04 AM »

Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.


Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

Saya tidak sependapat.
Buddha mengajarkan mengembangkan moral dan berdana, maka orang terlahir di alam Sorga. Ini masih dualitas.
Buddha juga mengajarkan mengembangkan jhana, maka orang terlahir di alam Brahma. Ini pun masih dalam dualitas.
Buddha juga SELALU mengajarkan penghentian dukkha, maka orang tidak terlahir kembali di alam mana pun. Ini yang melampaui dualisme.

Jika orang berfokus pada moral dan berdana serta mengembangkan jhana (point 2-7), sampai di situ saja, itu memang masih dalam dualisme, bukan akhir dari dukkha. Saya pikir Pak Hudoyo benar dalam point di situ, tetapi saya tidak setuju cara pembahasan faktor JMB8 tanpa point pandangan benar yang mendasari semuanya.


Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #18 on: 27 May 2010, 09:46:33 AM »

Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.


Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

Saya tidak sependapat.
Buddha mengajarkan mengembangkan moral dan berdana, maka orang terlahir di alam Sorga. Ini masih dualitas.
Buddha juga mengajarkan mengembangkan jhana, maka orang terlahir di alam Brahma. Ini pun masih dalam dualitas.
Buddha juga SELALU mengajarkan penghentian dukkha, maka orang tidak terlahir kembali di alam mana pun. Ini yang melampaui dualisme.

Jika orang berfokus pada moral dan berdana serta mengembangkan jhana (point 2-7), sampai di situ saja, itu memang masih dalam dualisme, bukan akhir dari dukkha. Saya pikir Pak Hudoyo benar dalam point di situ, tetapi saya tidak setuju cara pembahasan faktor JMB8 tanpa point pandangan benar yang mendasari semuanya.


jadi ketika seseorang melihat pembunuhan dia tidak bereaksi, hanya menyadari maka orang itu sudah mengakhiri dukkha, begitu?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #19 on: 27 May 2010, 09:49:32 AM »
Bukan sekedar cuma ikut2an, tapi saya juga berpikir demikian, kecuali pernyataan yang mengindikasikan kedua sutta di atas semata-mata hanya tertulis di Tipitaka, karena saya berkeyakinan keduanya asli berasal dari Sang Buddha.  ;D

Makanya berhati-hatilah dengan kutipan yang sudah dimodifikasi. ;D Bisa saja kutipan itu menyampaikan hal yang menyimpang dari sumber aslinya.

Saya menggunakan "orang yang menulis Tipitaka", sebab ada sebagian orang yang tidak percaya bahwa Tipitaka adalah wejangan Sang Buddha. Jadi seumpamanya memang bukan ucapan Sang Buddha sekalipun, menurut saya "penulis" itu sendiri sangat konsisten dengan tulisan-tulisannya.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #20 on: 27 May 2010, 10:03:40 AM »
menurut saya kutipan di atas sejalan dengan statement "tidak diperlukan usaha dalam vipassana" yang memang bertujuan untuk membantah ajaran Sang Buddha tentang JMB8

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #21 on: 27 May 2010, 10:10:07 AM »
jadi ketika seseorang melihat pembunuhan dia tidak bereaksi, hanya menyadari maka orang itu sudah mengakhiri dukkha, begitu?
Apakah orang yang telah mengakhiri dukkha menjadi takut, sedih, marah, gelisah dengan adanya pembunuhan?


Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #22 on: 27 May 2010, 10:11:42 AM »
jadi ketika seseorang melihat pembunuhan dia tidak bereaksi, hanya menyadari maka orang itu sudah mengakhiri dukkha, begitu?
Apakah orang yang telah mengakhiri dukkha menjadi takut, sedih, marah, gelisah dengan adanya pembunuhan?


dalam hal ini tidak bereaksi, dia tidak memandang pembunuhan sebagai hal yang buruk dan baik (istilahnya masa bodo) ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #23 on: 27 May 2010, 10:38:25 AM »
Coba liat yang warna ungu. Ada kata: "jangan bereaksi".

Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.

Menurut sy kata "jangan bereaksi" ini keknya kurang pas. Seandainya ada Pak Hudoyo di sini, mungkin bisa ditambahkan, sumber pernyataan Sang Buddha tersebut.

Kata "jangan bereaksi" ini seolah-olah terkesan kita harus berusaha menjadi layaknya patung/batu. Padahal bukan begitu cara mengakhiri dukkha. Fokusnya bukanlah tentang menjadi “patung”, tapi fokusnya di batin (bagaimana mengembangkan batin yang seimbang). Saya pernah membaca pernyataan seorang guru Zen: “Orang yang bijaksana, tidak akan marah ketika diperciki lumpur. Beliau melihat lumpur sebagai lumpur, air kotor sebagai air kotor.”

Keknya sy gak gaul nih, gak kenal sama Pak Hudoyo ;D Tapi positive thinking aja, mungkin Pak Hudoyo salah ketik, jadi gak sengaja pake kata2 ambigu.
« Last Edit: 27 May 2010, 10:42:21 AM by Mayvise »

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #24 on: 27 May 2010, 11:19:21 AM »
memang tradisinya memotong sutta agar sesuai dengan gaya dia. itu diambil dari 2 sutta yang sering dia potong sekehendak hati, untuk mengagungkan gurunya, jk.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #25 on: 27 May 2010, 12:36:19 PM »
dalam hal ini tidak bereaksi, dia tidak memandang pembunuhan sebagai hal yang buruk dan baik (istilahnya masa bodo) ;D
Tergantung konteks. Dalam konteks satipatthana, memang pembunuhan atau penyelamatan jiwa, semua hanyalah fenomena. Dalam konteks dunia, tentu saja pembunuhan adalah buruk dan penyelamatan jiwa adalah baik. Buddha mengajarkan dua-duanya agar seseorang tidak terjebak dalam dualisme dunia yang tidak akan membawa pada pembebasan, juga agar tidak menjadi orang aneh tak bermanfaat di masyarakat. Kalau saya lihat di sini, satu pihak meremehkan 1 aspek, pihak lain meremehkan aspek lainnya pula. Dari dulu begitu.

Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #26 on: 27 May 2010, 12:45:03 PM »
Lha...?
Yang sedang diajarkan apaan ?

Jalan!
Menuju apa ?

Musnah'nya dualitas.

Nagh, kalo ga tau apa itu dualitas, bagaimana anda mengalahkan dualitas ?

Yang diajarkan buddha itu Mengenai Dukkha.
Apa berarti maksudnya buddha selalu ber-duka ?
Tidak, beliau menerangkan apa itu Dukkha, dan bagaimana mengakhirinya.

Makanya,
Kalau belajar... pake JALAN,
Jangan tiba-tiba motong, ujung2 bingung en tersesat.
Ya seperti contoh diatas...

tapi,
kalo anda emang udah nyampe,
ya ga perlu lage pake-pake jalan.
bahkan ga perduli lage ama yg namanya JALAN.
« Last Edit: 27 May 2010, 12:47:13 PM by Kemenyan »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #27 on: 27 May 2010, 12:56:07 PM »
Lha...?
Yang sedang diajarkan apaan ?

Jalan!
Menuju apa ?

Musnah'nya dualitas.

Nagh, kalo ga tau apa itu dualitas, bagaimana anda mengalahkan dualitas ?

Yang diajarkan buddha itu Mengenai Dukkha.
Apa berarti maksudnya buddha selalu ber-duka ?
Tidak, beliau menerangkan apa itu Dukkha, dan bagaimana mengakhirinya.

Makanya,
Kalau belajar... pake JALAN,
Jangan tiba-tiba motong, ujung2 bingung en tersesat.
Ya seperti contoh diatas...

tapi,
kalo anda emang udah nyampe,
ya ga perlu lage pake-pake jalan.
bahkan ga perduli lage ama yg namanya JALAN.
Saya sih di sini tidak melihat Pak Hudoyo mengatakan "tidak perlu jalan" (walaupun entah apa yang anda maksud dengan jalan tersebut). Namun saya memang setuju bahwa selain pandangan benar, unsur lain adalah berkenaan dengan dualitas. Apa yang salah?


Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #28 on: 27 May 2010, 01:36:45 PM »
Quote


Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.
Ternyata Usaha Benar dalam JMB8 adalah paradigma pikiran di dalam dualitas.

Apa komentar Anda ???

Lha...?
Yang sedang diajarkan apaan ?

Jalan!
Menuju apa ?

Musnah'nya dualitas.

Nagh, kalo ga tau apa itu dualitas, bagaimana anda mengalahkan dualitas ?

Yang diajarkan buddha itu Mengenai Dukkha.
Apa berarti maksudnya buddha selalu ber-duka ?
Tidak, beliau menerangkan apa itu Dukkha, dan bagaimana mengakhirinya.

Makanya,
Kalau belajar... pake JALAN,
Jangan tiba-tiba motong, ujung2 bingung en tersesat.
Ya seperti contoh diatas...

tapi,
kalo anda emang udah nyampe,
ya ga perlu lage pake-pake jalan.
bahkan ga perduli lage ama yg namanya JALAN.
Saya sih di sini tidak melihat Pak Hudoyo mengatakan "tidak perlu jalan" (walaupun entah apa yang anda maksud dengan jalan tersebut). Namun saya memang setuju bahwa selain pandangan benar, unsur lain adalah berkenaan dengan dualitas. Apa yang salah?




Ada banyak pandangan HH (termasuk topik diatas ,yg kebanyakan adalah gema dari JK)
yang menurut pandangan saya adalah:

Benar secara intelektual namun jauh dari praktis.

Sebuah kutipan:

At one time I went to see a teacher who said that we don't need the discipline or the Vinaya rules: "All you have to do is be mindful. Mindfulness is enough." So I went back and told Ajahn Chah, and he said: "True but not right, right but not true!" Because, ultimately, we don't need rules, just being mindful is the Way. But most of us don't start from the enlightened experience, we more or less have to use expedient means to contemplate and to develop mindfulness. So the meditation techniques, disciplinary rules and so on are tools for reflection and mindfulness.

Sumber: http://www.abhayagiri.org/main/article/216/


.
yaa... gitu deh

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #29 on: 27 May 2010, 01:58:39 PM »
Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.
Ternyata Usaha Benar dalam JMB8 adalah paradigma pikiran di dalam dualitas.

Apa komentar Anda ???

Kalau yang dualisme dualisme itu, di kisah kisah Koan Zen Banyak sekali... hehehhee
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #30 on: 27 May 2010, 02:14:56 PM »
dalam hal ini tidak bereaksi, dia tidak memandang pembunuhan sebagai hal yang buruk dan baik (istilahnya masa bodo) ;D
Tergantung konteks. Dalam konteks satipatthana, memang pembunuhan atau penyelamatan jiwa, semua hanyalah fenomena. Dalam konteks dunia, tentu saja pembunuhan adalah buruk dan penyelamatan jiwa adalah baik. Buddha mengajarkan dua-duanya agar seseorang tidak terjebak dalam dualisme dunia yang tidak akan membawa pada pembebasan, juga agar tidak menjadi orang aneh tak bermanfaat di masyarakat. Kalau saya lihat di sini, satu pihak meremehkan 1 aspek, pihak lain meremehkan aspek lainnya pula. Dari dulu begitu.

dalam konteks disini adalah USAHA BENAR dan DUALITAS dan PEMBEBASAN DARI DUKHA, jadi? diam saja atau ada reaksi?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #31 on: 27 May 2010, 02:26:13 PM »
Ada banyak pandangan HH (termasuk topik diatas ,yg kebanyakan adalah gema dari JK)
yang menurut pandangan saya adalah:

Benar secara intelektual namun jauh dari praktis.
Sejujurnya, saya tidak tahu dan tidak tertarik dengan ajaran JK, jadi no comment.


Quote
Sebuah kutipan:

At one time I went to see a teacher who said that we don't need the discipline or the Vinaya rules: "All you have to do is be mindful. Mindfulness is enough." So I went back and told Ajahn Chah, and he said: "True but not right, right but not true!" Because, ultimately, we don't need rules, just being mindful is the Way. But most of us don't start from the enlightened experience, we more or less have to use expedient means to contemplate and to develop mindfulness. So the meditation techniques, disciplinary rules and so on are tools for reflection and mindfulness.

Sumber: http://www.abhayagiri.org/main/article/216/
Ya, saya setuju. Saya tidak pernah mengatakan praktik baik yang masih terkungkung dalam dualitas itu tidak perlu. Yang saya katakan adalah bukan praktik baik tersebut yang bisa membawa pada pencerahan. Pandangan terang tidak sama dengan pikiran benar. Menurut saya begitu. Kalau rekan-rekan DC punya pandangan berbeda, silahkan dijelaskan. Atau kalau memang semata-mata terpengaruh karena kebencian di masa lampau, tentu saya tidak bisa apa-apa.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #32 on: 27 May 2010, 02:35:16 PM »
dalam hal ini tidak bereaksi, dia tidak memandang pembunuhan sebagai hal yang buruk dan baik (istilahnya masa bodo) ;D
Tergantung konteks. Dalam konteks satipatthana, memang pembunuhan atau penyelamatan jiwa, semua hanyalah fenomena. Dalam konteks dunia, tentu saja pembunuhan adalah buruk dan penyelamatan jiwa adalah baik. Buddha mengajarkan dua-duanya agar seseorang tidak terjebak dalam dualisme dunia yang tidak akan membawa pada pembebasan, juga agar tidak menjadi orang aneh tak bermanfaat di masyarakat. Kalau saya lihat di sini, satu pihak meremehkan 1 aspek, pihak lain meremehkan aspek lainnya pula. Dari dulu begitu.

dalam konteks disini adalah USAHA BENAR dan DUALITAS dan PEMBEBASAN DARI DUKHA, jadi? diam saja atau ada reaksi?
Menurut saya, dalam hal ini, kita tidak bisa mengendalikan kita bereaksi atau tidak. Sama halnya ketika kita kehilangan orang yang dikasihi, kita tidak bisa menentukan untuk "diam" atau "bereaksi". Reaksi timbul karena suatu sebab. Dalam hal ini, kemelekatan. Bagi orang yang telah mengikis kemelekatan, menyadari ketidak-kekalan, jika dia ditinggal orang yang dikasihi, tidak timbul kesedihan dalam bathinnya. Lalu apakah kita katakan dia "ga peduli"? Ataukah dia harus menangis meraung-raung atau sedikitnya menunjukkan muka sedih agar kita bisa menerimanya sebagai "normal"?


Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #33 on: 27 May 2010, 03:57:24 PM »
dalam hal ini tidak bereaksi, dia tidak memandang pembunuhan sebagai hal yang buruk dan baik (istilahnya masa bodo) ;D
Tergantung konteks. Dalam konteks satipatthana, memang pembunuhan atau penyelamatan jiwa, semua hanyalah fenomena. Dalam konteks dunia, tentu saja pembunuhan adalah buruk dan penyelamatan jiwa adalah baik. Buddha mengajarkan dua-duanya agar seseorang tidak terjebak dalam dualisme dunia yang tidak akan membawa pada pembebasan, juga agar tidak menjadi orang aneh tak bermanfaat di masyarakat. Kalau saya lihat di sini, satu pihak meremehkan 1 aspek, pihak lain meremehkan aspek lainnya pula. Dari dulu begitu.

dalam konteks disini adalah USAHA BENAR dan DUALITAS dan PEMBEBASAN DARI DUKHA, jadi? diam saja atau ada reaksi?
Menurut saya, dalam hal ini, kita tidak bisa mengendalikan kita bereaksi atau tidak. Sama halnya ketika kita kehilangan orang yang dikasihi, kita tidak bisa menentukan untuk "diam" atau "bereaksi". Reaksi timbul karena suatu sebab. Dalam hal ini, kemelekatan. Bagi orang yang telah mengikis kemelekatan, menyadari ketidak-kekalan, jika dia ditinggal orang yang dikasihi, tidak timbul kesedihan dalam bathinnya. Lalu apakah kita katakan dia "ga peduli"? Ataukah dia harus menangis meraung-raung atau sedikitnya menunjukkan muka sedih agar kita bisa menerimanya sebagai "normal"?


mari kita lihat konteks seorang Buddha yang sudah lepas dari dukkha, apakah Buddha melakukan penilaian ini salah atau betul. atau hanya menyadari saja.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #34 on: 27 May 2010, 04:24:02 PM »
mari kita lihat konteks seorang Buddha yang sudah lepas dari dukkha, apakah Buddha melakukan penilaian ini salah atau betul. atau hanya menyadari saja.
Saya ke contoh yang paling gampang. Ketika Pilinda Vaccha memanggil orang "vasala" apakah ia melihat ucapan sebagai ucapan, ataukah ia melakukan penilaian "vasala baik/buruk"?

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #35 on: 27 May 2010, 04:29:28 PM »
mari kita lihat konteks seorang Buddha yang sudah lepas dari dukkha, apakah Buddha melakukan penilaian ini salah atau betul. atau hanya menyadari saja.
Saya ke contoh yang paling gampang. Ketika Pilinda Vaccha memanggil orang "vasala" apakah ia melihat ucapan sebagai ucapan, ataukah ia melakukan penilaian "vasala baik/buruk"?
saya memberi contoh melihat dalam hal Buddha berusaha memberikan penjelasan kepada muridnya, dimana itu hal dualitas diajarkan oleh Buddha, dan bagaimanakan cara pandang Buddha terhadap dualitas itu, apakah buddha menilai baik dan buruk hal yang sama atau tidak?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #36 on: 27 May 2010, 04:42:08 PM »
saya memberi contoh melihat dalam hal Buddha berusaha memberikan penjelasan kepada muridnya, dimana itu hal dualitas diajarkan oleh Buddha, dan bagaimanakan cara pandang Buddha terhadap dualitas itu, apakah buddha menilai baik dan buruk hal yang sama atau tidak?
Kembali lagi, jika Buddha mengajarkan dalam konteks duniawi, maka perbuatan yang disetujui Buddha adalah yang baik/bermanfaat. Namun ketika Buddha mengajarkan dalam konteks Satipatthana, tidak ada penilaian baik/buruk di sana. Coba dilihat lagi dalam Bahiya Sutta, apakah ada dikatakan baik/buruk? Kalau alergi karena ada pihak tertentu sering menggunakan Bahiya Sutta, coba ke Dhatuvibhanga Sutta (MN 140) tentang elemen. Apakah Buddha mengajarkan elemen menjadi baik jika demikian, menjadi buruk jika demikian, ataukah sebatas mengenali elemen sebagaimana adanya tanpa dikekang dualisme pikiran?

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #37 on: 27 May 2010, 04:53:15 PM »
saya memberi contoh melihat dalam hal Buddha berusaha memberikan penjelasan kepada muridnya, dimana itu hal dualitas diajarkan oleh Buddha, dan bagaimanakan cara pandang Buddha terhadap dualitas itu, apakah buddha menilai baik dan buruk hal yang sama atau tidak?
Kembali lagi, jika Buddha mengajarkan dalam konteks duniawi, maka perbuatan yang disetujui Buddha adalah yang baik/bermanfaat. Namun ketika Buddha mengajarkan dalam konteks Satipatthana, tidak ada penilaian baik/buruk di sana. Coba dilihat lagi dalam Bahiya Sutta, apakah ada dikatakan baik/buruk? Kalau alergi karena ada pihak tertentu sering menggunakan Bahiya Sutta, coba ke Dhatuvibhanga Sutta (MN 140) tentang elemen. Apakah Buddha mengajarkan elemen menjadi baik jika demikian, menjadi buruk jika demikian, ataukah sebatas mengenali elemen sebagaimana adanya tanpa dikekang dualisme pikiran?

apakah disini sedang membahas satipathana? disini sedang membahas usaha benar dualitas dan dilain pihak Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha.
mari kita lihat orang yang sudah lepas dari dukkha, itu saja, Buddha tidak pernah bereaksi terhadap hal2 yang dualitas?

*)nb : sebaiknya pikiran alergi terhadap yang alergi dihilangkan ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #38 on: 27 May 2010, 05:06:23 PM »
apakah disini sedang membahas satipathana? disini sedang membahas usaha benar dualitas dan dilain pihak Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha.
mari kita lihat orang yang sudah lepas dari dukkha, itu saja, Buddha tidak pernah bereaksi terhadap hal2 yang dualitas?
Jika membahas "di atas dualisme", itu berarti berkenaan dengan pencapaian kesucian, yang berarti berkenaan dengan Satipatthana. Saya pun berani bertaruh Pak Hudoyo sedang membicarakan dalam konteks Satipatthana, bukan konteks umum.

"Bereaksi" di sini maksudnya adalah ketika mencerap sesuatu, seseorang memikirkan objek begini-begitu, termasuk "objek ini membawa pada nibbana, objek ini tidak", namun sebatas mengetahui objek tersebut apa adanya, timbul ketika kondisi ada dan tenggelam ketika kondisi berhenti.

Kalau soal reaksi dalam konteks duniawi, tentu saja semua Arahat bereaksi (ketika tidak sedang meditasi) terhadap semua kontak indriah. Mereka bukan benda mati.


Quote
*)nb : sebaiknya pikiran alergi terhadap yang alergi dihilangkan ;D
Just in case aja kok. Karena itu memang manusiawi. 

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #39 on: 27 May 2010, 05:17:33 PM »
apakah disini sedang membahas satipathana? disini sedang membahas usaha benar dualitas dan dilain pihak Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha.
mari kita lihat orang yang sudah lepas dari dukkha, itu saja, Buddha tidak pernah bereaksi terhadap hal2 yang dualitas?
Jika membahas "di atas dualisme", itu berarti berkenaan dengan pencapaian kesucian, yang berarti berkenaan dengan Satipatthana. Saya pun berani bertaruh Pak Hudoyo sedang membicarakan dalam konteks Satipatthana, bukan konteks umum.

"Bereaksi" di sini maksudnya adalah ketika mencerap sesuatu, seseorang memikirkan objek begini-begitu, termasuk "objek ini membawa pada nibbana, objek ini tidak", namun sebatas mengetahui objek tersebut apa adanya, timbul ketika kondisi ada dan tenggelam ketika kondisi berhenti.

Kalau soal reaksi dalam konteks duniawi, tentu saja semua Arahat bereaksi (ketika tidak sedang meditasi) terhadap semua kontak indriah. Mereka bukan benda mati.


Quote
*)nb : sebaiknya pikiran alergi terhadap yang alergi dihilangkan ;D
Just in case aja kok. Karena itu memang manusiawi. 

okelah, dalam meditasi ya, melihat apa adanya apakah membutuhkan pengertian benar (salah 1 JMB8)?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #40 on: 27 May 2010, 05:24:52 PM »
okelah, dalam meditasi ya, melihat apa adanya apakah membutuhkan pengertian benar (salah 1 JMB8)?
Dalam meditasinya? Tidak.
Dari meditasi yang benar itulah, maka pandangan benar seseorang berkembang.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #41 on: 27 May 2010, 05:32:25 PM »
_/\_ Kalau boleh menjawab ya Bro Kain,

Dalam Satipatthana Sutta dapat kita katakan ADA dualisme. Lebih tepatnya penilaian kusala atau akusala, bukan sekadar baik/buruk. Kalau kita membaca lebih teliti, maka terhadap dhamma yang bukan kusala atau akusala, katakanlah bersifat netral -- yang muncul-berkembang-lenyap -- Sang Buddha mengajarkan agar melihat dhamma itu sebagaimana adanya. Namun ketika muncul dhamma yang bersifat akusala maka Sang Buddha menginput USAHA BENAR dalam formula Satipatthana yaitu menghentikan dan menghilangkannya secara permanen. Sebaliknya jika dhamma tersebut bersifat kusala, maka USAHA yang benar adalah memunculkan dan mengembangkan hingga ke titik puncaknya. Ini semua sejalan dengan rumusan dasar ajaran seorang Buddha dalam Dhammapada 183.

Sedangkan dalam Dhatuvibhanga Sutta, mengenai dhatu memang tidak ada dikotomi karena elemen bersifat netral. Tetapi di bagian akhir, lagi-lagi ada rumusan USAHA BENAR untuk dikotomi kusala dan akusala yang diinput:
Quote
"Whereas formerly he foolishly had taken on mental acquisitions and brought them to completion, he has now abandoned them, their root destroyed, made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising. Thus a monk so endowed is endowed with the highest determination for relinquishment, for this — the renunciation of all mental acquisitions — is the highest noble relinquishment.

"Whereas formerly he foolishly had greed — as well as desire & infatuation — he has now abandoned them, their root destroyed made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising. Whereas formerly he foolishly had malice — as well as ill-will & hatred — he has now abandoned them... Whereas formerly he foolishly had ignorance — as well as delusion & confusion — he has now abandoned them, their root destroyed made like a palmyra stump, deprived of the conditions of development, not destined for future arising. Thus a monk so endowed is endowed with the highest determination for calm, for this — the calming of passions, aversions, & delusions — is the highest noble calm. 'One should not be negligent of discernment, should guard the truth, be devoted to relinquishment, and train only for calm.' Thus was it said, and in reference to this was it said.
KETERANGAN: ShowHide
Ket:
Bold dng underline merah utk akusala.
Bold dng underline biru utk kusala.
Bold tanpa underline utk usaha benar yang bersifat pro-aktif yaitu "MENINGGALKAN" akusala menuju kusala.


Tidak ada masalah dengan ajaran Buddha termasuk dualisme atau tidak. Jika pun ada, maka dualisme ini merupakan jalan yang menuntun kita untuk mengatasi dan  melampaui dualisme. Saya berpendapat lebih baik kaum buddhis tidak perlu alergi dengan "dualisme" atau "dualitas" dan terjebak dalam pola pikir demikian.

Sukhi hotu,
_/\_
appamadena sampadetha

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #42 on: 27 May 2010, 05:38:39 PM »
Tidak sepanjang waktu kita bermeditasi selalu dalam keadaan yang tenang seimbang memperhatikan objek (mis: nafas) tanpa munculnya hal2 akusala dan kusala. Lebih sering malah kita dipengaruhi oleh salah satu, umumnya akusala. Karena itu USAHA BENAR diperlukan dalam pengembangan batin menuju nibbana. Jika tidak, tidak mungkin Sang Buddha memasukkan dalam JMB8. Tapi ini lagi-lagi kembali lagi pada dasar pandangan seseorang, apakah JMB8 itu berasal dari Sang Buddha atau tidak? Jika pandangannya berawal dari JMB8 bukan berasal dari Sang Buddha maka sudah wajar apa pun itu yang memuat ruas-ruas JMB8 seperti USAHA BENAR akan dikesampingkan olehnya.

Tambahan, selain berawal dari pandangan dasar, bisa juga berasal dari kesimpulan pemikirannya yang dijadikan dasar bagi pandangan selanjutnya.

_/\_
« Last Edit: 27 May 2010, 05:40:20 PM by Jerry »
appamadena sampadetha

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #43 on: 27 May 2010, 05:47:07 PM »
 [at]  Jerry

Apakah dalam Satipatthana seseorang mengenali kebencian sebagai "akusala", "penghalang menuju nibbana", "kontra JMB8", atau mengetahui kebencian sebagai kebencian saja?

Ketika kebenciannya hilang, ia melihat itu sebagai "kusala", "jalan menuju nibbana", "sesuai JMB8" atau ia hanya mengetahui fenomena tersebut sebagai "tenggelamnya kebencian" saja?


Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #44 on: 27 May 2010, 06:35:34 PM »
 [at] Bro Kain,

Tentu saja kalau Bro Kain mencari bukti eksplisit hingga sedetil itu, tidak akan ditemukan. Kalau demikian memang tidak ada disinggung secara jelas tentang penilaian baik/buruk juga. Sekarang ada hal2 eksplisit (tatha) dan yang implisit (yatha). Jika saya menyebut Kainyn Kutho dengan sebutan Bro, haruskah saya menjelaskan bahwa Kainyn Kutho adalah seorang cowo? Tidak perlu mempermasalahkan hal demikian. Sekarang kita melihat saja apakah dalam Sutta2 lain Sang Buddha menggolongkan panca-nivarana sebagai akusala atau kusala? Apakah Sang Buddha menggolongkan LDM sbg akusala atau kusala? Apakah Sang Buddha menggolongkan satta-sambojjhanga sebagai akusala atau kusala? Jika demikian, apa salahnya dilakukan penyederhanaan semua fenomena itu dalam dikotomi kusala-akusala?

Tidak hanya sebatas tenggelamnya kebencian, tetapi Bro Kain dapat melihat bahwa dikatakan:

"There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? (sensual desire)....... There is the case where, there being ill-will present within, a monk discerns that 'There is ill-will present within me.' Or, there being no ill-will present within, he discerns that 'There is no ill-will present within me.' He discerns HOW there is the arising of unarisen ill-will. And he discerns HOW there is the abandoning of ill-will once it has arisen. And he discerns HOW there is no future arising of ill-will that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining hindrances: sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

Sekarang jika hanya melihat tenggelamnya kebencian. Berarti Satipatthana Sutta akan berbentuk seperti di bawah ini tanpa bagian yang saya bold biru:
"There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? (sensual desire)....... There is the case where, there being ill-will present within, a monk discerns that 'There is ill-will present within me.' Or, there being no ill-will present within, he discerns that 'There is no ill-will present within me.' (The same formula is repeated for the remaining hindrances: sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

Bagian yang saya bold biru sangat jelas kaitannya dengan Usaha Benar yang diajarkan oleh Sang Buddha. Yaitu Empat Pengupayaan Benar yang sudah ditulis oleh Bro Upasaka sebelumnya di halaman 2, atau lengkapnya:
There is the case where a monk generates desire, endeavors, arouses persistence, upholds & exerts his intent:
    * for the sake of the non-arising of evil, unskillful qualities that have not yet arisen...
    * for the sake of the abandoning of evil, unskillful qualities that have arisen...

    * for the sake of the arising of skillful qualities that have not yet arisen...
    * for the maintenance, non-confusion, increase, plenitude, development, & culmination of skillful qualities that have arisen.
Jelas antara dua bagian yang saya bold biru di atas saling terkait, terutama tentang HOW. Jadi Satipatthana Sutta bukan sebuah formula mengenai meditasi pasif belaka.

Sukhi hotu
_/\_
appamadena sampadetha

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #45 on: 27 May 2010, 07:04:18 PM »
Mengenai Dulitas ini, saya menemukan bahasan yang mungkin ada kaitannya, hanya saja berbahasa Inggris. Berikut dari artikel dari Bhikkhu Bodhi

http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/bodhi/bps-essay_27.html
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #46 on: 27 May 2010, 07:20:14 PM »
[at] Bro Kain,

Tentu saja kalau Bro Kain mencari bukti eksplisit hingga sedetil itu, tidak akan ditemukan. Kalau demikian memang tidak ada disinggung secara jelas tentang penilaian baik/buruk juga. Sekarang ada hal2 eksplisit (tatha) dan yang implisit (yatha). Jika saya menyebut Kainyn Kutho dengan sebutan Bro, haruskah saya menjelaskan bahwa Kainyn Kutho adalah seorang cowo? Tidak perlu mempermasalahkan hal demikian. Sekarang kita melihat saja apakah dalam Sutta2 lain Sang Buddha menggolongkan panca-nivarana sebagai akusala atau kusala? Apakah Sang Buddha menggolongkan LDM sbg akusala atau kusala? Apakah Sang Buddha menggolongkan satta-sambojjhanga sebagai akusala atau kusala? Jika demikian, apa salahnya dilakukan penyederhanaan semua fenomena itu dalam dikotomi kusala-akusala?
Memang saya tidak minta "bukti" sedetail itu. Hanya saja yang saya maksudkan, dalam Satipatthana ada fenomena yang universal, namun tidak ada doktrin di sana.


Quote
Tidak hanya sebatas tenggelamnya kebencian, tetapi Bro Kain dapat melihat bahwa dikatakan:

"There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? (sensual desire)....... There is the case where, there being ill-will present within, a monk discerns that 'There is ill-will present within me.' Or, there being no ill-will present within, he discerns that 'There is no ill-will present within me.' He discerns HOW there is the arising of unarisen ill-will. And he discerns HOW there is the abandoning of ill-will once it has arisen. And he discerns HOW there is no future arising of ill-will that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining hindrances: sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

Sekarang jika hanya melihat tenggelamnya kebencian. Berarti Satipatthana Sutta akan berbentuk seperti di bawah ini tanpa bagian yang saya bold biru:
"There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? (sensual desire)....... There is the case where, there being ill-will present within, a monk discerns that 'There is ill-will present within me.' Or, there being no ill-will present within, he discerns that 'There is no ill-will present within me.' (The same formula is repeated for the remaining hindrances: sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

Bagian yang saya bold biru sangat jelas kaitannya dengan Usaha Benar yang diajarkan oleh Sang Buddha. Yaitu Empat Pengupayaan Benar yang sudah ditulis oleh Bro Upasaka sebelumnya di halaman 2, atau lengkapnya:
There is the case where a monk generates desire, endeavors, arouses persistence, upholds & exerts his intent:
    * for the sake of the non-arising of evil, unskillful qualities that have not yet arisen...
    * for the sake of the abandoning of evil, unskillful qualities that have arisen...

    * for the sake of the arising of skillful qualities that have not yet arisen...
    * for the maintenance, non-confusion, increase, plenitude, development, & culmination of skillful qualities that have arisen.
Jelas antara dua bagian yang saya bold biru di atas saling terkait, terutama tentang HOW. Jadi Satipatthana Sutta bukan sebuah formula mengenai meditasi pasif belaka.

Sukhi hotu
_/\_
Mengenai "timbul/tenggelam" fenomena, itu juga tentu saja saya sederhanakan, karena yang dialami seseorang dalam satipatthana berbeda. Bisa terjadi dari satu pikiran, timbul satu pikiran lain, timbul ingatan tertentu, timbul perasaan tertentu. Semua itu bisa timbul, menetap tanpa tenggelam.
Sama sekali tidak sesederhana itu.

Point yang ingin saya sampaikan, jika dalam meditasi seseorang memasukkan doktrin, maka ia tidak melihat apa adanya. Ia berusaha melihat apa yang dikatakan doktrin tersebut. Jika Satipatthana adalah sedemikian, maka itu bukanlah meditasi yang bersifat universal. Itu adalah meditasi doktriniah. Berarti Satipatthana adalah hampa tanpa belajar doktrin Buddhisme. Saya pribadi tidak menganut paham Satipatthana demikian.

Sulit sekali mengungkapkan fenomena dalam meditasi karena sifatnya halus. Bisa jadi tidak akan nyambung karena keterbatasan bahasa. Saya coba mengumpamakan begini. Seandainya seseorang akan masuk Jhana, apakah ia menghitung hadirnya 5 unsur jhana? Ketika akan memasuki Jhana II, apakah ia menyesuaikan dengan teori faktor apa yang harus dibuang?

Jika jawabannya "ya", maka ia bukan sedang dalam jhana, tapi sedang berimajinasi, karena ketika dia menghitung faktor jhana, ekaggatanya "luntur" seketika.

Jika jawabannya "tidak", lalu bagaimana seseorang menyadari kondisi tersebut? Jawabannya menurut saya adalah sama ketika seseorang mengetahui fenomena dalam satipatthana tersebut, namun bukan dari perbandingan doktrin. Mengetahui lewat pengalaman, bukan lewat "diberitahu". Hanya segitu yang bisa saya sampaikan. :)

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #47 on: 27 May 2010, 07:24:06 PM »
okelah, dalam meditasi ya, melihat apa adanya apakah membutuhkan pengertian benar (salah 1 JMB8)?
Dalam meditasinya? Tidak.
Dari meditasi yang benar itulah, maka pandangan benar seseorang berkembang.

meditasi dulu atau pandangan benar dulu?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #48 on: 27 May 2010, 08:08:04 PM »
Mengenai Dulitas ini, saya menemukan bahasan yang mungkin ada kaitannya, hanya saja berbahasa Inggris. Berikut dari artikel dari Bhikkhu Bodhi

http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/bodhi/bps-essay_27.html
arghhhh................ bahasa inggris arghhhh.....
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #49 on: 27 May 2010, 08:41:34 PM »
Spoiler: ShowHide
[at] Bro Kain,

Tentu saja kalau Bro Kain mencari bukti eksplisit hingga sedetil itu, tidak akan ditemukan. Kalau demikian memang tidak ada disinggung secara jelas tentang penilaian baik/buruk juga. Sekarang ada hal2 eksplisit (tatha) dan yang implisit (yatha). Jika saya menyebut Kainyn Kutho dengan sebutan Bro, haruskah saya menjelaskan bahwa Kainyn Kutho adalah seorang cowo? Tidak perlu mempermasalahkan hal demikian. Sekarang kita melihat saja apakah dalam Sutta2 lain Sang Buddha menggolongkan panca-nivarana sebagai akusala atau kusala? Apakah Sang Buddha menggolongkan LDM sbg akusala atau kusala? Apakah Sang Buddha menggolongkan satta-sambojjhanga sebagai akusala atau kusala? Jika demikian, apa salahnya dilakukan penyederhanaan semua fenomena itu dalam dikotomi kusala-akusala?

Memang saya tidak minta "bukti" sedetail itu. Hanya saja yang saya maksudkan, dalam Satipatthana ada fenomena yang universal, namun tidak ada doktrin di sana.
Memang, fenomena yang terjadi bukan milik "siapa"-"siapa". Sekarang, kira-kira doktrin apa yang ada di sana menurut Bro Kain? Sekalian tolong jelaskan apa definisi doktrin menurut Bro Kain. Thanks :)

Spoiler: ShowHide
Quote
Tidak hanya sebatas tenggelamnya kebencian, tetapi Bro Kain dapat melihat bahwa dikatakan:

"There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? (sensual desire)....... There is the case where, there being ill-will present within, a monk discerns that 'There is ill-will present within me.' Or, there being no ill-will present within, he discerns that 'There is no ill-will present within me.' He discerns HOW there is the arising of unarisen ill-will. And he discerns HOW there is the abandoning of ill-will once it has arisen. And he discerns HOW there is no future arising of ill-will that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining hindrances: sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

Sekarang jika hanya melihat tenggelamnya kebencian. Berarti Satipatthana Sutta akan berbentuk seperti di bawah ini tanpa bagian yang saya bold biru:
"There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? (sensual desire)....... There is the case where, there being ill-will present within, a monk discerns that 'There is ill-will present within me.' Or, there being no ill-will present within, he discerns that 'There is no ill-will present within me.' (The same formula is repeated for the remaining hindrances: sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

Bagian yang saya bold biru sangat jelas kaitannya dengan Usaha Benar yang diajarkan oleh Sang Buddha. Yaitu Empat Pengupayaan Benar yang sudah ditulis oleh Bro Upasaka sebelumnya di halaman 2, atau lengkapnya:
There is the case where a monk generates desire, endeavors, arouses persistence, upholds & exerts his intent:
    * for the sake of the non-arising of evil, unskillful qualities that have not yet arisen...
    * for the sake of the abandoning of evil, unskillful qualities that have arisen...

    * for the sake of the arising of skillful qualities that have not yet arisen...
    * for the maintenance, non-confusion, increase, plenitude, development, & culmination of skillful qualities that have arisen.
Jelas antara dua bagian yang saya bold biru di atas saling terkait, terutama tentang HOW. Jadi Satipatthana Sutta bukan sebuah formula mengenai meditasi pasif belaka.

Sukhi hotu
_/\_

Mengenai "timbul/tenggelam" fenomena, itu juga tentu saja saya sederhanakan, karena yang dialami seseorang dalam satipatthana berbeda. Bisa terjadi dari satu pikiran, timbul satu pikiran lain, timbul ingatan tertentu, timbul perasaan tertentu. Semua itu bisa timbul, menetap tanpa tenggelam.
Sama sekali tidak sesederhana itu.

Point yang ingin saya sampaikan, jika dalam meditasi seseorang memasukkan doktrin, maka ia tidak melihat apa adanya. Ia berusaha melihat apa yang dikatakan doktrin tersebut. Jika Satipatthana adalah sedemikian, maka itu bukanlah meditasi yang bersifat universal. Itu adalah meditasi doktriniah. Berarti Satipatthana adalah hampa tanpa belajar doktrin Buddhisme. Saya pribadi tidak menganut paham Satipatthana demikian.

Sulit sekali mengungkapkan fenomena dalam meditasi karena sifatnya halus. Bisa jadi tidak akan nyambung karena keterbatasan bahasa. Saya coba mengumpamakan begini. Seandainya seseorang akan masuk Jhana, apakah ia menghitung hadirnya 5 unsur jhana? Ketika akan memasuki Jhana II, apakah ia menyesuaikan dengan teori faktor apa yang harus dibuang?

Jika jawabannya "ya", maka ia bukan sedang dalam jhana, tapi sedang berimajinasi, karena ketika dia menghitung faktor jhana, ekaggatanya "luntur" seketika.

Jika jawabannya "tidak", lalu bagaimana seseorang menyadari kondisi tersebut? Jawabannya menurut saya adalah sama ketika seseorang mengetahui fenomena dalam satipatthana tersebut, namun bukan dari perbandingan doktrin. Mengetahui lewat pengalaman, bukan lewat "diberitahu". Hanya segitu yang bisa saya sampaikan. :)

Yang ini nanti setelah saya tahu terlebih dulu apa pengertian Bro Kain mengenai doktrin.

Sukhi hotu
_/\_
appamadena sampadetha

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #50 on: 27 May 2010, 09:19:58 PM »
nibbana termasuk dualitas atau bukan ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #51 on: 27 May 2010, 11:19:32 PM »
Bisa juga termasuk dualitas: samsara sebagai anti-tesisnya nibbana.
appamadena sampadetha

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #52 on: 28 May 2010, 06:56:45 AM »
Buddha biasanya melakukan dualitas khan, baik buruk, dukkha akhir dukkha, nibbana samsara, ada yang terlahir dengan terlahir dll
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #53 on: 28 May 2010, 09:26:55 AM »

Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.


Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

Apakah Buddhanya yang plin-plan atau "oknum-oknum" nya yang plin-plan,dan berusaha menganti ajaran buddha sebagai yang paling benar atau merahasiakan yang sebenarnya atau merasa telah tercerahkan sama seperti kasus "kentut" versi Zen? :)
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #54 on: 28 May 2010, 09:52:31 AM »

Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.


Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

Apakah Buddhanya yang plin-plan atau "oknum-oknum" nya yang plin-plan,dan berusaha menganti ajaran buddha sebagai yang paling benar atau merahasiakan yang sebenarnya atau merasa telah tercerahkan sama seperti kasus "kentut" versi Zen? :)
biasanya oknum nya yang piln plan, ambil sebagian buang sebagian, berusaha mengganti ajaran buddha sebagai yang paling benar dan mencampurkan dengan ajaran lain sesuai keinginannya.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #55 on: 28 May 2010, 11:09:23 AM »
Quote
biasanya oknum nya yang piln plan, ambil sebagian buang sebagian, berusaha mengganti ajaran buddha sebagai yang paling benar dan mencampurkan dengan ajaran lain sesuai keinginannya.

Bro ryu
Cerita demikian yang paling banyak di gunakan !
 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #56 on: 28 May 2010, 02:35:58 PM »

Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.


Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

Apakah Buddhanya yang plin-plan atau "oknum-oknum" nya yang plin-plan,dan berusaha menganti ajaran buddha sebagai yang paling benar atau merahasiakan yang sebenarnya atau merasa telah tercerahkan sama seperti kasus "kentut" versi Zen? :)
biasanya oknum nya yang piln plan, ambil sebagian buang sebagian, berusaha mengganti ajaran buddha sebagai yang paling benar dan mencampurkan dengan ajaran lain sesuai keinginannya.

nah,sekarang bagaimana tahu yang diambil dan dibuang?wong asli dan palsu saja sulit dibedakan,kecuali ada 1 arahat yang mengajarkan kita,itu pun belum tentu,karena "keterbatasan" seorang Arahatta.. :)
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #57 on: 28 May 2010, 02:51:25 PM »
 [at] All
OOT. Back to topic please. :)
appamadena sampadetha

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #58 on: 28 May 2010, 07:57:31 PM »

Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.


Kalau dua pernyataan di atas benar dikatakan Sang Buddha dan opini bapak Huduyo juga benar, berarti Sang BUddha merupakan manusia plin plan yang mengajarkan dua hal berbeda.

Apakah Buddhanya yang plin-plan atau "oknum-oknum" nya yang plin-plan,dan berusaha menganti ajaran buddha sebagai yang paling benar atau merahasiakan yang sebenarnya atau merasa telah tercerahkan sama seperti kasus "kentut" versi Zen? :)
biasanya oknum nya yang piln plan, ambil sebagian buang sebagian, berusaha mengganti ajaran buddha sebagai yang paling benar dan mencampurkan dengan ajaran lain sesuai keinginannya.

nah,sekarang bagaimana tahu yang diambil dan dibuang?wong asli dan palsu saja sulit dibedakan,kecuali ada 1 arahat yang mengajarkan kita,itu pun belum tentu,karena "keterbatasan" seorang Arahatta.. :)
diperlukan USAHA BENAR, PANDANGAN BENAR dll ;D
jangan diam saja ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Mr. Wei

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.074
  • Reputasi: 99
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #59 on: 28 May 2010, 08:00:43 PM »
Benar atau bermanfaat?

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #60 on: 28 May 2010, 08:05:37 PM »
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Mr. Wei

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.074
  • Reputasi: 99
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #61 on: 28 May 2010, 08:08:08 PM »
Quote

Hudoyo Hupodio :

(Usaha Benar): "Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.

Di lain pihak, Buddha berkata: "Setiap kali muncul 'yg dikenal' [baik atau buruk], jangan bereaksi. Kalau kamu bisa berada di situ, itulah akhir dukkha." -- Inilah paradigma orang yg memahami dualitas dan tidak terlibat dalam dualitas.
Ternyata Usaha Benar dalam JMB8 adalah paradigma pikiran di dalam dualitas.

Apa komentar Anda ???

---
"Kikis pikiran yg tidak baik; kembangkan pikiran yg baik." Apa yg tertulis sebagai bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan itu adalah paradigma pikiran yg berada di dalam dualitas.
---

Yang di-bold itu benar gak terjemahannya? Harusnya pake kata baik atau bermanfaat?
« Last Edit: 28 May 2010, 08:10:20 PM by Mr. Wei »

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #62 on: 29 May 2010, 12:41:19 AM »
Kusala tentu saja baik tapi apa yang baik belum tentu kusala. Bermanfaat mungkin interpretasi yang cukup mendekati pengertian kusala, tetapi rasanya masih kurang. Saya lebih prefer tetap kusala aja deh..
appamadena sampadetha

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #63 on: 29 May 2010, 08:24:43 AM »
meditasi dulu atau pandangan benar dulu?
Meditasi dulu, baru pandangan benar. Tanpa meditasi, pandangan benar hanya sebatas "iman".

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #64 on: 29 May 2010, 08:36:27 AM »
Memang, fenomena yang terjadi bukan milik "siapa"-"siapa". Sekarang, kira-kira doktrin apa yang ada di sana menurut Bro Kain? Sekalian tolong jelaskan apa definisi doktrin menurut Bro Kain. Thanks :)
Menurut pendapat saya, jika seseorang melakukan Satipatthana dengan benar, di situ tidak ada doktrin apa-apa. Doktrin di sini adalah bentuk pikiran jenis apa pun yang dipegang sebagai kebenaran, apakah itu nibbana, 4KM, bahkan teori Satipatthana itu sendiri.

Jika Satipatthana harus didahului doktrin atau pengetahuan teoritis, maka itu seperti meditasi dengan "gelas penuh". Apalah bedanya dengan sugesti "ini baik, ini tidak baik"?

Offline Hasan Teguh

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 199
  • Reputasi: -3
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #65 on: 29 May 2010, 09:12:58 AM »
meditasi dulu atau pandangan benar dulu?
Meditasi dulu, baru pandangan benar. Tanpa meditasi, pandangan benar hanya sebatas "iman".
Salut dengan penjelasannya : singkat, sederhana, dan tepat, bro !  ;D

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #66 on: 29 May 2010, 09:51:36 AM »
meditasi dulu atau pandangan benar dulu?
Meditasi dulu, baru pandangan benar. Tanpa meditasi, pandangan benar hanya sebatas "iman".

tanpa pandangan benar meditasi menjadi meditasi yang salah, bukankah anda tahu meditasi itu banyak sekali dan dari mana bisa timbul pandangan benar?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #67 on: 29 May 2010, 10:23:54 AM »
tanpa pandangan benar meditasi menjadi meditasi yang salah, bukankah anda tahu meditasi itu banyak sekali dan dari mana bisa timbul pandangan benar?
Pandangan benar dari siapa?
Misalnya ada 10 guru meditasi dengan metode berbeda, semua mengaku berdasarkan pandangan benar, lantas bagaimana menyelidikinya?


Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #68 on: 29 May 2010, 10:30:21 AM »
tanpa pandangan benar meditasi menjadi meditasi yang salah, bukankah anda tahu meditasi itu banyak sekali dan dari mana bisa timbul pandangan benar?
Pandangan benar dari siapa?
Misalnya ada 10 guru meditasi dengan metode berbeda, semua mengaku berdasarkan pandangan benar, lantas bagaimana menyelidikinya?


nah itu dia, menurut bro pandangan benar itu dari mana? dari berbagai banyaknya aliran saja belum tentu benar, dalam MAHATANHASANKHAYA SUTTA Buddha menerangkan akibat dari pandangan salah.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #69 on: 29 May 2010, 10:57:12 AM »
nah itu dia, menurut bro pandangan benar itu dari mana? dari berbagai banyaknya aliran saja belum tentu benar, dalam MAHATANHASANKHAYA SUTTA Buddha menerangkan akibat dari pandangan salah.
Untuk saya pribadi, saya selidiki. Oleh karena itu, biarpun tertulis di Tipitaka, atau bahkan jika Buddha sendiri yang ngomong langsung, tetap saya anggap belum tentu benar. Ketika saya selidiki (tentu saja sejauh kemampuan saya saja) dan memang demikian adanya, barulah saya 'percaya'.


N.B.: selama kita belum mencapai kesucian (minimal Sotapanna), pandangan benar yang kita anut hanya sebatas konsep. Kita tidak paham maknanya dalam artian sebenar-benarnya. Itulah sebabnya sebelum Sotapanna, biarpun Buddhist fanatik, hafal semua tipitaka, tetap terombang-ambing dalam Samsara ga jelas arahnya.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #70 on: 29 May 2010, 12:08:57 PM »
nah itu dia, menurut bro pandangan benar itu dari mana? dari berbagai banyaknya aliran saja belum tentu benar, dalam MAHATANHASANKHAYA SUTTA Buddha menerangkan akibat dari pandangan salah.
Untuk saya pribadi, saya selidiki. Oleh karena itu, biarpun tertulis di Tipitaka, atau bahkan jika Buddha sendiri yang ngomong langsung, tetap saya anggap belum tentu benar. Ketika saya selidiki (tentu saja sejauh kemampuan saya saja) dan memang demikian adanya, barulah saya 'percaya'.


N.B.: selama kita belum mencapai kesucian (minimal Sotapanna), pandangan benar yang kita anut hanya sebatas konsep. Kita tidak paham maknanya dalam artian sebenar-benarnya. Itulah sebabnya sebelum Sotapanna, biarpun Buddhist fanatik, hafal semua tipitaka, tetap terombang-ambing dalam Samsara ga jelas arahnya.

ya, intinya sebelum ada pandangan benar pertama2 ada sumbernya dulu dan itu di pegang sebagai iman kebenaran, kemudian ketika sudah dibuktikan di pegang sebagai kebenaran.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #71 on: 29 May 2010, 03:42:30 PM »
ya, intinya sebelum ada pandangan benar pertama2 ada sumbernya dulu dan itu di pegang sebagai iman kebenaran, kemudian ketika sudah dibuktikan di pegang sebagai kebenaran.
Betul, menurut saya, sebelum kita benar2 memahami kebenaran itu, memang ada hal-hal yang kita pegang sebagai "iman". Tetapi dalam proses pembuktian kebenaran (i.e. Satipatthana), "iman/doktrin/konsep" itu harus disingkirkan dahulu. Setelah dibuktikan sepenuhnya, maka itu tidak lagi menjadi iman, tidak lagi menjadi doktrin atau konsep, tetapi sudah menjadi bagian dari kebijaksanaan dalam dirinya yang mengetahui hal tersebut sebagai kebenaran, bukan mengetahui menurut iman/doktrin/konsep bahwa hal tersebut adalah kebenaran. Hal inilah yang membuat puthujjana dan ariya berbeda, walau sama-sama tahu konsep anicca-dukkha-anatta. 


Kembali ke topik, saya melihat usaha benar adalah berhubungan langsung dengan pikiran benar, membawa orang terlahir kembali di alam bahagia, masih dalam dualisme, dan tidak menyebabkan orang mencapai pembebasan. Selain itu juga, esensinya bisa ditemukan di ajaran lain.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #72 on: 29 May 2010, 05:09:40 PM »
ya, intinya sebelum ada pandangan benar pertama2 ada sumbernya dulu dan itu di pegang sebagai iman kebenaran, kemudian ketika sudah dibuktikan di pegang sebagai kebenaran.
Betul, menurut saya, sebelum kita benar2 memahami kebenaran itu, memang ada hal-hal yang kita pegang sebagai "iman". Tetapi dalam proses pembuktian kebenaran (i.e. Satipatthana), "iman/doktrin/konsep" itu harus disingkirkan dahulu. Setelah dibuktikan sepenuhnya, maka itu tidak lagi menjadi iman, tidak lagi menjadi doktrin atau konsep, tetapi sudah menjadi bagian dari kebijaksanaan dalam dirinya yang mengetahui hal tersebut sebagai kebenaran, bukan mengetahui menurut iman/doktrin/konsep bahwa hal tersebut adalah kebenaran. Hal inilah yang membuat puthujjana dan ariya berbeda, walau sama-sama tahu konsep anicca-dukkha-anatta. 


Kembali ke topik, saya melihat usaha benar adalah berhubungan langsung dengan pikiran benar, membawa orang terlahir kembali di alam bahagia, masih dalam dualisme, dan tidak menyebabkan orang mencapai pembebasan. Selain itu juga, esensinya bisa ditemukan di ajaran lain.

Saya melihat Usaha benar mendukung seseorang untuk mencapai pembebasan, kalau ada yang bilang dualisme maka semua juga merupakan dualisme.

cuplikan dari mahatanhasankhaya sutta :
  32. - 33. "Para bhikkhu sekarang Tathagata muncul di dunia Arahat Samma Sambuddha (lihat Culahatthipadopama Sutta 13-21) ia mensucikan pikirannya dari keragu-raguan (vicikiccha)"

  34. - 37. "Setelah melenyapkan lima rintangan (nivarana), kotoran-kotoran batin yang melemahkan pengertian, jauh dari keinginan nafsu, jauh dari akusala dhamma, ia mencapai dan berada dalam Jhana I (seperti dalam Bhayabherava Sutta 23-26) Jhana II, Jhana III, Jhana IV dan telah mensucikan batinnya karena keseimbangan batin."

  38. "Setelah melihat bentuk-bentuk dengan mata, ia tidak bergairah kalau hal itu menyenangkan; ia tidak kesal kalau hal itu tidak menyenangkan; ia berada dalam perhatian tubuh (kayasati) yang terbina dan pikiran berpengertian yang tak terbatas bagaimana mencapai kesucian batin (cetovimutti) dan kesucian kebijaksanaan (pannavimutti) sehingga semua akusala dhamma yang jahat lenyap tanpa sisa. Setelah meninggalkan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, ketika ia merasa suatu perasaan yang apakah menyenangkan, menyedihkan atau bukan menyenangkan maupun bukan menyedihkan, ia tidak menyukai perasaan itu tidak mantap dengan itu dan tidak melekat padanya. Ketika ia berbuat begitu rasa suka pada perasaan-perasaan itu lenyap. Dengan lenyapnya rasa suka maka kemelekatan lenyap; dengan lenyapnya kemelekatan maka 'perwujudan' lenyap dengan lenyapnya perwujudan maka kelahiran lenyap; dengan lenyapnya kelahiran maka usia tua dan kematian lenyap, juga kesedihan, ratap tangis, kesakitan, duka dan putus asa. Itulah bagaimana semua pendeitaan lenyap.
      Karena mendengar suara dengan telinga .......
      Karena mencium bau dengan hidung ...........
      Karena mengecap rasa dengan lidah .........
      Karena menyentuh sentuhan dengan tubuh ........
      Karena mengetahui objek pikiran (dhamma) dengan pikiran. Itulah bagaimana semua penderitaan lenyap"

  39. "Para bhikkhu, ingatlah kesucian karena pelenyapan total dari keinginan (tanhasankhayavimutti) yang saya uraikan ini. Tetapi bhikkhu Sati Kevattaputta telah terperangkap dalam jaring nafsu yang besar dan terkungkung oleh nafsu."
      Inilah yang dikatakan oleh Sang Tathagata. Para bhikkhu sangat puas dan senang terhadap kata-kata dari Sang Bhagava.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #73 on: 29 May 2010, 05:19:29 PM »
nah itu dia, menurut bro pandangan benar itu dari mana? dari berbagai banyaknya aliran saja belum tentu benar, dalam MAHATANHASANKHAYA SUTTA Buddha menerangkan akibat dari pandangan salah.
Untuk saya pribadi, saya selidiki. Oleh karena itu, biarpun tertulis di Tipitaka, atau bahkan jika Buddha sendiri yang ngomong langsung, tetap saya anggap belum tentu benar. Ketika saya selidiki (tentu saja sejauh kemampuan saya saja) dan memang demikian adanya, barulah saya 'percaya'.


N.B.: selama kita belum mencapai kesucian (minimal Sotapanna), pandangan benar yang kita anut hanya sebatas konsep. Kita tidak paham maknanya dalam artian sebenar-benarnya. Itulah sebabnya sebelum Sotapanna, biarpun Buddhist fanatik, hafal semua tipitaka, tetap terombang-ambing dalam Samsara ga jelas arahnya.


Maap,Senior..Menyela...

Sotapanna memiliki pandangan benar?Disebutkan didalam mana ???

3 belenggu yang dipatahkan seorang sotapanna :

1.Pandangan "salah" mengenai adanya "atta" yang kekal = Sakkyaditthi..

tidak disebutkan "pandangan benar"?

kalau tidak mempunyai pandangan salah = memiliki pandangan benar?

Mohon bantuannya... :)

Regards,

Riky Liau
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #74 on: 29 May 2010, 06:27:11 PM »
Memang, fenomena yang terjadi bukan milik "siapa"-"siapa". Sekarang, kira-kira doktrin apa yang ada di sana menurut Bro Kain? Sekalian tolong jelaskan apa definisi doktrin menurut Bro Kain. Thanks :)
Menurut pendapat saya, jika seseorang melakukan Satipatthana dengan benar, di situ tidak ada doktrin apa-apa. Doktrin di sini adalah bentuk pikiran jenis apa pun yang dipegang sebagai kebenaran, apakah itu nibbana, 4KM, bahkan teori Satipatthana itu sendiri.
Yakin? Saya kutipkan dari kamus aja ya ;)
definisi doktrin: ShowHide

From The Collaborative International Dictionary of English v.0.48 :
doctrine \doc"trine\ (d[o^]k"tr[i^]n), n. [F. doctrine, L. doctrina, fr. doctor. See Doctor.]
1. Teaching; instruction.
2. That which is taught; what is held, put forth as true, and
        supported by a teacher, a school, or a sect; a principle
        or position, or the body of principles, in any branch of
        knowledge; any tenet or dogma; a principle of faith; as,
        the doctrine of atoms; the doctrine of chances. "The
        doctrine of gravitation." --I. Watts.

doc·trine  (dktrn)
n.
1. A principle or body of principles presented for acceptance or belief, as by a religious, political, scientific, or philosophic group; dogma.
2. A rule or principle of law, especially when established by precedent.
3. A statement of official government policy, especially in foreign affairs and military strategy.
4. Archaic Something taught; a teaching.

doc·trine  (dktrn)
n.
1. A principle or body of principles presented for acceptance or belief, as by a religious, political, scientific, or philosophic group; dogma.
2. A rule or principle of law, especially when established by precedent.
3. A statement of official government policy, especially in foreign affairs and military strategy.
4. Archaic Something taught; a teaching.

Singkatnya doktrin adalah pandangan, ajaran, panduan yang Palinya adalah vada. Dan Satipatthana adl ajaran yang memandu agar kita memandang fenomena dalam cara tertentu melalui 4 kerangka utama dengan tujuan utk menghalau penderitaan, mencapai metode yang benar dan merealisasi Nibbana.

Jika Satipatthana harus didahului doktrin atau pengetahuan teoritis, maka itu seperti meditasi dengan "gelas penuh". Apalah bedanya dengan sugesti "ini baik, ini tidak baik"?
Sudah oot makin jauh. FYI, saya akan berusaha sebaik2nya menjawab pertanyaan Bro Kain di atas dlm thread berbeda. Utk sekarang fokus aja pada pembahasan awal. Apakah Bro Kain yakin benar dalam Satipatthana tidak ada sama sekali penilaian kusala/akusala dan unsur usaha benar dalam menyikapi penilaian tsb? Karena pada bagian Dhammanupassana ada bagian yang meski tidak kentara tetapi berbeda dari kebanyakan bagian lain Satipatthana Sutta. Silakan para forumers menilai sendiri apakah Satipatthana yang diajarkan Sang Buddha adalah metode meditasi yang semata-mata pasif belaka terhadap objek apapun (sehingga Usaha tidak diperlukan) atau sebaliknya bertindak dengan mahir & cekatan berdasarkan sifat objek tsb (sehingga Usaha adalah perlu).
perbedaan: ShowHide
Nivarana sebagai akusala:
Quote
[1] "There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? There is the case where, there being sensual desire present within, a monk discerns that 'There is sensual desire present within me.' Or, there being no sensual desire present within, he discerns that 'There is no sensual desire present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen sensual desire. And he discerns how there is the abandoning of sensual desire once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of sensual desire that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining hindrances: ill will, sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally on mental qualities in & of themselves, or both internally & externally on mental qualities in & of themselves. Or he remains focused on the phenomenon of origination with regard to mental qualities, on the phenomenon of passing away with regard to mental qualities, or on the phenomenon of origination & passing away with regard to mental qualities. Or his mindfulness that 'There are mental qualities' is maintained to the extent of knowledge & remembrance. And he remains independent, unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances.

dan Samyojana sebagai akusala:
Quote
[3] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media? There is the case where he discerns the eye, he discerns forms, he discerns the fetter that arises dependent on both. He discerns how there is the arising of an unarisen fetter. And he discerns how there is the abandoning of a fetter once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of a fetter that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining sense media: ear, nose, tongue, body, & intellect.)

"In this way he remains focused internally on the mental qualities in & of themselves, or focused externally... unsustained by anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media.

Sebaliknya pada bagian Sambojjhanga sebagai kusala:
Quote
[4] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening? There is the case where, there being mindfulness as a factor for Awakening present within, he discerns that 'Mindfulness as a factor for Awakening is present within me.' Or, there being no mindfulness as a factor for Awakening present within, he discerns that 'Mindfulness as a factor for Awakening is not present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen mindfulness as a factor for Awakening. And he discerns how there is the culmination of the development of mindfulness as a factor for Awakening once it has arisen. (The same formula is repeated for the remaining factors for Awakening: analysis of qualities, persistence, rapture, serenity, concentration, & equanimity.)

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally... unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening.


Sukhi hotu,
 _/\_
appamadena sampadetha

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #75 on: 30 May 2010, 12:27:06 AM »
meditasi dulu atau pandangan benar dulu?
Meditasi dulu, baru pandangan benar. Tanpa meditasi, pandangan benar hanya sebatas "iman".
Salut dengan penjelasannya : singkat, sederhana, dan tepat, bro !  ;D

rupanya jawaban ini yang di-ingin-kan ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #76 on: 30 May 2010, 06:49:17 AM »
meditasi dulu atau pandangan benar dulu?
Meditasi dulu, baru pandangan benar. Tanpa meditasi, pandangan benar hanya sebatas "iman".
Salut dengan penjelasannya : singkat, sederhana, dan tepat, bro !  ;D

Jaman sebelum Petapa Gotama mencapai Penerangan Sempurna, di wilayah India sudah banyak petapa handal (jago meditasi) tapi tanpa pandangan benar sehingga hanya punya kemampuan mencapai Jhana dan tidak bisa merealisasi pencapaian Nibbana.
 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Hasan Teguh

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 199
  • Reputasi: -3
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #77 on: 30 May 2010, 10:08:47 AM »
Meditasi dulu, baru pandangan benar. Tanpa meditasi, pandangan benar hanya sebatas "iman".
Salut dengan penjelasannya : singkat, sederhana, dan tepat, bro !  ;D
rupanya jawaban ini yang di-ingin-kan ?
Yang paling menarik disitu adalah kata2 : hanya sebatas "iman".

Tanpa Anda sendiri merealisasinya, maka itu2 hanya sebatas iman.

Offline Hendra Susanto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.197
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • haa...
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #78 on: 30 May 2010, 10:11:30 AM »
Meditasi dulu, baru pandangan benar. Tanpa meditasi, pandangan benar hanya sebatas "iman".
Salut dengan penjelasannya : singkat, sederhana, dan tepat, bro !  ;D
rupanya jawaban ini yang di-ingin-kan ?
Yang paling menarik disitu adalah kata2 : hanya sebatas "iman".

Tanpa Anda sendiri merealisasinya, maka itu2 hanya sebatas iman.

dalam buddhis itu namanya Sadha = keyakinan, tanpa ada keyakinan sulit untuk berkembang.

Offline Hasan Teguh

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 199
  • Reputasi: -3
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #79 on: 30 May 2010, 10:14:20 AM »
Salut dengan penjelasannya : singkat, sederhana, dan tepat, bro !  ;D
Jaman sebelum Petapa Gotama mencapai Penerangan Sempurna, di wilayah India sudah banyak petapa handal (jago meditasi) tapi tanpa pandangan benar sehingga hanya punya kemampuan mencapai Jhana dan tidak bisa merealisasi pencapaian Nibbana.
 _/\_
Anda setuju kalau bagi awam yang hanya memahami anatta dari baca2 sutta melulu, cuma sebatas iman ?

Offline Hasan Teguh

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 199
  • Reputasi: -3
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #80 on: 30 May 2010, 10:22:17 AM »
Yang paling menarik disitu adalah kata2 : hanya sebatas "iman".

Tanpa Anda sendiri merealisasinya, maka itu2 hanya sebatas iman.
dalam buddhis itu namanya Sadha = keyakinan, tanpa ada keyakinan sulit untuk berkembang.
Jadi Anda setuju misalnya kalau Anda cuma membaca penjelasan anatta dari buku2, itu cuma pemahaman sebatas Saddha saja ?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #81 on: 30 May 2010, 10:25:50 AM »
Salut dengan penjelasannya : singkat, sederhana, dan tepat, bro !  ;D
Jaman sebelum Petapa Gotama mencapai Penerangan Sempurna, di wilayah India sudah banyak petapa handal (jago meditasi) tapi tanpa pandangan benar sehingga hanya punya kemampuan mencapai Jhana dan tidak bisa merealisasi pencapaian Nibbana.
 _/\_
Anda setuju kalau bagi awam yang hanya memahami anatta dari baca2 sutta melulu, cuma sebatas iman ?

Bro Hasan,
pernahkah anda bermeditasi Vipassana? IMO daripada men-survey semua orang lebih anda buktikan sendiri melalui Vipassana, tidak perlu menjadi Ariya untuk membuktikan hal ini, minimal anda akan dapat memahami apa yg anda alami saat meditasi hanyalah fenomena nama dan rupa tidak ada atta di sana.

Offline Hasan Teguh

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 199
  • Reputasi: -3
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #82 on: 30 May 2010, 10:56:24 AM »
Anda setuju kalau bagi awam yang hanya memahami anatta dari baca2 sutta melulu, cuma sebatas iman ?
Bro Hasan,
pernahkah anda bermeditasi Vipassana? IMO daripada men-survey semua orang lebih anda buktikan sendiri melalui Vipassana, tidak perlu menjadi Ariya untuk membuktikan hal ini, minimal anda akan dapat memahami apa yg anda alami saat meditasi hanyalah fenomena nama dan rupa tidak ada atta di sana.
Jadi Anda setuju bahwa hanya meditasi yang berhasillah, anatta itu baru benar2 terpahami ?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #83 on: 30 May 2010, 10:59:43 AM »
Anda setuju kalau bagi awam yang hanya memahami anatta dari baca2 sutta melulu, cuma sebatas iman ?
Bro Hasan,
pernahkah anda bermeditasi Vipassana? IMO daripada men-survey semua orang lebih anda buktikan sendiri melalui Vipassana, tidak perlu menjadi Ariya untuk membuktikan hal ini, minimal anda akan dapat memahami apa yg anda alami saat meditasi hanyalah fenomena nama dan rupa tidak ada atta di sana.
Jadi Anda setuju bahwa hanya meditasi yang berhasillah, anatta itu baru benar2 terpahami ?

jelaskan makna dari frasa "meditasi yang berhasil", sejauh apa yg saya pernah praktikkan dalam meditasi saya sudah bisa memahami nama dan rupa itu walaupun saya tidak akan mengklaim bahwa saya sudah berhasil dalam meditasi

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #84 on: 30 May 2010, 11:15:23 AM »
Meditasi dulu, baru pandangan benar. Tanpa meditasi, pandangan benar hanya sebatas "iman".
Salut dengan penjelasannya : singkat, sederhana, dan tepat, bro !  ;D
rupanya jawaban ini yang di-ingin-kan ?
Yang paling menarik disitu adalah kata2 : hanya sebatas "iman".

Tanpa Anda sendiri merealisasinya, maka itu2 hanya sebatas iman.
maksud anda sebatas iman itu yang seperti apa?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #85 on: 30 May 2010, 11:16:22 AM »
sebatas iman = kepercayaan saja..kalau saddha ya sudah direalisasikan/dibuktikan,gitu?
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #86 on: 30 May 2010, 11:27:12 AM »
iman= percaya tanpa perlu dibuktikan
saddha=percaya sambil di buktikan.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #87 on: 30 May 2010, 11:33:50 AM »
iman= percaya tanpa perlu dibuktikan
saddha=percaya sambil di buktikan.

ya percaya,betul percaya sambil dibuktikan,tetapi sebelum berhasil dibuktikan dia tetap sebatas kepercayaan belaka kan?
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #88 on: 30 May 2010, 11:36:58 AM »
iman= percaya tanpa perlu dibuktikan
saddha=percaya sambil di buktikan.

ya percaya,betul percaya sambil dibuktikan,tetapi sebelum berhasil dibuktikan dia tetap sebatas kepercayaan belaka kan?
apakah saddha       =        Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11:1)  ?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Hasan Teguh

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 199
  • Reputasi: -3
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #89 on: 30 May 2010, 12:10:40 PM »
jelaskan makna dari frasa "meditasi yang berhasil", sejauh apa yg saya pernah praktikkan dalam meditasi saya sudah bisa memahami nama dan rupa itu walaupun saya tidak akan mengklaim bahwa saya sudah berhasil dalam meditasi
Di meditasi vipassana yang Anda praktekkan, tidak ada penjelasan tentang ciri2 meditasi yang berhasil ?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #90 on: 30 May 2010, 12:16:26 PM »
jelaskan makna dari frasa "meditasi yang berhasil", sejauh apa yg saya pernah praktikkan dalam meditasi saya sudah bisa memahami nama dan rupa itu walaupun saya tidak akan mengklaim bahwa saya sudah berhasil dalam meditasi
Di meditasi vipassana yang Anda praktekkan, tidak ada penjelasan tentang ciri2 meditasi yang berhasil ?

Bro Hasan, diskusi yg baik seharusnya dua arah, bukan bertanya melulu, sewaktu anda bertanya, saya menjawab, dan sebaliknya.


Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #91 on: 30 May 2010, 12:20:19 PM »
iman= percaya tanpa perlu dibuktikan
saddha=percaya sambil di buktikan.

ya percaya,betul percaya sambil dibuktikan,tetapi sebelum berhasil dibuktikan dia tetap sebatas kepercayaan belaka kan?
apakah saddha       =        Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11:1)  ?

ya,kan begitu kan?kita percaya,tetapi kita belum mencobanya...kita percaya itu ada,tetapi belum kita lihat..kayak kita percaya adanya bakteri,itu sebatas percaya,tapi kita tidak melihat bakteri tersebut,makanya itu disebut iman,setelah kita percaya dan melihatnya bakteri itu ada,maka itu lah yang dinamakan saddha bagi saya..

syair 97 (VII:8. Kisah Sariputta Thera)

Tiga puluh bhikkhu dari sebuah desa datang ke Vihara Jetavana untuk memberikan penghormatan kepada Sang Buddha. Sang Buddha mengetahui bahwa telah tiba waktunya bagi bhikkhu-bhikkhu tersebut untuk mencapai tingkat kesucian arahat.

Beliau mengundang Sariputta dan di hadapan bhikkhu-bhikkhu itu, Beliau bertanya,"Anakku, Sariputta, apakah kamu dapat menerima kenyataan bahwa dengan cara bermeditasi, seseorang dapat merealisasi nibbana ?"

Sariputta menjawab,"Bhante, berkaitan dengan perealisasian nibbana dengan meditasi, saya menerima hal itu bukan karena saya percaya kepada-Mu. Pertanyaan itu hanya bagi seseorang yang belum berhasil merealisasi nibbana, yang menerima kenyataan dari orang lain."

Jawaban Sariputta tidak dapat dimengerti secara tepat oleh para bhikkhu. Mereka berpikir,"Sariputta belum melenyapkan pandangan salah, sampai saat ini, ia belum memiliki keyakinan terhadap Sang Buddha."

Kemudian Sang Buddha menjelaskan kepada mereka makna sebenarnya dari jawaban Sariputta.

"Para bhikkhu, jawaban Sariputta dapat disederhanakan menjadi demikian: Ia menerima bahwa nibbana dapat dicapai dengan meditasi, tetapi ia menerima hal itu berdasarkan hasil pengalamannya sendiri, dan bukan karena saya telah mengatakan hal itu atau orang lain mengatakan hal itu. Sariputta yakin terhadap-Ku. Ia juga yakin terhadap akibat-akibat dari perbuatan baik dan jahat."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 97 berikut :

"Orang yang telah bebas dari ketahyulan, yang telah mengerti keadaan tak tercipta (nibbana), yang telah memutuskan semua ikatan (tumimbal lahir), yang telah mengakhiri kesempatan (baik dan jahat), yang telah menyingkirkan semua nafsu keinginan, maka sesungguhnya ia adalah orang yang paling mulia."
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #92 on: 30 May 2010, 01:31:53 PM »
Saddha Sutta: Conviction

"For a lay person, there are these five rewards of conviction. Which five?

"When the truly good people in the world show compassion, they will first show compassion to people of conviction, and not to people without conviction. When visiting, they first visit people of conviction, and not people without conviction. When accepting gifts, they will first accept those from people with conviction, and not from people without conviction. When teaching the Dhamma, they will first teach those with conviction, and not those without conviction. A person of conviction, on the break-up of the body, after death, will arise in a good destination, the heavenly world. For a lay person, these are the five rewards of conviction.

"Just as a large banyan tree, on level ground where four roads meet, is a haven for the birds all around, even so a lay person of conviction is a haven for many people: monks, nuns, male lay followers, & female lay followers."
A massive tree whose branches carry fruits & leaves, with trunks & roots & an abundance of fruits: There the birds find rest. In that delightful sphere they make their home. Those seeking shade come to the shade, those seeking fruit find fruit to eat. So with the person consummate in virtue & conviction, humble, sensitive, gentle, delightful, & mild: To him come those without effluent — free from passion, free from aversion, free from delusion — the field of merit for the world. They teach him the Dhamma that dispels all stress. And when he understands, he is freed from effluents, totally unbound.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #93 on: 30 May 2010, 03:42:57 PM »
accestoinsight?Thannasiro Bhikkhu?

disana bebas dari DELUSI :)
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #95 on: 30 May 2010, 07:05:56 PM »
Selama ini terbentuk pandangan bahwa JMB-8 membutuhkan suatu 'daya upaya', sehingga oleh sebagian orang dianggap JMB-8 ini bertentangan dengan Bahiya Sutta.

Mungkin cukup banyak dari kita yg setuju bahwa sutta2 dalam Tipitaka sedemikian sempurnanya sehingga sulit dicari sutta2 yg bertentangan. Yang ada hanyalah: "Pemahaman yg Berlapis". Sang Buddha memaparkan Sutta, tergantung tingkatan batin subyeknya, sehingga dengan demikian, keseluruhan sutta dalam Tipitaka adalah 'Jalan' untuk mengakhiri Dukkha.

Sejauh ini, para Master -yg kemungkinan- telah mencapai kesempurnaan belum ada yg mencela JMB-8 maupun Bahiya sutta, sehingga dapat kita simpulkan bahwa JMB-8 dan Bahiya adalah elok adanya.

Saya secara pribadi setuju bahwa Bahiya Sutta sangatlah unik. Bahiya Sutta termasuk salah satu Sutta yg secara kontras membedakan Buddhisme dengan ajaran2 / agama lainnya. Bahiya Sutta bukanlah konsumsi orang2 dengan level batin rata2. 

Tapi sudah saya sampaikan bahwa pemahaman dalam Tipitaka adalah "Berlapis". Sila, Samadhi dan Panna yg dipaparkan dalam Tipitaka, jika dipraktikkan, maka akan dipahami secara bertahap, sehingga penembusannyapun secara bertahap. Bahiya sutta, meskipun sangat unik, tidak terlepas dari kombinasi Sila, Samadhi dan Panna ini.

Mungkin kita bisa mengambil contoh dari kehidupan para Bhikkhu yg diduga telah mencapai kesucian. apakah Beliau2 tersebut masih mempraktikkan Sila, Samdhi dan Panna? Sudah pasti, hanya saja mungkin, Pemahaman yg mendasari praktik mereka tsb sudah lebih mendalam dibanding motivasi praktik kita.

Dengan demikian, saya secara pribadi, tidak setuju jika dikatakan jalan yg ini adalah dualitas, sedangkan jalan yg itu tidak, dikarenakan 'penembusan yg bertahap; tadi sehingga kesemua jalan adalah sama.

Yg membedakan hanyalah level batin si praktisi, seseorang yg sudah tercerahkan akan memahami bahiya, dll sekaligus melakukan Sila dengan tanpa adanya dualitas. Namun seseorang yg masih awam, mungkin akan melakukan sila dengan motivasi tertentu dan tentu saja praktik Bahiya-nya pun mempunyai tujuan, usaha atau dualitas.


::




Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #96 on: 30 May 2010, 09:41:31 PM »
JM8 bisa membawa pada pembebasan,saya tidak menolaknya,tetapi dikatakan sebagai "satu-satu"nya jalan,itu adalah pandangan yang keliru bagi saya.. :)
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #97 on: 30 May 2010, 11:59:16 PM »
Selama ini terbentuk pandangan bahwa JMB-8 membutuhkan suatu 'daya upaya', sehingga oleh sebagian orang dianggap JMB-8 ini bertentangan dengan Bahiya Sutta.

Mungkin cukup banyak dari kita yg setuju bahwa sutta2 dalam Tipitaka sedemikian sempurnanya sehingga sulit dicari sutta2 yg bertentangan. Yang ada hanyalah: "Pemahaman yg Berlapis". Sang Buddha memaparkan Sutta, tergantung tingkatan batin subyeknya, sehingga dengan demikian, keseluruhan sutta dalam Tipitaka adalah 'Jalan' untuk mengakhiri Dukkha.

Sejauh ini, para Master -yg kemungkinan- telah mencapai kesempurnaan belum ada yg mencela JMB-8 maupun Bahiya sutta, sehingga dapat kita simpulkan bahwa JMB-8 dan Bahiya adalah elok adanya.

Saya secara pribadi setuju bahwa Bahiya Sutta sangatlah unik. Bahiya Sutta termasuk salah satu Sutta yg secara kontras membedakan Buddhisme dengan ajaran2 / agama lainnya. Bahiya Sutta bukanlah konsumsi orang2 dengan level batin rata2. 

Tapi sudah saya sampaikan bahwa pemahaman dalam Tipitaka adalah "Berlapis". Sila, Samadhi dan Panna yg dipaparkan dalam Tipitaka, jika dipraktikkan, maka akan dipahami secara bertahap, sehingga penembusannyapun secara bertahap. Bahiya sutta, meskipun sangat unik, tidak terlepas dari kombinasi Sila, Samadhi dan Panna ini.

Mungkin kita bisa mengambil contoh dari kehidupan para Bhikkhu yg diduga telah mencapai kesucian. apakah Beliau2 tersebut masih mempraktikkan Sila, Samdhi dan Panna? Sudah pasti, hanya saja mungkin, Pemahaman yg mendasari praktik mereka tsb sudah lebih mendalam dibanding motivasi praktik kita.

Dengan demikian, saya secara pribadi, tidak setuju jika dikatakan jalan yg ini adalah dualitas, sedangkan jalan yg itu tidak, dikarenakan 'penembusan yg bertahap; tadi sehingga kesemua jalan adalah sama.

Yg membedakan hanyalah level batin si praktisi, seseorang yg sudah tercerahkan akan memahami bahiya, dll sekaligus melakukan Sila dengan tanpa adanya dualitas. Namun seseorang yg masih awam, mungkin akan melakukan sila dengan motivasi tertentu dan tentu saja praktik Bahiya-nya pun mempunyai tujuan, usaha atau dualitas.


::

Setuju dengan pandangan memang, dalam kasus Bahiya yang terkenal sebagai siswa yang tercepat di dalam pencapaian tingkat kesucian Arahat, tentu-nya harus di-mengerti bahwa, Seorang Bahiya bisa memiliki "kemampuan" seperti itu, karena parami (dalam hal ini bisa juga dikatakan kualitas bathin-nya) sudah mencapai tingkat tertentu, sehingga dengan hanya mendengarkan beberapa bait khotbah dhamma dari Sang Buddha, Bahiya mencapai kesucian Arahat.

Jika memang berniat seperti itu, buat-lah Adithana sehingga kelak di masa sammasammbuddha yang akan datang, bisa terlahir menjadi individu yang bakal mendapat gelar yang tercepat di dalam penembusan kesucian Arahat.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #98 on: 31 May 2010, 08:54:16 AM »
Saya melihat Usaha benar mendukung seseorang untuk mencapai pembebasan, kalau ada yang bilang dualisme maka semua juga merupakan dualisme.

cuplikan dari mahatanhasankhaya sutta :
  32. - 33. "Para bhikkhu sekarang Tathagata muncul di dunia Arahat Samma Sambuddha (lihat Culahatthipadopama Sutta 13-21) ia mensucikan pikirannya dari keragu-raguan (vicikiccha)"

  34. - 37. "Setelah melenyapkan lima rintangan (nivarana), kotoran-kotoran batin yang melemahkan pengertian, jauh dari keinginan nafsu, jauh dari akusala dhamma, ia mencapai dan berada dalam Jhana I (seperti dalam Bhayabherava Sutta 23-26) Jhana II, Jhana III, Jhana IV dan telah mensucikan batinnya karena keseimbangan batin."

  38. "Setelah melihat bentuk-bentuk dengan mata, ia tidak bergairah kalau hal itu menyenangkan; ia tidak kesal kalau hal itu tidak menyenangkan; ia berada dalam perhatian tubuh (kayasati) yang terbina dan pikiran berpengertian yang tak terbatas bagaimana mencapai kesucian batin (cetovimutti) dan kesucian kebijaksanaan (pannavimutti) sehingga semua akusala dhamma yang jahat lenyap tanpa sisa. Setelah meninggalkan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, ketika ia merasa suatu perasaan yang apakah menyenangkan, menyedihkan atau bukan menyenangkan maupun bukan menyedihkan, ia tidak menyukai perasaan itu tidak mantap dengan itu dan tidak melekat padanya. Ketika ia berbuat begitu rasa suka pada perasaan-perasaan itu lenyap. Dengan lenyapnya rasa suka maka kemelekatan lenyap; dengan lenyapnya kemelekatan maka 'perwujudan' lenyap dengan lenyapnya perwujudan maka kelahiran lenyap; dengan lenyapnya kelahiran maka usia tua dan kematian lenyap, juga kesedihan, ratap tangis, kesakitan, duka dan putus asa. Itulah bagaimana semua pendeitaan lenyap.
      Karena mendengar suara dengan telinga .......
      Karena mencium bau dengan hidung ...........
      Karena mengecap rasa dengan lidah .........
      Karena menyentuh sentuhan dengan tubuh ........
      Karena mengetahui objek pikiran (dhamma) dengan pikiran. Itulah bagaimana semua penderitaan lenyap"

  39. "Para bhikkhu, ingatlah kesucian karena pelenyapan total dari keinginan (tanhasankhayavimutti) yang saya uraikan ini. Tetapi bhikkhu Sati Kevattaputta telah terperangkap dalam jaring nafsu yang besar dan terkungkung oleh nafsu."
      Inilah yang dikatakan oleh Sang Tathagata. Para bhikkhu sangat puas dan senang terhadap kata-kata dari Sang Bhagava.
Semua yang kusala memang merupakan kondisi pendukung seseorang mencapai kesucian. Gampangnya, orang tidak bermoral tidak akan "nyampe" di alam manusia, otomatis tidak akan mengerti dhamma.

Saya tidak pernah bilang tidak ada gunanya, hanya saja itu memang tetap dalam dualisme.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #99 on: 31 May 2010, 08:54:37 AM »
Maap,Senior..Menyela...

Sotapanna memiliki pandangan benar?Disebutkan didalam mana ???

3 belenggu yang dipatahkan seorang sotapanna :

1.Pandangan "salah" mengenai adanya "atta" yang kekal = Sakkyaditthi..

tidak disebutkan "pandangan benar"?

kalau tidak mempunyai pandangan salah = memiliki pandangan benar?

Mohon bantuannya... :)

Regards,

Riky Liau
Memiliki pandangan benar berarti yah tidak memiliki pandangan salah. Sama seperti orang waras berarti tidak lagi memiliki kegilaan.
« Last Edit: 31 May 2010, 08:56:18 AM by Kainyn_Kutho »

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #100 on: 31 May 2010, 09:09:47 AM »
Saya melihat Usaha benar mendukung seseorang untuk mencapai pembebasan, kalau ada yang bilang dualisme maka semua juga merupakan dualisme.

cuplikan dari mahatanhasankhaya sutta :
  32. - 33. "Para bhikkhu sekarang Tathagata muncul di dunia Arahat Samma Sambuddha (lihat Culahatthipadopama Sutta 13-21) ia mensucikan pikirannya dari keragu-raguan (vicikiccha)"

  34. - 37. "Setelah melenyapkan lima rintangan (nivarana), kotoran-kotoran batin yang melemahkan pengertian, jauh dari keinginan nafsu, jauh dari akusala dhamma, ia mencapai dan berada dalam Jhana I (seperti dalam Bhayabherava Sutta 23-26) Jhana II, Jhana III, Jhana IV dan telah mensucikan batinnya karena keseimbangan batin."

  38. "Setelah melihat bentuk-bentuk dengan mata, ia tidak bergairah kalau hal itu menyenangkan; ia tidak kesal kalau hal itu tidak menyenangkan; ia berada dalam perhatian tubuh (kayasati) yang terbina dan pikiran berpengertian yang tak terbatas bagaimana mencapai kesucian batin (cetovimutti) dan kesucian kebijaksanaan (pannavimutti) sehingga semua akusala dhamma yang jahat lenyap tanpa sisa. Setelah meninggalkan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, ketika ia merasa suatu perasaan yang apakah menyenangkan, menyedihkan atau bukan menyenangkan maupun bukan menyedihkan, ia tidak menyukai perasaan itu tidak mantap dengan itu dan tidak melekat padanya. Ketika ia berbuat begitu rasa suka pada perasaan-perasaan itu lenyap. Dengan lenyapnya rasa suka maka kemelekatan lenyap; dengan lenyapnya kemelekatan maka 'perwujudan' lenyap dengan lenyapnya perwujudan maka kelahiran lenyap; dengan lenyapnya kelahiran maka usia tua dan kematian lenyap, juga kesedihan, ratap tangis, kesakitan, duka dan putus asa. Itulah bagaimana semua pendeitaan lenyap.
      Karena mendengar suara dengan telinga .......
      Karena mencium bau dengan hidung ...........
      Karena mengecap rasa dengan lidah .........
      Karena menyentuh sentuhan dengan tubuh ........
      Karena mengetahui objek pikiran (dhamma) dengan pikiran. Itulah bagaimana semua penderitaan lenyap"

  39. "Para bhikkhu, ingatlah kesucian karena pelenyapan total dari keinginan (tanhasankhayavimutti) yang saya uraikan ini. Tetapi bhikkhu Sati Kevattaputta telah terperangkap dalam jaring nafsu yang besar dan terkungkung oleh nafsu."
      Inilah yang dikatakan oleh Sang Tathagata. Para bhikkhu sangat puas dan senang terhadap kata-kata dari Sang Bhagava.
Semua yang kusala memang merupakan kondisi pendukung seseorang mencapai kesucian. Gampangnya, orang tidak bermoral tidak akan "nyampe" di alam manusia, otomatis tidak akan mengerti dhamma.

Saya tidak pernah bilang tidak ada gunanya, hanya saja itu memang tetap dalam dualisme.


kalau pembebasan termasuk kedalam dualitas bukan ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #101 on: 31 May 2010, 09:13:16 AM »
From The Collaborative International Dictionary of English v.0.48 :
doctrine \doc"trine\ (d[o^]k"tr[i^]n), n. [F. doctrine, L. doctrina, fr. doctor. See Doctor.]
1. Teaching; instruction.
2. That which is taught; what is held, put forth as true, and
        supported by a teacher, a school, or a sect; a principle
        or position, or the body of principles, in any branch of
        knowledge; any tenet or dogma; a principle of faith; as,
        the doctrine of atoms; the doctrine of chances. "The
        doctrine of gravitation." --I. Watts.

doc·trine  (dktrn)
n.
1. A principle or body of principles presented for acceptance or belief, as by a religious, political, scientific, or philosophic group; dogma.
2. A rule or principle of law, especially when established by precedent.
3. A statement of official government policy, especially in foreign affairs and military strategy.
4. Archaic Something taught; a teaching.

doc·trine  (dktrn)
n.
1. A principle or body of principles presented for acceptance or belief, as by a religious, political, scientific, or philosophic group; dogma.
2. A rule or principle of law, especially when established by precedent.
3. A statement of official government policy, especially in foreign affairs and military strategy.
4. Archaic Something taught; a teaching.
Singkatnya doktrin adalah pandangan, ajaran, panduan yang Palinya adalah vada. Dan Satipatthana adl ajaran yang memandu agar kita memandang fenomena dalam cara tertentu melalui 4 kerangka utama dengan tujuan utk menghalau penderitaan, mencapai metode yang benar dan merealisasi Nibbana.
Satipatthana bukan doktrin, tapi metode universal yang bisa dipraktikkan semua orang tanpa memeluk doktrin tertentu. Jika Satipatthana adalah doktrin, berdasarkan kepercayaan, diajarkan orang lain, berarti tidak ada yang namanya Samma Sambuddha dan Pacceka Buddha. Berarti pencerahan "terinspirasikan" dan muncul dari luar, bukan dari dalam.


Quote
Sudah oot makin jauh. FYI, saya akan berusaha sebaik2nya menjawab pertanyaan Bro Kain di atas dlm thread berbeda. Utk sekarang fokus aja pada pembahasan awal. Apakah Bro Kain yakin benar dalam Satipatthana tidak ada sama sekali penilaian kusala/akusala dan unsur usaha benar dalam menyikapi penilaian tsb? Karena pada bagian Dhammanupassana ada bagian yang meski tidak kentara tetapi berbeda dari kebanyakan bagian lain Satipatthana Sutta. Silakan para forumers menilai sendiri apakah Satipatthana yang diajarkan Sang Buddha adalah metode meditasi yang semata-mata pasif belaka terhadap objek apapun (sehingga Usaha tidak diperlukan) atau sebaliknya bertindak dengan mahir & cekatan berdasarkan sifat objek tsb (sehingga Usaha adalah perlu).
perbedaan: ShowHide
Nivarana sebagai akusala:
Quote
[1] "There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? There is the case where, there being sensual desire present within, a monk discerns that 'There is sensual desire present within me.' Or, there being no sensual desire present within, he discerns that 'There is no sensual desire present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen sensual desire. And he discerns how there is the abandoning of sensual desire once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of sensual desire that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining hindrances: ill will, sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally on mental qualities in & of themselves, or both internally & externally on mental qualities in & of themselves. Or he remains focused on the phenomenon of origination with regard to mental qualities, on the phenomenon of passing away with regard to mental qualities, or on the phenomenon of origination & passing away with regard to mental qualities. Or his mindfulness that 'There are mental qualities' is maintained to the extent of knowledge & remembrance. And he remains independent, unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances.

dan Samyojana sebagai akusala:
Quote
[3] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media? There is the case where he discerns the eye, he discerns forms, he discerns the fetter that arises dependent on both. He discerns how there is the arising of an unarisen fetter. And he discerns how there is the abandoning of a fetter once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of a fetter that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining sense media: ear, nose, tongue, body, & intellect.)

"In this way he remains focused internally on the mental qualities in & of themselves, or focused externally... unsustained by anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media.

Sebaliknya pada bagian Sambojjhanga sebagai kusala:
Quote
[4] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening? There is the case where, there being mindfulness as a factor for Awakening present within, he discerns that 'Mindfulness as a factor for Awakening is present within me.' Or, there being no mindfulness as a factor for Awakening present within, he discerns that 'Mindfulness as a factor for Awakening is not present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen mindfulness as a factor for Awakening. And he discerns how there is the culmination of the development of mindfulness as a factor for Awakening once it has arisen. (The same formula is repeated for the remaining factors for Awakening: analysis of qualities, persistence, rapture, serenity, concentration, & equanimity.)

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally... unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening.


Sukhi hotu,
 _/\_
Pendapat saya, dalam Satipatthana, apa pun objek yang ada, dikenali sebagaimana adanya. Jika kusala, maka dikenali sebagai kusala. Jika akusala, dikenali sebagai akusala. Namun dalam Satipatthana tersebut tidak ada pengembangan kusala dan penekanan terhadap akusala.

Saya setuju sudah OOT, jadi Saya tidak akan melanjutkan lagi. Pendek saja, apa yang saya pegang adalah ucapan Buddha tentang kamma di mana kamma gelap membawa pada hasil gelap, kamma terang membawa hasil terang, kamma gelap dan terang pada hasil gelap dan terang, dan kamma bukan gelap bukan terang yang menuju pada terhentinya kelahiran kembali.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #102 on: 31 May 2010, 09:16:01 AM »
dalam buddhis itu namanya Sadha = keyakinan, tanpa ada keyakinan sulit untuk berkembang.
Betul, tanpa Saddha yang benar (=hasil penyelidikan) juga tidak akan berkembang. Saya pun tidak bilang saddha ditinggalkan saja. Namun tanpa menyadari Saddha sebagai Saddha, kebenaran sebagai kebenaran, terjerat dalam "Saddhaku adalah kebenaran," maka seseorang tidak akan berkembang lebih jauh dari itu.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #103 on: 31 May 2010, 09:23:22 AM »
Anda setuju kalau bagi awam yang hanya memahami anatta dari baca2 sutta melulu, cuma sebatas iman ?
Memahami kebenaran itu bisa sekaligus atau seluruhnya, maka dhamma diajarkan bertahap. Sangat mungkin ada untuk batas tertentu, orang memahaminya, walaupun belum keseluruhannya. Jadi betul keseluruhannya hanya sebatas iman, namun ada sebagian yang bisa dibuktikan oleh awam/puthujjana.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #104 on: 31 May 2010, 09:30:19 AM »
Selama ini terbentuk pandangan bahwa JMB-8 membutuhkan suatu 'daya upaya', sehingga oleh sebagian orang dianggap JMB-8 ini bertentangan dengan Bahiya Sutta.

Mungkin cukup banyak dari kita yg setuju bahwa sutta2 dalam Tipitaka sedemikian sempurnanya sehingga sulit dicari sutta2 yg bertentangan. Yang ada hanyalah: "Pemahaman yg Berlapis". Sang Buddha memaparkan Sutta, tergantung tingkatan batin subyeknya, sehingga dengan demikian, keseluruhan sutta dalam Tipitaka adalah 'Jalan' untuk mengakhiri Dukkha.

Sejauh ini, para Master -yg kemungkinan- telah mencapai kesempurnaan belum ada yg mencela JMB-8 maupun Bahiya sutta, sehingga dapat kita simpulkan bahwa JMB-8 dan Bahiya adalah elok adanya.

Saya secara pribadi setuju bahwa Bahiya Sutta sangatlah unik. Bahiya Sutta termasuk salah satu Sutta yg secara kontras membedakan Buddhisme dengan ajaran2 / agama lainnya. Bahiya Sutta bukanlah konsumsi orang2 dengan level batin rata2. 
Saya pikir Sutta itu adalah masalah kecocokan, bukan level. Bahiya Sutta juga diberikan pada Malunkyaputta, yang tentu saja pencapaiannya tidak secepat Bahiya. (Levelnya Bahiya yang spesial, suttanya tidak.)


Quote
Tapi sudah saya sampaikan bahwa pemahaman dalam Tipitaka adalah "Berlapis". Sila, Samadhi dan Panna yg dipaparkan dalam Tipitaka, jika dipraktikkan, maka akan dipahami secara bertahap, sehingga penembusannyapun secara bertahap. Bahiya sutta, meskipun sangat unik, tidak terlepas dari kombinasi Sila, Samadhi dan Panna ini.

Mungkin kita bisa mengambil contoh dari kehidupan para Bhikkhu yg diduga telah mencapai kesucian. apakah Beliau2 tersebut masih mempraktikkan Sila, Samdhi dan Panna? Sudah pasti, hanya saja mungkin, Pemahaman yg mendasari praktik mereka tsb sudah lebih mendalam dibanding motivasi praktik kita.

Dengan demikian, saya secara pribadi, tidak setuju jika dikatakan jalan yg ini adalah dualitas, sedangkan jalan yg itu tidak, dikarenakan 'penembusan yg bertahap; tadi sehingga kesemua jalan adalah sama.

Yg membedakan hanyalah level batin si praktisi, seseorang yg sudah tercerahkan akan memahami bahiya, dll sekaligus melakukan Sila dengan tanpa adanya dualitas. Namun seseorang yg masih awam, mungkin akan melakukan sila dengan motivasi tertentu dan tentu saja praktik Bahiya-nya pun mempunyai tujuan, usaha atau dualitas.

::
Jika beberapa point dalam JMB 8 ada di dalam ajaran lain, apakah berarti ajaran lain pun secara bertahap akan membawa pada pembebasan? Misalnya di ajaran tetangga ada "jika matamu membuatmu berdosa, cucuklah dan buanglah" ini memiliki esensi yang sama dengan usaha benar di bagian "dengan sepenuh daya upaya menghalangi yang buruk agar tidak timbul". Apakah secara bertahap juga umat tersebt akan menuju pembebasan?


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #105 on: 31 May 2010, 09:32:52 AM »
kalau pembebasan termasuk kedalam dualitas bukan ;D
Dalam kacamata duniawi, dilihat oleh orang awam, ya, masih dualitas. Jika mengalami sendiri, saya yakin (dengan iman -karena saya belum sampai ke sana-) dualitas ataupun absolut tidak tepat menggambarkannya.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #106 on: 31 May 2010, 09:38:15 AM »
kalau pembebasan termasuk kedalam dualitas bukan ;D
Dalam kacamata duniawi, dilihat oleh orang awam, ya, masih dualitas. Jika mengalami sendiri, saya yakin (dengan iman -karena saya belum sampai ke sana-) dualitas ataupun absolut tidak tepat menggambarkannya.

:)) ya masih dalam tataran iman :))
Buddha memang selalu melakukan perbandingan buruk baik, nibbana samsara, dukkha sukkha dll ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #107 on: 31 May 2010, 09:49:48 AM »
kalau pembebasan termasuk kedalam dualitas bukan ;D
Dalam kacamata duniawi, dilihat oleh orang awam, ya, masih dualitas. Jika mengalami sendiri, saya yakin (dengan iman -karena saya belum sampai ke sana-) dualitas ataupun absolut tidak tepat menggambarkannya.

:)) ya masih dalam tataran iman :))
Buddha memang selalu melakukan perbandingan buruk baik, nibbana samsara, dukkha sukkha dll ;D
Apakah kemudian Buddha dan arahat lain lalu masih melakukan perbuatan baik dan menghindari hal buruk?

Offline Hasan Teguh

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 199
  • Reputasi: -3
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #108 on: 31 May 2010, 10:00:58 AM »
Bro Hasan, diskusi yg baik seharusnya dua arah, bukan bertanya melulu, sewaktu anda bertanya, saya menjawab, dan sebaliknya.
Ini bukan SP1 kan ?  :D

IMO, dalam diskusi kita juga perlu menghargai keunikan pihak lain, tidak bisa kita mengharapkan orang lain agar sesuai dengan selera kita.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #109 on: 31 May 2010, 10:13:00 AM »
Bro Hasan, diskusi yg baik seharusnya dua arah, bukan bertanya melulu, sewaktu anda bertanya, saya menjawab, dan sebaliknya.
Ini bukan SP1 kan ?  :D

IMO, dalam diskusi kita juga perlu menghargai keunikan pihak lain, tidak bisa kita mengharapkan orang lain agar sesuai dengan selera kita.

saya tidak berwenang untuk menerbitkan SP. kalau begitu bisakah anda mulai menjawab pertanyaan yg saya (dan beberapa member lain) ajukan kepada anda?

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #110 on: 31 May 2010, 11:43:21 AM »
Quote from: Kainyn_Kutho
Jika beberapa point dalam JMB 8 ada di dalam ajaran lain, apakah berarti ajaran lain pun secara bertahap akan membawa pada pembebasan? Misalnya di ajaran tetangga ada "jika matamu membuatmu berdosa, cucuklah dan buanglah" ini memiliki esensi yang sama dengan usaha benar di bagian "dengan sepenuh daya upaya menghalangi yang buruk agar tidak timbul". Apakah secara bertahap juga umat tersebt akan menuju pembebasan?

Saya ingin menanggapi hal di atas...

Menurut saya, tanpa kelengkapan ruas-ruas jalan lainnya, maka secara bertahap umat tersebut hanya akan menjadi lebih bermoral.

Offline sisca halim

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 13
  • Reputasi: -9
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #111 on: 31 May 2010, 12:24:36 PM »
Quote
ini bukan SP1 kan?  ;D

IMO, dalam diskusi kita juga perlu menghargai keunikan pihak lain,tidak bisa kita mengharapkan orang lain agar sesuai dengan selera kita
.

Mas Kumis Indra bukan glomod lagi,mana bisa kasih SP1 wkwkwkwkwkwkwk,makanya dia malu jadi glomod lagi biar bisa galak2 dan intimidasi member yang tidak sealiran wkwkwkwkwkwk dan dia hanya tidak galak pada TTM nya Riku Gay

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #112 on: 31 May 2010, 12:31:52 PM »
Quote
ini bukan SP1 kan?  ;D

IMO, dalam diskusi kita juga perlu menghargai keunikan pihak lain,tidak bisa kita mengharapkan orang lain agar sesuai dengan selera kita
.

Mas Kumis Indra bukan glomod lagi,mana bisa kasih SP1 wkwkwkwkwkwkwk,makanya dia malu jadi glomod lagi biar bisa galak2 dan intimidasi member yang tidak sealiran wkwkwkwkwkwk dan dia hanya tidak galak pada TTM nya Riku Gay

Bro Sisca, sebaiknya anda membuat thread baru khusus untuk menyerang saya, tidak baik mengacaukan diskusi serius spt ini

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #113 on: 31 May 2010, 02:55:38 PM »
kalau pembebasan termasuk kedalam dualitas bukan ;D
Dalam kacamata duniawi, dilihat oleh orang awam, ya, masih dualitas. Jika mengalami sendiri, saya yakin (dengan iman -karena saya belum sampai ke sana-) dualitas ataupun absolut tidak tepat menggambarkannya.

:)) ya masih dalam tataran iman :))
Buddha memang selalu melakukan perbandingan buruk baik, nibbana samsara, dukkha sukkha dll ;D
Apakah kemudian Buddha dan arahat lain lalu masih melakukan perbuatan baik dan menghindari hal buruk?
pastinya sih gak tau, tapi sepertinya iya, kalau ada arahat yang melakukan hal buruk patut dipertanyakan kembali ajaran Buddha yang seperti begitu.

ketika buddha membabarkan dhamma itu merupakan hal yang baik, ketika buddha membetulkan pandangan salah dari muridnya itu menrupakan hal yang baik juga ;D
« Last Edit: 31 May 2010, 02:58:37 PM by ryu »
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #114 on: 31 May 2010, 03:52:33 PM »
pastinya sih gak tau, tapi sepertinya iya, kalau ada arahat yang melakukan hal buruk patut dipertanyakan kembali ajaran Buddha yang seperti begitu.

ketika buddha membabarkan dhamma itu merupakan hal yang baik, ketika buddha membetulkan pandangan salah dari muridnya itu menrupakan hal yang baik juga ;D
Ketika Buddha berbelas kasih mengajarkan dhamma, apakah itu kusala, akusala, ataukah kiriya?
Apakah seorang Arahat selama hidup terakhirnya masih menanam kamma?


Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #115 on: 31 May 2010, 03:58:50 PM »



Jika beberapa point dalam JMB 8 ada di dalam ajaran lain, apakah berarti ajaran lain pun secara bertahap akan membawa pada pembebasan? Misalnya di ajaran tetangga ada "jika matamu membuatmu berdosa, cucuklah dan buanglah" ini memiliki esensi yang sama dengan usaha benar di bagian "dengan sepenuh daya upaya menghalangi yang buruk agar tidak timbul". Apakah secara bertahap juga umat tersebt akan menuju pembebasan?



Menurut saya, jika ada Ajaran lain yg mengajarkan point2 di JMB-8 sama lengkapnya, maka Ajaran tsb akan bisa membawa kepada pembebasan.

----

tambahan:

sy sebenarnya tdk peduli ajaran ini disebut Buddhisme atau apalah, yg pasti Sila-Samadhi-Panna yg terjabar ke JMB-8 dan terinci ke ribuan sutta2, imo,  adalah jalan yg bisa membawa keluar dari dukkha.. apapun namanya.


::
« Last Edit: 31 May 2010, 04:04:45 PM by williamhalim »
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #116 on: 31 May 2010, 04:20:28 PM »
pastinya sih gak tau, tapi sepertinya iya, kalau ada arahat yang melakukan hal buruk patut dipertanyakan kembali ajaran Buddha yang seperti begitu.

ketika buddha membabarkan dhamma itu merupakan hal yang baik, ketika buddha membetulkan pandangan salah dari muridnya itu menrupakan hal yang baik juga ;D
Ketika Buddha berbelas kasih mengajarkan dhamma, apakah itu kusala, akusala, ataukah kiriya?
Apakah seorang Arahat selama hidup terakhirnya masih menanam kamma?


Kusala Garuka Kamma adalah Perbuatan Baik yang berat.  Yang disebut Kusala Garuka Kamma adalah hasil dari melaksanakan Samatha-Bhavana (meditasi ketenangan batin) sehingga mencapai Rupa-Jhana 4 dan Arupa-Jhana 4 atau disebut Jhana 8. Akibat dari melakukan Kusala Garuka Kamma adalah tumimbal-Iahir di alam Brahma.
Akusala Garuka Kamma, bila tidak ada waktu menimbulkan hasil, tetapi mempunyai kesempatan untuk menjadi Upatthambhaka Kamma (Kamma membantu). Sebaliknya, Kusala Garuka Kamma itu, bila tidak ada waktu menimbulkan hasil, akan menjadi Ahosi Kamma dan tidak mempunyai kesempatan untuk menjadi Upatthambhaka Kamma (Kamma membantu).
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #117 on: 31 May 2010, 04:26:22 PM »
Kusala Garuka Kamma adalah Perbuatan Baik yang berat.  Yang disebut Kusala Garuka Kamma adalah hasil dari melaksanakan Samatha-Bhavana (meditasi ketenangan batin) sehingga mencapai Rupa-Jhana 4 dan Arupa-Jhana 4 atau disebut Jhana 8. Akibat dari melakukan Kusala Garuka Kamma adalah tumimbal-Iahir di alam Brahma.
Akusala Garuka Kamma, bila tidak ada waktu menimbulkan hasil, tetapi mempunyai kesempatan untuk menjadi Upatthambhaka Kamma (Kamma membantu). Sebaliknya, Kusala Garuka Kamma itu, bila tidak ada waktu menimbulkan hasil, akan menjadi Ahosi Kamma dan tidak mempunyai kesempatan untuk menjadi Upatthambhaka Kamma (Kamma membantu).
Bro ryu, Arahat tidak lagi menanam kamma. Mereka masih menerima buah kamma jika saatnya berbuah, namun tidak menanam yang baru. Itulah sebabnya dalam Abhidhamma, kehendak yang timbul pada mereka disebut "kiriya" bukan "kamma".


Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #118 on: 31 May 2010, 05:45:47 PM »
Previous quote from Jerry: ShowHide
From The Collaborative International Dictionary of English v.0.48 :
doctrine \doc"trine\ (d[o^]k"tr[i^]n), n. [F. doctrine, L. doctrina, fr. doctor. See Doctor.]
1. Teaching; instruction.
2. That which is taught; what is held, put forth as true, and
        supported by a teacher, a school, or a sect; a principle
        or position, or the body of principles, in any branch of
        knowledge; any tenet or dogma; a principle of faith; as,
        the doctrine of atoms; the doctrine of chances. "The
        doctrine of gravitation." --I. Watts.

doc·trine  (dktrn)
n.
1. A principle or body of principles presented for acceptance or belief, as by a religious, political, scientific, or philosophic group; dogma.
2. A rule or principle of law, especially when established by precedent.
3. A statement of official government policy, especially in foreign affairs and military strategy.
4. Archaic Something taught; a teaching.

doc·trine  (dktrn)
n.
1. A principle or body of principles presented for acceptance or belief, as by a religious, political, scientific, or philosophic group; dogma.
2. A rule or principle of law, especially when established by precedent.
3. A statement of official government policy, especially in foreign affairs and military strategy.
4. Archaic Something taught; a teaching.
Singkatnya doktrin adalah pandangan, ajaran, panduan yang Palinya adalah vada. Dan Satipatthana adl ajaran yang memandu agar kita memandang fenomena dalam cara tertentu melalui 4 kerangka utama dengan tujuan utk menghalau penderitaan, mencapai metode yang benar dan merealisasi Nibbana.

Satipatthana bukan doktrin, tapi metode universal yang bisa dipraktikkan semua orang tanpa memeluk doktrin tertentu. Jika Satipatthana adalah doktrin, berdasarkan kepercayaan, diajarkan orang lain, berarti tidak ada yang namanya Samma Sambuddha dan Pacceka Buddha. Berarti pencerahan "terinspirasikan" dan muncul dari luar, bukan dari dalam.
Kenyataannya Satipatthana diajarkan oleh Sang Buddha sehingga Satipatthana merupakan doktrin metode yang berasal dari seorang Buddha, doktrin Buddha. Kenyataannya, tidak semua orang yg memeluk doktrin lain yg berbeda akan menerima Satipatthana ini jika diberikan.

Saya tidak menyangkal bahwa pada suatu masa tertentu, di tempat tertentu di mana tidak ada ajaran seorang Buddha, akan ada yang mampu merealisasikan pencerahan melalui penemuannya akan keseluruhan/sebagian metode Satipatthana. Namun ketika metode ini dia ajarkan pada orang lain, saat itu juga metode itu menjadi sebuah doktrin, sebuah ajaran. Jadi batasi diskusi kita pada konteksnya agar tidak melebar kemana-mana karena saya tidak & tidak pernah berpendapat bahwa tidak akan ada Samma Sambuddha dan Pacceka Buddha. Kenyataannya di thread lalu tentang topik itu saya bahkan tidak pernah berpendapat bahwa seorg Samma Sambuddha merealisasikan kebuddhaannya melalui ingatan masa lalu sbg seorg siswa Samma Sambuddha terdahulu.

Maaf bro.. Sekadar mengingatkan, kesimpulan akan pencerahan terinspirasikan dan muncul entah dari luar atau dari dalam diri, tidaklah valid.

Previous quote from: Jerry: ShowHide
Quote
Sudah oot makin jauh. FYI, saya akan berusaha sebaik2nya menjawab pertanyaan Bro Kain di atas dlm thread berbeda. Utk sekarang fokus aja pada pembahasan awal. Apakah Bro Kain yakin benar dalam Satipatthana tidak ada sama sekali penilaian kusala/akusala dan unsur usaha benar dalam menyikapi penilaian tsb? Karena pada bagian Dhammanupassana ada bagian yang meski tidak kentara tetapi berbeda dari kebanyakan bagian lain Satipatthana Sutta. Silakan para forumers menilai sendiri apakah Satipatthana yang diajarkan Sang Buddha adalah metode meditasi yang semata-mata pasif belaka terhadap objek apapun (sehingga Usaha tidak diperlukan) atau sebaliknya bertindak dengan mahir & cekatan berdasarkan sifat objek tsb (sehingga Usaha adalah perlu).
[spoiler=perbedaan]Nivarana sebagai akusala:
Quote
[1] "There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? There is the case where, there being sensual desire present within, a monk discerns that 'There is sensual desire present within me.' Or, there being no sensual desire present within, he discerns that 'There is no sensual desire present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen sensual desire. And he discerns how there is the abandoning of sensual desire once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of sensual desire that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining hindrances: ill will, sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally on mental qualities in & of themselves, or both internally & externally on mental qualities in & of themselves. Or he remains focused on the phenomenon of origination with regard to mental qualities, on the phenomenon of passing away with regard to mental qualities, or on the phenomenon of origination & passing away with regard to mental qualities. Or his mindfulness that 'There are mental qualities' is maintained to the extent of knowledge & remembrance. And he remains independent, unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances.

dan Samyojana sebagai akusala:
Quote
[3] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media? There is the case where he discerns the eye, he discerns forms, he discerns the fetter that arises dependent on both. He discerns how there is the arising of an unarisen fetter. And he discerns how there is the abandoning of a fetter once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of a fetter that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining sense media: ear, nose, tongue, body, & intellect.)

"In this way he remains focused internally on the mental qualities in & of themselves, or focused externally... unsustained by anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media.

Sebaliknya pada bagian Sambojjhanga sebagai kusala:
Quote
[4] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening? There is the case where, there being mindfulness as a factor for Awakening present within, he discerns that 'Mindfulness as a factor for Awakening is present within me.' Or, there being no mindfulness as a factor for Awakening present within, he discerns that 'Mindfulness as a factor for Awakening is not present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen mindfulness as a factor for Awakening. And he discerns how there is the culmination of the development of mindfulness as a factor for Awakening once it has arisen. (The same formula is repeated for the remaining factors for Awakening: analysis of qualities, persistence, rapture, serenity, concentration, & equanimity.)

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally... unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening.


Sukhi hotu,
 _/\_
[/spoiler]
Pendapat saya, dalam Satipatthana, apa pun objek yang ada, dikenali sebagaimana adanya. Jika kusala, maka dikenali sebagai kusala. Jika akusala, dikenali sebagai akusala. Namun dalam Satipatthana tersebut tidak ada pengembangan kusala dan penekanan terhadap akusala. [/quote]
Bila hanya mentok pada melihat objek sebagaimana adanya dan tidak ada penekanan thdp akusala sebaliknya pengembangan thdp kusala, mungkin beginilah bagan Satipatthana bagian Dhammanupassana menurut Bro Kain?
Satipatthana bagian Dhammanupassana dalam pandangan non-dualis: ShowHide
Quote
D. Mental Qualities

"And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves?

[1] "There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? There is the case where, there being sensual desire present within, a monk discerns that 'There is sensual desire present within me.' Or, there being no sensual desire present within, he discerns that 'There is no sensual desire present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen sensual desire. And he discerns how there is the abandoning of sensual desire once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of sensual desire that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining hindrances: ill will, sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally on mental qualities in & of themselves, or both internally & externally on mental qualities in & of themselves. Or he remains focused on the phenomenon of origination with regard to mental qualities, on the phenomenon of passing away with regard to mental qualities, or on the phenomenon of origination & passing away with regard to mental qualities. Or his mindfulness that 'There are mental qualities' is maintained to the extent of knowledge & remembrance. And he remains independent, unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances.

[2] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five clinging-aggregates. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five clinging-aggregates? There is the case where a monk [discerns]: 'Such is form, such its origination, such its disappearance. Such is feeling... Such is perception... Such are fabrications... Such is consciousness, such its origination, such its disappearance.'

"In this way he remains focused internally on the mental qualities in & of themselves, or focused externally... unsustained by anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five clinging-aggregates.

[3] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media? There is the case where he discerns the eye, he discerns forms, he discerns the fetter that arises dependent on both. He discerns how there is the arising of an unarisen fetter. And he discerns how there is the abandoning of a fetter once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of a fetter that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining sense media: ear, nose, tongue, body, & intellect.)

"In this way he remains focused internally on the mental qualities in & of themselves, or focused externally... unsustained by anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media.

[4] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening? There is the case where, there being mindfulness as a factor for Awakening present within, he discerns that 'Mindfulness as a factor for Awakening is present within me.' Or, there being no mindfulness as a factor for Awakening present within, he discerns that 'Mindfulness as a factor for Awakening is not present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen mindfulness as a factor for Awakening. And he discerns how there is the culmination of the development of mindfulness as a factor for Awakening once it has arisen. (The same formula is repeated for the remaining factors for Awakening: analysis of qualities, persistence, rapture, serenity, concentration, & equanimity.)

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally... unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening.

[5] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the four noble truths. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the four noble truths? There is the case where he discerns, as it has come to be, that 'This is stress.' He discerns, as it has come to be, that 'This is the origination of stress.' He discerns, as it has come to be, that 'This is the cessation of stress.' He discerns, as it has come to be, that 'This is the way leading to the cessation of stress.' [1]

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally on mental qualities in & of themselves, or both internally & externally on mental qualities in & of themselves. Or he remains focused on the phenomenon of origination with regard to mental qualities, on the phenomenon of passing away with regard to mental qualities, or on the phenomenon of origination & passing away with regard to mental qualities. Or his mindfulness that 'There are mental qualities' is maintained to the extent of knowledge & remembrance. And he remains independent, unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the four noble truths...

Pendapat saya, dalam meditasi non-dualisme yang umum ditemukan di mana saja yg berbau New Age dan bersifat universal spiritualism, memang hanya sejauh melihat timbul tenggelamnya fenomena lah yang ada. Jika demikian, pastilah pencerahan tidak sulit direalisasikan! Bahkan mungkin setiap yogi yg berdedikasi tidak akan terlahirkan kembali karena itulah kelahiran terakhir mereka.

Saya setuju sudah OOT, jadi Saya tidak akan melanjutkan lagi. Pendek saja, apa yang saya pegang adalah ucapan Buddha tentang kamma di mana kamma gelap membawa pada hasil gelap, kamma terang membawa hasil terang, kamma gelap dan terang pada hasil gelap dan terang, dan kamma bukan gelap bukan terang yang menuju pada terhentinya kelahiran kembali.
Saya tidak bermaksud agar diskusi dihentikan, tetapi OOTnya yg dihentikan. Semoga jelas. :)
Meski JMB8 adalah jenis kamma bukan gelap bukan terang yg membawa pada terhentinya kelahiran bukan berarti kamma jenis ini menegasikan terang seperti halnya kepada gelap, melainkan mendaya-gunakan terang sebagai batu loncatan. Kongruen dng bunyi Dhammapada ayat 183.

Sukhi hotu,
 _/\_ _/\_
appamadena sampadetha

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #119 on: 31 May 2010, 07:17:09 PM »
Kusala Garuka Kamma adalah Perbuatan Baik yang berat.  Yang disebut Kusala Garuka Kamma adalah hasil dari melaksanakan Samatha-Bhavana (meditasi ketenangan batin) sehingga mencapai Rupa-Jhana 4 dan Arupa-Jhana 4 atau disebut Jhana 8. Akibat dari melakukan Kusala Garuka Kamma adalah tumimbal-Iahir di alam Brahma.
Akusala Garuka Kamma, bila tidak ada waktu menimbulkan hasil, tetapi mempunyai kesempatan untuk menjadi Upatthambhaka Kamma (Kamma membantu). Sebaliknya, Kusala Garuka Kamma itu, bila tidak ada waktu menimbulkan hasil, akan menjadi Ahosi Kamma dan tidak mempunyai kesempatan untuk menjadi Upatthambhaka Kamma (Kamma membantu).
Bro ryu, Arahat tidak lagi menanam kamma. Mereka masih menerima buah kamma jika saatnya berbuah, namun tidak menanam yang baru. Itulah sebabnya dalam Abhidhamma, kehendak yang timbul pada mereka disebut "kiriya" bukan "kamma".


ok deh, aye kaga begitu paham sih istilah2 begitu ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline dukun

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 148
  • Reputasi: 8
  • Long lasting love
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #120 on: 01 June 2010, 08:18:29 AM »
Usaha benar adalah usaha benar. Dualitas hanyalah terbentuk dari pikiran yang berpaku pada konsep hitam putih saja.

ada kalanya mengarahkan energi agar kita selalu selaras dengan dhamma adalah usaha benar
Ada kalanya energi tidak perlu berlebihan , ia harus melepaskan/mengendurkan energinya maka juga usaha benar.
Ada kalanya pikiran tidak baik muncul dan ketika disadari hingga lenyap kemudian mengembangkan pikiran baik melalui konsentrasi dan pandangan terang adalah usaha benar. Jadi usaha benar adalah keseluruhan aspek pengarahan pada satu yaitu kebenaran. Jika dualisme maka kadang ia terseret pada usaha tidak benar dan benar juga ketika pikiran baik dan tidak baik. Kenyataanya Buddha hanya mengajarkan suatu kebenaran dari usaha benar .

Tujuan dari usaha benar adalah mencapai pembebasan sejati. Usaha benar bukanlah mengenai dualitas baik dan buruk suatu usaha karena usaha benar itu adalah kebenaran sejati yang hanya yang benar. Usaha benar tidak mungkin dan mustahil tidak baik dan baik. Ia hanya baik dan benar.
« Last Edit: 01 June 2010, 08:22:49 AM by dukun »
Everjoy

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #121 on: 01 June 2010, 08:53:31 AM »
Kenyataannya Satipatthana diajarkan oleh Sang Buddha sehingga Satipatthana merupakan doktrin metode yang berasal dari seorang Buddha, doktrin Buddha. Kenyataannya, tidak semua orang yg memeluk doktrin lain yg berbeda akan menerima Satipatthana ini jika diberikan.

Saya tidak menyangkal bahwa pada suatu masa tertentu, di tempat tertentu di mana tidak ada ajaran seorang Buddha, akan ada yang mampu merealisasikan pencerahan melalui penemuannya akan keseluruhan/sebagian metode Satipatthana. Namun ketika metode ini dia ajarkan pada orang lain, saat itu juga metode itu menjadi sebuah doktrin, sebuah ajaran. Jadi batasi diskusi kita pada konteksnya agar tidak melebar kemana-mana karena saya tidak & tidak pernah berpendapat bahwa tidak akan ada Samma Sambuddha dan Pacceka Buddha. Kenyataannya di thread lalu tentang topik itu saya bahkan tidak pernah berpendapat bahwa seorg Samma Sambuddha merealisasikan kebuddhaannya melalui ingatan masa lalu sbg seorg siswa Samma Sambuddha terdahulu.

Maaf bro.. Sekadar mengingatkan, kesimpulan akan pencerahan terinspirasikan dan muncul entah dari luar atau dari dalam diri, tidaklah valid.
Kalau begitu dalam hal ini kita berbeda. Bro Jerry melihat Satipatthana sebagai bagian dari doktrin, ajaran yang diterima sebagai kebenaran. Bagi saya, ajaran macam Anicca-dukkha-anatta, JMB8, 4KM, semua adalah doktrin; Doktrin tersebut diberikan bukan untuk dipercaya, melainkan untuk diselidiki. Satipatthana adalah metode untuk menyelidikinya. Satipatthana adalah terlepas dari doktrin apa pun.

Itulah sebabnya orang yang tidak percaya ucapan Buddha, bahkan menolak Buddha, ketika ia sendiri menyelidikinya dengan benar, ia bisa melihat kebenaran. (contoh: Pukkusati yang ketika mendengarkan uraian Dhatuvibhanga tidak melihat Buddha sebagai gurunya, namun ia melakukan penyelidikan dan menembus Anagami-phala; Khema memiliki "doktrin" kecantikan fisik sebagai yang terutama menolak "doktrin" perubahan dari Buddha. Tetapi ketika ia sendiri melihat, menyelidiki ketidakkekalan, dapat menembus Sotapatti & Arahatta-phala.)
Demikianlah definisi kita berbeda.


Quote
Bila hanya mentok pada melihat objek sebagaimana adanya dan tidak ada penekanan thdp akusala sebaliknya pengembangan thdp kusala, mungkin beginilah bagan Satipatthana bagian Dhammanupassana menurut Bro Kain?
Satipatthana bagian Dhammanupassana dalam pandangan non-dualis: ShowHide
Quote
D. Mental Qualities

"And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves?

[1] "There is the case where a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances. And how does a monk remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances? There is the case where, there being sensual desire present within, a monk discerns that 'There is sensual desire present within me.' Or, there being no sensual desire present within, he discerns that 'There is no sensual desire present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen sensual desire. And he discerns how there is the abandoning of sensual desire once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of sensual desire that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining hindrances: ill will, sloth & drowsiness, restlessness & anxiety, and uncertainty.)

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally on mental qualities in & of themselves, or both internally & externally on mental qualities in & of themselves. Or he remains focused on the phenomenon of origination with regard to mental qualities, on the phenomenon of passing away with regard to mental qualities, or on the phenomenon of origination & passing away with regard to mental qualities. Or his mindfulness that 'There are mental qualities' is maintained to the extent of knowledge & remembrance. And he remains independent, unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five hindrances.

[2] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five clinging-aggregates. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five clinging-aggregates? There is the case where a monk [discerns]: 'Such is form, such its origination, such its disappearance. Such is feeling... Such is perception... Such are fabrications... Such is consciousness, such its origination, such its disappearance.'

"In this way he remains focused internally on the mental qualities in & of themselves, or focused externally... unsustained by anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the five clinging-aggregates.

[3] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media? There is the case where he discerns the eye, he discerns forms, he discerns the fetter that arises dependent on both. He discerns how there is the arising of an unarisen fetter. And he discerns how there is the abandoning of a fetter once it has arisen. And he discerns how there is no future arising of a fetter that has been abandoned. (The same formula is repeated for the remaining sense media: ear, nose, tongue, body, & intellect.)

"In this way he remains focused internally on the mental qualities in & of themselves, or focused externally... unsustained by anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the sixfold internal & external sense media.

[4] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening? There is the case where, there being mindfulness as a factor for Awakening present within, he discerns that 'Mindfulness as a factor for Awakening is present within me.' Or, there being no mindfulness as a factor for Awakening present within, he discerns that 'Mindfulness as a factor for Awakening is not present within me.' He discerns how there is the arising of unarisen mindfulness as a factor for Awakening. And he discerns how there is the culmination of the development of mindfulness as a factor for Awakening once it has arisen. (The same formula is repeated for the remaining factors for Awakening: analysis of qualities, persistence, rapture, serenity, concentration, & equanimity.)

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally... unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the seven factors for Awakening.

[5] "Furthermore, the monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the four noble truths. And how does he remain focused on mental qualities in & of themselves with reference to the four noble truths? There is the case where he discerns, as it has come to be, that 'This is stress.' He discerns, as it has come to be, that 'This is the origination of stress.' He discerns, as it has come to be, that 'This is the cessation of stress.' He discerns, as it has come to be, that 'This is the way leading to the cessation of stress.' [1]

"In this way he remains focused internally on mental qualities in & of themselves, or externally on mental qualities in & of themselves, or both internally & externally on mental qualities in & of themselves. Or he remains focused on the phenomenon of origination with regard to mental qualities, on the phenomenon of passing away with regard to mental qualities, or on the phenomenon of origination & passing away with regard to mental qualities. Or his mindfulness that 'There are mental qualities' is maintained to the extent of knowledge & remembrance. And he remains independent, unsustained by (not clinging to) anything in the world. This is how a monk remains focused on mental qualities in & of themselves with reference to the four noble truths...

Pendapat saya, dalam meditasi non-dualisme yang umum ditemukan di mana saja yg berbau New Age dan bersifat universal spiritualism, memang hanya sejauh melihat timbul tenggelamnya fenomena lah yang ada. Jika demikian, pastilah pencerahan tidak sulit direalisasikan! Bahkan mungkin setiap yogi yg berdedikasi tidak akan terlahirkan kembali karena itulah kelahiran terakhir mereka.

Saya setuju sudah OOT, jadi Saya tidak akan melanjutkan lagi. Pendek saja, apa yang saya pegang adalah ucapan Buddha tentang kamma di mana kamma gelap membawa pada hasil gelap, kamma terang membawa hasil terang, kamma gelap dan terang pada hasil gelap dan terang, dan kamma bukan gelap bukan terang yang menuju pada terhentinya kelahiran kembali.
Saya tidak bermaksud agar diskusi dihentikan, tetapi OOTnya yg dihentikan. Semoga jelas. :)
Meski JMB8 adalah jenis kamma bukan gelap bukan terang yg membawa pada terhentinya kelahiran bukan berarti kamma jenis ini menegasikan terang seperti halnya kepada gelap, melainkan mendaya-gunakan terang sebagai batu loncatan. Kongruen dng bunyi Dhammapada ayat 183.

Sukhi hotu,
 _/\_ _/\_
Baiklah, agar tidak OOT, kita asumsikan saya menganut Satipatthana yang keliru. Lalu saya ingin bertanya dan mengharapkan jawaban yang singkat. Bagaimana pendapat Bro Jerry tentang pernyataan di bawah ini:

Menurut Ajaran Buddha, perbuatan buruk adalah disebabkan oleh tiga akar: Lobha-Dosa-Moha, perbuatan baik adalah penahanan diri dari ketiga akar tersebut. Dalam Abhidhamma juga disebut tiga akar: Alobha-Adosa-Amoha.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #122 on: 01 June 2010, 09:37:26 AM »
Usaha benar adalah usaha benar. Dualitas hanyalah terbentuk dari pikiran yang berpaku pada konsep hitam putih saja.

ada kalanya mengarahkan energi agar kita selalu selaras dengan dhamma adalah usaha benar
Ada kalanya energi tidak perlu berlebihan , ia harus melepaskan/mengendurkan energinya maka juga usaha benar.
Ada kalanya pikiran tidak baik muncul dan ketika disadari hingga lenyap kemudian mengembangkan pikiran baik melalui konsentrasi dan pandangan terang adalah usaha benar. Jadi usaha benar adalah keseluruhan aspek pengarahan pada satu yaitu kebenaran. Jika dualisme maka kadang ia terseret pada usaha tidak benar dan benar juga ketika pikiran baik dan tidak baik. Kenyataanya Buddha hanya mengajarkan suatu kebenaran dari usaha benar .

Tujuan dari usaha benar adalah mencapai pembebasan sejati. Usaha benar bukanlah mengenai dualitas baik dan buruk suatu usaha karena usaha benar itu adalah kebenaran sejati yang hanya yang benar. Usaha benar tidak mungkin dan mustahil tidak baik dan baik. Ia hanya baik dan benar.

Jika bukan mengenai dualitas baik dan buruk, lantas apa yang dikurangi dan dikembangkan?


Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #123 on: 01 June 2010, 09:50:45 AM »
Kalau begitu dalam hal ini kita berbeda. Bro Jerry melihat Satipatthana sebagai bagian dari doktrin, ajaran yang diterima sebagai kebenaran. Bagi saya, ajaran macam Anicca-dukkha-anatta, JMB8, 4KM, semua adalah doktrin; Doktrin tersebut diberikan bukan untuk dipercaya, melainkan untuk diselidiki. Satipatthana adalah metode untuk menyelidikinya. Satipatthana adalah terlepas dari doktrin apa pun.

Itulah sebabnya orang yang tidak percaya ucapan Buddha, bahkan menolak Buddha, ketika ia sendiri menyelidikinya dengan benar, ia bisa melihat kebenaran. (contoh: Pukkusati yang ketika mendengarkan uraian Dhatuvibhanga tidak melihat Buddha sebagai gurunya, namun ia melakukan penyelidikan dan menembus Anagami-phala; Khema memiliki "doktrin" kecantikan fisik sebagai yang terutama menolak "doktrin" perubahan dari Buddha. Tetapi ketika ia sendiri melihat, menyelidiki ketidakkekalan, dapat menembus Sotapatti & Arahatta-phala.)
Demikianlah definisi kita berbeda.
Sejak kapan saya mendefinisikan doktrin a/ ajaran yg diterima sbg kebenaran? Bro Kain menambahkan lebih dr yg seharusnya dalam perspektif Bro sendiri. Dan kalimat tsb menunjukkan pengertian Bro Kain sendiri mengenai doktrin. Tidak heran Bro Kain begitu alergi thdp kata doktrin! Sedangkan yg saya maksudkan berbeda. Doktrin dalam pengertian Buddhisme yg saya ketahui a/ ajaran mengenai kebenaran dng point esensialnya yaitu penyelidikan. Sedangkan sikap sebelum menyelidiki kebenaran tsb tidak harus sama, mau diterima sbg kebenaran terlebih dulu ya bagus, mau skeptis dulu sblm diselidiki juga bagus, tidak mau menerima sebelum diselidiki juga tetep bagus. Yg manapun tidak mengurangi bagusnya kebenaran itu sendiri. Karena itu akan kita temukan berbagai cerita yg berbeda, ada yg langsung menerima kebenaran meski belum menyelidiki dan sikap penerimaan itu [baca: saddha] tetap membawa ybs pada realisasi, karena penyelidikan. Begitu pula yg skeptis dan yg tidak menerima, sepanjang mereka menyelidikinya seperti contoh kasus yg diberikan Bro Kain di atas. Tetapi jika menganggap bahwa realisasi mereka a/ karena penemuan mereka sendiri, apakah ini berarti saya boleh mengasumsikan bahwa menurut Bro Kain tidak akan ada yg namanya Savaka Buddha? Karena semua menjadi arahat dengan usahanya sendiri bukan karena bantuan seorang Samma Sambuddha. Bagaimana Bro Kain akan menjelaskan ini? Karena itu saya menganggap bahwa menerima doktrin adalah 1 hal, dan merealisasi isi doktrin adalah hal lain. Hanya ketika ada pandangan doktrin a/ ajaran yang diterima sbg kebenaran, maka timbul 2 sikap: menerima doktrin secara membabi buta dgn menyamakan ajaran dg kebenaran atau menolak doktrin sama sekali, dan perdebatan pun tidak akan berakhir.

Baiklah, agar tidak OOT, kita asumsikan saya menganut Satipatthana yang keliru. Lalu saya ingin bertanya dan mengharapkan jawaban yang singkat. Bagaimana pendapat Bro Jerry tentang pernyataan di bawah ini:

Menurut Ajaran Buddha, perbuatan buruk adalah disebabkan oleh tiga akar: Lobha-Dosa-Moha, perbuatan baik adalah penahanan diri dari ketiga akar tersebut. Dalam Abhidhamma juga disebut tiga akar: Alobha-Adosa-Amoha.
Terus? Kayanya kalimatnya nanggung deh rasanya. Dan nanya lagi, apakah sikap menahan diri dari ketiga akar tsb sama dengan ALADAM?

Sukhi hotu,
 _/\_
appamadena sampadetha

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #124 on: 01 June 2010, 09:55:58 AM »
Usaha benar adalah usaha benar. Dualitas hanyalah terbentuk dari pikiran yang berpaku pada konsep hitam putih saja.

ada kalanya mengarahkan energi agar kita selalu selaras dengan dhamma adalah usaha benar
Ada kalanya energi tidak perlu berlebihan , ia harus melepaskan/mengendurkan energinya maka juga usaha benar.
Ada kalanya pikiran tidak baik muncul dan ketika disadari hingga lenyap kemudian mengembangkan pikiran baik melalui konsentrasi dan pandangan terang adalah usaha benar. Jadi usaha benar adalah keseluruhan aspek pengarahan pada satu yaitu kebenaran. Jika dualisme maka kadang ia terseret pada usaha tidak benar dan benar juga ketika pikiran baik dan tidak baik. Kenyataanya Buddha hanya mengajarkan suatu kebenaran dari usaha benar .

Tujuan dari usaha benar adalah mencapai pembebasan sejati. Usaha benar bukanlah mengenai dualitas baik dan buruk suatu usaha karena usaha benar itu adalah kebenaran sejati yang hanya yang benar. Usaha benar tidak mungkin dan mustahil tidak baik dan baik. Ia hanya baik dan benar.

Jika bukan mengenai dualitas baik dan buruk, lantas apa yang dikurangi dan dikembangkan?


Yang dikurangi adlh papa, yang dikembangkan adalah kusala.
Jika dualitas maka seharusnya bunyi Dhammapada 183 adalah punna (baik) dan papa (buruk/jahat). Atau mungkin akusala dan kusala. Kenyataannya yg dipadankan di Dhp 183 adalah papa-kusala. Mana kusalaputto? Coba panggil papanya.. Eh, engkongnya ding :D
appamadena sampadetha

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #125 on: 01 June 2010, 10:50:58 AM »
Sejak kapan saya mendefinisikan doktrin a/ ajaran yg diterima sbg kebenaran?
Jadi menurut Bro Jerry, umat Buddha menjalankan Satipatthana (yang menurut Bro Jerry adalah ajaran/doktrin), sebelum diterima sebagai kebenaran? Tidak sekaligus menjalankan doktrin Bahasa Roh untuk mencari tahu kebenarannya? Ataukah sudah membuktikan kebenaran yang satu dan kesalahan yang lain?

Spoiler: ShowHide
Singkatnya doktrin adalah pandangan, ajaran, panduan yang Palinya adalah vada. Dan Satipatthana adl ajaran yang memandu agar kita memandang fenomena dalam cara tertentu melalui 4 kerangka utama dengan tujuan utk menghalau penderitaan, mencapai metode yang benar dan merealisasi Nibbana.



Quote
Bro Kain menambahkan lebih dr yg seharusnya dalam perspektif Bro sendiri. Dan kalimat tsb menunjukkan pengertian Bro Kain sendiri mengenai doktrin. Tidak heran Bro Kain begitu alergi thdp kata doktrin!
Seperti Bro Jerry menasihati saya, seharusnya Bro Jerry tidak menambahkan lebih dari yang seharusnya. Saya memegang doktrin 4 KM, Tilakkhana, Kamma & tumimbal lahir, dan segudang doktrin lainnya. Dari mana datangnya kesimpulan saya alergi doktrin?


Quote
Sedangkan yg saya maksudkan berbeda. Doktrin dalam pengertian Buddhisme yg saya ketahui a/ ajaran mengenai kebenaran dng point esensialnya yaitu penyelidikan. Sedangkan sikap sebelum menyelidiki kebenaran tsb tidak harus sama, mau diterima sbg kebenaran terlebih dulu ya bagus, mau skeptis dulu sblm diselidiki juga bagus, tidak mau menerima sebelum diselidiki juga tetep bagus. Yg manapun tidak mengurangi bagusnya kebenaran itu sendiri. Karena itu akan kita temukan berbagai cerita yg berbeda, ada yg langsung menerima kebenaran meski belum menyelidiki dan sikap penerimaan itu [baca: saddha] tetap membawa ybs pada realisasi, karena penyelidikan. Begitu pula yg skeptis dan yg tidak menerima, sepanjang mereka menyelidikinya seperti contoh kasus yg diberikan Bro Kain di atas.
Sekali lagi saya tanya, apakah Satipatthana adalah doktrin yang adalah ajaran yang sudah diselidiki, ataukah suatu metode penyelidikan yang tidak terbias ajaran/doktrin apapun?


Quote
Tetapi jika menganggap bahwa realisasi mereka a/ karena penemuan mereka sendiri, apakah ini berarti saya boleh mengasumsikan bahwa menurut Bro Kain tidak akan ada yg namanya Savaka Buddha? Karena semua menjadi arahat dengan usahanya sendiri bukan karena bantuan seorang Samma Sambuddha. Bagaimana Bro Kain akan menjelaskan ini?
Savaka Buddha memang merealisasi kebenaran dengan usaha sendiri, namun dengan bimbingan dari guru (Samma Sambuddha). Sebab realisasi kebenaran bukanlah hal yang bisa dilakukan orang lain untuk kita.


Quote
Karena itu saya menganggap bahwa menerima doktrin adalah 1 hal, dan merealisasi isi doktrin adalah hal lain. Hanya ketika ada pandangan doktrin a/ ajaran yang diterima sbg kebenaran, maka timbul 2 sikap: menerima doktrin secara membabi buta dgn menyamakan ajaran dg kebenaran atau menolak doktrin sama sekali, dan perdebatan pun tidak akan berakhir.
Ya, jujur saya memang menerima doktrin kamma secara membabi buta, walaupun saya tidak mampu menyelidikinya.
Kembali lagi saya tanya, kalau doktrin diterima namun tidak dianggap sebagai kebenaran, atas dasar apa seseorang menerima doktrin?


Quote
Baiklah, agar tidak OOT, kita asumsikan saya menganut Satipatthana yang keliru. Lalu saya ingin bertanya dan mengharapkan jawaban yang singkat. Bagaimana pendapat Bro Jerry tentang pernyataan di bawah ini:

Menurut Ajaran Buddha, perbuatan buruk adalah disebabkan oleh tiga akar: Lobha-Dosa-Moha, perbuatan baik adalah penahanan diri dari ketiga akar tersebut. Dalam Abhidhamma juga disebut tiga akar: Alobha-Adosa-Amoha.
Terus? Kayanya kalimatnya nanggung deh rasanya. Dan nanya lagi, apakah sikap menahan diri dari ketiga akar tsb sama dengan ALADAM?

Sukhi hotu,
 _/\_
Kalau tanggung, silahkan ditambah. Dan justru saya yang bertanya, apakah menahan diri itu sama dengan aL-aD-aM?

Offline dukun

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 148
  • Reputasi: 8
  • Long lasting love
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #126 on: 01 June 2010, 10:54:27 AM »
Usaha benar adalah usaha benar. Dualitas hanyalah terbentuk dari pikiran yang berpaku pada konsep hitam putih saja.

ada kalanya mengarahkan energi agar kita selalu selaras dengan dhamma adalah usaha benar
Ada kalanya energi tidak perlu berlebihan , ia harus melepaskan/mengendurkan energinya maka juga usaha benar.
Ada kalanya pikiran tidak baik muncul dan ketika disadari hingga lenyap kemudian mengembangkan pikiran baik melalui konsentrasi dan pandangan terang adalah usaha benar. Jadi usaha benar adalah keseluruhan aspek pengarahan pada satu yaitu kebenaran. Jika dualisme maka kadang ia terseret pada usaha tidak benar dan benar juga ketika pikiran baik dan tidak baik. Kenyataanya Buddha hanya mengajarkan suatu kebenaran dari usaha benar .

Tujuan dari usaha benar adalah mencapai pembebasan sejati. Usaha benar bukanlah mengenai dualitas baik dan buruk suatu usaha karena usaha benar itu adalah kebenaran sejati yang hanya yang benar. Usaha benar tidak mungkin dan mustahil tidak baik dan baik. Ia hanya baik dan benar.

Jika bukan mengenai dualitas baik dan buruk, lantas apa yang dikurangi dan dikembangkan?



Jika seseorang melatih dirinya untuk dalam Dhamma/kebenaran sejati maka ia berada dalam kebenaran itu sendiri. pengurangan yang buruk dan mengembangkan yang baik akan terjadi dengan sendirinya dimana ia hanya berpikir kebaikan sementara jika keburukan/kelemahan terjadi dalam diri(ini pun bukan mayor) ia melihat apa adanya dan terkoreksi dengan sendirinya dengan usaha benar tadi karena kejernihan batin dan inilah usaha benar yg sesuai dengan JMB 8(menjadi alami).

Ketika orang mulai menimbang ini yang harus dikurangi, ini harus dikembangkan artinya masih ada perangkap dualitas dimana ia masih bingung jalan/usaha  yang harus dilaluinya. Atau mempertahankan sesuatu yg anicca. Orang yang sudah bisa melihat apa adanya yatthabhutam nyandasana melihat usaha benar yang diajarkan Sang Buddha bukan lagi dalam dualitas tetapi as it is. dan arahanya ke kebenaran. Sekalipun ia tahu pandangan duniawi sebagai dualitas tetapi ia melihat dari perspektif lain yang bukan dualitas. Salah satu kata kunci dari usaha benar usaha yang berjalan secara alami dan ini ada hubungannya dengan upekha dan rasa samvega dalam praktek dhamma.

Kata kuncinya dualiatas adalah di dalam pikiran dan bukan pada usaha benar itu sendiri. Usaha benar hanya hal yang benar dan bukan yang tidak benar dan benar.
« Last Edit: 01 June 2010, 11:03:51 AM by dukun »
Everjoy

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #127 on: 01 June 2010, 11:12:49 AM »
Jika seseorang melatih dirinya untuk dalam Dhamma/kebenaran sejati maka ia berada dalam kebenaran itu sendiri. pengurangan yang buruk dan mengembangkan yang baik akan terjadi dengan sendirinya dimana ia hanya berpikir kebaikan sementara jika keburukan/kelemahan terjadi dalam diri(ini pun bukan mayor) ia melihat apa adanya dan terkoreksi dengan sendirinya dengan usaha benar tadi karena kejernihan batin dan inilah usaha benar yg sesuai dengan JMB 8(menjadi alami).

Ketika orang mulai menimbang ini yang harus dikurangi, ini harus dikembangkan artinya masih ada perangkap dualitas dimana ia masih bingung jalan/usaha  yang harus dilaluinya. Atau mempertahankan sesuatu yg anicca. Orang yang sudah bisa melihat apa adanya yatthabhutam nyandasana melihat usaha benar yang diajarkan Sang Buddha bukan lagi dalam dualitas tetapi as it is. dan arahanya ke kebenaran. Sekalipun ia tahu pandangan duniawi sebagai dualitas tetapi ia melihat dari perspektif lain yang bukan dualitas. Salah satu kata kunci dari usaha benar usaha yang berjalan secara alami dan ini ada hubungannya dengan upekha dan rasa samvega dalam praktek dhamma.

Kata kuncinya dualiatas adalah di dalam pikiran dan bukan pada usaha benar itu sendiri. Usaha benar hanya hal yang benar dan bukan yang tidak benar.
Saya separuh setuju. Pada akhirnya (=pencapaian kesucian), setelah menembus dualisme, semua unsur dalam JMB8 sudah tidak berlaku lagi. Sudah tidak ada lagi dualisme baginya, oleh karena itu, Pilinda Vaccha terlihat seperti "melanggar" Samma Vaca bagi orang lain.

Untuk kasus lain pada umumnya, orang awam melihatnya sebagai baik, sebagai "yang sesuai JMB8" (tidak penuh nafsu [samma sankappa], bermatapencaharian benar [samma ajjiva], tekun bermeditasi [samma vayama/samadhi]), namun bagi mereka sudah bukan baik, bukan buruk.

Bagian yang saya tidak setuju adalah, itu semua tidak berlaku bagi Puthujjana. Puthujjana masih melihat baik sebagai baik, buruk sebagai buruk. Ada yang harus dijaga dan dikembangkan, ada yang harus ditahan dan dikurangi.


Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #128 on: 01 June 2010, 01:09:27 PM »
Jadi menurut Bro Jerry, umat Buddha menjalankan Satipatthana (yang menurut Bro Jerry adalah ajaran/doktrin), sebelum diterima sebagai kebenaran? Tidak sekaligus menjalankan doktrin Bahasa Roh untuk mencari tahu kebenarannya? Ataukah sudah membuktikan kebenaran yang satu dan kesalahan yang lain?

Spoiler: ShowHide
Singkatnya doktrin adalah pandangan, ajaran, panduan yang Palinya adalah vada. Dan Satipatthana adl ajaran yang memandu agar kita memandang fenomena dalam cara tertentu melalui 4 kerangka utama dengan tujuan utk menghalau penderitaan, mencapai metode yang benar dan merealisasi Nibbana.
Memang demen OOT banget kalyanamitta saya yg 1 ini. Bgmnpun saya akan memberi pandangan saya ttg pertanyaan Bro Kain. Pertanyaan terkait "apakah umat Buddha menjalankan Satipatthana sebelum diterima sbg kebenaran" saya kira sudah jelas saya jawab di post sebelumnya. Apakah mau menerima, skeptik atau menolak kebenaran, sejauh kemudian diselidiki & dijalankan maka tidak jadi soal. Kalau sudah mulai bertanya ke ranah doktrin Bahasa Roh dan doktrin2 di luar Buddhisme, saya kira di sana OOT mulai berawal. Tapi sedikit mempertegas, kalimat 1 yg saya maksudkan dlm spoiler adl definisi doktrin secara umum. Di sana tidak terlihat warna dari keyakinan apa pun di mana doktrin berarti ajaran/pandangan belaka. Selanjutnya kalimat ke-2 ketika saya mulai menulis doktrin Satipatthana berarti yg saya maksud adlh implikasi sempit dari definisi doktrin yg lebih luas, yaitu doktrin Buddhisme, doktrin dari seorang manusia Buddha. Apalagi sekarang kita sudah lebih jauh membahas dalam konteks Buddhisme, jangan kembali ke konteks luas doktrin di luar Buddhisme. Mari batasi agar tidak OOT.

Seperti Bro Jerry menasihati saya, seharusnya Bro Jerry tidak menambahkan lebih dari yang seharusnya. Saya memegang doktrin 4 KM, Tilakkhana, Kamma & tumimbal lahir, dan segudang doktrin lainnya. Dari mana datangnya kesimpulan saya alergi doktrin?
Maaf jika sebelumnya terkesan menasihati. Saya tidak berniat demikian, apa yg saya tekankan jangan sampai kalimat saya ditambah2kan sehingga org lain yg membaca salah mengerti dan saya sekadar mengingatkan saja. Kalau menasihati, itu berarti saya menggurui Anda sementara dlm bnyk hal saya justru menaruh respek pada Bro Kain.
Kesimpulan saya datang dari pandangan -- karena segala sesuatu berasal dr pandangan -- Bro Kain tentang non-dualisme. Sementara dalam doktrin 4KM, Tilakkhana, Kamma & tumimbal lair yg ada di sana semua adalah penilaian dan dualisme. Dalam contoh praktis terkait topik, Bro Kain menganggap bahwa Usaha benar adalah dualisme karena diawali penilaian sehingga tidak membawa pada pencerahan. Sedangkan yg membawa pencerahan adalah non-dualisme atau tidak adanya penilaian, hanya mengamati dengan demikian mengatasi dualisme. Jika saya balik bertanya, usaha benar yg menurut Bro Kain adl dualisme dan Bro Kain tolak itu termasuk point ke-7 dalam JMB8 di mana JMB8 adalah point ke-4 dari 4KM. Bagaimana Bro Kain menegaskan hal ini? Menerima doktrin 4KM tetapi menolak isi dari point ke-4?
Ini salah satu anggapan saya kenapa Bro Kain memiliki sentimen pribadi terhadap doktrin, bukan saja doktrin tetapi juga konsep. (mis: konsep dualisme). Demikian pula dalam banyak doktrin yg Bro Kain katakan Bro pegang, tetapi kenyataannya semua berisikan dualisme yg didahului penilaian. Kita bukan pertama kali berdiskusi dan sejauh ini saya tidak melihat banyak perubahan dalam tulisan Bro Kain.

Sekali lagi saya tanya, apakah Satipatthana adalah doktrin yang adalah ajaran yang sudah diselidiki, ataukah suatu metode penyelidikan yang tidak terbias ajaran/doktrin apapun?
Jika menanyakan diselidiki, akan sangat luas. Oleh siapa? Apakah saya? Apakah Ryu? Apakah Upasaka? Apakah umat kr****n? Atau moslem? Apakah Sang Buddha? Pertegas dulu pertanyaannya.
Pertanyaan ke-2 Bro, apakah Satipatthana suatu metode penyelidikan yg tidak terbias ajaran/doktrin apapun? Dalam Satipatthana Sutta entah Majjhima Nikaya atau Digha Nikaya, selalu termuat mengenai 4KM. Sedangkan menurut Bro Kain 4KM adalah doktrin dan Bro Kain hakul yakin, yakin seyakin-yakinnya bahwa Satipatthana terbebas dari penilaian baik-buruk dan tidak memuat doktrin apapun. Jadi jawaban saya, YA! Satipatthana memuat doktrin dari Sang Buddha. Karena Satipatthana memang ajaran (doktrin) yg merupakan hasil penyelidikan oleh Sang Buddha terhadap kebenaran. Tetapi saya tidak setuju dengan penggunaan kata "terbias". Seolah bahwa kebenaran yg ditemukan Sang Buddha adalah sebuah penyimpangan.


Savaka Buddha memang merealisasi kebenaran dengan usaha sendiri, namun dengan bimbingan dari guru (Samma Sambuddha). Sebab realisasi kebenaran bukanlah hal yang bisa dilakukan orang lain untuk kita.
Saya memang berpendapat realisasi kebenaran bukan hal yg bisa diberikan orang lain utk kita. Karena itu saya berkali-kali berkata, ajaran adalah 1 hal dan realisasi adalah hal lain.
Jadi apakah bimbingan dari Samma Sambuddha tersebut adalah doktrin Samma Sambuddha? Atau bukan?
Apakah sebelum merealisasi Savaka Buddha, orang tsb terlebih dulu menerima bimbingan Samma Sambuddha? Atau tidak?

Quote
Karena itu saya menganggap bahwa menerima doktrin adalah 1 hal, dan merealisasi isi doktrin adalah hal lain. Hanya ketika ada pandangan doktrin a/ ajaran yang diterima sbg kebenaran, maka timbul 2 sikap: menerima doktrin secara membabi buta dgn menyamakan ajaran dg kebenaran atau menolak doktrin sama sekali, dan perdebatan pun tidak akan berakhir.
Ya, jujur saya memang menerima doktrin kamma secara membabi buta, walaupun saya tidak mampu menyelidikinya.
Kembali lagi saya tanya, kalau doktrin diterima namun tidak dianggap sebagai kebenaran, atas dasar apa seseorang menerima doktrin?
Tidak ada salahnya, Bro. Ada hal2 yg memang membatasi pengetahuan kita dan di ranah itu saddha bermain. Karena saddha sebagaimana babi, bukanlah sesuatu yg diharamkan dalam Buddhisme. :D
Moga-moga ada saat lain kita dapat berdiskusi soal doktrin kamma yang diterima Bro Kain secara membabi buta. Saya tertarik utk mengetahui bagaimana seorang kritis spt Bro bisa menerima babi buta. Eh doktrin kamma maksudnya. ;D
Kebenaran itu bukan sesuatu yg spontan, melainkan bertahap sebagaimana pernah saya tulis di thread Ko Fab yg lain. Seketika kita menyetujui atau menerima sebuah doktrin, otomatis kita telah menganggapnya sbg sebuah kebenaran. Tetapi kebenaran yg belum direalisasi. Bahkan tahapan realisasi itu bertingkat misalnya realisasi dalam tahap pandangan seorang Sotapanna dan seorang Arahant berbeda jauh. Meski telah menyadari segala sesuatu timbul krn sebab demikian jg akhirnya, meski telah terbebas dr pandangan2.. Ketika seorg Sotapanna disentuh oleh perasaan menyakitkan -- fisik atau pikiran -- tidak jarang mereka masih menangisi hal tsb. Berbeda dg seorang Arahant meski dipotong kaki tangannya pun tidak akan menangisi hal tsb. Karena penggunaan bahasa agak rumit, maka coba telaah apa yg dimaksudkan oleh si pembicara.


Kalau tanggung, silahkan ditambah. Dan justru saya yang bertanya, apakah menahan diri itu sama dengan aL-aD-aM?
Wahahahah.. Ngakak baca kalau nanggung silahkan nambah. Serasa ditraktirin. Koq malah berbalik nanya? Justru saya yg nanya. Gini deh.. Coba pernyataan ttg "Menurut Ajaran Buddha, perbuatan buruk adalah disebabkan oleh tiga akar: Lobha-Dosa-Moha, perbuatan baik adalah penahanan diri dari ketiga akar tersebut. Dalam Abhidhamma juga disebut tiga akar: Alobha-Adosa-Amoha." yg tidak Bro Kain mengerti, Bro Kain tanya secara langsung kepada si pelontar pernyataan tersebut dan jawaban itu nanti kita share diskusi di sini. :)

Sukhi Hotu,
_/\_
appamadena sampadetha

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #129 on: 01 June 2010, 01:36:43 PM »
Jadi menurut Bro Jerry, umat Buddha menjalankan Satipatthana (yang menurut Bro Jerry adalah ajaran/doktrin), sebelum diterima sebagai kebenaran? Tidak sekaligus menjalankan doktrin Bahasa Roh untuk mencari tahu kebenarannya? Ataukah sudah membuktikan kebenaran yang satu dan kesalahan yang lain?

Spoiler: ShowHide
Singkatnya doktrin adalah pandangan, ajaran, panduan yang Palinya adalah vada. Dan Satipatthana adl ajaran yang memandu agar kita memandang fenomena dalam cara tertentu melalui 4 kerangka utama dengan tujuan utk menghalau penderitaan, mencapai metode yang benar dan merealisasi Nibbana.
Memang demen OOT banget kalyanamitta saya yg 1 ini. Bgmnpun saya akan memberi pandangan saya ttg pertanyaan Bro Kain. Pertanyaan terkait "apakah umat Buddha menjalankan Satipatthana sebelum diterima sbg kebenaran" saya kira sudah jelas saya jawab di post sebelumnya. Apakah mau menerima, skeptik atau menolak kebenaran, sejauh kemudian diselidiki & dijalankan maka tidak jadi soal. Kalau sudah mulai bertanya ke ranah doktrin Bahasa Roh dan doktrin2 di luar Buddhisme, saya kira di sana OOT mulai berawal. Tapi sedikit mempertegas, kalimat 1 yg saya maksudkan dlm spoiler adl definisi doktrin secara umum. Di sana tidak terlihat warna dari keyakinan apa pun di mana doktrin berarti ajaran/pandangan belaka. Selanjutnya kalimat ke-2 ketika saya mulai menulis doktrin Satipatthana berarti yg saya maksud adlh implikasi sempit dari definisi doktrin yg lebih luas, yaitu doktrin Buddhisme, doktrin dari seorang manusia Buddha. Apalagi sekarang kita sudah lebih jauh membahas dalam konteks Buddhisme, jangan kembali ke konteks luas doktrin di luar Buddhisme. Mari batasi agar tidak OOT.

Seperti Bro Jerry menasihati saya, seharusnya Bro Jerry tidak menambahkan lebih dari yang seharusnya. Saya memegang doktrin 4 KM, Tilakkhana, Kamma & tumimbal lahir, dan segudang doktrin lainnya. Dari mana datangnya kesimpulan saya alergi doktrin?
Maaf jika sebelumnya terkesan menasihati. Saya tidak berniat demikian, apa yg saya tekankan jangan sampai kalimat saya ditambah2kan sehingga org lain yg membaca salah mengerti dan saya sekadar mengingatkan saja. Kalau menasihati, itu berarti saya menggurui Anda sementara dlm bnyk hal saya justru menaruh respek pada Bro Kain.
Kesimpulan saya datang dari pandangan -- karena segala sesuatu berasal dr pandangan -- Bro Kain tentang non-dualisme. Sementara dalam doktrin 4KM, Tilakkhana, Kamma & tumimbal lair yg ada di sana semua adalah penilaian dan dualisme. Dalam contoh praktis terkait topik, Bro Kain menganggap bahwa Usaha benar adalah dualisme karena diawali penilaian sehingga tidak membawa pada pencerahan. Sedangkan yg membawa pencerahan adalah non-dualisme atau tidak adanya penilaian, hanya mengamati dengan demikian mengatasi dualisme. Jika saya balik bertanya, usaha benar yg menurut Bro Kain adl dualisme dan Bro Kain tolak itu termasuk point ke-7 dalam JMB8 di mana JMB8 adalah point ke-4 dari 4KM. Bagaimana Bro Kain menegaskan hal ini? Menerima doktrin 4KM tetapi menolak isi dari point ke-4?
Ini salah satu anggapan saya kenapa Bro Kain memiliki sentimen pribadi terhadap doktrin, bukan saja doktrin tetapi juga konsep. (mis: konsep dualisme). Demikian pula dalam banyak doktrin yg Bro Kain katakan Bro pegang, tetapi kenyataannya semua berisikan dualisme yg didahului penilaian. Kita bukan pertama kali berdiskusi dan sejauh ini saya tidak melihat banyak perubahan dalam tulisan Bro Kain.

Sekali lagi saya tanya, apakah Satipatthana adalah doktrin yang adalah ajaran yang sudah diselidiki, ataukah suatu metode penyelidikan yang tidak terbias ajaran/doktrin apapun?
Jika menanyakan diselidiki, akan sangat luas. Oleh siapa? Apakah saya? Apakah Ryu? Apakah Upasaka? Apakah umat kr****n? Atau moslem? Apakah Sang Buddha? Pertegas dulu pertanyaannya.
Pertanyaan ke-2 Bro, apakah Satipatthana suatu metode penyelidikan yg tidak terbias ajaran/doktrin apapun? Dalam Satipatthana Sutta entah Majjhima Nikaya atau Digha Nikaya, selalu termuat mengenai 4KM. Sedangkan menurut Bro Kain 4KM adalah doktrin dan Bro Kain hakul yakin, yakin seyakin-yakinnya bahwa Satipatthana terbebas dari penilaian baik-buruk dan tidak memuat doktrin apapun. Jadi jawaban saya, YA! Satipatthana memuat doktrin dari Sang Buddha. Karena Satipatthana memang ajaran (doktrin) yg merupakan hasil penyelidikan oleh Sang Buddha terhadap kebenaran. Tetapi saya tidak setuju dengan penggunaan kata "terbias". Seolah bahwa kebenaran yg ditemukan Sang Buddha adalah sebuah penyimpangan.


Savaka Buddha memang merealisasi kebenaran dengan usaha sendiri, namun dengan bimbingan dari guru (Samma Sambuddha). Sebab realisasi kebenaran bukanlah hal yang bisa dilakukan orang lain untuk kita.
Saya memang berpendapat realisasi kebenaran bukan hal yg bisa diberikan orang lain utk kita. Karena itu saya berkali-kali berkata, ajaran adalah 1 hal dan realisasi adalah hal lain.
Jadi apakah bimbingan dari Samma Sambuddha tersebut adalah doktrin Samma Sambuddha? Atau bukan?
Apakah sebelum merealisasi Savaka Buddha, orang tsb terlebih dulu menerima bimbingan Samma Sambuddha? Atau tidak?

Quote
Karena itu saya menganggap bahwa menerima doktrin adalah 1 hal, dan merealisasi isi doktrin adalah hal lain. Hanya ketika ada pandangan doktrin a/ ajaran yang diterima sbg kebenaran, maka timbul 2 sikap: menerima doktrin secara membabi buta dgn menyamakan ajaran dg kebenaran atau menolak doktrin sama sekali, dan perdebatan pun tidak akan berakhir.
Ya, jujur saya memang menerima doktrin kamma secara membabi buta, walaupun saya tidak mampu menyelidikinya.
Kembali lagi saya tanya, kalau doktrin diterima namun tidak dianggap sebagai kebenaran, atas dasar apa seseorang menerima doktrin?
Tidak ada salahnya, Bro. Ada hal2 yg memang membatasi pengetahuan kita dan di ranah itu saddha bermain. Karena saddha sebagaimana babi, bukanlah sesuatu yg diharamkan dalam Buddhisme. :D
Moga-moga ada saat lain kita dapat berdiskusi soal doktrin kamma yang diterima Bro Kain secara membabi buta. Saya tertarik utk mengetahui bagaimana seorang kritis spt Bro bisa menerima babi buta. Eh doktrin kamma maksudnya. ;D
Kebenaran itu bukan sesuatu yg spontan, melainkan bertahap sebagaimana pernah saya tulis di thread Ko Fab yg lain. Seketika kita menyetujui atau menerima sebuah doktrin, otomatis kita telah menganggapnya sbg sebuah kebenaran. Tetapi kebenaran yg belum direalisasi. Bahkan tahapan realisasi itu bertingkat misalnya realisasi dalam tahap pandangan seorang Sotapanna dan seorang Arahant berbeda jauh. Meski telah menyadari segala sesuatu timbul krn sebab demikian jg akhirnya, meski telah terbebas dr pandangan2.. Ketika seorg Sotapanna disentuh oleh perasaan menyakitkan -- fisik atau pikiran -- tidak jarang mereka masih menangisi hal tsb. Berbeda dg seorang Arahant meski dipotong kaki tangannya pun tidak akan menangisi hal tsb. Karena penggunaan bahasa agak rumit, maka coba telaah apa yg dimaksudkan oleh si pembicara.


Kalau tanggung, silahkan ditambah. Dan justru saya yang bertanya, apakah menahan diri itu sama dengan aL-aD-aM?
Wahahahah.. Ngakak baca kalau nanggung silahkan nambah. Serasa ditraktirin. Koq malah berbalik nanya? Justru saya yg nanya. Gini deh.. Coba pernyataan ttg "Menurut Ajaran Buddha, perbuatan buruk adalah disebabkan oleh tiga akar: Lobha-Dosa-Moha, perbuatan baik adalah penahanan diri dari ketiga akar tersebut. Dalam Abhidhamma juga disebut tiga akar: Alobha-Adosa-Amoha." yg tidak Bro Kain mengerti, Bro Kain tanya secara langsung kepada si pelontar pernyataan tersebut dan jawaban itu nanti kita share diskusi di sini. :)

Sukhi Hotu,
_/\_
Sepertinya Bro Jerry tidak berniat diskusi dengan selalu mengatakan saya OOT. OK deh, silahkan, saya OOT dan diskusi selesai. Kesimpulan: Usaha benar adalah bagian dari Satipatthana.


Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #130 on: 01 June 2010, 01:50:09 PM »
haa.....
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #131 on: 01 June 2010, 02:54:12 PM »
Spoiler: ShowHide
Jadi menurut Bro Jerry, umat Buddha menjalankan Satipatthana (yang menurut Bro Jerry adalah ajaran/doktrin), sebelum diterima sebagai kebenaran? Tidak sekaligus menjalankan doktrin Bahasa Roh untuk mencari tahu kebenarannya? Ataukah sudah membuktikan kebenaran yang satu dan kesalahan yang lain?

[spoiler]
Singkatnya doktrin adalah pandangan, ajaran, panduan yang Palinya adalah vada. Dan Satipatthana adl ajaran yang memandu agar kita memandang fenomena dalam cara tertentu melalui 4 kerangka utama dengan tujuan utk menghalau penderitaan, mencapai metode yang benar dan merealisasi Nibbana.
Memang demen OOT banget kalyanamitta saya yg 1 ini. Bgmnpun saya akan memberi pandangan saya ttg pertanyaan Bro Kain. Pertanyaan terkait "apakah umat Buddha menjalankan Satipatthana sebelum diterima sbg kebenaran" saya kira sudah jelas saya jawab di post sebelumnya. Apakah mau menerima, skeptik atau menolak kebenaran, sejauh kemudian diselidiki & dijalankan maka tidak jadi soal. Kalau sudah mulai bertanya ke ranah doktrin Bahasa Roh dan doktrin2 di luar Buddhisme, saya kira di sana OOT mulai berawal. Tapi sedikit mempertegas, kalimat 1 yg saya maksudkan dlm spoiler adl definisi doktrin secara umum. Di sana tidak terlihat warna dari keyakinan apa pun di mana doktrin berarti ajaran/pandangan belaka. Selanjutnya kalimat ke-2 ketika saya mulai menulis doktrin Satipatthana berarti yg saya maksud adlh implikasi sempit dari definisi doktrin yg lebih luas, yaitu doktrin Buddhisme, doktrin dari seorang manusia Buddha. Apalagi sekarang kita sudah lebih jauh membahas dalam konteks Buddhisme, jangan kembali ke konteks luas doktrin di luar Buddhisme. Mari batasi agar tidak OOT.

Seperti Bro Jerry menasihati saya, seharusnya Bro Jerry tidak menambahkan lebih dari yang seharusnya. Saya memegang doktrin 4 KM, Tilakkhana, Kamma & tumimbal lahir, dan segudang doktrin lainnya. Dari mana datangnya kesimpulan saya alergi doktrin?
Maaf jika sebelumnya terkesan menasihati. Saya tidak berniat demikian, apa yg saya tekankan jangan sampai kalimat saya ditambah2kan sehingga org lain yg membaca salah mengerti dan saya sekadar mengingatkan saja. Kalau menasihati, itu berarti saya menggurui Anda sementara dlm bnyk hal saya justru menaruh respek pada Bro Kain.
Kesimpulan saya datang dari pandangan -- karena segala sesuatu berasal dr pandangan -- Bro Kain tentang non-dualisme. Sementara dalam doktrin 4KM, Tilakkhana, Kamma & tumimbal lair yg ada di sana semua adalah penilaian dan dualisme. Dalam contoh praktis terkait topik, Bro Kain menganggap bahwa Usaha benar adalah dualisme karena diawali penilaian sehingga tidak membawa pada pencerahan. Sedangkan yg membawa pencerahan adalah non-dualisme atau tidak adanya penilaian, hanya mengamati dengan demikian mengatasi dualisme. Jika saya balik bertanya, usaha benar yg menurut Bro Kain adl dualisme dan Bro Kain tolak itu termasuk point ke-7 dalam JMB8 di mana JMB8 adalah point ke-4 dari 4KM. Bagaimana Bro Kain menegaskan hal ini? Menerima doktrin 4KM tetapi menolak isi dari point ke-4?
Ini salah satu anggapan saya kenapa Bro Kain memiliki sentimen pribadi terhadap doktrin, bukan saja doktrin tetapi juga konsep. (mis: konsep dualisme). Demikian pula dalam banyak doktrin yg Bro Kain katakan Bro pegang, tetapi kenyataannya semua berisikan dualisme yg didahului penilaian. Kita bukan pertama kali berdiskusi dan sejauh ini saya tidak melihat banyak perubahan dalam tulisan Bro Kain.

Sekali lagi saya tanya, apakah Satipatthana adalah doktrin yang adalah ajaran yang sudah diselidiki, ataukah suatu metode penyelidikan yang tidak terbias ajaran/doktrin apapun?
Jika menanyakan diselidiki, akan sangat luas. Oleh siapa? Apakah saya? Apakah Ryu? Apakah Upasaka? Apakah umat kr****n? Atau moslem? Apakah Sang Buddha? Pertegas dulu pertanyaannya.
Pertanyaan ke-2 Bro, apakah Satipatthana suatu metode penyelidikan yg tidak terbias ajaran/doktrin apapun? Dalam Satipatthana Sutta entah Majjhima Nikaya atau Digha Nikaya, selalu termuat mengenai 4KM. Sedangkan menurut Bro Kain 4KM adalah doktrin dan Bro Kain hakul yakin, yakin seyakin-yakinnya bahwa Satipatthana terbebas dari penilaian baik-buruk dan tidak memuat doktrin apapun. Jadi jawaban saya, YA! Satipatthana memuat doktrin dari Sang Buddha. Karena Satipatthana memang ajaran (doktrin) yg merupakan hasil penyelidikan oleh Sang Buddha terhadap kebenaran. Tetapi saya tidak setuju dengan penggunaan kata "terbias". Seolah bahwa kebenaran yg ditemukan Sang Buddha adalah sebuah penyimpangan.


Savaka Buddha memang merealisasi kebenaran dengan usaha sendiri, namun dengan bimbingan dari guru (Samma Sambuddha). Sebab realisasi kebenaran bukanlah hal yang bisa dilakukan orang lain untuk kita.
Saya memang berpendapat realisasi kebenaran bukan hal yg bisa diberikan orang lain utk kita. Karena itu saya berkali-kali berkata, ajaran adalah 1 hal dan realisasi adalah hal lain.
Jadi apakah bimbingan dari Samma Sambuddha tersebut adalah doktrin Samma Sambuddha? Atau bukan?
Apakah sebelum merealisasi Savaka Buddha, orang tsb terlebih dulu menerima bimbingan Samma Sambuddha? Atau tidak?

Quote
Karena itu saya menganggap bahwa menerima doktrin adalah 1 hal, dan merealisasi isi doktrin adalah hal lain. Hanya ketika ada pandangan doktrin a/ ajaran yang diterima sbg kebenaran, maka timbul 2 sikap: menerima doktrin secara membabi buta dgn menyamakan ajaran dg kebenaran atau menolak doktrin sama sekali, dan perdebatan pun tidak akan berakhir.
Ya, jujur saya memang menerima doktrin kamma secara membabi buta, walaupun saya tidak mampu menyelidikinya.
Kembali lagi saya tanya, kalau doktrin diterima namun tidak dianggap sebagai kebenaran, atas dasar apa seseorang menerima doktrin?
Tidak ada salahnya, Bro. Ada hal2 yg memang membatasi pengetahuan kita dan di ranah itu saddha bermain. Karena saddha sebagaimana babi, bukanlah sesuatu yg diharamkan dalam Buddhisme. :D
Moga-moga ada saat lain kita dapat berdiskusi soal doktrin kamma yang diterima Bro Kain secara membabi buta. Saya tertarik utk mengetahui bagaimana seorang kritis spt Bro bisa menerima babi buta. Eh doktrin kamma maksudnya. ;D
Kebenaran itu bukan sesuatu yg spontan, melainkan bertahap sebagaimana pernah saya tulis di thread Ko Fab yg lain. Seketika kita menyetujui atau menerima sebuah doktrin, otomatis kita telah menganggapnya sbg sebuah kebenaran. Tetapi kebenaran yg belum direalisasi. Bahkan tahapan realisasi itu bertingkat misalnya realisasi dalam tahap pandangan seorang Sotapanna dan seorang Arahant berbeda jauh. Meski telah menyadari segala sesuatu timbul krn sebab demikian jg akhirnya, meski telah terbebas dr pandangan2.. Ketika seorg Sotapanna disentuh oleh perasaan menyakitkan -- fisik atau pikiran -- tidak jarang mereka masih menangisi hal tsb. Berbeda dg seorang Arahant meski dipotong kaki tangannya pun tidak akan menangisi hal tsb. Karena penggunaan bahasa agak rumit, maka coba telaah apa yg dimaksudkan oleh si pembicara.


Kalau tanggung, silahkan ditambah. Dan justru saya yang bertanya, apakah menahan diri itu sama dengan aL-aD-aM?
Wahahahah.. Ngakak baca kalau nanggung silahkan nambah. Serasa ditraktirin. Koq malah berbalik nanya? Justru saya yg nanya. Gini deh.. Coba pernyataan ttg "Menurut Ajaran Buddha, perbuatan buruk adalah disebabkan oleh tiga akar: Lobha-Dosa-Moha, perbuatan baik adalah penahanan diri dari ketiga akar tersebut. Dalam Abhidhamma juga disebut tiga akar: Alobha-Adosa-Amoha." yg tidak Bro Kain mengerti, Bro Kain tanya secara langsung kepada si pelontar pernyataan tersebut dan jawaban itu nanti kita share diskusi di sini. :)

Sukhi Hotu,
_/\_
[/quote][/spoiler]
Sepertinya Bro Jerry tidak berniat diskusi dengan selalu mengatakan saya OOT. OK deh, silahkan, saya OOT dan diskusi selesai. Kesimpulan: Usaha benar adalah bagian dari Satipatthana.

[/quote]
Tentu saja saya berniat diskusi karenanya saya mencoba mengarahkan kembali alur diskusi. Ini seperti kita berniat melakukan perjalanan ke Bandung. Sebelum sampai di Bandung kita berbicara banyak hal yg luas bisa Bandung bisa kota2 lain yg kita lewati. Ketika sudah sampai di Bandung, tentunya kita membahas hal2 lebih spesifik terkait Bandung bukan lagi soal hal2 lain spt bajigur Cianjur atau sate maranggih di Purwakarta yg sudah dilewati. Sama halnya ketika sedang membahas doktrin Buddhisme jangan kaitkan lagi ke doktrin Bahasa Roh. Atau mempertanyakan pembuktian antara kebenaran doktrin 1 dengan kesalahan yg lainnya. Kalau memang tersinggung, ok saya minta maaf. Setidaknya harap pertimbangkan imbauan saya, ketika dikatakan oot tolong koreksi kembali dan balik ke konteks bahasan, bukan ngambek.

Setuju dng kesimpulan Bro Kain: usaha benar tentu saja bagian Satipatthana! ;D

Sukhi hotu,
_/\_
appamadena sampadetha

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #132 on: 01 June 2010, 04:32:22 PM »
Tentu saja saya berniat diskusi karenanya saya mencoba mengarahkan kembali alur diskusi. Ini seperti kita berniat melakukan perjalanan ke Bandung. Sebelum sampai di Bandung kita berbicara banyak hal yg luas bisa Bandung bisa kota2 lain yg kita lewati. Ketika sudah sampai di Bandung, tentunya kita membahas hal2 lebih spesifik terkait Bandung bukan lagi soal hal2 lain spt bajigur Cianjur atau sate maranggih di Purwakarta yg sudah dilewati. Sama halnya ketika sedang membahas doktrin Buddhisme jangan kaitkan lagi ke doktrin Bahasa Roh. Atau mempertanyakan pembuktian antara kebenaran doktrin 1 dengan kesalahan yg lainnya. Kalau memang tersinggung, ok saya minta maaf. Setidaknya harap pertimbangkan imbauan saya, ketika dikatakan oot tolong koreksi kembali dan balik ke konteks bahasan, bukan ngambek.
Kasus Bahasa Roh, itu adalah kontras yang sengaja saya ambil supaya jelas, mengapa antara doktrin Satipatthana dan doktrin Bahasa Roh, satu diterima dan satu ditolak? Padahal 2-2nya belum dibuktikan, bukan?
Apakah karena sebegitu tidak menyimaknya sampai berpikir saya akan membahas Bahasa Roh?
Lalu tanpa mengetahui relevansi, tanpa menanyakan juga, sudah memberikan asumsi OOT, bahkan sebelum kesimpulan ditarik? Wah, saya tidak terbiasa dengan diskusi begitu. Jadi tidak perlu minta maaf, saya pun dengan senang hati mengakhirinya.


Quote
Setuju dng kesimpulan Bro Kain: usaha benar tentu saja bagian Satipatthana! ;D
Sukhi hotu,
_/\_
NB: tentu saja itu kesimpulan khusus untuk diskusi dengan Bro Jerry. (Seperti ketika berdiskusi dengan anak kecil yang merengek kepada saya untuk mengakuinya benar, saya akan berkata, "ya, nak, kamu benar. Batman memang ada." Case closed, tidak panjang.)
:)
 _/\_

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #133 on: 01 June 2010, 05:27:19 PM »
Kasus Bahasa Roh, itu adalah kontras yang sengaja saya ambil supaya jelas, mengapa antara doktrin Satipatthana dan doktrin Bahasa Roh, satu diterima dan satu ditolak? Padahal 2-2nya belum dibuktikan, bukan?
Apakah karena sebegitu tidak menyimaknya sampai berpikir saya akan membahas Bahasa Roh?
Lalu tanpa mengetahui relevansi, tanpa menanyakan juga, sudah memberikan asumsi OOT, bahkan sebelum kesimpulan ditarik? Wah, saya tidak terbiasa dengan diskusi begitu. Jadi tidak perlu minta maaf, saya pun dengan senang hati mengakhirinya.
Yang namanya membahas ya dimulai dari ada pertanyaan lalu ada jawaban. Kemudian berbalas lagi dan seterusnya. Terlepas dari tudingan Anda, saya hanya berusaha menjaga alur diskusi agar tidak melenceng. Utk menambahkan sedikit OOT, bagaimana Anda tahu saya belum membuktikan 2 2 nya: Satipatthana dan bahasa Roh? Di Bandung lingkungan pergaulan non-buddhis saya banyak kr****n karismatik, demikian pula di ibukota. Bila tadi saya membahasnya pembuktian sejauh apa lagi yg akan Anda minta? Tidaklah mungkin tidak membahasnya jika sudah ditanyakan. Sementara dalam 1 postingan bahasan kita sudah ada beberapa. Tentu ga salah kalau saya mencoba mengusahakan agar kita fokus pada bahasan2 berbeda yg masih relevan dan berhubungan, sejauh yg mampu saya tarik benang merahnya. Jika ternyata menurut Bro Kain antara 2 hal tsb ada relevansi Bro Kain boleh saja menjelaskan bahwa saya salah beropini ketika saya mengatakan diskusi mulai OOT. Dan sebaliknya menunjukkan apa yg luput dari penglihatan saya. Tidak perlu mundur dari diskusi dengan cara ngambek. Apalagi dengan tambahan gaya bahasa sarkasme favorit Bro Kain. Apa salahnya menjelaskan agar orang mengerti? Tujuan diskusi agar teman bicara mengerti atau kepuasan intelektual belaka?


NB: tentu saja itu kesimpulan khusus untuk diskusi dengan Bro Jerry. (Seperti ketika berdiskusi dengan anak kecil yang merengek kepada saya untuk mengakuinya benar, saya akan berkata, "ya, nak, kamu benar. Batman memang ada." Case closed, tidak panjang.)
:)
 _/\_
Silakan berpendapat demikian, lebih sarkas lagi juga gpp. Saya jamin saya tidak akan tersinggung. Saya bisa saja membalas kembali sarkasme di atas, tetapi tentu saja selalu ada pilihan. Thanks diskusinya.

Sukhi hotu
_/\_
appamadena sampadetha

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #134 on: 19 August 2010, 08:55:45 AM »
There is no place like 127.0.0.1

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Usaha Benar ternyata dualitas
« Reply #135 on: 20 August 2010, 01:59:31 AM »
Hehehe.. Udah kelarin kurikulum itu.. ;)
appamadena sampadetha

 

anything