Sdr Peacemind
Oya, patokan 'terkendali' itu bagaimana yah? Apakah dijelaskan jg dlm vinaya & komentar?
Jika melihat masa sekarang, tampaknya hal tsb lebih berkurang penerapannya dibanding pd masa dulu. Benar ngganya, bukan masalah. Bukan itu yg penting tapi bagaimana agar supaya ada perbaikan dan perkembangan ke depannya. Demi Buddha-sasana dan kemajuan praktik kita sendiri. Seperti yg pernah Sdr Peacemind katakan pd saya.
Mettacittena
Sebenarnya sulit untuk menentukan apakah seorang bhikkhu benar2 memiliki pengendalian diri atau tidak karena pengendalian diri harus benar2 berasal dari pikiran yang terkendali, sedangkan kita nggak bisa melihat pikiran seseorang. Seseorang mungkin terlihat terkendali, namun sebenarnya hanya show off, atau seseorang mungkin terlihat kasar dalam bertindak namun sesungguhnya ia lembut di dalam. Namun bagaimana pun, saat ini yang bisa dijadikan patokan untuk melihat apakah seorang bhikkhu memiliki pengendalian diri atau tidak, pertama, bisa dilihat melalui tingkah lakunya sehari-hari, apakah ia mempraktikkan peraturan kebhikkhuan dengan benar atau tidak. Dalam Kitab Suci, terdapat empat macam pengendalian (saṃvara), yakni pātimokkhasaṃvara (mengendalikan diri melalui peraturan2 vinaya), satisaṃvara (mengendalkan diri melalui praktik kesadaran), ñāṇasaṃvara (mengendalikan diri melalui pengetahuan) dan khantisaṃvara (mengendalikan diri melalui kesabaran). Di antara empat macam pengendalian diri ini, pātimokkhasaṃvara bisa dikatakn sebagai patokan pertama karena biasanya pertama2 yang seseorang lihat dari bhikkhu adalah tingkah-lakunya. Tingkah laku seorang bhikkhu yang bisa diaktualisasikan lewat praktik Pātimokkha sangat tampak dari luar sedangkan apakah seorang bhikkhu memiliki pengendalian diri melalui sati, ñāna, atau khanti bisa dilihat setelah kita berasosiasi dengannya dalam jangka waktu yang tidak sedikit.
Kesempurnaan pengendalian diri melalui praktik pātimokkha dikatakan sebagai berikut:
“Bhikkhu, sīlavā hohi, pātimokkhasaṃvarasaṃvuto viharāhi ācāragocarasampanno aṇumattesu vajjesu bhayadassāvī, samādāya sikkhassu sikkhāpadesū’’ti – Seorang bhikkhu yang memiliki susila, hidup terkendali melalui pengendalian pātimokkha, memiliki tingkah laku yang baik dan tahu tempat yang sesuai untuk dikunjungi, melihat bahaya dari kesalahan yang sekecil apapun dan setelah mengambil latihan, ia melatih diri sesuai dengan latihan2 tersebut”.
Meskipun seorang bhikkhu harus terkendali melalui praktik peraturan kebhikhuan (pātimokkha) seperti yang terkutip di atas, kita pun harus sadar bahwa praktik ini bersifat latihan (sikkhapada). Dalam latihan seorang bhikkhu tidak selalu perfect. Terkadang ia jatuh. Ini mengapa seorang bhikkhu harus berada di bawah bimbingan seorang upajjhaya atau acariya paling tidak 5 tahun. Meskipun sudah menjalankan kebhikkhuan selama 5 vassa, jika sering melakukan kesalahan, hendaknya seorang bhikkhu harus selalu berada di bawah bimbingan seorang bhikkhu yang senior dan berpengalaman. Kesalahan bukanlah hal yang jelek selama seseorang menyadari dan mengakui kesalahannya tersebut. Sang Buddha, bahkan, memuji para muridnya yang mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya. Beliau selalu mengatakan bahwa melihat kesalahan sebagai kesalahan dan mengakui kesalahan yang dilakukan adalah tanda berkembangnya Buddhasāsana. Lihat kisah seorang bhikkhu bernama Bhadiya dalam Bhaddiyasutta dari Majjhimanikāya.
Apa yang saya sebutkan di atas hanya satu opini saya dan saya tidak menutup kemungkinan adanya cara lain untuk melihat apakah seorang bhikkhu terkendali atau tidak.
May u be happy.