[b]TUJUAN HIDUP DAN EMPAT TYPE MANUSIA[/b]
Apakah tujuan dari hidup? Pertanyaan ini selalu ditanya orang. Tidaklah mudah untuk memberikan jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan ini yang nampaknya sederhana tetapi kompleks. Meskipun beberapa orang telah mencoba memberikan jawaban berdasarkan pendapat mereka, nampaknya jawaban-jawaban tersebut belum merupakan yang memuaskan bagi kaum terpelajar. Sebabnya, adalah karena mereka belum belajar melihat hidup secara obyektif, dan untuk mengerti keadaan yang sebenarnya tentang hidup. Mereka telah memberikan gambaran-gambaran mengenai hidup melalui pengertian mereka yang terbatas. Disamping itu kita mengetahui juga bahwa banyak pemuka agama, filsuf-filsuf ternama, pujangga-pujangga terkenal, dan para pemikir juga tidak puas tentang ‘hidup’. Jika kita membaca apa yang mereka uraikan mengenai hidup, akan nampaklah bahwa di antara mereka, juga tidak dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai hidup. Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa hidup penuh dengan penderitaan, ketidak-pastian dan ketidakpuasan. orang lain pun berkata: “Betapa senangnya jika kita tidak dilahirkan.” Dan beberapa orang lain berkata: “Mengapa kita dilahirkan di dunia ini untuk menderita seperti ini?” Menurut apa yang mereka katakan dapatlah kita mengerti bahwa mereka adalah orang-orang yang telah melihat hidup secara obyektif dan bukan secara dangkal berdasarkan pada obyek-obyek yang dapat dilihat dengan mata saja. Tetapi orang-orang awam melihat hidup sebagai apa yang nampak dan bukan sebagaimana yang sebenarnya. “Hidup bukanlah seperti apa yang kita pikirkan merupakan hidup, tetapi apa yang kita pikirkan itulah yang merupakan hidup.” Ini merupakan sebuah ucapan lagi dari pemikir besar. Beberapa orang tertentu berpendapat bahwa tidak ada tujuan tertentu dari hidup; tetapi hidup dapat digunakan untuk tujuan apa saja. Berdasarkan hal ini kita menemukan sesuatu untuk dipertimbangkan secara bijaksana, untuk meggunakan hidup bagi tujuan-tujuan yang menguntungkan diri kita sendiri dan bagi kemanusiaan, dan bukannya menyia-nyiakan hidup dengan menggunakannya bersadarkan pengertian salah.
Dengan demikian, tujuan hidup dapat dikatakan tergantung dari cara kita menangani dan memanfaatkannya. Jika kita menyalah-gunakannya dengan melanggar martabat kemanusiaan, yaitu; dengan merendahkan kemuliaan kita sebagai manusia dan melakukan kejahatan dengan memberi jalan bagi kelemahan-kelemahan manusiawi kita, tidaklah mungkin bagi kita untuk mencapai sesuatu yang berharga dan baik sebagai tujuan hidup. Sebaliknya jika kita bertindak secara bijaksana dan penuh perhatian dengan menjalankan prinsip-prinsip yang diterima secara umum, moral dan etika, melatih kesabaran, toleransi, simpati, kerendahan hati, keramahan, menciptakan saling pengertian dan menolong tanpa memikirkan diri sendiri, dan melatih pikiran untuk mencapai kebijaksanaan dan kebahagiaan, dapatlah kita mencapai sesuatu yang nyata dan menguntungkan sebagai tujuan hidup. Mereka yang mengembangkan kebaikan-kebaikan mulia seperti itu akan merasakan kedamaian, kebahagiaan, ketenangan, kepuasan. Hidup akan menjadi berarti – akan merupakan hal yang menggembirakan untuk hidup! Secara umum, dapatlah dikatakan bahwa tujuan hidup adalah merealisasi kebahagiaan... !
Sang Buddha menggolongkan seluruh manusia dalam empat kelompok di dalam kiprahnya menjalankan kehidupan manusia ini guna mencapai tujuan hidupnya, sebagai berikut:
1. Seseorang yang bekerja bagi kebaikannya sendiri, tetapi tidak bagi kebaikan orang lain.
o Dan bagaimanakah orang yang bekerja bagi kebaikannya sendiri, tetapi tidak bagi kebaikan orang lain? Ia adalah seorang yang berusaha melenyapkan keserakahan, kebencian dan kebodohan dalam dirinya sendiri, tetapi tidak mendorong orang lain melenyapkan keserakahan, kebencian dan kebodohan mereka.
2. Seseorang yang bekerja bagi kebaikan orang lain, tetapi tidak bagi kebaikannya sendiri.
o Dan bagaimanakah orang yang bekerja bagi kebaikan orang lain, tetapi tidak bagi kebaikannya sendiri? Ia adalah orang yang mendorong orang lain untuk melenyapkan keserakahan, kebencian dan kebodohan mereka tetapi tidak berusaha melenyapkan keserakahan, kebencian dan kebodohan sendiri.
3. Seseorang yang tidak bekerja bagi kebaikannya sendiri, juga tidak bekerja bagi kebaikan orang lain.
o Dan bagaimanakah orang yang tidak bekerja bagi kebaikannya sendiri juga tidak bagi kebaikan orang lain? Ia adalah orang yang tidak berusaha melenyapkan keserakahan, kebencian dan kebodohan dalam dirinya sendiri, juga tidak mendorong orang lain untuk melenyapkan keserakahan, kebencian dan kebodohan mereka.
4. Seseorang yang bekerja bagi kebaikannya sendiri, juga bagi kebaikan orang lain.
o Dan bagaimanakah orang yang bekerja bagi kebaikannya sendiri, juga bagi kebaikan orang lain? Ia adalah orang yang berusaha melenyapkan keserakahan, kebencian dan kebodohannya sendiri, juga mendorong orang lain untuk melenyapkan keserakahan, kebencian dan kebodohan mereka.
(Anguttara Nikaya)
Kehidupan kita sangat singkat, dari keempat jenis kiprah manusia di atas, yakin bahwa kita semua memilih yang terakhir, yaitu bekerja bagi kebaikan sendiri juga bagi kebaikan orang lain, kita tidak ingin kehidupan yang kualitasnya rendah, kita ingin kualitas kehidupan yang lebih luhur…
* * *
* dikompilasi dan disampaikan oleh sdr. Selamat Rodjali pada saat Pendalaman Dhamma di Vihara Pluit Dharma Sukha, pada hari Sabtu, 16 September 2006 pukul 15.00 – 17.00
_/\_ :lotus: