88. Kotbah tentang Pencarian terhadap Dharma<155>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di negeri Kosala dengan sekumpulan besar bhikkhu. Beliau pergi ke sebuah hutan kayu keras di sebelah utara desa Pancasāla, bersama-sama dengan berbagai sesepuh yang terkemuka dan sangat dihormati, para siswa utama seperti Yang Mulia Sāriputta, Yang Mulia Mahāmoggalāna, Yang Mulia Kassapa, Yang Maha Mahākaccāna, Yang Mulia Anuruddha, Yang Mulia Revata, dan Yang Mulia Ānanda. Para sesepuh yang terkemuka dan sangat dihormati demikian, para siswa utama demikian sedang berdiam di samping gubuk jerami Sang Buddha [di sebelah utara] desa Pancasāla.<156>
Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
Kalian seharusnya melakukan pencarian terhadap Dharma, bukan pencarian terhadap makanan dan minuman.<157> Mengapakah demikian? Demi cinta kasih dan belas kasih bagi para siswaku, aku berharap kalian melakukan pencarian terhadap Dharma, bukan pencarian terhadap makanan dan minuman.
Jika kalian tidak melakukan pencarian terhadap Dharma dan melakukan pencarian terhadap makanan dan minuman, maka kalian akan mencemari diri kalian sendiri dan [sebagai guru kalian] aku juga tidak akan memiliki nama yang baik. Jika kalian melakukan pencarian terhadap Dharma dan bukan melakukan pencarian terhadap makanan dan minuman, maka kalian akan memuliakan diri kalian sendiri dan [sebagai guru kalian] aku juga akan memiliki nama yang baik.
Bagaimanakah para siswa yang berlatih di bawah Sang Buddha melakukan pencarian terhadap makanan dan bukan pencarian terhadap Dharma? Seumpamanya bahwa aku sudah kenyang, setelah selesai makan, dan masih ada suatu makanan tersisa. Kemudian dua orang bhikkhu datang, yang lapar dan lemah, dan aku berkata kepada mereka, “Aku sudah kenyang, setelah selesai makan, dan masih ada suatu makanan tersisa. Ambillah makanan itu jika kalian ingin makan. Jika kalian tidak mengambilnya, maka aku akan membuangnya [ke tempat] di mana tidak ada tumbuhan hijau atau menjatuhkannya ke dalam air di mana tidak ada kehidupan.”
Kemudian yang pertama dari dua orang bhikkhu itu berpikir, “Sang Bhagavā sudah kenyang, setelah selesai makan, dan masih ada suatu makanan tersisa. Jika aku tidak mengambilnya, Sang Bhagavā pasti akan membuangnya [ke tempat] di mana tidak ada tumbuhan hijau atau menjatuhkannya ke dalam air di mana tidak ada kehidupan. Aku sekarang lebih baik mengambil dan memakannya.” Ia kemudian mengambil makanan tersebut.
Walaupun bhikkhu itu, setelah mengambil makanan tersebut, melewati siang dan malam dengan nyaman dan telah memperoleh kenyamanan dan kesejahteraan, tetapi dengan mengambil makanan itu bhikkhu tersebut tidak menyesuaikan diri dengan maksud Sang Buddha.
Mengapakah demikian? Karena dengan mengambil makanan itu bhikkhu tersebut tidak mencapai dimilikinya sedikit keinginan, tidak mengetahui kepuasan, tidak mudah disokong, tidak mudah terpuaskan, tidak mengetahui waktu [yang tepat], tidak mengetahui pengendalian, tidak memperoleh semangat, tidak mencapai meditasi duduk, tidak mencapai kemurnian perilaku, tidak mencapai keterasingan, tidak mencapai keterpusatan pikiran, tidak mencapai ketekunan, dan tidak mencapai nirvana.
Demikianlah, dengan mengambil makanan itu, bhikkhu tersebut tidak menyesuaikan diri dengan maksud Sang Buddha. Ini adalah bagaimana para siswa yang berlatih di bawah Sang Buddha melakukan pencarian terhadap makanan dan minuman dan bukan pencarian terhadap Dharma.
Bagaimanakah para siswa melakukan pencarian terhadap Dharma dan bukan pencarian terhadap makanan dan minuman? Dari dua orang bhikkhu itu, yang kedua berpikir, “Sang Bhagavā sudah kenyang, telah selesai makan, dan masih ada suatu makanan tersisa. Jika aku tidak mengambilnya, Sang Bhagavā pasti akan membuangnya [ke tempat] di mana tidak ada tumbuhan hijau atau menjatuhkannya ke dalam air di mana tidak ada kehidupan. Selanjutnya, Sang Bhagavā telah mengatakan bahwa di antara [jenis-jenis] makanan, ini adalah yang paling rendah, yaitu sisa-sisa makanan. Aku sekarang lebih baik tidak mengambil makanan ini.” Berpikir demikian, ia tidak mengambilnya.
Walaupun bhikkhu itu, karena tidak mengambil makanan tersebut, melewati siang dan malam dalam penderitaan, tidak memperoleh kenyamanan dan kesejahteraan, tetapi dengan tidak mengambil makanan tersebut, bhikkhu itu menyesuaikan diri dengan maksud Sang Buddha. Mengapakah demikian?
Dengan tidak mengambil makanan itu bhikkhu tersebut mencapai dimilikinya sedikit keinginan, mengetahui kepuasan, mudah disokong, mudah terpuaskan, mengetahui waktu [yang tepat], mengetahui pengendalian, memperoleh semangat, mencapai meditasi duduk, mencapai kemurnian perilaku, mencapai keterasingan, mencapai keterpusatan pikiran, mencapai ketekunan, dan mencapai nirvana. Demikianlah, dengan tidak mengambil makanan itu, bhikkhu tersebut menyesuaikan diri dengan maksud Sang Buddha. Ini adalah bagaimana para siswa yang berlatih di bawah Sang Buddha melakukan pencarian terhadap Dharma dan bukan pencarian terhadap makanan dan minuman.
Kemudian Sang Buddha berkata kepada para siswa:
Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan tetapi para siswa seniornya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disiplin ini tidak kondusif bagi kesejahteraan banyak orang atau kebahagiaan banyak orang. Ini bukan [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia, maupun demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.<158>
Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan tetapi para siswa menengahnya ... barunya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disiplin ini tidak akan kondusif bagi kesejahteraan orang banyak atau kebahagiaan orang banyak. Ini bukan [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia, maupun demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.
[Sebaliknya,] jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan dan para siswa seniornya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disiplin ini kondusif bagi kesejahteraan banyak orang dan kebahagiaan banyak orang. Ini [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia serta demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.
Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan dan para siswa menengahnya ... barunya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disiplin ini akan kondusif bagi kesejahteraan banyak orang dan kebahagiaan banyak orang. Ini [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia serta demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.
Pada waktu itu Yang Mulia Sāriputta hadir di antara perkumpulan itu. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:
Sāriputta, demi kepentingan para bhikkhu, sampaikanlah sebuah kotbah tentang Dharma yang sesuai dengan Dharma. Aku menderita sakit punggung dan ingin beristirahat sejenak.<159>
Yang Mulia Sāriputta menerima instruksi Sang Buddha: “Baik, Sang Bhagavā.”
Kemudian Sang Bhagavā melipat jubah luarnya menjadi empat untuk digunakan sebagai tempat tidur, menggulung jubah utamanya menjadi bantal, dan berbaring pada sisi kanan beliau dengan satu kaki di atas yang lain, dengan mempertahankan persepsi cahaya, penuh perhatian dan kewaspadaan, dan selalu mengingat kehendak untuk bangkit kembali.
Kemudian Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu:
Teman-teman yang mulia, kalian seharusnya mengetahui bahwa Sang Bhagavā telah memberikan ajaran ini secara singkat: “Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan tetapi para siswa seniornya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disiplin ini tidak akan kondusif bagi kesejahteraan banyak orang atau kebahagiaan banyak orang. Ini bukan [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia, maupun demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.
“Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan tetapi para siswa menengahnya ... barunya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disiplin ini tidak akan kondusif bagi kesejahteraan banyak orang atau kebahagiaan banyak orang. Ini bukan [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia, maupun demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.
“[Sebaliknya,] jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan dan para siswa seniornya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disipin ini akan kondusif bagi kesejahteraan banyak orang dan kebahagiaan banyak orang. Ini [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia serta demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.
“Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan dan para siswa menengahnya ... barunya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka Dharma dan disipin ini akan kondusif bagi kesejahteraan banyak orang dan kebahagiaan banyak orang. Ini [dilatih] demi belas kasih dan simpati terhadap dunia serta demi manfaat, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.”
Sehubungan dengan ajaran yang diberikan demikian singkat oleh Sang Bhagavā ini, bagaimanakah kalian memahami maknanya? Bagaimanakah kalian menguraikannya dan menganalisisnya?<160>
Kemudian seorang bhikkhu dalam perkumpulan itu berkata:
Yang Mulia Sāriputta, di sini seorang sesepuh yang sangat dihormati menyatakan tentang dirinya sendiri, “Aku telah mencapai pengetahuan akhir: Kelahiran telah diakhiri bagiku, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan mengalami kelangsungan lain; aku mengetahui hal ini sebagaimana adanya.” Ketika mendengar penyataan diri bhikkhu itu atas pencapaian pengetahuan akhirnya, teman-temannya dalam kehidupan suci dipenuhi dengan kegembiraan.
Bhikkhu lain berkata:
Yang Mulia Sāriputta, ketika para siswa menengah dan baru melakukan pencarian terhadap nirvana yang tiada bandingnya dan bertekad padanya, teman-teman mereka dalam kehidupan suci bergembira ketika melihat hal itu.
Dengan cara-cara ini para bhikkhu tersebut menjelaskan maknanya, tetapi ini tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan Yang Mulia Sāriputta.
Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu:
Teman-teman yang mulia, dengarkanlah apa yang akan kukatakan kepada kalian. Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan, tetapi para siswa seniornya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa seniornya dicela karena tiga alasan. Apakah tiga hal itu?
[Jika] sang guru menyenangi keterasingan tetapi para siswa seniornya tidak berlatih dalam <keterasingan>,<161> maka para siswa seniornya dicela karena hal ini. Jika sang guru mengajarkan ditinggalkannya keadaan-keadaan [batin] tertentu tetapi para siswa seniornya tidak berlatih dalam meninggalkan keadaan-keadaan itu, maka para siswa seniornya dicela karena hal ini. [Jika] para siswa seniornya meninggalkan pengerahan usaha untuk hal itu yang dapat dialami dan direalisasikan, maka para siswa seniornya dicela karena hal ini.
Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan tetapi para siswa seniornya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa seniornya dicela karena tiga alasan ini.
Teman-teman yang mulia, jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan, tetapi para siswa menengahnya ... barunya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa menengahnya ... barunya dicela karena tiga alasan. Apakah tiga hal itu?
[Jika] sang guru menyenangi keterasingan tetapi para siswa menengahnya ... barunya tidak berlatih dalam <keterasingan>, maka para siswa menengahnya ... barunya dicela karena hal ini. Jika sang guru mengajarkan ditinggalkannya keadaan-keadaan [batin] tertentu tetapi para siswa menengahnya ... barunya tidak berlatih dalam meninggalkan keadaan-keadaan itu, maka para siswa menengahnya ... barunya dicela karena hal ini. [Jika] para siswa menengahnya ... barunya meninggalkan pengerahan usaha untuk hal itu yang dapat dialami dan direalisasikan, maka para siswa menengahnya ... barunya dicela karena hal ini.
Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan tetapi para siswa menengahnya ... barunya tidak menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa menengahnya ... barunya dicela karena tiga alasan ini.
[Sebaliknya,] teman-teman yang mulia, jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan, dan para siswa seniornya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa seniornya dipuji karena tiga alasan. Apakah tiga hal itu?
[Jika] sang guru menyenangi keterasingan dan para siswa seniornya juga berlatih dalam <keterasingan>, maka para siswa seniornya dipuji karena hal ini. Jika sang guru mengajarkan ditinggalkannya keadaan-keadaan [batin] tertentu dan para siswa seniornya juga berlatih dalam meninggalkan keadaan-keadaan itu, maka para siswa seniornya dipuji karena hal ini. [Jika] para siswa seniornya tidak meninggalkan pengerahan usaha tetapi berlatih dengan tekun untuk hal itu yang dapat dialami dan direalisasikan, maka para siswa seniornya dipuji karena hal ini.
Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan dan para siswa seniornya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa seniornya dipuji karena tiga alasan ini.
Teman-teman yang mulia, jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan, dan para siswa menengahnya ... barunya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa menengahnya ... barunya dipuji karena tiga alasan. Apakah tiga hal itu?
[Jika] sang guru menyenangi keterasingan dan para siswa menengahnya ... barunya juga berlatih dalam <keterasingan>, maka para siswa menengahnya ... barunya dipuji karena hal ini. Jika sang guru mengajarkan ditinggalkannya keadaan-keadaan tertentu dan para siswa menengahnya ... barunya juga berlatih meninggalkan keadaan-keadaan itu, maka para siswa menengahnya ... barunya dipuji karena hal ini. [Jika] para siswa menengahnya ... barunya tidak meninggalkan pengerahan usaha tetapi berlatih dengan tekun untuk hal itu yang dapat dialami dan direalisasikan, maka para siswa menengahnya ... barunya dipuji karena hal ini.
Jika seorang guru Dharma dan disiplin menyenangi berdiam dalam keterasingan, dan para siswa menengahnya ... barunya juga menyenangi berdiam dalam keterasingan, maka para siswa menengahnya ... barunya dipuji karena tiga alasan ini.
Yang Mulia Sāriputta berkata lebih lanjut kepada para bhikkhu:
Teman-teman yang mulia, terdapat suatu jalan tengah untuk pencapaian kemantapan pikiran, pencapaian konsentrasi, dan pencapaian kegembiraan, yang sesuai dengan Dharma, dan menurut Dharma, serta yang membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana.
Teman-teman yang mulia, apakah jalan tengah untuk pencapaian kemantapan pikiran, pencapaian konsentrasi, dan pencapaian kegembiraan, yang sesuai dengan Dharma dan menurut Dharma, serta yang membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana?
Teman-teman yang mulia, pikiran dengan keinginan indria adalah jahat, dan perilaku buruk dari pikiran dengan keinginan indria juga adalah jahat. Seseorang [seharusnya] meninggalkan pikiran dengan keinginan indria dan perilaku buruk dari pikiran dengan keinginan indria. Demikian juga dengan permusuhan, ... kebencian, ... keirihatian, ... tipu daya, ... sanjungan, ... ketiadaan rasa malu, ... ketiadaan rasa takut, ... keangkuhan, ... kebanggaan yang berlebihan, ... kesombongan, ... kelalaian, ... kemewahan, ... kemarahan, ... sifat suka berselisih....
Teman-teman yang mulia, ketagihan adalah jahat, kemelekatan juga adalah jahat. Seseorang [seharusnya] meninggalkan ketagihan dan kemelekatan. Teman-teman yang mulia, ini adalah jalan tengah untuk pencapaian kemantapan pikiran, pencapaian konsentrasi, dan pencapaian kegembiraan, yang sesuai dengan Dharma dan menurut Dharma, serta membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana.
Selanjutnya, teman-teman yang mulia, terdapat jalan tengah ini untuk pencapaian kemantapan pikiran, pencapaian konsentrasi, dan pencapaian kegembiraan, yang sesuai dengan Dharma, menurut Dharma, dan membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana. Dan apakah, teman-teman yang mulia, jalan tengah ini untuk pencapaian kemantapan pikiran, pencapaian konsentrasi, dan pencapaian kegembiraan, yang sesuai dengan Dharma, menurut Dharma, dan membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana?
Ini adalah jalan mulia berunsur delapan: pandangan benar ... sampai dengan ... konsentrasi benar; ini adalah delapan hal itu. Teman-teman yang mulia, ini adalah jalan tengah untuk pencapaian kemantapan pikiran, pencapaian konsentrasi, dan pencapaian kegembiraan, yang sesuai dengan Dharma dan menurut Dharma, serta membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana.
Pada saat itu rasa sakit yang diderita Sang Bhagavā telah lenyap dan beliau dalam kenyamanan dan merasa lebih baik.<162> Bangkit dari posisi berbaringnya, beliau duduk bersila dan memuji Yang Mulia Sāriputta:
Bagus, bagus, Sāriputta, engkau telah menyampaikan kepada para bhikkhu sebuah kotbah tentang Dharma yang sesuai dengan Dharma. Sāriputta, engkau seharusnya berlanjut menjelaskan kepada para bhikkhu Dharma yang sesuai dengan Dharma. Sāriputta, engkau seharusnya sering menjelaskan kepada para bhikkhu Dharma yang sesuai dengan Dharma.
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
Kalian semua seharusnya mengingat [kotbah tentang] Dharma yang sesuai dengan Dharma [ini], mengulanginya dan menyimpannya dalam ingatan. Mengapakah demikian?
[Kotbah tentang] Dharma [ini] sesuai dengan Dharma; ia mengandung Dharma dan penuh makna; ia adalah landasan kehidupan suci, yang membawa pada penembusan, pencerahan, dan nirvana. Sebagai anggota keluarga yang telah mencukur rambut dan janggut kalian, mengenakan jubah kuning, dan demi keyakinan meninggalkan kehidupan berumah tangga, setelah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, kalian seharusnya mengingat dengan baik Dharma yang sesuai dengan Dharma ini.
Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, Yang Mulia Sāriputta dan para bhikkhu [lainnya] bergembira dan menerimanya dengan hormat.