//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: MN 109. Maha-punnama Sutta: Kotbah Panjang Malam Purnama  (Read 3580 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Utphala Dhamma

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 109
  • Reputasi: 16
  • Semoga semua mahluk berbahagia
MN 109. Maha-punnama Sutta: Kotbah Panjang Malam Purnama
« on: 22 August 2010, 06:25:43 AM »


MN 109 PTS: iii M 15 Maha-puňňama Sutta: Kotbah Panjang Malam Purnama
Adaptasi terjemahan dari Pali oleh Thanissaro Bhikkhu dan Sister Upalavanna


 
Saya mendengar bahwa pada suatu kesempatan Sang Bhagava tinggal dekat Savatthi di Biara Timur, istana ibu dari Migara. Dan pada kesempatan itu - uposatha tanggal lima belas, di malam purnama yang sangat penuh - Beliau duduk di tempat terbuka dengan komunitas para bhikkhu.
 
Kemudian seorang bhikku, bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya di salah satu bahunya, dan beranjali, berkata kepada Sang Bhagava: "Yang Mulia, ada yang ingin saya tanyakan seandainya Yang Mulia berkenan memberi saya kesempatan. "

"Baiklah, kalau begitu, bhikkhu. Duduklah dan tanyakanlah apa yang ingin engkau ketahui."
 
Menanggapi Sang Bhagava, "Baik, Yang Mulia," duduk bhikkhu itu kembali di tempatnya dan berkata kepada Sang Bhagava,"Apakah ini lima kelompok /agregat/gugus (sebagai objek) kemelekatan, yaitu Jasmani (Rupa) sebagai kelompok kemelekatan, Perasaan (Vedana) sebagai kelompok kemelekatan, ..Persepsi (Saňňa)...., Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) ... Kesadaran (Viňňana) sebagai kelompok kemelekatan (upādānakkhandha)?"

"Bhikku, inilah Lima Kelompok Kemelekatan (Pancupādānakkhandha -> 5 objek-objekkemelekatan), yaitu Jasmani (Rupa) sebagai kelompok kemelekatan, Perasaan (Vedana) sebagai kelompok kemelekatan, .. Persepsi (Saňňa).... , Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara)... Kesadaran (Viňňana) sebagai kelompok kemelekatan (upādānakkhandha). "

"Baik,Yang Mulia," bhikkhu itu puas & menyetujui kata-kata Sang Bhagava dan kemudian bertanya lebih lanjut: "Tapi apa, Yang Mulia, di mana Lima Kelompok Kemelekatan ini berakar?"

"Bhikkhu, Kelima Kelompok Kemelekatan ini berakar dalam keinginan (tanha)."

 "Baik, Yang Mulia," bhikkhu itu puas & menyetujui kata-kata Sang Bhagava dan kemudian bertanya lebih lanjut: "Apakah kemelekatan sama dengan Lima Kelompok Kemelekatan atau kemelekatan terpisah dari Lima Kelompok Kemelekatan?"
 
"Bhikkhu, kemelekatan bukanlah hal yang sama dengan Lima Kelompok Kemelekatan, tidak pula terpisah dari Lima Kelompok Kemelekatan. Di mana ada gairah & kesenangan di sana, kemelekatan ada disana."

"Baik, Yang Mulia," bhikkhu itu ... menanyakan pertanyaan lebih lanjut: "Mungkinkah ada keragaman dalam keinginan (hasrat) & gairah terhadap Lima Kelompok Kemelekatan?"

"Mungkin, bhikkhu. Ada kasus di mana pikiran sebagai berikut terjadi kepada seseorang, "Semoga aku menyatu dengan Jasmani (Rupa) tertentu di masa depan, Semoga aku menyatu dengan Perasaan (Vedana) tertentu..., Persepsi (Saňňa) tertentu..., Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) tertentu..., Semoga aku menyatu dengan Kesadaran (Viňňana) tertentu di masa depan. Ini adalah bagaimana ada keragaman keinginan & gairah untuk Lima Kelompok Kemelekatan."
 
"Baik, Yang Mulia," bhikkhu itu ... menanyakan pertanyaan lebih lanjut: "Sejauh mana cakupan istilah "kelompok/khandha" berlaku untuk masing-masing kelompok/khandha?"

"Bhikkhu, apapun Jasmani (Rupa), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau di luar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat: itulah yang disebut kelompok Jasmani (Rupakhandha).
 
Apapun Perasaan (Vedana), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau di luar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat: itulah yang disebut kelompok Perasaan (Vedanakhandha).
 
Apapun Persepsi (Saňňa), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau diluar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat: itulah yang disebut kelompok Persepsi (Saňňakhandha).
 
Apapun Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau di luar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat: itulah yang disebut kelompok Bentuk-bentuk Pikiran (Sankharakhandha).

Apapun Kesadaran (Viňňana), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau diluar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat: itulah yang disebut kelompok Kesadaran (Viňňanakhandha).

Inilah jangkauan sejauh mana cakupan istilah "kelompok/khandha" berlaku untuk masing-masing kelompok/khandha."
 
"Baik, Yang Mulia," bhikkhu itu ... menanyakan pertanyaan lebih lanjut: "Yang Mulia, apa penyebab, apa kondisi-kondisi yang menunjang keberadaan dari agregat Jasmani (Rupa), Perasaan (Vedana), Persepsi (Saňňa), Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara), dan Kesadaran (Viňňana)?"
 
"Bhikkhu, empat eksistensi besar (padat, cair, api, & gas) adalah penyebab, empat eksistensi besar adalah kondisi-kondisi yang menunjang keberadaan agregat Jasmani (Rupa). Kontak adalah penyebab, Kontak adalah kondisi-kondisi yang menunjang keberadaan agregat Perasaan (Vedana), Persepsi (Saňňa), dan Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara). Nama Rupa adalah penyebab, Nama Rupa adalah kondisi-kondisi yang menunjang keberadaan agregat Kesadaran (Viňňana).

"Baik, Yang Mulia," bhikkhu itu ... menanyakan pertanyaan lebih lanjut: "Yang Mulia, bagaimana timbulnya pandangan tentang adanya "diri" terjadi?"
 
"Ada kasus, bhikkhu, di mana orang yang tidak terpelajar, tidak terlatih, tidak mengenal para Yang Tercerahkan, tidak memahami dan berdisiplin dalam Dhamma, mereka yang tidak mengenal para bijaksana yang memiliki keteguhan; menganggap Jasmani (Rupa) sebagai "diri", atau menganggap Jasmani (Rupa) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Jasmani (Rupa) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Jasmani (Rupa).

"Dia menganggap Perasaan (Vedana) sebagai "diri", atau menganggap Perasaan (Vedana) dimiliki oleh "diri" , atau menganggap Perasaan (Vedana) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Perasaan (Vedana).
 
"Dia menganggap Persepsi (Saňňa) sebagai "diri", atau menganggap Persepsi (Saňňa) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Persepsi (Saňňa) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Persepsi (Saňňa).

"Dia menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) sebagai "diri", atau menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara).

"Dia menganggap Kesadaran (Viňňana) sebagai "diri", atau menganggap Kesadaran (Viňňana) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Kesadaran (Viňňana) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Kesadaran (Viňňana).

"Inilah bhikkhu, bagaimana timbulnya pandangan tentang adanya "diri" terjadi."
 
"Baik, Yang Mulia," bhikkhu itu ... menanyakan pertanyaan lebih lanjut: "Yang Mulia, bagaimana pandangan tentang adanya "diri" lenyap?"
 
"Ada kasus, bhikkhu, di mana orang yang terpelajar, terlatih, mengenal para Yang Tercerahkan, memahami dan berdisiplin dalam Dhamma, mereka yang mengenal para bijaksana yang memiliki keteguhan; TIDAK menganggap Jasmani (Rupa) sebagai "diri", atau menganggap Jasmani (Rupa) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Jasmani (Rupa) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Jasmani (Rupa).

"Dia TIDAK menganggap Perasaan (Vedana) sebagai "diri", atau menganggap Perasaan (Vedana) dimiliki oleh "diri" , atau menganggap Perasaan (Vedana) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Perasaan (Vedana).

"Dia TIDAK menganggap Persepsi (Saňňa), sebagai "diri", atau menganggap Persepsi (Saňňa) dimiliki oleh "diri" , atau menganggap Persepsi (Saňňa) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Persepsi (Saňňa).
 
"Dia TIDAK menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) sebagai "diri", atau menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara).

"Dia TIDAK menganggap Kesadaran (Viňňana) sebagai "diri", atau menganggap Kesadaran (Viňňana) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Kesadaran (Viňňana) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Kesadaran (Viňňana).

"Inilah bhikkhu, bagaimana pandangan tentang adanya "diri" lenyap."
 
"Baik, Yang Mulia," bhikkhu itu ... menanyakan pertanyaan lebih lanjut: "Apakah, Yang Mulia, yang menjadi daya tarik Jasmani (Rupa)? Apakah keburukannya? Bagaimana cara melepaskan diri darinya? Apa yang menjadi daya tarik Perasaan (Vedana)...Persepsi (Saňňa)... Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) ...Kesadaran (Viňňana)?"

"Bhikkhu, apapun kesenangan & kegembiraan yang muncul dikondisikan atau berkenaan dengan Jasmani (Rupa) adalah daya tarik Jasmani (Rupa). Kenyataan bahwa Jasmani (Rupa) adalah tidak kekal, tidak memuaskan, tunduk pada hukum perubahan adalah keburukan dari Jasmani (Rupa). Menundukan keinginan (hasrat) & gairah, meninggalkan keinginan (hasrat) & gairah terhadap Jasmani (Rupa) adalah cara melepaskan diri darinya."

"Bhikkhu, apapun kesenangan & kegembiraanyang muncul dikondisikan atau berkenaan dengan Perasaan (Vedana) adalah daya tarik Perasaan (Vedana). Kenyataan bahwa Perasaan (Vedana) adalah tidak kekal, tidak memuaskan, tunduk pada hukum perubahan adalah keburukan dari Perasaan (Vedana). Menundukan keinginan (hasrat) & gairah, meninggalkan keinginan (hasrat) & gairah terhadap Perasaan (Vedana) adalah cara melepaskan diri darinya."

"Bhikkhu, apapun kesenangan & kegembiraanyang muncul dikondisikan atau berkenaan dengan Persepsi (Saňňa) adalah daya tarik Persepsi (Saňňa). Kenyataan bahwa Persepsi (Saňňa) adalah tidak kekal, tidak memuaskan, tunduk pada hukum perubahan adalah keburukan dari Persepsi (Saňňa). Menundukan keinginan (hasrat) & gairah, meninggalkan keinginan (hasrat) & gairah terhadap Persepsi (Saňňa) adalah cara melepaskan diri darinya."

"Bhikkhu, apapun kesenangan & kegembiraan yang muncul dikondisikan atau berkenaan dengan Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) adalah daya tarik Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara). Kenyataan bahwa Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) adalah tidak kekal, tidak memuaskan, tunduk pada hukum perubahan adalah keburukan dari Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara). Menundukan keinginan (hasrat) & gairah, meninggalkan keinginan (hasrat) & gairah terhadap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) adalah cara melepaskan diri darinya."

"Bhikkhu, apapun kesenangan & kegembiraan yang muncul dikondisikan atau berkenaan dengan Kesadaran (Viňňana) adalah daya tarik Kesadaran (Viňňana). Kenyataan bahwa Kesadaran (Viňňana) adalah tidak kekal, tidak memuaskan, tunduk pada hukum perubahan adalah keburukan dari Kesadaran (Viňňana). Menundukan keinginan (hasrat) & gairah, meninggalkan keinginan (hasrat) & gairah terhadap Kesadaran (Viňňana) adalah cara melepaskan diri darinya."

"Baik, Yang Mulia," bhikkhu itu ... menanyakan pertanyaan lebih lanjut: "Mengetahui dengan cara bagaimana, melihat dengan cara apa, berkaitan dengan jasmani yang berkesadaran ini dan berkaitan dengan semua fenomena dari luar, tak ada lagi timbulnya gagasan mengenai "Diri, Diriku, Milikku" termasuk kekotoran batin laten yang sangat halus dalam membanding-bandingkan diri? "
 
"Bhikkhu, seseorang melihat apapun Jasmani (Rupa), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau di luar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; - apapun Jasmani (Rupa) - sebagaimana adanya dengan pengertian benar: 'Ini bukan Milikku, Ini bukan Diriku, Ini bukan Aku'..."

"Bhikkhu, seseorang melihat apapun Perasaan (Vedana), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau dil uar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; - apapun Perasaan (Vedana) - sebagaimana adanya dengan pengertian benar: 'Ini bukan Milikku, Ini bukan Diriku, Ini bukan Aku'..."
 
"Bhikkhu, seseorang melihat apapun Persepsi (Saňňa), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalamatau dil uar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; - apapun Persepsi (Saňňa) - sebagaimana adanya dengan pengertian benar: 'Ini bukan Milikku, Ini bukan Diriku, Ini bukan Aku'..."
 
"Bhikkhu, seseorang melihat apapun Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau di luar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; - apapun Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) - sebagaimana adanya dengan pengertian benar: 'Ini bukan Milikku, Ini bukan Diriku, Ini bukan Aku'..."
 
"Bhikkhu, seseorang melihat apapun Kesadaran (Viňňana), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau di luar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; - apapun Kesadaran (Viňňana) - sebagaimana adanya dengan pengertian benar: 'Ini bukan Milikku, Ini bukan Diriku, Ini bukan Aku'..."
 
"Bhikkhu, mengetahui dengan cara ini, melihat dengan cara ini, berkaitan dengan jasmani yang berkesadaran ini dan berkaitan dengan semua fenomena dari luar, tak ada lagi timbulnya gagasan mengenai "Diri, Diriku, Milikku" termasuk kekotoran batin laten yang sangat halus dalam membanding-bandingkan diri"

Pada saat itu pemikiran ini muncul di kesadaran seorang bhikkhu tertentu: "Jadi , Jasmani(Rupa) bukan diri, Perasaan (Vedana) bukan diri, Persepsi (Saňňa) bukan diri, Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) bukan diri, Kesadaran (Viňňana) bukan diri. Lalu diri apa yang bisa tersentuh oleh tindakan yang dilakukan oleh apa yang bukan diri?"
 
Kemudian Sang Bhagava, mengetahui pemikiran bhikkhu itu, berkata padanya: "Adalah mungkin bagi orang bodoh - diliputi kegelapan batin, dikuasai oleh nafsu keinginan - berpikir bahwa dia bisa mengakali pesan gurunya dengan cara seperti ini: 'Jadi, Jasmani (Rupa) bukan diri, Perasaan (Vedana) bukan diri, Persepsi (Saňňa) bukan diri, Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) bukan diri, Kesadaran (Viňňana) bukan diri. Lalu diri apa yang bisa tersentuh oleh tindakan yang dilakukan oleh apa yang bukan diri?'... "
 
"Sekarang, bhikkhu, bukankah sudah pernah kuajarkan cara memberikan pertanyaan balik sehubungan dengan topik ini di berbagai kesempatan dan bagaimana segala sesuatu yang terkondisi sangat tergantung pada kondisi-kondisi yang menunjangnya?"
 
"Apa pendapat kalian - Apakah Jasmani (Rupa) kekal (tetap) atau tidak kekal (tidak tetap)?"
"Tidak kekal (tidak tetap), Yang Mulia."
 
"Dan apakah yang tidak kekal itu memuaskan atau tidak memuaskan?"
"Tidak memuaskan, Yang Mulia."
 
"Dan apakah layak untuk menganggap apa yang tidak kekal, tidak memuaskan, tunduk pada hukum perubahan sebagai: 'Ini adalah Milikku, Ini Diriku, Ini Aku'?.."
"Tidak, Yang Mulia."
 
"... Apakah Perasaan (Vedana) kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Yang Mulia." ...
 
"... Apakah Persepsi (Saňňa) kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, YangMulia."...
 
"... Apakah Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Yang Mulia." ...
 
"Apa pendapat kalian - Apakah Kesadaran (Viňňana) kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Yang Mulia."
 
"Dan apakah yang tidak kekal itu memuaskan atau tidak memuaskan?"
"Tidak memuaskan, Yang Mulia."
 
"Dan apakah layak untuk menganggap apa yang tidak kekal, tidak memuaskan, tunduk pada hukum perubahan sebagai: 'Ini adalah Milikku, Ini Diriku, Ini Aku'?.."
"Tidak, Yang Mulia."
 
"Demikianlah para Bhikkhu, apapun Jasmani (Rupa), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau di luar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; - apapun Jasmani (Rupa) – hendaknya dilihat sebagaimana adanya dengan pengertian benar: 'Ini bukan Milikku, Ini bukan Diriku, Ini bukan Aku'..."
 
"Demikianlah para Bhikkhu, apapun Perasaan (Vedana), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau di luar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; - apapun Perasaan (Vedana) – hendaknya dilihat sebagaimana adanya dengan pengertian benar: 'Ini bukan Milikku, Ini bukan Diriku, Ini bukan Aku'..."
 
"Demikianlah para Bhikkhu, apapun Persepsi (Saňňa),baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau di luar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; - apapun Persepsi (Saňňa) - hendaknya dilihat sebagaimana adanya dengan pengertian benar: 'Ini bukan Milikku, Ini bukan Diriku, Ini bukan Aku'..."

"Demikianlah para Bhikkhu, apapun Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau di luar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; - apapun Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) - hendaknya dilihat sebagaimana adanya dengan pengertian benar: 'Ini bukan Milikku, Ini bukan Diriku, Ini bukan Aku'..."

"Demikianlah para Bhikkhu, apapun Kesadaran (Viňňana), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau di luar); kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; - apapun Kesadaran (Viňňana) - hendaknya dilihat sebagaimana adanya dengan pengertian benar: 'Ini bukan Milikku, Ini bukan Diriku, Ini bukan Aku'..."
 
"Melihat demikian, murid para Yang Tercerahkan menjadi enggan terhadap Jasmani (Rupa), menjadi enggan terhadap Perasaan (Vedana), menjadi enggan terhadap Persepsi (Saňňa), menjadi enggan terhadap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara), menjadi enggan terhadap Kesadaran (Viňňana). Dari keengganan timbul keseimbangan batin. Dari keseimbangan batin, dia sepenuhnya terbebaskan. Melalui pembebasan timbul pengetahuan, 'Pembebasan telah sepenuhnya diraih'. Dia mengetahui 'Kelahiran telah terhenti, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah tuntas dilaksanakan. Tidak kembali lagi ke dunia ini (lingkaran samsara telah dipatahkan)'.."

 
Demikianlah yang dikatakan Sang Bhagava. Berterimakasih, para bhikkhu puas dengan kata-kata Sang Bhagava. Dan ketika penjelasan ini diberikan, pikiran enam puluh orang bhikkhu, melalui ketidakmelekatan, sepenuhnya terbebas dari kekotoran batin.

(SELESAI)
« Last Edit: 25 August 2010, 10:51:29 AM by Sumedho »

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: MN 109. Maha-punnama Sutta: Kotbah Panjang Malam Purnama
« Reply #1 on: 22 August 2010, 09:43:29 AM »
Bro Utphala yang baik,
Terima kasih telah memposting Sutta-Sutta yang baik, khususnya mengenai anatta.
Banyak diantara teman-teman, bahkan juga diantara para senior kita yang masih kurang mengerti terhadap apa yang dimaksud anatta dan kaitannya dengan praktek langsung dalam pengertian sehari-hari yang lebih umum.
Penerjemahan dari bahasa Pali atau bhasa Inggris juga tak membuat pengertian berkembang, kadang-kadang hanya kebingungan yang didapatkan, karena saya rasa pada jaman Sang Buddha menggunakan gaya bahasa berbeda.

Dalam kesempatan ini saya berusaha mengomentari dan menjelaskan lebih jauh maha Punnama sutta ini, dalam pengertian sehari-hari dan dalam praktek, apa yang dimaksud anatta. Katakanlah ini sebagai "brainstorming", agar teman-teman mendapatkan pengertian lebih jelas terhadap apa yang dimaksud dengan anatta. Saya akan mencoba mengutip yang di kata-kata Sang Buddha yang di-bold (tapi saya kutip dengan italic), tapi hanya satu aggregate (khandha) yang dibahas karena satu aggregate dianggap mewakili semua aggregate, karena khandha yang lain hanya pengulangan. Contoh yang saya ambil adalah perasaan (vedana).

"Ada kasus, bhikkhu, di mana orang yang tidak terpelajar, tidak terlatih, tidak mengenal para Yang Tercerahkan,  tidak memahami dan berdisiplin dalam Dhamma,  mereka  yang tidak mengenal para bijaksana yang memiliki  keteguhan;  menganggap perasaan (vedana) sebagai “diri”, atau menganggap perasaan (vedana)  dimiliki oleh “diri” , atau menganggap perasaan (vedana) berada di dalam (mengandung) “diri”, atau menganggap “diri” terkandung atau berada di dalam perasaan (vedana)."

Disini Seringkali mahluk-mahluk menganggap "perasaan sebagai diri, dimiliki oleh diri, di dalam diri, atau diri ada dalam perasaan" hal ini terjadi tanpa mereka sadari.
Dalam pengertian sehari-hari dan dalam pengertian praktek, seorang guru  meditasi Vipassana mengatakan bahwa kita terseret oleh perasaan, hanyut oleh perasaan, terbawa oleh perasaan, terlibat dengan perasaan.
Yang dikatakan oleh Sang Buddha dan yang dikatakan oleh guru meditasi Vipassana tersebut maksudnya sama. Anggapan timbul karena kita terseret oleh perasaan tersebut. Saya rasa Sang Buddha dan kita menggunakan gaya bahasa yang berbeda (atau terjemahannya yang kurang akurat), yang dikatakan oleh guru meditasi Vipassana tersebut lebih mudah dimengerti dan lebih bisa dipahami.

Bagaimana caranya agar kita dapat melihat timbulnya anggapan-anggapan diri tersebut? Kita tahu bahwa seseorang yang konsentrasinya lemah pikirannya berbaur campur aduk tak keruan, berpindah dengan cepat, berproses dan berubah sangat cepat, sering diumpamakan seperti kera yang meloncat kesana-kemari tak pernah berhenti. Oleh karena itu sulit (bila tak mau dikatakan tak mungkin) bagi seseorang yang konsentrasinya lemah untuk melihat timbul dan lenyapnya perasaan.

Dengan bertambah kuatnya konsentrasi maka kita dapat melihat bertambah lama bertambah jelas timbul dan lenyapnya perasaan, semakin jelas kita mampu melihat timbul dan lenyapnya perasaan maka semakin kita tidak terseret, tidak terhanyut, tidak terbawa, tidak masuk dan tidak terlibat dengan perasaan. Disini "perhatian/konsentrasi nampak semakin terpisah dengan perasaan". Siswa-siswa Abhidhamma sering mengatakan perhatian yang melihat timbul dan lenyapnya perasaan ini sebagai Panna. Murid-murid meditasi Vipassana sering mengatakan ini sebagai "knowing mind" atau "perhatian yang mengetahui".

Perhatian yang tidak terseret, yang tidak terbawa, tidak hanyut, tidak masuk dan tidak terlibat inilah yang dimaksud dengan "perhatian yang tidak melekat". Jadi perhatikan bahwa perhatian yang tidak melekat juga timbul dengan konsentrasi yang kuat, siswa-siswa Abhidhamma sering mengatakan bahwa inilah yang dimaksud dengan panna/understanding yang timbul dengan konsentrasi.
disini saya ingin berusaha menjembatani antara teori abhidhamma dengan praktek yang sesungguhnya, karena seringkali teori dengan praktek nampaknya berbeda, padahal tidak demikian. Perbedaannya hanya terletak pada penerjemahan dan istilah-istilah Pali yang kurang kita kuasai (dan tentu juga kurangnya pengalaman praktek).

Selanjutnya Sang Buddha mengatakan,
"Ada kasus, bhikkhu, di mana orang yang terpelajar, terlatih,  mengenal  para Yang Tercerahkan,  memahami dan berdisiplin dalam Dhamma,  mereka  yang mengenal para bijaksana yang memiliki  keteguhan;  TIDAK menganggap perasaan (vedana) sebagai “diri”, atau menganggap perasaan (vedana)  dimiliki oleh “diri” , atau menganggap perasaan (vedana) berada di dalam (mengandung) “diri”, atau menganggap “diri” terkandung atau berada di dalam perasaan (vedana)."

Saya rasa teman-teman sudah mengerti, bahwa yang dimaksud Sang Buddha dengan tidak terseret dsbnya adalah "tidak melekat". Inilah arti dari tidak melekat yang sesungguhnya, yaitu, "melihat perasaan hanya sebagai perasaan, tak ada apapun, kosong, tanpa inti, hanya proses yang timbul lenyap" Dengan demikian kita tak lagi "menganggap perasaan (vedana) sebagai “diri”, atau menganggap perasaan (vedana)  dimiliki oleh “diri” , atau menganggap perasaan (vedana) berada di dalam (mengandung) “diri”, atau menganggap “diri” terkandung atau berada di dalam perasaan (vedana)." Darimanakah timbulnya ketidak melekatan tersebut? dari meditasi Vipassana/hidup sesuai Jalan Ariya Berunsur Delapan.

lebih lanjut Sang Buddha menguraikan mengenai tidak melekat ini, "Bhikkhu, seseorang melihat apapun perasaan (vedana), baik di masa lalu, masa depan, atau saat ini; internal atau eksternal (di dalam atau diluar); kasar atau halus; biasa atau luhur; jauh atau dekat;  - apapun perasaan (vedana) - sebagaimana adanya dengan pengertian benar: ‘Ini bukan Milikku, Ini bukan Diriku, Ini bukan Aku’...”

Jadi pengertian benar mengenai tanpa aku (anatta), muncul dengan sendirinya, tidak dianalisa, tidak dipikirkan, tidak direnung-renungkan, tidak diasumsikan, tidak dikonsepkan. Ia muncul bersama dengan perhatian, konsentrasi dan kewaspadaan dalam latihan Vipassana. Secara otomatis pengertian "‘Ini bukan Milikku, Ini bukan Diriku, Ini bukan Aku’...” akan muncul dengan sendirinya, dan bertambah lama bertambah jelas.

Sang Buddha lebih lanjut menguraikan, "Bhikkhu, apapun kesenangan & kegembiraan yang muncul  dikondisikan atau berkenaan dengan perasaan (vedana) adalah daya tarik perasaan (vedana). Kenyataan bahwa perasaan (vedana) adalah tidak kekal, tidak memuaskan, tunduk pada hukum perubahan adalah keburukan dari perasaan (vedana). Menundukan keinginan (hasrat) & gairah, meninggalkan keinginan (hasrat) & gairah terhadap  perasaan (vedana) adalah cara melepaskan diri darinya.”

Bila kita terus menerus melihat segala sesuatu dalam diri kita hanya proses yang selalu berubah, tidak kekal, tanpa inti, kosong, apakah ada kesenangan disana? Tentu tidak bukan? maka yang terjadi timbullah kebosanan, rasa tidak puas, melihat apa sih hidup ini? Dengan demikian timbul penolakan (nibidha), perasaan ingin terbebas dari proses-proses ini.
Oleh karena penolakan yang semakin kuat terhadap proses-proses batin dan jasmani ini, maka yang akan terjadi adalah sesuai dengan yang dikatakan oleh  Sang Buddha,

"Melihat demikian, murid para Yang Tercerahkan menjadi enggan terhadap Jasmani  (Rupa), menjadi enggan terhadap Perasaan (Vedana), menjadi enggan terhadap Persepsi  (Saňňa), menjadi enggan terhadap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara), menjadi enggan terhadap Kesadaran (Viňňana). Dari keengganan timbul keseimbangan batin. Dari keseimbangan batin, dia sepenuhnya terbebaskan. Melalui pembebasan timbul pengetahuan, ‘Pembebasan telah sepenuhnya diraih’.  Dia mengetahui ‘Kelahiran telah terhenti, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah dilaksanakan. Tidak ada apapun lagi yang diinginkan dari dunia ini’.”

keseimbangan batin yang dimaksud disini adalah sankhara-upekkha nana, keseimbangan terhadap sankhara. Menarik untuk disimak disini bahwa seringkali saya maksudkan sankhara adalah impuls-impuls batin dan jasmani, atau fenomena-fenomena batin dan jasmani, tetapi dalam sebuah diskusi dengan siswa-siswa Abhidhamma pada sebuah milis luar negeri, mereka sering memberikan penyebutan yang berbeda, yaitu dhamma (d huruf kecil). Tetapi saya rasa yang dimaksud adalah sama, yaitu dhamma yang dimaksud adalah fenomena batin dan jasmani. Mungkin bro markos atau sis Lily bisa memberi penjelasan mengenai dhamma yang dimaksud disini.

Jadi urutan sistematisnya demikian: dalam kehidupan sehari-hari kita terlibat, hanyut dan terseret oleh perasaan, sehingga timbul anggapan, "Ini aku, ini milikku, ini diriku...." inilah moha.
Lalu kita bermeditasi Vipassana meningkatkan perhatian, konsentrasi dan kewaspadaan, akibatnya kita mulai tidak terlibat, tidak terhanyut dan tidak terseret oleh perasaan (inilah panna). Oleh karena dapat melihat tanpa terhanyut dan terseret maka nampak semakin jelas perbedaan antara batin yang memperhatikan dan perasaan yang timbul. Semakin jelas perbedaan, maka perhatian semakin terpisah dan perhatian semakin tidak melekat pada perasaan.

Dengan semakin tidak melekat pada perasaan maka semakin menyadari bahwa tak ada kesenangan disana, oleh karena itu semakin enggan terhadap proses-proses tersebut (nibhida), lalu timbul keseimbangan. Bila keseimbangan  diteruskan maka batin bisa terbebas.


Oh ya sebagai catatan, aggregate (khandha) yang saya jadikan contoh hanya vedana, karena kalau ditambah dengan aggregate yang lain menjadi terlalu panjang.
Uraian ini mungkin masih belum sepenuhnya membantu teman-teman mendapatkan pengertian benar mengenai anatta, tetapi saya mengharapkan semoga dengan uraian ini sedikit atau banyak dapat membantu mengurangi pandangan salah terhadap apa yang dimaksud anatta.

 _/\_
« Last Edit: 22 August 2010, 09:56:22 AM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Utphala Dhamma

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 109
  • Reputasi: 16
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: MN 109. Maha-punnama Sutta: Kotbah Panjang Malam Purnama
« Reply #2 on: 22 August 2010, 06:18:30 PM »
 [at] Fabian:
Anumodana atas ulasan bro Fabian yang membawa kita pada pemahaman yang lebih baik dalam menjembatani teori dan praktek. Pada kesempatan ini saya meminta maaf karena ternyata ada kesalahan ketik dalam postingan terjemahan sutta di atas di beberapa tempat. Saya berkeinginan untuk memperbaikinya, adakah cara yang bisa saya lakukan untuk meng-upgradenya di forum ini? Sekali lagi saya ucapkan banyak terimakasih buat bro Fabian.

Mettacitena _/\_
Utphala Dhamma

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: MN 109. Maha-punnama Sutta: Kotbah Panjang Malam Purnama
« Reply #3 on: 23 August 2010, 08:40:12 AM »
hubungi sumedho atau kemenyan, bisa juga reply editannya, biar user tahu.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Sunce™

  • Sebelumnya: Nanda
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.350
  • Reputasi: 66
  • Gender: Male
  • Nibbana adalah yang Tertinggi
Re: MN 109. Maha-punnama Sutta: Kotbah Panjang Malam Purnama
« Reply #4 on: 23 August 2010, 08:33:42 PM »
anumodana...

Offline Utphala Dhamma

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 109
  • Reputasi: 16
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: MN 109. Maha-punnama Sutta: Kotbah Panjang Malam Purnama
« Reply #5 on: 24 August 2010, 01:47:31 AM »
(Revisi  posting terjemahan di atas, mohon maaf sebelumnya)
sudah diupdate ke awal
« Last Edit: 25 August 2010, 10:51:17 AM by Sumedho »