Komunitas > Personality

story of life

(1/20) > >>

Hikoza83:
gw ada koleksi cerita2 bagus yg dikumpulkan dr berbagai sumber.
untuk mengingatkanku, kenangan2 masa kuliah gw [kolektor cerita2 kayak gini],
i pikir mo posting ke sini, sekalian di-share buat yg lain.
semoga orang yg beruntung membacanya juga bisa mendapatkan manfaat2nya dan berguna baginya.
semoga berbahagia!
 _/\_


By : Zen

Hikoza83:
4 ISTRI

Dahulu kala …
Ada seorang raja yang mempunyai 4 isteri.

Raja ini sangat mencintai istri keempatnya dan selalu menghadiahkannya pakaian-pakaian yang mahal dan memberinya makanan yang paling enak.
Hanya yang terbaik yang akan diberikan kepada sang isteri.

Dia juga sangat memuja isteri ketiganya dan selalu memamerkannya ke pejabat-pejabat kerajaan tetangga.
Itu karena dia takut suatu saat nanti, isteri ketiganya ini akan meninggalkannya.

Sang raja juga menyayangi isteri keduanya. Karena isterinya yang satu ini merupakan tempat curahan hatinya, yang akan selalu ramah, peduli, dan sabar terhadapnya.
Pada saat sang raja menghadapi suatu masalah, dia akan mengungkapkan isi hatinya hanya pada isteri kedua karena dia bisa membantunya melalui masa-masa sulit itu.

Isteri pertama raja adalah pasangan yang sangat setia dan telah memberikan kontribusi yang besar dalam pemeliharaan kekayaannya maupun untuk kerajaannya.
Akan tetapi, si raja tidak peduli terhadap isteri pertamanya ini, meskipun sang isteri begitu mencintainya, tetap saja sulit bagi sang raja untuk memperhatikan isterinya itu.

Hingga suatu hari, sang raja jatuh sakit dan dia sadar bahwa kematiannya sudah dekat.

Sambil merenungi kehidupannya yang sangat mewah itu, sang raja lalu berpikir,
“Saat ini aku memiliki 4 isteri di sampingku, tapi ketika aku pergi, mungkin aku akan sendiri.”

Lalu bertanyalah ia pada isteri keempatnya, “Sampai saat ini, aku paling mencintaimu, aku sudah menghadiahkanmu pakaian-pakaian yang paling indah dan memberi perhatian yang sangat besar hanya untukmu. Sekarang aku sekarat, apakah kau akan mengikuti dan tetap menemaniku?”.

“Tidak akan!”, balas si isteri keempatnya itu, ia pun pergi tanpa mengatakan apapun lagi.

Jawaban isterinya itu bagaikan pisau yang begitu tepat menusuk jantungnya.

Raja yang sedih itu kemudian bertanya pada isteri ketiganya, “Aku sangat memujamu dengan seluruh jiwaku. Sekarang aku sekarat, apakah kau tetap mengikuti dan selalu bersamaku?”.

“Tidak!”, sahut sang isteri. “Hidup ini begitu indah! Saat kau meninggal, akupun akan menikah kembali!”.

Perasaan sang rajapun hampa dan membeku.

Beberapa saat kemudian, sang raja bertanya pada isteri keduanya, “Selama ini, bila aku membutuhkanmu, kau selalu ada untukku. Jika nanti aku akan meninggal, apakah kau akan mengikuti dan terus di sampingku?”.

“Maafkan aku, untuk kali ini aku tidak bisa memenuhi permintaanmu!”, jawab isteri keduanya. “Yang bisa aku lakukan, hanyalah ikut menemanimu menuju pemakamanmu.”

Lagi-lagi, jawaban si isteri bagaikan petir menyambar dan menghancurkan hatinya.

Tiba-tiba, sebuah suara berkata,
“Aku akan bersamamu dan menemanimu kemanapun kau pergi.”
Sang raja menolehkan kepalanya mencari siapa yang berbicara,
dan terlihatlah olehnya isteri pertamanya.
Dia kelihatan begitu kurus, seperti menderita kekurangan gizi.

Dengan penyesalan yang sangat mendalam dan kesedihan yang amat sangat,
sang raja berkata sendu, “Seharusnya aku lebih memperhatikanmu saat aku masih punya banyak kesempatan.”

Dalam realitanya, sesungguhnya kita semua mempunyai ‘4 isteri’ dalam hidup kita …

‘Isteri keempat’ kita adalah tubuh kita. Tidak peduli berapa banyak waktu dan usaha yang kita habiskan untuk membuatnya terlihat bagus, tetap saja dia akan meninggalkan kita saat kita meninggal.

Kemudian ‘Isteri ketiga’ kita adalah ambisi, kedudukan, dan kekayaan kita.
Saat kita meninggal, semua itu pasti akan jatuh ke tangan orang lain.

Sedangkan ‘Isteri kedua’ kita adalah keluarga dan teman-teman kita.
Tak peduli berapa lama waktu yang sudah dihabiskan bersama kita, tetap saja mereka hanya bisa menemani dan mengiringi kita hingga ke pemakaman.

Dan akhirnya ‘Isteri pertama’ kita adalah kesadaran atau nilai spiritual kita,
Yang telah sering terabaikan oleh kita karena sibuk memburu kekayaan, kekuasaan, dan kepuasan nafsu. Padahal justru kesadaran atau nilai spiritual inilah yang akan mengikuti kita terus kemanapun kita pergi.

Jadi perhatikan, tanamkan dan simpan baik-baik dalam hatimu sekarang!
Hanya inilah hal terbaik yang bisa kau tunjukkan pada dunia.
Let it Shine!


Sumber : Buletin Gema Dharmakirti. Edisi no.15/2006.

Hikoza83:
Empat orang buta
Oleh Shian (NamoAmitofuo), The Daily Enlightenment, disebar luaskan di the Buddhist Channel, 11 Januari 2005

Singapura - Seorang buta akan meninggalkan rumah temannya dimalam hari ketika dia disarankan untuk membawa sebuah lentera. Tertawa terbahak-bahak, orang buta itu menukas, "Apa gunanya lampu bagi saya? Saya tahu jalan kerumah saya!" Temannya dengan sabar menjawab, "Lampu itu untuk orang-orang lain supaya bisa melihat - sehingga mereka tidak akan menabrak anda." Sambil mencibir, orang buta itu setuju untuk menggunakannya. Belum terlalu jauh diperjalanan, seseorang tidak sengaja menabrak orang buta itu, mengagetkannya. Sambil menahan amarah, dia berteriak, "Hey! Kamu kan tidak buta! Jadi beri jalan kepada orang buta!"

Setelah berjalan beberapa lama lagi, orang lain menabrak dia. Kali ini, orang buta itu bertambah marah, dan berteriak, "Apa kamu buta? Apa kamu tidak bisa melihat lentera ini? Saya menentengnya untuk kamu! (supaya bisa melihat si orang buta datang). Sipenabrak menjawab, "Kamulah yang buta! Tidak bisakah kamu melihat lenteramu itu sudah padam?" si orang buta tertegun. Setelah melihat dengan lebih jelas, si penabrak meminta maaf, "Mohon maaf, sayalah yang 'buta'. Saya tidak melihat bahwa anda memang buta!" Si orang buta menjawab, "Tidak tidak, sayalah yang seharusnya minta maaf atas kekasaran saya." Keduanya merasa sangat malu, ketika si penabrak membantu si orang buta untuk menyalakan lenteranya kembali.

Beberapa lama lagi berjalan, lagi-lagi ada orang yang menabrak orang buta itu. Si orang buta kali ini lebih berhati-hati, dengan sopan bertanya, "Maaf, apakah lentera saya padam?" Lawan bicaranya kali ini menjawab, "Aneh! Saya baru saja akan menanyakan hal itu pada anda! Apakah lentera saya padam?" Keduanya terdiam sesaat... sebelum keduanya saling bertanya, "Apakah kamu buta?" "Ya!" mereka bersamaan menjawab, sambil mentertawakan kecanggungan mereka, sambil mengotak-atik lentera mereka, sambil berusaha saling menolong menyalakan lentera masing-masing.

Pada saat itu, seseorang melewati mereka. Dia melihat kilatan pemantik api mereka tepat pada waktunya, dan dapat menghindari tabrakan pada saat-saat terakhir. Dia tidak tahu bahwa mereka buta, kalau tidak dia sudah menolong mereka. Sambil melewati mereka, dia berpikir, "Mungkin saya perlu membawa sebuah lentera juga, sehingga saya dapat melihat jalanku dengan lebih jelas, sehingga orang lain juga dapat melihatnya juga." Tanpa diketahui oleh semua orang, sahabat orang buta itu sebenarnya mengikuti dengan diam-diam dengan membawa sebuah lentera, sambil tersenyum, memastikan bahwa si orang buta itu sampai di rumahnya dengan selamat, berharap bahwa dia akan belajar lebih banyak tentang dirinya sendiri diperjalanan itu. -

Paling tidak ada sepuluh nasehat Dharma dalam cerita ini. Apakah anda dapat melihatnya? Bacalah terus untuk mengetahuinya.
--------------------------------------------------------------------------------
10 nasehat dari cerita iniSebuah versi non-konvensional yang panjang dari sebuah cerita Zen klasik.

1. Sahabat baik itu seperti halnya Buddha, yang dengan bebas dan berbelas kasih menawarkan cahaya kebijaksanaan, yang dilambangkan dengan lentera, untuk menuntun semua mahluk di perjalanan "pulang kerumah", yang melambangkan Penerangan Sempurna.

2. Menggunakan lentera itu melambangkan mempraktekkan Dharma (ajaran Buddha yang membawa kearah Kebahagiaan Sejati), tidak hanya untuk orang itu, tetapi juga untuk orang-orang lain. Buddha hanya dapat menawarkan kepada kita cahaya kebijaksanaan. Kitalah yang harus membawa dan menggunakan lentera itu, dan membuatnya menyala lebih terang dan lebih terang lagi. Sama seperti lentera itu melindungi orang-orang lain dan sipembawanya dari bahaya, seperti itu juga sifat praktek Dharma. Cahaya Dharma menunjukkan jalan ke Penerangan Sempurna dan menghindarkan kita dari rintangan-rintangan dijalan.

3. Orang buta yang pertama melambangkan orang-orang yang tertutupi oleh kegelapan dari pandangan salah, berpuas diri, kesombongan, kekerasan hati, sikap mementingkan diri sendiri, kesembronoan dan kemarahan. Dengan semangat menuduh orang lain dan tidak mau melihat dirinya sendiri, dia buta terhadap kesalahan-kesalahannya sendiri sementara dia berpikir bahwa semua orang yang ditemuinya adalah salah. Di perjalanan "pulang ke rumah"nya, dia mempelajari Dharma melalui peristiwa-peristiwa yang dialaminya dan mengubah dirinya secara spiritual, menjadi rendah hati oleh kebutaanya serta kasih saying yang tulus dari orang-orang lain. Dia juga belajar untuk lebih bisa memaafkan.

4. Orang yang lewat pertama kali melambangkan orang-orang yang mempunyai kapasitas spiritual rata-rata, yang tidak cukup rajin melatih kesadarannya, yang tidak memperhatikan Dharma secara bersungguh-sungguh. Kadang-kadang, mereka memilih untuk menjadi "buta" meskipun mereka sebenarnya bisa melihat.

5. Orang kedua yang melintas melambangkan orang-orang yang seolah-olah menentang kita, yang sebenarnya menunjukkan kepada kita kesalahan-kesalahan kita sendiri, disengaja ataupun tidak. Seringkali mereka adalah guru-guru kita yang terbaik. Dia menyadari bahwa tidak ada gunanya menyalahkan orang-orang yang buta terhadap kesalahan-kesalahan mereka sendiri. Tidak ada orang yang ingin menjadi buta. Mari kita memaafkan orang-orang yang buta dan membantu mereka untuk melihat.

6. Orang buta yang kedua melambangkan orang-orang yang mencerminkan kegelapan batin kita sendiri. Mereka memungkinkan kita untuk melihat dengan jelas bayangan diri kita sendiri. Sulit untuk menyalakan sebuah lentera ketika anda bahkan tidak bisa melihat lentera itu atau cahaya. Orang buta tidak bisa membimbing orang buta lain dengan baik. Oleh karena itu penting bagi kita untuk selalu mempraktekkan Dharma untuk melihat Kebenaran dengan makin dan makin jernih lagi, dan tidak berpuas diri dalam mempraktekkannya.

7. Orang yang terakhir lewat melambangkan mereka yang telah mencapai pencerahan dalam hal perlunya mempunyai cahaya kebijaksanaan. Dia juga mengerti nilai universal belas kasih untuk dirinya dan semua mahluk.

8. Kehadiran si sahabat baik sepanjang perjalanan si orang buta mengingatkan pada kita bahwa Buddha selalu mendampingi kita dengan belas kasih dan kebijaksanaan yang tak terbatas. Dia selalu mendampingi bahwa untuk mahluk-mahluk menderita yang paling "buruk." Kita hanya perlu membuka perasaan dan pikiran kita dan mempraktekkan Dharma yang telah diajarkanNya untuk mendapatkan manfaat dari Dia.

9. Peristiwa tabrakan antara orang buta dan orang-orang lain melambangkan saat kita menabrak rintangan dalam perjalanan mempraktekkan Dharma. Tetapi setiap dan semua rintangan tidak perlu dilihat sebagai rintangan melainkan sebagai sebuah kesempatan atau batu pijakan berharga untuk belajar lebih banyak lagi tentang diri sendiri, sebuah kesempatan untuk menjadi lebih bijaksana dan baik hati.

10. Jika anda memikirkannya dengan cermat, selain sahabat orang buta itu, semua tokoh-tokoh dalam cerita ini buta secara spiritual dalam tingkatan-tingkatan yang berbeda. Tokoh mana yang mewakili anda? Apakah anda sudah menyalakan lentera anda? Jika sudah, apakah lentera itu menyala dengan stabil, atau apakah lentera itu telah padam? Anda yakin?

Hikoza83:
Perbedaan Pria dan Cowok

Tidak semua pria dewasa menjadi 'pria', ada juga yang masih begitu kekanakan setelah umurnya mencapai 40. Tenaaaang, jangan keburu marah dulu dengan kenyataan ini, mungkin memang sebagian orang dilahirkan untuk jadi 'pria', tapi memang ada juga yang cukup menjadi 'cowok' saja. Sekali lagi, jangan kawatir, terima saja diri Anda sebagai pria (P) atau sebagai cowok (C), toh semua punya nilai lebih dan kurang tersendiri. Dan yang tak kalah penting, percayalah kadang wanita tidak peduli.  :)

Inilah Perbedaan mendasar antara seorang PRIA dan COWOK

P : Tahu jelas lima tahun lagi ia mau jadi apa
C : Tidak jelas lima menit lagi ia mau berbuat apa

P : Jago membuat wanita merasa tenang
C : Jago membuat cewek merasa senang

P : Bacaannya Jhon Grisham, mainannya golf, tontonannya CNN
C : Bacaannya Harry Potter, mainannya bilyar, tontonannya MTV

P : Sebelum umur 30 sudah banyak uang
C : Sebelum umur 30 sudah banyak dosa

P : Seimbang antara penghasilan dan pemasukan
C : Seimbang antara hutang dan pembayaran minimum

P : Mendukung emansipasi wanita, tapi tetap membayari bon makan wanita
C: Mendukung emansipasi wanita dengan membiarkan wanita bayar sendiri

P : Punya akuntan, penjahit dan dokter langganan
C : Punya salon, kafe dan bengkel langganan

P : Meminta Anda nimbrung ngobrol kalau mamanya menelepon
C : Pura-pura Anda tidak bersamanya jika mamanya menelepon

P : Putus dengan pasangannya sambil berjabatan tangan dan mengakui sulitnya menjembatani perbedaan antar mereka berdua, diiringi ucapan, "Kita tetap bisa berteman selamanya."
C : Putus dengan pasangannya sambil kabur dari rumah, merokok berbatang-batang, plus ucapan, "Jangan undang aku ke pernikahanmu nanti!"

P : Mencintai wanita 10 % pada pertemuan awal dan meningkat terus
C : Mencintai wanita 100 % pada pertemuan awal dan menurun terus

P : Berpikir dewasa seperti orang usia 40 tahun saat berusia 17 tahun
C : Berpikir kekanakan seperti orang usia 17 tahun saat berusia 40 tahun

P: Bisa menang hanya dengan otak dalam konflik
C: Cuma bisa ngamuk, adu mulut, n adu otot kalo konflik

P : Mikirnya "Aku masih kurang pengetahuan, harus belajar lebih banyak"
C : Mikirnya "Aku yang terhebat di muka bumi, siapapun aku hadapin !!!"

P: Otak no 1, digabungin otot kalo kepaksa
C: Otot no 1, ditambah otak kalo punya

Hikoza83:
Dimanakah Kebahagiaan?

Ada dua ekor anjing yang bersahabat. Anjing yang besar dan anjing yang kecil. Anjing yang kecil selalu mengeluh tentang penderitaan hidupnya dan selalu berharap kapan kiranya dewa keberuntungan akan datang untuk menolongnya agar terlepas dari penderitaan dunia.

Anjing yang tua selalu menasehati anjing yang kecil dan berkata, "Meskipun tak punya rumah tetapi kita bisa tinggal di manapun. Hidup di dunia ini asal tidak mengalami kelaparan dan kedinginan sudah cukup. Jika dipelihara oleh manusia dan menjadi seekor anjing yang meminta belas kasihan majikan, maka akan kehilangan kebebasan dan kehormatan."

Anjing kecil tersebut tidak mau mendengar nasehat anjing tua, selalu bermimpi bahwa dirinya --dari anjing yang bebas mengembara—menjadi anjing yang dipelihara manusia.

Pada suatu hari, anjing kecil tersebut pergi ke tempat peramal dan bertanya,
"Dimanakah kebahagiaan itu berada?"
"Kebahagiaan itu berada pada ekor kamu!"

Setelah mendengar kata-kata tersebut, anjing kecil tersebut mati-matian berputar ingin menggigit ekornya untuk menangkap kebahagiaan. Dia lari sekuat-kuatnya hingga berkeringat, tetapi tetap tidak dapat menggigit ekornya.

Akhirnya dengan letih dia berkata kepada anjing tua, "Menurut ramalan, kebahagiaan saya berada pada ekor saya. Tetapi saya tidak dapat menangkap kebahagiaan. Tolong beritahu, bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan kebahagiaan?"

Anjing tua dengan tersenyum berkata, "Saya mencari kebahagiaan dengan berjalan menuju ke depan. Tidak pernah berkeluh kesah tentang masa lampau, tidak pernah kuatir dan takut tentang keadaan sekarang dan juga tidak pernah kuatir tentang masa yang akan datang. Asalkan kaki saya melangkah ke depan maka kebahagiaan yang berada di ekor saya pasti mengikuti saya."

Dimanakah sesungguhnya kebahagiaan berada? Rasa curiga sering membuat kita jauh dari pandangan kebahagiaan. Keragu-raguan sering membuat kita kehilangan kesempatan untuk memperoleh kebahagiaan. Demikian pula rasa iri hati membuat pandangan kita kabur terhadap kebahagiaan, dan melamun membuat kita lepas dari pelukan kebahagiaan.

Jangan mencari kebahagiaan di luar diri, jangan mengemis kepada siapapun.

Kebahagiaan berada di dalam batin kita sendiri.

Disadur oleh : Tan Chau Ming dari bukunya Maha Bhiksu Shing Yun "I Zhe Lu Hwa Liang Yang Ching"

Buletin Maya Indonesia, Dharma Mangala.

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

Go to full version