Pengembangan Buddhisme > DhammaCitta Press

Majjhima Nikaya (Diskusi)

<< < (2/27) > >>

Indra:
6  Ākankheyya Sutta
Jika Seorang Bhikkhu Menghendaki



[33] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu: “Para bhikkhu.” – “Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

2. “Para bhikkhu, berdiamlah dengan memiliki moralitas, memiliki Pātimokkha, terkendali dengan pengendalian Pātimokkha, sempurna dalam perilaku dan  tempat yang sering dikunjungi, dan melihat dengan takut pada kesalahan terkecil, berlatih dengan menjalankan aturan-aturan latihan.

3. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku disayangi dan disenangi oleh teman-temanku dalam kehidupan suci, dihormati dan dihargai oleh mereka,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan, menekuni ketenangan pikiran internal, tidak mengabaikan meditasi, memiliki pandangan terang, dan berdiam dalam gubuk kosong.

4. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku memperoleh jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

5. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga pelayanan dari mereka yang mempersembahkan jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan kepadaku menghasilkan buah dan manfaat besar bagi mereka,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

6. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Ketika kerabat dan sanak saudaraku yang telah meninggal dunia mengingatku dengan penuh keyakinan dalam pikiran mereka, semoga hal itu menghasilkan buah dan manfaat besar bagi mereka,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

7. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku menjadi penakluk ketidak-puasan dan kenikmatan, dan semoga ketidak-puasan dan kenikmatan tidak menaklukkan aku,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

8. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku menjadi penakluk kekhawatiran dan ketakutan, dan semoga kekhawatiran dan ketakutan tidak menaklukkan aku, semoga aku berdiam melampaui kekhawatiran dan ketakutan kapanpun munculnya’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

9. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku menjadi seorang yang mencapai, tanpa kesulitan dan kesusahan, empat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan memberikan kediaman yang menyenangkan di sini dan saat ini ,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

10. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku mengalami dengan jasmaniku dan berdiam dalam kebebasan yang damai dan tanpa materi, melampaui bentuk-bentuk,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan … [34]

11. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku, dengan hancurnya tiga belenggu, menjadi seorang pemasuk-arus, tidak lagi tunduk pada kejatuhan, pasti [mencapai pembebasan], menuju pencerahan,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

12. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku, dengan hancurnya tiga belenggu dan dengan melemahkan nafsu, kebencian, dan kebodohan, menjadi seorang yang-kembali-sekali, hanya kembali satu kali ke dunia ini untuk mengakhiri penderitaan,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

13. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku, dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, menjadi yang terlahir kembali secara spontan [alam murni] dan di sana mencapai Nibbāna akhir, tanpa pernah kembali dari alam itu,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

14. “Jika seorang bhikkhu menghendaki:  ‘Semoga aku mampu mengerahkan berbagai jenis kekuatan batin: dari satu menjadi banyak; dari banyak menjadi satu, semoga aku muncul dan lenyap; semoga aku mampu bepergian tanpa terhalangi oleh dinding, menembus tembok, menembus gunung seolah-olah menembus ruang kosong; semoga aku mampu menyelam masuk dan keluar dari tanah seolah-olah di dalam air; semoga aku mampu berjalan di atas air tanpa tenggelam seolah-olah di atas tanah; duduk bersila, semoga aku mampu bepergian di angkasa seperti burung; dengan tanganku semoga aku mampu menyentuh dan menepuk bulan dan matahari begitu kuat dan perkasa; semoga aku mampu mengerahkan kekuatan jasmani, hingga sejauh alam-Brahma,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

15. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku, dengan unsur telinga dewa, yang murni dan melampaui manusia, mendengar kedua jenis suara, surgawi dan manusia, yang jauh maupun dekat,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

16. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku memahami pikiran makhluk-makhluk lain, orang-orang lain, dengan melingkupi pikiran mereka dengan pikiranku. Semoga aku memahami pikiran yang terpengaruh nafsu sebagai terpengaruh nafsu dan pikiran yang tidak terpengaruh nafsu sebagai tidak terpengaruh nafsu; semoga aku memahami pikiran yang terpengaruh kebencian sebagai terpengaruh kebencian dan pikiran yang tidak terpengaruh kebencian sebagai tidak terpengaruh kebencian; semoga aku memahami pikiran yang terpengaruh kebodohan sebagai terpengaruh kebodohan dan pikiran yang tidak terpengaruh kebodohan sebagai tidak terpengaruh kebodohan; semoga aku memahami pikiran yang mengerut sebagai mengerut dan pikiran yang kacau sebagai kacau; semoga aku memahami pikiran luhur sebagai luhur dan pikiran tidak luhur sebagai tidak luhur; semoga aku memahami pikiran yang terbatas sebagai terbatas dan pikiran tidak terbatas sebagai tidak terbatas; semoga aku memahami pikiran terkonsentrasi sebagai terkonsentrasi [35] dan pikiran tidak terkonsentrasi sebagai tidak terkonsentrasi; semoga aku memahami pikiran yang terbebaskan sebagai terbebaskan dan pikiran yang tidak terbebaskan sebagai tidak terbebaskan,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

17. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku mampu mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran … (seperti Sutta 4, §27) … Demikianlah beserta aspek-aspek dan ciri-cirinya semoga aku mengingat banyak kehidupan lampau,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

18. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku, dengan telinga dewa yang murni dan melampaui manusia, melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, beruntung dan tidak beruntung, semoga aku memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka: ‘ …(seperti Sutta 4, §29) …,’ maka ia harus memenuhi aturan-aturan …

19. “Jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku, dengan menembus bagi diriku dengan pengetahuan langsung, di sini dan saat ini memasuki dan berdiam dalam kebebasan batin dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda dengan hancurnya noda-noda, ’ [36] maka ia harus memenuhi aturan-aturan, menekuni ketenangan pikiran internal, tidak mengabaikan meditasi, memiliki pandangan terang, dan berdiam dalam gubuk kosong.

20. “Maka adalah merujuk pada hal ini maka dikatakan: ‘Para bhikkhu, berdiamlah dengan memiliki moralitas, memiliki Pātimokkha, terkendali dengan pengendalian Pātimokkha, sempurna dalam perilaku dan  tempat yang sering dikunjungi, dan melihat dengan takut pada kesalahan terkecil, berlatih dengan menjalankan aturan-aturan latihan.’”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengarkan kata-kata Sang Bhagavā.

Indra:
7  Vatthūpama Sutta
Perumpamaan Kain



1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.  Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu: “Para bhikkhu.” – “Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

2. “Para bhikkhu, misalkan sehelai kain yang kotor dan bernoda, dan seorang pencelup mencelupnya ke dalam pewarna, apakah biru atau kuning atau merah atau merah muda; kain itu akan terlihat dicelup dengan tidak benar dan warnanya tidak murni. Mengapakah? Karena ketidak-murnian kain tersebut. Demikian pula, ketika batin kotor, maka alam tujuan yang tidak bahagialah yang dapat diharapkan.  Para bhikkhu, misalkan sehelai kain yang bersih dan cemerlang, dan seorang pencelup mencelupnya ke dalam pewarna, apakah biru atau kuning atau merah atau merah muda; kain itu akan terlihat dicelup dengan benar dan warnanya murni. Mengapakah? Karena kemurnian kain tersebut. Demikian pula, ketika batin bersih, maka alam tujuan yang bahagialah yang dapat diharapkan.

3. “Apakah, para bhikkhu, ketidak-sempurnaan yang mengotori batin?  Keiri-hatian dan keserakahan yang jahat adalah ketidak-sempurnaan yang mengotori batin.  Permusuhan … kemarahan … dendam … menghina … sikap menguasai … kecemburuan … ketamakan  … menipu …kecurangan … sifat keras kepala … kelancangan … keangkuhan … kesombongan … kepongahan … [37] … kelengahan adalah ketidak-sempurnaan yang mengotori batin.

4. “Mengetahui bahwa keiri-hatian dan keserakahan yang jahat adalah ketidak-sempurnaan yang mengotori batin, seorang bhikkhu meninggalkannya.  Mengetahui bahwa permusuhan … kelengahan adalah ketidak-sempurnaan yang mengotori batin, seorang bhikkhu meninggalkannya.

5. “Ketika seorang bhikkhu telah mengetahui bahwa keiri-hatian dan keserakahan yang jahat adalah ketidak-sempurnaan yang mengotori batin dan telah meninggalkannya; Ketika seorang bhikkhu telah mengetahui bahwa permusuhan … kelengahan adalah ketidak-sempurnaan yang mengotori batin dan telah meninggalkannya, ia memperoleh keyakinan sempurna dalam Sang Buddha sebagai berikut:  ‘Sang Buddha adalah sempurna, telah mencapai penerangan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, maha mulia, pengenal seluruh alam, pemimpin yang tanpa bandinganya bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia, yang tercerahkan, terberkahi.’

6. “Ia memperoleh keyakinan dalam Dhamma sebagai berikut: ‘Dhamma telah dinyatakan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā, terlihat di sini dan saat ini, efektif segera, mengundang untuk diselidiki, mengarah menuju kemajuan, untuk dialami oleh para bijaksana untuk diri mereka sendiri.’

7. “Ia memperoleh keyakinan dalam Sangha sebagai berikut: ‘Sangha para siswa Sang Bhagavā mempraktikkan jalan yang baik, mempraktikkan jalan yang lurus, mempraktikkan jalan sejati, mempraktikkan jalan yang benar, yaitu, empat pasang makhluk, delapan jenis individu; Sangha para siswa Sang Bhagavā ini layak menerima persembahan, layak menerima keramahan, layak menerima pemberian, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada bandingnya di dunia.’

8. “Ketika ia telah menghentikan, mengusir, membuang, meninggalkan, dan melepaskan [ketidak-sempurnaan batin] secara sebagian,  ia mempetimbangkan: ‘Aku memiliki keyakinan sempurna dalam Sang Buddha,’ dan ia memperoleh inspirasi dalam makna, memperoleh inspirasi dalam Dhamma,  memperoleh kegembiraan yang berhubungan dengan Dhamma. Ketika ia gembira, kegirangan meluap muncul dalam dirinya; dalam diri seorang yang girang, jasmaninya menjadi tenang; seorang yang jasmaninya tenang akan merasakan kenikmatan; dalam diri seorang yang merasa nikmat, pikirannya menjadi terkonsentrasi.

9. “Ia mempertimbangkan: ‘Aku memiliki keyakinan sempurna dalam Dhamma,’ dan ia memperoleh inspirasi dalam makna, memperoleh inspirasi dalam Dhamma, memperoleh kegembiraan yang berhubungan dengan Dhamma. Ketika ia gembira … pikirannya menjadi terkonsentrasi. [38]

10. “Ia mempertimbangkan: ‘Aku memiliki keyakinan sempurna dalam Sangha,’ dan ia memperoleh inspirasi dalam makna, memperoleh inspirasi dalam Dhamma, memperoleh kegembiraan yang berhubungan dengan Dhamma. Ketika ia gembira, … pikirannya menjadi terkonsentrasi.

11. “Ia mempertimbangkan: ‘[Ketidak-sempurnaan batin] telah dihentikan, diusir, dibuang, ditinggalkan dan dilepaskan olehku,’ dan ia memperoleh inspirasi dalam makna, memperoleh inspirasi dalam Dhamma, memperoleh kegembiraan yang berhubungan dengan Dhamma. Ketika ia gembira, kegirangan meluap muncul dalam dirinya; dalam diri seorang yang girang, jasmaninya menjadi tenang; seorang yang jasmaninya tenang akan merasakan kenikmatan; dalam diri seorang yang merasa nikmat, pikirannya menjadi terkonsentrasi.

12. “Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu yang memiliki kualitas demikian, kondisi [konsentrasi] demikian, dan kebijaksanaan demikian  memakan makanan yang terdiri dari nasi pilihan bersama dengan berbagai kuah dan kari, bahkan hal itu tidak akan menjadi rintangan baginya.  Bagaikan sehelai kain yang kotor dan ternoda menjadi bersih dan cemerlang dengan bantuan air bersih, atau bagaikan emas yang menjadi murni dan cemerlang dengan bantuan pembakaran, demikian pula, jika seorang bhikkhu yang memiliki kualitas demikian … hal itu tidak akan menjadi rintangan baginya.

13. “Ia berdiam dengan melingkupi satu arah dengan pikiran cinta kasih,  demikian pula dengan arah ke dua, arah ke tiga, arah ke empat; demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala penjuru, dan kepada semua makhluk seperti kepada dirinya sendiri, ia berdiam dengan melingkupi seluruh dunia dengan pikiran cinta kasih, berlimpah, luhur, tanpa batas, tanpa kekerasan dan tanpa permusuhan.

14-16. “Ia berdiam dengan melingkupi satu arah dengan pikiran belas kasian … dengan pikiran kegembiraan apresiatif … dengan pikiran seimbang,  demikian pula dengan arah ke dua, arah ke tiga, arah ke empat; demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala penjuru, dan kepada semua makhluk seperti kepada dirinya sendiri, ia berdiam dengan melingkupi seluruh dunia dengan pikiran seimbang, berlimpah, luhur, tanpa batas, tanpa kekerasan dan tanpa permusuhan.

17. “Ia memahami bahwa: ‘Ada ini, ada yang rendah, ada yang mulia, dan di luar sana ada jalan membebaskan diri dari keseluruhan bidang persepsi ini.’

18. “Ketika ia menegtahui dan melihat demikian, batinnya terbebaskan dari noda keinginan indria, dari noda penjelmaan, dan dari noda kebodohan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.’ [39] Para bhikkhu, bhikkhu ini disebut seorang yang mandi dengan mandi batin.”

19. Pada saat itu Brahmana Sundarika Bhāradvāja sedang duduk tidak jauh dari Sang Bhagavā. Kemudian ia berkata kepada Sang Bhagavā: “Tetapi apakah Guru Gotama pergi ke sungai Bāhukā untuk mandi?”

“Mengapa, brahmana, pergi ke sungai Bāhuka? Apa yang dapat dilakukan oleh sungai Bāhuka?”

“Guru Gotama, sungai Bāhuka dianggap oleh banyak orang dapat memberikan kebebasan, sungai itu dianggap oleh banyak orang dapat memberikan kebaikan, dan banyak yang mencuci perbuatan jahat mereka di sungai Bāhuka.”

20. Kemudian Sang Bhagavā menjawab Brahmana Sundarika Bhāradvāja dalam syair:

   “Bāhukā dan Adhikakkā,
   Gayā dan Sundarikā juga,
   Payāga dan Sarassatī,
   Dan arus Bahumatī -
   Si dungu boleh saja mandi selamanya di sana
   Namun tidak akan menyucikan perbuatan gelap mereka.

   Apakah yang dapat dibersihkan  oleh Sundarikā?
   Dan Payāga? Dan Bāhukā?
   Sungai-sungai itu tidak dapat memurnikan pelaku-kejahatan
   Seorang yang telah melakukan perbuatan-perbuatan kejam dan kasar

   Seseorang yang murni dalam batin selamanya memiliki
   Pesta musim semi, Hari Suci,
   Seorang yang baik dalam tindakan, seorang yang murni dalam batin
   Mengarahkan moralitasnya menuju kesempurnaan.

   Adalah di sini, brahmana, engkau harus mandi,
   Untuk menjadikan dirimu, sebuah perlindungan bagi semua makhluk.
   Dan jika engkau tidak mengucapkan kebohongan
   Juga tidak bekerja dengan mencelakai makhluk-makhluk hidup,
   Juga tidak mengambil apa yang tidak diberikan,
   Dengan keyakinan dan bebas dari ketamakan,
   Mengapa engkau perlu pergi ke Gayā?

21. Ketika ini dikatakan, brahmana Sundarika Bhāradvāja berkata: “Menakjubkan, Guru Gotama! Menakjubkan, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam berbagai cara, bagaikan menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan pada mereka yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang memiliki penglihatan dapat melihat bentuk-bentuk. Aku berlindung pada Guru Gotama dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Aku ingin menerima pelepasan keduniawian di bawah Guru Gotama, aku memohon penahbisan penuh.”

22. Dan Brahmana Sundarika Bhāradvāja menerima pelepasan keduniawian di bawah Sang Bhagavā, dan ia menerima penahbisan penuh. [40] dan segera, tidak lama setelah ia menerima penahbisan penuh, berdiam sendirian, mengasingkan diri, rajin, tekun, dan teguh, Yang Mulia Bhāradvāja, dengan menembus bagi dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, di sini dan saat ini memasuki dan berdiam dalam tujuan tertinggi kehidupan suci yang dicari oleh para anggota keluarga yang meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah. Ia secara langsung mengetahui: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.” Dan Yang Mulia Bhāradvāja menjadi satu di antara para Arahant.

fabian c:
Wuih.... Batara mengeluarkan sebagian ilmunya.....    ^-^

Sumedho:
akhirnyaa..... unicode juga...

Indra:

--- Quote from: Sumedho on 21 July 2010, 01:38:32 PM ---akhirnyaa..... unicode juga...

--- End quote ---

tolong edit bagian formating yg kurang indah

 [at]  all
bagi yg membaca, tolong diinformasikan jika ada error, TIA

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

[*] Previous page

Go to full version