//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - dilbert

Pages: 1 ... 5 6 7 8 9 10 11 [12] 13 14 15 16 17 18 19 ... 256
166
Buddhisme untuk Pemula / Re: Gunanya mantra-mantra
« on: 27 November 2013, 03:58:29 PM »
Kesimpulan ya yang sesuai ditanyakan oleh TS bahwa paritta perlindungan itu apa ? paritta perlindungan adalah cuplikan khotbah dari sang Buddha yang memiliki kekuatan perlindungan (Mora Paritta, Sacca Kiriya Gata, Atanatiya Sutta, Karaniya Metta Sutta, dll) itu semua bahasa PALI. Yang bukan bahasa PALI itu bukan Khotbah sang Buddha.

Jika anda menanyakan manfaatnya, tentu ada manfaatnya, karena Mora Paritta itu memberikan perlindungan sejak pagi hingga petang sampai keesokan paginya lagi, Sacca Kiriya Gata telah menyelamatkan pemuda yang meninggal dengan bahagia masuk surga, Atanatiya Sutta untuk melindungi dari kekuatan supra natural, Karaniya Metta Sutta melindungi para Bhikkhu yang diganggu mahkluk halus, dll.

Bila anda mencoba untuk diri anda sendiri, akan lebih baik, jadi tidak hny teori aja. Bila GAGAL itulah buktinya, jadi anda bisa membuktikan sendiri ada manfaatnya ato tidak  ^:)^

Saya pribadi PERCAYA tapi untuk kondisi tertentu aja (pengalaman PRIBADI untuk orang yang operasi bypass jantung, pagi sebelum operasi dibacakan paritta semalam suntuk hingga jam 6 pagi nonstop, operasi jam 8 pagi, hanya butuh 5 hari saja, beliau sudah sehat pulih sedia kala, bahkan sdh berjalan biasa tanpa kursi rodanya yg selama ini dipakai, sehat sekali pdhal wanita usia 70 thn).

kalau Angulimala Paritta dilantunkan dalam terjemahan bahasa Indonesia, ada manfaat-nya ??

167
Buddhisme untuk Pemula / Re: Gunanya mantra-mantra
« on: 26 November 2013, 05:38:35 PM »
:)) jiaahhh....ngulang awal lagi....

kesimpulannya saja...

168
Buddhisme untuk Pemula / Re: Gunanya mantra-mantra
« on: 26 November 2013, 12:40:37 PM »
jadi inti-nya, paritta perlindungan itu ada manfaatnya atau tidak ?

169
Buddhisme untuk Pemula / Re: Gunanya mantra-mantra
« on: 23 November 2013, 04:07:14 PM »
klo yg api..itu juga bukan mantra..itu pernyataan kebenaran.. yang mantra menurut ku yah mora paritta..kisahnya di mora jataka...
semoga hujun turun pada waktunya juga bukan mantra lah..., sama halnya semoga pemimpin berlaku adil, atau semoga semua mahluk berbahagia..di ulang2 berkali2..ga mungkin semua mahluk berbahagia

tp yah jika di paksakan jd mantra..tinggal di jawab... berarti belum waktunya hujan turun.., klo di tanya kapan...jawab aja..ntar musim hujan...

Kalau angulimala paritta yang ada di angulimala sutta itu... si ibu yang melahirkan pada awal-nya kesulitan, tetapi setelah dibacakan "pernyataan kebenaran" oleh thera Angulimala, terus si ibu melahirkan dengan lancar dan selamat... apakah ini akibat dari pernyataan kebenaran Thera Angulimala atau bagaimana ?

170
Buddhisme untuk Pemula / Re: Gunanya mantra-mantra
« on: 22 November 2013, 11:26:01 AM »
BOJJHANGA SUTTA..bukan mantra.., tp rn pernah bermanfaat dalam menyembuhkan penyakit..maka banyak dipakai sebagai patitta untuk menyembuhkan org sakit...berhasil or gak.. perbandngannya kira2..krn krn dhammacakkapavatana sutta berhasil membawa org mencapai kesucian tertentu..maka pembacaan ini di ulang dgn harapan org yg mendegarnya dpt mencapai kesucian pula..

Angulimala paritta..ini bentuk pernyataan kebenaran..bukan mantra

atanatiya...ini bukan mantra.. ini sejenis syair2 perlindungan.. yg dimana dewa2 catumaharajika memberikan jaminan bagi mereka yg mempelajarinya... semacam klo aku jd kaisar...aku kasih plakat emas dgn cap kerajaan..dan mengatakan kepada bawahan ku siapa pun yg menunjukan plakat emas ini..bebaskan dia dari hukuman mati, dari hukuman cambuk, dan hukuman apa pun yg melkainya, dan seandainya dia mendapat masalah kalian harus menolongnya, (ini tidak menjamin anda ga dpt masalah), yah sama dgn syair ini..4 raja dewa memberikan perlindungan...tp bukan berarti dia tidak mendapat serangan..jika dia mendapat serangan dari musuh2nya  4 raja dewa..dia masih harus minta bantuan..dgn ngomong  kurang lebih seperti di sutta ( "maka orang itu harus waspada, memanggil dan meneriakkan nama para yakkha, yakkha sakti, para pemimpin dan jenderal mereka, dengan mengatakan: “Yakkha ini telah menangkapku, menyakitiku, mencelakaiku, melukaiku, dan tidak membebaskanku!”’" ), dan krn dia mempelajari atanatiya.. maka bantuan akan dtg dgn cpt...

yah klo ada menganggap plakat emas dari kaisar itu jimat..yah....gemana yah..soalnya fungsinya sampe masa kaisar itu berakhir doank, sama dgn syair2 ini... ada masanya..

saya kira kita membahas substansi-nya, bukan arti kata harfiahnya...

Yang di-maksud TS adalah kegunaan mantra-mantra, itu seperti kegunaan jimat, kegunaan paritta, kegunaan pembacaan sutta spt bojjhanga sutta, atanatiya sutta, angulimala paritta...

171
Buddhisme untuk Pemula / Re: Gunanya mantra-mantra
« on: 21 November 2013, 05:51:09 PM »
Bagaimana dengan Atanatiya Sutta (Digha Nikaya 32) -- Paritta Perlindungan untuk Umat --
--------------------

http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_32:_%C4%80%E1%B9%AD%C4%81n%C4%81%E1%B9%ADiya_Sutta

DN 32   PTS: D iii 194
Āṭānāṭiya Sutta
Syair-syair Perlindungan Āṭānāṭa
Diterjemahkan dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh
Maurice O'Connell Walshe
©2009 • Terjemahan alternatif: Pāḷi
Abstrak: 'Syair-syair Perlindungan Āṭānāṭā.
[194] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.[1] Suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha, di Puncak Nasar. Dan Empat Raja Dewa,[2] bersama serombongan besar yakkha, gandhabba, kumbhaṇḍa, dan nāga,[3] setelah membuat pengawalan, barisan pertahanan, penjagaan di empat penjuru,[4] ketika malam hampir berlalu, pergi menjumpai Sang Bhagavā, menerangi seluruh Puncak Nasar dengan cahaya tubuh mereka, memberi hormat kepada Beliau dan duduk di satu sisi. Dan beberapa yakkha memberi hormat kepada Beliau dan duduk di satu sisi, beberapa saling bertukar sapa dengan Beliau sebelum duduk, beberapa memberi hormat dengan merangkapkan tangan, beberapa menyebutkan nama dan suku mereka, dan beberapa duduk berdiam diri.[5]
2. Kemudian setelah duduk di satu sisi, Raja Vessavaṇa[6] berkata kepada Sang Bhagavā: 'Bhagavā, ada beberapa yakkha yang menonjol, yang tidak berkeyakinan terhadap Sang Bhagavā, dan yang lainnya berkeyakinan; dan demikian pula [195] ada yakkha peringkat menengah dan rendah yang tidak berkeyakinan terhadap Sang Bhagavā, dan yang lainnya berkeyakinan. Tetapi, Bhagavā, sebagian besar yakkha tidak berkeyakinan terhadap Sang Bhagavā. Mengapakah? Bhagavā mengajarkan menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari pelanggaran seksual, menghindari berbohong, dan menghindari minuman keras dan obat-obat yang menyebabkan kelambanan. Tetapi sebagian besar yakkha tidak menghindari hal-hal ini, dan melakukan hal-hal ini adalah tidak enak dan tidak menyenangkan bagi mereka. Sekarang, Bhagavā, ada para siswa Sang Bhagavā yang menetap di tengah hutan belantara yang jauh, di mana hanya ada sedikit suara atau teriakan, cocok untuk melatih diri. Dan ada yakkha yang menonjol, yang menetap di sana yang tidak berkeyakinan terhadap Sang Bhagavā. Untuk memberikan kepercayaan diri kepada orang-orang ini, sudilah Bhagavā mempelajari[7] syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, yang dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai dan merasa nyaman.' Dan Sang Bhagavā menyetujuinya dengan berdiam diri.
3. Kemudian Raja Vessavaṇa, memahami persetujuan Sang Bhagavā, segera membacakan syair-syair perlindungan Āṭānāṭā:
'Terpujilah Vipassī,[8]
Yang megah berpenglihatan tajam.
Terpujilah Sikhī juga,
Yang penuh belas kasihan terhadap semua makhluk.
Terpujilah Vessabhū,
Yang bermandikan pertapaan murni.[9] [196]
Terpujilah Kakusandha,
Penakluk bala tentara Māra,
Terpujilah juga Koṇāgamana,
Sang Brāhmaṇa sempurna.
Terpujilah Kassapa,
Terbebaskan dalam segala hal,
Terpujilah Angīrasa,
Putra Sakya yang bersinar,[10]
Sang Guru Dhamma
Yang mengatasi penderitaan.
Dan mereka yang terbebaskan dari dunia ini,[11]
Melihat jantung dari segala hal,
Mereka yang lembut bahasanya,
Kuat dan juga bijaksana,
Kepada-Nya yang membantu para dewa dan manusia,
Kepada Gotama mereka memuja:
Terlatih dalam kebijaksanaan, juga dalam perilaku,
Kuat dan juga cepat dalam bertindak.’
 
4. ‘Dari titik di mana matahari muncul,
Anak Aditya, dalam pancaran agung,
Yang kemunculannya menyebabkan malam yang menyelimuti
Disingkirkan dan lenyap,
Sehingga dengan terbitnya matahari
Muncullah apa yang mereka sebut Siang,
Juga air yang banyak dan bergerak ini,
Dalam dan lautan yang perkasa bergelombang,
Orang-orang ini mengetahui, dan ini mereka sebut
Samudra atau lautan bergelombang. [197]
Arah ini adalah timur, atau yang pertama:[12]
Inilah bagaimana orang-orang menyebutnya.
Arah ini dijaga oleh seorang raja.
Memiliki kemasyhuran dan kekuasaan besar,
Raja dari para gandhabba,
Dhataraṭṭha adalah namanya,
Dihormati oleh para gandhabba.
Nyanyian dan tarian mereka, ia nikmati.
Ia memiliki banyak putra kuat
Delapan puluh, sepuluh, dan satu, kata mereka
Dan semuanya memiliki satu nama,
Dipanggil Indra, Raja kekuatan,
Dan ketika Sang Buddha menyapa tatapan mereka,
Buddha, kerabat Matahari,
Dari jauh, mereka bersujud
Kepada Raja Kebijaksanaan sejati:
“Salam, o, Manusia Mulia!
Salam kepada-Mu, yang pertama di antara manusia!
Dalam kebaikan, Engkau menatap kami,
Siapakah, walaupun bukan manusia, yang menghormati Engkau!
Sering ditanya, apakah kami menghormati
Gotama Sang Penakluk? –
Kami menjawab: ‘Kami memang menghormati Gotama, Sang Penakluk Agung,
Terlatih dalam kebijaksanaan, juga dalam perilaku, Buddha Gotama, kami menghormat!’”’
 
5. ‘Tempat yang oleh manusia disebut tempat kediaman peta,[13]
Pembicara kasar dan pemfitnah,
Pembunuh dan makhluk-makhluk serakah,
Pencuri dan penipu licik semuanya, [198]
Arah ini adalah selatan, mereka berkata: Itulah orang-orang menyebutnya.
Arah ini dijaga oleh seorang raja,
Memiliki kemasyhuran dan kekuasaan besar,
Raja dari para kumbhaṇḍa,
Virūḷhaka adalah namanya,
Dihormati oleh para kumbhaṇḍa,
Nyanyian dan tarian mereka, ia nikmati ....
(dilanjutkan seperti 4)’
 
6. ‘Dari titik di mana matahari terbenam,
Anak Aditya, dalam pancaran agung,
Yang dengannya siang berakhir
Dan malam, yang menyelubungi, seperti orang-orang mengatakan,
Muncul lagi menggantikan tempat Siang,
Juga air yang banyak dan bergerak ini,
Dalam dan lautan yang perkasa bergelombang,
Orang-orang ini mengetahui, dan ini mereka sebut
Samudra atau lautan bergelombang.
Arah ini adalah barat, atau yang Terakhir:[14]
Demikianlah orang-orang menyebutnya. [199]
Arah ini dijaga oleh seorang raja,
Memiliki kemasyhuran dan kekuasaan besar,
Raja dari para nāga
Virūpakkha adalah namanya,
Dihormati oleh nāga
Nyanyian dan tarian mereka, ia nikmati ....
(dilanjutkan seperti 4)’
 
7.   ‘Di mana negeri Kuru yang indah di utara terletak,
Di bawah Neru perkasa yang menarik,
Di sana manusia berdiam, ras yang berbahagia,[15]
Tidak memiliki apa-apa, tidak memiliki istri.[16]
Mereka tidak perlu menebar benih,
Mereka tidak perlu menarik bajak:
Dari hasil panen yang masak dengan sendirinya
Memberikan dirinya untuk dimakan manusia.
Bebas dari dedak dan dari sekam,
Beraroma harum, beras terbaik, [200]
Ditanak di atas tungku batu-panas,[17]
Makanan demikianlah yang mereka makan.
Sapi dengan satu sadel terpasang,[18]
Demikianlah mereka menunggang berkeliling,
Menggunakan perempuan sebagai tunggangan,
Demikianlah mereka menunggang berkeliling;[19]
Menggunakan laki-laki sebagai tunggangan,
Demikianlah mereka menunggang berkeliling;
Menggunakan gadis perawan sebagai tunggangan,
Demikianlah mereka menunggang berkeliling;
Menggunakan anak-anak laki-laki sebagai tunggangan,
Demikianlah mereka menunggang berkeliling;
Dan demikianlah, dibawa oleh tunggangan demikian,
Semua wilayah mereka lintasi
Untuk melayani raja mereka.
Gajah-gajah mereka tunggangi, kuda-kuda juga,
Kereta-kereta untuk para dewa juga mereka miliki.
Tandu megah tersedia
Untuk para pengikut kerajaan.
Kota-kota juga mereka miliki, dibangun dengan sempurna,
Melambung tinggi ke angkasa:
Āṭānāṭā, Kusināṭā,
Parakusināṭā,
Nāṭapuriya adalah milik mereka,
Dan Parakusināṭā. [201]
Kapivanta di utara,
Janogha, kota-kota lainnya juga,
Navanavatiya, Ambara-
Ambaravatiya,[20] Āḷakamandā, kota kerajaan,
Tetapi di mana Kuvera berdiam, raja mereka
Disebut Visāṇā, dari mana raja
Mendapatkan nama Vessavaṇa.[21]
Mereka yang melakukan tugas-tugasnya adalah
Tatolā, Tattalā,
Tototalā, kemudian
Tejasi, Tatojasi,
Sūra, Rājā, Ariṭṭha, Nemi.
Terdapat Dharaṇī, air dalam jumlah sangat besar,
Sumber awan-hujan yang tumpah
Ketika musim hujan tiba.
Di sana ada Bhagalavati, sebuah aula
Tempat pertemuan para yakkha,
Dikelilingi pohon-pohon yang berbuah selamanya
Dipenuhi banyak jenis burung-burung,
Di mana merak m***kik dan bangau berkicau,
Dan burung tekukur dengan lembut memanggil.
Burung-jīva yang meneriakkan: “Hidup!”[22]
Dan ia yang menyanyikan: “Bergembiralah,”[23] [202]
Ayam hutan, kulīraka,[24]
Bangau hutan, burung-padi juga,
Dan burung-mynah yang menyerupai manusia,
Dan mereka yang bernama “manusia jangkungan”.
Dan di sana terletak yang selamanya indah
Danau-teratai Kuvera yang indah.
Arah ini adalah utara, mereka berkata:
Inilah bagaimana orang-orang menyebutnya.
Arah ini dijaga oleh seorang raja.
Memiliki kemasyhuran dan kekuasaan besar,
Raja dari para yakkha,
Dan Kuvera adalah namanya,
Dihormati oleh para yakkha,
Nyanyian dan tarian mereka, ia nikmati.
Ia memiliki banyak putra kuat
Delapan puluh, sepuluh, dan satu, kata mereka
Dan semuanya memiliki satu nama,
Dipanggil Indra, Raja kekuatan,
Dan ketika Sang Buddha menyapa tatapan mereka,
Buddha, kerabat Matahari,
Dari jauh, mereka bersujud
Kepada Raja Kebijaksanaan sejati:
“Salam, o, Manusia Mulia!
Salam kepada-Mu, yang pertama di antara manusia!
Dalam kebaikan, Engkau menatap kami,
Siapakah, walaupun bukan manusia, yang menghormati Engkau!
Sering ditanya, apakah kami menghormati
Gotama Sang Penakluk? –
Kami menjawab: ‘Kami memang menghormati Gotama, Sang Penakluk Agung,
Terlatih dalam kebijaksanaan, juga dalam perilaku,
Buddha Gotama, kami menghormat!’”’ [203]
8. ‘Ini, Yang Mulia, adalah syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, yang dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai, dan merasa nyaman. Dan jika bhikkhu atau bhikkhunī, umat awam laki-laki atau perempuan mana pun juga, mempelajari syair-syair ini dengan baik dan menghafalkannya dalam hati, maka jika makhluk bukan manusia mana pun juga, yakkha laki-laki atau perempuan atau anak-anak yakkha, atau pemimpin pelayan atau pelayan yakkha, gandhabba laki-laki atau perempuan, ... kumbhaṇḍa, ... nāga, ... mendatangi orang itu dengan niat jahat ketika ia sedang berjalan atau hendak berjalan, berdiri atau hendak berdiri, duduk atau hendak duduk, berbaring atau hendak berbaring, maka makhluk bukan manusia itu tidak akan dihormati dan disembah di desa dan kota. Makhluk itu tidak akan mendapatkan tempat tinggal di ibu kotaku Āḷakamandā, ia tidak akan diizinkan menghadiri pertemuan para yakkha, juga tidak diterima dalam suatu pernikahan. Dan semua makhluk bukan manusia, dengan kemarahan, akan mengecamnya. Kemudian mereka akan merenggut kepalanya seperti mangkuk kosong, dan mereka akan memecahkan kepalanya menjadi tujuh keping.[25]’
9. ‘Ada, Yang Mulia, beberapa makhluk bukan manusia, yang ganas, liar, dan mengerikan. Mereka tidak mematuhi para Raja Dewa, juga tidak kepada para menterinya, juga tidak kepada para pelayannya. Mereka dikatakan [204] memberontak melawan Raja Dewa. Bagaikan pemimpin-penjahat yang ditaklukkan oleh Raja Magadha, tidak mematuhi Raja Magadha, atau menterinya atau pelayannya, demikian pula mereka bersikap. Sekarang jika ada yakkha atau anak-anak yakkha yang mana pun, ... gandhabba, ... mendatangi bhikkhu atau bhikkhunī, umat awam laki-laki atau perempuan mana pun juga, dengan niat jahat, maka orang itu harus waspada, memanggil dan meneriakkan nama para yakkha, yakkha sakti, para pemimpin dan jenderal mereka, dengan mengatakan: “Yakkha ini telah menangkapku, menyakitiku, mencelakaiku, melukaiku, dan tidak membebaskanku!”’
10. ‘Yang manakah yakkha, yakkha sakti, para pemimpin dan jenderal yakkha itu? Mereka adalah:
Inda, Soma, Varuṇa,
Bhāradvāja, Pajāpati,
Candana, Kāmaseṭṭha,
Kinnughaṇḍu dan Nighaṇḍu,
Panāda, Opamañña,
Devasutta, Mātali,
Cittasena Sang Gandhabba,
Naḷa, Rājā, Janesabha,
Sātāgira, Hemavata,
Puṇṇaka, Karatiya, Gula, [205]
Sīvaka, juga Mucalinda,
Vessāmitta, Yugandhara,
Gopāla, Suppagedha juga,
Hirī, Netti, dan Mandiya,
Pañcālacaṇḍa, Āḷavaka,
Pajunna, Sumana, Sumukha,
Dadimukha, Maṇi juga,
Kemudian Mānicara, Dīgha,
Dan, yang terakhir, Serissaka.[26]
Ini adalah yakkha, yakkha sakti, para pemimpin, dan jenderal yakkha yang harus dipanggil jika terjadi serangan demikian.’
11. ‘Dan ini, Yang Mulia, adalah syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, yang dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai, dan merasa nyaman. Dan sekarang, Yang Mulia, kami harus pergi: kami mempunyai banyak tugas, banyak hal yang harus dikerjakan.’ ‘Lakukanlah Raja, apa yang kalian anggap baik.’
Dan Empat Raja Dewa berdiri, memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berbalik dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā, dan lenyap dari sana. Dan para yakkha berdiri, dan beberapa memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berbalik dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā, dan lenyap dari sana, dan beberapa saling bertukar sapa dengan Sang Bhagavā, [206] beberapa memberi hormat kepada Beliau dengan merangkapkan tangan, beberapa menyebutkan nama dan suku mereka, dan mereka semuanya lenyap.
12. Dan ketika malam berlalu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, tadi malam Empat Raja Dewa ... mendatangi-Ku ... (ulangi seluruh paragraf 1-11).’
13. ‘Para bhikkhu, kalian harus mempelajari syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, menguasainya dan menghafalkannya. Itu adalah untuk keuntungan kalian, dan dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai, dan merasa nyaman.’ Demikianlah Sang Bhagavā berbicara dan para bhikkhu senang dan gembira mendengar kata-kata Beliau.

172
Buddhisme untuk Pemula / Re: Gunanya mantra-mantra
« on: 21 November 2013, 05:49:01 PM »
Bagaimana dengan ini...
------------------------------------

14. Suatu pagi, Y.M. Angulimala berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luarnya, lalu pergi ke Savatthi untuk mengumpulkan dana makanan. Ketika beliau berkelana untuk dana makanan dari rumah ke rumah di Savatthi, dia melihat seorang perempuan sedang melahirkan anak cacat. [103] Ketika melihat ini, dia berpikir: “Betapa menderitanya para makhluk! Sungguh, bepata menderitanya para makhluk!”

Setelah berkelana untuk mengumpulkan dana makanan di Savathi dan kembali, setelah makan Y.M. Angulimala menemui Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat kepada Beliau, dia duduk di satu sisi dan berkata: “Bhante, di pagi hari saya berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luar saya, dan pergi ke Savathi untuk mengumpulkan dana makanan. Ketika saya berkelana untuk mengumpulkan dana makanan dari rumah ke rumah di Savatthi, saya melihat seorang perempuan sedang melahirkan anak cacat. Ketika melihat ini, saya berpikir: “Betapa menderitanya para makhluk! Sungguh, betapa menderitanya para makhluk!”

15. “Kalau begitu, Angulimala, pergilah ke Savatthi dan katakan kepada perempuan itu: ‘Saudari, sejak saya terlahir di dalam kelahiran mulia, saya tidak ingat pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup. Dengan kebenaran ini, semoga Anda sejahtera dan bayi Anda sejahtera!’”

“Bhante, apakah saya tidak menceritakan kebohongan yang disengaja, karena toh dengan sengaja saya telah membunuh banyak makhluk hidup?”

“Kalau begitu, Agulimala, pergilah ke Savatthi dan katakan kepada perempuan itu: ‘Saudari, sejak saya terlahir dengan kelahiran mulia, saya tidak ingat pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup. Dengan kebenaran ini, semoga Anda sejahtera dan bayi Anda sejahtera!’”823

“Ya. Bhante,” Jawab Y.M. Angulimala, dan setelah pergi ke Savatthi dia berkata kepada perempuan itu: “Saudari, sejak saya terlahir dengan kelahiran mulia, Saya tidak ingat pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup. Dengan kebenaran ini, semoga Anda sejahtera dan bayi Anda sejahtera!” Kemudian perempuan dan bayinya itu menjadi sejahtera.

--------------

Yatoham bhagini ariyaya
Jatiya jato
Nabhijanami sancicca
Panam jivita voropeta
Tena saccena sotthi te
Hotu sotthi gabbhassa

"Sejak kelahiran kami sebagai seorang Ariya ( di dalam Persaudaraan Sangha ),
Seingat kami tidak pernah membunuh dengan sadar
suatu makhluk hidup apa pun
berdasarkan kesunyataan ini,
selamatlah engkau !
Selamatlah anak yang engkau lahirkan !"

173
Buddhisme untuk Pemula / Re: Gunanya mantra-mantra
« on: 21 November 2013, 05:45:48 PM »
Bagaimana dengan ini...
--------------------------------

BOJJHANGA SUTTA

Bhojjhango satisankhato dhammanam vicayo..
Tatha vi.riyam piti. passaddhi. bojjhanga ca..
Tatha pare samadhupekkha. bojjhanga. satte..
Te sabbadassina. munina sammadakkhata. bhavita bahulikata..
Samvattanti abhinnaya. nibbanaya. ca. bodhiya..
Etena saccavajjena. sotthi te hotu. sabbada..

Kesadaran (Sati), Penyelidikan Dharma (Dharma Vicaya), Semangat (Viriya), Kegembiraan (Piti), Ketenangan (Passaddhi), Konsentrasi (Samadhi), Keseimbangan Batin (Upekkha) - ketujuh faktor dari kesempurnaan ini telah dibentangkan, dipelihara dan diperkembangkan oleh Sang Guru Yang Maha-tahu(Sang Buddha). Kesemuanya itu membimbing ke arah yang penuh keyakinan, penerangan dan Nirwana. Berdasarkan Kesunyataan ini semoga kamu senantiasa selamat.

Ekasmim samaye natho. Moggalanan. ca. Kassapam..
Gilane dukkhite disva. bojjhange satta. desayi..
Te ca tam abhinanditva. roga muccinsu. tankhane..
Etena saccavajjena. sotthi te hotu. sabbada..

Pada suatu hari Sang Buddha melihat Thera-thera Moggallana dan Kassapa menderita sakit parah, mengucapkan ketujuh faktor dari Penerangan ini. Dengan girang mereka menyambut ucapan itu dan pada waktu itu penyakit tersebut lenyap. Berdasarkan Kesunyataan ini semoga kamu senantiasa selamat.

Ekada dhammarajapi. gilannenadhipilito..
Cundattherena. tanneva. bhanapetvana. sadaram
Samoditva. ca. abadha. tamha vutthasi. thanaso..
Etena saccavajjena. sotthi te hotu. sabbada..

Pada suatu hari Sang Buddha, Raja Dharma, sendiri terserang penyakit parah. Cunda Thera lalu berkotbah. Sang Buddha bergembira pada waktu itu, dan penyakit beliau lenyap seketika. Dengan Kesunyataan ini semoga kamu senantiasa selamat.

Pahina. te. ca. abadha. tinnannampi. mahesinam..
Maggahata. kilesava. pattanupatti. dhammatam..
Etena saccavajjena. sotthi te hotu. sabbada..

Dengan demikian lenyaplah penyakitnya ketiga Guru besar itu, yang telah memusnahkan noda-noda (Kilesa) dengan Dharma dan memperoleh Kesunyataan. Berdasarkan Kesunyataan ini semoga kamu senantiasa selamat.

174
ANGULIMALA SUTTA

Tentang Angulimala

Majjhima Nikaya 5
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2008

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika.

2. Pada saat itu ada seorang bandit bernama Angulimala di wilayah Raja Pasenadi dari kosala. Bandit ini membunuh, bertangan-berlumur-darah, terbiasa memukul dan suka kekerasan, tak kenal ampun kepada makhluk hidup. Berbagai desa, kota,[98] dan daerah dihancurkan olehnya. Dia terus saja membunuh orang dan jari-jari korban digunakannya sebagai untaian kalung.820

3. Suatu pagi, Yang Terberkahi berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luar Beliau, lalu pergi ke Savathi untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah Beliau berkelana untuk mengumpulkan dana makanan di Savatthi dan telah kembali, setelah selesai makan Beliau merapikan tempat istirahatnya, mengambil mangkuk dan jubah luarnya, lalu berangkat menuju jalan yang mengarah ke Angulimala. Para penggembala sapi, penggembala kambing, dan pembajak sawah yang lewat melihat Yang Terberkahi berjalan menuju Angulimala dan memberitahu Yang Terberkahi: “Jangan mengambil jalan ini, petapa. Dijalan ini ada bandit Angulimala, membunuh, bertangan-berlumur-darah, terbiasa memukul dan suka kekerasan, tanpa kenal ampun kepada makhluk hidup. Berbagai desa, kota, dan daerah dihancurkan olehnya. Dia terus saja membunuh orang dan jari-jari korban digunakannya sebagai untaian kalung. Orang-orang lewat jalan ini dalam kelompok sepuluh, dua puluh, tiga puluh, dan bahkan empat puluh, tetapi tetap saja mereka menjadi korban tangan Angulimala.” Ketika hal ini disampaikan, Yang Terberkahi meneruskan perjalanannya dengan diam.

Untuk kedua kalinya… Untuk ketiga kalinya para penggemala sapi, penggembala kambing, dan pembajak sawah memberitahukan hal ini kepada Yang Terberkahi, tetapi tetap saja Yang Terberkahi meneruskan perjalanannya dengan diam.

4. Bandit Angulimala melihat Yang Terberkahi datang dari kejauhan. Ketika melihat Beliau, dia berpikir. “Ini bagus, ini luar biasa! Orang-orang melewati jalan ini dalam kelompok sepuluh, dua puluh,[99] tiga puluh, dan bahkan empat puluh, dan tetap saja mereka menjadi korban tanganku. Dan sekarang petapa ini datang sendiri, tidak ditemani, seolah-olah, di dorong oleh nasib. Mengapa aku tidak membunuh petapa ini saja?” Angulimala kemudian mengambil pedang dan tamengnya, memasang busur dan tempat anak paahnya, dan mengikuti dari dekat di belakang yang terbekahi.

5. Maka Yang Terberkahi menunjukkan kekuatan supranormal yang sedemikian sehingga bandit Angulimala, walaupun berjalan secepatnya yang dia bisa, tidak sanggup mengejar Yang Terberkahi yang berjalan dengan kecepatan normal. Kemudian bandit Angulimala berpikir; “Ini hebat, ini luar biasa! Aku bisa mengejar bahkan gajah yang cepat dan menangkapnya; aku bisa mengejar bahkan kuda yang cepat dan menangkapnya; aku bisa mengejar bahkan kereta yang cepat dan menangkapnya; aku bisa mengejar bahkan rusa yang cepat dan menangkapnya; tetapi sekarang, walaupun aku berjalan secepat yang aku bisa, aku tidak sanggup mengejar petapa yangberjalan dengan kecepatan normal ini!” Dia pun berhenti dan berteriak kepada Yang Terberkahi: “berhenti, petapa! Berhenti, petapa!”

“Aku telah berhenti, Angulimala, engkau pun berhentilah juga.”

Kemudian bandit Angulimala berpikir: “Petapa-petapa ini, putra -putra Sakya, berbicara kebenaran, menegaskan kebenaran; tetapi walaupun petapa ini masih berjalan, dia mengatakan: ‘Aku telah berhenti, Angulimala, engkau pun berhentilah juga.’ Sebaliknya kutanya petapa ini.”

6. Maka bandit Angulimala berkata kepada Yang Terberkahi dalam bait-bait demikian:

“Sementara engkau sedang berjalan, petapa, kau katakan padaku engkau telah berhenti;
Tetapi sekarang, ketika aku telah berhenti, kau katakan aku belum berhenti.
Aku bertanya kepadamu kini, O petapa, tentang artinya:
Bagaimana bisa engkau telah berhenti dan aku belum?”
“Angulimala, aku telah berhenti selamanya,
Aku bebas dari kekerasan terhadap makhluk hidup;
Tetapi engkau tidak punya pengendalian diri terhadap makhluk-makhluk hidup:
Itulah sebabnya aku telah berhenti dan engkau belum.” [100]

“Oh, akhirnya petapa ini, orang suci yang dihormati,
Telah datang ke hutan besar ini demi aku.821
Setelah mendengar baitmu yang mengajarkan Dhamma kepadaku,
Aku benar-benar akan meninggalkan kejahatan selamanya.”

Setelah berkata demikian, bandit itu mengambil pedang dan senjatanya
Dan melemparkannya ke kedalaman jurang yang menganga;
Si bandit menyembah di kaki Yang Tertinggi,
Dan saat itu dan di sana juga memohon pentahbisan.

Yang tercerahkan, Manusia Suci dengan Kasih Sayang yang Besar,
Sang Guru dunia dengan [semua] dewanya,
Berkata kepadanya dengan kata-kata ini, Datanglah, bhikkhu.”
Dan demikianlah dia menjadi bhikkhu.822

7. Kemudian Yang Terberkahi mulai berkelana kembali ke Savantthi dengan Angulimala sebagai pelayan Beliau. Berkelana secara bertahap, Beliau akhirnya tiba di Savatthi, dan di sana Beliau berdiam di Hutan Jeta, Taman Anathapindika.

8. Pada kesempatan itu, banyak sekali orang yang berkumpul di gerbang-gerbang bagian dalam istana Raja Pasenadi, dengan sangat keras dan bising mereka berteriak: “Baginda, bandit Angilamala ada di wilayahmu; dia membunuh, bertangan-berlumur-darah, terbiasa memukul dan suka kekerasan, tak kenal ampun kepada makhluk hidup. Berbagai desa, kota,[98] dan daerah dihancurkan olehnya. Dia terus saja membunuh orang dan jari-jari korban digunakannya sebagai untaian kalung Raja harus menumpangnya!”

9. Dan di tengah hari, Raja Pasenadi dari Kosala pergi keluar dari Savatthi dengan lima ratus pasukan kuda dan berangkat menuju taman itu. Dia pergi sejauh jalan dapat dilewati kereta dan kemudian turun dari keretanya untuk melanjutkan perjalanan berjalan kaki menuju Yang Terberkahi.[101] Setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, ia duduk di satu sisi, dan Yang Terberkahi berkata kepadanya: “Ada apa, raja yang agung? Apakah Raja Seniya Bimbisara dari Magadha menyerangmu, atau para Licchavi dari Vesali, atau raja-raja lain yang bermusuhan?”

10. “Bhante, Raja Seniya Bimbisara dari Maghada tidak menyerangku, tidak juga para Licchavi dari Vesali maupun raja-raja lain yang bermusuhan. Tetapi di wilayahku ada seorang bandit bernama Angulimala, yang membunuh, bertangan-berlumuran-darah, terbiasa memukul dan suka kekerasan, tak kenal ampun kepada makhluk hidup. Berbagai desa, kota, dan daerah dihancurkan olehnya. Dia terus saja membunuh orang dan jari-jari korban digunakannya sebagai untaian kalung. Sayaa tidak akan pernah bisa menumpasnya, Bhante.”

11. Raja yang agung, seandainya engkau melihat bahwa Angulimala telah mencukur rambut dan jenggotnya, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan kehidupan berumah menuju tak-berumah, bahwa dia tidak lagi membunuh makhluk hidup tidak lagi, mengambil apa yang tidak diberikan dan tidak lagi bicara bohong; bahwa dia tidak makan di malam hari melainkan makan hanya di satu bagian hari, dan hidup selibat, luhur, dengan watak baik. Seandainya engkau melihat dia demikian, bagaimana raja akan memperlakukannya?”

“Bhante, kami akan memberi hormat dia, atau bangkit untuk menghormati dia, atau mempersilahkan dia duduk; atau kami akan mengundang dia untuk menerima jubah, dana makanan, tempat istirahat, atau kebutuhan-kebutuhan obat; atau kami akan mengatur bagimua penjagaan, pertahanan, dan perlindungan. Tetapi, Bhante, dia adalah manusia yang tak-bermoral, manusia yang berwatak jahat. Bagaimana mungkin dia memiliki moralitas dan pengendalian semacam itu?”

12. Pada saat itu, Angulimala sedang duduk tidak jauh dari Yang Terberkahi. Maka Yang Terberkahi mengulurkan tangan kanannya dan berkata kepada Raja Pasenadi dari Kosala; “Raja Yang agung, inilah Angulimala.”

Raja Pasenadi menjadi ketakutan, khawatir, dan ngeri, ketika mengetahui ini, Yang Terberkahi berkata: “Jangan takut, raja yang agung, jangan takut. Tidak ada yang perlu engkau takuti dari dia.”

Maka rasa takut, [102] khawatir, dan ngeri raja pun mereda, Dia mendekat pada Y.M. Angulimala dan berkata: “Bhante, apakah tuan yang terhormat ini benar-benar Angulimala?”

“Ya, raja yang agung.”

“Bhante, dari keluarga apakah ayah tuan yang terhormat? Dari keluarga manakah ibunya?”

“Ayahku adalah seorang Gagga, raja yang agung; ibuku seorang Mantani.”

“Semoga tuan Gagga Mantaniputta yang terhormat beristirahat dengan tenang. Saya akan menyediakan jubah, dana makanan, tempat istirahat, dan kebutuhan-kebutuhan obat untuk tuan Gagga Mantaniputta yang terhormat.”

13. Pada saat itu Y.M. Angulimala adalah penghuni-hutan, pemakan dana-makanan, pemakai kain-buangan, dan membatasi membatasi diri dengan jubah. Dia menjawab: “Cukup, raja yang agung, tiga jubahku sudah lengkap.”

Raja Pasenadi kemudian kembali kepada Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat, dia duduk di satu sisi dan berkata:

“Sungguh luar biasa, Bhante, sungguh hebat bagaimana Yang Terberkahi menjinakkan yang tak-terjinakkan, membawa kedamaian bagi yang tidak-damai, dan membimbing menuju Nibbana mereka yang belum mencapai Nibbana. Bhante, kami sendiri tidak bisa menjinakkannya dengan kekuatan dan senjata, tetapi Yang Terberkahi menjinakkannya tanpa kekuatan atau pun senjata. Dan sekarang, Bhante, kami berangkat. Kami sibuk dan banyak yang harus dilakukan.”

“Sekaranglah waktunya, raja yang agung, untuk melakukan apa yang kau anggap sesuai.”

Kemudian Raja Pasenadi di Kosala bangkit dari tempat duduknya. Setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, dengan tetap menjaga agar Beliau di sisi kanannya, dia pergi.

14. Suatu pagi, Y.M. Angulimala berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luarnya, lalu pergi ke Savatthi untuk mengumpulkan dana makanan. Ketika beliau berkelana untuk dana makanan dari rumah ke rumah di Savatthi, dia melihat seorang perempuan sedang melahirkan anak cacat. [103] Ketika melihat ini, dia berpikir: “Betapa menderitanya para makhluk! Sungguh, bepata menderitanya para makhluk!”

Setelah berkelana untuk mengumpulkan dana makanan di Savathi dan kembali, setelah makan Y.M. Angulimala menemui Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat kepada Beliau, dia duduk di satu sisi dan berkata: “Bhante, di pagi hari saya berpakaian, mengambil mangkuk dan jubah luar saya, dan pergi ke Savathi untuk mengumpulkan dana makanan. Ketika saya berkelana untuk mengumpulkan dana makanan dari rumah ke rumah di Savatthi, saya melihat seorang perempuan sedang melahirkan anak cacat. Ketika melihat ini, saya berpikir: “Betapa menderitanya para makhluk! Sungguh, betapa menderitanya para makhluk!”

15. “Kalau begitu, Angulimala, pergilah ke Savatthi dan katakan kepada perempuan itu: ‘Saudari, sejak saya terlahir di dalam kelahiran mulia, saya tidak ingat pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup. Dengan kebenaran ini, semoga Anda sejahtera dan bayi Anda sejahtera!’”

“Bhante, apakah saya tidak menceritakan kebohongan yang disengaja, karena toh dengan sengaja saya telah membunuh banyak makhluk hidup?”

“Kalau begitu, Agulimala, pergilah ke Savatthi dan katakan kepada perempuan itu: ‘Saudari, sejak saya terlahir dengan kelahiran mulia, saya tidak ingat pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup. Dengan kebenaran ini, semoga Anda sejahtera dan bayi Anda sejahtera!’”823

“Ya. Bhante,” Jawab Y.M. Angulimala, dan setelah pergi ke Savatthi dia berkata kepada perempuan itu: “Saudari, sejak saya terlahir dengan kelahiran mulia, Saya tidak ingat pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup. Dengan kebenaran ini, semoga Anda sejahtera dan bayi Anda sejahtera!” Kemudian perempuan dan bayinya itu menjadi sejahtera.

16. Tak lama kemudian, dengan berdiam sendiri, melihat ke dalam diri, rajin, bersemangat, dan mantap, Y.M. Angulimala, dengan merealisasikan bagi dirinya sendiri melalui pengetahuan langsung, di sini dan kini masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci yang untuknya para pria baik-baik dengan benar meninggalkan kehidupan berumah menuju tak-berumah. Dia langsung mengetahui: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak lagi ada kelahiran di alam mana pun juga.”[104] Dan Y.M. Angulimala menjadi salah satu Arahat.

17. Suatu pagi, Y.M. Angulimala berpakaian, mengambil mangkuk serta jubah luarnya, dan pergi ke Savatthi untuk mengumpulkan dana makanan. Pada waktu itu, seseorang melempar tongkat yang mengenai tubuhnya, lalu orang lain melempar pecahan tembikar yang mengenai tubuhnya. Kemudian, dengan darah yang mengalir dari kepalanya yang terluka, dengan mangkuknya yang pecah dan jubah luarnya yang robek, Y.M. Angulimala menemui yang Terberkahi. Yang Terberkahi melihat dia datang dari kejauhan dan berkata: “Tanggunglah, brahmana! Tanggunglah, brahmana! Engkau mengalami di sini dan kini akibat tindakan-tindakan yang karenanya engkau mungkin di siksa di neraka selama bertahun tahun selama beratus-ratus tahun, selama beribu-ribu tahun.”824

18. Pada suatu saat, ketika Y.M. Angulimala sedang sendirian bermeditasi dan mengalami kebahagiaan pembebasan, beliau mengucapkan ungkapan ini:825

“Dia yang pernah hidup lalai
Dan kemudian tidak lalai,
Dia menyinari dunia
Bagaikan rembulan yang terbebas dari awan

Yang menghentikan perbuatan-perbuatan jahat yang telah dilakukannya
Dengan melakukan perbuatan-perbuatan bajik sebagai gantinya
Dia menyinari dunia
Bagaikan rembulan yang terbebas dari awan

Bhikku muda yang mengerahkan
Usaha-usahanya untuk Ajaran Buddha,
Dia menyinari dunia
Bagaikan rembulan yang terbebas dari awan.

Semoga musuh-musuhku mendengar khotbah Dhamma,
Semoga mereka tekun dalam Ajaran Buddha,
Semoga musuh-musuhku melayani orang-orang baik itu
Yang membimbing orang lain untuk menerima Dhamma.

[105] Semoga musuh-musuhku mau memasang telinga dari saat ke saat
Dan mendengar Dhamma dari mereka yang mengkotbahkan kesabaran,
Dari mereka yang juga menyampaikan pujian tentang kebaikan hati
Dan semoga mereka menjalankan Dhamma itu dengan perbuatan-perbuatan baik.

Karena tentu kemudian mereka tidak akan ingin menyakitiku,
Tidak juga mereka berpikir untuk merugikan makhluk lain,
Maka, mereka yang mau melindungi semuanya, yang lemah dan kuat,
Semoga mereka mencapai kedamaian yang melebihi semuanya.

Pembuat saluran mengarahkan air
Pembuat panah meluruskan batang anak-panah,
Tukang kayu meluruskan kayu,
Tetapi orang bijak berusaha untuk menjinakkan diri sendiri.

Ada beberapa yang menjinakkan dengan pukulan,
Beberapa dengan tongkat dan beberapa dengan cambuk;
Tetapi aku dijinakkan hanya oleh
Dia yang tidak memiliki tongkat maupun senjata.

‘Tak menyakiti’ adalah nama yang kini kutanggung,
Walaupun aku berbahaya di masa lalu.826
Nama yang kutanggung hari ini sungguh benar:
Aku sama sekali tidak menyakiti makhluk hidup.

Dan walaupun aku dulu hidup sebagai bandit
Dengan nama ‘Untaian-Jari,’
Orang yang disapu banjir deras,
Aku telah pergi untuk perlidungan kepada Buddha.

Dan walaupun aku dulu memiliki tangan yang terlumur darah
Dengan nama “Untaian-jari,”
Lihatlah perlindungan yang telah kutemukan:
Ikatan dumadi telah terpotong.

Walaupun aku dulu melaukan banyak perbuatan yang membawa
Menuju kelahiran di alam-alam yang jahat,
Namun akibatnya telah sampai padaku sekarang,
Maka kini aku makan bebas dari  hutang.827

Mereka adalah orang-orang tolol dan tidak punya akal sehat
Yang menyerahkan diri mereka  pada kelalaian,
Tetapi mereka yang punya kebijaksanaan menjaga ketekunan
Dan memperlakukannya sebagai kebaikan terbesar.

Jangan menyerah pada kelalaian
Jangan pula mencari sukacita dalam kesenangan-kesenangan indera,
Tetapi bermeditasilah dengan tekun
Agar supaya mencapai kebahagiaan sempurna.

Jadi silakan datang pada pilihanku itu
Dan biarlah hal itu bertahan, karena ia tidak salah dibuat;
Dari semua Dhamma yang diketahui manusia
Aku telah datang yang paling baik.

Jadi silakan datang pada pilihanku itu
Dan biarlah hal itu bertahan, karena ia tidak salah dibuat;
Aku telah mencapai tiga pengetahuan
Dan melaksanakan semua yang diajarkan Sang Buddha.”

Catatan

820
Nama “Angulimala” merupakan julukan yang berarti “untaian (mala) jari (anguli).” Dia adalah putra brahmana Bhaggava, pendeta bagi Raja Pasenadi dari Kosala. Nama yang diberikan sekarang adalah Ahimsaka, yang artinya “yang tidak merugikan.” Dia belajar di Takkasila, di mana dia menjadi kesayangan gurunya. Sesama siswa, karena iri kepadanya, memberitahu gurunya bahwa Ahimsaka telah melakukan perselingkuhan dengan istri gurunya itu. Dengan maksud menghancurkan Ahimsaka, guru itu memerintahkan dia untuk membawakan seribu jari sebagai bayaran. Ahimsaka hidup di hutan Jalini, menyerang para pelancong, memotong satu jari setiap korban, dan memakainya sebagai untaian kalung di lehernya. Pada saat sutta itu bermula, dia hanya kurang satu jari dan telah bertekad untuk membunuh orang berikutnya yang datang. Sang Buddha melihat ibu Angulimala sedang dalam perjalanan untuk mengunjungi dia, dan sadar bahwa Angulimala mempunyai kondisi-kondisi pendukung untuk menjadi Arahat. Maka Beliau mencegat dia sebelum ibunya keburu tiba.

821
MA menjelaskan bahwa Angulimala baru saja menyadari bahwa bhikkhu di hadapannya adalah Sang Buddha sendiri dan bahwa Beliau telah datang ke hutan dengan tujuan yang jelas yaitu untuk mengubahnya.

822
MA: karena jasa kebajikannya di masa lalu, Angulimala memperoleh mangkuk dan jubah melalui kekuatan spiritual dari Sang Buddha segera setelah Sang Buddha berkata, “Datanglah, bhikkhu.”

823
Bahkan sampai sekarang cetusan ini sering diulang oleh para bhikkhu sebagai mantra pelindung (paritta) untuk perempuan-perempuan hamil yang mendekati masa melahirkan.

824
MA Menjalankan bahwa tindakan berkehendak apa pun (kamma) mampu menghasilkan tiga jenis akibat: akibat yang dialami di sini dan kini, yaitu, dalam kehidupan yang sama ini dimana perbuatan itu dilakukan; akibat yang dialami di kehidupan yang akan datang; dan akibat yang dialami di kehidupan mana pun setelah yang berikutnya, selama perjalanan seseorang di lingkaran samsara masih berlanjut. Karena telah mencapai tingkat arahat, Angulimala lolos dari dua jenis akibat yang terakhir, tetapi tidak bisa lolos dari yang pertama, karena bahkan Arahat pun masih mengalami akibat-akibat tindakan kehidupan masa-kini yang mereka lakukan sebelum mereka mencapai tingkat arahat.

825
Beberapa syair berikutnya juga muncul di Dhammapada Syair-syair Angulimala ditemukan utuh di Thag 866-91.

826
Walaupun MA mengatakan bahwa Ahimsaka, “Tidak merugikan,” adalah nama Angulimala sekarang, kitab Komentar untuk Theragatha mengatakan bahwa nama aslinya adalah Himsaka, yang artinya “berbahaya”.

827
Sementara bhikkhu-bhikkhu mulia yang belum Arahat dikatakan makan dana makanan negeri itu sebagai warisan dari Sang Buddha, para Arahat makan “bebas dari hutang” karena dia telah membuat dirinya sepenuhnya pantas untuk menerima dana makanan. Lihat Vism 125-27.

175

- trus mau tanya bagaimana alibinya angulimala bisa menjadi arahat padahal cukup sadis


http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/menaklukkan-anggulimala/

5. Menaklukkan Angulimala
(dengan Kesaktian/Iddhi)
Ukkhitta khagga matihattha sudãrunantam
Dhãvantiyo janapathan gulimãla vantam
Uddhibhisankhatamano jitavã munindo
Tan tejasã bhavatu te jayamangalãni

Sangat kejam dengan pedang terhunus dalam tangan yang kokoh kuat
Angulimala berlari mengejar sepanjang jalan tiga yojana dengan berkalung untaian jari
Raja Para Bijaksana menaklukkannya dengan kesaktian
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.

Istri kepala penasehat (Purohita Brahmana) Raja Pasenadi Kosala yang bernama Mantani, melahirkan seorang anak laki-laki. Pada saat kelahirannya, semua senjata di dalam kota berkilau mengeluarkan cahaya yang terang benderang. Kejadian ini menyebabkan ayahnya bertanya kepada ahli perbintangan, mereka meramalkan bahwa anak tersebut di kemudian hari akan menjadi perampok. Keesokan harinya, ketika ia mengunjungi istana, sang ayah bertanya kepada Raja Pasenadi, apakah tadi malam Raja dapat tidur nyenyak. Raja menjawab, tadi malam ia tidak dapat tidur dengan nyenyak karena melihat semua senjata di dalam gudang berkilauan. Hal ini menandakan adanya bahaya yang akan menimpa Raja sendiri atau kerajaannya. Brahmana tersebut lalu menyampaikan kepada Raja, bahwa semalam istrinya telah melahirkan seorang anak laki-laki. Pada saat kelahirannya, tidak hanya pedang kerajaan, semua senjata yang ada di seluruh kota berkilauan, yang menandakan bahwa anaknya kelak akan menjadi perampok.
Brahmana tersebut bertanya kepada Raja, apakah Raja menghendaki agar ia membunuh anaknya yang baru lahir itu. Raja lalu bertanya, apakah anak tersebut kelak akan menjadi kepala perampok ataukah menjadi perampok tunggal. Ia menjawab bahwa anak tersebut akan menjadi perampok tunggal.
Raja tidak terlalu khawatir, karena beliau beranggapan bahwa kerajaannya tidak akan dapat dikacaukan hanya oleh seorang perampok. Jadi beliau membiarkan anak tersebut hidup dan tumbuh menjadi dewasa.
Anak itu diberi nama Ahimsaka, yang berarti tidak melukai siapapun (=tanpa kekerasan). Anak itu diberi nama demikian karena ia berasal dari keluarga yang tidak pernah dinodai dengan kejahatan dan juga karena sifat anak itu sendiri.
Ketika Ahimsaka dewasa, ia disekolahkan di Taxila, suatu pusat pendidikan yang terkenal pada masa lampau. Ahimsaka amat pandai, dapat melampaui murid-murid yang lain dan menjadi murid yang paling menonjol, dan ia amat disayang oleh gurunya.
Teman-temannya menjadi iri kepadanya. Mereka berusaha mencari kesalahan agar Ahimsaka dapat dihukum. Mereka tidak dapat mencela kemampuan maupun reputasi baik keluarga Ahimsaka.
Mereka lalu memfitnah bahwa Ahimsaka telah melakukan hal yang tidak pantas dengan istri gurunya. Mereka lalu membagi kelompoknya menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama memberitahukan kepada guru mereka tentang kesalahan Ahimsaka, kelompok kedua dan ketiga membenarkan apa yang dikatakan oleh kelompok yang pertama. Ketika guru mereka tidak mempercayai apa yang mereka katakan, mereka mengusulkan supaya guru mereka membuktikannya sendiri.
Guru Ahimsaka kemudian melihat istrinya berbicara dengan ramah kepada Ahimsaka, hal ini menambah kecurigaannya, sehingga ia merencanakan untuk melenyapkan Ahimsaka. Sebagai orang terpelajar, di dalam usahanya untuk melenyapkan Ahimsaka, ia tidak melakukannya secara terbuka, karena ia takut tidak ada lagi murid yang mau berguru kepadanya.
Oleh karena itu ia berkata kepada Ahimsaka :
“Muridku, saya tidak sanggup lagi mengajarmu lebih lanjut, kecuali kamu dapat mengumpulkan seribu buah jari tangan kanan manusia sebagai biaya pendidikanmu.”

Guru Ahimsaka mengira bahwa Ahimsaka tidak akan pernah berhasil melaksanakan keinginannya. Dan di dalam usahanya untuk mengumpulkan jari manusia, ia pasti akan tertangkap oleh pengawal raja.
Ahimsaka menjawab, bahwa di dalam keluarga mereka tidak mempunyai kebiasaan untuk melakukan kejahatan kepada orang lain. Berulang-ulang Ahimsaka memohon kepada gurunya, agar ia dapat membayar biaya pendidikannya dengan cara yang lain, tetapi gurunya tetap pada pendiriannya. Apabila ia menolak melaksanakannya, ia akan mendapat kutukan. Karena ia mempunyai keinginan yang kuat untuk belajar dan tidak ada jalan lain lagi untuk melanjutkan pendidikannya, ia lalu mempersenjatai dirinya dan masuk ke hutan Jalini di Kosala, yang merupakan pertemuan dari delapan jalan dan mulai membunuh siapapun yang lewat di situ untuk mengumpulkan jari tangan manusia sesuai dengan permintaan gurunya.
Jari yang terkumpul digantungnya pada sebuah pohon. Namun karena jari-jari tersebut selalu dihancurkan oleh burung gagak dan burung pemakan bangkai, ia lalu membuat untaian jari untuk memastikan jumlah jari yang telah dikumpulkannya. Sejak itu ia dikenal dengan nama Angulimala (=Untaian Jari).
Rakyat lalu pergi ke Savatthi, menghadap Raja untuk memberitahukan bahwa jumlah penduduk semakin berkurang, karena kekejaman seorang perampok yang selalu membunuh penduduk yang lewat di hutan itu. Mereka memohon supaya Raja mengirim pasukan untuk menangkapnya. Raja mengabulkan permohonan rakyat dan segera memerintahkan pasukan kerajaan untuk menyelidiki perampok tersebut.
Brahmana yang merupakan ayah Ahimsaka, berkata kepada istrinya bahwa ia amat khawatir kalau-kalau perampok yang kejam itu adalah anak mereka sendiri, dan bertanya apa yang harus mereka lakukan. Istrinya lalu berkata, sebaiknya ia cepat-cepat pergi ke hutan, sebelum pasukan kerajaan tiba, untuk menyadarkan anaknya. Namun brahmana itu menolak untuk pergi. Istri brahmana itu lalu memutuskan untuk masuk ke hutan seorang diri. Dengan kecintaan seorang ibu terhadap anaknya yang amat besar, ia meratap dan berseru agar anaknya mau mengikuti tradisi keluarga, berhenti melakukan pembunuhan dan berkata bahwa pasukan raja sedang dalam perjalanan untuk menangkapnya.
Pada waktu yang sama, Sang Buddha yang sedang bersemayam di Vihara Jetavana melihat dengan Mata Buddha (melalui Maha Karuna Samapatti), bahwa dari kumpulan karma baik yang dimiliki pada kehidupannya yang lampau, Angulimala memiliki cukup banyak kebajikan untuk menjalani kehidupan sebagai seorang bhikkhu dan mempunyai kemampuan untuk mencapai Tingkat Kesucian Tertinggi yaitu menjadi Arahat pada kehidupan ini juga. Sang Buddha juga melihat bahwa ibu Angulimala dapat terbunuh apabila Angulimala melihatnya, karena ia sudah amat ingin melengkapi untaian jari yang diminta oleh gurunya.
Untuk mencegah hal ini, Sang Buddha lalu mengubah wujudNya menjadi seorang bhikkhu dan segera memasuki hutan. Para pengembala dan petani berusaha mencegah Sang Buddha untuk masuk ke hutan seorang diri, karena empat puluh orang yang pergi bersama-sama pun dapat dibunuh oleh Angulimala. Meskipun mendapat peringatan, Sang Buddha tetap melanjutkan perjalanNya dengan berdiam diri. Untuk kedua dan ketiga kalinya mereka berusaha mencegah Sang Guru masuk ke hutan tersebut, namun Sang Buddha dengan berdiam diri tetap meneruskan perjalananNya masuk ke dalam hutan.
Pada pagi hari itu, Angulimala telah mengumpulkan sembilan ratus sembilan puluh sembilan buah jari dan telah merencanakan bahwa siapapun yang ditemuinya pada hari itu harus dibunuhnya. Tetapi ia mendapat kesulitan untuk menemukan orang yang dapat dibunuhnya, karena orang-orang selalu berjalan dalam rombongan yang besar dan bersenjata lengkap.
Akhirnya ia melihat seorang bhikkhu seeang berjalan seorang diri, tanpa membawa senjata. Ia berpikir tentu amat mudah untuk membunuhnya. Angulimala lalu membawa pedang, tameng, anak panah beserta busurnya mengikuti Sang Buddha dari jarak yang dekat.
Sang Buddha menunjukkan kesaktianNya, sehingga bagaimanapun Angulimala berusaha berlari sekuat tenaga, sedangkan Sang Buddha berjalan dengan kecepatan biasa, ia tetap tidak dapat menyusul Sang Buddha.
Angulimala lalu berpikir, “Saya telah mengejar gajah, kuda, kijang dan dapat mengalahkan mereka, sekarang meskipun saya sudah berlari sekuat tenaga, dan Bhikkhu ini berjalan dengan kecepatan biasa saja, saya tetap tidak dapat mendekatiNya.”
Dengan terengah-engah dan berkeringat, ia berteriak meminta Sang Buddha untuk berhenti : “Tittha (+Berhentilah) Samana!”
Sang Buddha menjawab : “Saya sudah berhenti! Hentikan dirimu sendiri!”
Angulimala keheranan akan jawaban Sang Buddha dan bertanya : “Apa maksudMu?”
Sang Buddha menjawab :
“Saya telah bertekad untuk melimpahkan kasih sayang kepada semua mahluk, sedangkan kamu tidak mempunyai belas kasih terhadap mahluk lain. Oleh karena itu Saya sudah berhenti, sedangkan kamu belum berhenti melakukan pembunuhan.”

Karena tumpukan karma baik Angulimala yang amat besar pada kehidupannya yang lampau, bahwa ia diberi tahu oleh Buddha Padumuttara, bahwa ia akan menjadi seorang Arahat. Sebagai seorang yang mempunyai kemampuan untuk menjadi seorang Arahat, setalah mendengar apa yang dikatakan oleh Sang Buddha, ia mengetahui bahwa pertapa mulia ini adalah Buddha Gotama yang karena cinta kasihNya yang amat besar datang untuk menolongnya.
Angulimala segera melemparkan untaian jari dan senjatanya, lalu bernamaskara di kaki Sang Buddha dan memohon untuk ditahbiskan menjadi seorang bhikkhu. Sambil mengangkat tanganNya, Sang Buddha berkata :
“Ehi Bhikkhu (Mari, O Bhikkhu).”

Dengan demikian Angulimala dapat menerima delapan kebutuhan pokok seorang bhikkhu pada saat yang bersamaan dan langsung menerima Upasampada, tanpa terlebih dahulu menjadi seorang samanera. Dengan disertai oleh Angulimala, Sang Buddha kembali ke Vihara Jetavana.
Sementara itu Raja Pasenadi Kosala didesak untuk menangkap perampok Angulimala. Sudah menjadi kebiasaannya untuk menemui Sang Buddha apabila ada kejadian genting. Setalah Raja Pasenadi Kosala bernamaskara, lalu duduk di salah satu sisi, Sang Buddha bertanya :
“O, Raja, ada hal apakah yang membuat anda risau?
Apakah Raja Seniya Bimbisara dari Magadha menantang anda?
Apakah para Pangeran Licchavi dari Vesali?
Atau para bangsawan sainganmu?”

Raja lalu menjelaskan masalah yang sedang dihadapinya, ia mengakui tidak dapat menangkap Angulimala si perampok yang haus darah itu. Sang Buddha lalu bertanya :
“Apa yang akan anda lakukan kalau perampok itu memakai jubah seorang bhikkhu?”

Raja menjawab :
“Yang Mulia, saya akan menghormatinya seperti saya menghormat kepada seorang bhikkhu.”

Pada saat itu Bhikkhu Angulimala sedang duduk di dekat Sang Buddha. Beliau lalu berkata kepada raja :
“O, Raja, inilah Angulimala.”

Raja Pasenadi Kosala menjadi ketakutan, badannya gemetar, rambutnya berdiri. Sang Buddha lalu menenangkannya dan berkata bahwa ia tidak perlu takut lagi, karena Angulimala telah menjadi seorang bhikkhu. Raja lalu mendekati Bhikkhu Angulimala dan menanyakan tentang orang tuanya, dan menawarkan untuk memenuhi semua kebutuhannya. Pada saat itu Bhikkhu Angulimala telah menjalani latihan hidup di hutan, berpindapatta, memakai jubah dari kain perca yang terdiri dari tiga bagian. Oleh karena itu ia menolak tawaran raja, karena ia sudah tidak memerlukannya lagi. Kemudian Raja Pasenadi Kosala memberi hormat kepada Bhikkhu Angulimala dan menyatakan keheranannya kepada Sang Buddha akan perubahan yang dialami oleh Bhikkhu Angulimala. Ia lalu pulang ke istana dengan hati yang bahagia.
Pada suatu hari, ketika Bhikkhu Angulima sedang berpindapatta di Savatthi, Beliau melihat seorang wanita yang sangat kesakitan karena akan melahirkan. Beliau melihat penderitaan wanita itu, tergerak hatinya, lalu berpikir :
“Betapa menderitanya mahluk hidup, betapa menderitanya mahluk hidup!”

Beliau yang pernah membunuh sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang, sekarang merasa amat kasihan melihat seorang wanita menderita kesakitan karena akan melahirkan. Ketika Beliau selesai berpindapatta dan makan pagi, Beliau pergi ke vihara menemui Sang Buddha dan menyampaikan apa yang dilihatnya. Sang Buddha lalu meminta Bhikkhu Angulimala pergi menemui wanita itu dan berkata :
“Saudari, sejak saat saya dilahirkan dalam Keluarga Ariya, saya tidak sadar, dengan sengaja telah membunuh mahluk hidup. Berdasarkan kebenaran ini, semoga anda selamat dan semoga anak anda selamat.”

Beliau lalu pergi menemui wanita yang akan melahirkan bayinya. Layar penyekat diletakkan melingkari sang ibu, Bhikkhu Angulimala duduk dan mengulang Paritta yang diajarkan Sang Buddha. Segera saja bayi tersebut lahir dengan mudah dan selamat. (Kemanjuran Paritta Angulimala Sutta ini masih terbukti hingga saat ini).
Tidak lama kemudian, Bhikkhu Angulimala mencapai Tingkat Kesucian Arahat.
Pada suatu hari, ketika Yang Mulia Angulimala sedang berpindapatta di Savatthi, Beliau dilempari bongkahan tanah, tongkat dan batu. Kepalanya terluka, bercucuran darah dan mangkokNya pecah. Beliau pulang kembali ke vihara dan mendekati Sang Buddha yang sedang duduk. Sang Buddha yang melihat keadaanNya lalu menjelaskan, bahwa semua kejadian ini adalah akibat dari perbuatan burukNya, yang sesungguhnya dapat membuatNya menderita di Alam Neraka selama ribuan tahun.
Sekarang Yang Mulia Angulimala hidup menyendiri, menikmati Kebahagiaan dari Kebebasan, mengucapkan pernyataan-pernyataan Kebijaksanaan, meninggal dunia dan mencapai Nibbana.
Para bhikkhu membicarakan tempat kelahiran kembali dari Yang Mulia Angulimala, Sang Buddha memberitahu mereka, bahwa Beliau telah mencapai Nibbana. Para bhikkhu keheranan, bagaimana mungkin seseorang yang telah melakukan begitu banyak pembunuhan dapat mencapai Nibbana. Sang Buddha menjawab bahwa pada masa yang lampau, karena bimbingan yang kurang baik, Angulimala telah melakukan perbuatan-perbuatan buruk namun kemudian ketika Beliau mendapat bimbingan yang baik, Beliau menjalani kehidupan suci. Dengan demikian Beliau dapat mengatasi perbuatan buruk dengan perbuatan baiknya. Setalah berkata demikian, Sang Buddha mengucapkan syair :
“Mereka yang dapat mengatasi perbuatan buruk mereka dengan perbuatan baik, menyinari dunia ini, bagaikan bulan yang terbebas dari awan.” (Dhammapada 173).

176
_/\_

- Bisa saja kita akan selalu mencari2 ajaran2 asli dan sebenar2nya dimasa lampau, tetapi kita tidak akan bisa mencegahnya dari perubahan2 yang terus terjadi baik didalam ajaran2, maupun dalam peradaban manusia itu sendiri, itu semua akan selalu berubah, dan mungkin akan menyulitkan dalam, toh anda mempunyai prinsip2 yang cukup dari Buddha," kalo agama Buddha sudah gk bisa dipake ya tinggalkan saja, " ya toh.


Seperti-nya tidak ada umat yang benar-benar mempraktekkan semua aliran... pasti ada yang dipegang sebagai ajaran, ada yang ditinggalkan...

177

- Saya saja kadang bertanya , kenapa tiap calon2 Buddha kelahiran terakhirnya pasti lahirnya di kerajaan, mungkin kalo bukan pake synonim kerajaan, mungkin keadaan yang sangat beruntung atau baik dan indah awalnya, dari contoh itu kita bisa tau, adat2 yang tidak dapat ditinggalkan dan sangat kental, jika kita memakai, kaidah maitreya atau kwan im avalokitesvara, mengapa lebih kental ke arah Tao bahkan dekat2 dengan MAHAYANA, cukup unik ya. tapi ajarannya luar biasa mungkin sangat sama, cinta kasih mentok  tok cer.


Buddha Kakusandha, Koõàgamana, dan Kassapa terlahir dari kasta brahmana, sedangkan Buddha-Buddha lainnya terlahir dari kasta ksatria.
(sumber : Riwayat Agung Para Buddha Jilid 1, Edisi pertama, Hal 402).

178
Itu tidak merubah kenyataan bahwa kata bhikkhu/bhiksu memiliki arti yg sama.

sumber, sumber

sepintas seperti-nya sama... tapi tergantung dari vinaya yang di-ambil... kalau bagi yang awam, maka bhikkhu dan bhiksu dianggap sama.

179
Kitab Mahayana tidak digolongkan ke Tripitaka (tiga keranjang), Dasar-nya apa ?

Kalau Kitab Theravada dikatakan Tipitaka karena digolongkan ke dalam golongan Sutta, Golongan Vinaya dan Golongan Abhidhamma... yang mahayana penggolongannya bagaimana ?

180
Diskusi Umum / Re: Akusala Garuka Kamma, Membunuh Ayah?
« on: 18 June 2013, 12:10:42 PM »
Kebetulan nemu berita ini, kebetulan jg ingat ama thread yg berhubungan dgnnya and...kebetulan pulak kemaren br aja hr ayah sedunia.....so sy mau nanya kalo berita yg dibawah ini apakah msk hitungan akusala garuka kamma......tq.

 Diperkosa, Gadis 18 Tahun Tebas Kepala Ayahnya              Rita Uli Hutapea - detikNews
                          Port Moresby, - Seorang gadis remaja di Papua Nugini, PNG menebas kepala ayahnya karena telah memperkosa dirinya di rumah mereka. Warga desa pun melindungi gadis berumur 18 tahun itu dan menolak menyerahkannya ke polisi. Warga sepakat bahwa ayah "jahat" tersebut pantas untuk mati.

Menurut pemimpin gereja setempat, Lucas Kumi dari desa Rang di wilayah pegunungan Western Highlands, seluruh penduduk menolak menyerahkan gadis tersebut ke polisi.

"Warga dan para pemimpin di daerah kami pergi dan melihat tubuh tanpa kepala dari ayah tersebut setelah anak perempuan itu melaporkan insiden tersebut kepada mereka dan menjelaskan mengapa dia membunuh ayahnya," kata Kumi seperti dilansir Daily Mail, Senin (17/6/2013).

Kepada media setempat, Post Courier, Kumi menjelaskan, ayah sang gadis memperkosanya ketika mereka hanya berdua saja di rumah mereka di desa Rang pekan lalu. Saat kejadian, ibu dan dua saudara si gadis pergi mengunjungi rumah kerabat dan menginap di sana.

"Sang ayah masuk ke kamar putrinya di malam itu dan memperkosanya berulang kali. Sang ayah ingin memperkosa putrinya lagi keesokan pagi dan saat itulah gadis muda itu mengambil pisau semak dan menebas kepala ayahnya sampai putus," tutur Kumi.

"Kami semua sepakat bahwa dia bebas tinggal di komunitas ini karena ayahnya layak untuk mati," cetusnya seraya membela perbuatan gadis yang tidak disebutkan namanya itu. "Anak perempuan itu berbuat demikian akibat trauma dan perbuatan jahat ayahnya," tandasnya.

Dikatakan Kumi, warga membentuk garis perlindungan di sekitar kediaman gadis tersebut guna mencegah polisi membawanya pergi.

"Masyarakat juga setuju untuk tidak mengadakan seremoni penguburan resmi untuk ayahnya," kata Kumi.

Tindak kejahatan pemerkosaan dan pembunuhan marak di PNG. Sebagai upaya untuk menghentikannya, pemerintah PNG belum lama ini memberlakukan kembali hukuman mati bagi kasus-kasus kejahatan serius.

tinggal di-pisah-pisah perbuatannya...

Perbuatan si ayah : memperkosa

perbuatan si anak : membunuh ayah-nya karena hendak memperkosa-nya...

---

Theri Uppalavana di perkosa oleh Pemuda Nanda... Bisa-kah Theri Uppalavana melakukan perlawanan dan membunuh Pemuda Nanda ? Sayang-nya, Theri Uppalavana saat itu sudah mencapai tingkat kesucian Arahat... Tidak ada lagi Dosa Mula Citta dan Moha Mula Citta dan atau Lobha Mula citta yang muncul di bathin seorang Arahat... Sehingga tidak ada pembalasan sedikitpun dari Theri Uppalavana...

Alhasil, akibat dari perbuatan tersebut, Pemuda Nanda langsung di-telan "BUMI" begitu menginjakkan kaki-nya ke-tanah.

Pages: 1 ... 5 6 7 8 9 10 11 [12] 13 14 15 16 17 18 19 ... 256