CULLAVAGGA IX
Tentang Penangguhan Pātimokkha
Pada suatu ketika Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Vihara Timur di rumah besar ibunya Migāra. Pada saat itu Sang Bhagavā sedang duduk dikelilingi oleh Saṅgha para bhikkhu pada hari Uposatha. Kemudian, pada larut malam, menjelang akhir jaga pertama, Yang Mulia Ānanda, bangkit dari duduknya, setelah merapikan jubahnya di satu bahunya, setelah memberi hormat kepada Sang Bhagavā dengan merangkapkan tangan, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:
“Yang Mulia, malam telah larut, jaga pertama segera berakhir; Saṅgha para bhikkhu telah duduk cukup lama; Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā membacakan Pātimokkha untuk para bhikkhu.” Ketika ia telah berkata demikian, Sang Bhagavā berdiam diri. Dan ketika malam telah semakin larut, ketika jaga ke dua hampir berakhir, Yang Mulia Ānanda, untuk ke dua kalinya bangkit dari duduknya, setelah merapikan jubah … berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:
“Yang Mulia, malam semakin larut, jaga ke dua segera berakhir; … membacakan Pātimokkha untuk para bhikkhu.” Dan untuk ke dua kalinya Sang Bhagavā berdiam diri. Dan ketika malam semakin larut lagi, ketika jaga terakhir hampir berakhir, ketika matahari telah terbit dan malam tampak menggembirakan, untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Ānanda, bangkit dari duduknya, setelah merapikan … berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:
“Yang Mulia, malam telah semakin larut, jaga terakhir segera berakhir; matahari telah terbit, malam tampak menggembirakan Saṅgha para bhikkhu telah duduk cukup lama; Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā membacakan Pātimokkha untuk para bhikkhu.”
“Ānanda, kelompok ini tidak seluruhnya murni.” ||1||
Kemudian Yang Mulia Moggallāna yang Agung berpikir: “Sehubungan dengan siapakah Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: ‘Ānanda, kelompok ini tidak seluruhnya murni’?” Kemudian Yang Mulia Moggallāna yang Agung dengan pikirannya melingkupi pikiran seluruh Saṅgha para bhikkhu. Kemudian Yang Mulia Moggallāna yang Agung melihat seseorang yang sedang duduk di tengah-tengah Saṅgha para bhikkhu – yang bermoral buruk, berkarakter rusak, berperilaku tidak murni dan mencurigakan, dengan perbuatan-perbuatan tersembunyi, bukan seorang petapa (sejati) (walaupun) berpura-pura sebagai seorang petapa sejati, bukan seorang pengembara dalam pengembaraan-Brahma (walaupun) berpura-pura sebagai seorang pengembara dalam pengembaraan-Brahma, busuk dalam batinnya, dipenuhi dengan keinginan, dengan sifat menjijikkan; melihatnya, ia mendatangi orang itu, [236] setelah mendekat, ia berkata kepada orang itu sebagai berikut:
“Bangkitlah, Yang Mulia, Sang Bhagavā telah melihatmu; bagimu tidak ada kebersamaan dengan para bhikkhu.” Ketika ia telah menyelesaikan kata-katanya, orang itu hanya berdiam diri. Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Moggallāna yang Agung berkata kepada orang itu: “Bangkitlah, Yang Mulia, … bagimu tidak ada kebersamaan dengan para bhikkhu.” Dan untuk ke tiga kalinya orang itu hanya berdiam diri. Kemudian Yang Mulia Moggallāna yang Agung, setelah mencengkeram lengan orang itu, setelah mendorongnya keluar melalui teras pintu utama, setelah mengunci pintu, mendekati Sang Bhagavā; setelah mendekat, ia berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:
“Yang Mulia, aku telah mengeluarkan orang itu; kelompok ini telah sepenuhnya murni; Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā membacakan Pātimokkha untuk para bhikkhu.”
“Betapa aneh, Moggallāna, betapa mengherankan, Moggallāna, bahwa orang dungu itu harus menunggu hingga lengannya dicengkeram.” ||2||
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu, ada delapan hal aneh dan menakjubkan ini sehubungan dengan samudera raya, yang dengan terus-menerus melihatnya para asura bergembira dalam samudera raya. Apakah delapan ini? Samudera raya, para bhikkhu, semakin dalam secara bertahap, melandai secara bertahap, menjorok secara bertahap, tidak secara tiba-tiba seperti jurang. Dan para bhikkhu, bahwa samudera raya yang semakin dalam secara bertahap, melandai secara bertahap, menjorok secara bertahap, tidak secara tiba-tiba seperti jurang – ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan pertama sehubungan dengan samudera raya yang dengan terus-menerus melihatnya para asura bergembira dalam samudera raya.
“Dan kemudian, para bhikkhu, samudera raya stabil, tidak meluapkan tepiannya. Dan para bhikkhu, bahwa samudera raya stabil, tidak meluapkan batasnya - ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke dua …
“Dan kemudian, para bhikkhu, samudera raya tidak berhubungan dengan jasad makhluk yang mati atau mayat. Jasad atau mayat apa pun yang terdapat di samudera raya, mayat itu akan segera didorong ke pantai, ke daratan. Bahwa samudera raya, para bhikkhu, yang tidak berhubungan dengan jasad makhluk yang mati atau mayat … ini, para bhikkhu adalah keanehan dan hal menakjubkan ke tiga …
“Dan kemudian, para bhikkhu, semua sungai besar, yaitu, Gangga, Jumma, Aciravatī, Sarabhū, dan Mahī - sungai-sungai ini, ketika mencapai samudera raya menjadi kehilangan nama dan identitasnya dan hanya dikenal sebagai samudera raya. Bahwa semua sungai besar ini … ini, para bhikkhu, [237] adalah keanehan dan hal menakjubkan ke empat …
“Dan kemudian, para bhikkhu, semua aliran di dunia ini yang mengalir ke samudera raya, dan curahan hujan dari angkasa yang jatuh ke atas samudera raya, namun kosongnya dan penuhnya samudera raya tidak terpengaruh oleh hal-hal itu. Bahwa aliran-aliran di dunia ini … ini, para bhikkhu adalah keanehan dan hal menakjubkan ke lima …
“Dan kemudian, para bhikkhu, samudera raya memiliki satu rasa, yaitu rasa asin. Bahwa samudera raya, para bhikkhu, memiliki satu rasa … ini, para bhikkhu adalah keanehan dan hal menakjubkan ke enam …
“Dan kemudian, para bhikkhu, samudera raya menyimpan banyak harta karun, harta karun para penyelam; harta karun ini ada di sana, yaitu, mutiara, Kristal, lapis lazuli, kulit kerang, kwarsa, koral, perak, emas, mirah delima, mata-kucing. Bahwa samudera raya, para bhikkhu, menyimpan banyak harta karun … ini, para bhikkhu adalah keanehan dan hal menakjubkan ke tujuh …
“Dan kemudian, para bhikkhu, samudera raya adalah alam dari makhluk-makhluk agung; makhluk-makhluk ini adalah: timi, timingala, timitimingala, asura, nāga, gandhabba. Terdapat di samudera raya, makhluk-makhluk yang seratus yojana (panjangnya), makhluk-makhluk yang dua ratus … tiga ratus … empat ratus … lima ratus yojana (panjangnya). Bahwa samudera raya, para bhikkhu, adalah alam dari makhluk-makhluk agung; makhluk-makhluk ini adalah: timi … makhluk-makhluk yang lima ratus yojana (panjangnya) – ini, para bhikkhu, adalah delapan hal aneh dan menakjubkan sehubungan dengan samudera raya, yang dengan terus-menerus melihatnya para asura bergembira dalam samudera raya. ||3||
“Dengan cara yang persis sama, para bhikkhu, dalam dhamma dan disiplin ini terdapat delapan keanehan dan hal menakjubkan yang dengan terus-menerus melihatnya para bhikkhu bergembira dalam dhamma dan disiplin ini. Apakah delapan ini?
“Seperti halnya, para bhikkhu, samudera raya yang semakin dalam secara bertahap, melandai secara bertahap, menjorok secara bertahap, tidak secara tiba-tiba seperti jurang, demikian pula, para bhikkhu, dalam dhamma dan disiplin ini terdapat latihan bertahap, tindakan bertahap, jalan bertahap, tidak secara tiba-tiba seperti penembusan pengetahuan mendalam. Dan para bhikkhu, bahwa dalam dhamma dan disilin ini terdapat … alan bertahap, tidak secara tiba-tiba seperti penembusan pengetahuan mendalam, ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan pertama yang dengan terus-menerus melihatnya para bhikkhu bergembira dalam dhamma dan disiplin ini.
“Dan seperti halnya, para bhikkhu, samudera raya yang stabil, tidak meluapkan tepiannya, demikian pula, para bhikkhu, aturan latihan apa pun yang Kutetapkan bagi para siswa, para siswaKu tidak akan melanggarnya bahkan dengan taruhan nyawanya. Dan, para bhikkhu, bahwa para siswaKu tidak akan melanggar bahkan dengan taruhan nyawanya, [238] ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke dua …
“Dan seperti halnya, para bhikkhu, samudera raya yang tidak berhubungan dengan jasad makhluk yang mati atau mayat, jasad atau mayat apa pun yang terdapat di samudera raya, tetapi mayat itu akan segera didorong ke pantai, ke daratan, demikian pula, para bhikkhu, siapa pun juga yang berperilaku tidak bermoral, berkarakter buruk, yang tidak murni dan berperilaku mencurigakan, dengan perbuatan sembunyi-sembunyi, bukan seorang petapa (sejati) (walaupun) berpura-pura sebagai seorang petapa (sejati), bukan seorang pengembara dalam pengembaraan-Brahma (walaupun) berpura-pura sebagai seorang pengembara dalam pengembaraan-Brahma, busuk dalam batinnya, dipenuhi dengan keinginan, dengan sifat menjijikkan - Saṅgha tidak menetap dalam kebersamaan dengannya, tetapi setelah berkumpul segera, kemudian menyingkirkannya; dan walaupun ia duduk di tengah-tengah Saṅgha para bhikkhu, namun ia jauh dari Saṅgha dan Saṅgha jauh darinya … ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke tiga …
“Dan seperti halnya, para bhikkhu, semua sungai besar, yaitu, Gangga, Jumma, Aciravatī, Sarabhū, dan Mahī yang, ketika mencapai samudera raya menjadi kehilangan nama dan identitasnya dan hanya dikenal sebagai samudera raya, demikian pula, para bhikkhu, (para anggota) dari empat kasta ini: mulia, brahmana, pedagang dan rendah, setelah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-Kebenaran, kehilangan nama dan suku sebelumnya dan hanya dikenal sebagai para petapa, para putera Sakya … ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke empat …
“Dan seperti halnya, para bhikkhu, semua aliran di dunia ini yang mengalir ke samudera raya, dan curahan hujan dari angkasa yang jatuh ke atas samudera raya, namun kosongnya dan penuhnya samudera raya tidak terpengaruh oleh hal-hal itu – demikian pula, para bhikkhu, bahkan jika banyak bhikkhu mencapai Nibbāna dalam kondisi-Nibbāna hingga tidak ada lagi kelompok yang tersisa, bukan karena itu maka kosongnya dan penuhnya kondisi-Nibbāna terpengaruh … ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke lima …
“Dan seperti halnya, para bhikkhu, samudera raya memiliki satu rasa, yaitu rasa asin, demikian pula, para bhikkhu, dhamma dan disiplin ini memiliki satu rasa, yaitu rasa kebebasan … ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke enam …
“Dan seperti halnya, para bhikkhu, samudera raya menyimpan banyak harta karun, harta karun para penyelam; harta karun ini ada di sana, yaitu, mutiara, Kristal, lapis lazuli, kulit kerang, kwarsa, koral, perak, emas, mirah delima, mata-kucing – demikian pula [239], para bhikkhu, dhamma dan disiplin ini memiliki banyak harta karun, harta karun para penyelam - harta karun ini ada di sana, yaitu, empat penegakan perhatian, empat usaha benar, empat landasan kekuatan batin, lima indria, tujuh rantai dalam pencerahan, Jalan Mulia Berunsur Delapan … ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke tujuh …
“Dan seperti halnya, para bhikkhu, samudera raya adalah alam dari makhluk-makhluk agung; makhluk-makhluk ini adalah: timi, timingala, timitimingala, asura, nāga, gandhabba. Terdapat di samudera raya, makhluk-makhluk yang seratus yojana (panjangnya), makhluk-makhluk yang dua ratus … tiga ratus … empat ratus … lima ratus yojana (panjangnya). – demikian pula, para bhikkhu, dhamma dan disiplin ini adalah alam dari makhluk-makhluk agung – makhluk-makhluk ini adalah: pemasuk-arus, seorang yang menuju pencapaian buah pencapaian-arus, yang-kembali-sekali, seorang yang menuju pencapaian buah yang-kembali-sekali, yang-tidak-kembali, seorang yang menuju pencapaian buah yang-tidak-kembali, yang sempurna, seorang yang menuju kesempurnaan. Dan para bhikkhu, bahwa, dhamma dan disiplin ini adalah alam dari makhluk-makhluk agung – makhluk-makhluk ini adalah: pemasuk-arus … seorang yang menuju kesempurnaan, ini, para bhikkhu, adalah keanehan dan hal menakjubkan ke delapan dalam dhamma dan disiplin ini yang dengan terus-menerus melihatnya para bhikkhu bergembira dalam dhamma dan disiplin ini. Ini, para bhikkhu, adalah delapan keanehan dan hal menakjubkan dalam dhamma dan disiplin ini yang dengan terus-menerus melihatnya para bhikkhu bergembira dalam dhamma dan disiplin ini.”
Kemudian, Sang Bhagavā, setelah mengajarkan hal ini, pada saat itu Beliau mengucapkan:
“hujan turun dengan keras pada sesuatu yang tertutup,
Hujan turun dengan tidak keras pda sesuatu yang terbuka;
Maka bukalah sesuatu yang tertutup itu,
Dengan demikian hujan tidak turun dengan keras di atasnya.” ||4||1||