MENEMBUS KEBENARAN MUTLAKMENEMBUS JASMANI SECARA MUTLAK
Bila anda adalah seorang yogi samatha, dengan konsentrasi yang kokoh dan kuat yang terlindungi dengan baik, kami kemudian akan mengajarkan cara mengetahui dan melihat jasmani sebagaimana adanya, menggunakan empat elemen meditasi (catu-dhātu vavatthāna).
53 Namun bila anda memilih untuk tidak mengembangkan samatha, dan hanya berniat mengembangkan konsentrasi akses, anda langsung lanjut ke dalam meditasi terhadap empat elemen.
Kami mengajarkan pengamatan terhadap jasmani terlebih dahulu dengan beberapa alasan. Salah satu alasannya adalah untuk mengamati jasmani adalah sangat halus dan mendalam. Namun meskipun jasmani mengalami perubahan milyaran kali dalam satu detik, ia tidak berubah secepat yang dilakukan oleh batin. Ini berarti bahwa sekali anda telah menyelesaikan pengamatan yang mendalam terhadap jasmani, pengamatan batin yang lebih dalam akan lebih mudah anda lakukan. Alasan lainnya adalah bahwa batin bergantung pada jasmani, dan kecuali bila seseorang bisa melihat jasmani spesifik tempat bergantungnya kesadaran, seseorang tidak akan bisa melihat batin sama sekali. Untuk mampu melihatnya, ia harus melihat bagaimana kemunculannya.
54 Meditasi empat elemen berarti anda mengamati empat elemen didalam jasmani, dan anda memulainya dari tubuh anda sendiri, yang oleh Sang Buddha disebut jasmani internal (ajjhatta). Sang Buddha menjelaskan empat elemen meditasi dalam Mahā•Sati•Paṭṭhāna sutta:
55 Sekali lagi, para bhikkhu, seorang bhikkhu melihat tubuh ini, bagaimanapun tubuh ini diletakkan atau dilepaskan, sehubungan dengan elemen-elemen (dhātu): ‘Terdapat dalam tubuh ini
[1] Elemen tanah (pathavī•dhātu),
[2] Elemen air (āpo•dhātu),
[3] Elemen api (tejo•dhātu),
[4] Elemen udara (vāyo•dhātu).
Adalah hal yang lebih mudah bagi seseorang bila ia memulai dari jasmaninya sendiri karena akan lebih mudah baginya untuk mengetahui apakah jasmaninya panas atau dingin, kasar atau lembut dibandingkan dengan jasmani eksternal seperti jasmani makhluk lain. Namun setelah anda terlatih dalam mengamati jasmani internal, anda harus mengamati pula sepuluh kategori jasmani lainnya yang disebutkan oleh Sang Buddha: masa lalu, masa depan, masa kini, eksternal, kasar, halus, rendah, tinggi, jauh dan dekat.
56 Sang Buddha mengajarkan meditasi empat-elemen agar kita bisa mengetahui dan melihat jasmani secara mutlak. Pertama-tama, anda mengembangkan kemampuan untuk mengetahui dan melihat karakteristik berbeda terhadap empat elemen dalam diri anda sebagai sebuah kepadatan massa jasmani, sebagai sebuah gumpalan. Sementara keahlian dan konsentrasi anda berkembang, pada akhirnya anda akan mampu melihat rūpa-kalāpa, dan kemudian, menggunakan cahaya konsentrasi yang telah anda kembangkan, anda akan mampu menembus delusi kepadatan,
57 menembus jasmani secara mutlak, mengetahui dan melihat, untuk mengidentifikasi dan menganalisis jenis-jenis jasmani individual dalam jenis-jenis rūpa-kalāpa yang berbeda.
MENEMBUS BATIN SECARA MUTLAK
Setelah sepenuhnya mengetahui dan melihat jenis-jenis jasmani secara mutlak yang berbeda-beda, anda bisa melanjutkan untuk mengetahui dan melihat batin secara mutlak, yang merupakan meditasi terhadap batin (nāma•kamaṭṭhāna).
Kita bisa mengamati batin melalui enam landasan indria atau melalui enam pintu indria.
58 Namun, karena anda telah mengamati jasmani melalui pintu-pintu indria, Visuddhi•Magga mengatakan bahwa anda harus melakukan hal yang sama dengan batin:
59 ketika ia telah mengamati jasmani demikian, kondisi tanpa materi menjadi jelas baginya sehubungan dengan pintu-pintu indria. Dan sub-komentar lebih jauh lagi mengatakan bahwa untuk mengamati batin melalui pintu-pintu indria adalah sama dengan terbebaskan dari kebingungan.
60 Keenam pintu indria dengan objek-objeknya telah disinggung sebelumnya, dan meliputi:
1) Pintu mata, yang menggenggam objek warna.
2) Pintu telinga, yang menggenggam objek suara.
3) Pintu hidung, yang menggenggam objek bebauan.
4) Pintu lidah, yang menggenggam objek citarasa.
5) Pintu tubuh, yang menggenggam objek sentuhan
6) Pintu pikiran (bhavaṅga) yang menggenggam kelima objek sebelumnya, juga objek-objek dhamma.
61 Ketika salah satu dari enam jenis objek menyerang pintu indrianya, serangkaian kesadaran (citta) muncul, dan dengan setiap kemunculan kesadaran, muncul pula sejumlah faktor mental pendamping (cetasika): hal ini sesuai dengan hukum alami kesadaran (citta•niyāma). Rangkaian kesadaran dan faktor mental pendamping ini disebut proses mental (citta•vīthi), dan terdiri dari enam jenis:
1) Proses pintu-mata (cakkhu•dvāra•vīthi)
2) Proses pintu-telinga (sota•dvāra•vīthi)
3) Proses pintu-hidung (ghāna•dvāra•vīthi)
4) Proses pintu-lidah (jivhā•dvāra•vīthi)
5) Proses pintu-tubuh (kāya•dvāra•vīthi)
6) Proses pintu-pikiran (mano•dvāra•vīthi)
Ketika sebuah objek material menyerang pintu materialnya, sebuah proses mental dari lima pintu indria pertama muncul: ini disebut dengan proses lima pintu indria (pañca•dvāra•vīthi).namun proses mental dari pintu keenam, pintu pikiran (bhavaṅga), disebut proses pintu-pikiran (mano•dvāra•vīthi).
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, ketika salah satu dari lima jenis objek material menyerang pintu materialnya, ia menyerang pintu pikiran pula pada waktu yang sama:
62 pintu lima indria, dan pintu pikiran muncul bersamaan.
Sebagai contoh, ketika objek warna menyerang pintu mata, ia menyerang pintu pikiran pula pada waktu yang bersamaan, yang memunculkan proses pintu mata pertama kali, kemudian banyak proses pintu pikiran.
63 Hal ini juga sesuai dengan hukum alami kesadaran (citta•niyāma).
Dengan demikian jelaslah bahwa untuk mengetahui dan melihat batin, kita perlu terlebih dahulu mengetahui dan melihat jasmani, karena untuk melihat proses-proses batin ini, kita perlu mengetahui dan melihat dulu pintu indria dan objek-objeknya. Ini anda lakukan ketika anda telah mengamati jasmani.
64 Ketika sedang mengamati batin, anda terlebih dahulu melihat jenis-jenis berbeda dari proses mental, yang berarti anda mengamati berapa banyak momen kesadaran (citta•kkhaṇa) yang ada dalam setiap proses mental, dan mengamati jenis-jenis berbeda dari momen kesadaran. Namun itu bukanlah batin secara mutlak (paramattha•nāma). Sama seperti halnya anda harus menghancurkan delusi kepadatan jasmani yang merupakan rūpa-kalāpa, begitu pula anda disini harus menghancurkan delusi kepadatan yang merupakan proses mental.
65 Setiap proses mental terdiri dari sejumlah momen kesadaran (citta•kkhaṇa), dan setiap momen kesadaran adalah waktu yang diperlukan bagi satu kesadaran (citta) dan faktor mental pendampingnya (cetasika) untuk muncul, bertahan, dan lenyap. Suatu kesadaran tidak muncul sendirian, ia selalu muncul didampingi oleh faktor-faktor mental. Demikian pula faktor mental pendamping tidak muncul sendiri: mereka selalu muncul bersama dengan kesadaran. Dengan demikian, sebuah kesadaran dan faktor mental pendampingnya muncul sebagai satu kelompok bersama. Untuk menghancurkan kepadatan ini, anda perlu menganalisa setiap jenis momen kesadaran serta mengetahui dan melihat kesadaran individual dan faktor-faktor mental pendampingnya dengan cara mengetahui dan melihat jenis-jenis berbeda dari batin secara mutlak (paramattha•nāma). Ini jauh lebih halus dibandingkan mengetahui dan melihat jenis-jenis berbeda dari jasmani secara mutlak. Namun anda bisa melakukannya karena cahaya konsentrasi yang kokoh dan kuat yang telah anda kembangkan sebelumnya, dan karena kekuatan pengamatan yang telah anda kembangkan ketika mengamati jasmani.
Batin, seperti yang telah disinggung,
66 terdiri dari delapan puluh sembilan jenis kesadaran dan lima puluh dua jenis faktor mental pendamping. Namun delapan dari kesadaran tersebut adalah lokuttara (Lokuttarā): empat Jalan dan empat Buah, dan mereka hanya muncul ketika anda melakukan praktik vipassanā terhadap delapan puluh satu jenis kesadaran yang lain (semuanya duniawi), dan faktor-faktor mental pendampingnya. Dengan kata lain, objek-objek vipassanā hanyalah delapan puluh satu jenis kesadaran duniawi, dan faktor mental pendampingnya, sedangkan hasilnya adalah delapan kesadaran lokuttara
Lebih jauh lagi, yang termasuk dalam delapan puluh satu jenis kesadaran duniawi adalah jhāna-jhāna. Namun anda tidak mampu mengamatinya kecuali bila anda telah mencapainya. bila anda ingin menjadi seorang yogi vipassanā-murni, maka anda meninggalkan pengamatan terhadap kesadaran-kesadaran jhāna.
Apa yang akan mampu anda amati sekarang dijelaskan oleh Sang Buddha dalam Mahā•Sati•Paṭṭhāna sutta:
67 Lagi dan lebih jauh lagi, para bhikkhu, bagaimana seorang bhikkhu berdiam merenungkan kesadaran sebagai kesadaran? Disini, para bhikkhu, seorang bhikkhu memahami:
[1] Kesadaran yang dipenuhi nafsu (sa•raga•citta) sebagai kesadaran yang dipenuhi nafsu
[2] Kesadaran yang tidak dipenuhi nafsu (vita •raga•citta) sebagai kesadaran yang tidak dipenuhi nafsu
[3] Kesadaran yang dipenuhi kebencian (sa•dosa•citta) sebagai kesadaran yang dipenuhi kebencian
[4] Kesadaran yang tidak dipenuhi kebencian (vita•dosa•citta) sebagai kesadaran yang tidak dipenuhi kebencian
[5] Kesadaran yang terdelusi (sa•moha•citta) sebagai kesadaran yang terdelusi
[6] Kesadaran yang tidak terdelusi (vita•moha•citta) sebagai kesadaran yang tidak terdelusi
[7] Kesadaran yang mengkerut (samkhitta•citta) sebagai kesadaran yang mengkerut
[8] Kesadaran yang teralih (vikkhitta•citta)68 sebagai kesadaran yang teralih
[9] Kesadaran yang luhur (mahaggata•citta) sebagai kesadaran yang luhur
[10] Kesadaran yang tidak luhur (a•mahaggata•citta) sebagai kesadaran yang tidak luhur
[11] Kesadaran yang terlampaui (sa•uttara•citta) sebagai kesadaran yang terlampaui
[12] Kesadaran yang tidak terlampaui (an•uttara•citta) sebagai kesadaran yang tidak terlampaui
[13] Kesadaran yang terkonsentrasi (samahita•citta) sebagai kesadaran yang terkonsentrasi
[14] Kesadaran yang tidak terkonsentrasi (a•samahita•citta) sebagai kesadaran yang tidak terkonsentrasi
[15] Kesadaran yang terbebaskan (vimutta•citta) sebagai kesadaran yang terbebaskan
[16] Kesadaran yang tidak terbebaskan (a•vimutta•citta) sebagai kesadaran yang tidak terbebaskan
• Demikian ia berdiam merenungkan pikiran sebagai pikiran secara internal (ajjhataṁ),
• Atau ia berdiam merenungkan pikiran sebagai pikiran secara eksternal (bahiddhā),
• Atau ia berdiam merenungkan pikiran sebagai pikiran baik secara internal dan eksternal (ajjhata•bahiddhā). Disini, Sang Buddha menjelaskan batin sebagai tersusun dari enam belas jenis kesadaran, ini berarti anda harus mengetahui dan melihat setiap pasangannya, seperti kesadaran yang diiringi nafsu, dan yang tidak diiringi nafsu, sebagaimana adanya, melalui jalan enam pintu indria, dan melakukannya secara internal, eksternal, dan keduanya sekaligus. Dengan demikian anda telah menembus batin secara mutlak, serta mengetahui dan melihat hal itu sebagaimana adanya.
TIGA PEMURNIAN
Setelah mengetahui dan melihat batin-jasmani sebagaimana adanya, anda telah menyadari apa yang disebut tiga pemurnian.
69 Visuddhi•Magga,
70 menjelaskan:
71[1] ...pemurnian moral (sīla•visuddhi) adalah empat moralitas yang sangat murni dimulai dengan pengendalian Paṭhimokkha
[2] …pemurnian kesadaran (citta•visuddhi), yaitu, delapan pencapaian [jhāna-jhāna] bersama dengan konsentrasi akses.
72[3] …pemurnian pandangan (diṭṭhi•visuddhi) merupakan penglihatan yang benar terhadap batin-jasmani.
MENGETAHUI DAN MELIHAT KEBENARAN MULIA KEDUA DAN KETIGA
Namun, untuk mencapai Nibbāna, kita perlu mengetahui dan melihat pula Kebenaran Mulia tentang Asal-Mula Penderitaan. Kebenaran Mulia tentang Asal-Mula Penderitaan dijelaskan Sang Buddha dalam Dhamma•Cakka•Ppavattana sutta:
73 Sekarang ini, para bhikkhu, adalah Kebenaran Mulia tentang Asal-Mula Penderitaan: adalah ketagihan (taṇhā) ini yang membawa pada penjelmaan baru, diiringi oleh kesenangan dan nafsu, mencari kesenangan disana sini; yang meliputi,
[1] Ketagihan terhadap kesenangan indria (kamā•taṇhā),
[2] Ketagihan terhadap penjelmaan (bhava•taṇhā),
[3] Ketagihan terhadap pemusnahan (vibhava•taṇhā). Secara lebih mendetil, Sang Buddha menjelaskan Kebenaran Mulia tentang Asal-Mula Penderitaan sebagai sebab akibat yang saling bergantungan (paṭicca•samuppāda):
74 Dan apakah, para bhikkhu, Kebenaran Mulia tentang Asal-Mula Penderitaan (Dukkha•Samudayaṁ Ariya•Saccaṁ)?
[1] Karena ketidaktahuan (avijjā), bentukan-bentukan [muncul] (saṅkhārā);
[2] Karena bentukan-bentukan, kesadaran (viññāṇa);
[3] Karena kesadaran, batin-jasmani (nāma•rūpa);
[4] Karena batin-jasmani, enam landasan indria (saḷ•āyatana);
[5] Karena enam landasan indria, kontak (phassa);
[6] Karena kontak, perasaan (vedanā);
[7] Karena perasaan, ketagihan (taṇhā);
[8] Karena ketagihan, kemelekatan (upādāna);
[9] Karena kemelekatan; penjelmaan (bhava);
[10] Karena penjelmaan, kelahiran (jāti);
[11] Karena kelahiran,
[12] Penuaan dan kematian (jarā•maraṇa), kesedihan (soka), ratapan (parideva), kesakitan (dukkha), dukacita (domanassa), dan keputus-asaan (upāyāsā) muncul.
Demikianlah asal mula keseluruhan massa penderitaan ini
Ini, para bhikkhu, disebut Kebenaran Mulia tentang Asal-Mula Penderitaan (idaṁ vuccati bhikkhave, Dukkha•Samudayaṁ Ariya•Saccaṁ) Hal ini juga perlu diketahui dan dilihat sebagaimana adanya, yaitu mengetahui dan melihat lima sebab dalam satu kehidupan (ketidaktahuan, bentukan-bentukan kehendak, ketagihan, kemelekatan, dan penjelmaan
75) menyebabkan kelahiran kembali, yang merupakan lima hasil (kesadaran, batin-jasmani, enam landasan indria, kontak, dan perasaan). Anda perlu melihat bagaimana proses ini berlanjut dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya.
BAGAIMANA MENGETAHUI DAN MELIHAT KEBENARAN MULIA KETIGA
Namun tidaklah cukup hanya dengan melihat sebab akibat yang saling bergantungan sebagai munculnya bentukan-bentukan; anda juga perlu melihatnya sebagai lenyapnya dan berhentinya bentukan-bentukan:
76 Dan apakah, para bhikkhu, Kebenaran Mulia tentang Lenyapnya Penderitaan (Dukkha•Nirodhaṁ Ariya•Saccaṁ)?
[1] Dengan berhentinya dan lenyapnya ketidaktahuan tanpa sisa (avijjāya tveva asesa•virāga•nirodhā),
[2] Bentukan-bentukan kehendak pun lenyap (saṅkhāra•nirodho);
[3] Dengan lenyapnya bentukan-bentukan kehendak, kesadaran pun lenyap (viññāṇa•nirodho);
[4] Dengan lenyapnya kesadaran, batin-jasmani pun lenyap (nāma•rūpa•nirodho);
[5] Dengan lenyapnya batin-jasmani, enam landasan indria pun lenyap (sal•āyatana•nirodho);
[6] Dengan lenyapnya enam landasan indria, kontak pun lenyap (phassa•nirodho);
[7] Dengan lenyapnya kontak, perasaan pun lenyap (vedanā•nirodho);
[8] Dengan lenyapnya perasaan, ketagihan pun lenyap (taṇha•nirodho);
[9] Dengan lenyapnya ketagihan, kemelekatan pun lenyap (upādāna•nirodho);
[10] Dengan lenyapnya kemelekatan, penjelmaan pun lenyap (bhava•nirodho);
[11] Dengan lenyapnya penjelmaan, kelahiran pun lenyap (jāti•nirodho);
[12] Dengan lenyapnya kelahiran, penuaan dan kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, dukacita, dan keputus-asaan pun lenyap (jarā•maraṇaṁ, soka•parideva•dukkha•domanass•upāyāsā nirujjhanti).
Demikianlah penghentian seluruh massa penderitaan ini.
Ini, para bhikkhu, adalah Kebenaran Mulia tentang Lenyapnya Dukkha (Idaṁ vuccati, bhikkhave, Dukkha•Nirodhaṁ Ariya•Saccaṁ). Anda perlu melihat penghentian sesaat dari bentukan-bentukan yang terjadi dalam momen kesadaran yang satu ke yang lainnya yang sama dengan mengetahui dan melihat Kebenaran tentang Penderitaan (duniawi). Dan anda perlu melanjutkannya hingga anda melihat dimasa depan anda mencapai kearahattaan dan kemudian mencapai Parinibbāna.
Ketika dimasa depan anda mencapai kearahattaan, ketidaktahuan (1) akan telah dihancurkan, dan bentukan-bentukan kehendak (2), ketagihan (
, dan kemelekatan (9) akan telah berhenti tanpa sisa (ana•avasesa•nirodhā): penyebab penderitaan akan telah berhenti, namun penderitaan itu sendiri belum akan hancur, karena akibat kamma masa lampau masih akan bekerja: anda masih akan memiliki lima kelompok unsur kehidupan.
77 (Bahkan Sang Buddha memiliki lima kelompok unsur kehidupan, dan mengalami perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan.
78) Hanya ketika parinibbāna-lah kelima kelompok unsur kehidupan lenyap tanpa sisa: hanya ketika parinibbāna penderitaan anda padam. Ini berarti ada 2 jenis pelenyapan:
1) Pelenyapan ketika anda mencapai kearahattaan
2) Pelenyapan ketika Parinibbāna anda.
Penyebab kedua pelenyapan ini adalah Pengetahuan Jalan Arahant, yang sama dengan mengetahui dan melihat Nibbāna (yang tak-terkondisi (A•Saṅkhata)), Kebenaran Mulia tentang Lenyapnya Penderitaan (Nirodha Ariya•Sacca). Namun ini bukan berarti bahwa ketika anda melihat ke masa depan serta mengetahui dan melihat pencapaian Kearahattaan dan Parinibbana, anda mengetahui dan melihat Nibbāna: anda tidak berada dalam tingkatan mengetahui dan mencapai Nibbāna. Pada tingkatan ini anda hanya mengetahui dan melihat ketika lima penyebab yang memunculkan bentukan-bentukan padam, tidak ada lagi bentukan-bentukan. Dengan pengetahuan demikian, anda memahami bahwa Parinibbāna akan telah dicapai.
Sang Buddha berkata, tanpa melihat hal ini, anda tidak bisa mencapai Nibbāna, tujuan hidup petapaan dan Brahmana:
79Para bhikkhu, para petapa dan Brahmana (samaṇā vā brāhmanā vā)
[1] Yang tidak memahami penuaan dan kematian,
[2] Yang tidak memahami Asal-Mula penuaan dan kematian (samudaya),
[3] Yang tidak memahami berhentinya penuaan dan kematian (Nirodha),
[4] Dan yang tidak memahami jalan menuju berhentinya penuaan dan kematian (nirodha•gāmini•paṭipadaṁ);
Yang tidak memahami kelahiran… penjelmaan… kemelekatan… ketagihan… perasaan… kontak… enam landasan indria… batin-jasmani… kesadaran… bentukan-bentukan kehendak, Asal-Mulanya, berhentinya, dan jalan menuju berhentinya: Aku tidak menganggap mereka sebagai petapa diantara para petapa atau Brahmana diantara para Brahmana, dan para mulia itu tidak, dengan merealisasi bagi diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini juga memasuki dan berdiam dalam tujuan hidup petapaan atau tujuan hidup Brahmana. Namun anda bisa memasuki dan berdiam dalam tujuan petapaan, anda bisa melihat hal-hal ini, karena anda telah mengembangkan konsentrasi yang kokoh dan kuat. Sang Buddha menjelaskan dalam Samādhi sutta (Sutta tentang konsentrasi) dari Khandha•Saṁyutta (Bagian Kelompok Unsur):
80 Kembangkanlah konsentrasi, para bhikkhu, (samādhiṁ, bhikkhave, bhāvetha).
Para bhikkhu, dengan terkonsentrasi, seorang bhikkhu memahami sesuai dengan kebenaran (yathā•bhūtaṁ pajānāti). Dan apa yang ia pahami sesuai dengan kebenaran?
[1] Kemunculan dan lenyapnya jasmani;
[2] Kemunculan dan lenyapnya perasaan;
[3] Kemunculan dan lenyapnya persepsi;
[4] Kemunculan dan lenyapnya bentukan-bentukan;
[5] Kemunculan dan lenyapnya kesadaran.