//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Yi FanG

Pages: 1 2 [3] 4 5 6 7 8 9 10 ... 16
31
Seremonial / Re: Happy Birthday To Ko Ryu
« on: 24 October 2011, 02:53:30 AM »
happy bday koooooo....  <:-P <:-P <:-P

32
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi / Re: kuis
« on: 23 October 2011, 08:01:18 PM »
iyaa.. tq y

33
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi / Re: kuis
« on: 23 October 2011, 07:26:41 PM »

Bagaimana kita bisa membedakan ciri ciri memori RAM yang berjenis SDRAM, DDRAM, DDR2, DDR3, SODIMM

34
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi / Re: kuis
« on: 23 October 2011, 07:14:11 PM »

Secara umum sistem komputer dapat terdiri dari apa saja? sebutkan dan jelaskan?

35
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi / Re: kuis
« on: 23 October 2011, 07:09:51 PM »
Apakah yang dimaksud dengan audio streaming? video streaming? jelaskan

36
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi / Re: kuis
« on: 23 October 2011, 07:08:20 PM »
(182)1010 = (10110110)2 =



(112)10 =

37
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi / kuis
« on: 23 October 2011, 07:07:07 PM »
butuh bantuaannnn..


Jelaskan yang dimaskud dengan computer literacy?
Apakah Anda sudah dapat dikatakan sebagai computer literacy?

38
Buddhisme untuk Pemula / Re: PANCASILA BUDDHIS & UPOSATHA SILA
« on: 23 October 2011, 12:46:19 AM »
7. Ulasan Uposatha-Sutta [A.A 2:320-329]

Kesepuluh. Pada hari uposatha : di hari uposatha, pada hari uposatha di hari itu, pada hari uposatha-hari kelima-belas (bulan purnama). Menghampiri: setelah bertekad [mengamalkan] unsur-unsur uposatha, menghampiri sambil memegang wewangian, untaian bunga, dan sebagainya. He: kata seru. Siang-siang: siangnya siang yakni tengah hari, saat sedang tengah hari. Mengapa Anda datang: [beliau] bertanya, Anda bertandang ke sini untuk urusan apa? Uposatha Penggembala Sapi: uposatha yang diamalkan bersama para penggembala Sapi. Uposatha Nigantha : uposatha yang diamalkan kaum Nigantha. Uposatha Ariya : uposatha yang diamalkan kaum Ariya. Bagaikan, oh, Wisaha: ibarat, oh, Wisakha. Pada senja hari setelah menyerahkan kembali sapi-sapi kepada yang empunya: para penggembala sapi setelah menerima dan menjaga sapi-sapi, diupah secara harian, lima-harian, sepuluh-harian, setengah-bulanan, bulanan, enam bulanan, atau tahunan. Di sini merujuk ke penjagaan yang diupah secara harian. Menyerahkan kembali : menerimakan, memberikan kembali, “Ini sapi kalian.” Berpikir demikian: sekembali ke rumah sendiri, bersantap, berbaring di ranjang, melakukan permenungan seperti ini. Yang disertai dengan ketamakan: yang bersekutu dengan nafsu keinginan (tanha). Demikianlah, Wisakha, Uposatha Penggembala Sapi : dibandingkan dengan Uposatha Ariya, landasan berpijak  dari Uposatha Penggembala Sapi bukanlah pemikiran yang murni. Pahala….nya takkan besar : buah pahalanya bukanlah pahala yang besar. Manfaat….nya takkan besar: buah manfaatnya bukanlah manfaat yang besar. Kegemilangan..nya takkan besar: buah kecermelanganya yang besar. Jangkauannya…nya takkan besar: buah jangkauannya takkan dahsyat.

39
Buddhisme untuk Pemula / Re: PANCASILA BUDDHIS & UPOSATHA SILA
« on: 23 October 2011, 12:44:23 AM »
pengulangan bagian yg sama: ShowHide
Kemudian, Wisakha, demikianlah yang direnungkan para Siswa Sang Ariya: Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan pembunuhan makhluk hidup, telah menghindari pembunuhan makhluk hidup, telah meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, tahu malu, dan memiliki rasa iba, berbelas kasih atas kemaslahatan semua makhluk hidup. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pembunuhan makhluk hidup, akan menghindari pembunuhan makhluk hidup, akan meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, tahu malu, dan memiliki rasa iba, berbelas kasih atas kemaslahatan semua makhluk hidup. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, menghindari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan , hanya mengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan, tidak mencuri, dirinya bersih. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, menghindari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan , hanya mengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan, tidak mencuri, diri sendiri bersih. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan kehidupan tidak suci; hidup suci, hidup menjauhi dan menghindari percabulan orang awam. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan kehidupan tidak suci; hidup suci, hidup menjauhi dan menghindari percabulan orang awam. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan ucapan bohong, menghindari ucapan bohong, mengucapkan yang benar, yang bersanding dengan kebenaran, tandas, dapat dijadikan tumpuan, tidak mendustai orang-orang di dunia. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan ucapan bohong, menghindari ucapan bohong, mengucapkan yang benar, yang bersanding dengan kebenaran, tandas, dapat dijadikan tumpuan, tidak mendustai orang-orang di dunia. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha.

Para Arahat, sepanjang hiup telah meninggalkan minuman berakohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan , yang mengondisikan kelengahan; menghindari minuman berakohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan minuman berakohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan; menghindari minuman berakohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha.

Para Arahat, sepanjang hidup sehari hanya makan sekali, berhenti santap malam, mengindari makan pada waktu yang salah. Saya pun hari ini, siang dan malam ini hanya akan makan sekali, berhenti santap malam, mengindari makan pada waktu yang salah. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan menonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; telah meninggalkan pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan kosmetik, perhiasan, dan dandanan-pengondisi persolekan; menghindari menonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; menghindari pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan kosmetik, perhiasan, dan dandanan-pengondisi persolekan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan menonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; meninggalkan pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan kosmetik, perhiasan, dan dandanan-pengondisi persolekan; menghindari menonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; menghindari pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan kosmetik, perhiasan, dan dandanan-pengondisi persolekan.Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan pembaringan yang tinggi dan besar, menghindari pembaringan yan tidak dan besar, hanya menggunakan pembaringan yang rendah, di atas ranjang atau tikar rerumputan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pembaringan yang tinggi dan besar, menghindari pembaringan yan tidak dan besar, hanya menggunakan pembaringan yang rendah, di atas ranjang atau tikar rerumputan. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha.

Demikianlah, oh, Wisakha, pengamalan Uposatha Ariya. Bila Uposatha Ariya diamalkan secara demikian, maka baik pahala, manfaat, kegemilangan, maupun jangkauannya besar sekali.
Seberapa besarnya pahalanya? Seberapa besarkah manfaatnya? Seberapa besarkah kegemilangannya? Seberapa besarkah jangkauannya? Sama seperti, oh, Wisakha, memiliki otoritas kekuasaan yang berdaulat atas keenam belas negeri besar, yakni: Anga, Magadha, Kasi, Kosala, Vajji, Malla, Ceti, Vanga, Kuru, Pancala, Maccha, Surasena, Assaka, Avanti, Gandhara, Kamboja-yang berlimpah-ruah dalam tujuh jenis permata, namun masih tidak senilai seperempat belas bagian dari uposatha berunsur delapan ini. Apa sebabnya? Karena, oh, Wisakha, bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya.

Oh, Wisakha, 50 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para dewa Catumaharajika. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usaha para Dewa Catumaharajika adalah 500 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, Wisakha, ada pria atau wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali  di antara para Dewa Catumaharajika. Inilah, oh, Wisakha, yang tersiratnya dalam ungkapan ‘bila dibandingan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya.’

Oh, Wisakha, 100 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Tavatimsa. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Tavatimsa adalah 1000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, Wisakha, ada pria atau wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Tavatimsa. Inilah, oh, Wisakha, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya.’

Oh, Wisakha, 200 tahun alam manusia setara dengan shari semalam para Dewa Yama. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun.  Usia para Dewa Yama adalah 2000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, Wisakha, ada pria atau wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Yama. Inilah, oh, Wisakha, yang teriratnya dalam ungkapan ‘bila dibandingkan engan kebahagiaan surgawi, tahta manusia sungguh tiada nilainya’.

Oh, Wisakha, 400 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Tusita. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Tusita adalah 4000 ‘tahun’ surgawi  demikian. Bisa jadi, oh, Wisakha, ada pria atau wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur  delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Tusita. Inilah, oh, Wisakha, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya.’

Oh, Wisakha, 800 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam Dewa Nimmanarati. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Nimmanarati  adalah 8000 ‘tahun’ suragawi demikian. Bisa jadi, oh, Wisakha, ada pria dan wanita tertentu , berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Nimmanarati. Inilah, oh, Wisakha, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.

Oh, Wisakha, 1600 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam Dewa Paranimmitavasavatti. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Paranimmitavasavatti  adalah 16.000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, Wisakha, ada pria atau wanita tertentu , berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Paranimmitavasavatti. Inilah, oh, Wisakha, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.

Tidak membunuh, tidak mencuri,
Tidak berbohong pun bukan peminum;
Menghindari percabulan dan hidup tak suci,
Tidak santap malam, di waktu yang salah.

Tak mengenakan kalung bunga dan wewangian,
Tidur di ranjang, beralas bumi atau tikar;
Inilah yang dikatakan uposatha berunsur delapan,
Pelebur dukkha, dibabarkan Buddha.

Bak mentari dan rembulan nan elok,
Bercahaya cemerlang memancar jauh;
Mengusir kegelapan di angkasa raya,
Menyinari langit menerangi penjuru.

Diantara harta benda di sini,
Mutiara, permata, lapis-lazuli,
Serta emas tanduk atau kencana nan bernilai,
Yang dikatakan dipindahkan dalam wujud alamiah;

Dibandingkan dengan uposatha berunsur delapan,
Seperenam belas pun tak sampai.
Bak sinar rembulan dengan semua cahay bintang.

Oleh karena itu, hai, pria dan wanita yang nan berbudi,
Setelah mengamalkan uposatha berunsur delapan,
Kebajikan yang mendatangkan kebahagiaan,
Dengan tiada cacat, surgalah yang kalian raih!

40
Buddhisme untuk Pemula / Re: PANCASILA BUDDHIS & UPOSATHA SILA
« on: 22 October 2011, 01:02:01 AM »
Dan, Wisakha, bagaimanakah busana yang bernoda [bisa] menjadi bersih melalui upaya? Dengan  panas, dengan soda, dengan kotoran sapi, dengan air, dengan daya-upaya yang bersuaian dari perorangan; demikianlah, Wisakha, busana yang bernoda menjadi bersih melalui upaya. Seperti inilah, Wisakha, batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.

Dan, Wisakha, bagaimanakah batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya? Sehubungan dengan ini, Wisakha, siswa Sang Ariya melakukan perenungan terhadap Sanggha, ‘Sanggha siswa Yang Mahamulia telah bertindak baik. Sanggha siswa Yang Mahamulia telah bertindak lurus. Sanggha siswa Yang Mahamulia telah bertindak sesuai. Sanggha siswa Yang Mahamulia telah bertindak benar. Empat pasang insan ini, yakni delapan individu ini merupakan Sanggha siswa Yang Mahamulia, yang patut menerima sajian, patut menerima keramahan , patut menerima persembahan, patut menerima penghormatan, ladang jasa yang tiada taranya bagi dunia.’ Dengan melakukan perenungan terhadap Sanggha, batinnya menjadi bening, timbul sukacita, noda batin pun ditanggalkan. Inilah yang dikatakan, Wisakha, ‘Siswa Sang Ariya mengamalkan Uposatha Sanggha, berdiam bersama Sanggha, batin menjadi bening sehubungan dengan Sanggha, timbul sukacitta, noda batin pun ditanggalkan.’ Demikianlah, Wisakha, batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.

Batin yang bernoda, Wisakha, menjadi bersih melalui upaya. Dan, Wisakha, bagaimanakah batin yang bernoda [bisa] mejadi bersih melalui upaya? Sehubungan dengan ini, Wisakha, siswa Sang Ariya melakukan perenungan terhadap sila dirinya sendiri, yang tiada rompeng, tiada cacat, tiada noda, tidak tercoreng, membebaskan, dipuji para bijaksanawan, yang bebas dari kemelekatan, dan kondusif untuk konsentrasi (samadhi). Dengan melakukan perenungan terhadap silanya, batinnya menjadi bening, timbul sukacita. Noda batin ditanggalkan, Wisakha, bagaikan cermin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.

Dan, Wisakha, bagaimanakah cermin yang bernoda [bisa] menjadi bersih melalui upaya? Dengan minyak, dengan abu, dengan sikat/ kumparan bulu, dengan daya-upaya yang bersuaian dari perorangan ; demikianlah, Wisakha, cermin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya. Seperti inilah, Wisakha, batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.

Dan, Wisakha, bagaimanakah batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya? Sehubungan dengan ini, Wisakha, siswa Sang Ariya melakukan perenungan terhadap sila dirinya sendiri, yang tiada rompeng ,tiada cacat, tiada noda, tidak tercoreng, membebaskan, dipuji para bijaksanawan, yang bebas dari kemelekatan, dan kondusif untuk konsentrasi (samadhi). Dengan melakukan perenungan terhadap silanya, batinnya menjadi bening, timbul sukacita, noda batin ditanggalkan. Inilah yang dikatakan, Wisakha, ‘Siswa Sang Ariya mengamalkan Uposatha Sila, berdiam bersama sila, batin menjadi bening sehubungan dengan sila, timbul sukacita, noda batin pun ditanggalkan.’
Demikianlah, Wisakha, batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.

Batin yang bernoda, Wisakha, menjadi bersih melalui upaya. Dan, Wisakha, bagaimanakah batin yang bernoda [bisa] menjadi bersih melalui upaya? Sehubungan dengan ini, Wisakha, siswa Sang Ariya melakukan perenungan terhadap dewata, ‘Ada Dewa Catumaharajika (Empat Maharaja), ada Dewa Tavatimsa (Tiga-Puluh-Tiga), ada Dewa Yama, ada Dewa Tusita (Yang Merasa Puas), ada Dewa Nimmanarati (Yang Bergembira dalam Penciptaan), ada Dewa Paranimmitavasavatti (Yang menguasai Ciptaan Pihak Lain), ada Dewa Brahmakayika (Kawanan Brahma), pun ada dewa-dewa di atas itu. Sebagaimana keyakinan (sadha) yang dimiliki para dewata itu, yang sepeninggal dari sini terlahir di sana, keyakinan serupa pun ada pada diri saya. Sebagaimana sila yang dimiliki para dewata itu, yang sepeninggal dari sini terlahir di sana, sila serupa pun ada pada diri saya. Sebagaimana pengetahuan (suta) yang dimiliki para dewata itu, yang sepeninggal dari sini terlahir di sana, pengetahuan serupa pun ada pada diri saya. Sebagaimana keikhlasan (caga/kerelaan) yang dimiliki para dewata itu, yang sepeninggal dari sini terlahir di sana, keikhlasan serupa pun ada pada diri saya. Sebagaimana kebijaksanaan (panna) yang dimiliki para dewata itu, yang sepeninggal dari sini terlahir di sana, kebijaksaan serupa pun ada pada diri saya.’ Dengan melakukan perenungan terhadap keyakinan, sila, pengetahuan, keikhlasan, dan kebijaksanaan dirinya maupun dewata-dewata itu, batinnya menjadi bening, timbul sukacita. Noda batin pun ditanggalkan, Wisakha, bagaikan emas yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.

Dan, Wisakha, bagaimanakah emas yang bernoda [bisa] mejadi bersih melalui upaya? Dengan perapian, dengan garam, dengan oker kuning, dengan pipa dan sepit, dan daya-upaya yang bersuaian dari perorangan; demikianlah, Wisakha, emas yang bernoda menjadi bersih melalui upaya. Seperti inilah, Wisakha, batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.

Dan, Wisakha, bagaimanakah batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya? Sehubungan dengan ini, Wisakha, siswa Sang Ariya melakukan perenungan terhadap dewata, ‘Ada Dewa Catumaharajika (Empat Maharaja), ada Dewa Tavatimsa (Tiga-Puluh-Tiga), ada Dewa Yama, ada Dewa Tusita (Yang Merasa Puas), ada Dewa Nimmanarati (Yang Bergembira dalam Penciptaan), ada Dewa Paranimmitavasavatti (Yang menguasai Ciptaan Pihak Lain), ada Dewa Brahmakayika (Kawanan Brahma), pun ada dewa-dewa di atas itu. Sebagaimana keyakinan (sadha) yang dimiliki para dewata itu, yang sepeninggal dari sini terlahir di sana, keyakinan serupa pun ada pada diri saya. Sebagaimana sila yang dimiliki para dewata itu, yang sepeninggal dari sini terlahir di sana, sila serupa pun ada pada diri saya. Sebagaimana pengetahuan (suta) yang dimiliki para dewata itu, yang sepeninggal dari sini terlahir di sana, pengetahuan serupa pun ada pada diri saya. Sebagaimana keikhlasan (caga/kerelaan) yang dimiliki para dewata itu, yang sepeninggal dari sini terlahir di sana, keikhlasan serupa pun ada pada diri saya. Sebagaimana kebijaksanaan (panna) yang dimiliki para dewata itu, yang sepeninggal dari sini terlahir di sana, kebijaksaan serupa pun ada pada diri saya.’ Dengan melakukan perenungan terhadap keyakinan, sila, pengetahuan, keikhlasan, dan kebijaksanaan dirinya maupun dewata-dewata itu, batinnya menjadi bening, timbul sukacita, noda batin pun ditanggalkan. Inilah yang dikatakan, Wisakha, ‘Siswa Sang Ariya mengamalkan Uposatha Dewata, berdiam bersama para dewata, batin menjadi bening sehubungan dengan para dewata, timbul sukacita, noda batin pun ditanggalkan.’ Demikianlah, Wisakha, batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.

41
Buddhisme untuk Pemula / Re: PANCASILA BUDDHIS & UPOSATHA SILA
« on: 22 October 2011, 12:54:33 AM »
Dan, Wisakha, bagaimana dengan Uposatha Nigantha? Ada, Wisakha, golongan petapa yang disebut Nigantha. Demikian, he, manusia, terhadap makhluk hidup yang berada di luar seratus yojana di arah timur, letakkanlah tongkat pemukul; terhadap makhluk hidup yang berada di luar seratus yojana di arah barat, letakkanlah tongkat pemukul; terhadap makhluk hidup yang berada di luar seratus yojana di arah utara, letakkanlah tongkat pemukul ; terhadap makluk hidup yang berada di luar seratus yojana di arah selatan, letakkanlah tongkat pemukul.’ Demikianlah mereka menganjurkan beriba hati, berbelas kasih terhadap makhluk hidup tertentu, [namun] tidak menganjurkan beriba hati, berbelas kasih terhadap makhluk hidup yang lain. Demikanlah yang dianjurkan kepada pengikut mereka pada hari Uposatha, ‘Datanglah, he, manusia, setelah menanggalkan semua kain, katakanlah demikian, “Saya bukanlah apa-apa, pun bukan dari apa-apa, bukan sesuatu yang ada. Milik saya pun bukanlah apa-apa, pun bukan dari apa-apa, bukan sesuatu yang ada’.” Namun ibu dan ayahnya mengenalinya, ‘Inilah putra kami’. Ia pun mengenali, ‘Mereka adalah orang tua saya.’ Putra dan istrinya pun mengenalinya, ‘Ini adalah suami kami’. Ia pun mengenali, ‘Mereka adalah putra dan istri saya.’ Budak, pekerja, dan pelayannya pun mengenalinya, ‘Ini adalah tuan kami’. Ia pun mengenali, ‘Mereka adalah budak, pekerja, dan pelayan saya.’ Pada saat kebenaranlah yang seyogianya dianjurkan, tetapi pada saat itu kebohonganlah yang dianjurkan. Saya katakan ini adalah ucapan bohong. Selewat malam hari, ia menggunakan aset yang tidak diberikan. Saya katakan ini adalah tindakan mencuri. Begitulah, Wisakha, Uposatha Nigantha. Kalau diamalkan secara demikian, Wisakha, Uposatha Nigantha baik pahala, manfaat, kegemilangan, maupun jangkauannya takkan besar.

Dan, Wisakha, bagaimana dengan Uposatha Ariya? Batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya. Dan, Wisakha,bagaimanakah melalui upaya batin yang bernoda [bisa] menjadi bersih? Sehubungan dengan ini, Wisakha, siswa Sang Ariya melakukan perenungan atas Sang Tathagatha, ‘Betapa beliau, Sang Bhagawan (Yang Mahamulia), seorang Arahat (Yang Patut Dihormati), Yang Telah Mencapai Pencerahan Sempurna Dengan Kemampuan Sendiri, Sempurna Dalam Pengetahuan dan Tindakan, Yang Telah Sukses Bertempuh, Yang Memahami Dunia, Pembimbing Yang Tiada Taranya Bagi Orang Yang Dapat Dijinakkan, Guru Para Dewa dan Manusia, seorang Buddha (Yang Telah Mencapai Pencerahan), Yang Mahamulia (Bhagawan).’ Dengan melakukan perenungan terhadap Sang Tathgata, batinnya menjadi bening, timbul sukacita. Noda batin pun ditanggalkan, Wisakha, bagaikan kepala yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.
Dan, Wisakha, bagaimanakah kepala yang bernoda [bisa] menjadi bersih melalui upaya? Dengan keladak, dengan lempung, dengan air, dengan daya-upaya yang bersesuaian dari perorangan; demikianlah, Wisakha, kepala yang bernoda menjadi bersih melalui upaya. Seperti inilah, Wisakha, batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.

Dan, Wisakha, bagaimanakah batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya? Sehubungan dengan ini, Wisakha, siswa Sang Ariya melakukan perenungan terhadap Sang Tathagata, ‘Betapa beliau, Sang Bhagawan (Yang Mahamulia), seorang Arahat (Yang Patut Dihormati), Yang Telah Mencapai Pencerahan Sempurna Dengan Kemampuan Sendiri, Sempurna Dalam Pengetahuan dan Tindakan, Yang Telah Sukses Bertempuh, Yang Memahami Dunia, Pembimbing Yang Tiada Taranya Bagi Orang Yang Dapat Dijinakkan, Guru Para Dewa dan Manusia, seorang Buddha (Yang Telah Mencapai Pencerahan), Yang Mahamulia (Bhagawan).’ Dengan melakukan perenungan terhadap Sang Tathagata,  batinnya menjadi bening, timbul sukacita, noda batin pun ditanggalkan. Inilah yang dikatakan , Wisakha, ‘Siswa Sang Ariya mengamalkan Uposatha Brahma, berdiam bersama Brahma, batin menjadi bening sehubungan dengan Brahma, batin menjadi bening sehubungan dengan Brahma, timbul sukacita, noda batin pun ditanggalkan.’ Demikianlah, Wisakha, batin yang bernoda menjadi melalui upaya.

Batin bernoda, Wisakha, menjadi bersih melalui upaya. Dan, Wisakha, bagaimanakah batin yang bernoda [bisa] menjadi bersih melalui upaya? Sehubungan dengan ini, Wisakha, siswa Sang Ariya melakukan perenungan terhadap Dhamma, ‘Dhamma telah sempurna dibabarkan Yang Mahamulia, tampak di depan mata (disini dan saat ini juga), tidak dibatasi waktu, mengundang untuk dibuktikan, mengarahkan ke dalam, seyogianya diselami setiap bijaksanawan.’ Dengan melakukan perenungan terhadap Dhamma, batinnya menjadi bening, timbul sukacita. Noda batin pun ditanggalkan, Wisakha, bagaikan badan yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.
Dan, Wisakha, bagaimanakah badan yang bernoda [bisa] menjadi bersih melalui upaya? Dengan penggosok badan, dengan serbuk, dengan air, dengan daya-upaya yang bersesuaian dari perorangan; demikianlah, Wisakha, badan yang bernoda menjadi bersih melalui upaya. Seperti inilah, Wisakha, batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.

Dan, Wisakha, bagaimanakah batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya? Sehubungan dengan ini, Wisakha, siswa Sang Ariya melakukan perenungan terhadap Dhamma, ‘Dhamma telah sempurna dibabarkan Yang Mahamulia, tampak di depan mata (di sini dan saat ini juga), tidak dibatasi waktu, mengundang untuk dibuktikan, mengarah ke dalam, seyogianya diselami setiap bijaksanawan.’ Dengan melakukan perenungan terhadap Dhamma, batinnya menjadi bening, timbul sukacita, noda batin pun ditanggalkan. Inilah yang dikatakan, Wisakha, ‘Siswa Sang Ariya mengamalkan Uposatha Dhamma, berdiam bersama Dhamma, batin menjadi bening sehubungan dengan Dhamma, timbul sukacita, noda batin pun ditanggalkan.’ Demikianlah, Wisakha, batin yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.

Batin yang bernoda, Wisakha, menjadi bersih melalui upaya. Dan, Wisakha, bagaimanakah batin yang bernoda [bisa] menjadi bersih melalui upaya? Sehubungan dengan ini, Wisakha, siswa Sang Ariya melakukan perenungan terhadap Sanggha, ‘Sanggha siswa Yang Yang Mahamulia telah bertindak baik. Sanggha siswa Yang Mahamulia telah bertindak lurus. Sanggha siswa Yang Mahamulia telah bertindak sesuai.Sanggha siwa Yang Mahamulia telah bertindak benar. Empat pasang insan ini, yakni delapan individu ini merupakan Sanggha siswa Yang Mahamulia, yang patut menerima sajian, patut menerima keramahan, patut menerima persembahan, patut menerima penghormatan, ladang jasa yang tiada taranya bagi dunia.’ Dengan melakukan  perenungan terhadap Sanggha, batinnya menjadi bening, timbul sukacita. Noda batin pun ditanggalkan, Wisakha, bagaikan busana yang bernoda menjadi bersih melalui upaya.

42
Buddhisme untuk Pemula / Re: PANCASILA BUDDHIS & UPOSATHA SILA
« on: 19 October 2011, 11:11:14 PM »
Oh, Wisakha, 100 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Tavatimsa. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Tavatimsa adalah 1000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, Wisakha, ada pria atau wanita tertentu , berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Tavatimsa. Inilah, oh, Wisakha, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.

Oh, Wisakha, 200 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Yama. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Yama adalah 2000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, Wisakha, ada pria dan wanita tertentu , berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Yama. Inilah, oh, Wisakha, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.

Oh, Wisakha, 400 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam Dewa Tusita. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Tusita adalah 4000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, Wisakha, ada pria dan wanita tertentu , berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Tusita. Inilah, oh, Wisakha, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.

Oh, Wisakha, 800 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Nimmanarati. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Nimmanarati  adalah 8000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, Wisakha, ada pria dan wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Nimmanarati. Inilah, oh, Wisakha, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.

Oh, Wisakha, 1600 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Paranimmitavasavatti. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Paranimmitavasavatti adalah 16.000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, Wisakha, ada pria dan wanita tertentu , berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Paranimmitavasavatti. Inilah, oh, Wisakha, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.

Tidak membunuh, tidak mencuri,
Tidak berbohong pun bukan peminum;
Menghindari percabulan dan hidup tak suci,
Tidak santap malam, di waktu yang salah.

Tak mengenakan kalung bunga dan wewangian,
Tidur di ranjang, beralas bumi atau tikar;
Inilah yang dikatakan uposatha berunsur delapan,
Pelebur dukkha, dibabarkan Buddha.

Bak mentari dan rembulan nan elok,
Bercahaya cemerlang memancar jauh;
Mengusir kegelapan di angkasa raya,
Menyinari langit menerangi penjuru.

Diantara harta benda di sini,
Mutiara, permata, lapis-lazuli,
Serta emas tanduk atau kencana nan bernilai,
Yang dikatakan dipindahkan dalam wujud alamiah;

Dibandingkan dengan uposatha berunsur delapan,
Seperenam belas pun tak sampai.
Bak sinar rembulan dengan semua cahaya bintang.

Oleh karena itu, hai, pria dan wanita yang nan berbudi,
Setelah mengamalkan uposatha berunsur delapan,
Kebajikan yang mendatangkan kebahagiaan,
Dengan tiada cacat, surgalah yang kalian raih!

6.2 Uposatha-Sutta [A. 1: 205-215]
Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagawan sedang berdiam di Persada Migaramatu, Pubbarama (Arama Timur), Sawatthi. Waktu –bunda Sang Migara --- pada hari uposatha memghampiri Sang Bhagawan, setelah itu memberi hormat kepada beliau dan duduk di satu sisi, Lantas Sang Bhagawan berkata demikian kepada Wisakha --- bunda Sang Migara – yang telah duduk di satu sisi, “He, Wisakha, mengapa Anda datang pada siang-siang hari begini?” “Hari ini saya mengamalkan uposatha, Bhante.”

“Wisakha, ada tiga jenis uposatha. Apa saja ketiganya? Uposatha Penggembala Sapi, Uposatha Nigantha (kaum Jain), dan Uposatha Ariya. Dan, Wisakha, bagaimana dengan Uposatha Penggembala Sapi? Bagaikan, oh, Wisakha, pada senja hari setelah menyerahkan kembali sapi-sapi kepada yang empumya, sang penggembala sapi berpikir demikian, ‘Hari ini sapi-sapi menjelajahi daerah ini dan itu; besok sapi-sapi akan menjelajahi daerah ini dan itu, minum di daerah ini dan itu’; demikian pula, Wisakha, ada seorang pengamal uposatha berpikir demikian, ‘Hari ini saya makan makanan utama ini dan itu, menyantap makanan pendamping ini dan itu; besok saya akan makan makanan utama ini dan itu, menyantap makanan pendamping ini dan itu.’ Dengan cara demikianlah ia melewatkan hari dengan pikiran (cetana) yang disertai ketamakan. Demikianlah, Wisakha, Uposatha Penggembala Sapi. Kalau diamalkan secara demikian, Wisakha Uposatha Penggembala Sapi baik pahala, manfaat kegemilangan, maupun jangkauannya takkan besar.

43
Buddhisme untuk Pemula / Re: PANCASILA BUDDHIS & UPOSATHA SILA
« on: 19 October 2011, 11:08:46 PM »
Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, menghindari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, hanya mengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan, tidak mencuri, dirinya bersih. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, menghindari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, hanyamengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan, tidak mencuri, dirinya bersih. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur kedua yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan kehidupan tidak suci; hidup suci, hidup menjauhi dan menghindari pencabulan orang awam. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan kehidupan tidak suci; hidup suci, hidup menjauhi dan menghindari pencabulan orang awam. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur ketiga yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan ucapan bohong, menghindari ucapan bohong, mengucapkan yang benar, yang bersanding dengan kebenaran, tandas, dapat dijadikan tumpuan, tidak mendustai orang-orang di dunia. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan ucapan bohong, menghindari ucapan bohong, mengucapkan yang benar, yang bersanding dengan kebenaran, tandas, dapat dijadikan tumpuan, tidak mendustai orang-orang di dunia. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur keempat yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan minuman berakohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan; menghindari minuman berakohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan minuman berakohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan; menghindari minuman berakohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur kelima yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup sehari hanya makan sekali, berhenti santap malam, menghindari makan pada waktu yang salah. saya pun hari ini, siang dan malam ini hanya akan makan makan sekali, berhenti santap malam, menghindari makan pada waktu yang salah.
Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur keenam yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan menonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; telah meninggalkan pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan kosmetik, perhiasan, dan dandanan-pengondisi persolekan; menghindari meenonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; telah meninggalkan pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan kosmetik, perhiasan, dan dandanan-pengondisi persolekan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan meenonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; telah meninggalkan pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan kosmetik, perhiasan, dan dandanan-pengondisi persolekan; menghindari meenonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; telah meninggalkan pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan kosmetik, perhiasan, dan dandanan-pengondisi persolekan. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur ketujuh yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan pembaringan yang tinggi dan besar, menghindari pembaringan yang tinggi dan besar, hanya menggunakan pembaringan yang rendah, di atas ranjang atau tikar rerumputan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pembaringan yang tinggi dan besar, menghindari pembaringan yang tinggi dan besar, hanya menggunakan pembaringan yang rendah, di atas ranjang atau tikar rerumputan. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur kedelapan yang menyertai. Demikianlah, oh, Wisakha, pengamalan uposatha berunsur delapan yang baik pahala, manfaat, kegemilangan, maupun jangkauannya besar sekali.

Seberapa besarkah pahalanya? Seberapa besarkah manfaatnya? Seberapa besarkah kegemilangannya? Seberapa besarkah jangkauannya? Sama seperti, oh, Wisakha, memiliki otoritas kekuasaan yang berdaulat atas keenam belas negeri besar, yakni: Ariga, Magadha, Kasi, Kosala, Vajji, Malla, Ceti, Variga, Kuru, Pancala, Maccha, Surasena, Assaka, Avanti, Gandhara, dan Kamboja—yang berlimpah-ruah dalam tujuh jenis permata, namun masih tidak senilai dengan seperenam belas bagian dari uposatha berunsur delapan ini. Apa sebabnya? Karena, oh, Wisakha, bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya.

Oh, Wisakha, 50 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Catumaharajika. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Catumaharajika adalah  500 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, Wisakha, ada pria atau wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Catumaharajika. Inilah, oh, Wisakha, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.

44
Buddhisme untuk Pemula / Re: PANCASILA BUDDHIS & UPOSATHA SILA
« on: 18 October 2011, 11:14:29 PM »
Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan menonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; telah meninggalkan pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan komestik, perhiasan dan dandanan-pengondisi-persolekan; menghindari menonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; menghindari pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan komestik, perhiasan dan dandanan-pengondisi persolekan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan menonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; meninggalkan pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan komestik, perhiasan dan dandanan-pengondisi persolekan;  menghindari menonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; menghindari pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan komestik, perhiasan dan dandanan-pengondisi persolekan. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur ketujuh yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan pembaringan yang tinggi dan besar, menghindari pembaringan yang tinggi dan besar, hanya  menggunakan pembaringan yang rendah, di atas ranjang atau tikar rerumputan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pembaringan yang tinggi dan besar, menghindari pembaringan yang tinggi dan besar, hanya  menggunakan pembaringan yang rendah, di atas ranjang atau tikar rerumputan. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha . Inilah unsur kedelapan yang menyertai. Demikianlah, oh, para bhikkhu, pengamalan uposatha berunsur delapan yang baik pahala, manfaat, kegemilangan, maupun jangkauannya besar sekali.
Seberapa besarkah pahalanya? Seberapa besarkah manfaatnya? Seberapa besarkah kegemilangannya? Seberapa besarkah jangkauannya? Sama seperti, oh, para bhikkhu, memiliki otoritas kekuasaan yang berdaulat atas keenam belas negeri besar, yakni: Ariga, Magadha, Kasi, Kosala, Vajji, Malla, Ceti, Variga, Kuru, Pancala, Maccha, Surasena, Assaka, Avanti, Gandhara, dan Kamboja—yang berlimpah-ruah dalam tujuh jenis permata, namun masih tidak senilai dengan seperenam belas bagian dari uposatha berunsur delapan ini. Apa sebabnya? Karena, oh, para bhikkhu, bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya.

Oh, para bhikkhu, 50 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Catumaharajika. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Catumaharajika adalah  500 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, para bhikkhu, ada pria atau wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Catumaharajika. Inilah, oh, para bhikkhu, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.

Oh, para bhikkhu, 100 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Tavatimsa. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Tavatimsa adalah 1000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, para bhikkhu, ada pria atau wanita tertentu , berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Tavatimsa. Inilah, oh, para bhikkhu, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.

Oh, para bhikkhu, 200 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Yama. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Yama adalah 2000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, para bhikkhu, ada pria dan wanita tertentu , berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Yama. Inilah, oh, para bhikkhu, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.

Oh, para bhikkhu, 400 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam Dewa Tusita. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Tusita adalah 4000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, para bhikkhu, ada pria dan wanita tertentu , berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Tusita. Inilah, oh, para bhikkhu, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.
Oh, para bhikkhu, 800 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Nimmanarati. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Nimmanarati  adalah 8000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, para bhikkhu, ada pria dan wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Nimmanarati. Inilah, oh, para bhikkhu, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.

Oh, para bhikkhu, 1600 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Paranimmitavasavatti. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Paranimmitavasavatti adalah 16.000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh, para bhikkhu, ada pria dan wanita tertentu , berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan, sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan terlahir kembali di antara para Dewa Paranimmitavasavatti. Inilah, oh, para bhikkhu, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.

Tidak membunuh, tidak mencuri,
Tidak berbohong pun bukan peminum;
Menghindari percabulan dan hidup tak suci,
Tidak santap malam, di waktu yang salah.

Tak mengenakan kalung bunga dan wewangian,
Tidur di ranjang, beralas bumi atau tikar;
Inilah yang dikatakan uposatha berunsur delapan,
Pelebur dukkha, dibabarkan Buddha.

Bak mentari dan rembulan nan elok,
Bercahaya cemerlang memancar jauh;
Mengusir kegelapan di angkasa raya,
Menyinari langit menerangi penjuru.

Diantara harta benda di sini,
Mutiara, permata, lapis-lazuli,
Serta emas tanduk atau kencana nan bernilai,
Yang dikatakan dipindahkan dalam wujud alamiah;

Dibandingkan dengan uposatha berunsur delapan,
Seperenam belas pun tak sampai.
Bak sinar rembulan dengan semua cahaya bintang.

Oleh karena itu, hai, pria dan wanita yang nan berbudi,
Setelah mengamalkan uposatha berunsur delapan,
Kebajikan yang mendatangkan kebahagiaan,
Dengan tiada cacat, surgalah yang kalian raih!

6. Visakha
6.1 Visakha-Sutta [A. 4:255-258]

Pada suatu ketika Sang Bhagawan sedang berdiam di Persada Migaramatu, Pubbrama (arama sebelah timur), Sawatthi. Waktu itu Wisakha-bunda Sang Migara-manghampiri Sang Bhagawan, setelah itu memberi hormat kepada beliau dan duduk di satu sisi. Lantas Sang Bhagawan berkata demikian kepada Wisakha-bunda Sang Migara-yang telah duduk di satu sisi.

“Oh, Wisakha, pengalaman uposatha berunsur delapan baik pahala, manfaat, kegemilangan, maupun jangkauannya besar sekali. Oh, Wisakha, bagaimanakah pengamalan uposatha berunsur delapan yang pahala, manfaat, kegemilangan, maupun jangkauannya besar sekali itu?”  “Dalam hal ini, oh, Wisakha, demikianlah yang direnungkan para Siswa Sang Ariya : Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan pembunuhan mahluk hidup, telah menghindari pembunuhan makhluk hidup, telah meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, tahu malu, dan memiliki rasa iba, berbelas kasih atas kemaslahatan semua mahluk hidup. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pembunuhan makhluk hidup, akan menghindari pembunuhan makhluk hidup, akan meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, tahu malu, dan memiliki rasa iba, berbelas kasih atas kemaslahatan semua makhluk hidup. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur pertama yang menyertai.

45
Buddhisme untuk Pemula / Re: PANCASILA BUDDHIS & UPOSATHA SILA
« on: 18 October 2011, 11:10:47 PM »
Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan kehidupan tidak suci; hidup suci menjauhi dan menghindari percabulan orang awam. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan kehidupan tidak suci; hidup suci, hidup menjauhi dan menghindari percabulan orang awam. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur ketiga yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan ucapan bohong, menghindari ucapan bohong, mengucapkan yang benar, yang bersanding dengan kebenaran, tandas, dapat dijadikan tumpuan, tidak mendustai orang-orang di dunia. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan ucapan bohong, menghindari ucapan bohong, mengucapkan yang benar, yang bersanding dengan kebenaran, tandas, dapat di jadikan tumpuan, tidak mendustai orang orang di dunia. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur keempat yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan minuman beralkohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan; menghindari minuman beralkohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan minuman berlkohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan; menghindari minuman beralkohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur kelima yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup sehari hanya makan sekali, berhenti santap malam, menghindari makan pada waktu yang salah. Saya pun hari ini, siang dan malam ini hanya akan makan sekali, berhenti santap malam, menghindari makan pada waktu  yang salah. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur keenam yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan menonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; telah meninggalkan pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan komestik, perhiasan dan dandanan-pengondisi persolekan; menghindari menonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; menghindari pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan komestik, perhiasan dan dandanan-pengondisi persolekan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan menonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan musik; meninggalkan pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan komestik, perhiasan dan dandanan-pengondisi persolekan;  menghindari menonton tari-tarian, nyanyian, dan musik; menghindari pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan komestik, perhiasan dan dandanan-pengondisi persolekan. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur ketujuh yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan pembaringan yang tinggi dan besar, menghindari pembaringan yang tinggi dan besar, hanya  menggunakan pembaringan yang rendah, di atas ranjang atau tikar rerumputan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pembaringan yang tinggi dan besar, menghindari pembaringan yang tinggi dan besar, hanya  menggunakan pembaringan yang rendah, di atas ranjang atau tikar rerumputan. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha . Inilah unsur kedelapan yang menyertai. Demikianlah, oh para bhikkhu, pengamalan uposatha berunsur delapan yang baik pahala, manfaat, kegemilangan, maupun jangkauannya besar sekali.”

5.2 Uposatha-Sutta Versi Rinci [A.4:250-255]

“Oh, para bhikkhu, pengamal uposatha berunsur delapan baik pahala, manfaat, kegemilangan, maupun jangkauannya besar sekali. Oh, para bhikkhu, bagaimanakah pengamalan uposatha berunsur delapan yang pahala, manfaat, kegemilangan, maupun jangkauannya besar sekali itu?” “Dalam hal ini, oh, ‘para bhikkhu, demikianlah yang direnungkan para Siswa Sang Ariya : Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan pembunuhan mahluk hidup, telah menghindari pembunuhan mahluk hidup, telah meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, tahu malu, dan memiliki rasa iba, berbelas kasih atas kemaslahatan semua mahluk hidup. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pembunuhan mahluk hidup, akan menghindari pembunuhan mahluk hidup, telah meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, tahu malu, dan memiliki rasa iba, berbelas kasih atas kemaslahatan semua mahluk hidup. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur pertama yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan,  menghindari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, hanya mengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan,  tidak mencuri, dirinya bersih. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan,  menghindari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, hanya mengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan, tidak mencuri, diri sendiri bersih. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur kedua yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan kehidupan tidak suci; hidup suci,  hidup menjauhi dan menghindari percabulan orang awam. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan kehidupan tidak suci; hidup suci, hidup menjauhi dan menghindari percabulan orang awam. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur ketiga yang menyertai.
Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan ucapan bohong, menghindari ucapan bohong, mengucapkan yang benar, yang bersanding dengan kebenaran, tandas, dapat dijadikan tumpuan, tidak mendustai orang-orang di dunia. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan ucapan bohong, menghindari ucapan bohong, mengucapkan yang benar, yang bersanding dengan kebenaran, tandas, dapat dijadikan tumpuan, tidak mendustai orang-orang di dunia. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur keempat yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan minuman beralkohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan; menghindari minuman beralkohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan minuman berlkohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan; menghindari minuman beralkohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan, yang mengondisikan kelengahan. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur kelima yang menyertai.

Para Arahat, sepanjang hidup sehari hanya makan sekali, berhenti santap malam, menghindari makan pada waktu yang salah. Saya pun hari ini, siang dan malam ini hanya akan makan sekali, berhenti santap malam, menghindari makan pada waktu  yang salah. Dengan cara demikianlah seya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur keenam yang menyertai.

Pages: 1 2 [3] 4 5 6 7 8 9 10 ... 16
anything