Nasehat-nasehat Dari Para Guru
Pada suatu kesempatan Geshe Drom ditanya, "Mana yang
lebih penting, menolong makhluk lain sesuai ajaran,
atau melatih diri di tempat terpencil?"
Guru menjawab, "Siswa yang belum memiliki realisasi
kesadaran, tidak dapat menolong makhluk lain dengan
ajaran. Berkah mereka seperti tertuang dari bejana
yang tak berisi, tak ada yang tertuang ke luat.
Nasehat mereka seperti bir yang belum diragi, tidak
ada sarinya."
"Orang yang kelakuannya terpuji, tetapi belum mencapai
kebijaksanaan tak akan dapat berbuat demi kebaikan
makhluk lain. Berkah mereka seperti dituang dari
bejana yang penuh setelah mengisi bejana yang lain, ia
sendiri jadi kosong. Nasehat mereka seperti lampu
minyak yang dipegang di tangan; menerangi yang lain,
tetapi yang memegang sendiri diliputi kegelapan."
"Tetapi, ketika mereka mencapai tingkat yang luhur,
apa pun yang mereka lakukan dengan sendirinya akan
membawa kebaikan bagi makhluk yang lain. Berkah mereka
bagaikan bejana ajaib, walaupun telah memenuhi yang
lain ia sendiri tidak menjadi kosong. Nasehatnya
seperti lampu minyak yang berkaki menerangi yang lain
dan yang memegangnya juga."
"Saat ini, di dalam Kaliyuga bukanlah saatnya menolong
makhluk lain, sehingga mereka sendiri mampu
menumbuhkan cinta, belas kasih, dan aspirasi untuk
mencapai penerangan di tempat terpencil. Sekarang
adalah saatnya untuk menguasai ikatan nafsu. Saat ini
bukanlah waktunya menotong pohon pengobat ajaib.
Tetapi saat untuk mengembangkannya. "
Pada suatu hari seorang lelaki tua berjalan
mengelilingi vihara. Geshe Drom berkata kepadanya,
"Pak, saya gembira melihatmu berpradaksina (berjalan
mengelilingi vihara dengan mengkanankan) , tetapi
apakah tidak sebaiknya Bapak mempraktekkan Dharma?"
Berpikir sejenak, lelaki tua itu dengan
sungguh-sungguh mengulang sutra suci keras-keras. Ia
melafal di halaman vihara. Geshe Drom berkata, "Saya
bahagia melihat Bapak melafal sutra, tetapi apakah
tidak lebih baik Bapak mempraktekkan Dharma?"
Hingga di sini, lelaki tua itu berpikit mungkin ia
harus bermeditasi. Ia kemudian duduk bersila di atas
bantalan kecil, dengan mata sedikit terbuka. Drom
berkata lagi, "saya juga bahagia melihat Bapak
bermeditasi, tetapi apakah tidak lebih baik Bapak
mempraktekkan Dharma?"
Sekarang ia benar-benar bingung, lelaki tua itu
kemudian bertanya, "Geshela, mohon petunjuk apa yang
harus kami lakukan untuk mempraktekkan Dharma."
Drom menjawab, "Lepaskan ikatan pada hidup ini.
Lepaskan sekarang juga. Sebab jika engkau tidak
melepaskan keterikatan pada hidup ini, apapun yang kau
lakukan bukanlah mempraktekkan Dharma, karena engkau
belum dapat mengatasi keduniawian. Begitu engkau
melepaskan pikiran-pikiran duniawi dan tidak lagi
terikat pada hal-hal keduniawian apa pun yang kau
lakukan akan mengantarmu pada jalan pembebasan."
"Apakah perbedaan antara Dharma dan yang bukan
Dharma?" Guru Drom ditanya oleh Potowa.
"Jika sesuatu itu menentang ikatan nasfsu, itulah
Dharma. Jika tidak, itu bukanlah Dharma. Jika ia tidak
selaras dengan orang-orang duniawi, itulah Dharma.
Jika selaras, itu bukanlah Dharma. Jika ia selaras
dengan ajaran Sang Buddha, itulah Dharma. Jika tidak
selaras, itu bukanlah Dharma. Jika diikuti kebaikan,
itulah Dharma. Jika diikuti keburukan, itu bukanlah
Dharma."
Yerbay Shangtsun berkata, "Jika kita menginginkan
kebebasan dari lubuk hati yang paling dalam, kita
harus, secara terus menerus merenungkan kepastian
kematian, selalu berada di dalam pikiran dan perbuatan
Brahmavihara (Empat Sifat Luhur)."
Empat sifat luhur itu adalah merasa puas dengan
pakaian keagamaan, merasa puas dengan sedikit
obat-obatan.
"Dengan kata lain, empat hal itu adalah: tanpa nafsu
keinginan, sederhana, mudah dilayani, dan merasa
cukup. Tidak melekat pada harta milik dan tidak
menginginkan benda-benda yang baik untuk diri sendiri.
Kemudian merasa gembira dengan benda-benda sederhana,
mampu hidup dengan makanan sederhana, tempat tinggal
sederhana, dan pakaian sederhana. Selanjutnya merasa
cukup atas perlakuan dan penghargaan yang
diterimanya. "
"Orang yang hidup dengan cara demikian dikatakan
berada di dalam empat sifat yang luhur, karena semua
praktek Dharmanya langsung menuju penerangan.
Seseorang yang dikuasai oleh berbagai keinginan
duniawi tidak berada di dalam empat sifat luhur ini.
Tetapi sebalik nya ia berada di dalam sifat-sifat
setan, tanpa melakukan perbuatan kebaikan menyebabkan
terlahir kembali dalam alam kehidupan yang lebih
rendah dari Samsara."
"Jika kita tidak melepaskan nafsu dalam hidup ini,
kita akan kembali dikuasai keterikatan pada
nafsu-nafsu itu pada kehidupan yang akan dating. Untuk
melepaskan nafsu keinginan dalam hidup saat ini,
pemotongannya yang terkuat adalah dengan bermeditasi
secara terus menerus pada ketidakkekalan. Tanpa
bermeditasi pada ketidakkekalan di pagi hari, hingga
hari senja engakau akan memiliki setumpuk keinginan."
Geshe Potowa ditanya oleh siswanya, "Untuk benar-benar
mempraktekkan Dharma, apakah yang terpenting?"
"Yang terpenting adalah meditasi pada obyek
ketidakkekalan. Meditasi pada datangnya kematian yang
tak terhindarkan; cara ini akan mendorongmu mulai
mempraktekkan Dharma. Hal ini juga akan membantumu
mempersiapkan kondisi yang membantu untuk melakukan
perbuatan baik, yang akan membantumu untuk menyadari
kesamaan hakekat dari segala benda di balik
perwujudannya. "
Geshe Cenawa, ketika sedang memberikan nasehat pada
sekelompok siswanya, berkata, "Ringkasnya Dharma dapat
dirinci ke dalam: meninggalkan perbuatan yang merusak
dan senang melakukan pertolongan. Semua ajaran
tercakup di dalam hal ini."
"Untuk melakukannya, kesabaran adalah hal terpenting.
Jika engkau tidak memiliki kesabaran dan seseorang
menyakitimu, melampiaskan pikiran dendammu, engkau
akan terikat pada perbuatan merusak, perbanyaklah
menolong orang lain. s Sesungguhnya, kesabaran adalah
hal yang sangat penting di dalam mempraktekkan agama."
"Untuk bermeditasi pada kesabaran, terdapat empat
cara: menentukan sasaran anak panah; cinta dan belas
kasih, guru dan murid; dan meditasi pada hakekat
segala sesuatu."
"Pertama meditasi pada sasaran dari anak panah; jika
engkau tidak memiliki sasaran, tidak ada yang akan di
tuju oleh anak panah. Anak panah yang merusak menancap
dalam kehidupan ini karena sasarannya telah kita buat,
dari kumpulan karma buruk kehidupan masa lampau. Jika
engkau mempersiapkan sasaran dari perbuatan buruk dan
kata-kata yang tidak baik, ia akan ditembus anak panah
sebagai balasan. Kita yang mempersiapkan sasaran atas
diri kita sendiri; ketahuilah bahwa anak panahnya
datang dari perbuatan merusak oleh diri kita sendiri
dan janganlah marah pada orang lain."
"Selanjutnya adalah meditasi cinta dan belas kasih.
Ketika orang gila menyerang orang yang waras, maka
orang yang waras itu tidak boleh berbalik
menyakitinya. Ia seharusnya berseru, 'Sungguh
kasihan'. Setiap orang yang menyakitimu itu juga tidak
waras, dikuasai oleh kekuatan nafsu-nafsu yang
menjerat. Karena itu berpikirlah, 'Sungguh kasihan!'
dan bermeditasilah belas kasih untuknya."
"Meditasi kesabaran yang ketiga adalah pada guru dan
murid. Jika tidak ada guru yang memberikan petunjuk,
tidak akan ada pencapaian. Demikian juga, jika tidak
ada musuh yang menyakitimu, tidak akan ada latihan
kesabaran. Seharusnya engkau menganggap mereka yang
menyerangmu sebagai guru kesabaranmu. Dengan
bergembira pada saat seperti itu, dan pusatkan pikiran
untuk membalas kebaikan mereka. Bermeditasilah
seakan-akan engkau muridnya yang sedang diberi
pelajaran kesabaran, janganlah marah."
"Untuk bermeditasi pada hakekatnya segala sesuatu yang
hampa, renungkanlah bahwa ketiga aspek pengrusakan-
siperusak, yang di rusak, dan proses pengrusakannya-
semuanya hampa dari keberadaan diri. Dan sesungguhnya
tiada pribadi yang menjadi musuhmu, janganlah marah
karenanya, dan bermeditasilah pada kesabaran."
Geshe Puchungwa berkata, "Meskipun kita memiliki tubuh
yang sangat berguna, dengan segala kenikmatannya, kita
dapat memiliki kuasa untuk tetap berdiam di dalamnya-
kita harus mati. Saat kematian dating, kita tidak
dapat membawa satu pun kenikmatan dan konsep hidup
ini, persis sama dengan pohon yang merontokkan
daun-daunnya. Pada saat itulah nilai oengetahuan kita,
dan kebijaksanan tujuan kita akan menjadi jelas. Jika
kita menyadari kematian dengan gembira dan dengan
kepasrahan yang bahagia, kita adalah orang yang
bijaksana dan kuat. Jika tujuan kita luhur kita akan
menghadapi kematian dengan kepala bersih. Tapi jika
saat itu dari Dewa Yama yang muncul tanda-tanda alam
rendah dimana kita akan terlahir, berarti kita tidak
memiliki tujuan yang luhur serta pengendalian diri."
"Sebagian besar dari kita, mengikuti jalan yang salah,
berusaha memuaskan keinginan-keinginan dalam hidup
ini. Sang Buddha yang sempurna tidak pernah berkata
salah. Lalu, kenapa kita bisa berada di atas jalan
yang salah? Oleh nafsu-nafsu kehidupan ini. Karenanya,
kita harus selalu merenungkan kematian, karena dengan
mengingat kematian yang tak terhindarkan, kita akan
mengerti perlunya ketidakterikatan pada hidup ini.
Kita harus merenungkan hancur luluhnya semua samsara
karena dengan demikian kita akan mengerti pentingnya
untuk tidak terikat."
"Dengan mengingat makhluk lain saat meditasi cinta
kasih, belas kasihan, dan aspirasi pencerahan kita
mengerti pentingnya ketidakterikatan pada tujuan yang
mementingkan diri sendiri. Dengan mengingat
ketanpa-akuan (saat bermeditasi atas kekosongan
hakekat semua benda), kita mengerti pentingnya
ketidakterikatan pada semua obyek, beserta segala
atributnya."
Geshe Nyugrumpa berkata, "Engkau yang berharap
terlahir di alam Manusia maupun dewa, dan berharap
untuk mencapai pencerahan, harus menganggap samsara
sebagai penjara. Engkau mesti melihat kehidupan ini
seperti gelembung air, lingkungan yang tidak baik
sebagai musuh, Guru spiritual seperti permata pemenuh
harapan, nafsu-nafsu yang mengikat sebagai ular
berbisa, perbuatan buruk sebagai racun yang mematikan,
unsur-unsur nafsu sebagai bara api yang membakar,
kata-kata manis dan ketenaran sebagai gema yang
kosong, kehormatan dan jabatan sebagai tali yang
mengikat, teman-teman yang tidak baik sebagai penyakit
menular, teman-teman yang baik sebagai istana yang
indah dan aman, dan semua makhluk sebagai ayah-ibumu."
"Engkau seharusnya mengerti bahwa, memberi adalah
pasukan yang sangat kuat. Usaha adalah kuda
kebijaksanaan, meditasi adalah harta yang tak
ternilai, dan kebijaksanaan mendengar, berpikir, dan
bermeditasi adalah lampu yang bercahaya terang."
Geshe Tolungpa berkata "Jika engkau menginginkan
pembebasan dari lubuk hatimu yang paling dalam, engkau
harus mengikuti Guru yang suci, bukan yang pandai.
Engkau harus mengikuti mereka yang mengabdikan dirinya
pada ajaran daripada mereka yang menguraikan ajaran,
mereka yang rendah hati daripada yang memiliki jabatan
yang tinggi, mereka yang penuh keyakinan daripada yang
terkenal pandai. Tidak akan merusak jika engkau
mengikuti mereka yang tindakannya bertentangan dengan
Dharma."
Geshe Shabogaypa berkata, "Karena nafsu-nafsu
keinginan dalam hidup ini menyebabkan semua
kesengsaraan pada saat ini dan nanti, seharusnya kita
tidak mencari kepuasan dari nafsu-nafsu tersebut. Jika
kita mencoba memuaskan mereka, kita tidak akan
berbahagia. Kita menjadi tidak yakin pada arah dari
hidup ini, dan perkataan buruk, tindakan tak terpuji
serta pikiran buruk, semuanya muncul ke permukaan."
"Bila kita tidak hanya mengharapkan kebahagia untuk
diri sendiri, membatasi diri dari mencela pada yang
lain, merendahkan hati serta menghindarkan semua
kegiatan yang tidak religius, nistaya kita akan
mencapai penerangan di masa mendatang."
"Saat kita selalu memulai apa yang seharusnya tidak
kita mulai, menyadari apa yang seharusnya tidak perlu
disadari, melakukan apa yang tidak perlu kita lakukan.
Meskipun kita mengatakan hal ini, jika kita tidak
benar-benar menjauhkan diri dari nafsu keinginan hidup
ini, tidak akan ada jalan menuju kebahagiaan, sekarang
maupun di masa mendatang. Tetapi jika tidak menjauhkan
diri dari keinginan, kita bahkan tidak perlu lagi
mencari kebahagiaan. "
Akhirnya, Geshe Sabogya mencaci dirinya sendiri,
"Engkau tua bangka" engkau mengharapkan ajaran yang
tinggi, walaupun hakekatmu rendah. Dukun palsu, dukun
palsu - engkau berharap memajukan yang lain, tetapi
diri sendiri tidak berkembang. Dasar munafik, engkau
berlaku seolah-olah Dharma hanya untuk dijalankan
orang lain, bukan oleh dirimu sendiri. Alangkah
dungunya engkau mengawasi orang lain supaya
berkelakuan baik, tetapi diri sendiri bertindak salah.
Kau gelandangan malas - setiap kebangkitanmu mengawali
kejatuhanmu. Dasar politikus - engkau membuat janji
panjang, tetapi pendek pelaksanaannya. Engkau bajingan
tengik, engkau mencari kepuasan nafsu, dan pada saat
yang sama berpura-pura mencari senjata pemotongnya.
Engkau pengecut - engkau takut keburukanmu diketahui
orang dan berharap hanya sisi baikmu yang selalu
dilihat mereka."
"Engkau bergaul dengan kenalanmu, bukannya mendorong
teman-teman spiritual. Engkau akrab dengan nafsu-nafsu
yang mengikat bukannya malah memusnahkannya. Engkau
menunda latihan untuk kehidupan yang akan datang,
bukannya melakukannya sekarang. Engkau lebih peduli
mereka yang membantumu ketimbang menyentuh mereka yang
menyakitimu. " "Idiot! Kau merusak yang lain dan juga
telah merusak dirimu sendiri. Engkau tidak sadar,
bahwa membantu yang lain adalah juga menolong dirimu
sendiri. Engkau tidak melihat bahwa kesengsaraan dan
kehancuran yang datang padamu merupakan latihan
Dharma. Engkau juga tidak melihat bahwa nafsu dan
kenikmatan tidak membantu latihan Dharma."
"Engkau mengatakan kepada yang lain, bahwa
mempraktekan Dharma itu sangat penting, sementara
dirimu tidak menjalan ajaran. Engkau merendahkan
mereka yang bersalah, sementara dirimu tidak berhenti
melakukan kesalahan. Engkau melihat noda setitik dari
yang lain, tetapi tidak melihat kesalahan besar
darimu. Engkau segera berhenti menolong yang lain
begitu engkau tidak mendapatkan apa-apa sebagai
balasnya. Engkau tidak akan melihat guru lain menerima
penghormatan. Engkau menjilat-jilat pada yang di
atasmu, tetapi menghina-hinakan mereka yang ada di
bawahmu. Perbincangan tentang kehidupan yang akan
datang, tak sedap di telingamu. Engkau berlaku suci
dan bersikap merendah, saat engkau dikoreksi orang
lain. Engkau mengharapkan yang lain melihat
kebajikanmu dan merasa puas jika mereka tidak melihat
kesalahanmu. Engkau merasa puas dengan bentuk luarmu
yang baik, padahal sebenarnya di dalam tidak seperti
itu."
"Engkau senang diberi. Engkau tidak mencari
kebahagiaan di dalam dirimu, tetapi mencarinya di
luar. Setelah bersumpah akan melaksanakan ajaran sang
Buddha, engkau malah mempelajari masalah-masalah
duniawi. Meskipun engkau telah menyetujui
nasehat-nasehat Bodhisattva, tindakanmu hanya akan
mengirimmu ke Neraka walaupun telah menyerahkan
tubuhmu, kenikmatan yang kau peroleh, dan
tindakan-tindakan bajikmu di masa lalu, sekarang, dan
yang akan datang, demi kebahagiaan yang lain, engkau
menolak melepaskan egomu. Engkau menyenangi
teman-teman yang penuh noda, meski tau mereka akan
mengarahkanmu menuju mehancuran. Engkau tidak perduli
bahwa kecaman dari seorang teman itu akan sangat
membantu."
Janganlah menyia-nyiakan waktumu untuk berdebat yang
tidak bertujuan.
Jangan membangun istana di awang-awang,
menambah-nambah kemelakatan.
Jangan pula bergembira dalam tindakan-tindakan yang
membahayakan.
Dan jangan melakukan hal-hal yang tidak berarti, yang
hanya merintangi perbuatan baikmu.
Diterjemahkan oleh: Upasaka Pritta Melanie, buku saku
keluaran Sangha Agung Indonesia.
##############################
Semoga artikel ini bermanfaat.. ..