//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Sepatu  (Read 6661 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Sepatu
« on: 28 November 2017, 09:24:26 AM »
Membangun kembali apa yang telah runtuh.

Dalam kehidupan kita banyak yang sudah kita lakukan baik itu perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Kehidupan terus saja berputar dan berubah sesuai kondisinya. Banyak perbuatan baik yang kita telah lakukan dan banyak perbuatan baik itu yang dapat membawa kita ke jalur nibbana pertanyaannya adalah kenapa kita tidak bisa sampai ketujuan jalan tersebut. Banyak dari kita selalu hancur dan jatuh kembali kebawah seperti layaknya susunan bata yang ketinggian dan tidak kuat dan hancur kembali. Atau bagaikan permainan ular tangga yang sudah hampir sampai selalu jatuh turun kembali kebawah. Inilah kehidupan kita dan pertanyaan nya adalah kenapa atau bagaimana? Kenapa adalah kita melihat kesalahan pada luar inti masalah sedangkan bagaimana adalah melihat didalam inti masalah. Bila kenapa adalah pertanyaan yang muncul maka kita akan menjadi depresi bila jawab tidak memuaskan dan akhirnya kita hanya akan mencari pembenaran bukan kebeneran. Bila bagaimana adalah pertanyaan yang muncul maka bisa jadi adalah jawab benar bila kita jalan kan permasalahan selangkah demi selangkah. Bagaimana kita membangun sesuatu yang sudah runtuh ini adalah pekerjaan yang berat dari pada membangun dari awal. Membangun kembali membutuhkan kerja keras dan ketelitian yang baik. Bagaikan membangun gedung tua yang lama dan harus membangun kembali semirip mungkin dengan yang aslinya tanpa menghilangkan atau menambah kan dari bentuk asli nya maka kita butuh ketelitan dan kerja keras akan usaha ini. Begitu juga dengan kehidupan kita bagaimana kita membangun kembali jalan menuju nibbana. Jalan yang sangat tua ini. Dalam membangun jalan ke nibbana kita membutuhkan 3 hal 1 sang buddha sebagai sang arsitek 2 kita membutuhkan dhamma sebagai blueprint nya 3 kita membutuhkan sangha sebagai pekerjaannya. Ke tiga hal ini adalah dasar pembangunan jalan kita ke nibbana. Dan dalam mengerjakan nya kita butuh alat meterial yang mendukung kita membuat jalan ini. Yaitu sila,... Sebagai batunya,... Samadhi pasirnya,... Dan pannya sebagai perekatnya. Ketiga material ini kita butuh kan disetiap tahap entah itu tahap umat awam,... Sotapana,... Sakadagami,... Anagami,... Atau pun yang sudah memcapai arahat. Yang berbeda hanyalah kehalusan material masing masing tahap. Karena kita masih hanya level dasar umat awam maka mari kita bangun jalan kita ke nibbana sotaphana. Ya sotaphana sudah ada di nibbana karena ia sudah berada di jalan yang benar bahkan dikatakan tidak akan jatuh ke 4 alam rendah dan tidak akan membuat kelahirannya yang ke-delapan kali nya. Ini adalah buah nibbana dari seorang sotaphana. Kita sebagai umat awam butuh perjuangan yang extra untuk mencapai jalur sotaphana karena bagaikan naik kereta umat awam ini masih dalam stasiun yang sedang berbaris di belakang garis kuning untuk masuk gerbong kereta sotaphana. Perjuangan keras itu adalah hanya membutuhkan satu langkah maju untuk melewati garis kuning tersebut untuk masuk gerbong kereta.bila kita sudah masuk gerbong dan kereta sudah berjalan maka sudah benar kita pada jalur nya. Kita hanya tinggal duduk manis dan menikmati perjalan ini. Tetapi untuk melangkah kan kaki melewati garis kuning tersebut sangat sulit karena sepatu kita melekat erat pada jalan stasiun. ini lah kenapa kita tidak bisa melangkah hanya bagi yang sadar mengetahui dan berani melepas maka dia bisa melangkah dengan mudah melewati garis kuning tersebut dan masuk kedalam gerbong kereta.
Banyak dari kita yang sudah merasa saya berjalan pada jalur yang benar saya menjalankan sila berdana,... Meditasi,... Berpandangan terang bahkan saya sudah cukup bijaksana. Tetapi kenapa saya tidak masuk gerbong sotaphana? Karena ini lah kita belum bisa melangkah kita masih pakai sepatu beranikah kita melepas sepatu dan melangkah dan pergi ke jalur nibbana sebab banyak dari kita masih suka dengan sepatu nya masih suka dengan suasana stasiunnya masih suka dengan kantinnya ( dalam cerita ini sepatu bisa berjalan jalan didalam stasiun). Kita masuk ada rasa kesukaan akan suasana stasiun ( nafsu duniawi) kita masih takut, ragu, malas, bahkan marah dan benci bila kita tidak jadi bagian dari stasiun itu mungkin anda kepala stasiun mungkin anda yg punya stasiun atau mungkin ada gadis cantik berbaju merah yang anda suka di pojok stasiun. Ini lah alasan alasan kenapa kita tidak mau melapaskan sepatu dan melangkah melewati garis kuning itu. Biarpun anda sudah membeli tiket ke nibbana ( dhamma) itu hanya lah sebuah tiket belaka tidak berguna kalau kita tidak masuk ke dalam gerbong. Biarpun anda sudah melihat kereta nya tiba dan beberapa orang masuk dengan cara melepas sepatunya ( sangha dalam hal ini para pemasuk arus) tetap saja kita masih takut kehilangan gadis berbaju merah dipojok sana. Ini lah kehancuran batu bata yang kita susun lalu kita menangis dan kemudian kita susun kembali dan hancur kembali selalu seperti itu berulang ulang entah berapa lama sudah kita tidak ingat. Tetapi tetap saja yang keluar pertanyaan nya adalah kenapa ( why???).
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Sepatu
« Reply #1 on: 28 November 2017, 10:02:35 AM »
Di manakah alam Sepatu?
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Sepatu
« Reply #2 on: 28 November 2017, 10:11:10 AM »
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Sepatu
« Reply #3 on: 28 November 2017, 10:16:07 AM »
Why???
Di manakah alam Duduk, alam Sila, alam Batu, alam Jalan, alam Membangun, alam Runtuh?

* saya sedang memegang kata "Nibbana".
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Sepatu
« Reply #4 on: 28 November 2017, 10:59:32 AM »
Di manakah alam Duduk, alam Sila, alam Batu, alam Jalan, alam Membangun, alam Runtuh?

* saya sedang memegang kata "Nibbana".

“Ia memahami Nibbāna sebagai Nibbāna. Setelah memahami Nibbāna sebagai Nibbāna, ia menganggap dirinya sebagai Nibbāna, ia menganggap dirinya dalam Nibbāna, ia menganggap dirinya terpisah dari Nibbāna, ia menganggap Nibbāna sebagai ‘milikku,’ ia bersenang dalam Nibbāna. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

Kutipan dari sutta mn1 akar dari segala sesuatu. Mungkin ini bisa menjawab tentu jawaban panjang nya adalah sutta lengkapnya.
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Sepatu
« Reply #5 on: 28 November 2017, 11:20:45 AM »
“Ia memahami Nibbāna sebagai Nibbāna. Setelah memahami Nibbāna sebagai Nibbāna, ia menganggap dirinya sebagai Nibbāna, ia menganggap dirinya dalam Nibbāna, ia menganggap dirinya terpisah dari Nibbāna, ia menganggap Nibbāna sebagai ‘milikku,’ ia bersenang dalam Nibbāna. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

Kutipan dari sutta mn1 akar dari segala sesuatu. Mungkin ini bisa menjawab tentu jawaban panjang nya adalah sutta lengkapnya.
“Ia secara langsung mengetahui Nibbāna sebagai Nibbāna. Setelah mengetahui Nibbāna sebagai Nibbāna, ia
seharusnya tidak menganggap [dirinya sebagai] Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya] dalam Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya terpisah] dari Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap Nibbāna sebagai ‘milikku', ia seharusnya tidak bersenang dalam Nibbāna. Mengapakah? Agar ia dapat memahaminya sepenuhnya, Aku [Sang Bhagava] katakan." [MN 1].
« Last Edit: 28 November 2017, 11:25:52 AM by Gwi Cool »
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sepatu
« Reply #6 on: 28 November 2017, 11:46:53 AM »
“Demikian pula, para bhikkhu, Aku melihat jalan setapak tua, jalan tua yang dilalui oleh mereka Yang Tercerahkan Sempurna di masa lalu. Dan apakah jalan setapak tua itu, jalan tua itu? Bukan lain adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar. Aku mengikuti jalan itu dan dengan melakukan hal ini Aku telah secara langsung mengetahui penuaan-dan-kematian, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya. Aku secara langsung mengetahui kelahiran … penjelmaan … kemelekatan … ketagihan … perasaan … kontak … enam landasan indria … nama-dan-bentuk … kesadaran … bentukan-bentukan kehendak, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya. 2.107setelah mengetahuinya secara langsung, Aku telah menjelaskannya kepada para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan. Kehidupan suci ini, para bhikkhu, telah menjadi berhasil dan makmur, meluas, terkenal, menyebar, dibabarkan dengan sempurna di antara para deva dan manusia.” )SN 12.65)


Bahkan Sang Buddha tidak membangun jalan apa pun, Sang Buddha hanya menemukan jalan tua itu, dan Jalan itu yang telah ditemukan oleh Sang Buddha juga telah dinyatakan, diumumkan, diajarkan kepada para dewa dan manusia, dan tercatat dalam sutta-sutta. Lalu kenapa masih harus membangun jalan yang mungkin saja malah menyesatkan? dan parodi di atas juga jelas bertentangan dengan ajaran Sang Buddha, contohnya bahwa Sotapanna sudah ada di Nibbana, kalimat ini saja sudah dua pertentangan dengan ajaran Buddha, yaitu bahwa Nibbana adalah suatu tempat, dan bahwa Sotapanna sudah ada di Nibbana, yang menurut Sang Buddha seorang Sottapanna masih ada yang harus dilakukan untuk mencapai Nibbana, beda dengan para Arahat yang apa yang harus dilakukan telah dilakukan

Peringatan:
Hati-hati mengikuti jalan palsu yang mungkin menjerumuskan anda

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Sepatu
« Reply #7 on: 28 November 2017, 12:05:20 PM »
“Demikian pula, para bhikkhu, Aku melihat jalan setapak tua, jalan tua yang dilalui oleh mereka Yang Tercerahkan Sempurna di masa lalu. Dan apakah jalan setapak tua itu, jalan tua itu? Bukan lain adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar. Aku mengikuti jalan itu dan dengan melakukan hal ini Aku telah secara langsung mengetahui penuaan-dan-kematian, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya. Aku secara langsung mengetahui kelahiran … penjelmaan … kemelekatan … ketagihan … perasaan … kontak … enam landasan indria … nama-dan-bentuk … kesadaran … bentukan-bentukan kehendak, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya. 2.107setelah mengetahuinya secara langsung, Aku telah menjelaskannya kepada para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan. Kehidupan suci ini, para bhikkhu, telah menjadi berhasil dan makmur, meluas, terkenal, menyebar, dibabarkan dengan sempurna di antara para deva dan manusia.” )SN 12.65)


Bahkan Sang Buddha tidak membangun jalan apa pun, Sang Buddha hanya menemukan jalan tua itu, dan Jalan itu yang telah ditemukan oleh Sang Buddha juga telah dinyatakan, diumumkan, diajarkan kepada para dewa dan manusia, dan tercatat dalam sutta-sutta. Lalu kenapa masih harus membangun jalan yang mungkin saja malah menyesatkan? dan parodi di atas juga jelas bertentangan dengan ajaran Sang Buddha, contohnya bahwa Sotapanna sudah ada di Nibbana, kalimat ini saja sudah dua pertentangan dengan ajaran Buddha, yaitu bahwa Nibbana adalah suatu tempat, dan bahwa Sotapanna sudah ada di Nibbana, yang menurut Sang Buddha seorang Sottapanna masih ada yang harus dilakukan untuk mencapai Nibbana, beda dengan para Arahat yang apa yang harus dilakukan telah dilakukan

Peringatan:
Hati-hati mengikuti jalan palsu yang mungkin menjerumuskan anda

Siap om,...
Tetang sotaphana yang sudah berada di nibbana dimaksud kan sudah naik gerbong om,... Emang sotaphana harus masih berlatih lagi agar dia bisa pindah gerbong selanjutnya.
Karena itu saya hanya membahas dari level umat awam ke sotapana,... Sebab seorang sotapana pasti dengan sendirinya tau level selanjutnya apa yang ia harus kerjakan.
Cerita diatas hanya kiasan gambaran umat awam untuk melangkah ke jalur sotaphana.
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Sepatu
« Reply #8 on: 28 November 2017, 12:08:56 PM »
“Ia secara langsung mengetahui Nibbāna sebagai Nibbāna. Setelah mengetahui Nibbāna sebagai Nibbāna, ia
seharusnya tidak menganggap [dirinya sebagai] Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya] dalam Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya terpisah] dari Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap Nibbāna sebagai ‘milikku', ia seharusnya tidak bersenang dalam Nibbāna. Mengapakah? Agar ia dapat memahaminya sepenuhnya, Aku [Sang Bhagava] katakan." [MN 1].


Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Tetapi para bhikkhu itu tidak bergembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.

Pertanyaan nya apakah anda gembira setelah mendengar sutta ini atau anda sama dengan para Bhikkhu tidak bergembira setelah mendengar kata kata sang bhagava
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sepatu
« Reply #9 on: 28 November 2017, 12:54:05 PM »
Siap om,...
Tetang sotaphana yang sudah berada di nibbana dimaksud kan sudah naik gerbong om,... Emang sotaphana harus masih berlatih lagi agar dia bisa pindah gerbong selanjutnya.
Karena itu saya hanya membahas dari level umat awam ke sotapana,... Sebab seorang sotapana pasti dengan sendirinya tau level selanjutnya apa yang ia harus kerjakan.
Cerita diatas hanya kiasan gambaran umat awam untuk melangkah ke jalur sotaphana.


Nibbana adalah tujuan. jika anda naik kereta, ketika anda sudah naik gerbong, apakah dengan begitu anda sudah sampai tujuan? sebuah tulisan akan dibaca orang-orang dari berbagai kalangan, bagaimana jika tulisan ini dibaca oleh orang yg memahaminya demikian? bahwa naik gerbong berarti sampai tujuan? bukankah ini pemahaman sesat?

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Sepatu
« Reply #10 on: 28 November 2017, 01:03:00 PM »

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Tetapi para bhikkhu itu tidak bergembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.

Pertanyaan nya apakah anda gembira setelah mendengar sutta ini atau anda sama dengan para Bhikkhu tidak bergembira setelah mendengar kata kata sang bhagava
Para bhikkhu tidak bergembira karena bhikkhu-bhikkhu itu menganut pandangan Nibbana sebagai suatu alam, atau suatu tempat, atau suatu kondisi ke-ada-an, atau dengan kata lain, mereka menganut pandangan "Diri". (Di lain waktu, para bhikkhu itu diajarkan hingga mencapai Arahat.)

Adakah alam Sepatu? Adakah alam Duduk? Adakah alam Tidur? Adakah alam Layar? (dll.)
Jawabannya: ini pertanyaan kosong! Ngaco!

Demikian pula jika seseorang menganggap ada alam Nibbana, ini pandangan kosong (salah), ngaco! Walaupun ia tidak mengatakan demikian, dari cara ungkapannya telah dipahami, ia menganggap Nibbana sebagai suatu tempat, keberadaan atau kondisi.

Saya menulis pernyataan itu, tentunya saya pahami, mengapa saya tidak bergembira?

"... Tidak seharusnya ...." Inilah yang harus digarisbawahi.
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sepatu
« Reply #11 on: 28 November 2017, 01:48:54 PM »
Para bhikkhu tidak bergembira karena bhikkhu-bhikkhu itu menganut pandangan Nibbana sebagai suatu alam, atau suatu tempat, atau suatu kondisi ke-ada-an, atau dengan kata lain, mereka menganut pandangan "Diri". (Di lain waktu, para bhikkhu itu diajarkan hingga mencapai Arahat.)

Adakah alam Sepatu? Adakah alam Duduk? Adakah alam Tidur? Adakah alam Layar? (dll.)
Jawabannya: ini pertanyaan kosong! Ngaco!

Demikian pula jika seseorang menganggap ada alam Nibbana, ini pandangan kosong (salah), ngaco! Walaupun ia tidak mengatakan demikian, dari cara ungkapannya telah dipahami, ia menganggap Nibbana sebagai suatu tempat, keberadaan atau kondisi.

Saya menulis pernyataan itu, tentunya saya pahami, mengapa saya tidak bergembira?

"... Tidak seharusnya ...." Inilah yang harus digarisbawahi.

di atas saya sudah menunjukkan 2 error sehubungan dengan kalimat "Sotapanna sudah ada di Nibbana" struktur kalimat ini sama seperti misalnya "Gwi Cool sudah ada di rumah", di mana rumah menunjukkan tempat, demikian pula dengan kalimat bercetak tebal itu, Nibbana di sana menunjukkan tempat, dan error ke 2 adalah bahwa Sotapanna sudah ada di Nibbana, yang menyiratkan bahwa Sotapanna sudah mencapai tujuan, terlepas dari apakah nibbana itu tempat atau bukan. tapi saya setuju dengan anda bahwa ini adalah pandangan sesat yg berusaha untuk mengaburkan ajaran Sang Buddha.

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Sepatu
« Reply #12 on: 28 November 2017, 03:43:05 PM »
Nibbana adalah tujuan. jika anda naik kereta, ketika anda sudah naik gerbong, apakah dengan begitu anda sudah sampai tujuan? sebuah tulisan akan dibaca orang-orang dari berbagai kalangan, bagaimana jika tulisan ini dibaca oleh orang yg memahaminya demikian? bahwa naik gerbong berarti sampai tujuan? bukankah ini pemahaman sesat?

Tapi saya pernah dengar dari seorang bhante bahwa bila sudah masuk pemasuk arus minimal sotaphana maka dia sebenar nya sudah mengalami sedikit nibbana.
Apa pernyataan ini saya kurang paham atau bhante nya yg salah ngomong?
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Sepatu
« Reply #13 on: 28 November 2017, 03:53:28 PM »
Para bhikkhu tidak bergembira karena bhikkhu-bhikkhu itu menganut pandangan Nibbana sebagai suatu alam, atau suatu tempat, atau suatu kondisi ke-ada-an, atau dengan kata lain, mereka menganut pandangan "Diri". (Di lain waktu, para bhikkhu itu diajarkan hingga mencapai Arahat.)

Adakah alam Sepatu? Adakah alam Duduk? Adakah alam Tidur? Adakah alam Layar? (dll.)
Jawabannya: ini pertanyaan kosong! Ngaco!

Demikian pula jika seseorang menganggap ada alam Nibbana, ini pandangan kosong (salah), ngaco! Walaupun ia tidak mengatakan demikian, dari cara ungkapannya telah dipahami, ia menganggap Nibbana sebagai suatu tempat, keberadaan atau kondisi.

Saya menulis pernyataan itu, tentunya saya pahami, mengapa saya tidak bergembira?

"... Tidak seharusnya ...." Inilah yang harus digarisbawahi.

Yang saya tanya apakah setelah baca sutta itu anda gembira atau seperti para Bhikkhu itu tidak gembira?

Untuk masalah nibbana sebagai tempat ini hanya sebuah ungkapan seperti hal nya sang buddha mengungkapkan sebagai pantai seberang.... Pertanyaan saya apakah seorang sotapana sudah sampai pantai seberang atau belum?
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline Gwi Cool

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 170
  • Reputasi: -2
  • Terpujilah Sang Buddha
Re: Sepatu
« Reply #14 on: 28 November 2017, 04:17:05 PM »
Yang saya tanya apakah setelah baca sutta itu anda gembira atau seperti para Bhikkhu itu tidak gembira?

Untuk masalah nibbana sebagai tempat ini hanya sebuah ungkapan seperti hal nya sang buddha mengungkapkan sebagai pantai seberang.... Pertanyaan saya apakah seorang sotapana sudah sampai pantai seberang atau belum?
Saya sudah jawab.

Jika seseorang telah sampai di tujuan, akankah ia disebut masih di tengah jalan? Bukankah ia telah mencapai tujuan?
Demikian pula, jika pemasuk-arus telah sampai di seberang berarti sudah mencapai Arahat.
Yang mau debat, saya diam, dan mengaku kalah karena saya hanyalah makhluk lemah, debat sama yang lain saja.
Mari berbicara Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. Indah dengan pikiran penuh cinta kasih. Hobiku menggubah syair.