Topik Buddhisme > Buddhisme dengan Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat Lain

Sang Buddha di Mata Hindu

(1/2) > >>

GandalfTheElder:
PANDANGAN AGAMA HINDU TERHADAP SANG BUDDHA

“Sebagai Sang Buddha, Engkau (Sri Krishna) menunjukkan welas asih terhadap semua makhluk hidup yang menderita di dunia ini.”(Sri Dasavatara Stotra, Gita Govinda, Sri Jayadeva, 1200 M)

“Sri Narayana muncul sebagai Buddha ketika Kali Yuga dimulai”
(Narasimha Purana)

“Setelah Kali Yuga berlangsung 3600 tahun, Sang Buddha, avatar dari Vishnu, penyelamat Dharma, akan muncul di daerah Magadha dari rahim Anjani, ayahnya adalah Hemasadana/ Ia akan melakukan berbagai tugas mulia dan berkuasa atas bumi yang terdiri dari 7 pulau, selama 64 tahun. Kemudian, melindungi keagungan-Nya beserta dengan pengikut-Nya, Ia akan pergi ke kediaman-Nya.”
(Skanda Purana)

“Tuhan muncul sebagai anak dari Suddhodhana. Ia menyatakan dirinya sebagai Buddha dan membabarkan ajaran Shunyavada.”
(Mahabaratha Tatparya Nirnaya, Oleh Sri Madhvacarya)

Kemudian pikiran ini muncul di dalam benak Sela: 'Kata "Buddha" amat langka. Di dalam kitab Veda kami, memang tertulis tiga puluh dua tanda seorang manusia agung. Tetapi hanya ada 2 kondisi bagi manusia seperti itu, tidak ada yang lain: Jika menjalani kehidupan perumah tangga, dia akan menjadi seorang raja, kaisar, penguasa yang adil. Tetapi jika dia meninggalkan kehidupan perumah tangga untuk menjalani kehidupan tak-berumah, dia akan menjadi orang suci, orang yang sepenuhnya tercerahkan, orang yang telah menghapus selimut kekotoran batin.' 'O Keniya, berdiam di manakah Sang Buddha sekarang?' 'O Sela, di mana terletak batas hutan.'
(Sela Sutta, Sutta Nipata, Khuddaka Nikaya)
Ada 2 pandangan mengenai sang Buddha dalam agama Hindu. Dasar dari pandangan tersebut ada dalam kitab-kitab Purana. Satu pandangan mengatakan bahwa Sang Buddha adalah avatar Vishnu yang bertujuan mengembalikan umat manusia pada kebajikan dan jalan Veda. Pandangan yang pertama ini adalah pandangan yang positif.

Pandangan kedua adalah pandangan yang negatif, karena Sang Buddha dianggap merupakan titisan Mayamoha yang diciptakan Vishnu untuk sekedar memperdayai para asura yang menentang para devata. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kedua pandangan tersebut, marilah kita lihat satu persatu dalam pembahasan di bawah ini.

Ramalan Sang Buddha dalam Bhagavata Purana

“Aku memberikan penghormatanku yang tulus pada Sang Buddha.”
(Bhagavata Purana 8.3.12)

Kitab Bhagavata Purana, atau lebih dikenal sebagai Srimad Bhagavatam, dengan sangat rinci menguraikan berbagai penjelmaan Tuhan (avatar) beserta ciri dan tugas yang harus diemban oleh masing-masing penjelmaan itu. Yang paling banyak dikenal adalah Dasa avatara atau 10 penjelmaan Sri Vishnu (Sri Narayana).

Dalam Bhagavata Purana disebutkan 22 penjelmaan Sri Vishnu yang terkemuka. Sang Buddha, pendiri agama Buddha merupakan avatar yang keduapuluh satu, yang diramalkan akan muncul pada awal jaman Kali Yuga. Sedangkan avatar ke-22 adalah Kalki, yang baru akan muncul nanti pada akhir Kali Yuga, kurang lebih 427.000 tahun mendatang. Sejumlah Purana yang lain juga ikut meramalkan kedatangan Sang Buddha.

Srimad Bhagavatam tersebut disusun oleh Rsi Vyasa tidak lama setelah mulainya jaman Kali atau Kali Yuga. Sang Buddha disebut-sebut telah diramalkan dalam Srimad Bhagavatam sekitar 2500 tahun sebelumnya.

Dalam Srimad Bhagavatam 1.3.24. Setelah Rsi Sukha (putra Rsi Vyasa) menjelaskan 20 avatar Sri Vishnu yang telah muncul, beliau kemudian meramalkan kelahiran dan misi kemunculan Sang Buddha. Perhatikan kata bhavisaty dalam ayat berikut. Bhavisyati dalam bahasa Sanskerta berarti akan terjadi. Ini menunjukkan bahwa yang disampaikan dalam Srimad Bhagavatam itu, pada saat itu masih berupa ramalan. Karenanya, kita juga memiliki kitab yang bernama Bhavisya Purana, yang banyak memuat peristiwa yang akan terjadi dimasa mendatang.

Ayat yang meramalkan kemunculan Buddha Gautama adalah sebagai berikut :
Kemudian, pada awal Kaliyuga, Tuhan akan muncul sebagai Sang Buddha, putra Anjana, di Propinsi Gaya, hanya dengan maksud mengelabui orang yang iri kepada orang yang setia dan percaya kepada Tuhan. (Bhagavata Purana, 1.3.24)

Ketika membaca ayat tersebut, kita akan langsung menemukan ketidakcocokan dengan sejarah Buddhis yang ada. Selama ini kita mengetahui bahwa Sang Buddha adalah putra dari Raja Suddhodana dan Ratu Mahamaya, bukan Anjana. Lagipula Sang Buddha juga lahir di Lumbini, bukan di Gaya. Apakah yang diramalkan dalam Srimad Bhagavatam sepenuhnya salah? Sebenarnya tidak.

Siapakah Anjana? Anjana adalah nenek Pangeran Siddharta, oleh karena itu dengan kata lain bisa saja disebut sebagai “putra” Anjana. Gaya adalah tempat di mana Sang Buddha mencapai Penerangan Sempurna dan di tempat inilah Sang Buddha memang “lahir”. Karena yang lahir di Lumbini adalah Pangeran Siddharta, bukan Buddha.

Kepada para atheis yang saat itu, setelah menguasai pengetahuan ilmiah Veda, melenyapkan penghuni dari planet-planet yang berbeda,  terbang dengan tak terlihat di langit menggunakan penemuan (roket-roket) yang dibuat dengan baik dan disiapkan oleh ilmuwan Maya (iblis) dan pada mereka yang memiliki pikiran sesat,  Tuhan (Vishnu) akan mewujudkan diri-Nya secara atraktif sebagai Buddha dan akan membabarkan pedoman-pedoman moral dari agama.
(Srimad Bhagavatam 2)

Misi, Kebebasan dan Ajaran Sang Buddha

Menurut ramalan Srimad Bhagavatam, Sang Buddha disebut akan melakukan sammohaya sura-dvisam atau mengelabui para atheis yang iri kepada orang yang percaya dan taat kepada Tuhan.

Dengan membabarkan filosofi ajaran yang spekulatif, Sri Vishnu, dalam wujud Buddha,  akan mengelabui para pelaku yang memalukan dari upacara pengorbanan Veda.
 (Bhagavata Purana 11.4.22)

Menurut paham Hindu, meskipun merupakan avatar Vishnu, namun selama 45 tahun sisa hidupnya, Buddha Gautama mengajarkan pahamnya sendiri tentang ahimsa dan mengkritik upacara-upacara yang mengorbankan hewan yang dibenarkan dalam Veda. Pada waktu Sang Buddha muncul, rakyat umum sudah tidak percaya kepada Tuhan dan lebih suka daging hewan daripada segala makanan lainnya. Dengan dalih kurban menurut Veda, setiap tempat secara nyata dijadikan rumah potong hewan, dan orang menyembelih binatang tanpa batas aturan.

“Ia (Vishnu) akan mewujudkan avatar-nya yang ke-21 sebagai Sang Buddha untuk membawa umat manusia kembali pada jalan yang bajik, dengan bersabda menentang ritual-ritual dan membuktikan serta menunjukkan bahwa tidak tepat bagi para pencari (kebebasan) untuk terikat dengan hal-hal tersebut.”
(Garuda Purana)

Misi utama Buddha menurut kitab-kitab Hindu adalah untuk menghentikan kegiatan penyembelihan binatang, yang mengatasnamakan Veda untuk pembenarannya. Tindakan menolak Veda itu memang harus dilakukan oleh Sang Buddha, karena tidak ada pilihan lain. Kalau dibaca sekilas, Veda menganjurkan penyembelihan binatang. Karena itu, saat Buddha mengajarkan untuk menghentikan kegiatan penyembelihan binatang, orang-orang Hindu akan menentangnya dengan dalih-dalih yang mengutip ayat-ayat Veda. Demikianlah menurut agama Hindu, sangat sulit bagi Sang Buddha untuk memurnikan kembali ajaran Veda, hingga akhirnya Beliau harus meninggalkan agama Hindu.

Sri Jayadeva Gosvami, seorang penyair rohani dan acarya Vaishnava yang sangat termashur di seluruh India, yang hidup pada sekitar abad ke-15 mengakui Sang Buddha sebagai avatar Vishnu dalam syairnya, Dasavatara Stotra, sebagai berikut :

Wahai Kesava, Oh Tuhan Penguasa Alam Semesta! Oh, Sri Hari (Krishna) yang telah menjelma dalam bentuk Buddha. Segala pemujian kepada-Mu! O, Buddha Yang murah hati, Engkau menentang pemotongan hewan-hewan yang tidak bersalah yang dilakukan atas nama aturan korban suci menurut Veda.

Sang Buddha mengajarkan bahwa orang hendaknya tidak mengikuti ajaran Veda, dan menegaskan karma buruk sebagai akibat membunuh binatang. Orang-orang tersebut, yang tidak percaya kepada Tuhan mengikuti prinsip-prinsip Buddha, dan untuk sementara mereka dilatih disiplin moral dan prinsip tidak melakukan kekerasan (ahimsa) yang merupakan langkah-langkah pendahuluan untuk maju lebih lanjut pada jalan menuju kepada Tuhan.

Beliau mengelabui orang yang tidak percaya kepada Tuhan, sebab para atheis pada waktu itu yang mengikuti prinsip-prinsip Buddha tidak percaya kepada Tuhan, tetapi mereka menaruh kepercayaannya kepada Sang Buddha, sedangkan Sang Buddha adalah penjelmaan Tuhan.

Karena itulah, dalam Bhagavata Purana tersebut, Sang Buddha diramalkan akan melakukan sammohya sura-dvim, atau mengelabui orang yang selalu iri kepada mereka yang percaya dan setia memuja Tuhan. Mereka yang percaya dan yakin kepada Sang Buddha, dapat memperoleh Kebebasan dan Keselamatan.

Prithivi (Dewi Bumi), yang sedang mendengarkan cerita yang diceritakan oleh Sri Varaha, dengan perhatian, hormat dan gembira bertanya pada-Nya apakah mungkin bagi semua orang untuk melihat Sri Narayana dengan kasat mata. Sri Varaha menjawab, “Sri Narayana telah mewujudkan diri dalam 10 Avatar dengan berbagai macam bentuk seperti Matsya (ikan), Kachchap (kura-kura), Varaha (babi hutan), Narasimha (setengah manusia setengah singa), Vamana (kurcaci), Parashurama, Rama, Krishna, Buddha dan Kalki. Avatar terakhir, Kalki, masih akan datang. Seorang manusia dapat menyadari Sri Narayana dengan mempunyai devosi penuh kepada salah satu dari 10 Avatar tersebut.
(Varaha Purana)

Walaupun umat Hindu dapat meyakini Sang Buddha, namun mereka tidak dapat meyakini ajaran-Nya. Umat Hindu memandang ajaran Sang Buddha bersifat hanya sementara, sebagai pendahuluan. Walaupun Sang Buddha adalah titisan Vishnu, namun ajaran Beliau tidak dapat sepenuhnya membawa manusia pada Kebebasan Sejati, sebagaimana dikutip dalam kitab Narada Purana:

Hal ini juga berlaku bagi seseorang yang mengkritik gurunya atau kitab-kitab Veda yang suci. Seorang brahmana yang menyimpang ke dalam ajaran agama Buddha, tidak dapat berharap untuk mendapatkan kebebasan / keselamatan melalui meditasi / penebusan dosa.
(Narada Purana)

Agama Hindu dan agama Buddha memang mempunyai konsep dasar yang sangat berbeda. Sang Buddha mengajarkan mengenai Anatman (Anatta) dan tidak mengakui Tuhan Pencipta. Sedangkan agama Hindu mengakui adanya Atman (Atta) dan meyakini adanya Tuhan Pencipta.

 _/\_
The Siddha Wanderer

GandalfTheElder:
Sang Buddha dan Para Asura

Dalam kitab-kitab Purana lainnya, Sang Buddha dikisahkan datang ke dunia untuk memperdayai / menipu para Asura (asura-vimohana-lila). Sang Buddha yang sangat dihormati karena welas asih dan kebijaksanaan-Nya oleh umat Buddha, menjadi turun derajat dalam kitab-kitab Purana tersebut. Sang Buddha diklaim sebagai seorang Avatar dari Mayamoha yang diciptakan Sri Vishnu untuk memperdayai para Asura.

“Bertahun-tahun yang lalu, terjadi peperangan antara para deva dan para asura, di mana para asura berhasil mengalahkan para deva. Para deva kemudian melarikan diri kepada Vishnu untuk mendapatkan perlindungan dan Vishnu memberitahu mereka bahwa Mayamoha akan terlahir sebagai Buddha, anak dari Shuddhodana. Sedemikian ilusi yang diciptakan oleh Buddha, sehingga para asura meninggalkan jalan yang ditunjukkan oleh kitab-kitab Veda dan menjadi umat Buddhis. Makhluk-makhluk pengecut ini mengadakan upacara-upacara yang membawa mereka ke naraka (neraka). Mendekati akhir dari Kali Yuga, semua orang akan menjadi pengecut. Mereka akan menetang kitab-kitab Veda, menjadi perampok dan hanya tertarik pada kekayaan. Mereka yang tidak percaya (pada Veda) akan menjadi raja-raja dan raja-raja ini juga kanibal.”
(Agni Purana)

Para dewa pergi bermeditasi. Dan Vishnu menggunakan kekuatan ilusinya (maya) untuk membawa para asura menuju kesesatan. Ia mengirim Shakyamuni (Sang Buddha) untuk berkotbah pada para asura. Shakyamuni memiliki lidah yang fasih sehingga ia telah mendapatkan mereka telah berganti keyakinan dan sudah siap di antara para asura . Mereka semua menjadi pengikut-Nya dan meninggalkan pemujaan terhadap Shiva.”
(Linga Purana)

Dengan tujuan memperdayai para asura, Ia (Sang Buddha) hadir dalan wujud seorang anak kecil dalam perjalanan sedangkan si bodoh, jina (seorang asura), membayangkan dirinya sebagai anak laki-lakinya. Setelah itu, Sri Hari (sebagai Buddha avatar), dengan mahir memperdayai jina dan para asura lainnya dengan kata-katanya yang tegas tentang (ajaran) tanpa kekerasan.
(Brahmanda Purana)

Dalam Vishnu Purana, lebih lanjut dibabarkan mengenai apa saja yang diajarkan oleh Mayamoha (Buddha) kepada para Asura:

Bertahun-tahun yang lalu terjadilah perang antara para deva dan para asura yang berlangsung selama setahun. Pada akhir perang, beberapa daitya bernama Hrada mengalahkan para deva. Para deva tersebut lari ke pantai utara samudra dan di sana mereka mulai berdoa pada Vishnu.

Mendengar permohonan para deva, Sri Vishnu menciptakan Mayamoha dari tubuh-Nya dan memberikannya pada para deva seraya berkata, “Mayamoha akan menyebabkan ilusi pada pikiran para asura. Ilusi tersebut akan mempengaruhi para asura untuk menyimpang dari jalan yang ditunjukkan oleh kitab-kitab Veda. Kalian dapat membunuh mereka setelah itu.” Setelah berkata seperti ini, Sri Vishnu menghilang. Para deva membawa Mayamoha dan sampai ke alam para asura.

Mayamoha muncul telanjang. Ia mencapai tepi sungai Narmada dan melihat para asura melakukan pertapaan di sana. Mayamoha yang telanjang mendekati mereka dan berkata dengan suara yang manis: “O para asura! Apa tujuan dari pertapaan kalian?” Para asura berkata, “Kami menjalankan pertapaan untuk mencapai dunia metafisik.” Mayamoha berkata,” jika kamu ingin mendapatkan keselamatan, lakukan sebagaimana yang aku tunjukkan. Ikuti agama yang seperti gerbang terbuka menuju keselamatan.” Dengan kata-katanya yang manis tersebut, Mayamoha mulai mempengaruhi pikiran para asura. Mayamoha membingungkan mereka dengan mengatakan lebih lanjut, “ O para asura, jika kalian ingin mendapatkan keselamatan dan mendapatkan sebuah tempat di surga, tinggalkanlah pengorbanan hewan dan capailah pencerahan. Adalah pengertian yang salah apabila kekerasan dianggap sebagai jalan ibadah. Pemberian persembahan melalui api juga kekanak-kanakan. Bahkan binatang yang memakan tumbuhan hijau lebih baik daripada Indra yang mengharuskan untuk memakan kayu walaupun telah berada dalam posisi setelah ratusan maha Yagya. Jika seekor hewan yang dikorbankan dalam Yagya mencapai surga, maka pelaku Yagya akan harus membunuh ayahnya sendiri.”

Para Asura yang mengikuti ajaran Mayamoha akan dikenal sebagai arhat (Arahat). Mereka mulai mengkritik Veda dan para deva. Yang lainnya mengkritik Yajna dan para Brahmana. Para asura semakin jauh dari jalan yang benar sehingga para deva dapat bebas menyerang mereka. Kali ini para deva dapat mengalahkan para asura, sejak para asura kehilangan kekuatan dari keyakinan mereka.
(Vishnu Purana)

Dalam tradisi Madhvacarya (sekte Dvaita) dikenal sebuah cerita:

Pada suatu waktu, ketika seluruh dunia pada zaman Kali Yuga penuh dengan kebudayaan para dewa dan lingkungan suci Vedik, pada saat yang sama, para asura juga lahir dan mulai mengikuti kebudayaan para dewa dan belajar pengetahuan para dewa. Karena hal ini, dharma mulai rusak di tangan mereka. Para deva dan Paramatma (Tuhan) tidak menyukai para asura mendapatkan pengethauan para dewa. Kemudian semua devata pergi ke samudra susu di mana Sri Hari berada dan berdoa pada-Nya untuk memberkahi mereka dengan solusinya. Pada saat yang sama, Tripurasura (Asura dari Tripura) yang telah dibunuh oleh deva Rudra, terlahir sebagai anak Suddhodana atau Jinana di Magadha.

Pada masa pemerintahan Raja Sakya bernama Suddhodana, seorang bayi terlahir. Diketahui bahwa Sri Paramatma (Tuhan) dalam wujud bayi ini mulai berbicara dan membabarkan ajaran bahwa dunia ini ‘kosong’ (sunya) dan semua hal yang terjadi adalah penderitaan. Ajaran ini diketahui sebagai ajaran Buddha (Sri Hari dalam wujud bayi telah membabarkan ajaran ini).

Dengan tujuan untuk membuktikan bahwa ajaran ini benar, Sri Hari menelan semua senjata yang digunakan para devata untuk menyerang bayi tersebut. Bahkan ketika Visnu menyerang dengan menggunakan cakramnya, Paramatma dalam wujud bayi ini mebuatnya menjadi tempat duduk. Setelah melihat keajaiban-keajaiban ini, Raja Suddhodana dan para pengikutnya mulai mempercayai ajaran baru ini dan mulia mempraktekkan ajaran tersebut dengan meninggalkan ajaran Veda. Demikian juga para asura.

Setelah beberapa waktu, Paramatma yang dalam wujud bayi ini kemudian menghilang, putra Suddhodana yang sebenarnya kembali muncul. Putra Suddhodana tumbuh menjadi Buddha dan mulai membabarkan ajaran Buddha di mana Paramatma (Tuhan) sebelumnya telah babarkan. Bahkan di Devaloka, Sri Paramatma mengajarkan pada para devata inti dari ajaran Buddha ketika ia membabarkannya sebagai Buddha di dunia manusia. Sri Paramatma mengajarkan inti ajaran Buddha dengan nama ‘Prasantavidya’ yang bahkan putra Suddhodana, Buddha dan para pengikutnya tidak dapat mengerti.

Sri Vadiraja berdoa pada Sri Hari dalam wujud Buddha untuk memberkahinya dengan melakukan buddhanjali.

Ramalan Mengenai Agama Buddha

Bhavishya Purana, selain meramalkan kedatangan Yesus dan Mohammad, konon juga meramalkan kedatangan Sang Buddha dan agama Buddha itu sendiri. Marilah kita simak isi Bhavishya Purana sebagai berikut:

Pada waktu ini, Sri Hari dikenang oleh Kali. Pada waktu itu, Gautama yang agung dan terkenal, putra dari Kasyapa, mengenalkan agama Buddha dan mencapai Sri Hari di Pattana.

Gautama berkuasa selama 10 tahun. Darinya Shakyamuni terlahir dan berkuasa selama 20 tahun. Putranya, Shuddhodana, berkuasa selama 30 tahun. Putranya, Sakyasimha menjadi raja di sadatri setelah 2000 tahun dan ia berkuasa selama 60 tahun, di mana pada wkatu itu semua orang adalah Buddhis. Ini adalah posisi pertama dari Kali Yuga dan agama Veda telah dihancurkan.

Jika Sri Vishnu menjadi seorang raja maka orang-orang akan mengikuti-Nya. Aktivitas di dunia ini dipegang oleh keberanian dan kegagahan Sri Vishnu. Ia adalah pengendali maya dan energi ilusi dan siapapun yang berlindung pada Sri Hari, walaupun ia berdosa ataupun tidak berdosa, akan mencapai kebebasan.

Buddhasimha terlahir dari Shakyasimha dan berkuasa selama 30 tahun. Putra Buddhasimha adalah Chandragupta, yang menikah dengan putri dari Suluva, raja Yavana dari Pausasa. Ia menggabungkan para Buddhis dan para Yavana (orang Yunani). Ia berkuasa selama 60 tahun. Darinya Vindusara terlahir dan berkuasa dalam, waktu yangs ama dengan ayahnya. Putra Vindusara adalah Ashoka. Pada waktu ini, Brahmana yang terbaik bernama Kanyakubja, mengadakan upacara pengorbanan di puncak gunung bernama Arbuda. Dengan pengaruh dari mantra-mantra Veda, 4 orang dari kasta Kshatriya muncul membentuk Yajna. Keempat orang tersebut adalah Pramara sebagai Samavedi, Chapahani sebagai Yajurvedi, Shukla sebagai Trivedi dan Pariharaka sebagai Atharvavedi. Mereka terbiasa menunggangi gajah. Mereka membuat Ashoka di bawah kendali mereka dan membasmi semua orang Buddhis. Dikisahkan bahwa 4 juta orang Buddhis semuanya meninggal disebabkan oleh senjata yang tidak biasa. Setelah itu, Pramara menjadi raja di Avanta dan ia mendirikan satu kota yang besar bernama Ambavati untuk kesenangannya. Besarnya 4 yojana atau 32 mil.

Ramalan Agama Buddha [Bab 29 dari Pratisarga Parva]
Di zaman dahulu ada sebuah Negara bernama Citrartha, penghuni dari planet-planet surgawi biasa datang untuk bermain di musim gugur. Suatu hari, seorang apsara (peri) bernama Manjughosha datang ke tempat tersebut di mana seorang Rishi bernama Sukha berada. Melihat ketampanan pria ini, ia (apsara) mencoba untuk menariknya dengan menyanyid an menari, dengan diliputi oleh keinginan yang penuh nafsu. Ia memuja Shukla dengan doa yang indah dengan memegang kedua tangannya dan menunduk di hadapannya. Bagaimanapun juga, si apsara menyenangkan sang muni. Dan kemudian Shuka yang agung mendengar doanya dan bertanya padanya untuk meminta sebuah berkah. Manjughosha dengan rendah hati berkata: “O tuan, engkau adalah pelindung dari mereka yang memionta perlindunganmu, maka aku berada dalam perlindunganmu, tolong jadilah suamiku. Rishi tersebut menerimanya dan setelah beberapa waktu, mereka mempunyai anak laki-laki bernama Muni yang melakukan pertapaan secara ketat selama 12 tahun. Ia menikah dengan putrid dari Svarnadeva, dewa emas. Mereka memounayi seorang putrid bernama Kinnari. Ia sangat muda dan cantik. Ia melakukan pertapaan yang keras untuk menyenangkan Sri Shiva dan sebagai berkah, Sri Shiva menginstruksikan dirinya pada seorang rishi yang bersungguh-sungguh berlatih bernama Makaranda.

Kemudian, ayahnya, Muni meminta Sri Shiva untuk memberkati putrinya tersebut, sehingga mereka dapat berhasil membuat kemajuan di dunia ini.

Sri Shiva berkata: Selama 30 tahun ke depan, kamu akan menikmati negaramu di tengah-tengah bumi dan kemudian negaramu akan hancur. Setelah mrndengar ini, Muni pergi ke tempatnya bersama Makaranda dan tinggal di sana. Segera ketika tahun ke-29 mulai, perang terjadi antara raja-raja yang terlahir sebagai inkarnasi mereka yang berhubungan dengan Krishna. Bauddha, pemimpin dari nyuha ( masyarakat bawah) menyerang kota Netrapala yang indah karena berpikir kota tersebut dihiasi dengan berbagai macam permata yang menakjubkan. Raja Bauddhasimha yang sangat kuat mempunyai 7 juta pasukan, berperang dengan raja-raja yang hanya mempunyai 3 juta pasukan. Perang antara kedua pasukan tersebut berlangsung sengit selama 7 hari 7 malam. Raja-raja yang kuat dan agung, yang telah membunuh semua pasukan musuh yang dilindungi Bauddhasimha, adalah Yogasimha, Bhogasimha dan Vijaya.

Setelah itu, semakin banyak Buddhis yang datang dari Negara-negara seperti Shyama dan Japaka, dan mereka semua adalah penyihir. Lagi, mereka mengadakan perang besar yang berlangsung selama 1 bulan. Kemudian Netrasimha datang dengan 7 juta pasukan dilinduingi oleh 8 jenderal, untuk menghancurkan para Buddhis. Ketakutan, semua orang Buddhis pergi meninggalkan India dan pergi ke Tiongkok untuk melanjutkan perang di sana. Pasukan musuh mengikuti mereka. Ketika mereka sampai pada tepi sungai Huha, pada bulan Magha, tengah bulan kedua dari Januari, perang terjadi lagi. Terdapat 1 juta pasukan masing-masing dari Negara Syama dan Japaka, 10 juta tentara dari Tiongkok datang untuk bertarung. Di sisi lain, Krishnamsa, Deva, Netrapala, Mandalika, Dhanyapada, Lallasimha, Talana dan Jananayaka adalah para jenderal, masing-masing membawahi 1 juta pasukan. Terjadi perang yang sengit antara kaum Buddhis dengan kaum Aryan. Di perang tersebut, 7 juta orang Buddhis dan 2 juta orang Arya meninggal terbunuh. Ketakutan, para Buddhis lari dari peperangan dan pergi ke rumah mereka untuk membuat pasukan kayu dengan bantuan sebuah susunan peralatan mesin. Mereka membuat 10000 gajah dari kayu, bersama dengan prajuritnya, 1 juta kuda, 1000 banteng, 1000 babi jantan, 1000 harimau, 1000 angsa dan 7000 unta. Binatang-binatang ini ditunggangi oleh para prajurit kayu. Dengan pasukan kayu berjumlah 125000, mereka membunuh 2 juta pasukan yang dilindungi oleh Krishnamsas. Melihat kejadian menakjubkan ini, Jayanta, seorang petarung yang mahir menembakkan panah api ke pasukan kayu tersebut sehingga mereka semuanyua musnah, terbakar menjadi abu. Hanya 3 juta Kshatriya yang tertinggal dan mereka mengagungkan sang prajurit mahir Jayanta lagi dan lagi. Lalu orang Buddhis dari Tiongkok, membuat 20000 pasukan berkuda dari besi yang kuat dan mengirim mereka untuk bertarung. Prajurit yang sangat kuat, Yogasimha, denga mengendarai seekor gajah dan membawa busur dan panah di kedua tangannya, menembk leher dari para pasukan besi. Terkena panah-panah dari Yogasimha, 5000 pasukan meninggal terbunuh. Melihat hal ini, Bauddhasimha membuat harimau besi dan mengirimnya ke Yogasimha. Diserang oleh harimau besi, akhirnya Yogasimha yang beranipun terbunuh dan kemudian Bhogasimha dengan menunggang kuda pergi berperang dengan harimau tersebut. Ia membunuh harimau tersebut dengan menembakkan peluru dan harimau tersebut meraung dengan keras. Kemudian seekor singa dikirim padanya oleh bauddhasimha dan Bhogasimhapun dibunuh oleh singa tersebut. Ketika putra dari Swarnavati (Jayanta) melihat paman-pamannya telah mati, ia mengendarai seekor kuda yang kuat dan pergi ke Bauddhasimha. Ia mengambil panah-panah ilusi dan membuat para pasukan musuh terperangkap dalam khayalan demikian juga Bauddhasimha. Ia menagkap 10000 raja termasuk Bauddhasimha dan kembali pada Krishnamsas setelah menghancurkan pasukan-pasukan mekanik tersebut.

Kemudian mereka semua dengan gembira pergi ke kota dan secara paksa merampas harta kekayaan dari istana, yang sangat makmur dan kembali ke benteng pertahanan raja. Jayanta datang dan membebaskan Bauddhasimha. Setelah dibebaskan, ia memberikan putrinya, Padmaja, pada Jayanta dan juga secara hukum memberikan 100000000 koin emas untuk kesenangannya. Setelah itu semua Buddhis membuat sumpah di sana dengan berkata, “Kita tidak akan pernah lagi ke Aryadesa untuk menterbu Negara tersebut. Kemudian mereka memberikan penghormatan dan pergi. Mereka pergi ke Netrapala dengan 3 juta pasukan mereka yang tersisa.

 _/\_
The Siddha Wanderer

GandalfTheElder:
Penaklukkan Kalki Terhadap Agama Buddha

Kalki, avatar ke-10 dari Dasavatara Sri Vishnu, diramalkan secara khusus dalam kitab Kalki Purana. Dalam kita tersebut diceritakan tentang penaklukkan para umat Buddhis:

"Pergilah engkau ke Sinhala, nikahilah Padma-mu yang engkau cintai dan mulailah kehidupan pernikahan… Engkau kemudian akan berangkat menaklukkan dunia dan mengalahkan Raja-raja yang beraliansi dengan Koli, mengalahkan para Buddhis dan menyerahkan peraturan pada raja-raja yang saleh bernama Devapi dan Maru."
(Kalki Purana I, Syair 9 dan 10)

"Sang penakluk agung, Kalki memberikan penghormatan pada ayahnya dan mulai menaklukkan Kikatpur dengan tentara. Para Buddhis tinggal di kota tersebut. Penghuni kota tersebut tidak memuja Tuhan maupun leluhur mereka. Mereka tidak takut terhadap kehidupan setelah kematian. Selain tubuh, mereka tidak mempercayai adanya jiwa. Mereka tidak mempunyai kebanggan pada garis keturunan maupun ras mereka, uang, pernikahan dan lain-lainnya tidak penting bagi mereka. Masyarakat di tempat tersebut makan dan minum berbagai macam makanan dan minuman. Ketika Jin (sang pemimpin) mendengar bahwa Kalki telah datang untuk bertarung dengan mereka, ia mengumpulkan sekumpulan besar pasukan dan pergi keluar dari kota untuk bertarung dengan-Nya (Kalki).”
(Kalki Purana II, Syair 40- 44)

“Dalam waktu yang dekat, Garga (asosiasi Kalki) dan pasukannya membunuh 6000 tentara Buddhis. Bharga dan tentaranta membunuh dan melukai 11 juta pasukan musuh dan sekutunya yang kuat membunuh 2500 dari pasukan para musuh. Kobi dengan anak laki-lakinya membunuh 2 juta pasukan musuh, Pragya membnunuh 1 juta dan Sumantu membunuh 5 juta pasukan.”
(Kalki Purana II, Syair 5,6,8,9)

“Segera Kalki tersenyum dan berkata pada Jin – O Pendosa! Jangan melarikan diri tetapi datang dan hadapilah aku… Segera tubuhmu akan ditembus oleh anak-anak panahku. Segera engkau akan meninggalkan dunia ini. Kemudian, tidak ada seorangpun yang akan pergi bersamamu. Maka dari itu, engaku dan sekutumu harus menyerah padaku. Mendengar perkataan Kalki, Jin yang kuat berkata, “Takdir tidak dapat terlihat. Aku adalah seorang yang materialistis, seorang Buddhis. Tidak ada tetapi hanya yang dapat dilihat yang diterima oleh kita. Yang tidak dapat terlihat dan tidak dapat diketahui akan kami buang. Maka dari itu usahamu tidaklah berbuah apa-apa.. Walaupun engkau adalah seorang Dewa / Tuhan, Aku berada di hadapanmu dan melihat jika engkau berusaha untuk membunuhku. Di kejadian tersebut, apakah umat Buddhis akan memaafkanmu?”
(Kalki Purana, II, Syair 15 – 18)

"Istri-istri para Buddhis, bergabung untuk berperang dengan menunggang kereta perang, burung, kuda, unta dan kerbau untuk melindungi suami-suami mereka. Para gadis yang kuat dan cantik ini sangat setia pada suami mereka dan tidak mencari perlindungan dari anak-anak mereka. Wanita-wanita agung ini, dengan berpakaian jubah perang dan berbagai macam permata datang ke medan perang menggunakan pedang, senjata-senjata yang kuat, panah dan lembing. Mereka mekaia cincin surgawi ditangan mereka. Perempuan-perempuan cantik ini terdiri dari para pinata rambut, para perempuan yang setia pada suaminya (ibu perumah tangga) dan bahkan pelacur. Perempuan-perempuan ini, sedih karena kematian suami-suami dan ayah-ayah mereka, pergi berperang berhadapan dengan pasukan Kalki. Orang bahkan ingin melindungi benda-benda seperti tanah, abu, kayu dan sebagainya. Maka dari itu, bagaimana mungkin perempuan-perempuan ini mentoleransi kematian suami-suami mereka di hadapan mereka? Para perempuan Buddhis, melihat suami-suami mereka terluka dan kesusahan, pergi ke depan mereka dan mulai berperang menghadapi pasukan Kalki. Melihat para perempuan tersebut berperang, pasukan Kalki menjadi takjub dan datang ke Kalki untuk memberitahukan keseluruhan detail dari kejadian tersebut."
(Kalki Purana III, Syair 11 sampai 20)

Dikisahkan dalam Vishnu Purana, bahwa Kaliyuga (era Kali) akan berakhir dengan kedatangan Kalki, avatar ke-10 dari Vishnu. Ia akn terlahir di Shambhala di keluarga brahamana Vishnu-yashas. Ia akan datang menghancurkan kejahatan.

Ramalan menegnai kedatangan Kalki juga ada di teks Buddhis yaitu dalam Kalachakra Tantra. Tujuh abad sebelum Kali Yuga berakhir, Raja Shambhala akan menyatukan semua Hindu dan Buddhis ke dalam satu kasta untuk menghadapi serangan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Raja yang mempersatuaknnya adalah Manjusri-yashas, yang akan menyandang gelar Kalki dan merupakan Kalki pertama dari 25 Kalki Penguasa Shambhala.

Tujuh abad kemudian, akan tiba kedatangan juruselamat Buddhis bernama Raudrachakrin, raja Kalki ke-25 dan merupakan emanasi dari Manjushri Bodhisattva. Pada masa pemerintahannya, Krinmati, raja Delhi akan mengaku dirinya sebagai Mathani, juruselamat mleccha. Raudrachakrin akan mengalahkan Mathani dan Kali Yuga kemudian akan berakhir.

Umat Hindu dapat bersatu dengan umat Buddhis dalam satu kasta bernama kasta vajra, tanpa harus meninggalkan agama Hindu. Bahkan menurut Padmani, dikatakan bahwa 8 avatar (Vishnu) yang disebutkan dalam Kalachakra Tantra sebenarnya adalah emanasi dari Buddha. Hal ini bukanlah tidak masuk akal sama sekali. Karena Rama dalam Dasaratha Jataka adalah kelahiran lampau Sang Bodhisatta, sedangan Krishna (Vasudeva) dalam Ghatapandita Jataka adalah kelahiran lampau Bhikkhu Sariputta.

Sebagai respon atas Kalachakra Tantra, umat Hindu membuat teks bernama Kalki Purana yang lebih detail menceritakan kedatangan kalki. Teks Kalki Purana berasal dari abad 11 atau 12 M, setelah Kalachakra Tantra.

Menurut Kalki Purana, pemimpin dari mleccha adalah Kali, personifikasi dari Kaliyuga, putra dari Kroddha (amarah) dan Himsa (kekejaman). Kali akan mencemari Hindu Dharam yang murni dengan mengajarkan ajaran yang bertentangan dengannya, sepertti penyatuan kasta, pernikahan antar kasta dan menaikkan status dari kasta rendah. Kalki akan melawan dan mengalahkan Kali beserta para Buddhis dan Jain. Kemenangannya akan membuktikan dna mendirikan kembali Hindu Dharma yang murni dengan system kastanya yang murni. Maka berakhirlah era Kali Yuga dan zaman keemasan dimulai.

Mungkin umat Hindu merasa tersinggung dengan ajaran Kalachakra mengenai persatuan kasta. Mereka merasa butuh untuk menyangkal Kalki Buddhis yang palsu dan memperkenalkan kembali Kalki Hindu yang asli, penghancur mereka yang ingin menyatukan kasta-kasta. Maka dari itu dalam Kalki Purana, nama ayah Kalki berubah dari “Vishnu-yashas menjadi “Vishnu-vyasa”.

Ironis sekali, di kala teks Buddhis Kalachakra Tantra mengajarkan tentang persatuan kasta dan toleransi antara umat Hindu dan Buddha, Kalki Purana justru sangat anti-Buddhis dan anti Jain, bahkan menganggap persatuan kasta yang jelas-jelas diskriminatif adalah sesuatu yang mencemari kemurnian Hindu Dharma!

Kalki Purana menganggap Jain dan Buddhis berada di sisi Kali (iblis) dan kemenangan Kalki atas Kali, akan mengembalikan pengikut non-Hindu dari agama-agama India (seperti Buddhis dan Jain) kembali memeluk agama Hindu yang murni.

Pemujaan Sang Buddha oleh umat Hindu

Dalam Varaha Purana, terdapat tata cara untuk memuja Buddha yaitu Buddha Dwadashi Vrata. Sebagaimana dikutip dalam Varaha Purana:

Sang Buddha diyakini sebagai inkarnasi Sri Vishnu. Pertapaan dimulai pada hari ke-11 dari setengah bulan dari bulan Hindu Shravan/ Pada hari ini, Sri Vishnu dipuja dengan ritual-ritual yang tepat dan membuat persembahan dengan berbagai macam barang seperti bunga-bunga, buah-buahan, dupa dan lain-lain. Mantra-mantra berikut ini harus diucapkan ketika memuja berbagai organ tubuh Vishnu:

om damodaray namah - kaki
om hrishikeshay namah - pinggang
om sanatanay namah - abdomen
om shri vatsadharine namah – dada
om chakrapanaye namah - lengan
om haraye namah - tenggorokan
om manju keshay namah - kepala
om bhadray namah - shikha (ushnisa)

Setelah ritual selesai, rupang harus didanakan kepada seorang brahmana.
Dalam sastra Hindu Nirnaya-sindhu disebutkan:

“Buddha akan lahir pada hari kedua sukla-paksha dari bulan Jyaishtha.” “Pujalah Sang Buddha pada hari ketujuh sukla-paksha dari bulan Pausha."

Jyaishta adalah bulan ke-2 dalam kalender Hindu lunar dan Pausha adalah bulan ke-9.

Dalam Srimad Bhagavatam Akrura memanjatkan doa yang merupakan inti dari Vedan Vedanta, Purana, Itihasa dan kitab-kitab lainnya. Doa tersebut berupa mantra “namo buddhaya suddhaya daitya danava mohine”. Arti doa tersebut adalah:

“O Tuhan (Vishnu), Aku memberikan penghormatan pada wujud-Mu yang tanpa kesalahan, Sang Buddha Yang Suci, yang memikat dan menyesatkan para asura (Daitya dan Danava) dan setan-setan dengan menggubah mantra-mantra anti Veda.”

Di Srimad Bhagavatam (6.8.19), Raja Dewa Indra berdoa pada Sang Buddha dengan mantra “buddhas tu pashanda-gana-pramadat”. Mantra ini berasal dari Narayana-kavaca dari Visvarupa, putra dari rishi Tvashta. Dengan melafalkan mantra ini, Indra berdoa:

“Semoga Sang Buddha (Buddhadeva), yang membimbing mereka yang terjebak ilusi, menjaga dan melindungiku dari khayalan, aktivitas yang bertentangan dengan prinsip ajaran Veda dan dari kemalasan yang menyebabkan seseorang melupakan prinsip ajaran Veda tentang pengetahuan dan aktivitas ritual.”

Demikianlah Sang Buddha dipuja sebagai avatar / titisan Sri Vishnu (Narayana / Hari) yang ke-21 dan ke-9 apabila dilihat berdasarkan Dasaavatara (10 Avatar Terkemuka Vishnu).

 _/\_
The Siddha Wanderer

GandalfTheElder:
Pandangan Agama Buddha Terhadap Vishnu (Wisnu)

Sri Vishnu dalam agama Buddha lebih dikenal dengan nama Narayana (Naraen) dan merupakan salah satu Dharmapala (Pelindung Dharma). Konon di waktu kelahiran Sang Bodhisattva di taman Lumbini, Narayana ikut menyambutnya dengan meniupkan kulit kerang.

Beliau memiliki Tubuh Vajra yang Kuat dan Kekar, sebagaimana disebutkan dalam Saddharmapundarika Sutra dan Sukhavativyuha Sutra. Menurut sekte Sarvastivada, Sang Buddha memiliki kekuatan fisik yang luar biasa besar layaknya Narayana. Komentar Vibhasa bahkan mengatakan bahwa kekuatan yang dimiliki Narayana tidak terbatas layaknya kekuatan pikiran.

Namun menurt Mahayana yaitu dalam Mahayana Mahaparinirvana Sutra, sebaliknya dikatakan bahwa kekuatan Narayana tidak sebanding dengan kekuatan Bodhisattva (apalagi seorang Buddha!):
“…kekuatan dari 10 Narayana berlengan delapan tidak sebanding dengan (tidak dapat menyamai) 1 sambungan otot dari seorang Bodhisattva bhumi kesepuluh.”

Dalam kitab Karandavyuha-sutra, disebutkan asal muasal dari Narayana. Narayana muncul dari hati Sang Maha Welas Asih, Avalokitesvara Bodhisattva. Narayana juga muncul sebagai salah satu dari dewa-dewa pengawal Sahasrabhujasahasranetra Avalokitesvara (Guan Yin Seribu Tangan), seperti dalam Maha Karuna Dharani Sutra: “Saya (Avalokitesvara) menugaskan Mahesvara, Narayana, Kumbhiraba dan Kapila, untuk selalu menjaga Sang Pelafal Mantra Agung.”

Penggambaran Buddhisnya juga sama dengan penggambaran Hindunya. Vishnu ditampilkan menaiki Garuda. Wajahnya terkadang satu terkadang tiga, jumlah lengannya bisa 2, 4 atau 8. Dua wajah di samping kanan kiri-Nya membentuk wajah hewan. Wajah kiri adalah wajah gajah atau singa, sedangkan wajah kanannya adalah beruang.

Narayana juga beremanasi menjadi salah satu dari 2 Vajrapani yang rupangnya biasa berada di pintu-pintu gerbang Vihara Mahayana. Dalam kosmologi Buddhis Nepal, Narayana dianggap sebagai Deva penguasa Alam Kamadhatu (6 alam Nafsu), sedangkan Brahma adalah penguasa Rupaloka dan Mahesvara (Shiva) sebagai penguasa Arupaloka. Narayana tinggal di alam Surga Narayana. Surga Narayana memang tidak dikenal dalam kosmologi Buddhis yang umum. Salah satu sutra yang menyebutkan Surga Narayana adalah Karandavyuha Sutra.

Umat Buddhis memahami Trimurti Hindu dengan cara menginterpretasikannya lewat paham Trikaya yaitu Mahesvara sebagai Dharmakaya dari Mahabrahma, Narayana sebagai Sambhogakaya dari Mahabrahma dan Brahma sebagai Nirmanakaya dari Mahabrahma.

Kitab Prajnaparamita naya satapancasatika Sutra (Bore Liqu jing / Rishukyo) bercerita tentang 3 saudara Madhukara. Amoghavajra mengidentifiksikan 3 bersaudara Madhukara dengan Brahma, Narayana dan Mahesvara. Dalam Wuyi wude dacheng xilun xuanyi, dikisahkan bahwa suatu ketika para deva di alam Brahma mengadakan pertemuan, mereka mengirim 3 bersaudara Brahma ke bumi yaitu Brahma, Kharostha dan Cangjie untuk mengajarkan umat manusia menulis. Brahma mengajarkan tulisan Brahmi, Kharostha mengajarkan tulisan Kharosthi (tulisan Barbar dari Barat) dan Cangjie mengajarkan Zhuan (Tionghoa). Legenda ini dapat ditemukan juga pada Chu sanzangji ji. Teks Bikisho mengidentifikasikan Narayana dengan Kharostha, pencipta tulisan Barbar dari Barat, sedangkan Devaputra Harama (Mahesvara) dengan Cangjie.

Avalokitesvara juga dapat mengambil wujud sebagai Narayana. Disebutkan dalam Karandavyuha Sutra dan Saddharmapundarika Sutra, “Kepada mereka yang harus diselamatkan dengan tubuh seorang Narayana/Isvara, maka Beliau mengajarkan Dharma dengan wujud seorang Narayana/Isvara.” Alkisah seeokor gajah berusaha untuk mengambil sekuntum teratai di sebuah kolam, namun ia jatuh terjerumus. Kemudian ia meminta Narayana (Vishnu) untuk menolongnya. Avalokitesvara yang ada di hutan tersebut mendengar doanya, kemudian mengambil wujud sebagai Narayana dan menolong gajah tersebut.

“Begitu sang Bodhisattva (Siddharta) melangkahkan kaki kanannya ke kuil, patung para dewa, seperti Siva, Skanda, Narayana, Kuvera, Candra, Surya, Vaisravana, Sakra, Brahma, para pelindung dunia ini, dan yang lainnya berpindah dari tempatnya dan menyembah ke kaki Sang Bodhisattva.”
(Lalitavistara)

Seperti kita lihat di atas, bahkan Deva setinggi dan seagung Narayana (salah satu dari Trimurti!) pun menghormat kepada Sang Bodhisattva. Dalam agama Buddha, Vishnu (Narayana) masih berada dalam alam Samsara, sehingga masih memiliki kebodohan batin. Ada satu kisah yang bercerita mengenai tindakan Vishnu yang terburu-buru:

Ketika Raja Naga Takshaka sedang berjemur di dekat sungai, seekor Garuda melihatnya dan ingin menyantapnya. Oleh karena Takshaka adalah Raja Naga yang kuat, mereka berdua berperang dengan hebat. Kemudian Takshaka berhasil mendesaknya ke sungai. Garuda yang sadar bahwa ia akan dibunuh segera memanggil pelindungnya Vishnu yang datang segera untuk menyelamatkannya. Ketika Vishnu hampir memenggal kepala Takshaka dengan Sudarsanacakra, Takshaka berdoa kepada Avalokitesvara untuk melindunginya. Avalokitesvara kemudian datang dengan mengendarai singa di antara mereka. Vishnu menjadi sangat malu melihat Avalokitesvara, Bodhisattva Maha Welas Asih, berdiri di hadapannya. Vishnu kemudian membungkuk dan membuang Sudarsanacakranya, lantas memberi hormat pada Avalokitesvara. Kemudian Takshaka dan Garuda menghentikan pertarungan mereka. Vishnu menawarkan dirinya untuk menjadi tunggangan Avalokitesvara, singa kemudian juga menawarkan dirinya menjadi tunggangan Garuda dan Takshaka sendiri menawarkan diri menjadi tunggangan singa. Dari sana dikenal perwujudan Avalokitesvara yang bernama Harihariharivahan.

“Andaikan ada beberapa orang yang berkebajikan, dengan tujuan untuk mencari pembebasan, mereka menghormat pada dan mempraktekkan berbagai dharma non-Buddhis di banyak tempat. Mereka memuja Sakra Devanam Indra, atau memuja umat awam pria, memuja orang-orang berjubah hijau, memuja Dewa Matahari, memuja Mahesvara, memuja Narayana dan mereka tinggal di antara para Garuda dan petapa telanjang (Nirgrantha). Mereka menyukai tempat-tempat tersebut, namun mereka tidak dapat terbebaskan dari kebodohan dan dusta. Mereka hanya berlatih (kultivasi), namun usaha keras mereka sia-sia saja.
Sebenarnya, semua makhluk alam dewa, termasuk Mahabrahma, Sakra Devanam Indra, Mahesvara, dewa-dewa matahari, dewa-dewa bulan, dewa-dewa angina, dewa-dewa air, dewa-dewa api, raja dharma Yama, Caturmaharajadeva, semuanya terus menerus mencari-cari Enam Suku Kata Maha Terang-Ku (Avalokitesvara), karena apabila mereka mendapat “Enam Suku Kata Maha terang” (Om Ma Ni Pad me Hum), mereka semua akan terbebaskan (mencapai Pembebasan).”
(Karanda-vyuha Sutra)

Vishnu juga dipuja oleh kalangan Theravada di Srilanka. Ia dikenal dalam kitab Mahavamsa dengan nama Uppalavanna, seorang deva yang dipercaya oleh Sakka untuk menjaga dan melindungi Negara Srilanka, atas permintaan Sang Buddha. Uppalavanna berarti “warna dari lili air biru.” Karena warna tubuhnya sama dengan Vishnu, maka Upplavanna dan Vishnu dikenal sebagai satu Devata yang sama. Munculnya kitab Mahavamsa, menjadikan Vishnu sebagai salah satu pelindung Buddhasasana di Srilanka. Yang lainnya adalah deva Saman, Kataragama dan Vibhisana. Kuil utamanya ada di devinuwara, di mana Festival Esala (Juli-Agustus) diadakan untuk menghormatinya. Vishnu memiliki seorang jenderal bernama Dadimunda. Berdasarkan tradisi, Dadimunda dipercaya sebagai satu-satunya deva yang tidak lari maupun takut ketika Mara menyerang Bodhisatta Siddhattha.

Yang lebih menarik dan mengejutkan lagi, Sang Buddha sendiri juga mengetahui bahwa suatu saat di masa yang lebih kemudian, akan ada orang yang menganggapnya sebagai avatar Vishnu, dalam hal ini adalah umat Hindu. Sang Buddha dalam Lankavatara Sutra telah membabarkan hal tersebut pada Bodhisattva Mahamati:

“……dengan banyak nama, berjumlah sampai 100000 kali 3 asamkhyeya dan mereka menyebut-Ku  dengan berbagai nama ini namun tidak mengetahui bahwa semuanya  adalah nama-nama dari Tathagata. Dari nama-nama ini, Mahamati, beberapa mengenali-Ku sebagai Tathagata, beberapa sebagai Svayambhu, beberapa sebagai Pemimpin,…… sebagai Vishnu,….. sebagai Rama, sebagai Vyasa,….., sebagaimana yang diketahui oleh beberapa orang; sedangkan yang lainnya mengenaliku sebagai…., sebagai Dharmadhatu, sebagai Nirvana,…., sebagai Pemenang (Jina)….. Mahamati, maka sebanyak 100000 kali 3 asamkhyeya sebutan, tidak lebih maupun kurang, di dunia ini ataupun di dunia lain, Aku dikenal oleh orang-orang, seperti [pantulan]  bulan di air yang tidak berada di dalamnya maupun tidak pula di luarnya.”

Rama dan Vyasa dikenal sebagai avatar dari Vishnu. Dalam Dasaratha Jataka, dikisahkan bahwa dahulu Sang Bodhisatta pernah terlahir sebagai Rama dan Yasodhara sebagai Sita. Vyasa (Kanha Dipayana) juga merupakan kelahiran lampau Sang Bodhisatta Siddhattha, dapat dilihat di Kanha Dipayana Jataka.

Sang Buddha juga mengetahui bahwa di India, ada ajaran yang meyakini Vishnu sebagai Tuhan Pencipta yaitu aliran Vaishnavisme:

“Vishnu dan Mahesvara akan memberikan ajaran tentang penciptaan dunia, hal-hal seperti ini akan terjadi ketika saya (Viraja) wafat.”
(Lankavatara Sutra)

“Bagaimana dunia mengetahui, melihat dan menyadari? Brahma, Mahesvara (Shiva), Narayana, alam, waktu, partikel, dharma, bukan dharma adalah para pencipta. Mereka berbicara mengenai akhir dan awal mula, tentang “apa yang tidak” dan “apa yang demikian” dari dunia dan berkata  bahwa “Nirvana dimulai dari Dhyana (Jhana) pertama dan berakhir pada ‘tiada tanpa pikiran’ (Naivasamjnanasamjnayatana – Arupadhyana keempat)”
(Mahayana Mahaparinirvana Sutra)

Demikianlah Sang Buddha dengan kebijaksanan-Nya mengetahui akan apa yang akan terjadi di masa yang lebih kemudian.

Ketika melihat Sang Buddha, Dona mendekat dan berkata:

“Apakah Yang Mulia adalah seorang dewa?”
“Tidak brahmana, aku bukan seorang dewa.”
Brahmana, sebagaimana teratai biru, merah atau putih – walaupun terlahir dan tumbuh di air, naik ke atas dan tegak tak tercemar air – demikian pula, brahmana, walaupun terlahir dan tumbuh di dunia, aku telah mengatasi dunia dan berdiam tak tercemar oleh dunia. Anggaplah aku, O brahmana, Buddha.”
(Dona Sutta, Anguttara Nikaya)

Maka dari itu, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa tidaklah mungkin Sang Buddha adalah avatar Deva Vishnu (Narayana) ataupun titisan deva devi lainnya. Ketahuilah bahwa Beliau (Sang Buddha) adalah Sattha devamanussanam (Shasta Devamanushyanam) yaitu “Guru Para Dewa dan Manusia”.

Maitreya: O Maharishi Parashar, apakah avatar dari Vishnu yaitu Sri Rama, Sri Krishna dan yang lainnya diberkati dengan Jivan? Maharishi Parashar: O Brahmana, keempat avatar, Rama, Krishna, Narasimha dan Varaha dipenuhi dengan Paramatman. Avatar yang lainnya memiliki Jivan juga dalam diri mereka. Sri Vishnu yang Tak terlahirkan mempunyai banyak avatar. Ia telah berinkarnasi,sebagai 9 (Nava) Graha (planet)untuk memberikan pada makhluk hidup akibat dari karma mereka. Ia adalah Janardan. Ia mengambil wujud dari Graha (planet-planet) untuk menghancurkan asura (kejahatan)dan mendukung para devata. Dari Surya (matahari), avatar Rama; dari Candra (bulan), avatar Krishna; dari Mangala(Mars), avatar Narasimha;  dari Budha(Merkuri), avatar Buddha; dari Guru(Jupiter), avatar Vamana; dari Shukra(Venus), avatar Parashurama; dari Shani(Saturnus), avatar Kurma; dari Rahu(gerhana), avatar Varaha dan dari Ketu(planet bayangan), avatar Meen(Matsya) muncul. Semua avatar lainnya selain 9 ini juga melalui Graha (planet-planet). Makhluk dengan Paramatman lebih disebut sebagai makhluk luhur.
(Brihat Parasara Hora)
Sekian dari saya, apabila ada kekeliruan dalam menulis maupun kekeliruan dalam menerjemahkan Sutra-sutra Buddhis dan kitab-kitab Purana, saya mohon maaf.

Terima kasih.  :)

 _/\_
The Siddha Wanderer

GandalfTheElder:
Tinjauan atas Ramalan tentang sang Buddha dalam Purana

Kitab-kitab Purana muncul secara berkala mulai dari 200 M sampai 1600 M. Purana-Purana yang menyebut Sang Buddha sebagai avatar Vishnu baru muncul sekitar abad ke-5 M. Oleh karena itu tidak mungkin kitab-kitab Purana meramalkan kedatangan Sang Buddha, karena Purana baru muncul beratus-ratus tahun setelah Sang Buddha Paririnirvana. Lantas apa sebenarnya motivasi umat Hindu untuk memasukkan Buddha sebagai salah satu avatar Vishnu?

Sejarawan Helmuth von Galesnapp menganggap bahwa tindakan menjadikan Buddha sebagai avatar Vishnu adalah keinginan umat Hindu untuk menyerap agama Buddha dengan cara damai, untuk mengubah umat Buddhis ke ajaran Vaishnavisme dan sebagai catatan bahwa ada ajaran menyimpang yang sangat signifikan eksis di India. Sedangkan sejarawan Wendy O Flaherty berkata bahwa Avatar Buddha, yang muncul dengan berbagai versi di berbagai Purana, menunjukkan usaha para Brahmana yang ortodoks untuk memfitnah umat Buddhis dengan menyamakan mereka dengan para asura.

Dalam buku Menguak Misteri kematian, Jan Sanjivaputta menuliskan:

“Agama Buddha juga menolak adanya makhluk titisan (avatâra) yang secara legandaris turun ke dunia dalam wujud manusia atau hewan untuk menumpas kejahatan dan menganjurkan kebajikan [berdasarkan Kitab Bhagavad-Gîtâ]. Buddha Gotama bukanlah salah seorang [dari sepuluh] penitisan Vishnu sebagaimana yang diakui oleh penganut aliran Agama Hindu [berdasarkan Kitab Bhâgavat, Varâha, Agni dan Vishnu-Purâna]. Pengakuan yang mencuat belakangan dan mengimbas kuat sekitar abad kesepuluh Masehi –ketika Agama Buddha

sedang menyebar keluar dari India– itu merupakan suatu siasat untuk ‘mencaplok’ serta ‘menelan’ Agama Buddha. Dalam Kitab Visnu-Purâna tersirat dendam kesumat serta ketakpuasan kaum Hindu terhadap keberhasilan penyebaran Agama Buddha di India. Lazimnya, para dewa dan para iblis terlibat dalam peperangan, dan kemenangan selalu berada di pihak dewa. Namun, pada suatu kesempatan, para dewa terkalahkan. Para iblis berhasil mencapai kemenangan karena mereka telah menganut serta menjalankan ajaran Veda. Satu-satunya cara untuk dapat menaklukkan mereka ialah dengan membuat mereka melepaskan kepercayaan terhadap ajaran Veda. Para dewa memuja Visnu untuk mencari pertolongan. Visnu kemudian menciptakan wujud khayalan (mâyâmoha); pertama kali muncul sebagai pertapa telanjang (digambara) yang mengacu pada Jainisme, untuk membujuk para iblis agar melaksanakan praktek penebusan karma buruk; dan selanjutnya muncul sebagai bhiksu berjubah merah (raktâmbara) yang merujuk pada Agama Buddha, untuk membujuk para iblis agar mencampakkan upacara pengurbanan binatang sebagaimana yang dipujikan dalam kitab-kitab Veda. Terperdayainya para iblis merupakan kesempatan emas bagi para dewa. Akhirnya, para iblis berhasil ditaklukkan. Mitos ini secara bermuslihat melecehkan Jainisme serta Agama Buddha sebagai penyebab kekalahan, kehancuran. Misi yang diemban oleh Vishnu dalam menitis sebagai Buddha ialah untuk memperdayai para iblis dengan mewejangkan ajaran sesat (Adharma); bukan mengajarkan kebenaran (Dhamma) sebagaimana yang diyakini oleh umat Buddha. Lebih daripada semua itu, penitisan Vishnu yang kesepuluh [terakhir], dalam wujud sebagai Kalkî bertunggangan kuda putih dengan pedang terhunus, konon dikatakan mengemban misi utama dalam membasmi para penganut Agama Buddha dari seluruh muka bumi.

Mitos tersebut memperlihatkan adanya keberpihakan Agama Hindu kepada para dewa, dan kebencian terhadap para iblis [pilih-kasih]. Yang dipentingkan bukanlah keyakinan terhadap ajaran Veda. Para iblis yang telah menganut serta menjalankan ajaran Veda, secara licik diperdayai untuk melepaskannya demi keunggulan (superiority) para dewa. Prinsip semacam ini sangatlah bertentangan dengan paham Agama Buddha. Agama diperuntukkan bagi kepentingan semua makhluk hidup tanpa kecuali; bukan se baliknya makhluk-makhluk tertentu sengaja diciptakan dan kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan agama.”

================================================================================

Pembahasan selanjutnya: Vedanta (aliran Hindu yang paling berpengaruh dalam kemerosotan agama Buddha di India)

 _/\_
The Siddha Wanderer

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

Go to full version