//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: BUKAN TIPITAKA TEMATIK  (Read 28542 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK (BAB X)
« Reply #90 on: 03 June 2012, 01:34:38 PM »
(4) Sembilan Hal yang Tidak Dapat Dilakukan oleh Arahant

“Di masa lalu, dan juga masa sekarang, Aku menyatakan bahwa seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan – seorang yang telah menjalani kehidupan spiritual, telah melakukan tugas-tugasnya, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuannya sendiri, sepenuhnya menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, dan menjadi terbebaskan melalui pengetahuan akhir – adalah tidak mampu lagi melakukan pelanggaran sehubungan dengan sembilan hal ini: ia tidak mampu menghancurkan kehidupan, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan perbuatan seksual, dengan sengaja mengucapkan kebohongan, atau menggunakan benda-benda kenikmatan yang tersimpan seperti yang ia lakukan ketika ia masih menjadi seorang perumah-tangga; lebih jauh lagi, ia tidak mampu melakukan perbuatan salah karena keinginan, karena kebencian, karena delusi, atau karena ketakutan. Di masa lalu, dan juga masa sekarang, Aku menyatakan bahwa seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant tidak mampu lagi melakukan pelanggaran sehubungan dengan sembilan hal ini.”

(dari AN 9:7; IV 370-71)

(5) Pikiran yang Tidak Tergoyahkan

[Yang Mulia Sāriputta berkata:] “Ketika, sahabat, seorang bhikkhu terbebaskan demikian dalam pikiran, bahkan jika bentuk-bentuk yang kuat yang dikenali mata berada dalam jangkauan matanya, bentuk-bentuk itu tidak menguasai pikirannya; pikirannya tetap tidak terkontaminasi, kokoh, mencapai keadaan tidak-terganggu, dan ia merenungkan lenyapnya. Bahkan jika suara-suara yang kuat yang dikenali oleh telinga … bau-bauan yang kuat yang dikenali oleh hidung … rasa kecapan yang kuat yang dikenali oleh lidah … objek sentuhan yang kuat yang dikenali oleh badan … fenomena-fenomena pikiran yang kuat yang dikenali oleh pikiran berada dalam jangkauan pikirannya, fenomena-fenomena pikiran itu tidak menguasai pikirannya; pikirannya tetap tidak terkontaminasi, kokoh, mencapai keadaan tidak-terganggu, dan ia merenungkan lenyapnya. Misalkan, sahabat, ada sebatang tiang batu yang panjangnya enam belas meter, delapan meter tertanam di dalam tanah dan delapan meter di atas tanah. Kemudian suatu badai yang kuat menerpa dari timur, tiang itu tidak akan bergerak, tidak akan bergoyang, tidak akan bergetar. Kemudian suatu badai yang kuat menerpa dari utara … dari barat … dari selatan: tiang itu tidak akan bergerak, tidak akan bergoyang, tidak akan bergetar. Mengapa tidak? Karena kedalaman dasarnya dan karena tiang batu itu tertanam dalam. Demikian pula bagi seorang bhikkhu terbebaskan demikian dalam pikiran, jika objek-objek indria yang kuat berada dalam jangkauan, objek-objek indria itu tidak menguasai pikirannya; pikirannya tetap tidak terkontaminasi, kokoh, mencapai keadaan tidak-terganggu, dan ia merenungkan lenyapnya.”

(dari AN 9:26; IV 404-5)

(6) Sepuluh Kekuatan seorang Bhikkhu Arahant

Sang Buddha bertanya kepada Yang Mulia Sāriputta: “Berapa banyakkah kekuatan yang dimiliki oleh seorang bhikkhu Arahant, Sāriputta, yang dengan memilikinya ia mengaku bahwa ia telah mencapai kehancuran noda-noda?”

“Bhikkhu Arahant memiliki sepuluh kekuatan, Yang Mulia, yang dengan memilikinya ia mengaku bahwa ia telah mencapai kehancuran noda-noda. Apakah sepuluh ini?

“Di sini, Yang Mulia, bagi seorang bhikkhu Arahant, segala bentukan terlihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai tidak kekal. Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu Arahant yang dengan berdasarkan pada hal ini ia mengaku bahwa ia telah mencapai kehancuran noda-noda.

“Kemudian, Yang Mulia, kenikmatan indria terlihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai serupa dengan lubang arang membara. Ini juga adalah satu kekuatan seorang bhikkhu Arahant …

“Kemudian, Yang Mulia, pikiran seorang bhikkhu Arahant menurun, miring, dan condong pada keterasingan; pikirannya berdiam dalam keterasingan, gembira dalam pelepasan, dan sepenuhnya selesai dengan segala sesuatu yang menjadi landasan bagi noda-noda. Ini juga adalah satu kekuatan seorang bhikkhu Arahant …

“Lebih jauh lagi, Yang Mulia, bagi seorang bhikkhu Arahant, empat penegakan perhatian telah dikembangkan hingga pada titik di mana empat penegakan perhatian itu terkembang dengan baik. Ini juga adalah satu kekuatan seorang bhikkhu Arahant …

“Lebih jauh lagi, Yang Mulia, bagi seorang bhikkhu Arahant empat jenis usaha … empat landasan kekuatan spiritual … lima indria spiritual … lima kekuatan … tujuh faktor pencerahan … Jalan Mulia Berunsur Delapan telah dikembangkan hingga pada titik di mana jalan itu telah terkembang dengan baik. Ini juga adalah satu kekuatan seorang bhikkhu Arahant yang dengan berdasarkan pada hal ini ia mengaku bahwa ia telah mencapai kehancuran noda-noda.”  [39]

(AN 10:90; V 174-75)

(7) Sang Bijaksana yang Damai

20. [Sang Buddha lebih jauh lagi berkata kepada Pukkkusāti sebagai berikut:] “Kemudian [setelah merenungkan enam unsur], di sana hanya tersisa kesadaran, yang murni dan cerah, lunak, lentur, dan bersinar.  [40] …

21. “Ia memahami sebagai berikut: ‘Jika aku mengarahkan keseimbangan ini, yang murni dan cerah, pada landasan ruang tanpa batas dan mengembangkan pikiranku sesuai itu, maka keseimbanganku ini, dengan didukung oleh landasan itu, akan menetap di sana untuk waktu yang lama.  [41] Jika aku mengarahkan keseimbangan ini, yang murni dan cerah, pada landasan kesadaran tanpa batas … pada landasan kekosongan … pada landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi, maka keseimbanganku ini, dengan didukung oleh landasan itu, akan menetap di sana untuk waktu yang lama.’

22. “Ia memahami sebagai berikut: ‘Jika aku mengarahkan keseimbangan ini, yang murni dan cerah, pada landasan ruang tanpa batas dan mengembangkan pikiranku sesuai itu, maka ini adalah terkondisi.  [42] Jika aku mengarahkan keseimbangan ini, yang murni dan cerah, pada landasan kesadaran tanpa batas … pada landasan kekosongan … pada landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi dan mengembangkan pikiranku sesuai itu, maka ini adalah terkondisi.’ Ia tidak membentuk atau menghasilkan kehendak apapun yang condong mengarah, baik pada penjelmaan atau pada tanpa-penjelmaan.  [43]Karena ia tidak membentuk  atau menghasilkan kehendak apapun yang condong mengarah, baik pada penjelmaan ataupun pada tanpa-penjelmaan, maka ia tidak melekat pada apapun di dunia ini. Karena tidak melekat, ia tidak bergejolak. Karena tidak bergejolak, ia secara pribadi mencapai Nibbāna. Ia memahami sebagai berikut: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apapun.’  [44]

23. “Jika ia merasakan suatu perasaan yang menyenangkan,  [45] ia memahami: ‘Ini tidak kekal; tidak menggenggamnya; tidak ada kegembiraan di dalamnya.’ Jika ia merasakan suatu perasaan yang menyakitkan, ia memahami: ‘Ini tidak kekal; tidak menggenggamnya; tidak ada kegembiraan di dalamnya.’ Jika ia merasakan perasaan yang bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan, ia memahami: ‘Ini tidak kekal; tidak menggenggamnya; tidak ada kegembiraan di dalamnya.’

24. “Jika ia merasakan suatu perasaan yang menyenangkan, ia merasakannya tanpa melekat; jika ia merasakan suatu perasaan yang menyakitkan, ia merasakannya tanpa melekat; jika ia merasakan perasaan yang bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan, ia merasakannya tanpa melekat. Ketika ia merasakan perasaan yang berujung pada jasmani, ia memahami: ‘Aku merasakan perasaan yang berujung pada jasmani.’ Ketika ia merasakan perasaan yang berujung pada kehidupan, ia memahami: ‘Aku merasakan perasaan yang berujung pada kehidupan.’ Ia memahami: ‘Ketika hancurnya jasmani, dengan berakhirnya kehidupan, semua yang dirasakan, karena tidak bergembira di dalamnya, akan menjadi dingin di sini.’  [46] Bhikkhu, seperti halnya lampu minyak yang membakar dengan bergantung pada minyak dan sumbu, dan ketika minyak dan sumbunya habis, jika lampu itu tidak mendapatkan bahan bakar lagi, maka lampu itu akan padam karena kekurangan bahan bakar; demikian pula ketika ia merasakan perasaan yang berujung pada jasmani … perasaan yang berujung pada kehidupan, ia memahami: ‘Aku merasakan perasaan yang berujung pada kehidupan.’ Ia memahami: ‘Ketika hancurnya jasmani, dengan berakhirnya kehidupan, semua yang dirasakan, karena tidak bergembira di dalamnya, akan menjadi dingin di sini.’  [47]

25. “Oleh karena itu seorang bhikkhu yang memiliki [kebijaksanaan ini] memiliki landasan kebijaksanaan tertinggi. Karena ini, Bhikkhu, adalah kebijaksanaan mulia tertinggi, yaitu, pengetahuan hancurnya segala penderitaan.

26. “Kebebasannya, karena didirikan di atas kebenaran, adalah tidak tergoyahkan. Karena itu adalah salah, Bhikkhu, yang memiliki sifat menipu, dan itu adalah benar, yang memiliki sifat tidak menipu – Nibbāna. Oleh karena itu seorang bhikkhu yang memiliki [kebenaran ini] memiliki landasan kebenaran yang tertinggi. Karena ini, Bhikkhu, adalah kebenaran mulia tertinggi, yaitu, Nibbāna, yang memiliki sifat tidak menipu.  [48]

27. “Sebelumnya, ketika ia masih bodoh, ia menjalani dan menerima perolehan;  [49] sekarang ia telah meninggalkannya, memotongnya di akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya sehingga tidak mungkin muncul kembali di masa depan. Oleh karena itu seorang bhikkhu yang memiliki [pelepasan ini] memiliki landasan pelepasan yang tertinggi. Karena ini, Bhikkhu, adalah pelepasan mulia yang tertinggi, yaitu, pelepasan segala perolehan.

28. “Sebelumnya, ketika ia masih bodoh, ia mengalami ketamakan, keinginan, dan nafsu; sekarang ia telah meninggalkannya, memotongnya di akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya sehingga tidak mungkin muncul kembali di masa depan. Sebelumnya, ketika ia masih bodoh, ia mengalami kemarahan, permusuhan, dan kebencian; sekarang ia telah meninggalkannya, memotongnya di akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya sehingga tidak mungkin muncul kembali di masa depan. Sebelumnya, ketika ia masih bodoh, ia mengalami ketidak-tahuan dan delusi; sekarang ia telah meninggalkannya, memotongnya di akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya sehingga tidak mungkin muncul kembali di masa depan. Oleh karena itu seorang bhikkhu yang memiliki [kedamaian ini] memiliki landasan kedamaian yang tertinggi. Karena ini, Bhikkhu, adalah kedamaian mulia yang tertinggi, yaitu, meredanya nafsu, kebencian, dan delusi.

29. “Adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Seseorang seharusnya tidak melalaikan kebijaksanaan, seharusnya melestarikan kebenaran, seharusnya melatih pelepasan, dan seharusnya berlatih demi kedamaian.’

30. “‘Arus pasang penganggapan tidak menyapu seseorang yang berdiri di atas [landasan-landasan] ini, dan ketika arus pasang penganggapan tidak lagi menyapunya maka ia disebut seorang bijaksana damai.’  [50] Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?

31. “Bhikkhu, ‘aku’ adalah anggapan; ‘aku adalah ini’ adalah anggapan; ‘aku akan menjadi’ adalah anggapan; ‘aku tidak akan menjadi’ adalah anggapan; ‘aku akan memiliki bentuk fisik’ adalah anggapan; ‘aku tidak akan memiliki bentuk’ adalah anggapan; ‘aku akan memiliki persepsi’ adalah anggapan; ‘aku akan tidak memiliki persepsi’ adalah anggapan; ‘aku akan bukan memiliki juga bukan tidak memiliki persepsi’ adalah anggapan.  [51] Anggapan adalah penyakit, anggapan adalah tumor, anggapan adalah anak panah. Dengan mengatasi segala anggapan, Bhikkhu, maka seseorang disebut seorang bijaksana damai. Dan sang bijaksana damai itu tidak dilahirkan, tidak menua, tidak mati; ia tidak tergoyahkan dan tidak merindukan. Karena tidak ada apapun padanya yang dengannya ia dapat terlahir.  [52] Karena tidak terlahir, bagaimana mungkin ia dapat menjadi tua? Karena tidak menjadi tua, bagaimana mungkin ia mati? Karena tidak mati, bagaimana mungkin ia dapat tergoyahkan? Karena tidak tergoyahkan, mengapa ia harus merindukan?

32. “Maka, adalah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ’Arus pasang penganggapan tidak menyapu seseorang yang berdiri di atas [landasan-landasan] ini, dan ketika arus pasang penganggapan tidak lagi menyapunya maka ia disebut seorang bijaksana damai.’”

(dari MN 140: Dhātuvibhaṅga Sutta; III 244-47)

(8) Para Arahant Sungguh Berbahagia

“Sungguh bahagia para Arahant!
Tidak ada ketagihan dapat ditemukan dalam diri mereka.
Keangkuhan ‘Aku’ terpotong,
Jaring delusi tersobek hancur.

“Mereka telah mencapai kondisi tanpa pergolakan,
Pikirannya jernih;
Mereka tidak ternodai di dunia ini –
Yang suci, tanpa noda.

“Setelah memahami sepenuhnya lima kelompok unsur kehidupan,
Berjajar dalam tujuh kualitas baik,  [53]
   Para manusia mulia yang layak dipuji itu
   Adalah putera yang lahir dari dada Sang Buddha.

   “Memiliki tujuh permata,
   Terlatih dalam tiga latihan,  [54]
   Para pahlawan besar itu mengembara
   Dengan ketakutan dan gemetar ditinggalkan.

   “Memiliki sepuluh faktor,
   Para nāga agung itu, terkonsentrasi,
   Adalah makhluk terbaik di dunia:
   Tidak ada ketagihan ditemukan dalam diri mereka.  [55]

   “Pengetahuan terampil telah muncul dalam diri mereka:
   ‘Jasmani ini adalah yang terakhir kubawa.’
   Sehubungan dengan inti kehidupan suci
   Mereka tidak lagi bergantung pada orang lain.

   “Mereka tidak bimbang dalam perbedaan,  [56]
   Mereka terlepas dari penjelmaan baru.
   Setelah mencapai tahap dijinakkan,
   Mereka adalah para pemenang di dunia.

   “Ke atas, ke sekeliling, dan ke bawah,
   Kesenangan tidak lagi ditemukan dalam diri mereka.
   Mereka dengan tegas mengaumkan auman singa mereka:
   ‘Yang tercerahkan adalah yang tertinggi di dunia.’”

(dari SN 22:76; III 83-84)

5. SANG TATHĀGATA

(1) Sang Buddha dan Para Arahant

 “Para bhikkhu, melalui kekecewaan terhadap bentuk, perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran, melalui peluruhannya dan lenyapnya, Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, terbebaskan melalui ketidak-melekatan; Beliau disebut Yang Tercerahkan Sempurna. Melalui kekecewaan terhadap bentuk, perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran, melalui meluruhnya dan lenyapnya, seorang bhikkhu yang terbebaskan oleh kebijaksanaan terbebaskan melalui ketidak-melekatan; ia disebut terbebaskan melalui kebijaksanaan.  [57]

“Karena itu, para bhikkhu, apakah yang menjadi perbedaan, kesenjangan, yang membedakan antara Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, dan seorang bhikkhu yang terbebaskan melalui kebijaksanaan?”

“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā, dituntun oleh Sang Bhagavā, dilindungi oleh Sang Bhagavā. Sudilah Sang Bhagavā menjelaskan makna dari pernyataan ini. Setelah mendengarkan dari Beliau, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Maka dengarkan dan perhatikanlah, para bhikkhu, Aku akan menjelaskan.”

“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Sang Tathāgata, para bhikkhu, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, adalah penemu jalan yang belum muncul sebelumnya, pembuat jalan yang belum dibuat sebelumnya, yang menyatakan jalan yang belum dinyatakan sebelumnya. Beliau adalah pengenal sang jalan, penemu sang jalan, yang terampil dalam jalan. Dan para siswaNya sekarang berdiam dengan mengikuti jalan tersebut dan menjadi memilikinya sesudahnya.

“Ini, para bhikkhu, adalah perbedaan, kesenjangan, yang membedakan antara Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, dan seorang bhikkhu yang terbebaskan oleh kebijaksanaan.”

(SN 22:58; III 65-66)

(2) Demi Kesejahteraan Banyak Makhluk

“Para bhikkhu, tiga orang ini muncul di dunia demi kesejahteraan banyak makhluk, demi kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih pada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para deva dan manusia. Apakah tiga ini?

“Di sini, para bhikkhu, Sang Tathāgata muncul di dunia ini, seorang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna … guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan Sempurna, Yang Terberkahi. Beliau mengajarkan Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dengan makna dan kata-kata yang benar; Beliau mengungkapkan kehidupan spiritual yang murni dan sempurna. Ini, para bhikkhu, adalah orang pertama yang muncul di dunia demi kesejahteraan banyak makhluk, demi kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih pada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para deva dan manusia.

“Kemudian, para bhikkhu, seorang siswa dari Guru itu adalah seorang Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan [seperti dalam Teks X,1(3),§42] … sepenuhnya terbebaskan melalui pengetahuan akhir. Ia mengajarkan Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dengan makna dan kata-kata yang benar; ia mengungkapkan kehidupan spiritual yang murni dan sempurna. Ini, para bhikkhu, adalah orang ke dua yang muncul di dunia demi kesejahteraan banyak makhluk, demi kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih pada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para deva dan manusia.

“Kemudian, para bhikkhu, seorang siswa dari guru itu adalah seorang siswa yang masih berlatih, terpelajar, dan memiliki aturan-aturan dan pelaksanaan-pelaksanaan. Ia juga mengajarkan Dhamma yang indah di awal … ia mengungkapkan kehidupan spiritual yang murni dan sempurna. Ini, para bhikkhu, adalah orang ke tiga yang muncul di dunia demi kesejahteraan banyak makhluk, demi kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih pada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para deva dan manusia.

“Ini, para bhikkhu, adalah tiga orang ini muncul di dunia demi kesejahteraan banyak makhluk, demi kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih pada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para deva dan manusia.”

(It 84; 78-79)

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK (BAB X)
« Reply #91 on: 03 June 2012, 01:35:12 PM »
(3) Ucapan Agung Sāriputta

Yang Mulia Sāriputta mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Yang Mulia, aku memiliki keyakinan pada Sang Bhagavā bahwa aku percaya belum pernah ada, juga tidak akan ada, juga tidak ada pada saat ini petapa atau brahmana manapun yang memiliki pengetahuan melebihi Sang Bhagavā sehubungan dengan pencerahan.”  [58]

“Sungguh tinggi raunganmu ini, Sāriputta, engkau telah mengaumkan auman singa yang tegas. Apakah engkau sekarang, Sāriputta, dengan pikiranmu melingkupi pikiran seluruh Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, yang muncul di masa lampau dan mengetahui bahwa: ‘Para Mulia itu memiliki disiplin moral demikian, memiliki kualitas demikian, atau memiliki kebijaksanaan demikian, atau memiliki kediaman meditatif demikian, atau memiliki kebebasan demikian’?”  [59]

“Tidak, Yang Mulia.”

“Kalau begitu, Sāriputta, Apakah engkau, dengan pikiranmu melingkupi pikiran seluruh Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, yang muncul di masa depan dan mengetahui bahwa: ‘Para Mulia itu memiliki disiplin moral demikian, memiliki kualitas demikian, atau memiliki kebijaksanaan demikian, atau memiliki kediaman meditatif demikian, atau memiliki kebebasan demikian’?”

“Tidak, Yang Mulia.”

“Kalau begitu, Sāriputta, Apakah engkau, dengan pikiranmu melingkupi pikiranKu – Aku sebagai Arahant masa sekarang, Yang Tercerahkan Sempurna - dan mengetahui bahwa: ‘Sang Bhagavā itu memiliki disiplin moral demikian, memiliki kualitas demikian, atau memiliki kebijaksanaan demikian, atau memiliki kediaman demikian, atau memiliki kebebasan demikian’?”

“Tidak, Yang Mulia.”

“Sāriputta, jika engkau tidak memiliki pengetahuan yang melingkupi pikiran para Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna di masa lampau, di masa depan, dan di masa sekarang, mengapakah engkau mengucapkan ucapan yang tinggi ini dan mengaumkan auman singa yang tegas ini: ‘Yang Mulia, aku memiliki keyakinan pada Sang Bhagavā bahwa aku percaya belum pernah ada juga tidak akan ada juga tidak ada pada saat ini petapa atau brahmana manapun yang memiliki pengetahuan melebihi Sang Bhagavā sehubungan dengan pencerahan’?”

“Aku tidak memiliki, Yang Mulia, pengetahuan yang melingkupi pikiran para Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna di masa lampau, di masa depan, dan di masa sekarang, tetapi aku memahami hal ini dengan menarik kesimpulan dari Dhamma. Misalkan, Yang Mulia, seorang raja memiliki kota perbatasan dengan benteng, dinding, lengkungan, dan gerbang tunggal. Penjaga gerbang di sana bijaksana, kompeten, dan cerdas; seorang yang menjauhkan orang asing dan memperbolehkan kenalan. Sewaktu ia berjalan di sepanjang jalan yang mengelilingi kota itu ia tidak melihat celah atau pintu di tembok yang bahkan cukup besar bagi seekor kucing untuk menyelinap masuk. Ia berpikir: ‘Makhluk besar apapun yang masuk atau keluar kota ini, semuanya masuk dan keluar melalui gerbang satu-satunya ini.’

“Demikian pula, Yang Mulia, aku telah memahami ini dengan menarik kesimpulan dari Dhamma: para Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna yang manapun di masa lampau, semua Para Mulia itu telah pertama-tama meninggalkan lima rintangan, kekotoran batin yang melemahkan kebijaksanaan; dan kemudian, dengan pikiran mereka yang kokoh pada empat penegakan perhatian, dengan benar mengembangkan tujuh faktor pencerahan; dan dengan demikian mereka telah tercerahkan hingga pada pencerahan sempurna yang tanpa bandingnya. Dan, Yang Mulia, para Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna yang manapun di masa depan, semua Para Mulia itu telah pertama-tama meninggalkan lima rintangan, kekotoran batin dan yang melemahkan kebijaksanaan; dan kemudian, dengan pikiran mereka yang kokoh pada empat penegakan perhatian, dengan benar mengembangkan tujuh faktor pencerahan; dan dengan demikian mereka telah tercerahkan hingga pada pencerahan sempurna yang tanpa bandingnya. Dan, Yang Mulia, Sang Bhagavā, yang adalah Arahant pada masa sekarang, Yang Tercerahkan Sempurna, pertama-tama meninggalkan lima rintangan, kekotoran batin dan yang melemahkan kebijaksanaan; dan kemudian, dengan pikiranNya yang kokoh pada empat penegakan perhatian, dengan benar mengembangkan tujuh faktor pencerahan; dan dengan demikian Beliau telah tercerahkan hingga pada pencerahan sempurna yang tanpa bandingnya.”

“Bagus, bagus, Sāriputta! Oleh karena itu, Sāriputta, engkau harus sering-sering mengulangi penjelasan Dhamma ini kepada para bhikkhu dan bhikkhunī, kepada para umat awam laki-laki dan perempuan. Walaupun beberapa orang dungu mungkin bingung atau memiliki keragu-raguan sehubungan dengan Sang Tathāgata, ketika mereka mendengar penjelasan Dhamma ini, maka kebingungan atau keraguan mereka akan ditinggalkan.”

(SN 47:22; V 159-61)

(4) Kekuatan-kekuatan dan Landasan-landasan bagi Keyakinan-Diri

9. “Sāriputta, Sang Tathāgata memiliki sepuluh kekuatan ini, yang dengan memilikinya Beliau diakui sebagai pemimpin kelompok, mengaumkan auman singa dalam kelompok-kelompok, dan memutar Roda Brahmā.  [60] Apakah sepuluh ini?

10. (1) “Di sini, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya yang mungkin sebagai yang mungkin dan yang tidak mungkin sebagai yang tidak mungkin.  [61] Dan itu adalah kekuatan seorang Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya, Beliau diakui sebagai pemimpin kelompok, mengaumkan auman singa dalam kelompok-kelompok, dan memutar Roda Brahmā.

11. (2) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami dengan benar akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan, di masa lalu, di masa depan, dan di masa sekarang, melalui kemungkinan dan penyebabnya. Itu juga adalah kekuatan seorang Tathāgata …  [62]

12. (3) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami dengan benar Jalan yang mengarah menuju segala tujuan. Itu juga adalah kekuatan seorang Tathāgata …  [63]

13. (4) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya dunia dengan banyak unsur yang berbeda-beda. Itu juga adalah kekuatan seorang Tathāgata …

14. (5) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami dengan benar bagaimana makhluk-makhluk memiliki kecenderungan yang berbeda-beda. Itu juga adalah kekuatan seorang Tathāgata …  [64]

15. (6) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami dengan benar kecenderungan dari indria makhluk-makhluk lain, orang-orang lain. Itu juga adalah kekuatan seorang Tathāgata …  [65]

16. (7) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami dengan benar kekotoran, pemurnian, dan keluarnya sehubungan dengan jhāna-jhāna, pembebasan-pembebasan, konsentrasi-konsentrasi, dan pencapaian-pencapaian. Itu juga adalah kekuatan seorang Tathāgata …  [66]

17. (8) “Kemudian, Sang Tathāgata mengingat banyak kehidupan lampaunya beserta aspek dan ciri-cirinya. Itu juga adalah kekuatan seorang Tathāgata …

18. (9) “Kemudian, Dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Sang Tathāgata melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan Beliau memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka. Itu juga adalah kekuatan seorang Tathāgata …

19. (10) “Kemudian, dengan menembusnya bagi diriNya sendiri dengan pengetahuan langsung, Sang Tathāgata di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam pembebasan pikiran, pembebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda dengan hancurnya noda-noda. Itu juga adalah kekuatan seorang Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya, Beliau diakui sebagai pemimpin kelompok, mengaumkan auman singa dalam kelompok-kelompok, dan memutar Roda Brahmā.

20. “Sang Tathāgata memiliki sepuluh kekuatan ini, yang dengan memilikinya, Beliau diakui sebagai pemimpin kelompok, mengaumkan auman singa dalam kelompok-kelompok, dan memutar Roda Brahmā …

22. “Sāriputta, Sang Tathāgata memiliki empat jenis keyakinan-diri ini,  [67] yang dengan memilikinya, Beliau diakui sebagai pemimpin kelompok, mengaumkan auman singa dalam kelompok-kelompok, dan memutar Roda Brahmā. Apakah empat ini?

23. “Di sini, Aku tidak melihat dasar yang dengannya petapa atau brahmana atau dewa atau Māra atau Brahmā atau siapapun juga di dunia ini mampu, sesuai dengan Dhamma, menuduhKu sebagai berikut: ‘Walaupun Engkau mengaku telah mencapai Pencerahan Sempurna, namun Engkau tidak tercerahkan sempurna sehubungan dengan hal-hal tertentu.’ Dan melihat tidak ada dasar untuk itu, Aku berdiam dengan aman, tanpa ketakutan, dan dengan keyakinan-diri.
 
24. “Aku tidak melihat dasar yang dengannya petapa … atau siapapun juga dapat menuduhKu sebagai berikut: ‘Walaupun Engkau mengaku sebagai seorang yang telah menghancurkan noda-noda, namun noda-noda ini belum Engkau hancurkan.’ Dan melihat tidak ada dasar untuk itu, Aku berdiam dengan aman, tanpa ketakutan, dan dengan keyakinan-diri.

25. “Aku tidak melihat dasar yang dengannya petapa … atau siapapun juga dapat menuduhKu sebagai berikut: ‘Hal-hal yang Engkau sebut sebagai rintangan tidak mampu menghalangi seseorang yang menikmatinya.’ Dan melihat tidak ada dasar untuk itu, Aku berdiam dengan aman, tanpa ketakutan, dan dengan keyakinan-diri.

26. “Aku tidak melihat dasar yang dengannya petapa … atau siapapun juga dapat menuduhKu sebagai berikut: ‘Ketika Engkau mengajarkan Dhamma kepada seseorang, Dhamma itu tidak menuntunnya pada kehancuran total penderitaan jika ia mempraktikkannya.’ Dan melihat tidak ada dasar untuk itu, Aku berdiam dengan aman, tanpa ketakutan, dan dengan keyakinan-diri.

27. “Seorang Tathāgata memiliki empat jenis keyakinan-diri ini, yang dengan memilikinya, Beliau diakui sebagai pemimpin kelompok, mengaumkan auman singa dalam kelompok-kelompok, dan memutar Roda Brahmā.”

(dari MN 12: Mahāsihanāda Sutta; I 70-72)

(5) Manifestasi Cahaya Agung

“Para bhikkhu, selama matahari dan rembulan belum muncul di dunia, maka selama itu tidak ada manifestasi cahaya dan sinar, tetapi kegelapan yang membutakan menyelimuti, kegelapan pekat; selama itu pula siang dan malam tidak diketahui, bulan dan dwi-mingguan tidak diketahui, musim dan tahun tidak diketahui. Tetapi, para bhikkhu, ketika matahari dan rembulan muncul di dunia, maka ada manifestasi cahaya dan sinar; maka tidak ada kegelapan yang membutakan, tidak ada kegelapan pekat; maka siang dan malam diketahui, bulan dan dwi-mingguan diketahui, musim dan tahun diketahui.

“Demikian pula, para bhikkhu, selama Sang Tathāgata belum muncul di dunia, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna, maka selama itu tidak ada manifestasi cahaya dan sinar, tetapi kegelapan yang membutakan menyelimuti, kegelapan pekat; selama itu pula tidak ada penjelasan, pengajaran, pernyataan, penegakan, pengungkapan, analisa, atau penguraian tentang Empat Kebenaran Mulia. Tetapi, para bhikkhu, ketika Sang Tathāgata muncul di dunia, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna, maka ada manifestasi cahaya dan sinar; maka tidak ada kegelapan yang membutakan, tidak ada kegelapan pekat; maka ada penjelasan, pengajaran, pernyataan, penegakan, pengungkapan, analisa, atau penguraian tentang Empat Kebenaran Mulia.”

(SN 56:38; V 442-43)

(6) Orang Yang Menginginkan Kebaikan Kita

25. “Misalkan, para bhikkhu, bahwa di dalam sebuah hutan terdapat rawa-rawa yang luas di dekat sekumpulan rusa yang menetap di sana. Kemudian seseorang datang menginginkan kehancuran, bahaya, dan belenggu bagi rusa-rusa itu, dan ia menutup jalan yang baik dan aman yang mengarah menuju kebahagiaan rusa-rusa itu, dan ia membuka jalan palsu, dan ia meletakkan umpan dan memasang benda-benda tiruan sehingga kumpulan rusa itu akan mengalami bencana, malapetaka, dan kehancuran. Tetapi seorang lainnya datang menginginkan kebaikan, kesejahteraan, dan perlindungan bagi rusa-rusa itu, dan ia membuka kembali jalan yang baik dan aman yang mengarah menuju kebahagiaan rusa-rusa itu, dan ia menutup jalan palsu, dan ia membuang umpan dan menghancurkan benda-benda tiruan, sehingga kumpulan rusa itu dapat berkembang, bertambah dan berlimpah.

26. “Para bhikkhu, Aku memberikan perumpamaan ini untuk menyampaikan maknanya. Maknanya adalah sebagai berikut: ‘Rawa-rawa yang luas’ adalah sebutan bagi kenikmatan indria. ‘Sekumpulan rusa’ adalah sebutan bagi makhluk-makhluk. ‘Seseorang yang datang menginginkan kehancuran, bahaya, dan belenggu’ adalah sebutan bagi Māra si Jahat. ‘Jalan Palsu’ adalah sebutan bagi jalan salah berunsur delapan, yaitu: pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, dan konsentrasi salah. ‘Umpan’ adalah sebutan bagi kenikmatan dan nafsu. ‘Benda-benda tiruan’ adalah sebutan bagi ketidak-tahuan. ‘Seorang lainnya yang datang menginginkan kebaikan, kesejahteraan, dan perlindungan’ adalah sebutan bagi Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. ‘Jalan yang baik dan aman yang mengarah menuju kebahagiaan rusa-rusa itu’ adalah sebutan bagi Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu: pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.

“Demikianlah, para bhikkhu, jalan yang baik dan aman yang mengarah menuju kebahagiaan telah dibuka kembali olehKu, jalan salah telah ditutup, umpan telah dibuang, benda-benda tiruan telah dihancurkan.”

(dari MN 19: Dvedhāvitakka Sutta; I 117-18)

(7) Singa

 “Para bhikkhu, di malam hari sang singa, raja binatang buas, keluar dari sarangnya. Kemudian ia meregangkan badannya, mengamati empat penjuru, dan mengaumkan auman singanya tiga kali. Kemudian ia pergi berburu.

“Ketika sang singa, raja binatang buas, mengaum, binatang apapun yang mendengarkan suara itu, sebagian besar dari mereka merasa ketakutan, merasakan desakan, dan teror. Mereka yang hidup di lubang-lubang memasuki lubang-lubangnya; mereka yang hidup di air memasuki air; mereka yang hidup di hutan memasuki hutan; dan burung-burung terbang ke angkasa. Bahkan gajah-gajah kerajaan, yang terikat oleh tali yang kuat di desa-desa dan kota-kota, memberontak dan mematahkan belenggu mereka; karena ketakutan mereka sampai mengeluarkan kotoran dan berlari kesana-kemari. Begitu berkuasanya, para bhikkhu, sang singa itu, sang raja binatang buas, di antara para binatang, begitu agung dan perkasa.

“Demikian pula, para bhikkhu, ketika Sang Tathāgata muncul di dunia ini, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku sejati, sempurna menempuh sang jalan, pengenal seluruh alam, penuntun makhluk yang layak dijinakkan yang tanpa bandingnya, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, Beliau mengajarkan Dhamma sebagai berikut: ‘Demikianlah bentuk, demikianlah asal-mulanya, demikianlah lenyapnya; demikianlah perasaan … demikianlah persepsi … demikianlah bentukan-bentukan kehendak … demikianlah kesadaran, demikianlah asal-mulanya, demikianlah lenyapnya.’

“Kemudian, para bhikkhu, ketika para deva itu yang berumur panjang, indah, memiliki kebahagiaan berlimpah, menetap dalam waktu yang lama di dalam istana-istana megah, mendengarkan Ajaran Dhamma Sang Tathāgata, sebagian besar  [68]mereka merasa ketakutan, merasakan desakan, dan teror, [dengan mengatakan]: ‘Sepertinya, Tuan, kita adalah tidak kekal, walaupun kita pikir diri kita adalah kekal; sepertinya, tuan, kita adalah tidak stabil, walaupun kita pikir diri kita adalah stabil; sepertinya, Tuan, kita tidak-abadi, walaupun kita pikir diri kita abadi. Sepertinya, Tuan, kita adalah tidak-kekal, tidak-stabil, tidak-abadi, termasuk di dalam identitas.’  [69] Begitu berkuasanya, para bhikkhu, Tathāgata itu dunia ini bersama dengan para devanya, begitu agung dan perkasa.”

(SN 22:78; III 84-85)

(8) Mengapa Beliau disebut Tathāgata?

“Dunia ini, para bhikkhu, telah disadari sepenuhnya oleh Sang Tathāgata; Sang Tathāgata terlepas dari dunia ini. Asal mulia dunia telah disadari sepenuhnya oleh Sang Tathāgata; Sang Tathāgata telah meninggalkan asal-mula dunia. Lenyapnya dunia telah disadari sepenuhnya oleh Sang Tathāgata; Sang Tathāgata telah menembus lenyapnya dunia. Jalan menuju lenyapnya dunia telah disadari sepenuhnya oleh Sang Tathāgata; Sang Tathāgata telah mengembangkan jalan menuju lenyapnya dunia.

“Di dunia ini, para bhikkhu, dengan para deva, Māra, dengan Brahmā, dalam populasi ini dengan para petapa dan brahmananya, dengan para deva dan manusia, apa pun di sana yang dilihat, didengar, dicerap, dikenali, dicapai, dicari, diperiksa oleh pikiran, semua itu telah disadari oleh Sang Tathāgata; oleh karena itu Beliau disebut Tathāgata.

“Sejak malam Beliau menyadari sepenuhnya, para bhikkhu, hingga malam Beliau mencapai Nibbāna akhir, dalam rentang waktu itu, apa pun yang Beliau bicarakan, katakan, dan jelaskan, semuanya adalah demikian, bukan sebaliknya; oleh karena itu Beliau disebut Tathāgata.

“Sebagaimana Beliau berkata, para bhikkhu, demikianlah Beliau melakukan; sebagaimana Beliau melakukan, demikianlah Beliau berkata, oleh karena itu Beliau disebut Tathāgata.

“Di dunia ini, para bhikkhu, dengan para deva, Māra, dengan Brahmā, dalam populasi ini dengan para petapa dan brahmananya, dengan para deva dan manusia, Sang Tathāgata adalah sang penakluk, yang tidak tertaklukkan, yang melihat segenap alam, yang berkuasa; oleh karena itu Beliau disebut Tathāgata.”

Setelah secara langsung mengetahui dunia,
Segalanya di dunia ini sebagaimana adanya,
Beliau terlepas dari segalanya di dunia,
Tidak terlibat dengan segalanya di dunia.

Sesungguhnya Beliau adalah sang bijaksana maha-penakluk,
Seorang yang terbebaskan dari segala simpul pengikat,
Yang telah mencapai kedamaian tertinggi,
Nibbāna, tanpa ketakutan dari penjuru mana pun.

Beliau adalah Sang Buddha, dengan noda-noda telah dihancurkan,
Tidak terganggu, dengan segala keragu-raguan terpotong,
Yang telah mencapai kehancuran semua kamma,
Terbebaskan dalam padamnya perolehan.

Beliau adalah Sang Bhagavā, Sang Buddha,
Beliau adalah singa, yang tidak tertandingi,
Di dunia ini bersama dengan para devanya,
Beliau memutar roda Brahmā.

Demikianlah para deva dan manusia itu
Yang berlindung pada Buddha,
Setelah berkumpul, mereka bersujud padaNya,
Yang Agung, yang terbebas dari ketidak-yakinan diri

“Jinak, Beliau adalah yang tertinggi di antara mereka yang jinak;
Dalam hal kedamaian, Beliau adalah sang bijaksana di antara mereka yang membawa kedamaian;
Terbebaskan, Beliau adalah pemimpin bagi mereka yang membebaskan;
Terlepas, Beliau adalah yang terbaik di antara mereka yang melepaskan.”

Demikianlah sesungguhnya mereka bersujud kepadaNya,
Yang Agung yang terbebas dari ketidak-yakinan diri.
Di dunia ini bersama dengan para devanya,
Tidak ada yang mampu menyaingi Engkau.

(AN 4:23; II 23-24 = It 112; 121-23)

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK (BAB X)
« Reply #92 on: 03 June 2012, 01:36:00 PM »
CATATAN BAB X



[1] Terminologi “jalan” dan “buah” adalah cara komentar untuk membedakan. Sutta-sutta sendiri tidak menggunakan skema empat “jalan” melainkan hanya menyebutkan satu jalan, Jalan Mulia Berunsur Delapan yang mengarah pada lenyapnya penderitaan. Ini disebut juga sebagai arahattamagga, jalan menuju Kearahattaan, tetapi dalam makna yang luas, sebagai jalan menuju tujuan tertinggi, bukan dalam makna sempit sebagai jalan yang mendahului buah Kearahattaan. Akan tetapi, sutta-sutta memang membedakan antara orang yang berlatih untuk mencapai buah tertentu (phalasacchikiriyāya paṭipanna) dan orang yang telah mencapai tingkat yang dihasilkan dari praktik ini (baca Teks X, 1(1)). Berdasarkan pada perbedaan ini, terminologi jalan dan buah dari komentar berguna sebagai cara yang ringkas untuk merujuk pada kedua tahapan ini dalam skema Nikāya.

    [2] Penjelasan saya atas melemahnya nafsu, kebencian, dan kekotoran dari yang-kembali-sekali adalah berdasarkan pada komentar. Terlepas dari formula standar, sutta-sutta sendiri menjelaskan sangat sedikit tentang yang-kembali-sekali.

    [3] Adalah penting untuk memperhatikan bahwa sutta-sutta menyiratkan bahwa dhammānusāri dan saddhānusāri tetap demikian selama suatu jangka waktu tertentu. Posisi sutta-sutta tampaknya bertentangan dengan ide komentar bahwa seorang pencapai-jalan hanya bertahan selama satu momen-pikiran. Dalam kasus yang belakangan, hal ini berarti bahwa dhammānusāri dan saddhānusāri hanya demikian selama satu momen-pikiran, dan hal ini tampaknya sulit untuk diselaraskan dengan pernyataan sutta dalam hal bahwa mereka menerima persembahan, bertempat tinggal di hutan, dan sebagainya.

    [4] Metode penjelasan komentar menetapkan bahwa meditator keluar dari pencapaian jhāna dan mempraktikkan perenungan pandangan terang  dengan pikiran yang telah dibuat tajam dan lentur oleh jhāna. Akan tetapi, sutta-sutta sendiri tidak mengatakan sesuatu tentang keluar dari jhāna. Jika seseorang hanya membaca sutta-sutta saja, tanpa komentar, maka tampaknya seolah-olah meditator memeriksa faktor-faktor itu di dalam jhāna itu sendiri.

    [5] Karena para Arahant telah mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan, maka adalah tidak mungkin menunjukkan di mana di dalam lingkaran mereka akan muncul; karena itu dikatakan bahwa mereka tidak memiliki lingkaran manifestasi di masa depan.

    [6] “Lima belenggu yang lebih rendah” (pañc’ orambhāgiyāni saṃyojanāni) adalah: pandangan identitas, keragu-raguan, cengkeraman pada ritual dan upacara, nafsu indria, dan permusuhan. Mereka yang terlahir kembali secara spontan (opapātika) mengalami kelahiran kembali tanpa bergantung pada ibu dan ayah.

    [7] “Tiga belenggu” adalah tiga pertama dari lima belenggu, seperti di atas. “Pasti dalam tujuan” (niyata) berarti bahwa pemasuk-arus pasti mencapai kebebasan dalam paling banyak tujuh kali kehidupan yang dilalui di alam manusia atau di alam surga. Pencerahan (sambodhi) adalah pengetahuan penuh dan lengkap pada Empat Kebenaran Ariya yang dicapai oleh Arahant.

    [8] Mengenai perbedaan kedua jenis ini, baca di bawah, Teks X, 1(5) §§20-21 dan Teks X, 2(2).

    [9] Ps mengatakan bahwa ini merujuk pada orang-orang yang menekuni praktik pandangan terang yang belum mencapai tahap pencapaian adi-duniawi yang manapun. Kata saddhāmattaṃ pemamattaṃ mungkin diterjemahkan sebagai “hanya keyakinan, hanya cinta kasih,” tetapi kualitas-kualitas ini tidak dapat menjamin kelahiran kembali di alam surga. Dengan demikian tampaknya perlu menambahkan akhiran –matta¬ untuk menyiratkan suatu tingkat yang mencukupi dari kualitas-kualitas itu, bukan hanya sekedar ada.

    [10] Sang Buddha di sini berbicara dengan pengembara Vacchagotta (baca Teks IX, 5(6)). Ps mengatakan bahwa Vacchagotta berpikir bahwa Sang Buddha adalah satu-satunya dalam komunitasNya yang telah mencapai tujuan akhir.
   
    [11] Pertanyaan ini dan satu dalam §11 merujuk pada yang-tidak-kembali. Perhatikan bahwa yang-tidak-kembali menjalani kehidupan selibat.

    [12] Pertanyaan ini dan satu dalam §12 merujuk pada pemasuk-arus dan yang-kembali-sekali. Karena mereka digambarkan sebagai menikmati kenikmatan indria, ini berarti bahwa mereka tidak harus menjalani kehidupan selibat.

    [13] Ubhatobhāgavimutta. Ps: Ia terbebaskan dalam kedua cara karena ia terbebaskan dari tubuh fisik melalui pencapaian tanpa materi dan dari tubuh batin melalui jalan Kearahattaan.

   Kebebasan ganda dari Arahant yang “terbebaskan dalam kedua cara” jangan disalah-pahami sebagai “kebebasan pikiran tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan” (anāsavā cetovimutti paññāvimutti), yang dimiliki oleh semua Arahant, tidak peduli apakah mereka mencapai pencapaian tanpa bentuk atau tidak.

    [14] Paññāvimutta. Ps mengatakan Ini termasuk mereka yang mencapai salah satu dari empat jhāna serta Arahant pandangan terang kering. Seorang Arahant pandangan terang kering tidak secara eksplisit disebutkan dalam Nikāya.

    [15] Kāyasakkhī. Jenis ini mencakup semua orang yang berada pada jalan Kearahattaan hingga para pemasuk arus yang mencapai pencapaian tanpa bentuk.
   
    [16] Diṭṭhipatta: Jenis ini mencakup semua orang dari kelompok yang sama yang tidak mencapai pencapaian tanpa bentuk dan mereka yang kualitas dominannya adalah kebijaksanaan.

    [17] Saddhāvimutta. Jenis ini mencakup semua orang dari kelompok yang sama yang kualitas dominannya adalah keyakinan.

    [18] Dhammānusāri. Jenis ini dan yang berikutnya, saddhānusāri, adalah individu-individu yang berlatih untuk mencapai buah memasuki-arus. Baca p.375 dan Teks X, 2(2).

    [19] Sammattaniyāma: Jalan Mulia Berunsur Delapan adi-duniawi.

    [20] Berlawanan dengan komentar, yang menganggap bahwa pencapai-jalan menembus buah segera setelah mencapai sang jalan, Nikāya-nikāya hanya mengatakan bahwa seorang yang mencapai tingkat pengikut-Dhamma atau pengikut-keyakinan (bersesuaian dengan gagasan komentar tentang pencapai-jalan) akan mencapai buah dalam kehidupan yang sama – tetapi tidak harus dalam momen pikiran berikutnya. Kedua pernyataan ini mungkin selaras jika kita melihat jalan pengikut-Dhamma dan pengikut-keyakinan sebagai berjangka waktu, tetapi mencapai puncaknya dalam suatu penembusan seketika yang segera diikuti oleh pencapaian buah.

    [21] Pernyataan ini menjelaskan bagaimana Pemasuk-arus berbeda dengan mereka yang sedang dalam perjalanan menuju tingkat Memasuki-arus. Penganut-keyakinan menerima ajaran atas dasar keyakinan (dengan tingkat pemahaman terbatas), Penganut-Dhamma menerimanya melalui penyelidikan (dengan tingkat pemahaman yang lebih tinggi); tetapi Pemasuk-arus telah mengetahui dan melihat ajaran secara langsung.

    [22] Penembusan pada Dhamma (dhammābhisamaya) dan perolehan penglihatan pada Dhamma (dhammacakkhupaṭilābha) adalah bersinonim yang menyiratkan pencapaian tingkat Memasuki-arus.

    [23] Aveccappasāda. Spk menjelaskan ini sebagai keyakinan yang tidak tergoyahkan yang diperoleh melalui apa yang telah dicapai, yaitu, memasuki-arus.

    [24] Neraka, alam binatang, dan alam hantu itu sendiri adalah alam sengsara, alam yang buruk, dan alam rendah.

    [25] Identitas (sakkāya) adalah susunan dari kelima kelompok unsur kehidupan yang kita identifikasi sebagai “diri” kita. Lenyapnya identitas ini adalah Nibbāna.

    [26] Upadhi. Dalam konteks ini, kata ini tampaknya berarti kepemilikan materi.

    [27] Dari sebelas atribut ini, “tidak kekal” dan “kehancuran” mengilustrasikan karakteristik ketidak-kekalan; “makhluk-asing,” “kehampaan,” dan “bukan-diri,” mengilustrasikan karakteristik bukan-diri; dan enam lainnya, mengilustrasikan karakteristik penderitaan.

    [28] Ps: Ia “mengalihkan pikirannya” dari kelima kelompok unsur kehidupan yang termasuk dalam jhāna, yang telah ia lihat sebagai ditandai dengan ketiga karakteristik. “Unsur keabadian” (amatā dhātu) adalah Nibbāna. Pertama “ia mengarahkan pikirannya pada Nibbāna” dengan kesadaran pandangan terang, setelah mendengarnya dipuji dan digambarkan sebagai “damai dan luhur,” dan seterusnya. Kemudian, dengan jalan adi-duniawi, “ia mengarahkan pikirannya pada Nibbāna” dengan menjadikannya sebagai objek dan menembusnya sebagai “damai dan luhur,” dan seterusnya.

    [29] Dhammarāgena dhammanandiyā. Tampaknya bahwa keinginan akan Dhamma dan kegembiraan dalam Dhamma ini melakukan dua hal secara bersamaan: (1) karena diarahkan pada Dhamma, maka kedua hal ini mendorong siswa menuju hancurnya kelima belenggu yang lebih rendah; (2) karena masih bersifat keinginan dan kegembiraan, maka kedua hal ini menghalangi pencapaian Kearahattaan.

    [30] Di sini, dalam pencapaian tanpa bentuk, sutta hanya menyebutkan empat kelompok unsur batin. Kelompok unsur bentuk tidak termasuk.

    [31] Ini adalah subjek-subjek meditasi yang menuntun pada kekecewaan dan kebosanan. Ketidak-menarikan jasmani terdapat pada Teks VIII, 8 §10; perenungan pada kejijikan makanan dijelaskan pada Vism 341-47 (Ppn 11:1-26); persepsi kematian, pada Vism 229-39 (Ppn 8:1-41); dan persepsi ketidak-memuaskannya keseluruhan dunia, dan perenungan ketidak-kekalan segala fenomena, pada AN 10:60; V 111.

    [32] Pada AN V 110, persepsi ditinggalkannya (pahānasaññā) dijelaskan sebagai pelenyap akan pikiran-pikiran kotor. Pada AN V 110-11, persepsi kebosanan (virāgasaññā) dan persepsi lenyapnya (virāgasaññā) keduanya dijelaskan sebagai perenungan ciri-ciri Nibbāna.

    [33] Spk menjelaskan antarāparinibbāyī (“seorang yang mencapai Nibbāna pada masa interval”) adalah seorang yang terlahir kembali di Alam Murni yang mencapai Kearahattaan pada masa paruh pertama kehidupannya. Jenis ini dikelompokkan lagi menjadi tiga, tergantung pada apakah Kearahattaan tercapai: (1) pada hari kelahirannya; (2) setelah seratus atau dua ratus kappa berlalu; atau (3) setelah empat ratus kappa berlalu. Upahaccaparinibbāyī (“seorang yang mencapai Nibbāna ketika mendarat”) dijelaskan sebagai seorang yang mencapai Kearahattaan setelah melewati paruh pertama kehidupannya. Pada Spk, asaṅkhāraparinibbāyī (“seorang yang mencapai Nibbāna tanpa berusaha”) dan sasaṅkhāraparinibbāyī (“seorang yang mencapai Nibbāna dengan berusaha”) kemudian menjadi dua cara yang mana kedua jenis pertama yang-tidak-kembali mencapai tujuannya, berturut-turut, dengan mudah dan tanpa usaha keras, dan dengan bersusah-payah dan usaha keras. Akan tetapi, penjelasan dua jenis pertama ini mangabaikan makna literal dari namanya dan meniadakan sifat berurutan dan saling terpisah dari kelima jenis yang dijelaskan di tempat lain dalam sutta-sutta.

   Jika kita memahami kata antarāparinibbāyī secara literal, yang sepertinya kita harus memahaminya, maka itu berarti seorang yang mencapai Nibbāna pada masa interval antara dua kehidupan, mungkin selagi dalam tubuh halus pada keadaan antara. Maka upahaccaparinibbāyī kemudian menjadi seorang yang mencapai Nibbāna, “ketika mendarat” atau “menyentuh tanah” pada kehidupan baru, yaitu, nyaris segera setelah terlahir kembali. Kedua istilah berikutnya merujuk pada dua jenis yang mencapai Kearahattaan pada kehidupan berikutnya, yang dibedakan dari besarnya usaha yang harus dikerahkan untuk mencapai tujuan. Yang terakhir, uddhaṃsota akaniṭṭhagāmī, adalah seorang yang terlahir kembali di Alam-alam Murni berturut-turut, menyelesaikan kehidupannya secara penuh pada tiap-tiap alam, dan akhirnya mencapai Kearahattaan di alam Akaniṭṭha, Alam Murni tertinggi. Interpretasi ini, walaupun bertentangan dengan komentar Pāli, tampaknya didukung oleh AN 7:52 (IV 70-74), yang mana perumpamaan kayu terbakar menyiratkan bahwa ketujuh jenis (termasuk tiga jenis antarāparinibbāyī) adalah saling terpisah dan telah dikelompokkan menurut katajaman indria mereka.

    [34] Dalam menyatakan bahwa ia tidak menganggap sebagai diri atau milik diri di antara kelima kelompok unsur kehidupan, Khemaka secara implisit menyatakan bahwa ia telah mencapai setidaknya tingkat memasuki-arus. Tetapi para bhikkhu lain tidak memahami bahwa semua individu mulia memiliki pemahaman ini dan menganggap bahwa hal ini adalah pencapaian khas Arahant. Demikianlah mereka menyalah-pahami pernyataan Khemaka sebagai sindiran bahwa ia telah mencapai Kearahattaan.

    [35] Walaupun seluruh tiga edisi SN yang saya pelajari (Be, Ce, dan Ee) dan kedua edisi Spk (Be dan Ce) menuliskan asmī ti adhigataṃ, saya mencurigai hal ini mungkin kesalahan lama yang bertahan hingga sekarang. Saya mengusulkan tulisan asmī ti avigataṃ. Paragraf ini menjelaskan suatu perbedaan penting antara siswa yang masih berlatih (sekha) dan Arahant. Walaupun sekha telah melenyapkan pandangan identitas dan tidak lagi mengidentifikasikan satu dari lima kelompok unsur kehidupan sebagai diri, namun ia masih belum melenyapkan ketidak-tahuan, yang mempertahankan sisa keangkuhan dan keinginan “aku” (anusahagato asmī ti māno asmī ti chando) sehubungan dengan lima kelompok unsur kehidupan. Sebaliknya, Arahant telah melenyapkan ketidak-tahuan, akar semua miskonsepsi, dan dengan demikian tidak lagi melayani gagasan “aku” dan “milikku.” Para bhikkhu lainnya jelas belum mencapai tingkat pencerahan apapun dan dengan demikian tidak memahami perbedaan ini, namun Yang Mulia Khemaka minimal adalah seorang Pemasuk-arus (beberapa komentator meyakini bahwa ia adalah seorang Yang-tidak-kembali) dan dengan demikian mengetahui bahwa lenyapnya pandangan identitas tidak sepenuhnya melenyapkan pikiran identitas personal. Bahkan bagi Yang-tidak-kembali, suatu “aroma subjektifitas” yang berdasarkan pada kelima kelompok unsur kehidupan masih tertinggal pada pengalamannya.

    [36] Spk: proses batin kaum duniawi adalah bagaikan kain kotor. Tiga perenungan (ketidak-kekalan, penderitaan, dan bukan-diri) adalah bagaikan tiga pembersih. Proses batin seorang Yang-tidak-kembali adalah bagaikan kain yang telah dicuci dengan tiga pembersih. Kekotoran yang harus dilenyapkan melalui jalan Kearahattaan adalah bagaikan aroma sisa dari pembersih. Pengetahuan jalan Kearahattaan adalah bagaikan peti beraroma harum, dan hancurnya seluruh kekotoran melalui sang jalan adalah bagaikan lenyapnya aroma sisa pembersih dari kain setelah disimpan dalam peti.

    [37] Yaitu, di luar pengajaran Sang Buddha.

    [38] Seperti yang saya pahami, “tujuannya … tujuan akhirnya” adalah Nibbāna. Di sini kita memiliki suatu perbedaan penting lainnya antara siswa yang masih berlatih dan Arahant: siswa yang masih berlatih melihat Nibbāna, tujuan dari kelima indria, yang padanya indria-indria ini memuncak, buahnya, dan tujuan akhirnya; akan tetapi, ia tidak dapat “menyentuhnya dengan jasmani,” tidak dapat memasuki pengalaman sepenuhnya terhadapnya. Sebaliknya, Arahant melihat tujuan akhir ini dan juga mengalami sepenuhnya di sini dan saat ini.

    [39] Ini adalah tiga puluh tujuh bodhipakkhiyā dhammā, secara literal “kondisi-kondisi yang berhubungan dengan pencerahan,” secara bebas: “bantuan-bantuan untuk mencapai pencerahan,” Tentang Empat Penegakan perhatian, baca Teks VII, 2 dan Teks VIII, 8 untuk penjelasannya dan SN bab 47. Empat jenis usaha benar adalah sama dengan usaha benar, untuk penjelasannya baca Teks VII, 2 dan SN bab 49. empat landasan kekuatan spiritual adalah: konsentrasi dari (1) keinginan, atau (2) kegigihan, atau (3) pikiran, atau (4) penyelidikan, dengan kekuatan kehendak berusaha; baca SN bab 51. lima indria terdapat pada Teks X, 1(2); baca SN bab 48 untuk penjelasannya. Lima kekuatan adalah sama dengan lima faktor indria, tetapi dengan kekuatan lebih besar. Tujuh faktor pencerahan terdapat pada Teks VIII, 9; baca SN bab 46. Jalan Mulia Berunsur Delapan terdapat pada Teks VII, 2; baca SN bab 45.

    [40] Ps mengidentifikasi ini sebagai keseimbangan jhāna ke empat. Menurut Ps, Pukkusāti telah mencapai jhāna ke empat dan memiliki kemelekatan kuat pada jhāna itu. Sang Buddha pertama-tama memuji keseimbangan ini untuk menginspirasi keyakinan Pukkusāti, kemudian setahap demi setahap Beliau menuntunnya menuju jhāna-jhāna tanpa materi dan pencapaian jalan dan buah adi-duniawi.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK (BAB X)
« Reply #93 on: 03 June 2012, 01:36:31 PM »
    [41] Maknanya adalah: Jika ia mencapai landasan ruang tanpa batas dan meninggal dunia selagi masih melekatinya, maka ia akan terlahir kembali di alam ruang tanpa batas dan akan hidup di sana selama umur kehidupan maksimum 20,000 kappa yang ditentukan di alam itu. Di tiga alam tanpa bentuk yang lebih tinggi, umur kehidupannya berturut-turut adalah 40,000 kappa, 60,000 kappa, dan 84,000 kappa.

    [42] Ps: ini dikatakan untuk menunjukkan bahaya dalam pencapaian-pencapaian tanpa bentuk. Dengan satu frasa, “ini adalah terkondisi,” Beliau menunjukkan: “Bahkan walaupun umur kehidupan di sana adalah 20,000 kappa, namun itu adalah terkondisi, dirancang, dibangun. Dengan demikian maka tidak kekal, tidak stabil, tidak bertahan lama, sementara. Tunduk pada kemusnahan, kehancuran, dan kelenyapan; ini melibatkan kelahiran, penuaan, dan kematian, dibangun di atas penderitaan. Ini bukanlah suatu naungan, suatu tempat aman, suatu perlindungan. Setelah meninggal dunia dari sana sebagai kaum duniawi, seseorang masih dapat terlahir kembali di empat alam sengsara.”

    [43] So n’eva abhisaṅkharoti nābhisañcetayati bhavāya vā vibhavāya. Kedua kata kerja ini menyiratkan gagasan kehendak sebagai kekuatan pembangun yang membangun dan memelihara kelangsungan kehidupan terkondisi. Lenyapnya kehendak akan penjelmaan atau tanpa-penjelmaan menunjukkan padamnya keinginan akan kehidupan abadi dan pemusnahan.

    [44] Ps mengatakan bahwa pada titik ini Pukkusāti menembus tiga jalan dan buah, menjadi yang-tidak-kembali. Ia menyadari bahwa gurunya adalah Sang Buddha sendiri, tetapi ia tidak dapat mengungkapkan hal ini karena Sang Buddha masih melanjutkan khotbahNya.

    [45] Paragraf ini menunjukkan kediaman Arahant dalam unsur Nibbāna dengan sisa (sa-upādisesa nibbānadhātu); baca Teks IX, 5(5). Walaupun ia tetap mengalami perasaan, namun ia bebas dari nafsu terhadap perasaan menyenangkan, dari penolakan terhadap perasaan menyakitkan, dan dari ketidak-tahuan terhadap perasaan netral.

    [46] Yaitu, ia terus mengalami perasaan hanya selama jasmani dan indria kehidupannya berlangsung, tetapi tidak melampaui itu.

    [47] Ini merujuk pada pencapaian unsur-Nibbāna tanpa sisa (anupādisesa nibbānadhātu) – lenyapnya segala kehidupan terkondisi melalui kematiannya. Baca Teks IX, 5(5).

    [48] Ini menyelesaikan pembabaran tentang landasan pertama, landasan kebijaksanaan (paññādhiṭṭhāna). Ps mengatakan bahwa pengetahuan hancurnya segala penderitaan adalah kebijaksanaan yang berperan pada buah Kearahattaan.

    [49] Ps menyebutkan empat jenis perolehan (upadhi) di sini: kelima kelompok unsur kehidupan; kekotoran-kekotoran, bentukan-bentukan kehendak, dan nafsu indria.

    [50] “Arus pasang penganggapan” (maññussavā), seperti yang ditunjukkan dalam paragraf berikut ini, adalah pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan yang berasal-mula dari ketiga akar penganggapan – ketagihan, keangkuhan, dan pandangan. Sang “bijaksana damai” (muni santo) adalah Arahant.

    [51] Pikiran-pikiran “aku akan ada” dan “aku akan tidak ada” menyiratkan pandangan eternalisme (kehidupan yang berlanjut setelah kematian) dan nihilisme (padamnya personal pada saat kematian). Alternatif-alternatif memiliki bentuk fisik dan tidak memiliki bentuk mewakili dua modus kehidupan dalam kehidupan berikut,  memiliki jasmani dan tanpa jasmani, triad memiliki persepsi, dan seterusnya, adalah tiga modus kehidupan dalam kehidupan berikut, yang dibedakan oleh hubungannya dengan persepsi kesadaran.

    [52] Apa yang tidak ada padanya adalah ketagihan akan penjelmaan, yang menuntun mereka yang belum melenyapkannya kembali kepada kelahiran kembali setelah kematian.

    [53] Satta saddhammā. Keyakinan, rasa malu, takut pada perbuatan-salah, pembelajaran, semangat, perhatian, dan kebijaksanaan; baca MN 53.11-17.

    [54] Latihan dalam disiplin moral yang lebih tinggi, pikiran yang lebih tinggi, dan kebijaksanaan yang lebih tinggi.

    [55] Sepuluh faktor adalah delapan faktor Jalan Mulia Berunsur Delapan, ditambah dengan pengetahuan benar dan kebebasan benar. Baca, misalnya, MN 65.34 dan MN 78.14.

    [56] Tiga pembedaan: “aku lebih baik,” “aku setara,” “aku lebih buruk.”

    [57] Kemungkinan bahwa bhikkhu paññāvimutto di sini harus dipahami sebagai siswa Arahant manapun, bukan secara khusus sebagai paññāvimutta yang berlawanan dengan Arahant ubhatobhāgavimutta.

    [58] Sutta ini termasuk dalam Mahāparinibbāna Sutta (DN II 81-83), tetapi tanpa paragraf terakhir. Versi penjelasan yang lebih lengkap membentuk DN 28.

    [59] Spk mengidentifikasi “kualitas-kualitas demikian” (evaṃdhammā) sebagai “kualitas-kualitas yang berperan pada konsentrasi” (samādhipakkhā dhammā).

    [60] Sepuluh kekuatan Sang Tathāgata adalah kekuatan-kekuatan pengetahuan. Pengetahuan-pengetahuan ini dianalisa secara terperinci pada Vibh §§808-31. “Roda Brahmā” adalah roda Dhamma.

    [61] Untuk penjelasan terperinci, baca MN 115.12-19.

    [62] Ps menjelaskan kemungkinan (ṭhāna) sebagai alam, situasi, waktu, dan usaha, faktor-faktor yang dapat menghalangi atau mendorong akibatnya; penyebabnya (hetu) adalah kamma itu sendiri. Pengetahuan Sang Buddha ini diilustrasikan oleh Teks V, 1(1)-(3).

     [63] Hal ini menyiratkan pengetahuan Sang Buddha akan jenis-jenis perilaku yang mengarah menuju semua tujuan masa depan di dalam lingkaran kehidupan serta kebebasan akhir. Baca MN 12.35-42.

    [64] Vbh §813 menjelaskan bahwa Sang Tathāgata memahami makhluk-makhluk berkecenderungan rendah dan berkecenderungan mulia, dan bahwa mereka condong untuk bergaul dengan mereka yang memiliki kecenderungan sama.

    [65] Vbh §814-27 memberikan analisa terperinci. Ps menyebutkan maknanya secara lebih ringkas bahwa Beliau mengetahui kecenderungan hina dan mulia dari kelima indria makhluk-makhluk.

    [66] Vbh §828: Kekotoran (saṅkilesa) adalah suatu kondisi yang menyebabkan kemunduran, “pemurnian” (vodāna) adalah suatu kondisi yang menyebabkan kemajuan, “kemunculan” (vuṭṭhāna) adalah pemurnian dan keluar-dari pencapaian. Delapan kebebasan (vimokkhā) diuraikan dalam DN 15.35, DN 16.3.33, MN 77.22 dan MN 137.26, dan sebagainya; sembilan pencapaian (samāpatti) adalah empat jhāna, empat pencapaian tanpa bentuk, dan lenyapnya persepsi dan perasaan.

    [67] Vesārajja. Ps mengatakan hal ini adalah nama bagi pengetahuan yang menggembirakan yang muncul dalam diriNya ketika Beliau merenungkan ketiadaan ketakutan dalam empat hal.

    [68] Spk mengatakan kualifikasi ini untuk mengecualikan para deva yang adalah para mulia.

    [69] Spk: Termasuk di dalam identitas (sakkāyapariyāpannā): termasuk dalam kelima kelompok unsur kehidupan. Ketika Sang Buddha mengajarkan kepada mereka Dhamma yang dibubuhi dengan tiga karakteristik, memperlihatkan cacat-cacat dalam lingkaran kehidupan, ketakutan akan pengetahuan merasuki mereka.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK
« Reply #94 on: 03 June 2012, 01:38:12 PM »
S E L E S A I

Offline senbudha

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 209
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK
« Reply #95 on: 03 June 2012, 01:47:06 PM »
At indra, TERIMA KASIH ATAS PENULISANMU.

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK
« Reply #96 on: 03 June 2012, 02:41:12 PM »
kapan dicetaknya om??  ;D
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline Hendra Susanto

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.197
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • haa...
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK
« Reply #97 on: 03 June 2012, 05:51:00 PM »
Uda release versi soft copynya yak... Ketinggalan kereta....

Offline sanjiva

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.091
  • Reputasi: 101
  • Gender: Male
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK
« Reply #98 on: 02 September 2012, 12:43:27 PM »
Penulisan terjemahan yang benar itu 'Arahant' atau 'Arahat' sih ?   ::)
«   Ignorance is bliss, but the truth will set you free   »

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK
« Reply #99 on: 02 September 2012, 01:32:36 PM »
Penulisan terjemahan yang benar itu 'Arahant' atau 'Arahat' sih ?   ::)
Arahant
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK
« Reply #100 on: 26 September 2012, 10:02:02 PM »
Edisi Final dari buku ini sudah tersedia di perpustakaan DC, GRATIS

silakan download di BUKAN TIPITAKA TEMATIK

Offline sanjiva

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.091
  • Reputasi: 101
  • Gender: Male
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK
« Reply #101 on: 27 September 2012, 06:54:34 AM »
Arahant

Mengacu kepada KBBI IV kah?  ::)

Kalau dari Pali (seperti kasus kata : deva) AFAIK adanya arahat, ga ada arahan:-?
«   Ignorance is bliss, but the truth will set you free   »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK
« Reply #102 on: 27 September 2012, 08:33:29 AM »
Mengacu kepada KBBI IV kah?  ::)

Kalau dari Pali (seperti kasus kata : deva) AFAIK adanya arahat, ga ada arahan:-?

terbalik, jutsru kata "Arahat" tidak ada dalam Pali

Arhat (Sanskrit: अर्हत arhat; Pali: arahant), in Buddhism, signifies a spiritual practitioner who has realized certain high stages of attainment. The implications of the term vary based on the respective schools and traditions.
http://en.wikipedia.org/wiki/Arhat_(Buddhism)

Arahant
Arahant (adj.-- n.) [Vedic arhant, ppr. of arhati (see arahati), meaning deserving, worthy]. Before Buddhism used as honorific title of high officials like the English ʻ His Worship ʼ; at the rise of Buddhism applied popularly to all ascetics (Dial.
http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/search3advanced?dbname=pali&query=arahant&matchtype=exact&display=utf8

Offline sanjiva

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.091
  • Reputasi: 101
  • Gender: Male
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK
« Reply #103 on: 27 September 2012, 11:16:06 PM »
terbalik, jutsru kata "Arahat" tidak ada dalam Pali

Arhat (Sanskrit: अर्हत arhat; Pali: arahant), in Buddhism, signifies a spiritual practitioner who has realized certain high stages of attainment. The implications of the term vary based on the respective schools and traditions.
http://en.wikipedia.org/wiki/Arhat_(Buddhism)

Arahant
Arahant (adj.-- n.) [Vedic arhant, ppr. of arhati (see arahati), meaning deserving, worthy]. Before Buddhism used as honorific title of high officials like the English ʻ His Worship ʼ; at the rise of Buddhism applied popularly to all ascetics (Dial.
http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/search3advanced?dbname=pali&query=arahant&matchtype=exact&display=utf8

Iya di wiki koq malah pakai kata arahant yg semula gw kira itu justru bahasa inggrisnya arahat adalah arahant.  :-?

Lantas bagaimana dengan kalimat yang sangat terkenal di Theravada seperti ini :
"Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa"

Kalau menurut wiki apakah jadi :
"Namo Tassa Bhagavato ArahaNto Sammasambuddhassa" ? ???

Apakah ada tercantum kata arahant ini di naskah pali yang bukan wiki?

Juga di buku paritta STI hal.78, Namokaratthaka Gatha :
"Namo arahato samma-Sambuddhassa mahesino..."

« Last Edit: 27 September 2012, 11:17:56 PM by sanjiva »
«   Ignorance is bliss, but the truth will set you free   »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: BUKAN TIPITAKA TEMATIK
« Reply #104 on: 28 September 2012, 12:02:34 AM »
Iya di wiki koq malah pakai kata arahant yg semula gw kira itu justru bahasa inggrisnya arahat adalah arahant.  :-?

Lantas bagaimana dengan kalimat yang sangat terkenal di Theravada seperti ini :
"Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa"

Kalau menurut wiki apakah jadi :
"Namo Tassa Bhagavato ArahaNto Sammasambuddhassa" ? ???

Apakah ada tercantum kata arahant ini di naskah pali yang bukan wiki?

Juga di buku paritta STI hal.78, Namokaratthaka Gatha :
"Namo arahato samma-Sambuddhassa mahesino..."



Arahato memang ada, Arahatta juga ada, juga Araham, Tapi ini adalah jenis kata, apakah kata benda, kata sifat, kata kerja, dsb. Tapi Kata yg digunakan untuk merujuk pada orangnya adalah Arahant. mengenai hal ini sepertinya harus mempelajari tata bahasa Pali, saya cuma ikut apa kata ahlinya aja.

 

anything