ORANG TERAKHIR YANG DITAHBISKAN
23. Ketika itu seorang petapa pengembara bernama Subhadda sedang berdiam di Kusinara. Subhadda, petapa yang pengembara itu mendengar kabar : "Hari ini, pada jam ketiga pada malam ini, Parinibbana Sang Gautama akan terjadi." Karena itu timbullah pikirannya: "Aku pernah mendengar dari para petapa yang tua-tua dan mulia, dari para guru, bahwa munculnya para Tathagata Arahat Samma Sambuddha, adalah kejadian yang jarang sekali di dunia. Pada hari ini, pada jam-jam terakhir malam ini juga Parinibbana Sang Gautama akan terjadi. Kini pada diriku ada suatu keragu-raguan dan dalam hal ini aku mempunyai kepercayaan pada petapa Gautama itu, ia akan dapat mengajarkan Dhamma kepadaku untuk menghilangkan keraguan-raguanku."
24. Kemudian petapa pengembara Subhadda menuju ke Hutan Sala, taman hiburan milik Suku Malla itu, dan menemui Ananda, lalu menceritakan maksudnya kepada Ananda. Ia berkata kepada Ananda: "Kawan Ananda, alangkah baiknya bagi saya diperbolehkan menghadap petapa Gautama." Tetapi Ananda menjawab; "Cukuplah kawan Subhadda, janganlah mengganggu Sang Tathagata. Sang Bhagava sedang payah."
Meskipun begitu sampai pada permintaan ketiga kalinya petapa pengembara itu mengulangi lagi permohonannya, untuk kedua dan ketiga kalinya Ananda tetap menolaknya.
25. Sang Bhagava mendengar percakapan antara kedua orang itu, lalu Beliau memanggil Ananda dan berkata: "Ananda, jangan menolak Subhadda. Perbolehkanlah ia menghadap Sang Tathagata, karena apa saja yang akan ditanyakan kepadaku hal itu demi kepentingan pengetahuan dan bukan sebagai suatu pelanggaran. Jawaban yang akan aku berikan kepadanya, ia siap untuk memahaminya."
Oleh karena itu Ananda berkata kepada petapa pengembara Subhadda: "Silahkanlah, kawan Subhadda, Sang Bhagava memperbolehkan saudara menghadap."
26. Kemudian petapa pengembara Subhadda itu, mendekati Sang Bhagava dan menghormat dengan sopan santun dan setelah itu, petapa pengembara Subhadda, duduk di salah satu sisi lalu berkata kepada Sang Bhagava: "Yang Mulia Gautama, ada para petapa dan brahmana yang memimpin sejumlah besar siswa yang mempunyai banyak pengiring, yang memimpin perguruan-perguruan yang terkenal dan termasyur dan mendapat penghormatan yang tinggi oleh khalayak ramai,guru-guru demikian itu adalah seperti: Purana Kassapa, Makkhali Gosala, Ajita Kesakambali, Pakudha Kaccayana, Sanjaya Belatthiputta, Nigantha-Nataputta. Apakah mereka itu semuanya telah mencapai kebebasan, seperti yang dikatakan oleh orang-orang itu, atau apakah tak seorang dari mereka yang mencapai kebebasan atau apakah hanya beberapa saja telah mencapai, dan yang lainnya tidak?"
"Cukuplah Subhadda. Biarkanlah apa yang dikatakan mereka, apakah semua dari mereka itu telah mencapai pembebasan, seperti yang disiarkan orang-orang itu, atau tidak ada seorangpun dari mereka itu yang mencapai kebebasan, atau hanya beberapa saja dari mereka itu yang mencapai kebebasan yang lain tidak. Hal itu tidak perlu dirundingkan. Kini, aku akan mengajarkan kebenaran kepadamu, Subhadda, dengar dan perhatikanlah benar-benar, aku akan berbicara."
"Baiklah, bhante," jawab Subhadda. Kemudian Sang Bhagava berkata:
RAUNGAN SANG SINGA
27. "Subhadda, dalam dhamma dan vinaya mana pun, jika tidak terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan, maka di sana pun tidak akan terdapat seorang petapa sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat. Tetapi dalam dhamma dan vinaya yang mana pun, jika terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan, maka di sana pun akan terdapat petapa yang sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat. Kini, dalam dhamma dan vinaya yang kami ajarkan terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan itu, maka dengan sendirinya juga terdapat petapa-petapa sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat.
Ajaran guru-guru lainnya yang tidak memiliki Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah kosong dan bukan petapa yang sejati. Subhadda, jika para bhikkhu ini hidup dengan baik menurut dhamma dan vinaya, maka dunia ini tidak akan kekosongan Arahat.
Subhadda, sejak kami berumur duapuluh sembilan tahun, kami telah meninggalkan kehidupan duniawi untuk mencari kebaikan. Subhadda, kini telah lewat limapuluh satu tahun, dan sepanjang waktu itu, kami telah berkelana dalam suasana kebajikan dan kebenaran, waktu itu di luar tidak ada manusia suci. Juga tidak dari tingkat kedua, ketiga ataupun tingkat kesucian keempat. Ajaran guru-guru lainnya yang tidak memiliki Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah kosong dan bukan petapa yang sejati. Subhadda, jika para bhikkhu ini hidup dengan baik menurut dhamma dan vinaya, maka dunia ini tidak akan kekosongan Arahat."
28. Ketika hal ini telah dikatakan oleh Sang Bhagava lalu petapa pengembara Subhadda, berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, luar biasa, sangat tepat dan sungguh luar biasa. Hal ini adalah ibarat orang yang menegakkan kembali sesuatu yang telah tumbang, atau memperlihatkan sesuatu yang telah tersembunyi, atau menunjukkan jalan kepada seseorang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan, sehingga mereka yang mempunyai mata dapat melihat, di samping itu bahkan Sang Bhagava telah mengutarakan Dhammanya dalam berbagai cara. Maka dengan ini, saya mencari perlindungan pada Sang Bhagava, Dhamma dan Sangha. Semoga kiranya saya dapat diperkenankan oleh Sang Bhagava untuk memasuki Sangha, dan juga diperkenankan menerima penabisan kebhikkhuan."
"Subhadda, siapa saja yang dahulunya telah menjadi pengikut suatu ajaran yang lain, kalau ingin masuk dan ditabiskan menjadi bhikkhu, di dalam dhamma vinaya yang kuajarkan ini, haruslah ia menempuh masa percobaan lebih dahulu selama empat bulan. Kemudian pada akhir bulan yang keempat itu, para mahatera akan berkenan menerimanya lalu ditabiskan menjadi seorang bhikkhu. Tetapi dalam hal ini aku sendiri dapat melihat perbedaan-perbedaan kesanggupan pribadi dari tiap-tiap orang."
29. "Bhante, kalau demikian, orang yang dahulunya telah menjadi pengikut suatu ajaran lain, kalau ingin masuk dan ditabiskan menjadi bhikkhu di dalam dhamma vinaya yang diajarkan oleh bhante ini, harus menempuh masa percobaan lebih dahulu selama empat bulan. Kemudian pada akhir bulan yang keempat itu, maka para mahathera berkenan akan menerimanya lalu ditabiskan menjadi seorang bhikkhu. Saya juga akan sanggup, menempuh masa percobaan yang empat bulan. Pada akhir bulan yang keempat itu, terserahlah pada kebijaksanaan para mahathera itu, berkenan menerima saya dan menabiskan menjadi seorang bhikkhu." Tetapi ketika itu, Sang Bhagava memanggil Ananda, dan berkata kepadanya: "Ananda, kalau demikian izinkanlah Subhadda ini memasuki persaudaraan sebagai anggota Sangha." Ananda menjawab: "Baiklah, Bhante."
30. Lalu petapa pengembara Subhadda itu berkata kepada Ananda: "Suatu keuntungan bagi Anda, sesungguhnya suatu berkah, bahwa di hadapan Sang Guru sendiri Anda telah diperkenankan menerima penabisan saya sebagai seorang siswa."
Demikianlah telah terjadi, bahwa pertapa pengembara Subhadda telah diterima dan ditabiskan menjadi bhikkhu, di hadapan Sang Bhagava sendiri. Ia pun tekun, rajin dan sungguh-sungguh. Maka ia mencapai tujuan, sebagai orang yang dihormati, yang hidup berkelana, meninggalkan keduniawian, menuju kehidupan yang suci, dan setelah capai kebijaksanaan yang tinggi, ia hidup di dalam kesucian. Hancurlah belengu-belengu kelahiran, kehidupan suci telah tercapai, tak ada lagi sesuatu yang harus dikerjakan, dan dalam kehidupan ini tak ada lagi sesuatu yang tertinggal." Demikianlah ia telah menyadarinya.
Bhikkhu Subhadda menjadi salah seorang di antara para Arahat dan ia adalah siswa terakhir yang diterima Sang Bhagava.
BAB VI
NASEHAT-NASEHAT TERAKHIR DARI SANG BHAGAVA
1. Kini Sang Bhagava berkata kepada Ananda : "Ananda, ada kemungkinan bahwa beberapa di antara bhikkhu ini akan ada yang berpikir : 'Berakhirlah kata-kata Sang Guru, kita tak mempunyai seorang guru lagi' tetapi janganlah sampai terjadi anggapan demikian, karena apa yang telah Aku nyatakan dan ajarkan yaitu Dhamma itulah yang akan menjadi gurumu, apabila Aku sudah wafat."
2. Ananda, sebagaimana pada saat ini para bhikkhu saling menegur satu dengan yang lainnya sebagai "Avuso", namun janganlah demikian apabila Aku telah tidak ada.
Para bhikkhu yang lebih tua, bolehlah menegur kepada yang lebih muda dengan menyebut namanya, atau nama keluarganya, atau dengan sebutan avuso, sedangkan bhikkhu yang lebih muda seharusnya berkata kepada yang lebih tua dengan sebutan "Bhante".
3. "Ananda, apabila dikehendaki Sangha dapat menghapus peraturan-peraturan kecil (Khuddaka sikkhapada) setelah Aku meninggal."
4. "Ananda, untuk bhikkhu Channa, setelah Aku meninggal, kenakanlah hukuman brahma (brahma danda) kepadanya." "Bhante, tetapi apakah yang dimaksud dengan brahma danda itu?"
"Ananda, bhikkhu Channa dapat berkata apa saja yang diinginkannya, tetapi para bhikkhu tidak perlu bercakap-cakap dengan dia, tidak perlu menegur atau pun memperingatkannya."
5. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu demikian : "Para bhikkhu, ada kemungkinan bahwa salah seorang di antara kalian merasa ragu atau bimbang terhadap Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, jalannya atau pelaksanaannya. Maka itu tanyakanlah sekarang, para bhikkhu. Janganlah sampai ada yang menyesal nanti di kemudian hari, dengan pikiran: "Tatkala Sang Guru berada di tengah-tengah kami, berhadap-hadapan dengan kami, tetapi kami tidak bertanya apa-apa kepada Beliau." Walaupun hal ini telah dikatakan, tetapi para bhikkhu itu tetap diam saja.
Kemudian diulangi lagi untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya Sang Bhagava berkata kepada mereka : "Ada kemungkinan, para bhikkhu, bahwa salah seorang di antara kalian merasa ragu-ragu atau bimbang terhadap Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, jalannya atau pelaksanaannya. Maka itu tanyakanlah sekarang, para bhikkhu. Janganlah sampai ada yang menyesal nanti di kemudian hari, dengan pikiran : "Takkala Sang Guru masih ada di tengah-tengah kami, berhadap-hadapan dengan kami, tetapi kami tidak bertanya apa-apa kepada Beliau."
"Untuk kedua dan ketiga kalinya para bhikkhu, karena kalian merasa hormat atau segan kepada Sang Guru, maka kalian tidak mau mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Kalau begitu, baiklah kalian berunding bersama teman-teman lebih dulu, tentang apa yang akan ditanyakan dan kemudian salah satu di antaranya menjadi wakil untuk menanyakan pertanyaan itu kepadaKu."
Tetapi para bhikkhu itu masih tetap diam saja.
6. Akhirnya Ananda berkata kepada Sang Bhagava demikian "Bhante, sungguh mengherankan, sangat luar biasa. Kami mempunyai keyakinan yang besar terhadap persaudaraan para bhikkhu ini, bahwa tak seorang bhikkhu pun yang merasa ragu-ragu atau bimbang terhadap Sang Buddha, Dhamma, Sangha, jalannya atau pun pelaksanaannya."
"Karena keyakinanlah Ananda, kamu berbicara begitu. Dalam hal ini Sang Tathagata mengetahui dengan pasti bahwa di antara persaudaraan para bhikkhu ini tiada seorang bhikkhu pun yang merasa ragu-ragu dan bimbang terhadap Sang Buddha, Dhamma dan Sangha mengenai jalannya atau pelaksanaannya.
Ananda, karena di antara lima ratus bhikkhu ini, yang terendah pun adalah sotapanna, yang tak mungkin terlahir kembali di alam penderitaan, yang pasti akan mencapai penerangan sempurna (bodhi) di kemudian hari."
7. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu : "Para bhikkhu, perhatikanlah nasehat ini : 'Segala sesuatu adalah tidak kekal. Berusahalah dengan sungguh-sungguh.' (Vaya dhamma sankhara, appamadena sampadetha)."
Inilah kata-kata terakhir Sang Tathagata.
PARINIBBANA SANG BHAGAVA
8. Mula-mula Sang Bhagava memasuki Jhana pertama.
Bangkit dari Jhana pertama, beliau memasuki Jhana kedua. Bangkit dari Jhana kedua beliau memasuki Jhana ketiga. Bangkit dari Jhana ketiga, beliau memasuki Jhana keempat. Bangkit dari Jhana keempat, beliau memasuki keadaan Ruang Tak Terbatas. Bangkit dari keadaan Ruang Tak Terbatas, beliau memasuki keadaan Kesadaran Tak Terbatas. Bangkit dari keadaan Kesadaran Tak Terbatas, beliau memasuki keadaan Kekosongan. Bangkit dari keadaan kekosongan, beliau memasuki keadaan Bukan Pencerapan maupun Tidak Bukan Pencerapan. Bangkit dari Keadaan Bukan Pencerapan maupun Tidak Bukan Pencerapan, beliau memasuki Keadaan Penghentian dari Pencerapan dan Perasaan.
Kemudian Ananda berkata demikian : "Anuruddha kiranya Sang Bhagava telah mangkat."
"Tidak, saudara Ananda, Sang Bhagava belum mangkat, Beliau memasuki keadaan Penghentian dari Pencerapan dan Perasaan."
9. Kemudian Sang Bhagava, bangkit dari keadaan Penghentian dari Pencerapan dan Perasaan, lalu kembali lagi memasuki keadaan Bukan Pencerapan maupun Tidak Bukan Pencernaan. Bangkit dari keadaan Bukan Pencerapan maupun Tidak Bukan Pencerapan, beliau memasuki keadaan Kekosongan, beliau memasuki keadaan Kesedaran Tak Terbatas. Bangkit dari Keadaan Kesadaran Tak Terbatas, beliau memasuki keadaan Ruang Tak Terbatas. Bangkit dari keadaan Ruang Tak Terbatas, beliau memasuki Jhana keempat. Bangkit dari Jhana keempat, beliau memasuki Jhana ketiga. Bangkit dari Jhana ketiga, beliau memasuki Jhana kedua. Bangkit dari Jhana kedua, beliau memasuki Jhana pertama.
Bangkit dari Jhana pertama, beliau memasuki Jhana kedua. Bangkit dari Jhana kedua, beliau memasuki Jhana ketiga. Bangkit dari Jhana ketiga, beliau memasuki Jhana keempat. Dan bangkit dari Jhana keempat, lalu mangkatlah, Sang Bhagava - Parinibbana.
Demikianlah ketika Sang Bhagava telah Parinibbana, tepat bersamaan dengan saat parinibbanaNya, maka terjadilah gempa bumi yang sangat dahsyat, menakutkan, mengerikan, dan mengejutkan disertai halilintar sambar-menyambar di angkasa.
Ketika Sang Bhagava parinibbana, pada saat parinibbana itu, dewa Brahma Sahampati mengucapkan syair ini:
Mereka semua, semua makhluk hidup akan melepaskan bentuk kehidupan mereka kelompok batin dan jasmani.
Walaupun Ia seorang Guru Jagad seperti Beliau, yang tiada taranya, yang perkasa Tathagata Sambuddha Parinibbana juga.
Ketika Sang Bhagava parinibbana, pada saat parinibbana itu, dewa Sakka, raja para dewa, mengucapkan syair ini:
"Segala yang berbentuk tidak kekal adanya, bersifat timbul dan tenggelam,
Setelah timbul akan hancur dan lenyap,
Bahagia timbul setelah gelisah lenyap."
Ketika Sang Bhagava parinibbana, pada saat parinibbana itu, bhikkhu Anuruddha mengucapkan syair ini:
Tanpa menggerakkan napas, namun dengan keteguhan batin, bebas dari keinginan dan segala ikatan, demikianlah Sang Bijaksana mengakhiri hidupnya.
Walaupun menghadapi saat maut, Beliau tak gentar, batinnya tetap tenang.
Bagaikan padamnya nyala lampu'
Beliau mencapai kebebasan.
Ketika Sang Bhagava parinibbana, pada saat parinibbana itu, Ananda mengucapkan syair ini:
"Maka terjadilah kegemparan sehingga bulu roma berdiri, ketika Sang Buddha parinibbana."
Demikianlah, ketika Sang Bhagava meninggal, beberapa bhikkhu yang belum melenyapkan kesenangan napsu dengan mengangkat tangan mereka menangis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke mari. Mereka meratap sambil berkata: "Terlalu cepat Sang Tathagata parinibbana, terlalu cepat Sang Guru jagad parinibbana dan lenyap dari pandangan."
Tetapi para bhikkhu yang telah bebas dari hawa nafsu dengan penuh kesadaran dan pengertian yang benar, merenung dalam batin: "Segala sesuatu adalah tidak kekal, bersifat sementara. Bagaimanakah yang akan terjadi, jika tidak terjadi demikian?"
11. Kemudian bhikkhu Anurudha berkata kepada para bhikkhu: "Cukuplah para avuso! Janganlah berduka cita, janganlah meratap! Karena bukankah Sang Bhagava dahulu telah menyatakan bahwa segala sesuatu yang disayangi dan yang dicintai itu tidaklah kekal, pastilah ada perobahan, pergeseran serta perpisahan ? Apa yang timbul dalam perwujudan, kelahiran sebagai makhluk dalam bentuk yang berpaduan itu, pasti akan mengalami kelapukan; maka hal ini tidak lenyap. Para dewa juga sangat berduka cita."
"Tetapi, para dewa manakah yang disadarkan oleh bhante?" tanya Ananda.
"Ananda, para dewa angkasa dan bumi yang masih cenderung pada kesenangan nafsu, dengan rambut kusut sambil mengangkat tangan, mereka menangis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke mari. Mereka meratap sambil berkata : "Terlalu cepat Sang Tathagata parinibbana, terlalu cepat Sang Guru Jagad parinibbana dan akan lenyap dari pandangan."
"Tetapi para dewa yang telah bebas dari hawa nafsu, dengan penuh kesadaran dan pengertian yang benar, merenung: "Segala sesuatu adalah tidak kekal bersifat sementara. Bagaimanakah yang akan terjadi jika tidak demikian?"
12. Kini Anurudha dan Ananda selama satu malam suntuk memperbincangkan Dhamma. Kemudian Anurudha berkata kepada Ananda : "Ananda, sekarang pergilah ke Kusinara, umumkanlah kepada suku Malla : "Vasetha, ketahuilah bahwa Sang Bhagava telah mangkat. Sekarang terserahlah kepada saudara-saudara sekalian." "Baiklah bhante."
Lalu Ananda dengan seorang kawannya mempersiapkan diri sebelum tengah hari dan sambil membawa patta serta jubahnya menuju ke Kusinara.
Pada saat itu suku Malla dari Kusinara sedang berkumpul dalam ruang persidangan untuk merundingkan soal itu juga. Takala Ananda menemui mereka, lalu mengumumkan : "Vasetha, ketahuilah bahwa Sang Bhagava telah mangkat. Sekarang terserahlah kepada saudara-saudara sekalian."
Demikianlah, ketika mereka mendengar kata-kata Ananda, suku Malla dengan semua anak, istri, menantu mereka menjadi sedih, berduka cita dan sangat susah kelihatannya, ada di antara mereka dengan rambut yang kusut serta mengangkat tangan mereka menangis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke mari. Mereka meratap sambil berkata : "Terlalu cepat Sang Tathagata parinibbana, terlalu cepat Sang Sugata parinibbana, terlalu cepat Sang Guru Jagad parinibbana dan lenyap dari pandangan."
bersambung....