//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda  (Read 66884 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline dipasena

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.612
  • Reputasi: 99
  • Gender: Male
  • Sudah Meninggal
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #90 on: 18 January 2011, 08:44:34 PM »


Kayu pemukulnya bukan yg kecil, ringan dan tipis...
tapi besar n juga berat lhoooo

bro Triyana udah pernah nyoba di pukul kayu tsb ?
taukah berapa kali kena pukulnya dlm meditasi ZEN ?
maksudnya apa kalimat tsb diatas dlm meditasi ZEN ?
bagaimana mencapai pencerahan tsb ?  :)) :))

jangan posting yg kayak gini bro.. entar dikata menodai para praktisi ZEN... ntar sampean dikomplain n dikata ngajak debat... cari dulu bukti2 baru buka suara... ati2 loh... wkwkwkwk...

Offline Triyana2009

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 756
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #91 on: 18 January 2011, 08:53:22 PM »
Namo Buddhaya,

Apakah berita diatas bener ?
Benarkan tidak semua guru ZEN adalah baik ?
adakah yg mengenal Maezumi ?
apa dia melakukan hal tsb dgn siswa perempuannya ?



Sumbernya ?

NO INFO = HOAX

 _/\_

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #92 on: 18 January 2011, 08:54:49 PM »
kalau vinaya memukul ada gak yak =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #93 on: 18 January 2011, 09:28:23 PM »
Quote
latihan konsentrasi pikiran pada satu titik
menghasilkan aktualisasi diri dan pencerahan.

maksudnya apa kalimat tsb diatas dlm meditasi ZEN ?
bagaimana mencapai pencerahan tsb ?  :)) :))

Apakah maksudnya mendadak wuuuzzz... mencapai pencerahan deh....

Atau mungkin bro Sutarman atau bro Triyana bisa mengklarifikasi ini?
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #94 on: 19 January 2011, 06:27:55 AM »
Namo Buddhaya,

Sumbernya ?

NO INFO = HOAX

 _/\_

mohon yg lebih berpengetahuan tentang ZEN.... buka bicara (posting)....
apakah bro Triyana berpengetahuan tentang ZEN ? pernah ikut meditasinya gak ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #95 on: 19 January 2011, 06:29:23 AM »
kalau vinaya memukul ada gak yak =))

MUNGKIN menurut ZEN itu melonggarkan urat saraf.... bukan MEMUKUL bro....

kalau soal kepala di PENTUNG... gw gak tau melonggarkan urat saraf yg mana.....
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #96 on: 19 January 2011, 06:46:40 AM »
KELOMPOK KE DELAPAN : SAHADHAMMIKAVAGGA - Mengenai hal yang sesuai dengan Dhamma

1. Jika seorang Bhikkhu mempunyai tingkah laku yang salah dan seorang Bhikkhu lain mengingatkannya tetapi ia tak mau menerima peringatan dengan menunda-nunda, dengan mengatakan bahwa ia harus lebih dahulu menanya seseorang lain yang ahli dalam Vinaya sebelum dia menerima peringatan tersebut, maka ia melakukan Pacittiya.
Biasanya seorang bhikkhu yang masih di bawah bimbingan, bila menemukan sesuatu yang tidak diketahui, padahal harus diketahuinya, dia harus segera menanyakan hal tersebut kepada Bhikkhu yang lain yang ahli Vinaya.
2. Jika seorang Bhikkhu mengucapkan kata-kata yang terlalu berat dan tidak ada gunanya peraturan-peraturan yang dalam Patimokha pada saat Bhikkhu lain sedang membacakan peraturan-peraturan tersebut, maka ia melakukan Pacittiya.
3. Jika seorang Bhikkhu terbukti melakukan apatti; tetapi pada saat membacakan Patimokha pura-pura berkata: "baru sekarang ini saya mengetahui apa bila ada peraturan sedemikian itu dalam Patimokha" dan jika Bhikkhu yang lain mengetahui peraturan tersebut, maka ia segera mengumumkan ini, ternyata ia masih pura-pura tidak tahu lagi, maka ia melakukan Pacittiya.
4. Jika seorang Bhikkhu yang merasa marah, lalu memukul Bhikkhu yang lain, maka ia melakukan Pacittiya.
5. Jika seorang Bhikkhu yang merasa seolah-olah mau memukul Bhikkhu yang lain, maka ia melakukan Pacittiya.

6. Jika seorang Bhikkhu tidak berdasarkan bukti yang kuat menuduh seorang Bhikkhu lain melakukan Sanghadisesa, maka ia melakukan Pacittiya.
7. Jika seorang Bhikkhu dengan sengaja menimbulkan kekuatiran/kecemasan pada Bhikkhu yang lain, maka ia melakukan Pacittiya.
8. Jika sekelompok Bhikkhu sedang bertengkar, lalu seorang Bhikkhu pergi mendengarnya dengan diam-diam apa yang sedang mereka perdebatkan dengan maksud untuk mengetahui apa yang mereka katakan, maka ia melakukan Pacittiya.
9. Jika seorang Bhikkhu telah menyetujui dan bersedia memegang peranan dalam suatu pengumuman resmi Sangha yang sesuai dengan Dhamma, tapi kemudian berbalik dan malahan mengkritik dan mencela Sangha yang menginginkan pengumuman resmi tersebut, maka ia melakukan Pacittiya.
10. Bila Sangha mengadakan pertemuan membicarakan suatu pokok persoalan dan jika seorang Bhikkhu yang hadir dalam pertemuan tersebut meninggalkan pertemuan sebelum pokok persoalan itu diselesaikan, atau pula tanpa memberikan pendapat (suaranya) sebelum meninggalkan pertemuan tersebut, maka ia melakukan Pacittiya.
11. Jika seorang Bhikkhu bersama-sama Bhikkhu yang lain, membentuk suatu kelompok yang menyetujui akan memberikan sebuah jubah sebagai hadiah Bhikkhu yang lain dan kemudian berbalik mencela dan mengkritik Bhikkhu-bhikkhu lain dalam kelompok itu dengan mengatakan: "mereka memberikan jubah dengan suatu maksud", maka ia melakukan suatu Pacittiya.
12. Jika seorang Bhikkhu sengaja mengatur pemberian hadiah kepada seorang yang lain, sedang dayaka tersebut akan memberikan hadiah itu untuk Sangha, maka ia melakukan Pacittiya.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #97 on: 19 January 2011, 06:51:59 AM »
Bro Kainyn yang baik,

Dalam meditasi Zen/Mindfulness diperlukan kejujuran hati (terkait dengan sila tidak berbohong). Korupsi secara langsung menghantam nilai KEJUJURAN ini.

Kita bisa saja membohongi semua orang mengenai kemajuan meditasi kita tapi kita tak bisa membohongi diri kita sendiri.

Contoh yang ekstrem diberikan oleh Johan3000 mengenai ‘Master’ Zen Hakuyu Taizan Maezumi yang ternyata suka berhubungan seks dan alkoholik. Maezumi lalu secara JUJUR mengakuinya walau berhadapan dengan resiko ditinggalkan sebagian besar muridnya.

(Arak/sake dan tradisi khas Jepang mengenai hubungan seks dalam kasus Hakuyu Taizan Maezumi ini menunjukkan bahwa dua tradisi lokal Jepang ini menjadi semacam batu sandungan dalam meditasi Zen/Mindfulness)

Karena tanpa kejujuran hati tak akan ada kemajuan dalam meditasi kita. Setidaknya Hakuyu Taizan Maezumi masih gentleman karena JUJUR mengakui tindakan bejatnya.

Sebenarnya semua sila saling kait mengkait. Misalnya, seperti yang saya jelaskan di sini, sila tidak mencuri - dalam hal kemajuan meditasi - terkait dengan sila tidak berbohong. Begitulah cara Zen memandang hubungan antar sila dalam Pancasila Buddhist.

Sekali lagi, semua sila itu untuk memperkuat Zen/ Meditasi Mindfulness.

Sila yang dilakukan dengan baik adalah semacam pondasi bagi kemajuan meditasi. Sila terkait dengan tindakan dan ucapan sedangkan meditasi Zen / Mindfulness terkait dengan pikiran sumber segala ucapan dan tindakan.

Sila ibarat memangkas rumput (tindakan dan ucapan yang buruk/jahat) agar tidak tumbuh tinggi, sedangkan meditasi Mindfulness/Zen ibarat mencabut rumput itu hingga ke akar (pikiran buruk/jahat).

Sekali lagi, Zen menunjuk langsung ke PIKIRAN. Sangat sederhana dan fleksibel (selentur/sefleksibel PIKIRAN manusia itu sendiri yang selalu BERUBAH dan berkembang mengikuti zaman).

Sederhana dan fleksibel, dua tradisi inilah yang membuat Zen berbeda dengan Theravada yang TERKESAN rumit/njelimet (contoh: Abhidhamma) dan kaku/ tak boleh berubah (contoh: 227 Vinaya).

Selain perbedaan di Abhidhamma dan Vinaya dengan Theravada tersebut, Zen tetap memelihara sikap KRITIS dan SKEPTIS terhadap segala macam kitab suci termasuk Sutta/Sutra (seperti yang disarankan Buddha sendiri) dan di sisi lain Theravada skeptis dan kritis terhadap semua kitab suci agama/aliran lain KECUALI Sutta/Tipitaka itu sendiri.

Zen adalah Buddha Dharma di luar kitab, kata, dan bahasa, yang ditransmisikan/  diturunkan dari PIKIRAN Buddha itu sendiri.

Zen berusaha membaui keharuman bunga PIKIRAN Buddha itu yang sulit diungkapkan dengan kata-kata itu namun dapat dialami secara langsung dalam MEDITASI dan HIDUP itu sendiri.
 
Zen/Chan walau sederhana dan fleksibel namun sesungguhnya berusaha menjaga spirit/semangat dan ESENSI Buddha Dharma mengenai Sila (tindakan & ucapan), Samadhi (pikiran) dan Prajna (keterbebasan/ketidakmelekatan/non dualisme/jalan tengah).

Semoga penjelasan saya yang masih rendah dalam pencapaian meditasi ini dapat membantu pemahamam Bro Kainyn mengenai prinsip dasar Zen/Chan yang seutuhnya dan sebenarnya.

 _/\_


Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #98 on: 19 January 2011, 06:54:59 AM »
pada brahmajala sutta :
'Tidak membunuh makhluk, Samana Gotama menjauhkan diri dari membunuh makhluk. Ia telah membuang alat pemukul dan pedang, ia malu melakukan kekerasan karena cinta kasih, kasih sayang dan kebaikan hatinya kepada semua makhluk, menyebabkan semua orang memuji Sang Tathagata.'
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #99 on: 19 January 2011, 06:57:36 AM »
Rekan-rekan sekalian yang baik,

Di dalam tradisi Jepang sejak dulu dibedakan antara ‘istri’ dan ‘simpanan’. Hubungan seksual dengan istri adalah untuk punya keturunan (creation) sedangkan hubungan seksual dengan simpanan adalah untuk kenikmatan/kesenangan (re-creation).

Pernikahan di Jepang seringkali dijodohkan bahkan masih berlangsung hingga sekarang. Jadi pernikahan di Jepang seringkali tidak melibatkan ‘cinta’ di dalamnya, tujuannya hanya untuk memperoleh keturunan. Believe it or not, angka perceraian di Jepang adalah yang paling rendah di dunia (hanya 1%).  Perceraian adalah aib besar bagi masyarakat Jepang.

Dalam kasus ini, ada semacam trend tradisi yang diikuti mayoritas pria Jepang masa kini bahwa setelah istri melahirkan seorang anak maka istri itu tidak boleh lagi digauli. Istri itu sudah jadi ‘ibu’, yang dalam tradisi Jepang adalah ‘suci’. Karena itu tak aneh trend anak tunggal semakin marak di Jepang.

Lalu bagaimana para suami Jepang memenuhi kebutuhan seksualnya? Ya dengan ‘simpanan’ atau pelacur atau wanita siapa saja. Ini bisa menjelaskan mengapa pelecehan seksual di transportasi massal di Jepang sering terjadi sampai-sampai ada gerbong khusus wanita dalam kereta api Jepang dan polisi khusus dalam angkutan umum.

Ini juga bisa menjelaskan mengapa kasus pelacuran gadis di bawah umur marak terjadi di Jepang, selain industri pornografi yang juga marak di Jepang. 

Pemerintah Jepang gencar memerangi pelacuran di bawah umur namun seperti sama sekali tak berdaya menghadapi industri pornografi yang mulai mucul pada dasawarsa 1980-an.

Mengapa? Karena industri pornografi di Jepang konon adalah yang terbesar di dunia dalam hal perputaran uang maupun kuantitas produksinya.

Bahkan pornografi di Jepang memiliki keunikan tersendiri yaitu adanya genre ‘siswi sekolah/schoolgirl’ atau ‘perawat/nurse’. Ini semua adalah fantasi seksual mayoritas pria Jepang yang merupakan ‘desperado’ dalam hubungan seksual.

Mayoritas pria Jepang memang menyedihkan (desperate) kalau tidak mau dikatakan putus asa (despair), atau lebih tepatnya sengsara-frustrasi-bengal-nekat (desperado) dalam kehidupan seksualnya.

Ini berbanding terbalik dengan suasana kehidupan seksual yang begitu bebas dan permisif di Jepang yang ditandai dengan maraknya pornografi sehingga anak umur 6 tahun pun sudah tahu mengenai hubungan seksual karena seringkali para ayah di kota-kota besar di Jepang memutar film porno di depan anak mereka tanpa malu-malu lagi.

Aneh tapi nyata, semakin tenggelam dalam mengkonsumsi pornografi maupun meniduri pelacur bukannya makin membahagiakan malah makin menyengsarakan.

Saya harap kita semua bisa mengambil pelajaran yang positif dari tradisi Jepang kontemporer ini bahwa segala seuatu yang BERLEBIHAN/EKSTREM, dalam kasus ini adalah pemanjaan indra melalui hubungan seksual yang belebihan, tidak akan memberikan kebahagiaan.

Saya tahu semua hal ini karena saya pernah studi mengenai tradisi Jepang. Mengapa? Karena ketika saya belajar Chan/Zen, mau tak mau saya juga sedikit banyak belajar mengenai tradisi Chinese dan tradisi Jepang, baik yang dulu maupun sekarang.

Zen di Jepang sedang mengalami KEHANCURAN. Itulah fakta yang menyedihkan ketika mayoritas orang Jepang mulai meninggalkan budaya Zen (yang langsung tak langsung membuat mereka inovatif-kreatif dan suka bekerja keras/workaholic) dan merangkul budaya Barat (yang sangat bebas dalam kehidupan seksualnya).

Ini makin membuat saya yakin dengan keampuhan Pancasila Buddhist bahwa untuk menjadi manusia yang modern dan beradab ada lima syarat (dalam kalimat positif dan kalimat negatif):
1)   Penuh welas asih atau tidak berbuat kekerasan terhadap sesama MANUSIA dan hewan termasuk tidak membunuh atau mengkonsumsi HEWAN - dan penuh welas asih terhadap alam/TUMBUHAN atau tidak menggunduli hutan dan tindak kekerasan lain terhadap alam.
2)   TRANSPARAN/TERBUKA dalam hal keuangan atau tidak korupsi - dan membatasi keinginan agar dapat puas dalam kehidupan yang hemat dan sederhana atau tidak terjerumus dalam pola hidup konsumtif dan materialistis (yang dapat mendorong tindak perampokan dan pencurian oleh mereka yang terpinggirkan).
3)   Bertutur kata yang LEMBUT dan SOPAN  atau tidak berkata-kata kasar yang menyakiti hati orang lain - dan JUJUR mengakui kesalahan dan bukan mencari kambing hitam atas kesalahan sendiri yang mengakibatkan fitnah, kebohongan, dll
4)   SETIA kepada pasangan atau tidak terjerumus dalam seks bebas, pelacuran ataupun pornografi (yang semuanya itu hanya membawa kesenangan sesaat dan penderitaan abadi).
5)   Selalu menjaga agar PIKIRAN dapat SELALU fokus, jernih dan tenang agar tindakan dan ucapan kita selalu membawa kebaikan bagi diri sendiri maupun orang lain atau menghindari segala sesuatu yang dapat MENGACAUKAN pikiran seperti mabuk dan madat serta kecanduan lainnya (mulai dari rokok, ganja sampai ekstasi, shabu, morfin).

Ini adalah salah satu contoh fleksibilitas Zen yang dapat saya berikan (walau tidak sempurna dan tidak terlalu detail) dalam menafsirkan Pancasila Buddhist agar sesuai dengan kemajuan/perkembangan zaman. Kata-katanya berbeda namun esensinya tetap terjaga.

_/\_

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #100 on: 19 January 2011, 07:03:48 AM »
.....
Saya harap kita semua bisa mengambil pelajaran yang positif dari tradisi Jepang kontemporer ini bahwa segala seuatu yang BERLEBIHAN/EKSTREM, dalam kasus ini adalah pemanjaan indra melalui hubungan seksual yang belebihan, tidak akan memberikan kebahagiaan.

....

indra kok di manja =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #101 on: 19 January 2011, 07:19:52 AM »
[at] bro sutarman, boleh tahu bro belajar ZEN dari siapa (maksudnya guru-nya) ?

Bro Dilbert yang baik,

saya sudah pernah menyampaikan di salah satu postingan bahwa beribu maaf saya tidak bisa mengungkapkannya di sini karena Beliau sendiri enggan disebut Guru apalagi Master. Beliau termasuk Guru Zen yang berkelana/mengembara / 'wandering' dan tersembunyi / 'hidden'.

 _/\_

Offline sutarman

  • Teman
  • **
  • Posts: 68
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #102 on: 19 January 2011, 08:11:52 AM »
Rekan-rekan sekalian yang baik,

Mengenai Vinaya, Zen memandang Vinaya yang harus dijaga bhiksu Zen berangkat dari Sila yang dijaga umat/praktisi namun dengan pengamalan yang lebih ketat.

Misal

Sila pertama: --  Dalam hal makan -- Praktisi/Umat/Murid vegetarian , Master/Bhiksu/Guru vegan.

Sila kedua: -- Dalam hal harta -- Praktisi boleh simpan uang, Bhiksu tidak boleh simpan uang dalam bentuk apapun dengan catatan Bhiksu/Guru pengelana/pengembara masih boleh simpan uang asal tidak berlebihan (misal setara dengan kebutuhan hidup wajar selama setahun).
Praktisi/Umat/Murid boleh memakai perhiasan emas dan berlian baik di jari (cincin), leher (kalung) tangan/ kaki (gelang) atau di kepala (topi yang mahal/mahkota).
Master/Guru/Bhiksu tidak memakai perhiasan emas atau berlian baik di jari (cincin), leher (kalung) tangan/ kaki (gelang) atau di kepala (topi yang mahal/mahkota).
Bagaimanapun juga kita harus mencegah penampilan berlebihan yang mengundang perampokan, penodongan, pencurian.

Sila ketiga : -- Dalam hal bertutur kata -- Praktisi/Umat/Murid masih boleh berdebat asal tidak menyerang secara personal, Master/Guru/Bhiksu lebih berat lagi: sedikit bicara banyak memberi contoh.

Sila keempat: -- Dalam hal seks -- Praktisi/Umat/Murid boleh asal dengan pasangan alias tidak selingkuh, Master/Bhiksu/Guru sama sekali tidak boleh.

Sila kelima: -- Dalam hal tidak kecanduan / kemelekatan -- Praktisi/Umat/Murid mungkin boleh saja 'kecanduan' rasa enak dalam makan dan minum, Master/Bhiksu/Guru diharapkan makan sealamiah mungkin misalnya buah-buahan dan air minum biasa.
Intinya Master/Bhiksu/Guru Zen harus selibat dan sederhana serta giat/rajin/tekun. Tidur kalau perlu di kasur single yang terbuat dari papan keras atau matras yang sederhana. Tidak tergantung dengan AC. Dan yang paling penting lebih giat/rajin/tekun dalam bermeditasi.
Bagaimana dengan internet? Praktisi seperti saya boleh saja 'melekat' atau 'mencandu' internet asal untuk hal positif. Sedangkan Master/Bhiksu/Guru bisa saja memakai fasilitas modern ini asal semua itu dalam rangka penyebaran Dharma bukan untuk hal lain.

Karena itu Zen kritis terhadap Vinaya ditetapkan sedemikian kakunya seperti Theravada yang tidak boleh menambahkan atau mengurangi. Padahal zaman terus BERUBAH karena manusia juga selalu BERUBAH. Tiada yang kekal, semua selalu berubah. Satu-satunya hal yang tak berubah di dunia ini adalah PERUBAHAN itu sendiri. Ini sesuai dengan ANITYA/ANICCA. Hukum yang berlaku di dunia ini.

Tapi saya akui, dalam Zen sendiri juga ada aliran Zen yang kaku, yang mempertahankan metode pukulan dengan tongkat misalnya, yang menurut saya sama sekali tidak memahami semangat awal lahirnya Chan/Zen itu sendiri.

Dan ada juga Zen yang cukup fleksibel seperti yang dipimpin Master Zen Thich Nhat Hanh yang cukup berkembang di negara-negara Barat.
 
 _/\_







« Last Edit: 19 January 2011, 08:26:31 AM by sutarman »

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #103 on: 19 January 2011, 08:28:45 AM »
Quote
sutarman :
Mengenai Vinaya, Zen memandang Vinaya yang harus dijaga bhiksu Zen berangkat dari Sila yang dijaga umat/praktisi namun dengan pengamalan yang lebih ketat.

kalau guru ZEN punya 1 isteri,
gimana siswa/siswi nya ? apa boleh 2 ? (kalau 1.5 kan gak mungkin)

apakah guru ZEN boleh punya isteri di jaman sekarang (barat) ?
 _/\_
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan Kritis Mengenai ZEN Menurut Pandangan yang Berbeda
« Reply #104 on: 19 January 2011, 08:44:51 AM »
Rekan-rekan sekalian yang baik,

Mengenai Vinaya, Zen memandang Vinaya yang harus dijaga bhiksu Zen berangkat dari Sila yang dijaga umat/praktisi namun dengan pengamalan yang lebih ketat.

Misal

Sila pertama: --  Dalam hal makan -- Praktisi/Umat/Murid vegetarian , Master/Bhiksu/Guru vegan.

Sila kedua: -- Dalam hal harta -- Praktisi boleh simpan uang, Bhiksu tidak boleh simpan uang dalam bentuk apapun dengan catatan Bhiksu/Guru pengelana/pengembara masih boleh simpan uang asal tidak berlebihan (misal setara dengan kebutuhan hidup wajar selama setahun).
Praktisi/Umat/Murid boleh memakai perhiasan emas dan berlian baik di jari (cincin), leher (kalung) tangan/ kaki (gelang) atau di kepala (topi yang mahal/mahkota).
Master/Guru/Bhiksu tidak memakai perhiasan emas atau berlian baik di jari (cincin), leher (kalung) tangan/ kaki (gelang) atau di kepala (topi yang mahal/mahkota).
Bagaimanapun juga kita harus mencegah penampilan berlebihan yang mengundang perampokan, penodongan, pencurian.

Sila ketiga : -- Dalam hal bertutur kata -- Praktisi/Umat/Murid masih boleh berdebat asal tidak menyerang secara personal, Master/Guru/Bhiksu lebih berat lagi: sedikit bicara banyak memberi contoh.

Sila keempat: -- Dalam hal seks -- Praktisi/Umat/Murid boleh asal dengan pasangan alias tidak selingkuh, Master/Bhiksu/Guru sama sekali tidak boleh.

Sila kelima: -- Dalam hal tidak kecanduan / kemelekatan -- Praktisi/Umat/Murid mungkin boleh saja 'kecanduan' rasa enak dalam makan dan minum, Master/Bhiksu/Guru diharapkan makan sealamiah mungkin misalnya buah-buahan dan air minum biasa.
Intinya Master/Bhiksu/Guru Zen harus selibat dan sederhana serta giat/rajin/tekun. Tidur kalau perlu di kasur single yang terbuat dari papan keras atau matras yang sederhana. Tidak tergantung dengan AC. Dan yang paling penting lebih giat/rajin/tekun dalam bermeditasi.
Bagaimana dengan internet? Praktisi seperti saya boleh saja 'melekat' atau 'mencandu' internet asal untuk hal positif. Sedangkan Master/Bhiksu/Guru bisa saja memakai fasilitas modern ini asal semua itu dalam rangka penyebaran Dharma bukan untuk hal lain.

Karena itu Zen kritis terhadap Vinaya ditetapkan sedemikian kakunya seperti Theravada yang tidak boleh menambahkan atau mengurangi. Padahal zaman terus BERUBAH karena manusia juga selalu BERUBAH. Tiada yang kekal, semua selalu berubah. Satu-satunya hal yang tak berubah di dunia ini adalah PERUBAHAN itu sendiri. Ini sesuai dengan ANITYA/ANICCA. Hukum yang berlaku di dunia ini.

Tapi saya akui, dalam Zen sendiri juga ada aliran Zen yang kaku, yang mempertahankan metode pukulan dengan tongkat misalnya, yang menurut saya sama sekali tidak memahami semangat awal lahirnya Chan/Zen itu sendiri.

Dan ada juga Zen yang cukup fleksibel seperti yang dipimpin Master Zen Thich Nhat Hanh yang cukup berkembang di negara-negara Barat.
 
 _/\_









cuma inikah vinaya dalam Zen? saya tebak Zen pasti tidak percaya sutta2 Tipitaka sama sekali, bagaimana menurut anda jika dikatakan bahwa Sang Buddha sendiri sering melakukan perdebatan dengan para brahmana/petapa lain seperti tercantum dalam sutta2?

Bro Sutarman, apakah menurut anda Dharma telah sempurna dibabarkan?

 

anything