//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako  (Read 22046 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Kapak yang Tajam dan Berat
A Honed and Heavy Ax
Ajahn Chandako


Kapak
 
Bayangkan anda ingin menebang sebatang pohon mati dengan sebuah kapak. Agar berhasil maka kapak harus tajam dan cukup berat. Tetapi di manakah tajam dan berat itu dimulai? Jelas bahwa bahkan dengan usaha keras jika menggunakan pisau cukur atau pemukul baseball maka tidak akan berhasil.

Dalam konteks praktik meditasi Buddhis, kapak yg berat dapat mengumpamakan ketenangan (samatha), ketajamannya mengumpamakan pandangan terang (vipassana). Kedua aspek meditasi ini memainkan peran penting dalam mencerahkan makhluk-makhluk pada sifat realitas dan membebaskan mereka dari penderitaan. Dengan memeriksa teks-teks kuno yang berasal dari Sang Buddha serta beberapa pendekatan populer, tulisan ini akan mencoba untuk mengupas tentang hubungan yang saling mendukung antara kedua tonggak pengembangan spiritual ini.

Kata ‘vipassanā’ telah dihubungkan dengan teknik meditasi tertentu atau suatu gaya praktik Buddhis dalam tradisi theravada. Akan tetapi apa yang diajarkan oleh Sang Buddha adaalah ‘samatha/vipassanā’. Samatha berarti keheningan dan ketenangan yang dihasilkan dari perhatian terus-menerus pada suatu obyek, proses atau persepsi. Vipassanā merujuk pada penglihatan jelas. Ketika keduanya hadir, batin dan pikiran seseorang menjadi seimbang. Samatha adalah memusatkan, penerimaan dan tidak membeda-bedakan tanpa syarat. Samatha adalah tenang, cerah, bersinar, diam secara internal dan penuh kebahagiaan. Kedamaian batin yang dihasilkan adalah emosi yang halus. Vipassanā di pihak lain, muncul dari sisi batin yang melihat. Vipassanā membedah, menyelidiki, membandingkan, membedakan dan mengevaluasi. Vipassanā mengamati dan menganalisis perubahan, sifat tanpa-diri dan tidak memuaskan dari segala fenomena jasmani dan batin yang terkondisi.

Sementara samatha menghasilkan energi, vipassana menerapkannya pada usaha. Kedua ini pada awalnya tidak dimaksudkan sebagai cara berbeda dari meditasi Buddhis dengan tujuan yang berbeda, melainkan hanya dua tema yang saling berkaitan dari jalan harmonis praktik Dhamma yang mengarah menuju Nibbana, pencerahan. Hasil gabungannya adalah kebijaksanaan: perubahan persepsi mendalam yang menyelaraskan pemahaman kita dengan kebenaran-kebenaran alami. Sang Buddha mengajarkan berbagai macam tema meditasi dalam menjawab kebutuhan dan kecenderungan berbeda-beda dari para individu yang terlibat, tetapi semua itu tergabung dan terjalin dalam ketenangan dan pandangan terang ke dalam kain lentur dan kuat dari kebebasan. Bersama-sama, Baik Samatha maupun Vipassanā bekerja untuk membebaskan batin.

Sebelum melanjutkan lebih jauh lagi, mungkin perlu untuk memgklarifikasi beberapa termonilogi. Samatha sesungguhnya bersinonim dengan samādhi, perhatian atau konsentrasi terpusat. Sammā-samādhi, samādhi benar atau sempurna, adalah faktor ke delapan dari Jalan Mulia Berunsur Delapan. Agar samādhi menjadi ‘benar’ dan mengarah menuju Nibbāna, maka harus ada kesadaran jernih penuh perhatian (sati) dari momen ke momen. Suatu kondisi samādhi tanpa kesadaran jernih juga dapat merasakan kedamaian dan menenangkan tetapi bukan bagian dari jalan Buddhis. Samādhi yang muncul dari kondisi-kondisi batin yang tidak bermanfaat disebut ‘samādhi salah’ (micchā samādhi), karena tidak mengarah menuju Nibbāna. Kesempurnaan samādhi disebut jhāna. Setelah Sang Buddha wafat, komentar pada ajaran asli memperkenalkan banyak konsep-konsep dan istilah-istilah baru. Misalnya, samādhi ‘penyerapan penuh’ (appanā) merujuk pada jhāna. Samādhi ‘akses’ (upacara) adalah konsentrasi yang tidak semendalam jhāna tetapi berada pada ‘ambang batasnya’. Samādhi ‘saat ke saat’ (khanika) merujuk pada kesadaran terus-menerus yang muncul karena perhatian penuh pada berbagai obyek perhatian berbeda secara berturut-turut, bukan pada satu obyek meditasi tunggal. Hal ini secara efektif mendefinisikan ulang samadhi sebagai kesadaran penuh perhatian.

Tidak diketahui secara persis kapan samatha dan vipassanā mulai dibedakan sebagai cara praktik Dhamma yang berbeda. Mungkin tidak lama setelah Sang Buddha wafat. Tentu saja, pada masa komentar [1] istilah samathayānika dan vipassanāyānika telah digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang penekanan utamanya (atau ‘kendaraan’) adalah salah satu atau lainnya. Di sinilah istilah “meditator pandangan terang kering” (sukhavipassaka) pertama kali ditemukan. Hal ini merujuk pada orang yang hanya mengembangkan samādhi saat ke saat atau mempraktikkan meditasi pandangan terang tanpa samatha sama sekali, hanya mempertahankan pengamatan saat ke saat yang tidak berkesinambungan dari proses perubahan jasmani dan batin. Pada titik ini dalam sejarah rujukan-rujukan masih sedikit dan singkat. Hanya dalam literatur sub-komentar samathayāna dan vipassanāyāna dijelaskan dan digambarkan sebagai jalan praktik yang berbeda. Penambahan komentar ini telah menjadi topik kontroversi, khususnya pertanyaan yang telah sering kali diajukan sehubungan dengan apakah samādhi saat ke saat memenuhi faktor samādhi benar dari Jalan Mulia Berunsur Delapan.

[1] Visuddhimagga dan komentar-komentar lainnya ditulis  pada abad V AD oleh Acariya Buddhaghosa.


Samādhi Benar

Sang Buddha mengajarkan bahwa adalah mustahil untuk mencapai Nibbāna tanpa menyempurnakan seluruh delapan bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dalam kumpulan AjaranNya, sutta-sutta, definisi yang dicakup oleh samādhi benar pada Sang Jalan itu adalah empat jhāna pertama.

“Dan apakah, Teman-teman, samādhi benar itu? Di sini, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, setelah melampaui kondisi-kondisi batin yang tidak bermanfaat, seorang bhikkhu memasuki dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang muncul dari keterasingan. Dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan-diri dan keterpusatan pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang muncul dari konsentrasi. Dengan meluruhnya kegembiraan, ia berdiam dalam keseimbangan, dan penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, masih merasakan kebahagiaan, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna ke tiga, yang karenanya para mulia mengatakan: ‘Ia memiliki kediaman yang nyaman yang memiliki keseimbangan dan penuh perhatian.’ Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya dari kegembiraan dan kesedihan, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang tanpa kesakitan juga tanpa kenikmatan dan kemurnian perhatian karena keseimbangan. Ini adalah samādhi benar.

Ini disebut Kebenaran Mulia Jalan menuju lenyapnya penderitaan.” (DN 22.21 – MN 141.31)

“’Dhamma ini adalah untuk seorang dengan samādhi, bukan untuk seorang yang tanpa samādhi.’ Demikianlah dikatakan. Untuk alasan apakah hal ini dikatakan? Di sini seorang bhikkhu memasuki dan berdiam dalam jhāna pertama ... jhāna ke dua ... jhāna ke tiga ... jhāna ke empat.” (AN 8.30)

“Aku katakan, Para Bhikkhu, bahwa hancurnya racun batin adalah bergantung pada jhāna pertama ... jhāna ke delapan.” (AN 9.36)


Kemudian apakah pengalaman jhāna itu? Energi pikiran perlahan-lahan menarik diri dari penghamburan yang biasanya di berbagai pintu indria dan berkumpul secara internal. Segala emosi negatif atau kondisi batin tidak bermanfaat menjadi lenyap. Sensasi memiliki tubuh lenyap. Ia merasa ringan dan gembira, dan pikirannya menjadi diam tanpa memikirkan apa pun. Kesadaran pikiran kemudian diarahkan dengan lebih sungguh-sungguh pada refleksi pikiran itu sendiri, biasanya dialami sebagai cahaya terang, hingga hubungan subyek/obyek melebur menjadi suatu pengalaman kesatuan. Kemudian pikiran menjadi terpusat, tidak bergerak dan bergembira. Tidak ada perhatian pada dunia eksternal. Apa yang tersisa adalah sifat dasar pikiran “mengetahui”, tanpa batas dan kesadaran jernih. Keadaan ini dapat bertahan dari beberapa menit hingga beberapa hari. Pengalaman meditasi mendalam demikian membentuk dasar ilmu kebatinan pada tradisi spiritual. Suatu kejernihan dan kemurnian yang meliputi segalanya, suatu rasa kesatuan mendalam, dan kebahagiaan memuaskan yang dalam – hal-hal ini adalah tanda-tanda jhāna.
« Last Edit: 27 August 2011, 07:06:03 AM by ryu »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #1 on: 25 August 2011, 10:50:11 PM »
Jhāna dan Kebijaksanaan

“Bagi seseorang yang memiliki jhāna dan kebijaksanaan, Nibbāna adalah dekat.” (Dhp 372)

Setelah Sang Calon Buddha (Bodhisatta) mengambil jalan pertapaan keras dan penyiksaan diri hingga mencapai batasnya dan masih gagal mencapai pembebasan, Beliau mengingat suatu peristiwa ketika Beliau masih seorang kanak-kanak duduk di bawah sebatang pohon jambu sewaktu ayahNya melakukan upacara kerajaan. Ketika Beliau sedang menunggu di sana pikirannya secara spontan menjadi tenang hingga pada titik memasuki jhāna pertama, dan ia mengalami kegembiraan yang lebih dari apa yang pernah ia rasakan. Kemudian si Bodhisatta yang sedang kelaparan itu berpikir, “Apakah itu adalah jalan menuju pencerahan?”jawaban datang melalui intuisinya, “Ya, ini adalah jalannya. Mengapa aku takut pada kebahagiaan yang tidak berhubungan dengan kenikmatan indria atau kondisi batin yang tidak bermanfaat?” kemudian Beliau meninggalkan penyiksaan dirinya dan berjalan menuju ke Pohon Bodhi. Di sana Beliau duduk dan mengarahkan perhatiannya yang terpusat hingga memasuki tingkatan jhāna yang semakin mendalam, dan setelah keluar dari sana Beliau mampu merenungkan dengan jelas yang mencabut semua racun batinnya. Demikianlah  Beliau tercerahkan sempurna, dan selanjutnya Beliau dikenal sebagai Buddha.

Ketika Sang Buddha kemudian mempertimbangkan untuk mengajar, Beliau merenungkan siapakah yang akan paling mudah memahami. Orang pertama yang terpikir olehNya adalah kedua mantan gurunya. Setelah menguasai jhāna ke tujuh dan ke delapan, mereka telah memiliki landasan untuk memahami apa yang Beliau temukan. Jika seseorang telah mengembangkan jhāna dan menguasai konsep dasar dan kontemplasi Dhamma dari Sang Buddha, kebijaksanaan cerah dapat muncul dengan mudah. Seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha,

“Bagi seseorang yang memiliki samādhi benar adalah tidak perlu membangkitkan kehendak, “Semoga aku melihat segala sesuatu sebagaimna adanya.” Hal itu adalah proses alami, hal itu selaras dengan alam, bahwa seseorang yang memiliki samādhi benar akan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.” (AN 10.3)

Hal ini kemudian menjadi kondisi bagi beralihnya dan meluruhnya nafsu, bagi pembebasan dan Nibbāna. Demikian pula,

“Bagi seseorang yang tidak memiliki samādhi benar, kemampuan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya menjadi hancur ... peralihan dan peluruhan nafsu menjadi hancur ... dan (kesempatan bagi) pembebasan menjadi hancur.” (AN 5.24)

Sang Buddha berkata bahwa adalah mustahil untuk memperoleh pandangan cerah yang membebaskan selama satu atau lebih rintangan masih menjangkiti batin (AN 5.51). Rintangan-rintangan batin ini dikelompokkan sebagai 1) keinginan indria, suatu ketertarikan dan keterlenaan dalam dunia lima indria, 2) kemarahan, keengganan, frustrasi, kekecewaan, 3) ketumpulan atau kantuk, 4) kegelisahan, penyesalan, kecemasan, rasa bersalah, dan 5) keragu-raguan. Jika salah satu dari rintangan ini atau kondisi yang berhubungan muncul, maka batin menjadi terganggu dan bingung. Kelima rintangan ini membuat batin menjadi kaku, lemah, dan tidak dapat bekerja. Kebodohan memelihara kelima rintangan ini. Kelima rintangan ini adalah sebab dan kondisi bagi pemahaman yang menipu, dan tanpa keheningan batin dan ketenangan samatha dapat dipastikan bahwa batin masih dibayang-bayangi oleh pengaruhnya (MN 68.6).

Ketidakhadiran terus-menerus dari kelima rintangan ini adalah apa yang disebut samādhi akses. Di sini keenam indria berfungsi, tetapi dalam zona damai. Ini adalah bengkel kebijaksanaan. Ini adalah di mana penyelidikan dan analisis dapat memberikan hasil yang signifikan. Selama waktu yang cukup lama setelah keluar dari jhāna seseorang masih sepenuhnya terbebas dari rintangan-rintangan yang menipu ini, dan hasilnya yang merupakan batin yang sensitif, lentur dan bercahaya siap untuk melihat dengan jelas. Apa yang dilihat akan terlihat sesuai dengan relitas.

Terdapat perbedaan kualitatif antara samādhi akses tanpa jhāna dan samādhi setelah jhāna. Yang ke dua adalah jauh lebih kuat, jauh lebih sedikit halangan. Ini seolah-olah jendela-jendela kesadaran indria, yang kotor oleh keinginan, kemarahan, dan kebodohan, telah tiba-tiba dibersihkan, dan hutan di luar terlihat bermandikan gemerlap sinar mentari. Biasanya pikiran kita menyaring dan membungkus apa yang dialami melalui kebiasaan persepsi yang terkondisi secara mendalam. Apa yang kita pikir kita lihat dan dengar mungkin saja berbeda dengan realitas. Akan tetapi, segera setelah jhāna, asumsi keliru dan persepsi sesat yang paling menonjol yang menyelewengkan data indria ditekan untuk sementara waktu. Ini adalah jendela di mana kesadaran tunggal adalah mungkin.

Jhāna memperkuat kesadaran. Baik samatha maupun vipassana didasarkan pada pengembangan perhatian tajam secara terus-menerus pada saat ini, tapi hanya perhatian saja tidak memiliki kemampuan untuk mencerahkan. Perhatian harus di pusatkan dan diarahkan. Jhāna memberikan kekuatan pada pikiran, sehingga ketika kita merenungkan sesuatu maka pemahaman kita memiliki kemampuan unuk menembus secara mendalam pada sifat sejatinya. Apa yang kita lihat menjadi lebih nyata. Samādhi memegang penglihatan kita dengan kokoh, sehingga kita dapat melihat suatu obyek dengan jelas. Hal ini dapat diumpamakan dengan tangan yang memegang cermin dengan kokoh sehingga kita dapat melihat pantulan bayangan kita dengan baik. Sementara samatha secara sendirian tidak memiliki kemampuan untuk mencabut kekotoran, vipassanā secara sendiri juga hanya berselancar di atas permukaan tanpa menembus. Secara bersama-sama manfaatnya adalah tidak terbatas.

Samādhi mendalam memberikan suatu pengalaman keheningan sejati, keheningan batin mendalam. Keheningan ini membebaskan batin dari celoteh pikiran yang sia-sia, dari kekejaman ocehan opini-opini. Kebijaksanaan sejati tidak muncul dari penalaran. Tentu saja, merenungkan Dhamma dengan mempertimbangkannya menggunakan cairan-penggosok-batu pikiran disiplin dapat memuluskan jalan menuju pandangan terang dengan bebatuan halus, tetapi hal ini pada akhirnya akan menjadi rintangan di dalamnya. Pikiran yang berpikir bukanlah kebijaksanaan. Intelektual tidak mampu secara langsung mengalami realitas. Pikiran telah ternoda oleh pandasan-pandangan dasar kita tentang dunia. Karena pikiran-pikiran kita, pandangan-pandangan dan persepsi-persepsi secara begitu mendasar membentuk realitas kita, hal ini memerlukan suatu pengalaman yang berbeda secara radikal untuk menantangnya dan membangunkan batin yang tidak tercerahkan. Salah satu tantangann bagi meditator berpendidikan tinggi adalah untuk meninggalkan kegemaran atau pengidentifikasian pikiran-pikiran yang menarik baginya. Hal ini memerlukan suatu keinginan agar menjadi berpemikiran sederhana, sediam dan setenang puncak gunung tanpa angin tanpa seorang pun di sana.

Ketika samatha mencapai puncak keterpusatan dan kesadaran jernih, bagian-bagian signifikan dari apa yang sebelumnya diasumsikan sebagai aspek yang tetap dari diri seseorang lenyap untuk beberapa saat. Apa yang membentuk kehendak untuk berbuat, berbicara dan berpikir (cetana) lenyap dalam jhāna. Fungsi kelima indria juga lenyap, sehingga ia tidak menerima kesan apa pun dari luar. Karena  selama dalam jhāna pikiran sepenuhnya terpusat pada hanya satu obyek perhatian, maka adalah mustahil untuk melakukan penyelidikan pada saat itu. Akan tetapi, begitu seseorang keluar dari kondisi itu, pengalaman mengetahui suatu tingkatan berbeda dari realitas tidak dapat mengubah pandangannya akan dunia.

“Adalah tidak mungkin untuk meninggalkan belenggu-belenggu (yang mengikat kita pada samsāra: samyojana) tanpa menyempurnakan samādhi. Dan tanpa meninggalkan belenggu-belenggu itu adalah tidak mungkin untuk mencapai Nibbāna.” (AN 6.68)

Bahkan jika kita menghendaki untuk mengembangkan samatha tanpa vipassanā sama sekali, tentu saja kita juga akan mengembangkan pengamatan yang tidak berhamburan pada jasmani dan batin. Samādhi dinamis ini menyadari arus fenomena internal dan eksternal, persis seperti apa yang menjadi tujuan dari teknik vipassanā. Oleh karena itu, dalam praktiknya, apa yang disebut sebagai samādhi “saat ke saat” berkembang berbarengan dengan meditasi samatha.

Dalam proses berusaha mengembangkan samādhi dengan cara mengulang-ulang kata secara batin, memperhatikan nafas, melatih cinta kasih atau teknik samatha lainnya, seseorang akan memperoleh banyak pandangan terang ke dalam bagaimana batin bekerja.

Pada setiap tahap alasan yang membuat pikiran tidak masuk lebih dalam ke dalam samādhi adalah karena kemelekatan. Maka adalah perlu untuk mencari dan memahami apa yang kita lekati.

Semakin halus samādhi, semakin halus dan dalam pula kemelekatan yang kita temukan – ketagihan dan kemelekatan yang mencegah kita mengalami kedamaian dan kebahagiaan yang lebih mendalam. Tanpa melatih meditasi adalah sulit untuk melihat motivasi-motivasi dan asumsi-asumsi kotor yang biasanya mendikte bagaimana kita menjalani kehidupan kita; dan tanpa mengembangkan jhāna juga adalah tidak mungkin untuk memiliki pandangan terang ke dalam kemelekatan yang paling halus yang merintangi pencerahan. Melalui pengungkapan, kemudian penyelidikan dan akhirnya mengatasi rintangan-rintangan pada kedamaian batin, kita banyak belajar tentang diri kita ketika samādhi semakin mendalam dan semakin luhur.

“Bahwa seseorang dapat menyempurnakan kebijaksanaan tanpa menyempurnakan samādhi – ini adalah tidak mungkin.” (AN 5.22)

Kegembiraan manis yang muncul dari pelepasan

Adalah wajar bahwa semakin murni batin, maka semakin besar pula kebahagiaan yang muncul. Kepercayaan (atau asumsi yang meragukan) bahwa dengan menyiksa diri dengan cara tidak memperbolehkan kebahagiaan apa pun muncul maka seseorang akan menjadi suci ditolak oleh Sang Buddha. Dalam merumuskan Jalan Tengah Beliau mengajarkan bahwa dengan melepaskan kenikmatan indria maka seseorang mengalami kebahagiaan yang lebih baik dan lebih memuaskan. Proses organik ini dijelaskan dalam banyak sutta.

“Ketika seseorang mengetahui bahwa batinnya bebas dari kelima rintangan, maka kegembiraan muncul, dari kegembiraan muncullah kebahagiaan, di mana ada kebahagiaan, jasmani menjadi tenang, dengan ketenangan ia merasakan kebahagiaan dan kebahagiaan mengarah menuju samādhi. Dengan demikian, karena terlepas dari kenikmatan indria, terlepas dari kondisi-kondisi batin tidak bermanfaat, ia masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, yang muncul dari pelepasan, yang dipenuhi dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Kemudian ia meliputi, membasahi, memenuhi dan memancarkan kegembiraan dan kebahagiaan ini hingga tidak ada tempat yang tidak tersentuh oleh kegembiraan dan kebahagiaan itu.” (DN 2.75)

Samādhi membawa kebahagiaan tanpa cela dan tanpa noda yang muncul dari dalam batin. Hal ini membuat jalan Sang Buddha menjadi satu kegembiraan dan kepuasan. Beliau memuji jhāna-jhāna sebagai suatu ‘kediaman bahagia di sini dan saat ini’ dan ‘Nibbāna di sini dan saat ini’. Adalah intensitas dari kebahagiaan non-duninawi ini yang merupakan pemikat untuk menarik batin dari kemelekatan pada keduniawian.

Setelah mengalami kebahagiaan yang lebih tinggi daripada yang ditawarkan oleh kenikmatan indria, adalah masuk akal untuk mengasumsikan bahwa seseorang mungkin dapat melekatinya. Sesungguhnya adalah tidak mungkin melekati jhāna-jhāna dalam suatu cara yang dapat mengarah pada penderitaan (dukkha). Menuruti sifatnya jhāna-jhāna adalah kondisi melepaskan kemelekatan. Adalah mungkin untuk menikmati manisnya jhāna-jhāna lebih lama dari yang diperlukan dan dengan demikian menunda kemajuan seseorang. Juga adalah wajar bahwa seseorang yang mahir dalam memasuki jhāna-jhāna pada awalnya akan secara keliru mengartikannya sebagai suatu tingkat pencerahan. Pada tahap ini kekuatan samādhi mampu secara terus-menerus mempertahankan ketidak-murnian batin tetap di pinggir, apakah sedang bermeditasi atau tidak. Akar-akar kekotoran batin sesungguhnya masih bersembunyi di bawah permukaan atau muncul hanya dalam bentuk-bentuk yang sangat halus.

Akan tetapi, penilaian berlebihan demikian adalah suatu tahap pengembangan yang lebih tinggi. Seseorang yang mahir dalam jhāna-jhāna telah banyak mengurangi kecenderungan kotor yang mendarah-daging untuk mencari kepuasan melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, sensasi fisik dan pemikiran duniawi. Jika orang itu mengenali dan tertarik untuk mengikuti ajaran-ajaran Buddha, maka mereka telah berada di jalan menuju Nibbāna. Hanya saja mereka masih belum sampai.

“Para bhikkhu, seperti halnya Sungai Gangga yang mengarah, miring dan condong ke arah samudera, demikian pula seorang bhikkhu yang mengembangkan dan melatih empat jhāna akan mengarah, miring dan condong ke arah Nibbāna.” (SN 53.6)

Pada masa Sang Buddha terdapat para petapa dari sekte lain yang mengkritik Beliau dan para siswaNya karena menikmati meditasi. Sang Buddha menjawab:

“Ada empat jenis kehidupan ini yang menekuni kenikmatan yang sepenuhnya mendorong menuju kekecewaan, menuju meluruhnya nafsu, menuju lenyapnya, menuju ketenangan, menuju pencapaian, menuju pencerahan, dan menuju Nibbāna. Apakah itu? [Kemudian Sang Buddha membabarkan definisi umum dari empat jhāna yang disebutkan di atas.] Maka jika para pengembara dari sekte lain mengatakan bahwa para pengikut Sakya ketagihan pada empat bentuk pencarian-kenikmatan ini, mereka harus dijawab: ‘Ya’, karena mereka mengatakan yang sebenarnya tentang kalian. Mereka tidak memfitnah kalian dengan pernyataan yang salah atau tidak benar.

“Kemudian para pengembara itu mungkin bertanya: ‘Baiklah, mereka yang tunduk pada empat bentuk pencarian-kenikmatan ini – apakah hasil, apakah manfaat yang mereka harapkan untuk dicapai?’ Dan kalian harus menjawab: ‘Mereka dapat mengharapkan empat manfaat.’ Apakah itu? Pertama adalah ketika seorang bhikkhu melalui hancurnya tiga belenggu telah menjadi Pemenang-Arus (Sotāpanna, tingkat pertama pencerahan), tidak mungkin lagi terlahir di alam-alam rendah, pasti mencapai pencerahan sempurna; yang ke dua adalah ketika seorang bhikkhu melalui hancurnya tiga belenggu dan melemahnya nafsu, kebencian, dan kebodohan, telah menjadi Yang-Kembali-Sekali, dan setelah kembali sekali lagi ke dunia ini, akan mengakhiri penderitaan; yang ke tiga adalah ketika seorang bhikkhu melalui hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, telah terlahir kembali secara spontan [di alam Brahma], dan akan mencapai Nibbāna tenpa kembali dari alam itu. Yang ke empat adalah ketika seorang bhikkhu, dengan hancurnya racun-racun batin telah, dalam kehidupan ini juga, melalui pengetahuan dan pencapaiannya sendiri, mencapai Kearahatan, mencapai kebebasan batin melalui kebijaksanaan. Demikianlah empat hasil dan empat manfaat yang dapat diharapkan oleh seseorang yang tunduk pada empat bentuk pencarian-kenikmatan ini.” (DN 29.25,25)


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #2 on: 25 August 2011, 10:51:42 PM »
Hanya Vipassanā

Dalam spektrum luas dari praktik meditasi Buddhis masa kini terdapat beberapa metode yang memberikan keunggulan unik pada vipassāna. Teknik-teknik ‘vipassāna’ ini menekankan pada penyelidikan dan mengecilkan pentingnya samatha. Berdiam dalam samādhi dianggap sebagai sekadar pilihan atau tidak dianjurkan.

Secara tradisional praktik Dhamma dari aliran-aliran ini bersumberkan pada sebuah sutta dalam Anguttara Nikāya ( AN 4.170) di mana Yang Mulia Ananda merumuskan empat cara di mana seseorang dapat mencapai pencerahan. Pertama adalah pola standard samatha menuju vipassanā, mengarah menuju penembusan. Ke dua (poin yang dipertanyakan) adalah vipassanā menuju samatha, mengarah menuju penembusan. Ke tiga adalah jhāna dan vipassanā bergantian, yang memperdalam jhāna dan kemudian mengarah menuju penembusan. Ke empat berhubungan dengan menyadari bahwa ia telah terlalu tinggi menilai pencapaian meditatifnya dan oleh karena itu memperbaiki kesalah-pahamannya, menghasilkan penembusan. Kenyataannya tidak ada disebutkan jalan vipassanā yang langsung mengarah pada penembusan. Sebaliknya, ajaran ini tampaknya bahwa masing-masing meditator memiliki kecenderungan yang berbeda-beda, tetapi hanya ketika samatha dan vipassanā ditempatkan secara seimbang maka penembusan terjadi.

Gerakan mengesampingkan peran samādhi dalam jalan praktik bukannya tidak diramalkan oleh Sang Buddha. Beliau meramalkan bahwa di masa depan ajaran Dhamma tidak akan merosot karena bencana dari luar melainkan karena Dhamma palsu perlahan-lahan menyusup.

“Ada lima hal perusak yang mengarah menuju kehancuran dan lenyapnya Dhamma sejati. Apakah lima ini? Di sini, para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki dan umat awam perempuan berdiam tanpa penghormatan kepada Sang Guru (Sang Buddha), ... Dhamma, ... Sangha yang telah ditahbiskan, ... latihan menuju pembebasan, ... dan samādhi.” (SN 16.13)

Komentar mendefinisikan “berdiam tanpa penghormatan kepada samādhi” sebagai tidak mencapai, atau tidak berusaha untuk mencapai delapan jhāna.

Namun demikian, teknik-teknik vipassanā telah berhasil membantu banyak orang mendapatkan pemahaman ke dalam kehidupan mereka dan membebaskan batin mereka dari kesakitan dan penderitaan. Salah satu penjelasan yang mungkin untuk hal ini adalah bahwa keberhasilan praktik vipassanā sebagian besar bergantung pada tingkatan sejauh mana praktik ini dilatih secara seimbang dengan samatha. Beberapa orang memiliki bakat alami dalam samādhi, dan mengembangkannya tanpa usaha keras. Juga, di masa lalu tampaknya mengarahkan pikiran ke dalam keheningan batin yang diam adalah jauh lebih mudah. Di Burma masa lalu (sekarang Myanmar) di mana teknik vipassanā sekarang ini berasal, kondisi kehidupan adalah sangat berbeda daripada kondisi meditator masa kini. Contohnya, seseorang yang tumbuh besar dalam budaya Buddhis, di mana keyakinan kuat dalam Dhamma dan moralitas yang baik adalah hal yang normal; di mana kehidupan (terutama di daerah pedesaan) adalah sangat sederhana dan menenangkan; di mana minat pada meditasi cukup populer dan meluas, dan mengurung diri sendirian di sebuah kamar selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan melakukan meditasi selama lebih dari dua belas jam sehari, adalah mudah untuk membayangkan bahwa mereka akan dapat mencapai samādhi yang mencukupi – mungkin cukup untuk mendukung pandangan terang yang dalam.

Bahkan di masa kini retreat-retreat vipassanā menciptakan kondisi-kondisi khusus: sedikit atau sama sekali tidak berbicara, tidak membaca, tidak ada kontak mata atau gangguan eksternal. Ini adalah kondisi-kondisi yang menghasilkan samādhi. Beberapa retreat secara khusus menekankan pada perhatian pada pernafasan (ānāpānasati) selama porsi awal untuk mengembangkan samādhi sebagai landasan persiapan. Yang lainnya mengajarkan bahwa dalam wilayah kesadaran seorang yogi vipassanā nafas harus menjadi pilihan utama. Demikianlah dalam tahap awal, perbedaan antara vipassanā dan perhatian pada pernafasan adalah minimal. Di negara-negara Barat, pusat-pusat vipassanā menemukan bahwa adalah sangat bermanfaat untuk mengajarkan meditasi cinta-kasih dan belas-kasihan (mettā, karunā bhavanā). Tujuannya adalah untuk membebaskan batin (walaupun sementara) melalui kondisi pikiran positif yang tanpa batas, tidak membedakan dan tidak memihak – persis sama dengan kondisi jhāna. Dalam pengalaman nyata tampaknya teknik-teknik vipassanā memberikan manfaat optimal jika dikombinasikan dengan samatha.

“Dan apakah, para bhikkhu, jalan yang mengarah menuju yang tidak terkondisi? Samatha dan vipassanā.” (SN 43.2)

Rujukan dari Kanon Pali

Sejauh yang kita ketahui Sang Buddha tidak pernah mengajarkan praktik Dhamma yang selaras dengan apa yang kita pikir saat ini sebagai meditasi vipassanā. Tampaknya pada awalnya tidak ada jalan pandangan terang kering. Dalam keseluruhan koleksi ajaran tidak ada satu pun rujukan pada vipassanā di mana tidak digabungkan dengan samatha atau jhāna.

Perhatikan contoh-contoh berikut ini. Pandangan benar dibantu oleh lima faktor agar mencapai kematangan dalam kebebasan batin melalui kebijaksanaan: moralitas, pembelajaran, diskusi, samatha dan vipassanā (MN 43.14). Juga, bagi seseorang yang telah memenuhi Jalan Mulia Berunsur Delapan, “samatha dan vipassanā muncul bergandengan secara seimbang” (MN 49.10). Metode pencapaian Kearahatan Yang Mulia Sāriputta dijelaskan (MN 111.2) sebagai “pandangan terang ke dalam kondisi-kondisi satu demi satu pada saat munculnya.” [1] Terdengar seperti hanya pandangan terang saja, tetapi kondisi-kondisi yang ia renungkan adalah faktor-faktor jhāna-jhāna pertama hingga ke delapan. Akhirnya, dalam sutta Perhatian pada Pernafasan (MN 118) instruksi-instruksi yang diberikan untuk bermeditasi pada pernafasan adalah proses tahap demi tahap yang termasuk baik ketenangan maupun pandangan terang dan memuncak pada pencerahan.

Definisi perhatian benar dari Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah empat pemusatan perhatian (satipatthāna). Walaupun tidak ada pendukung dalam sutta-sutta untuk menyamakan vipassanā dengan empat pemusatan perhatian, aliran-aliran vipassanā cenderung melihat pada sutta-sutta ini sebagai inspirasi dan pembenaran. Akan tetapi, Maha Satipatthanā Sutta (DN 22) mendefinisikan samādhi benar sebagai jhāna-jhāna. Sutta-sutta juga menyebutkan bahwa satipatthāna harus dilakukan setelah pikiran terbebas dari ‘ketamakan dan kesedihan akan dunia.’ [2] frasa ini adalah sinonim dari kelima rintangan. Agar pikiran menjadi murni dari kelima rintangan selama waktu yang lama diperlukan samādhi yang stabil. Sang Buddha juga mengajarkan (MN 125.23 – 25) bahwa salah satu tujuan dari empat pemusatan perhatian adalah meredakan ingatan dan motivasi seorang bhikkhu atau bhikkhunī yang berhubungan dengan kehidupan awam agar dapat memasuki jhāna. Hal ini kemudian mengarah menuju pemurnian pikiran dan pencerahan sempurna. Jadi empat pemusatan perhatian dimaksudkan untuk dilakukan setelah samādhi mencapai tahap yang mantap atau sebagai alat untuk mengembangkan samādhi.

Pembenaran skolastik utama untuk menganggap samatha adalah pilihan terdapat bukan dalam sutta-sutta, tetapi dalam komentar dan sub-komentar. Tradisi komentar menganggap bahwa tingkat-tingkat pencerahan muncul pada tingkat intensitas jhāna untuk memenuhi faktor samādhi benar. Akan tetapi mereka berpendapat bahwa satu momen pikiran jhāna sudah mencukupi. Pada kenyataannya, tampaknya adalah demi untuk mempertahankan energi terpusat selama waktu yang cukup lama yang menghasilkan kekuatan yang diperlukan untuk memotong kebodohan dan mencapai pencerahan.

Pencapaian pencerahan sempurna memiliki dua aspek: kebebasan pikiran [3], yang merujuk pada jhāṅa, dan kebebasan melalui kebijaksanaan. [4] demikianlah puncak vipassanā, pandangan terang ke dalam dan pencapaian Nibbāna, dijelaskan oleh Sang Buddha di banyak tempat seperti:

“Ini damai. Ini luhur. Yaitu, ‘sabbe sankhāra samatha’, ‘penenangan’ sepenuhnya atas segala fenomena terkondisi.”

Sementara itu puncak samatha, suatu kondisi yang dikenal sebagai lenyapnya persepsi dan perasaan [5], mengarah menuju pandangan terang yang menghasilkan tingkat pencerahan ke tiga [6]. Sang Buddha bahkan menyamakan jhāna-jhāna dengan pencerahan tertinggi [7], dengan menunjukkan kualitas pelenyapan yang terlibat. Contoh-contoh ini semuanya memberikan poin penting: samatha dan vipassana pada dasarnya tidak terpisahkan.

[1] anupada dhamma vipassanā
[2] abhijjhā-domanassa
[3] cetovimutti
[4] paññavimutti
[5] saññāvedayitanirodha atau nirodha samāpatti
[6] anāgāmī
[7] parinibbāna, AN 4.453,3


Kutipan-kutipan Sutta

“Sariputta, seorang bhikkhu harus merenungkan: ‘Apakah samatha dan vipassanā telah terkembang dalam diriku?’ Jika dengan merenungkan ia mengatahui, ‘Samatha dan vipassanā belum terkembang dalam diriku,’ maka ia harus berusaha untuk mengembangkannya. Tetapi jika setelah merenungkan ia mengetahui, ‘Samatha dan vipassanā telah terkembang dalam diriku,’ maka ia dapat berdiam dalam kebahagiaan dan kegembiraan, berlatih siang dan malam dalam kondisi-kondisi batin bermanfaat.” (MN 151.19)

“Dan apakah, para bhikkhu, jalan yang mengarah menuju ke yang tidak terkondisi?
Samādhi dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran (jhāna pertama)
Samādhi tanpa awal pikiran tetapi dengan kelangsungan pikiran
Samādhi tanpa awal pikiran dan tanpa kelangsungan pikiran. (jhāna ke dua.” (SN 43.3)

“Dan apakah, para bhikkhu, jalan menuju ke yang tidak terkondisi? Samādhi kekosongan (suññata samādhi).” (SN 43.4)

“Siapa pun yang mengembangkan cinta kasih hingga pada tingkat tanpa batas [jhāna] dan mengarahkan pikiran mereka pada melihat akhir kelahiran, maka belenggu-belenggu mereka telah dikurangi.” (AN 8.1)

“Jika seorang bhikkhu berkeinginan: ‘Semoga aku berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan’ ... maka ia harus memenuhi aturan-aturan, menekuni ketenangan batin internal, tidak mengabaikan jhāna, memiliki pandangan terang dan berdiam dalam gubuk-gubuk kosong.” (MN 6.19)

“Para bhikkhu, kembangkanlah samādhi. Seorang bhikkhu yang telah mengembangkan samādhi memahami segala sesuatu sebagaimana adanya.” (SN 22.5)

“Hiduplah dengan menikmati keheningan, para bhikkhu. Hiduplah dengan bergembira dalam keheningan. Tekunilah pengembangan batin dalam samatha, tidak mengabaikan jhāna-jhāna; mempraktikkan vipassana dan sering mengunjungi tempat-tempat sunyi.” (It 45)

“Seseorang yang dengan waspada penuh perhatian dengan pemahaman jernih, yang memiliki konsentrasi yang terkembang baik, yang menemukan kegembiraan dalam keberhasilan orang lain dan tenang; dengan benar merenungkan segala sesuatu dengan pikiran terpusat, pada akhirnya akan menghancurkan kegelapan kebodohan. Oleh karena itu tekunilah kewaspadaan, seorang bhikkhu yang tekun, melihat dan mencapai jhāna.” (It 47).

“Inti dari kata-kata yang diucapkan dengan baik adalah pemahaman. Inti dari pembelajaran dan pemahaman adalah samādhi.” (Sn 329)

“Bersungguh-sungguh pada jhāna, bertekad teguh, bergembira di dalam hutan, seseorang harus bermeditasi di bawah pohon: penuh kegembiraan ... Dalam disiplin hidup sendirian, dalam melayani para petapa, ini adalah keheningan kesendirian yang merupakan kebijaksanaan.” (Sn 709,718)

“Selama seseorang belum mencapai kebahagiaan yang terasing dari kenikmatan indria dan terasing dari kondisi-kondisi pikiran tidak bermanfaat [merujuk pada jhāna pertama dan ke dua] atau sesuatu yang lebih damai daripada itu, maka kelima rintangan bersama-sama dengan ketidakpuasan dan kebosanan akan menyerbu pikiran dan menetap di sana.” (MN 68.6)

 “Seseorang berlatih dalam moralitas yang lebih tinggi, pikiran yang lebih tinggi, dan kebijaksanaan yang lebih tinggi ... Apakah latihan dalam pikiran yang lebih tinggi? Di sini seorang bhikkhu ... memasuki dan berdiam dalm jhāna pertama ... jhāna ke dua ... jhāna ke tiga ... jhāna ke empat.” (AN 3.84, 88, 89)

“Samādhi adalah jalan. Tanpa samādhi adalah jalan yang buruk.” (AN 6.64)


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #3 on: 25 August 2011, 10:52:44 PM »
Tradisi Hutan Thai dan Ajahn Chah

Di Thailand, salah satu tradisi kontemplatif yang paling bersemangat telah keluar dari hutan-hutan, gunung-gunung dan gua-gua di Timur Laut. Dalam lingkaran praktik Dhamma: moralitas, samādhi dan kebijaksanaan adalah kelompok tiga yang tidak terpisahkan, dan samatha dan vipassanā diajarkan secara turun temurun.

Salah satu guru hutan yang paling terkenal adalah Yang Mulia Ajahn Chah. Gaya mengajarnya yang membumi dikarakteristikkan dengan pengungkapan banyak metafora yang ditarik dari dunia alami, termasuk banyak yang mengilustrasikan hubungan antara ketenangan dan pandangan terang.

“Meditasi bagaikan sebatang tongkat kayu. Vipassanā adalah salah satu ujungnya dan samatha adalah ujung lainnya. Jika kita memungutnya, apakah hanya salah satu ujungnya yang terambil atau keduanya? Pandangan terang harus berkembang dari kedamaian dan ketenangan. Keseluruhan prosesnya akan muncul secara alami. Kita tidak dapat memaksakannya.” [1]

Ajahn Chah juga membandingkan kedua sisi pengembangan batin dengan menggigit dan mengecap buah apel. Menggigit dan mengecap adalah berbeda, tetapi bagaimana kita dapat mengecap buah apel tanpa menggigitnya? Dengan merujuk pada samādhi dan kebijaksanaan ia memberikan pertanyaan, “Apakah sebutir mangga yang belum masak dan ketika sudah masak adalah sama atau berbeda?” Itu adalah mangga yang sama, demikianlah samādhi menjadi masak dan semakin masak dalam kebijaksanaan.

“Samādhi membentuk landasan bagi perenungan dan vipassanā. Segala sesuatu yang dialami dengan pikiran yang damai memberikan pemahaman yang lebih baik.” [1]

Ajahn Chah mengajarkan bahwa vipassanā adalah bagaikan menyalakan korek api. Korek api menghasilkan api, tetapi apinya hanya bertahan selama satu kilatan. Mengembangkan samatha adalah bagaikan mencelupkan sumbu ke dalam cairan lilin untuk membuat lilin. Semakin lama anda mencelupnya, semakin baik lilinnya. Secara berdiri sendiri sebatang lilin tidak menghasilkan cahaya, tetapi memiliki potensi besar. Jika kemudian anda menggunakan korek api untuk menyalakan lilin, maka anda memiliki sumber untuk mempertahankan cahaya yang dapat membantu anda melihat.

Mungkin adalah suatu pengamatan yang penting bahwa sebagian besar Bhikkhu Hutan Thai, Bhikkhunī, dan umat awam di abad lalu dan abad ini yang dipercaya telah mencapai pencerahan tampaknya memiliki kemampuan untuk memasuki jhāna [2].  Walaupun Ajahn Chah lebih dikenal akan ajarannya yang menekankan pengembangan kebijaksanaan, namun ia sendiri menguasai samādhi hingga pada tingkat mampu memasuki jhāna dalam satu tarikan nafas. Dengan landasan yang begitu kuat, kontak indria dapat menjadi sumber kebijaksanaan. Seperti yang ia nasihatkan,

“Masa kini banyak orang mengajarkan vipassanā. Aku akan mengatakan hal ini: melakukan vipassanā bukanlah hal yang mudah. Kita tida bisa begitu saja melompat ke dalamnya. Seperti yang kulihat, jika kita mencoba untuk melompat langsung ke dalam vipassanā, maka kita melihat bahwa adalah tidak mungkin berhasil menyelesaikan perjalanan ini.”

[1] Unshakeable Peace, Yang Mulia Ajahn Chah
[2] Dalam tradisi Hutan Thai tingkat samādhi terdalam biasanya disebut dengan istilah appanā bukan jhāna.


Batin Harmonis

Pertanyaan atas peran samatha yang begitu penting adalah karena samatha mulai mendefinisikan keseluruhan cara pendekatan pada kehidupan. Ratusan keputusan minor yang dibuat sepanjang hari bergantung pada tingkat sejauh apa kita menghargai ketenangan. Untuk tidak terhanyut ke dalam arus gangguan memerlukan usaha sadar. Walaupun menggabungkan kesadaran ke dalam gaya hidup materialistis yang penuh kesibukan tentu saja dapat menghasilkan hasil yang indah dalam hal pengurangan ketegangan, hubungan yang harmonis dan bahkan meningkatkan kenikmatan indria, namun adalah tidak realistis untuk berpikir bahwa pada suatu hari hal ini akan mengarah menuju pencerahan.

Kebebasan, seperti yang didefinisikan oleh Sang Buddha, memerlukan perubahan mendasar dalam hal bagaimana kita berhubungan dengan aspek jasmani dan batin dari pengalaman kita. Praktik Dhamma yang mengarah menuju kebebasan ini memerlukan bukan hanya sekadar teknik melainkan keseluruhan gaya hidup yang mendukungnya,  perlambatan signifikan dari langkah terburu-buru yang pada masa kini dianggap normal. Jika kita tertarik pada pencerahan, maka kita harus melambat dan menjadi lebih sederhana. Daripada mencoba mengubah ajaran Buddha agar sesuai dengan gaya hidup kita, seharusnya kita mencoba untuk mengubah gaya hidup kita agar sesuai dengan ajaran Buddha.

Telah sering kali diamati bahwa kita dari generasi sekarang ini, umumnya berpendidikan tinggi dan penuh informasi, yang hidup dalam tempo cepat dan masyarakat yang rumit, yang tumbuh dengan stimulasi media dan dipelihara dengan rangsangan indria yang berlebihan, kehilangan sentuhan dengan ketenangan. Banyak orang menjadi tidak seimbang pada sisi kekurangan-samatha. Sisi analitis dari pikiran kita biasanya terkembang dengan baik karena budaya lingkungan, tetapi tanpa energi terpusat dari samādhi terus-menerus maka ‘pandangan terang’ tidak memiliki cukup kekuatan untuk mengubah kehidupan kita.

Tradisi Buddhis apa pun yang kita ikuti, semua meditator pada akhirnya bertujuan pada hal yang sama: suatu kesempatan bagi bangkitnya pandangan terang yang membebaskan melalui kesadaran tanpa terputus dari arus fenomena yang selalu berubah, tanpa kehadiran kelima rintangan. Pertanyaannya adalah: apakah hal ini mungkin tanpa adanya jhāna? Untuk mempertahankan tingkatan kemurnian pikiran ini selama kurun waktu yang cukup lama sambil menyelidiki jasmani dan batin adalah pencapaian yang luhur. Bagi meditator pada umumnya, bantuk-bentuk halus dari kelima rintangan akan menyelinap ke dalam batin dan menetap di sana tanpa terdeteksi.

Apakah mengalami jhāna adalah kemungkinan yang realistis bagi para meditator masa kini? Satu hal yang pasti adalah: jika kita tidak mencoba, maka hal itu tidak akan pernah terjadi. Dan jika kita percaya bahwa hal itu adalah mustahil bagi kita, maka kita telah membunuh kesempatan kita bahkan sebelum kita memulai. Fungsi Dhamma bekerja menuruti hukum alam. Jika sebab dan kondisi yang mengarah menuju jhāna telah terkembang, maka hasilnya akan mulai muncul pada waktunya. Kemudian kita dapat mengetahuinya untuk diri kita sendiri, tidak bergantung pada apa yang dikatakan oleh orang lain, apakah samādhi mendalam itu dan apa hasil yang dimilikinya.

Pada masa penuh kesibukan sekarang ini masih ada umat-umat awam serta para bhikkhu dan bhikkhunī yang dapat mencapai jhāna. Hal ini bukanlah karena mereka dilahirkan dengan kemampuan seperti itu. Jhāna harus dikembangkan. Tentu saja, bahkan jika kita setuju bahwa melatih samatha memainkan peran penting dalam pengembangan batin yang sehat, namun tidak ada jaminan keberhasilan dalam menenangkan kesalahan-kesalahan batin. Tetapi tanpa pertama-tama memunculkan gagasan bahwa kedamaian batin adalah sungguh penting, maka tidak dapat diharapkan bahwa kita akan mengerahkan waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melatihnya. Jika kondisi-kondisi yang mendukung tercapainya samādhi belum muncul dalam hidup kita, ada langkah-langkah yang dapat kita lakukan untuk memunculkannya.

Suatu dasar yang penting bagi meditasi adalah untuk mempertahankan tingkat moralitas yang tinggi, hidup dengan berbelas kasihan dan bertanggung jawab pada diri sendiri dan orang lain dengan menegakkan lima aturan Buddhis dasar. Yaitu, 1) hidup tanpa kekerasan dengan tidak dengan sengaja mencelakai makhluk hidup. 2) mengembangkan kejujuran dengan tidak mencuri atau menipu, 3) bertanggung jawab secara seksual dengan menghindari perselingkuhan atau perilaku seksual yang tidak benar. 4) berbicara jujur dan 5) melatih kewaspadaan dengan menghindari alkohol dan zat-zat memabukkan. Menilai kebajikan dan mewujudkan cinta kasih dalam hidup kita dapat mengurangi rintangan yang kita alami selama duduk di atas alas duduk meditasi atau melangkah di jalan setapak.

Untuk mempertahankan dan menggabungkan manfaat-manfaat meditasi, ketenangan pengendalian indria adalah sangat efektif. Sang Buddha berulang-ulang menekankan pentingnya menegakkan perhatian pada pintu-pintu indria untuk mengurangi keterlibatan pada kenikmatan-indria. Kebahagiaan yang muncul dalam jhāna sepenuhnya tidak bergantung pada kenikmatan indria. Gairah dan rangsangan sesungguhnya adalah halangan bagi meditasi mendalam. Ketika kita mencari perlindungan dalam stimulasi eksternal dan batin kita cenderung mencarinya, maka jhāna tidak dapat terjadi. Carilah ke dalam batin untuk kebahagiaan yang sesungguhnya dan dapat diandalkan.

Keberhasilan dalam meditasi juga menuntut praktik yang konsisten dan latihan yang tekun. Berapa seringkah kita bermeditasi? Berapa lama? Kita harus bersedia untuk menginvestasikan energi dan waktu tanpa mencari jalan pintas yang tidak ada. Jhāna sering dialami dalam situasi-situasi retreat, karena suasana yang tenang, persoalan eksternal yang minimum, orang-orang saling berdiam diri, guru mendorong mereka dan mereka bermeditasi berjam-jam setiap hari. Maka, sebagai tambahan dari praktik sehari-hari yang stabil, secara periodik memberikan persembahan dalam bentuk retreat meditasi kepada diri kita dapat memberikan perbedaan besar dalam menenangkan batin yang bergejolak.

Begitu kita telah mengambil langkah untuk hidup secara bermoral dan tenang dan bermditasi setiap hari, kita akan mulai mengalami kebahagiaan dari pikiran yang tenang. Suatu rintangan yang mungkin muncul pada titik ini adalah ketakutan akan kemelekatan pada kebahagiaan itu. Seperti yang telah kita bahas, kekhawatiran demikian adalah tidak berdasar. Ketakutan akan kemelekatan pada kebahagiaan samādhi sesungguhnya hanya akan mencegahnya memasuki jhāna, menyangkal kegembiraan murni yang dipuji oleh Sang Buddha dan para siswaNya. Adalah penting untuk dengan rela merangkul kenikmatan kedamaian itu dan menumbuhkannya. Sang Buddha menggambarkan jhāna sebagai

“Kebahagiaan pelepasan keduniawian, kebahagiaan keheningan, kebahagiaan kedamaian, kebahagiaan pencerahan. Aku katakan jenis kenikmatan ini seharusnya dikejar, harus dikembangkan, harus dilatih, seharusnya tidak ditakuti.” (MN 66.21)

Dengan dorongan yang sangat positif demikian untuk melatih kenikmatan meditasi, adalah sulit untuk membenarkan pandangan bahwa jhāna-jhāna harus ditakuti atau dihindari. Adalah penting sekali bahwa kita memperobolehkan batin kita untuk beristirahat and mengizinkan diri kita untuk menikmati kesenangan spiritual tanpa merasa bersalah. Jika kita terbiasa menderita, atau jika pada tingkat tertentu kita merasa perlu untuk menghukum diri sendiri, maka kita akan berpikir bahwa kita tidak layak untuk merasa bahagia. Kita semua layak untuk berbahagia.

Khawatir akan kemelekatan pada jhāna-jhāna? Hal terburuk yang dapat terjadi adalah bahwa kita akan terlahir kembali di alam surga hingga selama 84 ribu kappa penuh kebahagiaan surgawi. Dengan mempertimbangkan kemungkinan kelahiran kembali dalam samsāra, hal itu bukanlah pilihan yang buruk. Hal terbaik yang dapat terjadi adalah bahwa kita mencapai pencerahan. Moralitas dan samādhi adalah bagaikan anak tangga dari sebuah tangga. Kita harus menggenggam anak-anak tangga yang lebih tinggi untuk dapat menarik diri kita naik. Jika kita telah mendengar ajaran kebijaksanaan dari Sang Buddha dan tulus ingin membebaskan batin, maka mencapai puncak tangga seharusnya masih dalam batas kemampuan kita. Sewaktu kita bergerak naik, anak tangga di bawah dilepaskan. Tetapi pertama-tama kita harus menggenggam erat pada anak-anak tangga itu. Jika kita terlalu cepat melepas maka kita akan jatuh.

Ketika batin menjadi semakin damai, merasa seolah-olah memasuki sebuah wilayah yang asing. Ketakutan akan sesuatu yang tidak dikenal kadang-kadang dapat menjadi rintangan. Memiliki keyakinan dan kepercayaan pada Sang Buddha dapat membantu memberikan kepada kita keyakinan yang diperlukan untuk maju. Kadang-kadang batin akan menciptakan gambaran batin, pertunjukan cahaya menakjubkan atau sensasi-sensasi yang tidak wajar. Tidak peduli seberapa menakjubkan, menakutkan, atau menyenangkannya hal itu, semua itu adalah gangguan dalam meditasi dan harus diabaikan. Jika seseatu yang sangat aneh muncul dan kita tidak yakin apakah kita melakukannya dengan benar, maka kita cukup berhenti sejenak atau kembali kepada tingkatan meditasi yang lebih kita kenal. Ketika kelak kita memiliki kesempatan kita dapat berkonsultasi kepada guru yang berkualitas. Kadang-kadang ketakutan akan kehilangan kendali dapat muncul. Pada tingkat yang halus, usaha untuk mengendalikan meditasi dapat menjadi rintangan dan harus dilepaskan. Keinginan untuk mengendalikan dengan menarik dan menolak adalah sumber utama dari identitas-diri, dan melepaskan pengendalian ini dapat berakibat pada munculnya ketakutan akan kehilangan siapa diri kita sesuai anggapan kita sebelumnya. Gagasan sedang dikendalikan adalah murni kebodohan. Mengurangi keinginan untuk mengendalikan dan meminggirkan ‘diri’ kita akan meringankan batin dan memperdalam proses meditasi.

Memiliki sikap yang benar juga sangat penting bagi keberhasilan dalam meditasi. Walaupun adalah perlu untuk memotivasi diri sendiri untuk bermeditasi, samādhi tidak akan muncul dari ketagihan yang berdasarkan pada ego pada kondisi-kondisi kesadaran yang berubah atau untuk mengulangi kondisi damai yang dialami sebelumnya. Ketagihan ini sesungguhnya akan meningkatkan tekanan. Ada terlalu banyak keinginan dan persepsi diri. Cara tercepat untuk maju dalam meditasi adalah merasa puas sepenuhnya, mengerahkan energi untuk senantiasa penuh perhatian pada saat ini, dan tidak mengharapkan apa pun.

Biarkan alam melakukan tugasnya. Terlalu memaksakan diri, tidak sabar akan hasil yang cepat atau berusaha untuk memaksakan pengalaman tertentu akan menjadi kontra-produktif. Kita seharusnya puas akan tingkatan ketenangan apa pun yang dialami. Kita tidak selalu memiliki kesempatan untuk hidup dalam lingkungan yang damai, selalu dalam keadaan sehat atau memiliki kondisi lingkungan yang mendukung pengembangan samādhi. Kita dapat melihat saat-saat ini sebagai kesempatan berharga untuk berkembang dalam toleransi dan penerimaan. Dalam melatih sikap yang benar untuk bermeditasi, adalah baik sekali untuk mengingat bahwa semua Guru-guru besar Buddhis mendorong kita untuk mengembangkan samādhi bukan untuk mengejar status, pujian atau kemasyhuran, melainkan untuk menjadi rendah hati, baik dan bijaksana.

Ketika batin mulai tenang memasuki samādhi, adalah penting untuk membiarkannya diam selama mungkin. Tidaklah dianjurkan untuk dengan sengaja menarik batin keluar dari kondisi tenang untuk ‘melakukan’ vipassanā. Ketika momentum energi batin yang mempertahankan batin mulai memudar, perlahan-lahan pikiran akan mulai terbentuk. Pada titik ini kita harus dengan sadar mengalihkan perhatian kita pada penyelidikan.

Kemudian kita menganalisa tubuh kita, pikiran dan fenomena eksternal sebagai bergantung pada sebab dan kondisi, tidak kekal, tidak memuaskan dan tanpa-diri. Ini adalah bagaimana menggunakan kekuatan samādhi secara efisien. Perenungan pada saat ini memiliki potensi untuk memotong akar-akar dari kekotoran batin. Jika kita tidak melakukan hal ini setelah mengalami samādhi, kita akan terus merasakan kedamaian dan kebahagiaan untuk beberapa saat. Akan ada suatu kejernihan dan pemahaman karena ketiadaan rintangan, tetapi ketika kedamaian memudar, sekali lagi kekotoran akan muncul dengan kekuatan yang sama seperti sebelumnya. Ketika batin mendapatkan kesempatan untuk beristirahat sepenuhnya dalam samatha dan kemudian diaktifkan untuk menyelidiki kehidupan, maka vipassanā muncul secara alami.

Idealnya ketenangan dan pandangan terang saling membantu satu sama lain sejak awal praktik Dhamma hingga pada akhirnya. Pertama-tama kita perlu memiliki kebijaksanaan untuk duduk dan bermeditasi. Kemudian kita menemukan suatu tingkat ketenangan yang membantu kita melihat kehidupan dengan lebih jernih. Kejernihan ini mengarah menuju kehidupan yang lebih bijaksana, kehidupan yang lebih bermoral yang memberikan ketenangan yang lebih tinggi. Kemudian ketenangan itu menopang perenungan. Memusatkan perhatian pada cacat dan ketidak-dapat-diandalkannya dunia eksternal yang mengarah menuju pelepasan, dan ketika batin semakin mencari ke dalam untuk menemukan kebahagiaan, ketenangan semakin dalam dan lebih banyak pandangan terang terbangkitkan. Samatha dan vipassanā perlahan-lahan menjadi semakin kuat, maju bagaikan kaki dari seorang pendaki gunung, hingga suatu hari, suatu kehidupan, akan mencapai puncak kedamaian dan kebijaksanaan yang tidak tergoyahkan.

Mendaki ketinggian meditasi merupakan hal yang penuh makna yang dapat kita lakukan dalam hidup kita. Tetpi hal ini memerlukan kesabaran, sangat sabar. Si praktisi mengambil pengabdian, kesendirian dan keteguhan untuk menerima dan melepaskan rintangan-rintangan yang berasal-mula dari batinnya sendiri. Memerlukan pengerahan selama berjam-jam. Memerlukan kegigihan untuk tidak menyerah ketika permukaan gunung tampak begitu keras dan dingin, dan lembah di bawah tersenyum begitu manis. Suatu keadaan tanpa bangku di jalan setapak santai. Ini adalah perkemahan yang menjadi titik awal pendakian di kaki gunung setinggi 8,000 meter, suatu tempat untuk mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi serangan terakhir. Ini adalah perlindungan yang hangat dan tenang yang melindungi para pendaki gunung untuk sementara dari angin dingin yang menyengat kulit dan malam-malam yang membekukan air dalam botol. Tetapi bukanlah hal yang mudah untuk mendirikan perkemahan dalam jangkauan puncak gunung. Serangkaian perkemahan mungkin diperlukan untuk perlahan-lahan mencapai ketinggian. Sejak langkah pertama ekspedisi itu menuntut pandangan yang jelas pada jalan di depan dan memperoleh kepuasan dari nilai intrinsiknya. Sementara samādhi memberikan makanan lezat di sepanjang perjalanan, kebijaksanaan memastikan pemandangan-pemandangan indah. Jika itu adalah sungguh-sungguh puncak kebebasan yang berada dalam jarak pandang, yang dipuja dan berulang-ulang ditegaskan sebagai cita-cita kita jauh di masa depan, maka kita akan dengan sadar dan secara otomatis mulai memutuskan dalam kehidupan ini dan mengarah menuju arah itu. Kemudian samatha dan vipassanā bergabung dalam hubungan yang sejak awal sudah harmonis dalam perjalanan menuju Nibbāna.

“ … oleh karena itu, para bhikkhu, bergembiralah dalam jhāna, terkonsentrasi baik, dengan energi yang sungguh-sungguh untuk melihat akhir kelahiran, menaklukkan Mara dan bala tentaranya.” (It 46)

***


diterjemahkan dari : http://www.buddhanet.net/budsas/ebud/ebmed098.htm
« Last Edit: 25 August 2011, 11:02:05 PM by Indra »

Offline DragonHung

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 963
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #4 on: 25 August 2011, 11:38:17 PM »
Thanks atas artikelnya, sangat menambah motivasi untuk terus berlatih.
Banyak berharap, banyak kecewa
Sedikit berharap, sedikit kecewa
Tidak berharap, tidak kecewa
Hanya memperhatikan saat ini, maka tiada ratapan dan khayalan

Offline Wirajhana

  • Teman
  • **
  • Posts: 54
  • Reputasi: 9
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #5 on: 26 August 2011, 08:05:57 AM »
Wah bro indra..anda toh yang menterjemahkannya...mohon maaf salah sangka!

Semoga kekuatan kebajikan yang anda miliki menghantarkan diri anda untuk sesegera mungkin mencapai nibanna. sadhu 3x!

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #6 on: 26 August 2011, 08:18:55 AM »
Wah bro indra..anda toh yang menterjemahkannya...mohon maaf salah sangka!

Semoga kekuatan kebajikan yang anda miliki menghantarkan diri anda untuk sesegera mungkin mencapai nibanna. sadhu 3x!

tidak penting siapa yg menerjemahkan, yg penting GRP ;D

terima kasih kepada anda juga yg telah menginformasikan harta karun ini.

Artikel ini sungguh adalah artikel yg wajib di baca, khususnya bagi para praktisi vipassana murni. Semoga tidak ada lagi meditator yg mengatakan dengan nada arogan yg disamarkan dengan kesan rendah hati "saya tidak mengerti jhana, saya adalah praktisi vipassana"

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #7 on: 26 August 2011, 09:00:39 AM »
kalau untuk segera mencapai nibana sangat disayangkan, lebih baik jangan dulu deh, masih banyak proyek yang belum selesai =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #8 on: 26 August 2011, 09:41:59 AM »
<sumedho mode="on">
yg perlu dipertanyakan adalah apakah definisi jhana itu? terutama menurut sutta.
</sumedho>
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #9 on: 26 August 2011, 10:26:04 AM »
^ ???
There is no place like 127.0.0.1

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #10 on: 26 August 2011, 10:40:55 AM »
lah biasanya tiap ngomong jhana pan om medho selalu minta balik ke definisi suttanya...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #11 on: 26 August 2011, 11:05:47 AM »
ooo, tapi kan disitu udah dijelaskan bahwa dari sutta oom
There is no place like 127.0.0.1

Offline thres

  • Teman
  • **
  • Posts: 62
  • Reputasi: 4
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #12 on: 26 August 2011, 12:36:29 PM »
Tradisi Hutan Thai dan Ajahn Chah
...
...
Ketika batin mulai tenang memasuki samādhi, adalah penting untuk membiarkannya diam selama mungkin. Tidaklah dianjurkan untuk dengan sengaja menarik batin keluar dari kondisi tenang untuk ‘melakukan’ vipassanā. Ketika momentum energi batin yang mempertahankan batin mulai memudar, perlahan-lahan pikiran akan mulai terbentuk. Pada titik ini kita harus dengan sadar mengalihkan perhatian kita pada penyelidikan.

Kemudian kita menganalisa tubuh kita, pikiran dan fenomena eksternal sebagai bergantung pada sebab dan kondisi, tidak kekal, tidak memuaskan dan tanpa-diri. Ini adalah bagaimana menggunakan kekuatan samādhi secara efisien. Perenungan pada saat ini memiliki potensi untuk memotong akar-akar dari kekotoran batin. Jika kita tidak melakukan hal ini setelah mengalami samādhi, kita akan terus merasakan kedamaian dan kebahagiaan untuk beberapa saat. Akan ada suatu kejernihan dan pemahaman karena ketiadaan rintangan, tetapi ketika kedamaian memudar, sekali lagi kekotoran akan muncul dengan kekuatan yang sama seperti sebelumnya. Ketika batin mendapatkan kesempatan untuk beristirahat sepenuhnya dalam samatha dan kemudian diaktifkan untuk menyelidiki kehidupan, maka vipassanā muncul secara alami.
...
...

Yang dibold,  maksudnya bagaimana?

Offline DragonHung

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 963
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #13 on: 26 August 2011, 02:34:06 PM »
Yang dibold,  maksudnya bagaimana?

Mungkin lebih kurang demikian : Ketika konsentrasi mulai melemah, maka bentuk2 pikiran akan mulai muncul berseliweran.  Pada saat ini perhatian mulai dipindahkan dari objek meditasi semula kepada bentuk2 pikiran yg muncul ini.
Banyak berharap, banyak kecewa
Sedikit berharap, sedikit kecewa
Tidak berharap, tidak kecewa
Hanya memperhatikan saat ini, maka tiada ratapan dan khayalan

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #14 on: 26 August 2011, 05:39:07 PM »
bukankah dibawahnya ada kelanjutannya?

Quote
Kemudian kita menganalisa tubuh kita, pikiran dan fenomena eksternal sebagai bergantung pada sebab dan kondisi, ...

tapi back again sama pertanyaan bro morph yg menanyakan jhana model sutta atau commy, sepertinya memang perlu ditanyakan jg jadinya. Need to read it again one more time…
There is no place like 127.0.0.1

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #15 on: 26 August 2011, 08:36:01 PM »
bukankah dibawahnya ada kelanjutannya?

tapi back again sama pertanyaan bro morph yg menanyakan jhana model sutta atau commy, sepertinya memang perlu ditanyakan jg jadinya. Need to read it again one more time…

di atas jelas disebutkan definisi jhana yg bersumber dari sutta. makanya baca dulu sebelum komentar

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #16 on: 26 August 2011, 10:32:14 PM »
kalau dari yg dikutipkan itu sepertinya menurut Ajahn Chandako itu mirip pandangan tehnik - jhana first - out - baru vipassana.

dalam sutta kan kebalikannya, satipatthana itu merupakan landasan utk jhana.

dalam beberapa sutta kan di jhana 4 sendiri merasakan tubuh, ini salah satunya

Quote
"And furthermore, with the abandoning of pleasure and stress — as with the earlier disappearance of elation and distress — he enters and remains in the fourth jhana: purity of equanimity and mindfulness, neither-pleasure-nor-pain. He sits, permeating the body with a pure, bright awareness, so that there is nothing of his entire body unpervaded by pure, bright awareness.

maka itu, perlu dibaca ulang lagi, gitu maksudnya
There is no place like 127.0.0.1

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #17 on: 26 August 2011, 10:39:25 PM »

Samādhi Benar

Sang Buddha mengajarkan bahwa adalah mustahil untuk mencapai Nibbāna tanpa menyempurnakan seluruh delapan bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dalam kumpulan AjaranNya, sutta-sutta, definisi yang dicakup oleh samādhi benar pada Sang Jalan itu adalah empat jhāna pertama.

“Dan apakah, Teman-teman, samādhi benar itu? Di sini, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, setelah melampaui kondisi-kondisi batin yang tidak bermanfaat, seorang bhikkhu memasuki dan berdiam dalam jhana pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang muncul dari keterasingan. Dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan-diri dan keterpusatan pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang muncul dari konsentrasi. Dengan meluruhnya kegembiraan, ia berdiam dalam keseimbangan, dan penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, masih merasakan kebahagiaan, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna ke tiga, yang karenanya para mulia mengatakan: ‘Ia memiliki kediaman yang nyaman yang memiliki keseimbangan dan penuh perhatian.’ Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya dari kegembiraan dan kesedihan, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang tanpa kesakitan juga tanpa kenikmatan dan kemurnian perhatian karena keseimbangan. Ini adalah samādhi benar.


Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #18 on: 27 August 2011, 07:50:08 AM »
yah itu benar, cuma interpretasi hubungan antara jhana nya itu yg berbeda

menurut Ajahn Chandako, abis jhana, keluar, baru "satipatthana"

dalam MN 40: Culavedalla sutta salah satu yg menjelaskan urutannya

Quote
(KONSENTRASI)

12. “Yang Mulia, apakah konsentrasi? Apakah landasan konsentrasi? Apakah perlengkapan konsentrasi? Apakah pengembangan konsentrasi?”

“Keterpusatan pikiran, teman Visākha, adalah konsentrasi; Empat Landasan Perhatian adalah landasan konsentrasi; Empat Usaha Benar adalah perlengkapan konsentrasi; pengulangan, pengembangan, dan pelatihan atas hal-hal ini adalah kondisi yang sama dengan pengembangan konsentrasi.”
There is no place like 127.0.0.1

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #19 on: 27 August 2011, 09:31:37 AM »
yah itu benar, cuma interpretasi hubungan antara jhana nya itu yg berbeda

menurut Ajahn Chandako, abis jhana, keluar, baru "satipatthana"

dalam MN 40: Culavedalla sutta salah satu yg menjelaskan urutannya


penjelasan Ajahn Chandako persis spt yg selama ini saya pahami. karena memang tidak mungkin bisa melakukan penyelidikan selama di dalam jhana. Sutta tidak menjelaskan step by step secara in minutes detail

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #20 on: 27 August 2011, 12:41:35 PM »
urutannya sih yg terbalik, maksudnya kalau di sutta, samma sati mendukung/landasan dari samma samadhi

utk faktor2 dari samma samadhi… ada 5, faktor kelimanya…

Quote from: Samadhanga Sutta: The Factors of Concentration

"And furthermore, with the abandoning of pleasure and stress — as with the earlier disappearance of elation and distress — he enters and remains in the fourth jhana: purity of equanimity and mindfulness, neither-pleasure-nor-pain. He sits, permeating the body with a pure, bright awareness, so that there is nothing of his entire body unpervaded by pure, bright awareness.

"Just as if a man were sitting wrapped from head to foot with a white cloth so that there would be no part of his body to which the white cloth did not extend; even so, the monk sits, permeating his body with a pure, bright awareness. There is nothing of his entire body unpervaded by pure, bright awareness. This is the fourth development of the five-factored noble right concentration.

"And furthermore, the monk has his theme of reflection well in hand, well attended to, well-considered, well-tuned[1] by means of discernment.

"Just as if one person were to reflect on another, or a standing person were to reflect on a sitting person, or a sitting person were to reflect on a person lying down; even so, monks, the monk has his theme of reflection well in hand, well attended to, well-pondered, well-tuned by means of discernment. This is the fifth development of the five-factored noble right concentration.

setelah jhana 1.. s/d 4, lalu faktor kelimanya adalah seperti yg diatas itu
There is no place like 127.0.0.1

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #21 on: 27 August 2011, 12:54:05 PM »
urutannya sih yg terbalik, maksudnya kalau di sutta, samma sati mendukung/landasan dari samma samadhi

utk faktor2 dari samma samadhi… ada 5, faktor kelimanya…

setelah jhana 1.. s/d 4, lalu faktor kelimanya adalah seperti yg diatas itu

IMO, hanya perbedaan kualitas konsentrasi antara di dalam jhana dan after jhana, faktor ke 5 itu mungkin konsentrasi after jhana

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #22 on: 27 August 2011, 04:38:11 PM »
mungkin, as you said, mungkin

tapi dalam beberapa sutta yah contohnya MN140  Dhātuvibhanga Sutta, tidak keluar lalu renungkan, tapi ketika dalam jhana nya itu dia memahami yah atau keluar langsung memahami, bukan pakai analisa2 segala lagi.

sepertinya juga Ajahn Chandako berpendapat bahwa ketika jhana, semua indra tertutup

Quote
Ketika samatha mencapai puncak keterpusatan dan kesadaran jernih, bagian-bagian signifikan dari apa yang sebelumnya diasumsikan sebagai aspek yang tetap dari diri seseorang lenyap untuk beberapa saat. Apa yang membentuk kehendak untuk berbuat, berbicara dan berpikir (cetana) lenyap dalam jhāna. Fungsi kelima indria juga lenyap, sehingga ia tidak menerima kesan apa pun dari luar. Karena  selama dalam jhāna pikiran sepenuhnya terpusat pada hanya satu obyek perhatian, maka adalah mustahil untuk melakukan penyelidikan pada saat itu. Akan tetapi, begitu seseorang keluar dari kondisi itu, pengalaman mengetahui suatu tingkatan berbeda dari realitas tidak dapat mengubah pandangannya akan dunia.

padahal dalam sutta mengatakan bahwa suara merupakan "duri" bagi jhana 1, which is mengimplikasikan bahwa jhana 1 masih terpegaruh oleh suara, dan suara merupakan gangguan bagi jhana 1

Quote
‘‘Dasayime, bhikkhave, kaṇṭakā. Katame dasa? Pavivekārāmassa saṅgaṇikārāmatā kaṇṭako, asubhanimittānuyogaṃ anuyuttassa subhanimittānuyogo kaṇṭako, indriyesu guttadvārassa visūkadassanaṃ kaṇṭako, brahmacariyassa mātugāmūpacāro kaṇṭako,  paṭhamassa jhānassa saddo kaṇṭako, dutiyassa jhānassa vitakkavicārā kaṇṭakā, tatiyassa jhānassa pīti kaṇṭako, catutthassa jhānassa assāsapassāso kaṇṭako, saññāvedayitanirodhasamāpattiyā saññā ca vedanā ca kaṇṭako rāgo kaṇṭako doso kaṇṭako moho kaṇṭako. [AN v. 134/5]

“.......for the first jhana, noise is the thorn; for the second jhana, applied and sustained thought are a thorn; for the third jhana, rapture is a thorn ...….”
There is no place like 127.0.0.1

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #23 on: 27 August 2011, 05:37:42 PM »
mungkin, as you said, mungkin

tapi dalam beberapa sutta yah contohnya MN140  Dhātuvibhanga Sutta, tidak keluar lalu renungkan, tapi ketika dalam jhana nya itu dia memahami yah atau keluar langsung memahami, bukan pakai analisa2 segala lagi.

sepertinya juga Ajahn Chandako berpendapat bahwa ketika jhana, semua indra tertutup

padahal dalam sutta mengatakan bahwa suara merupakan "duri" bagi jhana 1, which is mengimplikasikan bahwa jhana 1 masih terpegaruh oleh suara, dan suara merupakan gangguan bagi jhana 1


jhana 1 masih belum puncak bang

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #24 on: 27 August 2011, 05:47:30 PM »
at least itu pendapat jhana ala commy, diasumsi ajahn chandako mengadopsi itu.
There is no place like 127.0.0.1

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #25 on: 27 August 2011, 05:58:17 PM »
at least itu pendapat jhana ala commy, diasumsi ajahn chandako mengadopsi itu.

Quote from: MN 44 Culavedalla Sutta
(PENCAPAIAN LENYAPNYA)

16. “Yang Mulia, bagaimanakah pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan terjadi?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan, ia tidak berpikir: ‘Aku akan mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan,’ atau ‘Aku sedang mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan,’ atau ‘Aku telah mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan’; melainkan pikirannya telah dikembangkan sebelumnya sedemikian sehingga mengarahkannya pada kondisi tersebut.”  [302]

17. “Yang Mulia, ketika seorang bhikkhu sedang mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan, kondisi manakah yang pertama lenyap dalam dirinya: bentukan jasmani, bentukan ucapan, atau bentukan pikiran?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu sedang mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan, pertama-tama bentukan ucapan lenyap, kemudian bentukan jasmani, kemudian bentukan pikiran.”


Tadi engkau juga mengutip sutta ini, tapi mengambil sepenggal yg diinginkan dan membuang bagian yg ditolak, apa maksudmu?

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #26 on: 27 August 2011, 07:12:09 PM »
not that one lah. maksudnya by commy defaultnya ketika jhana 1 pun sudah ketutup semua indranya. itu maksudnya. ta' repeat, jhana 1. kalau kurang, baca keatas lagi.

mohon tidak memenggal bahasan yg sudah terpenggal ini sehingga penggalan-penggalannya makin terpenggal lagi.
There is no place like 127.0.0.1

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #27 on: 27 August 2011, 07:43:26 PM »
not that one lah. maksudnya by commy defaultnya ketika jhana 1 pun sudah ketutup semua indranya. itu maksudnya. ta' repeat, jhana 1. kalau kurang, baca keatas lagi.

mohon tidak memenggal bahasan yg sudah terpenggal ini sehingga penggalan-penggalannya makin terpenggal lagi.

Ajahn Chandako mengatakan tentang "Ketika samatha mencapai puncak keterpusatan dan kesadaran jernih", ngerti PUNCAK gak?

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #28 on: 27 August 2011, 08:41:33 PM »
lumayan ngerti kalo kata PUNCAK aja.

Nah tapi di kamus aye, samatha bukan jhana, dan jhana bukan samatha. Samatha adalah kualitas ketenangan. jadi kalau puncaknya samatha, belum tahu apa itu.

for further reading, bisa jg di SN 35.245: Kiṃsukopama Sutta
There is no place like 127.0.0.1

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #29 on: 27 August 2011, 09:17:22 PM »
lumayan ngerti kalo kata PUNCAK aja.

Nah tapi di kamus aye, samatha bukan jhana, dan jhana bukan samatha. Samatha adalah kualitas ketenangan. jadi kalau puncaknya samatha, belum tahu apa itu.

for further reading, bisa jg di SN 35.245: Kiṃsukopama Sutta

kalau begitu coba definisikan samatha dan jhana menurut kamus anda. dan samatha = kualitas ketenangan, ref pls, apakah ada samatha yg kualitasnya kurang, sedang atau baik?

Offline Wirajhana

  • Teman
  • **
  • Posts: 54
  • Reputasi: 9
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #30 on: 27 August 2011, 10:22:18 PM »
Btw,
udah pada nyampe jhana 1 belom? kalo belom ya susah dong..
Btw, ada 4 cara mencapai nibanna..3 berhubungan dengan vipassana dan samatha dan yg ke-4 ngga menyebut2 itu sama sekali kecuali ini:
kegelisahan pikiran akan Dhamma (fenomena) makin terkendali dengan baik. Pada suatu saat dari sebelah dalam, batinnya menjadi kokoh seimbang, tenang, manunggal dan terpusat.[dhammuddhaccaviggahitaṃ mānasaṃ hoti..samayo yaṃ taṃ cittaṃ ajjhattameva santinnhati sannisīdati ekodi hoti samādhiyati]

note: terjemahan ini versi gw

apakah disini artinya ia telah mencapai puncak jhana? apakah kalimat batin kokoh seimbang, tenang, manunggal dan terpusat =uppkha? kalo tidak sepenuhnya demikian..maka syarat minimum utk ini ya cuma wajib mencapai Jhana [1 pun boleh] dan setelah itu ia mesti "membuat pikirannya terkendali dengan baik..

note:
ini pendapat gw..dan gw belum mencapai Jhana manapun

darimana pendapat ini?

dari quoting ini:
"Pembenaran skolastik utama untuk menganggap samatha adalah pilihan terdapat bukan dalam sutta-sutta, tetapi dalam komentar dan sub-komentar. Tradisi komentar menganggap bahwa tingkat-tingkat pencerahan muncul pada tingkat intensitas jhāna untuk memenuhi faktor samādhi benar. Akan tetapi mereka berpendapat bahwa satu momen pikiran jhāna sudah mencukupi. Pada kenyataannya, tampaknya adalah demi untuk mempertahankan energi terpusat selama waktu yang cukup lama yang menghasilkan kekuatan yang diperlukan untuk memotong kebodohan dan mencapai pencerahan."

Inilah esensi dari judul ini yaitu "a honed and a heavy ax"...tentunya semakin dalam jhana maka semakin BERAT..yang artinya semakin besar TENAGA untuk memotong...

lanjutannya di bagian akhir:
quote:

"Ketika batin mulai tenang memasuki samādhi, adalah penting untuk membiarkannya diam selama mungkin. Tidaklah dianjurkan untuk dengan sengaja menarik batin keluar dari kondisi tenang untuk ‘melakukan’ vipassanā. Ketika momentum energi batin yang mempertahankan batin mulai memudar, perlahan-lahan pikiran akan mulai terbentuk. Pada titik ini kita harus dengan sadar mengalihkan perhatian kita pada penyelidikan.

Kemudian kita menganalisa tubuh kita, pikiran dan fenomena eksternal sebagai bergantung pada sebab dan kondisi, tidak kekal, tidak memuaskan dan tanpa-diri. Ini adalah bagaimana menggunakan kekuatan samādhi secara efisien. Perenungan pada saat ini memiliki potensi untuk memotong akar-akar dari kekotoran batin. Jika kita tidak melakukan hal ini setelah mengalami samādhi, kita akan terus merasakan kedamaian dan kebahagiaan untuk beberapa saat. Akan ada suatu kejernihan dan pemahaman karena ketiadaan rintangan, tetapi ketika kedamaian memudar, sekali lagi kekotoran akan muncul dengan kekuatan yang sama seperti sebelumnya. Ketika batin mendapatkan kesempatan untuk beristirahat sepenuhnya dalam samatha dan kemudian diaktifkan untuk menyelidiki kehidupan, maka vipassanā muncul secara alami.
"
« Last Edit: 27 August 2011, 10:53:40 PM by Wirajhana »

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #31 on: 28 August 2011, 12:41:47 AM »
ooo, tapi kan disitu udah dijelaskan bahwa dari sutta oom
hehehe... bener kan?
artikel di atas ditulis dengan asumsi bahwa jhana itu ketutup indera ala kitab komentar.
padahal definisi itu gak ditemukan di sutta.

menurut owe, mereka yg melaksanakan vipassana yg benar, itu berarti seluruh faktor dari jm8 itu hadir, termasuk samma samadhi.
dengan kata lain, gak usah terlalu pusing dengan istilah samatha-vipassana.

* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Wirajhana

  • Teman
  • **
  • Posts: 54
  • Reputasi: 9
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #32 on: 28 August 2011, 12:40:07 PM »
hehehe... bener kan?
artikel di atas ditulis dengan asumsi bahwa jhana itu ketutup indera ala kitab komentar.
padahal definisi itu gak ditemukan di sutta.

menurut owe, mereka yg melaksanakan vipassana yg benar, itu berarti seluruh faktor dari jm8 itu hadir, termasuk samma samadhi.
dengan kata lain, gak usah terlalu pusing dengan istilah samatha-vipassana.



Gak ngerti gw ama tulisanmu...
Ngga pernah juga gw ketemu di sutta vipassana tanpa jhana dan samatha bisa menghancurkan asava..Penulis artikel ini adalah praktiksi meditasi..ia tau koq apa yg dibicarakan dan itulah sebabnya ia sampaikan di artikel ini.

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #33 on: 29 August 2011, 08:45:44 AM »
 [at] morph: jika sampai pada cessation-of-perception-and-feeling yah memang jadi "hilang", jadi ini juga perlu diinvestigasi lagi kenapa si "arupa jhana" ini tidak pernah disebut jhana dalam sutta. disebutkan after jhana 4 aja. apakah ini bagian dari jhana 4? ada yg claim begitu, tapi belum dapet sumbernya jg

 [at] indra: dalam sutta tidak ada kata ini loh meditasi vipassana, ini loh meditasi samatha. samatha dan vipassana ada lah sepasang kualitas yang harus dikembangkan, bahkan sebagai prasyarat untuk  jhana

Quote from: AN 2.30: Vijja-bhagiya sutta

"These two qualities have a share in clear knowing. Which two? Tranquillity (samatha) & insight (vipassana).

"When tranquillity is developed, what purpose does it serve? The mind is developed. And when the mind is developed, what purpose does it serve? Passion is abandoned.

"When insight is developed, what purpose does it serve? Discernment is developed. And when discernment is developed, what purpose does it serve? Ignorance is abandoned.

"Defiled by passion, the mind is not released. Defiled by ignorance, discernment does not develop. Thus from the fading of passion is there awareness-release. From the fading of ignorance is there discernment-release.

-------
“Misalkan, bhikkhu, seorang raja memiliki sebuah kota perbatasan dengan benteng yang kuat, tembok-tembok, dan lengkungan, dan dengan enam gerbang.[6] Penjaga gerbang yang ditugaskan di sana adalah orang yang bijaksana, kompeten, dan cerdas; seorang yang menolak orang asing dan menerima kenalan. Pasangan utusan kilat masuk dari timur dan bertanya kepada penjaga gerbang: ‘Di manakah, Tuan, raja kota ini?’ Ia akan menjawab: ‘Ia sedang duduk di lapangan tengah.’ Kemudian pasangan utusan kilat itu menyampaikan pesan nyata kepada raja kota dan pergi melalui jalan dari mana mereka datang. Demikian pula, utusan datang dari barat, dari utara, dari selatan, menyampaikan pesan mereka dan pergi melalui jalan dari mana mereka datang.

“Aku membuat perumpamaan ini, bhikkhu, untuk menyampaikan sebuah makna. Ini adalah maknanya di sini: ‘Kota’: adalah sebutan untuk jasmani ini yang terdiri dari empat unsur utama, berasal-mula dari ibu dan ayah, dibangun dari nasi dan bubur, tunduk pada ketidakkekalan, menjadi tua dan usang, menjadi hancur dan berserakan.[7] ‘Enam gerbang’: ini adalah sebutan untuk enam landaan indria internal. ‘Penjaga gerbang’: ini adalah sebutan untuk perhatian. [195] ‘Pasangan utusan kilat: ini adalah sebutan untuk ketenangan dan pandangan terang. ‘Raja kota’: ini adalah sebutan untuk kesadaran.[8] ‘Lapangan tengah’: ini adalah sebutan untuk empat unsur utama – unsur tanah, unsur air, unsur panas, unsur angin. ‘Pesan nyata: ini adalah sebutan untuk Nibbāna.[9] ‘Jalan dari mana mereka datang’: ini adalah sebutan untuk Jalan Mulia Berunsur Delapan: yaitu, Pandangan Benar ... Konsentrasi Benar.”
------

Quote from: AN 4.94: Samadhi sutta
-----
"The individual who has attained internal tranquillity of awareness, but not insight into phenomena through heightened discernment, should approach an individual who has attained insight into phenomena through heightened discernment and ask him: 'How should fabrications be regarded? How should they be investigated? How should they be seen with insight?' The other will answer in line with what he has seen & experienced: 'Fabrications should be regarded in this way. Fabrications should be investigated in this way. Fabrications should be seen in this way with insight.' Then eventually he [the first] will become one who has attained both internal tranquillity of awareness & insight into phenomena through heightened discernment.

"As for the individual who has attained insight into phenomena through heightened discernment, but not internal tranquillity of awareness, he should approach an individual who has attained internal tranquillity of awareness... and ask him, 'How should the mind be steadied? How should it be made to settle down? How should it be unified? How should it be concentrated?' The other will answer in line with what he has seen & experienced: 'The mind should be steadied in this way. The mind should be made to settle down in this way. The mind should be unified in this way. The mind should be concentrated in this way.' Then eventually he [the first] will become one who has attained both internal tranquillity of awareness & insight into phenomena through heightened discernment.
____


Quote from: AN 10.71: Akankha Sutta
-----
[9] "If a monk would wish, 'May I attain — whenever I want, without strain, without difficulty — the four jhanas that are heightened mental states, pleasant abidings in the here-&-now,' then he should be one who brings the precepts to perfection, who is committed to inner tranquillity of awareness, who does not neglect jhana, who is endowed with insight, and who frequents empty dwellings.

[10] "If a monk would wish, 'May I — with the ending of mental fermentations — remain in the fermentation-free awareness-release & discernment-release, having directly known & realized them for myself in the here-&-now,' then he should be one who brings the precepts to perfection, who is committed to inner tranquillity of awareness, who does not neglect jhana, who is endowed with insight, and who frequents empty dwellings.
___

Quote from: AN 2.30: Vijja-bhagiya Sutta

"These two qualities have a share in clear knowing. Which two? Tranquillity (samatha) & insight (vipassana).

"When tranquillity is developed, what purpose does it serve? The mind is developed. And when the mind is developed, what purpose does it serve? Passion is abandoned.

"When insight is developed, what purpose does it serve? Discernment is developed. And when discernment is developed, what purpose does it serve? Ignorance is abandoned.

"Defiled by passion, the mind is not released. Defiled by ignorance, discernment does not develop. Thus from the fading of passion is there awareness-release. From the fading of ignorance is there discernment-release."
----------

Quote from: MN 149 Maha-salayatanika Sutta
10. “Pandangan seseorang yang seperti ini adalah pandangan benar. Kehendaknya adalah kehendak benar, usahanya adalah usaha benar, perhatiannya adalah perhatian benar, konsentrasinya adalah konsentrasi benar. Perbuatan jasmaninya, ucapannya, dan penghidupannya telah dimurnikan sebelumnya.  Dengan demikian Jalan Mulia Berunsur Delapan menjadi terpenuhi dalam dirinya melalui pengembangan. Ketika ia mengambangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan ini, maka empat landasan perhatian juga menjadi terpenuhi dalam dirinya melalui pengembangan; empat jenis usaha benar juga menjadi terpenuhi dalam dirinya melalui pengembangan; empat landasan kekuatan batin juga menjadi terpenuhi dalam dirinya melalui pengembangan; lima indria juga menjadi terpenuhi dalam dirinya melalui pengembangan; lima kekuatan juga menjadi terpenuhi dalam dirinya melalui pengembangan; tujuh faktor pencerahan juga menjadi terpenuhi dalam dirinya melalui pengembangan. Kedua hal ini – ketenangan dan pandangan terang – muncul dalam dirinya berpasangan dengan seimbang.  Ia sepenuhnya memahami melalui pengetahuan langsung hal-hal yang harus dipahami sepenuhnya melalui pengetahuan langsung. Ia meninggalkan melalui pengetahuan langsung hal-hal yang harus ditinggalkan melalui pengetahuan langsung. Ia mengembangkan melalui pengetahuan langsung hal-hal yang harus dikembangkan melalui pengetahuan langsung. Ia menembus melalui pengetahuan langsung hal-hal yang harus ditembus melalui pengetahuan langsung.
----------

Quote from: SN 12.23: Upanisa Sutta
...
“Aku mengatakan, para bhikkhu, bahwa konsentrasi juga memiliki penyebab langsung; bukan tanpa penyebab langsung. Dan apakah penyebab langsung bagi konsentrasi? Harus dijawab: kebahagiaan.

“Aku mengatakan, para bhikkhu, bahwa kebahagiaan juga memiliki penyebab langsung; bukan tanpa penyebab langsung. Dan apakah penyebab langsung bagi kebahagiaan? Harus dijawab: ketenangan.
...


Quote from: AN 10.54: Samatha Sutta
...
"But if, on examination, the monk knows, 'I am one who achieves both internal tranquility of awareness and insight into phenomena through heightened discernment,' then his duty is to make an effort in maintaining those very same skillful qualities to a higher degree for the ending of the effluents.

-----------

Quote from: AN 4.94: Samadhi Sutta
...
"As for the individual who has attained both internal tranquillity of awareness & insight into phenomena through heightened discernment, his duty is to make an effort in establishing ('tuning') those very same skillful qualities to a higher degree for the ending of the (mental) fermentations.

-----

Quote from: SN 41.6: Kamabhu Sutta
...
“Sebenarnya, Perumah tangga, engkau mengajukan pertanyaan terakhir yang seharusnya engkau tanyakan pertama kali; namun aku tetap akan menjawabnya. Untuk pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, ada dua hal yang membantu: ketenangan dan pandangan terang.
....

utk mengembangkan iddhi/abhinna
Quote from: MN 73  Mahāvacchagotta Sutta
...
18. “Kalau begitu, Vaccha, kembangkanlah lebih jauh lagi kedua hal ini: ketenangan dan pandangan terang, jika kedua hal ini – ketenangan dan pandangan terang – dikembangkan lebih jauh lagi, maka itu akan menuntun menuju penembusan banyak unsur.
« Last Edit: 30 August 2011, 07:39:18 AM by Sumedho »
There is no place like 127.0.0.1

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #34 on: 31 August 2011, 12:32:01 AM »
kalau dari yg dikutipkan itu sepertinya menurut Ajahn Chandako itu mirip pandangan tehnik - jhana first - out - baru vipassana.

dalam sutta kan kebalikannya, satipatthana itu merupakan landasan utk jhana.

dalam beberapa sutta kan di jhana 4 sendiri merasakan tubuh, ini salah satunya

maka itu, perlu dibaca ulang lagi, gitu maksudnya

Kalo "teknik" minimal ada 4 di dalam sutta:

Quote
83. Jalan Menuju Tingkat Arahat

Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika YM Ananda berdiam di Kosambi di Vihara Ghosita. Di sana YM Ananda menyapa para bhikkhu demikian:
"Para sahabat!"
"Ya, sahabat," jawab para bhikkhu. Kemudian YM Ananda berkata:
"Para sahabat, siapa pun bhikkhu atau bhikkhuni yang menyatakan di hadapanku bahwa mereka telah mencapai pengetahuan akhir tingkat Arahat, semua melakukannya dengan salah satu dari empat cara ini. Apakah yang empat itu?

"Di sini, para sahabat, seorang bhikkhu mengembangkan pandangan terang yang didahului ketenangan.65 Ketika dia telah mengembangkan pandangan terang yang didahului ketenangan itu, Sang Jalan pun muncul di dalam dirinya. Sekarang dia mengejar, mengembangkan dan mengolah jalan itu. Sementara dia melakukannya, belenggu-belenggu ditinggalkan dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari pun lenyap.66

"Atau juga, para sahabat, seorang bhikkhu mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang.67 Sementara dia mengembangkan ketenangan yang didahului oleh pandangan terang itu, Sang Jalan pun muncul di dalam dirinya. Sekarang dia mengejar, mengembangkan dan mengolah jalan itu. Sementara dia melakukannya, belenggu-belenggu ditinggalkan dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari pun lenyap.

"Atau juga, para sahabat, seorang bhikkhu mengembangkan ketenangan dan pandangan terang yang digabungkan berpasangan.68 Sementara dia mengembangkan ketenangan dan pandangan terang yang digabungkan secara berpasangan itu, Sang Jalan pun muncul di dalam dirinya. Sekarang dia mengejar, mengembangkan dan mengolah jalan itu. Sementara dia melakukannya, belenggu-belenggu ditinggalkan dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari pun lenyap.

"Atau juga, para sahabat, pikiran seorang bhikkhu dicengkeram oleh kegelisahan yang disebabkan oleh keadaan-keadaan pikiran yang lebih tinggi.69 Tetapi ada saat ketika pikirannya secara internal menjadi mantap, tenang, terpusat, dan terkonsentrasi; kemudian Sang Jalan itu muncul di dalam dirinya. Sekarang dia mengejar, mengembangkan dan mengolah jalan itu. Sementara dia melakukannya, belenggu-belenggu ditinggalkan dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari pun lenyap.

"Para sahabat, siapa pun bhikkhu atau bhikkhuni yang menyatakan di hadapanku bahwa mereka telah mencapai pengetahuan akhir tingkat Arahat, semuanya melakukannya dengan salah satu dari empat cara ini."
(IV, 170)

Catatan:

65 Samatha-pubbangamam vipassanam. Ini mengacu pada meditator yang menggunakan ketenangan sebagai sarana prakteknya (samatha-yanika), yaitu orang yang pertama-tama mengembangkan konsentrasi akses, jhana-jhana atau pencapaian tanpa-bentuk dan kemudian mengambil meditasi pandangan terang (vipassana).

66 "Sang Jalan" (magga) adalah jalan supra-duniawi pertama, jalan pemasuk-arus. Untuk "mengembangkan jalan itu", menurut AA, berarti berpraktek untuk pencapaian tiga jalan yang lebih tinggi. Mengenai sepuluh kekotoran batin, lihat Bab III, no. 65-67; tentang tujuh kecenderungan mendasar, lihat Bab I, no. 25.

67 Vipassana-pubbangamam samatham. AA: "Ini mengacu pada orang yang lewat kecenderungan alaminya terlebih dahulu mencapai pandangan terang, dan kemudian, berdasarkan atas pandangan terang, menghasilkan konsentrasi (samadhi)." AT: "Ini adalah orang yang menggunakan pandangan terang sebagai sarana (vipassana-yanika)."

68 Samatha-vipassanam yuganaddham. Di dalam praktek jenis ini, orang memasuki jhana pertama. Kemudian, setelah keluar dari situ, dia menerapkan pandangan terang pada pengalaman itu; yaitu orang melihat bahwa lima kelompok kehidupan di dalam jhana (bentuk, perasaan, persepsi, dll.) itu bersifat tidak kekal, terkena penderitaan dan tanpa-diri. Kemudian dia memasuki jhana kedua dan merenungkannya dengan pandangan terang; dan menerapkan prosedur pasangan seperti itu pada jhana-jhana lain juga, sampai dia dapat merealisasikan jalan pemasuk-arus dll.

69 Dhammuddhacca-viggahitam manasam hoti. Menurut AA, "kegelisahan" (uddhaca) yang dimaksudkan di sini adalah reaksi terhadap munculnya sepuluh "korupsi pandangan terang" (vipassanupakkilesa) ketika mereka secara salah dianggap merupakan indikasi pencapaian-Sang-Jalan. Istilah dhammavitakka, "pemikiran-pemikiran tentang keadaan-keadaan yang lebih tinggi" (lihat Teks 41 dan Bab III no. 70) diambil untuk mengacu pada sepuluh korupsi yang sama itu. Tetapi, ada kemungkinan bahwa "kegelisahan yang disebabkan oleh keadaan-keadaan pikiran yang lebih tinggi" itu adalah tekanan mental yang disebabkan karena keinginan untuk merealisasikan Dhamma, suatu keadaan kecemasan spiritual yang kadang-kadang dapat mempercepat pengalaman pencerahan instan. Sebagai contoh, lihat kisah tentang Bahiya Daruciriya di Ud I, 10.

Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=739
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #35 on: 31 August 2011, 12:37:05 AM »
Quote
TANYA :
Anda katakan Samatha (konsentrasi) dan Vipassana (wawasan-kebijaksanaan) adalah sama. Dapatkah Anda terangkan lebih lanjut?
JAWAB :
Ini sederhana. Konsentrasi (samatha) dan Wawasan-kebijaksanaan (vipassana) bekerja bersama-sama. Mula-mula pikiran menjadi hening dengan memusatkan diri pada satu obyek meditasi. Pikiran bisa diam jika Anda duduk dengan mata terpejam. Inilah samatha dan akhirnya dasar yang diperoleh (dari samatha) ini adalah kondisi bagi timbulnya wisdom, kebijaksanaan dan vipassana. Pikiran demikian hening, apakah Anda duduk dengan mata terpejam atau ketika Anda berkeliling dengan bus kota. Seperti inilah ia. Dulu Anda seorang anak kecil. Kini Anda seorang dewasa. Apakah anak kecil dan orang dewasa adalah orang yang sama? Anda bisa katakan ia sama, namun bila dilihat dari sisi yang berbeda, Anda juga bisa katakan ia berbeda. Demikian juga, samatha dan vipassana dapat dilihat secara berbeda. Sama juga halnya makanan dengan tahi. Makanan dan tahi bisa dikatakan sama dan mereka juga bisa dikatakan berbeda. Jangan hanya percaya dengan apa yang saya ucapkan, praktekkanlah dan lihatlah ke dalam dirimu sendiri. Tidak diperlukan hal-hal yang spesial. Jika Anda periksa bagaimana konsentrasi dan kebijaksanaan muncul, Anda akan tahu kebenaran (truth) bagi diri Anda sendiri. Dewasa ini banyak orang melekat pada kata-kata. Mereka menyebut latihan mereka vipassana. Samatha kelihatannya dikesampingkan. Atau mereka menyebutnya latihan samatha. Adalah penting latihan samatha sebelum vipassana, itulah yang mereka katakan. Semua ini tolol, lucu. Jangan rancu dengan berpikir demikian. Sederhananya, latihanlah yang sungguh-sungguh maka Anda akan me- lihatnya sendiri.

Quote
TANYA :
Apa komentar guru mengenai praktek meditasi yang lain? Dewasa ini kelihatannya banyak sekali guru meditasi dan juga sistem meditasi yang berbeda-beda, yang mana hal ini bisa membingungkan.
JAWAB :
Seperti halnya masuk ke sebuah kota. Seseorang dapat mengambil jalan dari arah utara, tenggara, dari banyak jalan menuju kota. Sering sistem-sistem meditasi ini kelihatannya berbeda secara permukaan. Apakah Anda berjalan di jalan ini atau itu, cepat atau lambat, jika Anda penuh perhatian-sadar, maka semua adalah sama. Satu point yang sangat esensial, dimana semua cara berprak- tek yang benar, akhirnya pasti kembali pada `Jangan melekat!'. Di akhir jalan, semua sistem meditasi hanyalah dibiarkan berlalu, dilepas. Tidak ada seorang pun yang melekat pada gurunya. Bila sebuah sistem menuntun pada pelepasan untuk tidak melekat (berpegang teguh) pada apapun, maka itu adalah praktek yang benar.
Anda boleh saja pergi berkeliling, mengunjungi guru yang bermacam-macam dan mencoba sistem lainnya. Beberapa dari Anda bahkan sudah melakukannya. Ini adalah keinginan yang alami saja. Akan Anda dapati bahwa semua pertanyaan yang diajukan dan bahkan pengetahuan dari beraneka sistem tersebut tidak akan menuntun Anda pada kebenaran. Akhirnya Anda akan bosan dan capek sendirinya. Anda dapati hanya dengan berhenti dan memeriksa pikiranmulah, Anda dapat men- emukan apa yang disabdakan oleh Buddha. Tidak perlu pergi mencarinya diluar dari diri anda. Pada akhirnya Anda harus kembali kepada wajah sejatimu sendiri. Disinilah dimana Dhamma dapat dipahami.
Sumber : http://www.samaggiphala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=1017&multi=T&hal=0

yaa... gitu deh

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #36 on: 31 August 2011, 01:11:13 AM »
Kalo "teknik" minimal ada 4 di dalam sutta:
tetep aja sutta itu gak bilang: jhana - ngeblok - keluar jhana - vipassana.
kata "didahului" kan bisa aja berarti bersama2 ada.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #37 on: 31 August 2011, 09:55:41 AM »
 [at] hendrako: kalau dalam sutta, vipassana dan samatha itu bukan tehnik meditasi, tapi kualitas mental. dan memang satipatthana merupakan prasyarat utk jhana. berbeda dengan pandangan commy yg memisahkan dua itu jadi jalur besar masing2.

dalam commentary belakangan memandang itu sebagai tehnik. jadi agak sulit kalau memang dasar pandangnya berbeda.
There is no place like 127.0.0.1

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #38 on: 31 August 2011, 10:04:19 AM »
[at] hendrako: kalau dalam sutta, vipassana dan samatha itu bukan tehnik meditasi, tapi kualitas mental. dan memang satipatthana merupakan prasyarat utk jhana. berbeda dengan pandangan commy yg memisahkan dua itu jadi jalur besar masing2.

dalam commentary belakangan memandang itu sebagai tehnik. jadi agak sulit kalau memang dasar pandangnya berbeda.

Ajahn Chandako menjelaskan sbb:

Hanya Vipassanā

Secara tradisional praktik Dhamma dari aliran-aliran ini bersumberkan pada sebuah sutta dalam Anguttara Nikāya ( AN 4.170) di mana Yang Mulia Ananda merumuskan empat cara di mana seseorang dapat mencapai pencerahan. Pertama adalah pola standard samatha menuju vipassanā, mengarah menuju penembusan. Ke dua (poin yang dipertanyakan) adalah vipassanā menuju samatha, mengarah menuju penembusan. Ke tiga adalah jhāna dan vipassanā bergantian, yang memperdalam jhāna dan kemudian mengarah menuju penembusan. Ke empat berhubungan dengan menyadari bahwa ia telah terlalu tinggi menilai pencapaian meditatifnya dan oleh karena itu memperbaiki kesalah-pahamannya, menghasilkan penembusan. Kenyataannya tidak ada disebutkan jalan vipassanā yang langsung mengarah pada penembusan. Sebaliknya, ajaran ini tampaknya bahwa masing-masing meditator memiliki kecenderungan yang berbeda-beda, tetapi hanya ketika samatha dan vipassanā ditempatkan secara seimbang maka penembusan terjadi.


sptnya sehubungan dengan interpretasi Komentar ini, si Ajahn Chandako ini tampaknya sedang berusaha untuk return to the original track

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #39 on: 31 August 2011, 10:23:07 AM »
tapi cara pandang ajahn chandako masih belum sebagai kualitas batin sih, masih sebagai tehnik.

kan terlihat bahwa samatha itu dipisahkan dari sammasamadhi (which is jhana) dalam khotbah
There is no place like 127.0.0.1

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #40 on: 31 August 2011, 10:28:57 AM »
tapi cara pandang ajahn chandako masih belum sebagai kualitas batin sih, masih sebagai tehnik.

kan terlihat bahwa samatha itu dipisahkan dari sammasamadhi (which is jhana) dalam khotbah

kalo yg gue tangkap, justru itu komentar ajahn Chandako terhadap pandangan umum yg beredar belakangan, dan dia berusaha untuk menggali versi aslinya yg dimulai dengan tidak perlu membeda2kan samatha vs vipassana. mungkin di artikel lanjutannya akan lebih jelas.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #41 on: 31 August 2011, 03:07:47 PM »
tetep aja sutta itu gak bilang: jhana - ngeblok - keluar jhana - vipassana.
kata "didahului" kan bisa aja berarti bersama2 ada.


Ibarat berjalan, bisa saja dimulai dari kaki kiri atau kanan, tergantung kecenderungan, jelas kedua kakinya bisa disebut "ada".
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #42 on: 31 August 2011, 03:20:18 PM »
[at] hendrako: kalau dalam sutta, vipassana dan samatha itu bukan tehnik meditasi, tapi kualitas mental. dan memang satipatthana merupakan prasyarat utk jhana. berbeda dengan pandangan commy yg memisahkan dua itu jadi jalur besar masing2.

dalam commentary belakangan memandang itu sebagai tehnik. jadi agak sulit kalau memang dasar pandangnya berbeda.

Kalo dalam sutta di atas, jelas Bhante Ananda menunjuk pada teknik (cara) sebagaimana kutipan di bawah ini:

Quote
"Para sahabat, siapa pun bhikkhu atau bhikkhuni yang menyatakan di hadapanku bahwa mereka telah mencapai pengetahuan akhir tingkat Arahat, semua melakukannya dengan salah satu dari empat cara ini. Apakah yang empat itu?

Btw, agak kurang adil bila mengatakan bahwa sutta berkata begini dan commy berkata begitu, commy adalah penjelasan lanjut / interpretasi seseorang terhadap sutta, jadi sutta ya sutta sebagaimana adanya dan commy adalah commy yang merupakan usaha penjelasan atau interpretasi. Jadi kommen bro Sumedho bahwa samattha adalah kondisi batin juga merupakan commy, bukan sutta itu sendiri sebagaimana commy dari Buddhagosa adalah juga commy bukan sutta itu sendiri. Apakah interpretasi atau penjelasannya berbeda adalah sah2 saja dan wajar. Apakah benar atau salah itu adalah hal yang lain lagi, walau terlihat berbeda bisa saja sama2 benar, hanya pengalaman masing2 yang bisa menjawabnya (paccatam).

Yang jelas artikel ini (menurut interpretasi ane) adalah usaha menuju pada pandangan benar tentang meditasi (bhavana). Karena pandangan benar memang merupakan hal yang mutlak untuk dapat melaju pada jalan. Hanya saja prosesnya tidak harus linear, bisa bolak balik, tergantung mana yang ditekankan terlebih dahulu.
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #43 on: 31 August 2011, 03:42:27 PM »
satipatthana merupakan prasyarat utk jhana.

Kalo nurut ane bisa kebalikannya juga, jadi tergantung kecenderungan atau mana yang lebih dahulu yang dapat dikembangkan.


Quote
72. Ketenangan dan Pandangan Terang
Empat jenis orang ini, O para bhikkhu, terdapat di dunia ini. Apakah empat orang ini?
Para bhikkhu, di sini ada orang yang memperoleh ketenangan pikiran internal tetapi tidak memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi mengenai hal-hal.46 Orang lain memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi mengenai hal-hal tetapi tidak memperoleh ketenangan pikiran internal. Ada orang yang tidak memperoleh ketenangan pikiran internal dan tidak juga kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi mengenai hal-hal. Dan ada lagi orang lain yang memperoleh ketenangan pikiran internal dan kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi mengenai hal-hal.

Di sini, para bhikkhu, orang yang memperoleh ketenangan pikiran internal tetapi tidak memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi mengenai hal-hal harus mendatangi orang yang memiliki kebijaksanaan yang lebih tinggi dan bertanya kepadanya: "Sahabat, bagaimana bentukan-bentukan harus dilihat? Bagaimana bentukan-bentukan harus dijelajahi? Bagaimana bentukan-bentukan harus dipahami dengan pandangan terang?"47 Yang lain kemudian menjawab sebagaimana yang telah dilihat dan dipahaminya demikian: "Bentukan-bentukan harus dilihat dengan cara begini; mereka harus dijelajahi dengan cara begini; mereka harus dipahami dengan pandangan terang dengan cara begini." Nantinya orang ini akan memperoleh baik ketenangan pikiran internal maupun kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi mengenai hal-hal.

Di sini, para bhikkhu, orang yang memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi mengenai hal-hal tetapi tidak ketenangan pikiran internal harus mendatangi orang yang memperoleh ketenangan internal dan bertanya kepadanya: "Sahabat, bagaimana pikiran dapat ditenangkan? Bagaimana pikiran harus dimantapkan? Bagaimana pikiran harus dipusatkan? Bagaimana pikiran harus dikonsentrasikan?" Yang lain kemudian menjawab sebagaimana yang telah dilihat dan dipahaminya demikian: "Pikiran harus dimantapkan dengan cara begini, ditenangkan dengan cara begini, dipusatkan dengan cara begini, dikonsentrasikan dengan cara begini." Nantinya orang ini akan memperoleh baik ketenangan pikiran internal maupun kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi mengenai hal-hal.

Di sini, para bhikkhu, orang yang tidak memperoleh ketenangan pikiran internal maupun kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi mengenai hal-hal harus mendatangi orang yang memperoleh kedua-duanya dan bertanya kepadanya: "Sahabat, bagaimana pikiran harus dimantapkan? ... Sahabat, bagaimana bentukan harus dilihat? ..." Yang lain kemudian menjawab sebagaimana yang telah dilihat dan dipahaminya demikian: "Pikiran harus dimantapkan dengan cara begini ... Bentukan-bentukan harus dilihat dengan cara begini ..." Nantinya orang ini akan memperoleh baik ketenangan pikiran internal maupun kebijaksanaan yang lebih tinggi mengenai hal-hal.

Di sini, para bhikkhu, orang yang memperoleh baik ketenangan pikiran internal maupun kebijaksanaan yang lebih tinggi mengenai hal-hal harus memantapkan diri hanya dalam keadaan-keadaan yang bajik ini dan mengerahkan usaha selanjutnya untuk menghancurkan noda-noda.

(IV, 94)

Catatan:

46 AA menjelaskan ketenangan pikiran internal (ajjhattam cetosamatha) sebagai konsentrasi penyerapan mental yang penuh (yaitu jhana), dan kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi tentang hal-hal (adhipaññadhammavipassana) sebagai pengetahuan pandangan terang yang memahami bentukan-bentukan (sankharapariggahaka-vipassanañana). Yang terakhir ini disebut "kebijaksanaan yang lebih tinggi" dan merupakan pandangan terang dalam "hal-hal" yang dibentuk oleh lima kelompok khanda.

47 "Bentukan-bentukan" (sankhara) merupakan fenomena terkondisi dari lima kelompok khanda: bentuk badan jasmani, perasaan, persepsi, bentukan-bentukan berniat dan kesadaran.
yaa... gitu deh

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #44 on: 31 August 2011, 03:43:46 PM »
Ibarat berjalan, bisa saja dimulai dari kaki kiri atau kanan, tergantung kecenderungan, jelas kedua kakinya bisa disebut "ada".
post anda di atas nggak nyambung.
yg dipermasalahkan om sumedho itu mengenai definisi jhana 1 yg menurut komentar.
kata komentar jhana 1 itu ngeblok, artinya gak bisa ngapa2in lain selama berada dalam jhana, seluruh indera "tidak berfungsi", sehingga gak bisa ber-sati-ria selama berada dalam jhana. padahal jelas2 dalam sutta2 lain hal itu bisa.
gitu om.

Btw, agak kurang adil bila mengatakan bahwa sutta berkata begini dan commy berkata begitu, commy adalah penjelasan lanjut / interpretasi seseorang terhadap sutta, jadi sutta ya sutta sebagaimana adanya dan commy adalah commy yang merupakan usaha penjelasan atau interpretasi. Jadi kommen bro Sumedho bahwa samattha adalah kondisi batin juga merupakan commy, bukan sutta itu sendiri sebagaimana commy dari Buddhagosa adalah juga commy bukan sutta itu sendiri. Apakah interpretasi atau penjelasannya berbeda adalah sah2 saja dan wajar. Apakah benar atau salah itu adalah hal yang lain lagi, walau terlihat berbeda bisa saja sama2 benar, hanya pengalaman masing2 yang bisa menjawabnya (paccatam).
lho, yg dikutipkan om sumedho kan udah jelas:
Quote
AN 2.30: Vijja-bhagiya Sutta

"These two qualities have a share in clear knowing. Which two? Tranquillity (samatha) & insight (vipassana).

"When tranquillity is developed, what purpose does it serve? The mind is developed. And when the mind is developed, what purpose does it serve? Passion is abandoned.

"When insight is developed, what purpose does it serve? Discernment is developed. And when discernment is developed, what purpose does it serve? Ignorance is abandoned.

"Defiled by passion, the mind is not released. Defiled by ignorance, discernment does not develop. Thus from the fading of passion is there awareness-release. From the fading of ignorance is there discernment-release."
jadi kalo om sumedho bilang "kualitas mental", itu bukan komentar.
itu jelas2 dikatakan sutta, langsung dari sutta, bukan komentar.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #45 on: 31 August 2011, 04:00:59 PM »
post anda di atas nggak nyambung.
yg dipermasalahkan om sumedho itu mengenai definisi jhana 1 yg menurut komentar.
kata komentar jhana 1 itu ngeblok, artinya gak bisa ngapa2in lain selama berada dalam jhana, seluruh indera "tidak berfungsi", sehingga gak bisa ber-sati-ria selama berada dalam jhana. padahal jelas2 dalam sutta2 lain hal itu bisa.
gitu om.


Yang saya tanggapi adalah kata teknik bukan definisi jhana.
Kutipan yang saya kutip jelas tidak ada berhubungan dengan definisi jhana??

Quote
jadi kalo om sumedho bilang "kualitas mental", itu bukan komentar.
itu jelas2 dikatakan sutta, langsung dari sutta, bukan komentar.

Tetap saja merupakan komentar karena di dalam sutta yang lain samatha juga bisa diinterpretasikan sebagai cara (lihat post ane sebelumnya di atas)
Saya tidak menyalahkan komentar sumedho tentang "kualitas batin". Kualitas tidak timbul begitu saja tetapi melewati suatu proses, proses melibatkan cara/teknik. Teknik = proses, kualitas = hasil dari proses.

Quote
"When tranquillity is developed, what purpose does it serve? The mind is developed. And when the mind is developed, what purpose does it serve? Passion is abandoned.

"When insight is developed, what purpose does it serve? Discernment is developed. And when discernment is developed, what purpose does it serve? Ignorance is abandoned.

Perhatikan kata developed di atas. Berkembang tentu tidak berkembang begitu saja tetapi melewati "cara".
Jadi samatha dalam hal ini melibatkan cara dan hasil, jalan dan buah.
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #46 on: 31 August 2011, 04:18:37 PM »
kata komentar jhana 1 itu ngeblok, artinya gak bisa ngapa2in lain selama berada dalam jhana, seluruh indera "tidak berfungsi", sehingga gak bisa ber-sati-ria selama berada dalam jhana. padahal jelas2 dalam sutta2 lain hal itu bisa.
gitu om.


Saya tidak pernah ingat membaca pada commy (jalan kesucian) bahwa jhana 1 ngeblok dalam artian indra tidak berfungsi, yang saya mengerti bahwa dalam jhana 1 indera masih berfungsi, dan tetap ada sati dalam jhana (tanpa sati gimana bisa jhana?) Hanya saja dikarenakan keterpusatan pada obyek meditasi maka pengamatan fenomena tidak dimungkinkan, bukan karena tertutupnya indera (dalam kasus jhana 1).

Btw, apakah menurut anda seseorang dapat mengamati fenomena dalam keadaan jhana (1 misalnya)? Apakah ada sutta yang mengatakan demikian (kalo ada tolong infonya)?
yaa... gitu deh

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #47 on: 31 August 2011, 09:57:49 PM »
om hendrako, sori nih, saya mengundurkan diri dari diskusi.
silakan diteruskan dengan yg lain.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #48 on: 31 August 2011, 10:56:55 PM »
om hendrako, sori nih, saya mengundurkan diri dari diskusi.
silakan diteruskan dengan yg lain.




Ok om morpheus, no problem.
Tapi kalo bisa, tolong jawab dulu dong pertanyaan ane yang terakhir, kalo sutta-nya ada tentu sangat membantu, thanks sebelumnya.

Quote
Btw, apakah menurut anda seseorang dapat mengamati fenomena dalam keadaan jhana (1 misalnya)? Apakah ada sutta yang mengatakan demikian (kalo ada tolong infonya)?

yaa... gitu deh

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #49 on: 31 August 2011, 11:48:49 PM »
Btw, apakah menurut anda seseorang dapat mengamati fenomena dalam keadaan jhana (1 misalnya)? Apakah ada sutta yang mengatakan demikian (kalo ada tolong infonya)?
dari om medho di atas, apakah ini bisa termasuk kriteria anda?

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn45/sn45.008.than.html
...
"And what, monks, is right concentration? (i) There is the case where a monk — quite withdrawn from sensuality, withdrawn from unskillful (mental) qualities — enters & remains in the first jhana: rapture & pleasure born from withdrawal, accompanied by directed thought & evaluation. (ii) With the stilling of directed thoughts & evaluations, he enters & remains in the second jhana: rapture & pleasure born of concentration, unification of awareness free from directed thought & evaluation — internal assurance. (iii) With the fading of rapture, he remains equanimous, mindful, & alert, and senses pleasure with the body. He enters & remains in the third jhana, of which the Noble Ones declare, 'Equanimous & mindful, he has a pleasant abiding.' (iv) With the abandoning of pleasure & pain — as with the earlier disappearance of elation & distress — he enters & remains in the fourth jhana: purity of equanimity & mindfulness, neither pleasure nor pain. This, monks, is called right concentration."

owe mundur sekarang, silakan diteruskan...

ps: ternyata pernah ada thread menarik lainnya yg mungkin berkaitan:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19305.0
« Last Edit: 31 August 2011, 11:54:29 PM by morpheus »
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #50 on: 01 September 2011, 11:53:43 AM »
dari om medho di atas, apakah ini bisa termasuk kriteria anda?

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn45/sn45.008.than.html
...
"And what, monks, is right concentration? (i) There is the case where a monk — quite withdrawn from sensuality, withdrawn from unskillful (mental) qualities — enters & remains in the first jhana: rapture & pleasure born from withdrawal, accompanied by directed thought & evaluation. (ii) With the stilling of directed thoughts & evaluations, he enters & remains in the second jhana: rapture & pleasure born of concentration, unification of awareness free from directed thought & evaluation — internal assurance. (iii) With the fading of rapture, he remains equanimous, mindful, & alert, and senses pleasure with the body. He enters & remains in the third jhana, of which the Noble Ones declare, 'Equanimous & mindful, he has a pleasant abiding.' (iv) With the abandoning of pleasure & pain — as with the earlier disappearance of elation & distress — he enters & remains in the fourth jhana: purity of equanimity & mindfulness, neither pleasure nor pain. This, monks, is called right concentration."


Sangat jelas bahwa kutipan diatas tentang konsentrasi benar, Jhana, bukan vipassana. Tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa di dalam jhana ada pengamatan fenomena menuju pada kebijaksanaan.


ps: ternyata pernah ada thread menarik lainnya yg mungkin berkaitan:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19305.0


Mungkin jawaban pada thread tsb ada di dalam link sutta yang om medho kutipkan, bahwa jhana memang termasuk pembebasan, yaitu pembebasan pikiran, sementara panna adalah pembebasan melalui kebijaksanaan.

Quote
Vijja-bhagiya Sutta ( AN 2.32) Samatha and Vipassana

32. Bhikkhus, these two things have a share in supreme knowledge. Which two? Tranquility ( Samatha)  and Insight ( Vipassana) .

“Bhikkhus, if Samatha ( tranquility) is developed, what result/ benefit does it bring? The mind becomes developed ( cittam bhavitam) . What is the result of a developed mind? Whatever passion is abandoned (yo  rago so pahiyat) .

“Bhikkhus, if Vipassana ( insight)  is developed, what result/ benefit does it bring ? Wisdom becomes developed ( panna bhaviyati) . What is the benefit of developed wisdom? Whatever ignorance is abandoned ( ya avijja sa pahiyati) .

“Defiled by passion ( raga) , the mind is not freed. Defiled by ignorance, wisdom  does not develop.

 Thus,  bhikkhus, with the fading of passion there is cetovimutti  (liberation of the heart or liberation of mind or awareness-release).   With the fading of ignorance there is pannavimutti (liberation of wisdom or liberation in wisdom ). sumber: http://www.buddhagautama.com/apps/blog/show/6162522-vijja-bhagiya-sutta-an-2-32-samatha-and-vipassana

Hmm... terjemahan di atas (B. Bodhi?) rada beda penggunaan kata_nya dengan accesstoinsight (B. Thanissaro), diantaranya bukan 2 qualities, tapi 2 things. Mana yang lebih pas dengan pali-nya?

Versi di atas keknya adalah versi yang diterjemahkan oleh wisma Sambodhi:

Quote
14. Ketenangan dan Pandangan Terang

Ada dua hal, O para bhikkhu, yang merupakan bagian dari pengetahuan tertinggi.3 Apakah dua hal itu? Ketenangan dan pandangan terang.4

Jika ketenangan dikembangkan, manfaat apa yang dihasilkannya? Pikiran menjadi berkembang. Dan apakah manfaat dari pikiran yang berkembang? Semua nafsu ditinggalkan.5

Jika pandangan terang dikembangkan, manfaat apa yang diperoleh? Kebijaksanaan menjadi berkembang, Dan apa manfaat dari kebijaksanaan yang berkembang? Semua kebodohan ditinggalkan.6

Pikiran yang dikotori oleh nafsu tidak terbebas; dan kebijaksanaan yang dikotori oleh kebodohan tidak dapat berkembang. Karena itu, para bhikkhu, melalui pudarnya nafsu terdapat pembebasan pikiran; dan melalui pudarnya kebodohan terdapat pembebasan oleh kebijaksanaan.7
(II, iii, 10) sumber: http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/duka/
yaa... gitu deh

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #51 on: 03 September 2011, 10:20:25 AM »
waduh, kelewatan nih…

Nah, kalau soal satipatthana merupakan landasan jhana kan sudah saya kasih rujukannya bro hen, utk yg menurut bro bisa kebalikannya, ada rujukannya ta'?

soal yg samatha&vipassana, yah susah kalau framework nya sudah menganggap itu adalah sebuah tehnik meditasi. let say kita kupas

samatha bhavana -> pengembanagan samatha
vipassana bhavana -> pengembangan vipassana

sampai situ sih kekna masih ok, tapi ketika di lanjutkan lagi definisi dari commy2 belakangan

samatha bhavana -> pengembangan samatha -> utk mencapai jhana
vipassana bhavana -> pengembangan vipassana -> utk pencerahan

nah terlihat perbedaannya dengan sutta. dikatakan syarat dari jhana adalah samatha+vipassana loh. dan samatha itu hal yg berbeda dengan jhana.

soal commy penjelasan sutta yah, anggap saja ada sebuah teks, lalu diucapkan ke orang lain, lalu orang lain lagi mengucapkan lagi, dst… ketika sudah 10 kali, coba dibandingkan dengan aslinya… biasanya ada perubahan2, meskipun mencoba utk menjelaskan tapi yah pergeseran bisa saja terjadi. maka itu menurut saya lebih baik kembali ke sumbernya dari si tukang bikin commy aja. lebih aman kan? lagi pula 10 commy, jg ada 10 jenis variasi karena pergeserannya. Yg populer yg menang dan lebih dikenal

soal definisi jhana ngeblok yah silahkan saja baca tentang tehnik pa auk sayadaw yg rely heavily sama visudhimagga

soal jhana yg bisa mengamati, kekna banyak. bahkan utk mengamati dengan "clear" itu perlu jhana

ini salah satunya

Quote from: MN 111: Anupada Sutta
“Dan kondisi-kondisi dalam jhāna pertama – awal pikiran, kelangsungan pikiran, kegembiraan, kenikmatan, dan keterpusatan pikiran; kontak, perasaan, persepsi, kehendak, dan pikiran; semangat, ketetapan, kegigihan, perhatian, keseimbangan, dan pengamatan – kondisi-kondisi ini dikenali olehnya satu demi satu pada saat munculnya;  dikenali olehnya kondisi-kondisi itu muncul, dikenali olehnya kondisi-kondisi itu berlangsung, dikenali olehnya kondisi-kondisi itu lenyap. Ia memahami sebagai berikut: ‘Demikianlah sesungguhnya, kondisi-kondisi ini, dari tidak ada, menjadi ada; dari ada, menjadi lenyap.’ Sehubungan dengan kondisi-kondisi itu, ia berdiam tanpa tertarik, tanpa menolak, tanpa bergantung, terlepas, bebas, terputus, dengan pikiran bebas dari penghalang.  Ia memahami: ‘Ada jalan membebaskan diri melampaui ini,’ dan dengan pengembangan [pencapaian] itu, ia menegaskan bahwa itu ada.
There is no place like 127.0.0.1

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #52 on: 04 September 2011, 08:28:39 AM »
DN1 brahmajalasutta

3.23. [Pandangan salah 61] ‘Yang lain berkata kepadanya: “Tuan, ada diri seperti yang engkau katakan. Tetapi itu bukanlah di mana diri mencapai Nibbàna tertinggi di sini dan saat ini.
Mengapa demikian? Karena dengan adanya kebahagiaan, maka ada kegirangan batin, dan kondisi itu dianggap kasar. Tetapi ketika diri ini, dengan meluruhnya kegembiraan, berdiam dalam keseimbangan,73 penuh perhatian dan sadar dengan jelas,74 dalam tubuhnya sendiri mengalami kegembiraan itu, yang karenanya Para Mulia mengatakan: ‘Berbahagialah ia yang berdiam dalam keseimbangan dan perhatian’, dan dengan demikian memasuki dan berdiam dalam jhàna ke tiga, itulah saatnya diri mencapai Nibbàna tertinggi di sini dan saat ini.”’

DN 2 samanaphala sutta

79. ‘Kemudian, seorang bhikkhu, dengan meluruhnya kegembiraan, tetap tidak terganggu, penuh perhatian dan berkesadaran jernih, dan mengalami dalam dirinya, kegembiraan yang oleh Para Mulia dikatakan: “Berbahagialah ia yang berdiam dalam keseimbangan dan perhatian murni,” dan ia memasuki dan berdiam dalam jhàna ke tiga. Dan dengan kegembiraan ini, yang hampa dari kegirangan, ia meliputi seluruh tubuhnya sehingga tidak ada bagian yang tidak tersentuh.’
« Last Edit: 04 September 2011, 08:33:21 AM by ryu »
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #53 on: 04 September 2011, 10:12:28 AM »
menurut s dhammika :
 177.      Bagaimana melaksanakan Meditasi Kesadaran? Seperti sebelumnya, kita duduk dalam posisi yang nyaman, menutup mata, tangan di pangkuan, lalu melaksanakan meditasi kesadaran pada pernapasan sebentar, sekitar sepuluh menit. Lalu kita memilih salah satu dari Empat Dasar Kesadaran, Kesadaran pada Keadaan-mental adalah yang terbaik untuk memulai latihan kita. Setelah segala pikiran-pikiran memudar, kita semata-mata mengamati pikiran-pikiran yang timbul, menetap sebentar dan menghilang, tanpa beraksi padanya, Sang Buddha melukiskan latihan ini, sebagai berikut: "Lihatlah,pikiran-pikiran timbul; lihatlah, pikiran-pikiran menetap; lihatlah, pikiran-pikiran pergi" (vidita vitakka uppajjanti, vidita upatthahanti, vidita abbattham gacchanti).52 Kita hendaknya menjadi sebagai apa yang disebut oleh Sang Buddha "pengamat-lepas dari isi batin" (ajjhupekkhita).53 Bila tidak ada pikiran (untuk diperhatikan) yang muncul, maka kita kembali saja memperhatikan masuk-keluarnya napas. Sebaliknya juga, bila pikiran sangat kuat menggoda timbul, sehingga sangat sulit menghindar, maka sebaiknya kita juga kembali sebentar memperhatikan pernapasan. Latihan sebaiknya dilakukan sedikitnya satu jam setiap hari. Ada dua hal yang akan berkembang maju, seiring dengan kemajuan meditasi kita, yakni Kesadaran/kemawasan/kewaspadaan (sati), dan Keseimbangan (upekkha), dan bersamanya memberi kebahagiaan yang tenang dan santai. Keadaan ini disebut sebagai Jhana Ketiga dan dilukiskan oleh Sang Buddha sebagai berikut:



lengkapnya di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6660.msg111606
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #54 on: 04 September 2011, 10:59:31 AM »
waduh, kelewatan nih…

Nah, kalau soal satipatthana merupakan landasan jhana kan sudah saya kasih rujukannya bro hen, utk yg menurut bro bisa kebalikannya, ada rujukannya ta'?

soal yg samatha&vipassana, yah susah kalau framework nya sudah menganggap itu adalah sebuah tehnik meditasi. let say kita kupas

samatha bhavana -> pengembanagan samatha
vipassana bhavana -> pengembangan vipassana

sampai situ sih kekna masih ok, tapi ketika di lanjutkan lagi definisi dari commy2 belakangan

samatha bhavana -> pengembangan samatha -> utk mencapai jhana
vipassana bhavana -> pengembangan vipassana -> utk pencerahan

nah terlihat perbedaannya dengan sutta. dikatakan syarat dari jhana adalah samatha+vipassana loh. dan samatha itu hal yg berbeda dengan jhana.

soal commy penjelasan sutta yah, anggap saja ada sebuah teks, lalu diucapkan ke orang lain, lalu orang lain lagi mengucapkan lagi, dst… ketika sudah 10 kali, coba dibandingkan dengan aslinya… biasanya ada perubahan2, meskipun mencoba utk menjelaskan tapi yah pergeseran bisa saja terjadi. maka itu menurut saya lebih baik kembali ke sumbernya dari si tukang bikin commy aja. lebih aman kan? lagi pula 10 commy, jg ada 10 jenis variasi karena pergeserannya. Yg populer yg menang dan lebih dikenal

soal definisi jhana ngeblok yah silahkan saja baca tentang tehnik pa auk sayadaw yg rely heavily sama visudhimagga

soal jhana yg bisa mengamati, kekna banyak. bahkan utk mengamati dengan "clear" itu perlu jhana

ini salah satunya


Jhana sebagai landasan satipathana rujukannya sama dengan kutipan bro medho di Anupadassutta,
berikut saya lampirkan sutta selengkapnya,

Quote
ANUPADA SUTTA

Majjhima Nikaya, Anupada Vagga, Bab 111


1. Demikian yang saya dengar.

Pada suatu ketika Yang Terberkahi berdiam di Savatthi di Hutan Jeta.

Di sana Beliau berbicara kepada para bhikkhu demikian :

“Para bhikkhu."

“Bhante," jawab mereka.

Yang Terberkahi mengatakan hal ini:

2. "Para bhikkhu, Sariputta memang bijaksana;

Sariputta memiliki kebijaksanaan yang besar;

Sariputta memiliki kebijaksanaan yang luas;

Sariputta memiliki kebijaksanaan yang gembira;

Sariputta memiliki kebijaksanaan yang cepat;

Sariputta memiliki kebijaksanaan yang tajam;

Sariputta memiliki kebijaksanaan yang menembus.

Selama setengah bulan, para,bhikkhu, Sariputta telah memiliki pandangan terang ke dalam keadaan-keadaan satu demi satu ketika keadaan itu muncul.

Inilah pandangan terang Sariputta ke dalam keadaan-keadaan satu demi satu ketika muncul itu.

3. “Disini, para bhikkhu, sangat terpisah dari kesenangan indera, terpisah dari keadaan-keadaan tak-bajik, Sariputta masuk dan berdiam di dalam jhana pertama, yang dibarengi oleh pemikiran pemicu dan pemikiran bertahan, dengan kegiuran dan kesenangan yang terlahir dari kesendirian.

4. "Dan keadaan-keadaan di dalam jhana pertama, pemikiran pemicu, pemikiran bertahan, kegiuran, kesenangan, dan kemanunggalan pikiran;

kontak, perasaan, persepsi, kehendak, dan pikiran;

semangat, tekad, energi, kewaspadaan, ketenang-seimbangan, dan perhatian - keadaan-keadaan ini telah didefinisikan olehnya satu demi satu ketika muncul; dengan diketahui olehnya keadaan-keadaan itu muncul, dengan diketahui semua itu ada, dengan diketahui semua itu lenyap.

Dia memahami demikian: 'Memang demikian, keadaan-keadaan ini, yang tadinya belum ada, lalu menjadi ada; setelah ada, mereka lenyap.'

Dengan memperhatikan keadaan-keadaan itu, dia berdiam tak-tertarik, tak-jijik, tak-bergantung, tak-melekat, bebas, tak-berhubungan, dengan pikiran yang bebas dari penghalang.

Dia memaharni:

'Ada jalan keluar yang melampaui,' dan dengan pengembangan [pencapaian] itu, dia telah memastikan bahwa memang ada.

5. "Sekali lagi, para bhikkhu, dengan berhentinya pemikiran pemicu dan pemikiran bertahan, Sariputta masuk dan berdiam di dalam jhana kedua, yang memiliki keyakinan dan kemanunggalan-pikiran tanpa pemikiran pemicu dan pemikiran bertahan, dengan kegiuran dan kesenangan yang terlahir dari konsentrasi.

6. "Dan keadaan-keadaan didalam jhana kedua -keyakinan diri, kegiuran, kesenangan, dan kemanunggalan pikiran;

kontak, perasaan, persepsi, kehendak, dan pikiran;

semangat, tekad, energi, kewaspadaan, ketenang seimbangan, dan perhatian keadaan-keadaan ini telah didefinisikan olehnya satu demi satu ketika muncul ;

dengan diketahui olehnya keadaan-keadaan itu muncul, dengan diketahui semua itu ada, dengan diketahui semua itu lenyap.

Dia memahami demikian:

‘Ada jalan keluar yang melampaui,’ dan dengan pengembangan [pencapaian] itu, dia telah memastikan bahwa memang ada.

7. "Sekali lagi, para bhikkhu, dengan juga melemahnya kegiuran, Sariputta berdiam di dalam ketenang-seimbangan.

Dan dengan waspada dan sepenuhnya sadar, masih merasakan kesenangan dengan tubuh, dia masuk dan berdiam di dalam jhana ketiga, yang oleh para agung dinyatakan:

'Dia yang memiliki ketenang-seimbangan dan waspada berarti memiliki kediaman yang menyenangkan.'

8. "Dan keadaan-keadaan di dalam jhana ketiga -ketenangseimbangan, kesenangan, kewaspadaan, dan kesadaran yang penuh, dan kemanunggalan pikiran; kontak, perasaan, persepsi, kehendak, dan pikiran;

semangat, tekad, energi, kewaspadaan, ketenang-seimbangan, dan perhatian -keadaan-keadaan ini telah didefinisikan olehnya satu demi satu ketika muncul;

dengan diketahui olehnya keadaan-keadaan itu muncul, dengan diketahui semua itu ada, dengan diketahui semua itu lenyap.

Dia memahami demikian:

‘Ada jalan keluar yang melampaui,’ dan dengan pengembangan [pencapaian] itu, dia telah memastikan bahwa memang ada.

9. "Sekali lagi, para bhikkhu, dengan ditinggalkannya kesenangan dan penderitaan, dan dengan telah lenyapnya kegembiran serta kesedihan, Sariputta masuk dan berdiam di dalam jhana keempat, yang memiliki bukan-penderitaan-pun-bukan-kesenangan dan kemurnian kewaspadaan yang disebabkan oleh ketenang-seimbangan.

10. "Dan keadaan-keadaan di dalam jhana keempat -ketenang-seimbangan, perasaan bukan-menyakit-pun-bukan menyenangkan, ketidak-khawatiran mental yang disebabkan karena ketenangan, kemurnian kewaspadaan, dan kemanunggalan pikiran;

kontak, perasaan, persepsi, kehendak, dan pikiran;

semangat, tekad, energi, kewaspadaan, ketenangseimbangan, dan perhatian – keadaan-keadaan ini telah didefinisikan olehnya satu demi satu ketika muncul;

dengan diketahui olehnya keadaan-keadaan itu muncul, dengan diketahui semua itu ada, dengan diketahui semua itu lenyap.

Dia memahami demikian:

‘Ada jalan keluar yang melampaui,’ dan dengan pengembangan [pencapaian] itu, dia telah memastikan bahwa memang ada.

11 . "Sekali lagi, para bhikkhu, dengan terlampauinya persepsi tentang bentuk secara total, dengan lenyapnya persepsi tentang pengaruh indera, dengan tanpa-perhatian pada persepsi keragaman, menyadari bahwa 'ruang adalah tak-terbatas,’ Sariputta masuk dan berdiam di dalam landasan ruang tak terbatas.

12. "Dan keadaan-keadaan di dalam landasan ruang terbatas -persepsi tentang landasan ruang tak-terbatas dan kemanunggalan pikiran;

kontak, perasaan, persepsi, kehendak dan pikiran;

semangat, tekad, energi, kewaspadaan, ketenangan seimbangan, dan perhatian - keadaan-keadaan ini didefinisikan olehnya satu demi satu ketika muncul;

dengan diketahui olehnya keadaan-keadaan itu muncul, dengan diketahui semua itu ada, dengan diketahui semua itu lenyap.

Dia memahami demikian:

‘Ada jalan keluar yang melampaui,’ dan dengan pengembangan [pencapaian] itu, dia telah memastikan bahwa memang ada.

13. "Sekali lagi, para bhikkhu, dengan sepenuhnya melampaui landasan ruang tak-terbatas, menyadari bahwa 'kesadaran adalah tak-terbatas,' Sariputta masuk dan berdiam di dalam landasan kesadaran tak-terbatas.

14. "Dan keadaan-keadaan di dalam landasan kesadaran tak-terbatas -persepsi tentang landasan kesadaran tak-terbatas dan kemanunggalan pikiran;

kontak, perasaan, persepsi, kehendak, dan pikiran;

semangat, tekad, energi, kewaspadaan, ketenang-seimbangan, dan perhatian - keadaan-keadaan ini telah didefinisikan olehnya satu demi satu ketika muncul;

dengan diketahui olehnya keadaan-keadaan itu muncul, dengan diketahui semua itu ada, dengan diketahui semua itu lenyap.

Dia memahami demikian:

‘Ada jalan keluar yang melampaui,’ dan dengan pengembangan [pencapaian] itu, dia telah memastikan bahwa memang ada.

15. "Sekali lagi, para bhikkhu, dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tak-terbatas, menyadari bahwa 'tidak ada apa-apa,' Sariputta masuk dan berdiam di dalam landasan ketiadaan.

16. "Dan keadaan-keadaan di dalam landasan ketiadaan - persepsi tentang landasan ketiadaan dan kemanunggalan pikiran;

kontak, perasaan, persepsi, kehendak, dan pikiran; semangat, tekad, energi, kewaspadaan, ketenang seimbangan, dan perhatian - keadaan-keadaan ini telah didefinisikan olehnya satu demi satu ketika muncul;

dengan diketahui olehnya keadaan-keadaan itu muncul, dengan diketahui semua itu ada, dengan diketahui semua itu lenyap.

Dia memahami demikian:

‘Ada jalan keluar yang melampaui,’ dan dengan pengembangan [pencapaian] itu, dia telah memastikan bahwa memang ada.

17. "Sekali lagi, para bhikkhu, dengan sepenuhnya melampaui landasan ketiadaan, Sariputta masuk dan berdiam di dalam landasan bukan-persepsi-pun-bukan- tanpa-persepsi.

18. "Dia keluar dengan waspada dari pencapaian itu.

Setelah melakukan hal ini, dia merenungkan keadaan-keadaan yang sudah berlalu, yang telah berhenti dan berubah, demikian 'Memang demikian, keadaan-keadaan ini, yang tadinya belum ada, lalu menjadi ada; setelah ada, mereka lenyap.'

Dengan memperhatikan keadaan-keadaan itu, dia berdiam tak-tertarik, tak-jijik, tak-bergantung, tak-melekat, bebas, tak-berhubungan dengan pikiran yang bebas dari penghalang.

Dia memahami:

'Ada jalan keluar yang melampaui,' dan dengan pengembangan [pencapaian] itu, dia telah memastikan bahwa memang ada.

19. "Sekali lagi, para bhikkhu, dengan sepenuhnya melampaui landasan bukan persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi, Sariputta masuk dan berdiam di dalam berhentinya persepsi dan perasaan.

Dan noda-nodanya hancur karena dia melihat kebijaksanaan.

20. “Dia keluar dengan waspada dari pencapaian itu.

Setelah melakukan hal ini, dia mengingat keadaan-keadaan yang sudah berlalu, yang telah berhenti dan berubah, demikian:

'Memang demikian, keadaan keadaan ini, yang tadinya belum ada, lalu menjadi ada; setelah ada, mereka lenyap .’

Dengan memperhatikan keadaan-keadaan itu, dia berdiam tak-tertarik, tak-jijik, tak-bergantung, tak-melekat, bebas, tak berhubungan, dengan pikiran yang bebas dari penghalang.

Dia memahami:

'Tidak ada jalan keluar yang melampaui,' dan dengan pengembangan [pencapaian] itu, dia telah memastikan bahwa memang tidak ada.

21. "Para bhikkhu, merupakan pembicaraan yang benar, seandainya hal ini harus dikatakan tentang siapa pun:

'Dia telah mencapai penguasaan dan kesempurnaan di dalam moralitas agung,

telah mencapai penguasaan dan kesempurnaan di dalam konsentrasi agung,

telah mencapai penguasaan dan kesempurnaan di dalam kebijaksanaan agung,

telah mencapai penguasaan dan kesempurnaan di dalam pembebasan agung,'

maka tentang Sariputta-lah pembicaraan yang benar itu seharusnya dikatakan.

22. "Para bhikkhu, merupakan pembicaraan yang benar, seandainya hal ini harus dikatakan tentang siapa pun:

"Dia adalah Putra dari Yang Terberkahi, yang terlahir dari dada Beliau, yang terlahir dari mulut Beliau, yang terlahir dari Dhamma, diciptakan oleh Dhamma, ahli waris di dalam Dhamma, bukan ahli waris di dalam benda-benda materi,' maka tentang Sariputtalah pembicaraan yang benar itu seharusnya dikatakan.

23. "Para bhikkhu, Roda Dhamma yang tiada bandingnya, yang telah diputar oleh Tathagata, masih terus diputar dengan benar oleh Sariputta."

Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi.

Para bhikkhu merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

Sutta yang mirip dan menjadi acuan saya pada diskusi adalah sbb:

Quote
181. Penghancuran Noda-noda

Kunyatakan, O para bhikkhu, bahwa penghancuran noda-noda muncul bergantung pada jhana pertama, jhana kedua, jhana ketiga, jhana keempat; bergantung pada landasan dari ketidakterbatasan ruang, landasan dari ketidakterbatasan kesadaran, landasan dari ketiadaan, landasan dari bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi; bergantung pada berhentinya persepsi dan perasaan.13

Ketika dikatakan, "Kunyatakan, O para bhikkhu, bahwa penghancuran noda-noda muncul bergantung pada jhana pertama," dengan alasan apa dikatakan demikian? Di sini, para bhikkhu, terpisah dari kenikmatan indera, terpisah dari keadaan-keadaan tak-bajik, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana pertama, yang diiringi dengan pemikiran dan pemeriksaan, dengan sukacita dan kebahagiaan yang terlahir karena keterpisahan ini. Apa pun keadaan yang termasuk di dalamnya terdiri dari bentuk, perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak atau kesadaran: dia memandang keadaan-keadaan itu sebagai tidak kekal, sebagai penderitaan, sebagai penyakit, sebagai borok, sebagai anak panah, sebagai kesedihan, sebagai penyebab penderitaan, sebagai sesuatu yang asing, sebagai sesuatu yang terpisah-pisah, sebagai sesuatu yang kosong, sebagai bukan-aku. 14 Setelah melihatnya demikian, kemudian pikirannya akan teralih dari keadaan-keadaan itu dan terpusat pada elemen-elemen tanpa-kematian: "Ini damai, ini amat indah: yaitu berhentinya segala bentukan, lepasnya semua perolehan, hancurnya nafsu, tanpa-nafsu, berhenti, Nibbana." 15 Jika dia mantap dalam hal ini, dia mencapai penghancuran noda-noda; tetapi jika dia tidak mencapai penghancuran noda-noda karena kemelekatannya pada Dhamma, dan kesenangannya pada Dhamma, maka dengan hancurnya lima penghalang yang rendah dia akan secara spontan terlahir kembali (di alam surga) dan di sana mencapai Nibbana, tanpa pernah kembali dari alam itu.

Sama halnya, para bhikkhu, seorang pemanah atau muridnya yang berlatih dengan orang-orangan jerami atau seonggok tanah liat yang kemudian menjadi sasaran jarak jauh, seorang pembidik jitu yang bisa menjatuhkan sasaran yang besar, demikian pula halnya dengan seorang bhikkhu yang mencapai hancurnya noda-noda bergantung pada jhana pertama.16

(Perumusan yang sama diterapkan pada tiga jhana yang lain dan tiga pencapaian tanpa-bentuk yang lebih rendah, hanya saja di pencapaian tanpa-bentuk tidak ada pandangan akan keadaan-keadaan yang terdiri atas bentuk.)

Demikian, para bhikkhu, penembusan pada pengetahuan akhir terjadi sampai pada tahap adanya pencapaian dengan persepsi. Tetapi mengenai dua landasan ini - pencapaian landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpa-persepsi, dan berhentinya persepsi dan perasaan - kukatakan bahwa keduanya ini harus dijunjung tinggi oleh para bhikkhu yang bermeditasi, yang terampil dalam pencapaian dan terampil keluar dari pencapaian itu, setelah mereka mencapainya dan keluar darinya.17

Pada bagian yang dibold biru diatas,coba bandingkan dengan Mahasatipathana sutta di DN,  sama atau beda?
Kalo menurut saya bagian yang dibold biru diatas identik dengan Mahasatipathana Sutta yang merupakan penjelasan rinci mengenai penjelasan singkat yang di bold biru di atas. Dan hal ini juga identik dengan yang dilakukan oleh B. Sariputta dalam Anupada sutta.

yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #55 on: 04 September 2011, 11:16:15 AM »
Mari kita kupas satu persatu dengan Mahasatipathana sutta,

Quote
Ketika dikatakan, "Kunyatakan, O para bhikkhu, bahwa penghancuran noda-noda muncul bergantung pada jhana pertama," dengan alasan apa dikatakan demikian? Di sini, para bhikkhu, terpisah dari kenikmatan indera, terpisah dari keadaan-keadaan tak-bajik, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana pertama, yang diiringi dengan pemikiran dan pemeriksaan, dengan sukacita dan kebahagiaan yang terlahir karena keterpisahan ini. Apa pun keadaan yang termasuk di dalamnya terdiri dari bentuk, perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak atau kesadaran: dia memandang keadaan-keadaan itu sebagai tidak kekal, sebagai penderitaan, sebagai penyakit, sebagai borok, sebagai anak panah, sebagai kesedihan, sebagai penyebab penderitaan, sebagai sesuatu yang asing, sebagai sesuatu yang terpisah-pisah, sebagai sesuatu yang kosong, sebagai bukan-aku. 14 Setelah melihatnya demikian, kemudian pikirannya akan teralih dari keadaan-keadaan itu dan terpusat pada elemen-elemen tanpa-kematian: "Ini damai, ini amat indah: yaitu berhentinya segala bentukan, lepasnya semua perolehan, hancurnya nafsu, tanpa-nafsu, berhenti, Nibbana." 15 Jika dia mantap dalam hal ini, dia mencapai penghancuran noda-noda; tetapi jika dia tidak mencapai penghancuran noda-noda karena kemelekatannya pada Dhamma, dan kesenangannya pada Dhamma, maka dengan hancurnya lima penghalang yang rendah dia akan secara spontan terlahir kembali (di alam surga) dan di sana mencapai Nibbana, tanpa pernah kembali dari alam itu.

Pertama-tama, prosesnya masuk ke dalam Jhana (1) (bold biru),
kemudian melakukan satipathana (bold kuning)

Quote
‘Apakah empat itu? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu618 berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani619, tekun, dengan kesadaran jernih dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia;620 ia berdiam merenungkan perasaan sebagai perasaan621 …; ia berdiam merenungkan pikiran sebagai pikiran;622 ia berdiam merenungkan objek-pikiran sebagai objek-pikiran,623 tekun, dengan kesadaran jernih dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia.’

Pada kutipan Mahasatipathana di atas, obyek perenungannya sama dengan yang dibold kuning dan dijelaskan dengan rinci, kemudian satipathana dilakukan setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia, ini berarti setelah masuk dalam kondisi jhana yang terpisah dari nafsu dan belenggu dunia.

Kemudian yang di bold putih dan coklat masih dalam ranah satipathana, yaitu perenungan dengan hubungannya pada 4 KM.

Quote
17. ‘Kemudian, para bhikkhu, seorang bhikkhu berdiam merenungkan objek-objek pikiran sehubungan dengan Empat Kebenaran Mulia. Bagaimanakah ia melakukannya? Di sini, seorang bhikkhu mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah penderitaan”; ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah asal-mula penderitaan”; ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah lenyapnya penderitaan”; ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.”’

Bandingkan yang dibold ijo di atas dengan Mahasatipathana, keduanya identik dalam pencapaian minimal Anagami.

Quote
jika masih ada beberapa kekotoran tersisa, mencapai kondisi Yang-Tidak-Kembali.’

yaa... gitu deh

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #56 on: 04 September 2011, 08:51:28 PM »
uhmmm soal anupada sutta kan jelas2 lagi di jhana1 - ke jhana 2 - dst

atau bro bacanya jhana 1 - out utk vipassana - jhana 2 - out utk vipassana dst ?

kalau kita cross ref ke sutta2 lain (misalnya http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_18:_Janavasabha_Suttakan jelas dikatakan bahwa samma samadhi (jhana) itu didahului oleh samma sati (satipatthana), bukan kebalikannya. nah plus dengan anupada sutta kan jelas juga bahwa dalam jhana tidak blocking dan the whole picturenya jelas.

kalau yg soal coklat yah, karena tidak blocking jhana nya sesuai dengan anupada sutta, yah kekna sih gitu deh ;d

makanya, soal framework cara pikirnya bisa jadi beda penafsirannya :D tapi coba aja bro di cross cek ke sutta2 lain, mungkin ada yg bisa di share atau bisa memperjelas soal "jhana - out - vipassana" itu buat saya. so far yg saya tangkep sih nda gitu
There is no place like 127.0.0.1

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #57 on: 04 September 2011, 09:13:44 PM »
aneh ya diskusi ini, pihak2 yg berbeda pendapat sama2 memakai kata "sangat jelas", "jelas dikatakan", dsb...
ternyata sutta pun bisa dianggap sangat jelas oleh yg satu, sangat kabur untuk yg lain hehehe...

ups... *balik ke panggung penonton*
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #58 on: 04 September 2011, 09:31:32 PM »
soal kacamata oom

*mo nonton juga, hayo gantian*….  *kek tag team aje*
There is no place like 127.0.0.1

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #59 on: 05 September 2011, 06:37:23 AM »
aneh ya diskusi ini, pihak2 yg berbeda pendapat sama2 memakai kata "sangat jelas", "jelas dikatakan", dsb...
ternyata sutta pun bisa dianggap sangat jelas oleh yg satu, sangat kabur untuk yg lain hehehe...

ups... *balik ke panggung penonton*

beda pendapat itu sah2 saja, karena menurut pengalaman masing2 tidak sama.
yang penting tidak beda 'jalan dan cara' ajaran yang sudah dibabarkan Sammasambuddha
 _/\_
« Last Edit: 05 September 2011, 06:42:07 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #60 on: 05 September 2011, 09:00:51 AM »
soal kacamata oom
kalo gitu suruh yg gak punya kacamata (k,i atau h) baca suttanya trus tanya gimana ceritanya tanpa kacamata  :)

beda pendapat itu sah2 saja, karena menurut pengalaman masing2 tidak sama.
yang penting tidak beda 'jalan dan cara' ajaran yang sudah dibabarkan Sammasambuddha
 _/\_
hehehe... lucu  :))
wong semua pihak yg berbeda "jalan dan caranya" itu merasa penafsirannya itu dibabarken sammasambuddha kok...
perbedaan pendapat ini justru pada intinya, pada definisi, cara dan hubungan dari unsur2 jm8.
* penonton nyeletukin penonton lain *
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #61 on: 05 September 2011, 11:35:06 AM »
kalo gitu suruh yg gak punya kacamata (k,i atau h) baca suttanya trus tanya gimana ceritanya tanpa kacamata  :)
wah kalo itu mah pake kacamata yg laen lagi oom
There is no place like 127.0.0.1

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #62 on: 05 September 2011, 12:33:19 PM »
wah kalo itu mah pake kacamata yg laen lagi oom
kamsudnya suruh orang yg gak tau apa2, baca suttanya kayak baca novel, trus tanyain "ini menurut kamu artinya pake blocking, apa gak?"
 ;D

btw, silaken diterusin. sori ngganggu...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #63 on: 05 September 2011, 12:56:45 PM »
oooo, boleh juga tuh :P
There is no place like 127.0.0.1

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #64 on: 05 September 2011, 08:50:44 PM »
sepertinya sudah OOT lumayan jauh, Ajahn Chandako sama sekali tidak mengupas jhana, Ajahn hanya berusaha meluruskan pandangan yg mempertentangkan Samatha vs Vipassana. demikianlah yg saya pahami dari artikel ini.

Bayangkan anda ingin menebang sebatang pohon mati dengan sebuah kapak. Agar berhasil maka kapak harus tajam dan cukup berat. Tetapi di manakah tajam dan berat itu dimulai? Jelas bahwa bahkan dengan usaha keras jika menggunakan pisau cukur atau pemukul baseball maka tidak akan berhasil.

Dalam konteks praktik meditasi Buddhis, kapak yg berat dapat mengumpamakan ketenangan (samatha), ketajamannya mengumpamakan pandangan terang (vipassana). Kedua aspek meditasi ini memainkan peran penting dalam mencerahkan makhluk-makhluk pada sifat realitas dan membebaskan mereka dari penderitaan. Dengan memeriksa teks-teks kuno yang berasal dari Sang Buddha serta beberapa pendekatan populer, tulisan ini akan mencoba untuk mengupas tentang hubungan yang saling mendukung antara kedua tonggak pengembangan spiritual ini.

Kata ‘vipassanā’ telah dihubungkan dengan teknik meditasi tertentu atau suatu gaya praktik Buddhis dalam tradisi theravada. Akan tetapi apa yang diajarkan oleh Sang Buddha adaalah ‘samatha/vipassanā’. Samatha berarti keheningan dan ketenangan yang dihasilkan dari perhatian terus-menerus pada suatu obyek, proses atau persepsi. Vipassanā merujuk pada penglihatan jelas. Ketika keduanya hadir, batin dan pikiran seseorang menjadi seimbang. Samatha adalah memusatkan, penerimaan dan tidak membeda-bedakan tanpa syarat. Samatha adalah tenang, cerah, bersinar, diam secara internal dan penuh kebahagiaan. Kedamaian batin yang dihasilkan adalah emosi yang halus. Vipassanā di pihak lain, muncul dari sisi batin yang melihat. Vipassanā membedah, menyelidiki, membandingkan, membedakan dan mengevaluasi. Vipassanā mengamati dan menganalisis perubahan, sifat tanpa-diri dan tidak memuaskan dari segala fenomena jasmani dan batin yang terkondisi.

Sementara samatha menghasilkan energi, vipassana menerapkannya pada usaha. Kedua ini pada awalnya tidak dimaksudkan sebagai cara berbeda dari meditasi Buddhis dengan tujuan yang berbeda, melainkan hanya dua tema yang saling berkaitan dari jalan harmonis praktik Dhamma yang mengarah menuju Nibbana, pencerahan. Hasil gabungannya adalah kebijaksanaan: perubahan persepsi mendalam yang menyelaraskan pemahaman kita dengan kebenaran-kebenaran alami. Sang Buddha mengajarkan berbagai macam tema meditasi dalam menjawab kebutuhan dan kecenderungan berbeda-beda dari para individu yang terlibat, tetapi semua itu tergabung dan terjalin dalam ketenangan dan pandangan terang ke dalam kain lentur dan kuat dari kebebasan. Bersama-sama, Baik Samatha maupun Vipassanā bekerja untuk membebaskan batin.

Sebelum melanjutkan lebih jauh lagi, mungkin perlu untuk memgklarifikasi beberapa termonilogi. Samatha sesungguhnya bersinonim dengan samādhi, perhatian atau konsentrasi terpusat. Sammā-samādhi, samādhi benar atau sempurna, adalah faktor ke delapan dari Jalan Mulia Berunsur Delapan. Agar samādhi menjadi ‘benar’ dan mengarah menuju Nibbāna, maka harus ada kesadaran jernih penuh perhatian (sati) dari momen ke momen. Suatu kondisi samādhi tanpa kesadaran jernih juga dapat merasakan kedamaian dan menenangkan tetapi bukan bagian dari jalan Buddhis. Samādhi yang muncul dari kondisi-kondisi batin yang tidak bermanfaat disebut ‘samādhi salah’ (micchā samādhi), karena tidak mengarah menuju Nibbāna. Kesempurnaan samādhi disebut jhāna. Setelah Sang Buddha wafat, komentar pada ajaran asli memperkenalkan banyak konsep-konsep dan istilah-istilah baru. Misalnya, samādhi ‘penyerapan penuh’ (appanā) merujuk pada jhāna. Samādhi ‘akses’ (upacara) adalah konsentrasi yang tidak semendalam jhāna tetapi berada pada ‘ambang batasnya’. Samādhi ‘saat ke saat’ (khanika) merujuk pada kesadaran terus-menerus yang muncul karena perhatian penuh pada berbagai obyek perhatian berbeda secara berturut-turut, bukan pada satu obyek meditasi tunggal. Hal ini secara efektif mendefinisikan ulang samadhi sebagai kesadaran penuh perhatian.

Tidak diketahui secara persis kapan samatha dan vipassanā mulai dibedakan sebagai cara praktik Dhamma yang berbeda. Mungkin tidak lama setelah Sang Buddha wafat. Tentu saja, pada masa komentar [1] istilah samathayānika dan vipassanāyānika telah digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang penekanan utamanya (atau ‘kendaraan’) adalah salah satu atau lainnya. Di sinilah istilah “meditator pandangan terang kering” (sukhavipassaka) pertama kali ditemukan. Hal ini merujuk pada orang yang hanya mengembangkan samādhi saat ke saat atau mempraktikkan meditasi pandangan terang tanpa samatha sama sekali, hanya mempertahankan pengamatan saat ke saat yang tidak berkesinambungan dari proses perubahan jasmani dan batin. Pada titik ini dalam sejarah rujukan-rujukan masih sedikit dan singkat. Hanya dalam literatur sub-komentar samathayāna dan vipassanāyāna dijelaskan dan digambarkan sebagai jalan praktik yang berbeda. Penambahan komentar ini telah menjadi topik kontroversi, khususnya pertanyaan yang telah sering kali diajukan sehubungan dengan apakah samādhi saat ke saat memenuhi faktor samādhi benar dari Jalan Mulia Berunsur Delapan.

[1] Visuddhimagga dan komentar-komentar lainnya ditulis  pada abad V AD oleh Acariya Buddhaghosa.


Samādhi Benar

Sang Buddha mengajarkan bahwa adalah mustahil untuk mencapai Nibbāna tanpa menyempurnakan seluruh delapan bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dalam kumpulan AjaranNya, sutta-sutta, definisi yang dicakup oleh samādhi benar pada Sang Jalan itu adalah empat jhāna pertama.

“Dan apakah, Teman-teman, samādhi benar itu? Di sini, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, setelah melampaui kondisi-kondisi batin yang tidak bermanfaat, seorang bhikkhu memasuki dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang muncul dari keterasingan. Dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan-diri dan keterpusatan pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang muncul dari konsentrasi. Dengan meluruhnya kegembiraan, ia berdiam dalam keseimbangan, dan penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, masih merasakan kebahagiaan, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna ke tiga, yang karenanya para mulia mengatakan: ‘Ia memiliki kediaman yang nyaman yang memiliki keseimbangan dan penuh perhatian.’ Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya dari kegembiraan dan kesedihan, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang tanpa kesakitan juga tanpa kenikmatan dan kemurnian perhatian karena keseimbangan. Ini adalah samādhi benar.

Ini disebut Kebenaran Mulia Jalan menuju lenyapnya penderitaan.” (DN 22.21 – MN 141.31)

“’Dhamma ini adalah untuk seorang dengan samādhi, bukan untuk seorang yang tanpa samādhi.’ Demikianlah dikatakan. Untuk alasan apakah hal ini dikatakan? Di sini seorang bhikkhu memasuki dan berdiam dalam jhāna pertama ... jhāna ke dua ... jhāna ke tiga ... jhāna ke empat.” (AN 8.30)

“Aku katakan, Para Bhikkhu, bahwa hancurnya racun batin adalah bergantung pada jhāna pertama ... jhāna ke delapan.” (AN 9.36)



Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #65 on: 05 September 2011, 09:31:41 PM »
kan ini ditriger dari soal "blocking" dan "jhana - out- vipassana"… dalam artikel ajahn chandako kan explisit ditulis demikian, terutama bagian ini

Quote
“Samādhi membentuk landasan bagi perenungan dan vipassanā. Segala sesuatu yang dialami dengan pikiran yang damai memberikan pemahaman yang lebih baik.”

yah kita kesampingkan soal vipassana sebagai kualitas batin dan sebagai tehnik meditasi jg dulu :D

dalam MN 40: Culavedalla sutta

Quote
(KONSENTRASI)

12. “Yang Mulia, apakah konsentrasi? Apakah landasan konsentrasi? Apakah perlengkapan konsentrasi? Apakah pengembangan konsentrasi?”

“Keterpusatan pikiran, teman Visākha, adalah konsentrasi; Empat Landasan Perhatian adalah landasan konsentrasi; Empat Usaha Benar adalah perlengkapan konsentrasi; pengulangan, pengembangan, dan pelatihan atas hal-hal ini adalah kondisi yang sama dengan pengembangan konsentrasi.”
There is no place like 127.0.0.1

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #66 on: 06 September 2011, 06:22:53 AM »
wong semua pihak yg berbeda "jalan dan caranya" itu merasa penafsirannya itu dibabarken sammasambuddha kok...
perbedaan pendapat ini justru pada intinya, pada definisi, cara dan hubungan dari unsur2 jm8.
* penonton nyeletukin penonton lain *


pengalaman individu wajar berbeda.
apalagi yang namanya penonton, suka nyeletuk. sah sah saja  :))
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #67 on: 06 September 2011, 10:43:22 AM »
sepertinya sudah OOT lumayan jauh, Ajahn Chandako sama sekali tidak mengupas jhana, Ajahn hanya berusaha meluruskan pandangan yg mempertentangkan Samatha vs Vipassana. demikianlah yg saya pahami dari artikel ini.
Sang Buddha mengajarkan bahwa adalah mustahil untuk mencapai Nibbāna tanpa menyempurnakan seluruh delapan bagian dari Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dalam kumpulan AjaranNya, sutta-sutta, definisi yang dicakup oleh samādhi benar pada Sang Jalan itu adalah empat jhāna pertama.
justru kalo pernyataan di atas benar, maka definisi samadhi dan jhana itu menjadi sangat penting.
jhana yg seperti apakah? yg ngeblok? ala sumedho? ala dragon hung?
ntar yg aliran ngeblok bilang jhana yg lain itu palsu, sedangkan yg aliran lain bilang jhana ngeblok itu gak tipitaka-iah dan salah.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline DragonHung

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 963
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #68 on: 06 September 2011, 12:03:49 PM »
justru kalo pernyataan di atas benar, maka definisi samadhi dan jhana itu menjadi sangat penting.
jhana yg seperti apakah? yg ngeblok? ala sumedho? ala dragon hung?
ntar yg aliran ngeblok bilang jhana yg lain itu palsu, sedangkan yg aliran lain bilang jhana ngeblok itu gak tipitaka-iah dan salah.


wooo...... emangnya jhana ala dragon hung apa?
Banyak berharap, banyak kecewa
Sedikit berharap, sedikit kecewa
Tidak berharap, tidak kecewa
Hanya memperhatikan saat ini, maka tiada ratapan dan khayalan

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #69 on: 06 September 2011, 12:42:29 PM »
wooo...... emangnya jhana ala dragon hung apa?
ndak tau :))
di thread sebelah kan pernah diangkat, saat anda bercerita ttg jhana, sebagian berpendapat ini jhana yg berbeda, alias diragukan jhana beneran atau bukan. pendapat ini kan muncul dari perbedaan definisi jhana seperti di thread ini juga, karena sudah tertanam jhana itu harus begini begitu... sedangkan menurut sebagian orang definisi begini begitu itu tidak ada di tipitaka.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline DragonHung

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 963
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Samatha+Vipassana (A Honed and Heavy Ax) By Ajahn Chandako
« Reply #70 on: 06 September 2011, 01:46:30 PM »
ndak tau :))
di thread sebelah kan pernah diangkat, saat anda bercerita ttg jhana, sebagian berpendapat ini jhana yg berbeda, alias diragukan jhana beneran atau bukan. pendapat ini kan muncul dari perbedaan definisi jhana seperti di thread ini juga, karena sudah tertanam jhana itu harus begini begitu... sedangkan menurut sebagian orang definisi begini begitu itu tidak ada di tipitaka.


Kalau menurut saya pribadi sih tergantung cara latihannya.
Kalau pake samatha murni, yah jhana yg dihasilkan itu ngeblok, benar2 keadaan sekeliling tidak terhiraukan.
Kalau pake vipasanna dengan samatha sebagai landasan, yah jhana yg dihasilkan masih bisa respon terhadap sekeliling.

Sekali lagi yah, ini cuman pendapat pribadi.  Jangan diminta referensinya karena saya "fakir referensi"
Banyak berharap, banyak kecewa
Sedikit berharap, sedikit kecewa
Tidak berharap, tidak kecewa
Hanya memperhatikan saat ini, maka tiada ratapan dan khayalan