//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA  (Read 18446 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #45 on: 12 March 2013, 02:40:34 AM »
III. RANGKAIAN PENGULANGAN NAFSU DAN SETERUSNYA

303 (1)[/i]

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka lima hal harus dikembangkan. Apakah lima ini? Persepsi ketidak-menarikan, persepsi kematian, persepsi bahaya, persepsi kejijikan pada makanan, dan persepsi ketidak-senangan pada seluruh dunia. Demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka kelima hal ini harus dikembangkan.”

304 (2)

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka lima hal harus dikembangkan. Apakah lima ini? Persepsi ketidak-kekalan, persepsi tanpa-diri, persepsi kematian, persepsi kejijikan pada makanan, dan persepsi ketidak-senangan pada seluruh dunia. Demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka kelima hal ini harus dikembangkan.”

305 (3)

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka lima hal harus dikembangkan. Apakah lima ini? Persepsi ketidak-kekalan, persepsi penderitaan pada apa yang tidak kekal, persepsi tanpa-diri pada apa yang merupakan penderitaan, persepsi ditinggalkannya, dan persepsi kebosanan. Demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka kelima hal ini harus dikembangkan.”

306 (4)

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka lima hal harus dikembangkan. Apakah lima ini? Indria keyakinan, indria kegigihan, indria perhatian, indria konsentrasi, dan indria kebijaksanaan. Demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka lima hal harus dikembangkan.”

307 (5)

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka lima hal harus dikembangkan. Apakah lima ini? Kekuatan keyakinan, kekuatan kegigihan, kekuatan perhatian, kekuatan konsentrasi, dan kekuatan kebijaksanaan. Demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka lima hal harus dikembangkan.”

308 (6) – 316 (14)

“Para bhikkhu, demi pemahaman penuh pada nafsu … demi kehancuran sepenuhnya … demi ditinggalkannya … demi hancurnya … demi hilangnya … demi peluruhan … demi lenyapnya … demi terhentinya … demi terlepasnya nafsu, maka lima hal harus dikembangkan. Apakah lima ini? Persepsi ketidak-menarikan … [seluruh lima kelompok di atas, hingga] … Kekuatan keyakinan, kekuatan kegigihan, kekuatan perhatian, kekuatan konsentrasi, dan kekuatan kebijaksanaan. Demi terlepasnya nafsu, maka kelima hal ini harus dikembangkan.”

317 (15) – 1152 (850) <1250>

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung … demi pemahaman penuh … demi kehancuran total … demi ditinggalkannya … demi hancurnya … demi hilangnya … demi peluruhan … demi lenyapnya … demi terhentinya … demi terlepasnya kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang ajar … iri … kekikiran … kecurangan … muslihat … kekeras-kepalaan … sifat berapi-api … keangkuhan … kesombongan … kemabukan … kelengahan, maka lima hal ini harus dikembangkan. Apakah lima ini? Persepsi ketidak-menarikan … [seluruh lima kelompok di atas, hingga] … Kekuatan keyakinan, kekuatan kegigihan, kekuatan perhatian, kekuatan konsentrasi, dan kekuatan kebijaksanaan. Demi terlepasnya kelengahan, maka kelima hal ini harus dikembangkan.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Dengan gembira, para bhikkhu itu bersenang dalam pernyataan Sang Bhagavā.



Buku Kelompok Lima selesai


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #46 on: 12 March 2013, 02:49:25 AM »
Catatan kaki

974> Pañca sekhabalāni. Terlepas dari tumpang tindih sebagian, ini jangan dibingungkan dengan kelima kekuatan (pañca balānini) yang terdapat dalam tiga puluh tujuah bantuan menuju pencerahan, yang diperkenalkan pada 5:13-16. Mp: “Kekuatan-kekuatan dari seorang yang masih berlatih: kekuatan-kekuatan dari tujuh jenis individu yang masih berlatih. Kekuatan keyakinan disebut demikian karena kekuatan ini tidak goyah (na kampati dalam menghadapi ketidak-yakinan; kekuatan rasa malu bermoral tidak goyah dalam menghadapi sifat tanpa rasa malu bermoral; kekuatan rasa takut bermoral tidak goyah dalam menghadapi sifat tanpa rasa takut bermoral; kekuatan kegigihan tidak goyah dalam menghadapi kemalasan;dan kekuatan kebijaksanaan tidak goyah dalam menghadapi ketidak-tahuan.”

975> Hanya dalam Be.

976> Untuk perbedaan antara rasa malu bermoral (hiri) dan rasa takut bermoral (ottappa), dengan rujukannya, baca 2:8-9 dan p. 1622, catatan 225.

977> Mp menjelaskan udayatthagāminī paññā, “kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya,” sebagai “kebijaksanaan yang mampu menembus muncul dan lenyapnya kelima kelompok unsur kehidupan (pañcannaṃ khandhānaṃ udayavayagāminiyā udayañca vayañca paṭivijjhituṃ samathāya). Ini adalah kebijaksanaan sang jalan bersama dengan kebijaksanaan pandangan terang (vipasanāpaññāya c’eva maggapaññāya).”

978> Mp: “Ini dikatakan sehubungan dengan seorang yang kokoh dalam buah memasuki-arus.”

979> Pubbāhaṃ bhikkhave ananussutesu dhammesu abhiññāvosānapāranippatto paṭijānāmi. Mp: “’Karena, melalui empat jalan, Aku telah menyelesaikan enam belas tugas sehubungan dengan empat kebenaran [mulia], maka Aku mengaku telah mencapai penyempurnaan dan kesempurnaan, setelah secara langsung mengetahuinya; [yaitu,] Aku telah mencapai supremasi dalam menyempurnakan tugas-tugasKu dengan menyelesaikan semua tugas.’ Beliau menunjukkan moralitas yang ia capai oleh diriNya sendiri di ambang pencerahan agung.”

980> Baca 4:8 untuk perlakuan paralel pada empat landasan keyakinan diri, 6:64 untuk enam kekuatan Tathāgata, dan 10:21, 10:22 untuk sepuluh kekuatan Tathāgata.

981> Ini adalah kelima kekuatan (pañca balāni) yang termasuk dalam tiga puluh tujuh bantuan menuju pencerahan (bodhipakkhiyā dhammā). Kelima kekuatan itu, sebagai faktor-faktor, adalah identik dengan kelima indria (panc’indriyāni), tetapi keduanya dibedakan dengan perbedaan dalam aspeknya. Baca SN 48:43, V 219-20, dan komentarnya, Spk III 247,2-7, yang menjelaskan bahwa indria keyakinan berarti keunggulan dalam hal keyakinan, dan kekuatan keyakinan berarti ketidak-goyahan dalam menghadapi ketiadaan keyakinan (adhimokkhalakkhaṇe indaṭṭhena saddhindriyaṃ, assaddhiye akampanena saddhābalaṃ). Dengan cara yang sama, keempat indria lainnya berturut-turut adalah keunggulan dalam hal pengerahan usaha, kehadiran, ketidak-kacauan, dan pemahaman (paggahaupaṭṭhāna-avikkhepa-pajānana) dan keempat kekuatan lainnya adalah ketidak-goyahan dalam menghadapi kemalasan, kekacauan-pikiran, pengalihan, dan ketidak-tahuan (kosajja-muṭṭhasacca-vikkhepa-avijjā).

982> Empat faktor memasuki-arus (cattāri sotāpattiyaṅgāni): keyakinan yang tak tergoyahkan pada Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha, and perilaku bermoral yang disukai para mulia. Baca 9:27, 10:92.

983> Mp: “Faktor perilaku selayaknya (ābhisamācārikaṃ dhammaṃ) adalah perilaku tertinggi yang merupakan perilaku bermoral yang ditetapkan melalui tugas-tugas (uttamasamācārabhūtaṃ vattavasena paññattasīlaṃ; baca 4:245 §1, di mana kata yang digunakan adalah ābhisamācārikā sikkhā). Faktor dari seorang yang masih berlatih (sekhaṃ dhammaṃ) adalah perilaku bermoral yang ditetapkan bagi seorang yang masih berlatih. Perilaku Bermoral (sīlāni) adalah ‘empat perilaku bermoral besar’ (cattāri mahāsīlāni; diduga adalah empat jenis perilaku yang dijaga melalui empat aturan pārājika). Pandangan benar adalah pandangan benar dari pandangan terang (vipassanāsammādiṭṭhi); konsentrasi benar adalah konsentrasi sang jalan dan buah.”

984> Dari sini hingga “tidak terkonsentrasi dengan baik untuk hancurnya noda-noda” juga terdapat pada SN 46:33, V 92.

985> Seperti pada 3:101, I 254,10-12. bukannya muddikāya MN III 243,21 menuliskan pavaṭṭikāya dan AN I 254,10, dan AN I 257,26, menuliskan paṭṭakāya.

986> Kekuatan-kekuatan batin berikut ini juga terdapat pada 3:101. tentang “landasan yang sesuai,” baca p.1669, catatan 562.

987> Mp mengidentifikasikan “pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya” (yathābhūtañāṇadassana) sebagai pandangan terang lembuut; “kekecewaan” (nibbidā) sebagai pandangan terang kuat; “kebosanan” (virāga) sebagai jalan mulia. Mp memecah vimuttiñāṇadassana menjadi vimutti dan ñāṇadassana, dengan yang pertama mewakili buah (phalavimutti) dan yang terakhir adalah pengetahuan peninjauan (paccavekkhaṇañāṇa). Akan tetapi, saya menerjemahkan menurut makna biasa, dan menganggap vimutti hanya sekedar tersirat di sini.

988> Mp: “Pandangan benar di sini adalah pandangan benar dari pandangan terang. Kebebasan pikiran (cetovimutti) adalah konsentrasi sang jalan dan buah, dan kebebasan melalui kebijaksanaan (paññāvimutti) adalah pengetahuan buah.” Ps I 164,29-31, dalam mengomentari tentang cetovimuttiṃ paññāvimuttiṃ pada MN I 35,26-27, mengidentifikasikan kebebasan pikiran sebagai konsentrasi yang berhubungan dengan buah Kearahattaan, dan kebebasan melalui kebijaksanaan sebagai kebijaksanaan yang berhubungan dengan buah Kearahattaan.

989> Vimuttāyatanāni. Mp: “Penyebab-Penyebab Keterbebasan” (vimuccanakāraṇani).

990> So tasmiṃ dhamme atthapaṭisaṃvedī ca hoti dhammapaṭisaṃvedī ca. Mp menjelaskan atthapaṭisaṃvedi sebagai “seorang yang mengetahui makna dari teks” (pāḷi-atthaṃ jānantassa) dan dhammapaṭisaṃvedī sebagai “seorang yang mengetahui teks” (pāḷiṃ jānantassa), tetapi penjelasan ini tentu saja terlalu sempit dan tidak sesuai zaman. Pada 6:10, kita membaca labhati atthavedaṃ labhati dhammavedaṃ, yang saya terjemahkan “[ia] memperoleh inspirasi dalam makna, inspirasi dalam Dhamma.” Akar kata paṭisaṃvedī adalah vedī, yang jelas berhubungan dengan atthapaṭisaṃvedī dan dhammapaṭisaṃvedī berhubungan dengan atthavedā dan dhammaveda. Akar vid  berhubungan dengan vijjā, pengetahuan, dan juga dengan vedanā, perasaan. Dengan demikian saya menyarankan veda seharusnya dipahami sebagai pengetahuan yang menginspirasi, atau “inspirasi,” yang memunculkan pāmojja dan pīti, kegembiran dan sukacita. Adalah mungkin bahwa atthapaṭisaṃvedī dan dhammapaṭisaṃvedī  adalah berhubungan dengan atthapaṭisambhidā dan dhammapaṭisambhidā, walaupun dalam Pāli kata terakhir berhubungan dengan kata kerja bhindati, “memecah, membagi.” Baca juga pp. 1643-44, catatan 403.

991> Mp menjelaskan hal ini bermakna “ia terkonsentrasi melalui konsentrasi buah Kearahattaan” (arahattaphalasamādhinā samādhiyati). Tampaknya tidak mungkin bagi saya bahwa ini merupakan maksud yang sebenarnya, karena kontek menyiratkan bahwa ini adalah konsentrasi yang berfungsi sebagai landasan bagi pandangan terang, dan setelah itu bagi pencapaian sang jalan dan buah, bukan konsentrasi yang muncul sesudah realisasi.

992> Appamāṇan. Mp: “Hampa dari kualitas-kualitas pembuat batas, melampaui keduniawian” (pamāṇakaradhammarahitaṃ lokuttaraṃ). Biasanya, Nikāya-Nikāya mengidentifikasi konsentrasi tanpa batas sebagai empat alam brahma (brahmavihāra), tetapi beberapa teks juga mengenali konsentrasi tanpa batas yang melampaui keduniawian, yang diperoleh melalui hancurnya tiga kualitas “penghasil-batas”: keserakahan, kebencian, dan delusi. Baca MN 43:35, I 298, 8-9; SN 41:7, IV 297,11-12.

993> Baca p. 1669, catatan 560-61.

994> Be menghilangkan samādhiṁ. Jelas ini bukanlah kesalahan pencetakan, karena menurut satu catatan dalam Ee, penghilangan serupa juga sering terjadi pada naskah-naskah Burma.

995> Karena konsentrasi yang akan dijelaskan di bawah terutama adalah empat jhāna dan, mungkin, konsentrasi pandangan terang, maka Mp tidak menganggap kata ariya di sini merujuk pada jalan dan buah mulia melainkan sebagai bermakna “jauh dari kotoran yang ditinggalkan melalui penekanan (vikkhambhanavasena pahīnakilesehi ārakā ṭhitassa).” Dalam komentar, ariya kadang-kadang diturunkan dari āraka. Walaupun etimologi bermain-main, adalah mungkin bahwa samādhi ini merupakan praktik persiapan untuk mencapai jalan dan buah, bukan jalan dan buah itu sendiri.

996> Paccavekkhaṇanimittaṃ. Mp mengidentifikasikan ini sebagai pengetahuan peninjauan (paccavekkhaṇañāṇameva), jelas merujuk pada pengetahuan yang meninjau kembali pencapaian-pencapaian jalan dan buah. Akan tetapi, karena penggunaan kata paccavekkhaṇa ini tampaknya khas pada komentar, saya pikir lebih mungkin bahwa paccavekkhaṇanimitta di sini bermakna objek yang sedang diperiksa melalui pandangan terang.

997> Baca p. 1669, catatan 562.

998> Cīraṭṭhitiko hoti. Mp: “Jika seseorang telah memperoleh gambaran [konsentrasi] sewaktu berdiri, gambaran itu hilang ketika ia duduk. Jika ia telah memperoleh gambaran itu sewaktu duduk, gambaran itu hilang ketika ia berbaring. Tetapi pada seseorang yang bertekad pada berjalan mondar-mandir dan memperoleh gambaran dalam objek yang bergerak, gambaran itu tidak hilang ketika ia berdiri diam, duduk, dan berbaring.”

999> Mp mengatakan bahwa pandangan terang (vipassanā) dibahas di sini dalam lima cara.

1000> Mp mengidentifikasinya sebagai putri Raja Pasenadi dari Kosala.

1001> baca 4:87 §4

1002> Hanya empat jenis keunggulan yang disebutkan, kecuali jika yang ke lima adalah kekayaan (bhoga) bukan kekuaasan (ādhipateyya), seperti disebutkan dalam kuplet berikutnya.

1003> Ini memasyjjan paralel yang diperluas dari 4:34.

1004> Mp, dalam mengomentari sutta sebelumnya, mangatakan bahwa ia adalah putri Raja Bimbisāra.

1005> Anehnya, baik Ce maupun Ee tidak mencantumkan paragraf ini, yang terdapat dalam Be. Ini tampaknya diperlukan untuk melengkapi kelompok lima hal. Paragraf ini terdapat dalam seluruh tiga edisi kelompok Empat. Paralelnya dalam It §90, 88, tidak mencantumkan paragraf ini, tetapi It §90 memasukkannya dalam kelompok Tiga dan dengan demikian membatasinya pada tiga objek keyakinan.

1006> Virāge dhamme. Pernyataan paralel pada 4:34 hanya menuliskan virāge, tetapi It §90 menuliskan virāge dhamme.

1007> Syair-syair ini juga terdapat pada 4:34.

1008> Attacatuttho. Lit., “[dengan]-diri sendiri-[sebagai]-yang ke empat,’ yang berarti bahwa Sang Buddha diundang bersama dengan tiga bhikkhu menyertainya.

1009> Manāpakāyikānaṃ devānaṃ. Tidak dapat dipastikan apakah mereka disebut demikian dalam makna bahwa tubuh mereka menyenangkan, atau dalam makna bahwa mereka merupakan bagian dari sebuah kelompok yang menyenangkan. Kata kāya dapat berarti tubuh fisik atau pun sekelompok. Mp mengidentifikasikan para dewata ini sebagai “para deva yang bersenang-senang dalam penciptaan.” Karena mereka menciptakan bentuk apa pun yang mereka sukai dan bersenang-senang di dalamnya, mereka disebut sebagai “bersenang-senang dalam penciptaan” atau “menyenangkan” (manāpā nāma te devā ti nimmānaratī devā; te hi icchiticchitaṃ rūpaṃ māpetvā abhiramaṇato nimmānaratī ti ca manāpā ti ca vuccanti). Baca 8:46, di mana Sang Buddha menguraikan delapan kondisi yang mengarah menuju kelahiran kembali di tengah-tengah para deva dengan tubuh-menyenangkan.

1010> Terdapat berbagai tulisan sehubungan dengan kata majemuk di sini: Ce icchācārena, Be issācārena, Ee issāvādena. Terjemahan saya mengikuti Ee. Yang menarik, pada 8:46, terdapat sebuah syair dengan kuplet identik tetapi dengan tulisan issāvādena dalam seluruh tiga edisi. Suatu pencarian dalam CST 4.0 untuk kata icchācār* menghasilkan banyak temuan atas kata majemuk ini dalam teks komentar tetapi tidak ada dalam teks kanonis. Dengan demikian tampaknya tulisan dalam Ce dipengaruhi oleh kebiasaan penyunting dengan ungkapan komentar.

1011> Ia awalnya adalah seorang pengikut Jain. Kisah pengalihannya diceritakan pada 8:12.

1012> Sandiṭṭhikaṃ dānaphalaṃ. Sebuah manfaat yang dapat dialami dalam kehidupan ini.

1013> Visārado upasaṅkamati amaṅkubhūto. Mp menjelaskan “dengan yakin” (visārado) sebagai berpengetahuan atau gembira (ñāṇasomanassappatto) dan “tenang” (amaṅkubhūto) sebagai tidak segan (na nittejabhūto).

1014> samparāyikaṃ dānaphalaṃ. Dengan manfaat ke lima ini, Sang Buddha telah melampaui pertanyaan awal Sīha dan menjelaskan, bukan buah dari memberi yang terlihat secara langsung, melainkan buah yang berhubungan dengan kehidupan mendatang.

1015> Nandana: Taman Rekreasi di surga Tāvatimsa.

1016> Āyuṃ, vaṇṇaṃ, sukhaṃ, balaṃ, paṭibhānaṃ. Baca 4:57, 4:58.

1017> Mereka “menunjukkan belas kasihan” (anukampeyyuṃ) kepada mereka dengan memberikan kepada mereka suatu kesempatan untuk memberi dana makanan dan dengan itu memperoleh jasa. Dengan demikian bukan berarti umat-umat awam yang menunjukkan belas kasihan kepada kaum monastik dengan memberikan dana makanan kepada mereka (walaupun hal ini juga benar), melainkan kaum monastik yang menunjukkan belas kasihan kepada umat-umat aawm dengan mendatangi rumah mereka untuk menerima persembahan mereka. Dengan memberi dana umat-umat awam menciptakan benih untuk kelahiran kembali yang berbahagia dan pencapaian nibbāna. Kaum monastik juga dapat mengajarkan Dhamma kepada umat-umat awam dan dengan cara ini memberikan akses pada ajaran-ajaran kepada mereka.

1018> Sebuah paralel dari 3:38 yang diperluas. Seluruh hal yang disebutkan dalam perumpamaan gunung ini identik dalam kedua sutta, tetapi 3:48 digabungkan menjadi tiga dengan cara menggabungkannya beberapa sebagai kata majemuk, sedangkan sutta yang sekarang ini menguraikannya secara terpisah. Sutta yang sekarang ini menambahkan pembelajaran (suta) dan kedermawanan (ga) pada hal-hal yang didalamnya orang-orang tumbuh. Syair-syair ini identik dalam kedua sutta.

1019> Di sini dan di bawah, saya bersama dengan Ce dan Be membaca kulapatiṃ, bukan seperti Be kulaputtaṃ. Be dari 3:48 pada terjemahan saya (3:49 dalam penomoran Be) menuliskan kulapatiṃ pada tempat yang bersesuaian.

1020> Mulai dari bagian ini dan seterusnya, sutta ini paralel dengan 4:61. kelima hal ini diperoleh dengan membagi yang pertama dari  dari bagian terakhir menjadi dua bagian. Syair dalam kedua sutta adalah identik.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #47 on: 12 March 2013, 02:49:59 AM »
1021> Bersama dengan Be dan Ee saya membaca dhammaguttaṃ, bukan seperti Ce devaguttaṃ, yang tampaknya berlebihan di sini.

1022> Bandingkan dengan pembukaan pada 4:61.

1023> Pada tiap-tiap paragraf, saya bersama Ce membaca vā pihetuṃ, bukan seperti Be vāpi hetu, Ee vā pi hetuṃ. Kata kerja piheti (bentuk infinitif dari pihetuṃ) berarti “merindukan.” Gagasan secara pasif merindukan tampaknya disiratkan oleh perlawanan dengan mempraktikkan jalan sebagai cara untuk memenuhi keinginan seseorang.

1024> Teks saling mempertukarkan antara bentuk tunggal dan jamak dari kata saga.

1025> Ayusaṃvattanikā paṭipadā. Mp: “Praktik berjasa seperti memberi, perilaku bermoral, dan sebagainya.” Untuk analisis dari hubungan spesifik antara perbuatan sekarang dan akibatnya, baca MN 135.

1026> Syair ini juga terdapat pada SN 3:17, I 187; SN 3:18, I 89.

1027> Atthābhisamayā. Saya mendasarkan terjemahan ini pada kemasan dalam Mp: Atthassa abhisamāgamena, atthappaṭilābhenā ti vuttaṃ hoti.

1028> Sālapupphakaṃ khādaniyaṃ. Mp: “Sejenis makanan yang menyerupai tepung sal; terbuat dari tepung beras gunung yang dicampur dengan empat jenis manisan (madu, gula, mentega, dan ghee.)”

1029> Bersama dengan Be membaca sampannakolakaṃ sūkaramaṃsaṃ. Mp: “Daging babi berusia satu tahun yang dimasak dengan bumbu-bumbu seperti biji wijen, dan sebagainya, bersama dengan buah jujube manis.”

1030> Ce nibaddhatelakaṃ nāḷiyasākaṃ (Be nibattatelakaṃ nāliyasākaṃ). Mp: “Tangkai sayuran dimasak dalam ghee yang dicampur dengan wijen dan bumbu-bumbu lainnya, yang dilumatkan bersama dengan tepung beras gunung; kemudian dioleskan denagn empat jenis manisan dan dibiarkan hingga menguarkan aroma tertentu.”

1031> Demikianlah menurut Ce. Be dan Ee “lebih dari seratus ribu” (adhikasatasahasssaṃ). Diduga ini merujuk pada kahāpaṇa, mata uang utama masa itu.

1032> Bersama Ce membaca anaggahītaṃ, bukan seperti Be dan Ee anuggahītaṃ.

1033> Aññataraṃ manomayaṃ kāyaṃ upapajjati. Saya mengikuti Mp dalam menganggap ungkapan ini, seperti yang digunakan di sini, bermakna bahwa ia terlahir kembali di antara sekelompok (kāya) dewata, bukan bermakna bahwa ia terlahir kembali dengan tubuh ciptaan-pikiran. Mp: “[Terlahir kembali] dalam kelompok para deva di alam murni yang dihasilkan melalui pikiran jhāna” (suddhāvāsesu ekaṃ jhānamanena nibbataṃ devakāyaṃ). Juga, pada AN III 348,28-349, 1 (= V 139, 5-8 ) kita menemukan tusitaṃ kāyaṃ upapanno, di mana kāyaṃ pasti berarti “kelompok.” Sehubungan dengan kekuatan-kekuatan spiritual, manomaya kāya menyiratkan tubuh halus yang dihasilkan melalui pikiran meditatif, seperti pada AN I 24,2. baca juga 5:166.

1034> Sulit untuk melihat mengapa sutta ini dimasukkan ke dalam Kelompok Lima. Mungkinkah versi awal hanya terdiri dari lima jenis persembahan dan yang ke enam ditambahkan belakangan, setelah sutta ini dimasukkan dalam Kelompok Lima?

1035> Ini adalah paralel yang diperluas dari 4:51. Faktor tambahan diperoleh dengan menggantikan “tempat tinggal” (senāsanaṃ) dengan “tempat kediaman” (vihāraṃ) dan “tempat tidur dan tempat duduk” (mañcapīṭhaṃ).

1036> Seperti pada Be dan Ee. Penghilangan dari Ce pasti adalah kekeliruan editorial, karena ribuan galon terdapat dalam 4:51 versi Ce.

1037> Saya melengkapi definisi ini di sini; seluruh tiga edisi meringkasnya.

1038> Syair ini juga terdapat pada 4:52.

1039> Teks menggunakan bentuk kausatif refleksif: attānaṃyeva parinibbāpeti. Ini juga dapat diterjemahkan: “Ia memadamkan dirinya sendiri.” Apa yang dipadamkan secara literal adalah perasaan pahit dukacita, tetapi kata kerja parinibbāpeti, berhubungan dengan kata benda nibbāna, yang menyiratkan bahwa ia mencapai kebebasan tertinggi.

1040> Bersama dengan Ee saya membaca attho idha labbhā api appako pi (Be pada intinya serupa). Ce attho alabbho api appako pi berarti “bahkan kebaikan terkecil pun tidak dapat diperoleh,” yang merusak maknanya.

1041> Paveniyā. Mp: “Melalui kebiasaan keluarga (kulavaṃsena). Maknanya adalah, ‘Kami telah secara tradisi mempraktikkan ini, dan kami tidak mempraktikkan itu.”

1042> Kalimat ini terdapat dalam teks Ee, tetapi diapit dalam tanda kurung dalam Be dan dalam catatan pada Ce.

1043> Sokasallaharaṇo nāma ayaṃ mahārāja dhammapariyāyo.

1044> Naṅgalamukhāni. Lit. “mulut-mulut bajak.” Mp mengemas sebagai “mulut-mulut kanal” (mātikāmukhāni), dan menjelaskan: “Karena ini serupa dengan bajak dan terpotong oleh bajak, maka disebut ‘mulut-mulut bajak.’”

1045> Juga terdapat pada SN 47:5, V 145,26-146,5, diikuti oleh sebuah pernyataan bahwa keempat penegakan perhatian adalah “sebuah tumpukan yang bermanfaat” (kusalarāsī). Di sini saya mengikuti Be dan Ee, yang tidak memasukkan ime dalam bagian pembukaan. Ce mencantumkan ime baik dalam pembukaan maupun pada bagian akhir; Be tidak mencantumkannya dalam kedua tempat.

1046> Na sukaraṃ uñchena paggahena yāpetun. Saya menganggap uñchena paggahena menyiratkan satu tindakan, bukan dua tindakan. Tidak ada ca atau yang menyiratkan bahwa yang dimaksudkan adalah dua tindakan. Kemasan dalam Mp juga menyiratkan bahwa ungkapan ini merujuk pada satu tindakan: “Adalah tidak mungkin untuk membawa mangkuk seseorang dan bertahan dengan mengumpulkan sedikit demi sedikit” (na sakkā hoti pattaṃ gahetvā uñhācariyāya yāpetuṃ). Baca juga kemasan pada Sp I 175,22-23: paggahena yo uñcho, tena yāpetuṃ na sukarā.

1047> Aññamaññaṃ akkosā ca honti, aññamaññaṃ paribhāsā ca honti, aññamaññaṃ parikhepā ca honti, aññamaññaṃ pariccajā ca honti. Sebuah paragraf serupa dalam It §§18-19, 10-11, menuliskan aññamaññaṃ bhaṇḍanāni ceva honti bukannya aññamaññaṃ akkosā ca honti tetapi sebaliknya serupa. Saya menerjemahkan parikkhepā dan pariccajanā sesuai dengan It-a I 69, 25-27, yang menjelaskan parikkhepā sebagai “penghinaan dan peremehan melalui sepuluh jenis hinaan, menyerang segala penjuru dalam hal kelahiran dan sebagainya” (jati-ādivasena parito khepā, dasahi akkosavatthūhi khuṃsanavambhanā), dan pariccajanā sebagai “pembubaran melalui tindakan disiplin penangguhan dan sebagainya” (ukkhepaniyakammakaraṇādivasena nissāraṇā).

1048> Muncul pertanyaan apakah ungkapan pasannānañca bhiyyobhāvo hoti berarti bahwa jumlah dari mereka yang berkeyakinan bertambah, atau, bahwa mereka yang berkeyakinan bertambah keyakinannya. Sp I 225,18-24, mendukung yang terakhir: “Umat-umat awam yang berkeyakinan pada ajaran, melihat para bhikkhu mengikuti aturan-aturan latihan yang mengokohkan mereka, menjadi lebih berkeyakinan lagi, dengan mengatakan: ‘Para bhikkhu memang melakukan apa yang sulit dilakukan; karena seumur hidup mereka makan sekali dalam sehari, mempertahankan kehidupan selibat, dan menjalankan pengendalian Vinaya;” (yepi sāsane pasannā kulaputtā tepi sikkhāpadapaññattiṃ ñatvā yathāpaññattaṃ paṭipajjamāne bhikkhū vā disvā “aho ayyā dukkarakārino, ye yāvajīvaṃ ekabhattaṃ brahmacariyaṃ vinayasaṃvaraṃ anupālentī” ti bhiyyo bhiyyo pasīdanti).

1049> Tesaṃ abhiṇhaṃ dassanā saṃsaggo ahosi, samsagge sati vissāso ahosi; vissāse sati otāro ahosi. Walaupun saya menerjemahkan vissāso sebagai “keakraban,” kata ini tidak berarti bahwa pada titik ini mereka telah memiliki hubungan fisik yang akrab. Melainkan, vissāso adalah perasaan percaya yang dapat mengarah pada hubungan seksual. Akan tetapi, agar hal ini dapat terjadi, maka keakraban harus memberikan celah bagi nafsu. Ini ditunjukkan melalui ungkapan otāro ahosi.

1050> Sebuah pelanggaran pārājika pertama atau pelanggaran yang mengakibatkan pengusiran.

1051> Saya mengikuti urutan pada Be dan Ee, yang membaca giddhā gathitā mucchitā ajjhopannā, bukan seperti Ce gatthitā giddhā mucchitā ajjhopannā. Urutan –gathita, mucchita, ajjhopanna – adalah umum dalam teks.

1052> Be dan Ee ugghātitā (Ce ugghānitā). Mp mengemas sebagai uddhumātā, “membengkak,” suatu tahapan kerusakan mayat. Lima tahapan demikian disebutkan pada 1:480-84. mungkin hal berikutnya, perempuan mati, merujuk pada perempuan yang telah meninggal dunia yang tersimpan dalam ingatan bukan mayatnya. Brahmāli menyatankan untuk menganggap ugghātitā sebagai “gemuk,” tetapi saya tidak yakin bahwa ini benar. DOP sv ugghāṭeti2 memberikan arti “menggembung, membengkak” di antara arti-artinya.

1053> Di sini Ce hanya menuliskan yampi taṃ bhikkhave sammā vadamāno vadeyya samantapāso mārassā ti, yang tidak lengkap. Karena itu saya mengikuti Be dan Ee: yaṃ hi taṃ bhikkhave sammā vadamāno vadeyya samantapāso mārassā ti mātugamaṃ yeva sammā vadamāno vadeyya samantapāso mārassā ti.

1054> Suvāsīdo: berdasarkan pada kata kerja āsīdati, mendekat, dengan awalan su- dan -v- sebagai konsonan penghubung.

1055> Mp mengemas purakkhatā sebagai “para pelopor, mereka yang berada di depan” (pureccārikā purato gatāyeva). Terjemahan saya “jatuh dengan kepala lebih dulu” adalah terjemahan bebas namun menangkap maknanya. Vanarata menyarankan bahwa kālaṃ, gatiṃ, dan bhavābhavaṃ mungkin adalah bentuk lokatif yang disingkat atau faktor-faktor kata majemuk yang dipisah yang harus digabungkan dengan saṃsārasmiṃ, tetapi saya pikir syair ini menggunakan bentuk akusatif karena alasan irama. Tidak ada paralel China dari sutta ini yang dapat diperbandingkan.

1056> Ungkapan “aku menjalani kehidupan spiritual dengan tidak puas” (anabhirato ca brahmacariyaṃ carāmi) menyiratkan bahaw ia ingin lepas jubah dan kembali kepada kehidupan awam.

1057> Di sini teks berubah menjadi bentuk jamak bhikkhave. Sang Buddha sekarang berkata kepada para bhikkhu secara keseluruhan.

1058> Tiga tema pertama mengulangi 3:39, yang karenanya sutta yang sekarang ini sangat mirip dengan sutta itu.

1059> Sabbehi me piyehi manāpehi. Saya menggunakan “siapa pun dan apa pun” untuk mencakup orang maupun kepemilikan. Pāli menyiratkan keduanya, tetapi dalam Bahasa Inggris kita memerlukan dua kata untuk menjangkau kedua objek.

1060> Mp: “Sang jalan muncul (maggo sañjāyati): jalan melampaui keduniawian dihasilkan. Belenggu-belenggu sepenuhnya ditinggalkan (saṃyojanāni savvaso pahīyanti): sepuluh belenggu sepenuhnya ditinggalkan (baca 10:13). Kecenderungan-kecenderungan tersembunyi tercabut (anusayā byantīhonti): ketujuh kecenderungan tersembunyi dilenyapkan, dipotong, dihentikan (baca 7:11). Demikianlah kelima bagian di atas membahas tentang pandangan terang; dalam kelima bagian ini dibahas tentang jalan melampaui keduniawian.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #48 on: 12 March 2013, 02:50:24 AM »
1061> Syair ini juga terdapat pada 3:39. tampak sebagai celaan pada diri sendiri yang diucapkan oleh Sang Bodhisatta sebelum pencerahannya dan dengan demikian cocok dengan baik di sini. Baris di bawahnya – “sewaktu aku berdiam demikian” (mama evaṃ vihārino) – menyiratkan bahwa ini adalah sang bodhisatta yang berbicara tentang perjuangannya untuk mencapai pencerahan. Dalam pāda c saya bersama Ce membaca yathādhammā tathāsantā, bukan seperti Be dan Ee yathā dhammā tathā sattā (walaupun keduanya sesuai dengan Ce dalam tulisan pada sutta sebelumnya).

1062> Ce dan Be membaca nekkhame daṭṭhu khemataṃ. Ee menuliskan nekkhammaṃ daṭṭhu khemato sebagai bacaan utamanya tetapi menyebutkan variasi Ce/Be dalam catatannya. Mp (baik Ce maupun Be) menggunakan bacaan Ce dan Be sebagai lema, yang mengemasnya sebagai nibbāne khemabhāvaṃ disvā, tetapi kemudian mengutip bacaan Ee sebagai variasi, dikemas sebagai nibbānaṃ khemato disvā. Dengan demikian Ee telah memilih variasi ini sebagai bacaan utamanya.

1063> Mp mengemas pacchāliyaṃ khipanti sebagai: “Mereka muncul di belakang dan menendang punggung mereka dengan kaki” (pacchato gantvā piṭṭhiṁ pādena paharanti).

1064> Bersama dengan Ce dan Ee membaca: khettakammantasāmantasaṃvohāre. Mp (Ce): “Pemilik lahan tetangga yang berbatasan dengan lahannya senidri, dan mereka yang berbisnis dengannya, yang mengukur lahan dengan galah pengukur” (ye attano khettakammantānaṃ sāmantā anantarakkhettasāmino, te ca rajjudaṇḍehi bhūmippamāṇaggāhake saṃvohāre ca). saya tidak melihat bahwa saṃvohāra, yang biasanya berarti “transaksi, bisnis,” memiliki hubungan eksplisit dengan pengukuran lahan.

1065> Balipaṭiggāhikā devatā. Mp: “para dewata pelindung yang telah disembah melalui tradisi keluarga.”

1066> Persepsi ketidak-menarikan (asubhasaññā) dijelaskan pada 10:60 §3; persepsi kematian, atau perhatian pada kematian (maraṇasaññā, maraṇassati), pada 6:19-20 dan 8:73-74; persepsi bahaya (ādīnavasaññā), pada 10:64 §4; persepsi kejijikan pada makanan (āhāre paṭikkūlasaññā), pada Vism 341-47, Ppn 11.1-26; dan persepsi ketidak-senangan pada seluruh dunia (sabbaloke anabhiratasaññā), pada 10:60 §8.

1067> Persepsi ketidak-kekalan (aniccasañña) terdapat pada 10:60 §1, persepsi bukan-diri (anattasaññā) pada 10:60 §2.

1068> Mp: “Menetap bersama: mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan” (sājivo ti pañhapucchanañceva pañhavissajjanañca).

1069> Untuk analisis atas formula empat landasan, baca SN 51:13, V 268-69.

1070> Kata ussoḷhi, yang diterjemahkan di sini sebagai “semangat,” dikemas oleh Mp sebagai adhimattaviriyaṃ, “kegigihan luar biasa.”

1071> Baca 5:14.

1072> Sutta ini dan yang di bawahnya terdapat pada MN 22.30-35, I 139-40.

1073> Persepsi ditinggalkannya (pahānasaññā) dan persepsi kebosanan (vrāgasaññā) bertururt-tururt terdapat pada 10:60 §5 dan 10:60 §6. Ce, baik edisi cetakan maupun edisi elektronik, juga memasukkan nirodhasaññā, jelas merupakan kekeliruan editorial yang menambah jumlah persepsi menjadi enam.

1074> Dhammavihāri. Kata majemuk ini juga dapat diterjemahkan “seorang yang hidup dalam Dhamma.”

1075> Bersama Ce saya membaca dhammasaññattiya di sini dan saññattibahulo persis di bawah, bukan seperti Be dan Ee dhammapaññattiyā dan paññattibahuloberturut-tururt.

1076> Anuyuñjati ajjhataṃ cetosamathaṃ. Mp: “Ia mengejar dan mengembangkan konsentrasi pikiran dalam dirinya, ia bertekad pada dan menekuni subjek meditasi ketenangan” (niyakajjhatte cittasamādhiṃ āsevati bhāveti, samathakammaṭṭhāne yuttappayutto hoti).

1077> Uttariṃ c’assa paññāya atthaṃ nappajānāti. Mp: “Setelah pembelajarannya, ia tidak memahami makna Dhamma itu melalui jalan kebijaksanaan bersama dengan pandangan terang; ia tidak melihat dan menembus empat kebenaran [mulia]” (tato pariyattito uttariṃ tassa dhammassa sahavipassanāya maggapaññāya atthaṃ nappajānāti, cattāri saccāni na passati nappaṭivijjhati).

1078> Rajaggan. Mp: “Kumpulan debu yang muncul dari tanah, yang telah terinjak-injak oleh kaki gajah, kuda, dan sebagainya.”

1079> Ini adalah metode yang ditetapkan untuk meninggalkan status monastik. Seseorang menyatakan kepada seorang lainnya (biasanya seorang bhikkhu) tentang ketidak-mampuannya untuk menjalankan latihan, mengganti jubahnya menjadi pakaian biasa, menerima lima sila, dan kembali ke kehidupan awam.

1080> Saya mengikuti Be dan Ee, yang tidak memberikan titik-titik penghilangan di sini. Ce secara tidak konsisten mencantumkan titik-titik penghilangan dalam sutta ini (menyiratkan bahwa yang dimaksudkan adalah seluruh tiga vijjā) tetapi tidak dalam bagian paralel pada sutta berikutnya.

1081> Nasihat berikut ini juga terdapat dalam MN 22,3, I 130,23-31. Banyak dari perumpamaan bagi kenikmatan-kenikmatan indria ini dijelaskan dalam MN 54.15-21, I 364-67.

1082> Vāḷā amanussā, lit. “makhluk buas bukan manusia.” Mp mengemas “makhluk-makhluk bukan manusia itu sebagai yakkha yang kejam dan kasar, dan sebagainya” (kakkhaḷā duṭṭhā yakkhādayo amanussā).

1083> Mp tidak mengomentari tentang abhāvitakāyā, tetapi Spk II 395, 16 mengemasnya sebagai abhāvitapañcadvārikakāyā, “tidak terkembang dalam jasmani pada kelima pintu indria,” mungkin merujuk pada pengendalian indria. Saya curiga bahwa kata itu sesungguhnya merujuk pada pemeliharaan pemahaman jernih dalam segala postur dan berbagai aktivitas jasmani, seperti dijelaskan pada AN II 210,21-26, dan V 206,25-30.

1084> Iti kho, bhikkhave, dhammasandosā vinyayasandoso; vinayasandosā dhammasandoso. Mp: “Bagaimanakah bahwa ketika Dhamma menjadi rusak, maka disiplin menjadi rusak? Ketika dhamma-dhamma ketenangan dan pandangan terang tidak lagi dipelihara, maka kelima disiplin juga tidak aad. Tetapi ketika tidak ada displin pengendalian di antara mereka yang tidak bermoral, dalam ketiadaannya maka ketenangan dan pandangan terang tidak dipelihara. Dengan cara inilah, melalui kerusakan displin, maka terjadi kerusakan Dhamma.” Kelima disiplin melalui pengendalian adalah pengendalian melalui perilaku bermoral, perhatian, pengetahuan, kesabaran, dan kegigihan (sīlasaṃvara, satisaṃvara, ñāṇasaṃvara, khantisaṃvara, viriyasaṃvara). Baca Ps I 62,23-25, yang mengomentari Sabbāsava Sutta.

1085> Nissaya. Suatu prosedur yang ditetapkan dalam Vinaya yang mana seorang bhikkhu junior melayani seorang bhikkhu senior yang memenuhi syarat yang memberikan pelajaran kepadanya, biasanya penahbis atau gurunya. Prosedur serupa juga ditetapkan untuk para bhikkhunī. Periode nissaya biasanya lima tahun pertama setelah penahbisan penuh, namun dapat diperpanjang dalam kasus seorang yang memerlukan waktu lebih lama untuk memperoleh kompetensi. Untuk penjelasan terperinci, baca Thanissaro 2007a: 29-40.

1086> abhidhammakathaṃ vedallakathaṃ kathentā. Saya menganggap kata abhidhamma di sini memiliki fungsi rujukan murni, yaitu, bermakna “berhubungan dengan Dhamma.” Kata ini tidak menunjukkan koleksi kanon dengan nama yang sama atau filosofinya. Baca DOP sv abhidhamme. Mp juga, tampaknya menganggap bahwa Abhidhamma Piṭaka tidak relevan di sini, dengan menjelaskan abhidhammakathaṃ dalam paragraf ini sebagai sebuah diskusi tentang “ajaran tertinggi tentang perilaku bermoral, dan sebagainya” (sīlādi -uttamadhammakathaṃ). Mp menganggap vedallakathaṃ sebagai “pembicaraan lainnya tentang pengetahuan yang berhubungan dengan kegembiraan inspiratif” (vedapaṭisaṃyuttaṃ ñāṇamissakakathaṃ). MN 43 dan MN 44 mencantumkan vedalla dalam judulnya dan dilanjutkan dengan berbagai Tanya jawab antara para siswa. “Dhamma gelap” (kaṇhadhammaṃ) dikatakan muncul dengan cara mencari kesalahan dengan pikiran yang bermaksud untuk mengkritik orang lain (randhagavesitāya upārambhapariyesanavasena).

1087> Baca 2:47.

1088> saṃsaṭṭhā viharissanti. Mp: “Mereka akan berhubungan erat melalui lima jenis hubungan (pañcavidhena saṃsaggena).” Mp-ṭ: “Lima hubungan: hubungan melalui mendengar, melihat, percakapan, makan bersama, kontak fisik” (savanasaṃsaggo, dassanasaṃsaggo, samullāpasaṃsaggo, sambhogasaṃsaggo, kāyasaṃsaggo). Mp-ṭ mengidentifikasinya semua sebagai manifestasi nafsu dan memberi contoh yang terakhir dengan nafsu yang muncul karena berpegangan tangan (hatthaggāha, suatu pelanggaran saṅghādisesa jika terjadi antara seorang bhikkhu dan seorang perempuan). Seorang perempuan yang dalam masa percobaan (sikkhamānā) adalah para bhikkhunī yang telah ditahbiskan sebagai samaṇerī yang secara resmi dilatih sebelum penahbisan penuh sebagai bhikkhunī.

1089> Pelanggaran kotor (saṅkilitthaṃ āpattiṁ) di sini dapat berupa pārājika atau saṅghādisesa.

1090> Penggunaan makanan yang disimpan (sannidhikāraparibhoga) dilarang dalam Pācittiya 38, Vin IV 86-87. Sehubungan dengan “memberikan isyarat nyata” (oḷārikaṃ nimittaṃ), Mp mengatakan: “Di sini, menggali tanah ini dan memerintahkan ‘Gali!’ disebut memberikan isyarat nyata sehubungan dengan tanah. Memotong dan memerintahkan ‘Potong!’ disebut memberikan isyarat nyata sehubungan dengan tanaman.” Rujukannya adalah pada Pācittiya 10 dan 11, Vin IV 32-33, 33-35.

1091> Kuhako ca hoti, lapako ca, nemittiko ca, nippesiko ca, lābhena ca lābhaṃ nijigīsitā. Ini adalah bentuk-bentuk penghidupan salah, dibahas secara lengkap dalam Vibh 352-53 (Be §§861-65); dijelaskan dalam Vism 23-30, Ppn 1.61-82.

1092> Tentang empat paṭisambhidā, baca 4:172.

1093> Saya mengikuti Ce sātthā sabyañjanā, bukan seperti Be dan Ee sātthaṃ sabyañjanaṃ. Perbedaan yang sama terlihat di mana pun frasa ini muncul. Perbedaannya  bukan hal sepele; ini menunjukkan bahwa pada Ce, makna dan kata-kata berhubungan dengan dhammā, sedangkan bagi Be dan Ee berhubungan dengan brahmacariyaṃ, praktik kehidupan spiritual. Kata ini lebih cocok dihubungkan dengan dhammā, ajaran-ajaran yang diucapkan secara lisan, daripada dihubungkan dengan brahmacariyaṃ, yang dijalani bukan diucapkan.

1094> Be di sini membaca diṭṭhiyā appaṭividdhā, “tidak ditembus melalui pandangan,” yang tampaknya merupakan suatu “koreksi” terpelajar pada formula umum. Kalau tidak maka kita akan menemukan kata sambung perlawanan, seperti ca atau ca pana, untuk mempersiapkankita pada variasi dari bacaan yang biasanya. Ce dan Ee menuliskan diṭṭhiyā suppaṭividdha yang lebih akrab, yang saya ikuti.

1095> Yathāvimuttaṃ cittaṃ na paccavekkhati. Mp: “Setelah memeriksa kembali pelanggaran-pelanggaran mana yang telah ditinggalkan dan moralitas-moralitas mana yang telah diperoleh, ia tidak berusaha untuk memperoleh moralitas yang lebih tinggi.” Paragraf ini tampaknya mengantisipasi gagasan paccavekkhaṇañāṇa yang tampil menonjol dalam komentar-komentar.

1096> Mp: “Sutta ini telah membahas tentang sebab-sebab kemunduran dan kemajuan pada ketujuh jenis individu yang masih berlatih sehubungan dengan moralitas yang lebih tinggi. Sebab-sebab kemunduran bagi seorang yang masih berlatih pertama-tama muncul pada kaum duniawi.”

1097> Ananulomikena gihisaṃggena. Tentang kelima jenis saṃsagga, baca p. 1733, catatan 1088.

1098> Aññābyākaraṇāni. Mp: “Pernyataan-pernyataan Kearahattaan.”

1099> Akuppaṃ. Mungkin bermakna akuppā cetovimutti, kebebasan pikiran yang tak tergoyahkan. Mp mengidentifikasinya sebagai Kearahattaan.

1100> Sakkaccaññeva deti ho asakkaccaṃ. Mp: “Ia menyerang tanpa memandang rendah, tanpa melanggar batas; ia tidak melakukannya dengan  merendahkan dan melanggar.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #49 on: 12 March 2013, 02:57:51 AM »
1101> Annabhāranesādānaṃ. Mp mengemas annabhārā sebagai paar pengemis (yācakā) dan nesādā sebagai penangkap burung (sākuṇikā).

1102> Kisah pembuka, bersama dengan khotbah tentang kelima jenis guru, terdapat pada Vin II 185-87.

1103> Manomayaṃ kāyaṃ upapanno. Para dewata ciptaan pikiran adalah mereka yang terlahir kembali di alam berbentuk melalui kekuatan pencapaian jhāna masa lampau mereka.

1104> Kata untuk “tubuh” di sini adalah attabhāvapaṭilābha. Saya menganggap paṭulābha hanya sebagai idiom tambahan and tidak menganggap kata itu menambah apa pun dalam maknanya. Mp mengemas sebagai sarīrapaṭilābho, yang mendukung perkiraan saya bahwa yang dimaksudkan di sini adalah tubuh fisik. Ungkapan attabhāvapaṭilābha muncul pada 4:171, di mana kata itu merujuk pada keseluruhan jenis makhluk hidup. Dalam teka itu kata itu tidak dapat ditafsirkan secara sempit sebagai tubuh fisik, karena juga mencakup “para deva di landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi,” yang tanpa tubuh fisik.

Sehubungan dengan ukuran tubuhnya, teks membaca dve vā tīṇi vā māgadhikāni gāmakkhettāni. Tentang gāmakkhetta Brahmāli menulis: “Kata ini juga muncul pada MN III 10,11: ekaṃ gāmakkhettaṃ upanissāya viharāma, dan pada MN II 167,27: amhākaṃ gāmakkhettaṃ āacchanti. Dari kalimat ini tampaknya cukup jelas bagi saya bahwa gāmakkhetta merujuk pada sebuah desa bersama dengan semua lahan-lahannya” (komunikasi pribadi). Ukuran panjang tubuhnya ini menurut Mp menyiratkan bahwa tubuhnya adalah 3-4.5 mil atau 5-7km tingginya.

1105> Teks mengataakn tassā iddhiyā, “kekuatan batin itu,” bukan tassa iddhiyā, “kekuatan batinnya.” Kata ganti tersebut merujuk pada kekuatan batin yang telah disebutkan, namun sutta tidak menjelaskan apa itu. Konteks ini diberikan oleh Vin II 184,33-185,21, di mana devadatta mengerahkan kekuatan batinnya dengan mengubah dirinya menjadi seorang anak muda yang mengenakan sabuk ular. Ia menggunakan kekuatan ini untuk mengesankan Pangeran Ajātasattu dan mendapatkan dukungannya. Selanjutnya Devadatta berpikir untuk menguasai Saṅgha dari Sang Buddha, yang karenanya ia kehilangan kekuatan batin itu.

1106> Yaṃ tumo karissati tumo’va tena paññāyissati. PED menjelaskan akar kata tuma sebagai “kemungkinan besar merupakan bentuk singkat dari ātuma = attā, Skt ātman, diri.” Mp memparafrasekan “Seorang akan dikenali melalui perbuatan yang ia lakukan” (yaṃ esa karissati, eso’va tena kammena pākaṭo bhavissati).

1107> Aparisuddhaveyyākarano. Mp tidak berkomentar. Diduga, hal ini merujuk pada penjelasannya atas suatu hal dalam ajarannya atau jawabannya atas suatu pertanyaan.

1108> Sekhavesārajjakaraṇā dhammā.

1109> Sārajjaṃ. Mp mengemas sebagai domanassaṃ, “kesedihan,” tetapi hal ini tampaknya tidak cukup tepat. Sārajja adalah kondisi seseorang yang takut, enggan, dan tidak aman (sārada) ketika harus muncul di hadapan publik atau mengambil posisi dalam urusan komunitas. Lawannya, vesārajja, adalah kondisi di mana seseorang merasa nyaman dan percaya-diri (visārada) ketika berinteraksi dengan orang lain.

1110> Kuppadhammo pada Ee jelas adalah suatu kesalahan, walaupun dalam catatan pada berbagai tulisan Ee mengenali tulisan yang benar, akuppadhammo. Mp mengemas sebagai khīṇāsavo, seorang yang noda-nodanya telah dihancurkan, seorang Arahant. Agar Saṅgha senantiasa dihormati oleh komunitas awam, maka dianggap penting bagi kaum monastik agar tidak hanya bermoral dalam perilaku mereka tetapi juga menghindari perbuatan-perbuatan yang mengundang kecurigaan. Perilaku demikian bukan hanya merugikan individu monastik tertentu tetapi juga mencemarkan Dhamma dan Saṅgha. Demikianlah maksud dari nasihat ini.

1111> Mp mengemas vesiyāgocaro sebagai tāsaṃ gehaṃ abhiṇhagamano, “sering mengunjungi rumah-rumah mereka.” Dengan demikian gocara di sini pasti merujuk pada makna sempit seagai tempat kunjungan untuk menerima dana makanan.

1112> Suatu paralel yang diperluas dari 3:50.

1113> Gahaṇāni, lit. “pengambilan.” Mp: “Pengambilan benda-benda milik orang lain” (parasaṅtakānaṃ bhaṇḍānaṃ gahaṇāni).

1114> Guyhamantā. Di sini mantā pasti bermakna “pertimbangan” atau “konsultasi,” bukan mantra. Mp memberikan kemasan kata kerja, guhitabbamantā.

1115> Antaggāhikāya. Mp: “Ia menggenggam pandangan eternalisme atau nihilisme.”

1116> Sutta ini mengulang 4:87 §4, bagian petapa lembut di antara para petapa, di sini dibagi menjadi lima bagian sekunder.

1117> Phāsuvihārā. Ini adalah lima di antara enam prinsip kerukunan yang lebih terkenal, pada 6:11-12.

1118> No paraṃ adhisīle sampavattā. Saya mengartikan adhisīle di sini dalam makna yang murni brsifat rujukan “sehubungan dengan perilaku bermoral,” dan bukan menyiratkan “perilaku bermoral yang lebih tinggi” (walaupun, tentu saja, karena “perilaku bermoral” diidentifikasikan dengan pengendalian oleh Pātimokkha, maka yang dimaksudkan adalah “perilaku bermoral yang lebih tinggi”). Mp mendukung pengertian adhisīle sebagai rujukan ini dengan kemasannya: “Ia tidak mencela atau mengecam orang lain sehubungan dengan perilaku bermoral” (paraṃ sīlabhāvena na garahati na upavadati).

1119> Cātuddiso. Mp: “Ia bepergian tanpa rintangan di empat penjuru” (catūsu disāsu appaṭihatacāro).

1120> Ce tidak mencantumkan judul di awal vagga, tetapi memberikan judul sebelum syair uddāna di bagian akhir.

1121> Maknanya tidak jelas dan tulisannya bervariasi. Ce viyatthūpasevī, Ee vyatthūpasevī, Be vissaṭṭhupasevī. Mp (Be) menjelaskan: “Ia bergaul dengan keluarga-keluarga yang terpecah untuk menciptakan perselisihan” (vissaṭṭhāni bhinnakulāni ghaṭanatthāya upasevati). Mp (Ce) menuliskan viyatthāni bhinnakakulāni.

1122> Sammādassana. Ini adalah sinonim untuk pandangan benar (sammā diṭṭhi). Mp memparafrasekan: “Memiliki lima jenis pandangan benar: tanggung jawab kamma seseorang, jhāna, pandangan terang, jalan, dan buah.”

1123> Mp: “Ia kikir sehubungan dengan tempat kediamannya (āvāsamaccharinī) dan tidak tahan jika orang lain menetap di sana. Ia kikir sehubungan dengan keluarga-keluarga (kulamaccharinī) yang menyokongnya dan tidak tahan jika orang lain mendatangi mereka [demi sokongan]. Ia kikir sehubungan dengan perolehan (lābhamaccharinī) dan tidak tahan jika orang lain mendapatkannya. Ia kikir sehubungan dengan moralitasnya (gunamaccharinī) dan tidak tahan mendengar tentang moralitas orang lain. Dan ia kikir sehubungan dengan Dhamma (dhammamaccharinī) dan tidak ingin berbagi dengan orang lain.”
1124> Saddhādeyyaṃ vinipāteti. Mp: “Ketika ia diberikn dana makanan oleh orang lain dengan penuh keyakinan, tanpa mengambil bagian atasnya [untuk dirinya sendiri], ia memberikannya kepada orang lain.” Aturan yang melarang menghambur-hamburkan pemberian yang diberikan dengan penuh keyakinan terdapat pada Vin I 298,1-3: “Para bhikkhu, sebuah pemberian yang diberikan dengan penuh keyakinan tidak boleh dihambur-hamburkan. Bagi yang menghambur-hamburkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah” (na ca bhikkhave saddhādeyyaṃ vinipātetabbaṃ; yo vinipāteyya, āpatti dukkaṭassa). Ini adalah pelanggaran karena memperlihatkan sikap tidak hormat atas kedermawanan orang lai. Akan tetapi, setelah mengambil bagian atas untuk dirinya sendiri, ia boleh membagi sisanya kepada orang-orang lain. Sang Buddha juga memberikan kelonggaran khusus bagi kaum monastik untuk memberikan dana makanan, kain, dan perolehan lainnya kepada orang tuanya jika mereka membutuhkan.

1125> Saya mengikuti tanda baca pada Be dan Ee, yang menghubungkan dhammānaṃ udayatthagāminiyā oaññāya dengan ajjhataṃ yeva sati sūpaṭṭhitā hoti yang mendahuluinya. Ce memberikan tanda koma setelah hoti dan tanpa tanda baca setelah paññāya, dengan demikian menghubungkan dhammānaṃ udayatthagāminiyā paññāya dengan asubhānupassī kāye viharati yang mengikutinya. Akan tetapi, hal ini menghubungkan meditasi pada sifat ketidak-menarikan jasmani dengan kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, sebuah hubungan yang, menurut pendapat saya, tidak disebutkan di tempat lain dalam Nikāya-Nikāya (selain dari bagian pengulangan dalam Satipaṭṭhāna Sutta).

1126> Sn 386 menyiratkan bahwa akālacārī merujuk pada tindakan berjalan menerima dana makanan pada waktu yang salah.

1127> Mengenai kepuasan, baca p. 1600, catatan 55.

1128> Mp menjelaskan parikuppā sebagai “sesuatu yang bersifat menjengkelkan, serupa dengan luka lama” (parikuppanasabhāvā purāṇavaṇasadisā). Tindakan-tindakan ini lebih sering dikenal sebagai ānantariya kamma, perbuatan berat yang menghasilkan akibat segera kelahiran kembali di neraka, baca 6:93.

1129> Bencana sehubungan dengan perilaku bermoral (sīlavyasana) jelas merujuk pada perilaku yang melanggar lima aturan etis, dan bencana sehubungan dengan pandangan (diṭṭhivyasana) merujuk pada penerimaan pandangan salah, khususnya pandangan yang menyangka; prinsip kamma dan akibatnya.

1130> Dhammen’eva cakkaṃ vatteti. Mp “’Dhamma’ di sini adalah sepuluh [perjalan kamma] bermanfaat.”

1131> Mp: “Yang mengetahui apa yang baik (atthaññū): yang mengetahui lima jenis kebaikan (Mp-ṭ: kebaikan diri sendiri, kebaikan orang lain, kebaikan keduanya, kebaikan yang berhubungan dengan kehidupan sekarang, dan kebaikan yang berhubungan dengan kehidupan-kehidupan mendatang). Yang mengetahui Dhamma (dhammaññū): yang mengetahui empat jenis Dhamma (Mp-ṭ: Dhamma empat kebenaran, atau empat jenis dhamma yang dibedakan dalam alam indria, alam berbentuk, alam tanpa bentuk, dan yang melampaui dunia). Yang mengetahui ukuran yang tepat (mataññū): yang mengetahui batasan yang tepat dalam menerima dan menggunakan empat barang kebutuhan. Yang mengetahui waktu yang tepat (kālaññū): yang mengetahui waktu sebagai berikut, ‘Ini adalah waktu untuk pengasingan, ini adalah waktu untuk pencapaian meditatif, ini adalah waktu untuk mengajar Dhamma, dan ini adalah waktu untuk melakukan perjalanan.’ Yang mengetahui kumpulan (parisaññū): yang mengetahui, ‘Ini adalah kumpulan para khattiya … ini adalah kumpulan para petapa.’”

1132> Baca 1:187.

1133> Baca 3:14.

1134> Dalam mengomentari tentang saṃsuddhagahaṇiko yāva sattamā pitāmahayugā akkhitto anupakkuṭṭho jātivādena, Mp mengatakan bahwa yāva sattamā pitāmahayugā dapat ditafsirkan sebagai keterangan tambahan baik pada saṃsuddhagahaṇiko atau pun pada akkhitto anupakkuṭṭho jātivādena. Be dan Ee memisahkannya seolah-olah diperlakukan dalam cara pertama, Ce memperlakukan seolah-olah dalam cara ke dua. Saya mengikuti Ce.

1135> Paṭibalo atītānāgatapaccuppanne atthe cintetuṃ. Mp menjelaskan: “Melalui manfaat-manfaat sekarang, ia mempertimbangkan apa yang telah terjadi di masa lalu dan apa yang akan terjadi di masa depan” (so hi paccupannaatthavaseneva “atītepi evaṃ ahesuṃ, anāgatepi evaṃ bhavissantī” ti cinteti).

1136> Salākaggāhī. Mp: “Pada waktu menghitung gajah-gajah, ia mengambil sebuah kupon.” Jelas bahwa mereka menggunakan kupon, atau batang-batang jerami, untuk menghitung gajah-gajah.

1137> Ce pīṭhamaddano; Be mañcapīṭhamaddano, “penggilas tempat-tempat tidur dan kursi-kursi.”

1138> Mp: “Pada waktu menghitung para bhikkhu, ia mengambil sebuah kupon.”

1139> Saya lebih menyukai dhammehi dari Ee di sini daripada aṅgehi dari Ce dan Be. Paragraf penutup pada bagian ini, and paragraf pembuka dan penutup tentang bhikkhu yang berhasil, semuanya mencantumkan dhammehi.

1140> Mp: “Ia melanggar (ārabhati): ia melanggar dengan melakukan pelanggaran [terhadap aturan-aturan monastik], dan kemudian menjadi menyesal (vippaṭisārī ca hoti) karena hal itu. Kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan adalah konsentrasi Kearahattaan dan pengetahuan buah Kearahattaan. Ia tidak memahami hal ini karena ia belum mencapainya.”

1141> Mp: “Ia melakukan suatu pelanggaran, tetapi merehabilitasi dirinya sendiri dan dengan demikian tidak menjadi menyesal.”

1142> Mp: “Setelah melakukan suatu pelanggaran satu kali, ia merehabilitasi dirinya tetapi setelah itu, walaupun ia tidak melakukan suatu pelanggaran, ia tidak dapat menghilangkan penyesalannya.” Ini mungkin merujuk pada kasus, yang sering disebutkan dalam Vinaya, di mana seorang bhikkhu secara keliru meyakini bahwa ia telah melakukan suatu pelanggaran.

1143> Mp: “Tinggalkanlah noda-noda yang muncul dari pelanggaran dengan cara mengakui pelanggaran itu atau dengan merehabilitasi dirimu dari pelanggaran itu. Kemudian kembangkanlah pikiran pandangan terang (vipassanācittaṃ) dan kebijaksanaan yang berpasangan dengannya.

1144> Cara praktik ini dijelaskan pada Paṭis II 212-23, di mana hal ini disebut kekuatan batin para mulia (ariy’iddhi). Penjelasan Mp berikut ini diambil dari sumber itu: (1) “Mempersepsikan kejijikan di dalam apa yang tidak menjijikkan (appaṭikūle paṭikūlasaññī): ia memperhatikan suatu objek yang menyenangkan dengan gagasan ketidak-menarikannya atau ia memperhatikannya sebagai tidak kekal. (2) Mempersepsikan ketidak-jijikan di dalam apa yang menjijikkan (paṭikūle appaṭikūlasaññī): ia memperhatikan suatu objek yang tidak menyenangkan dengan cinta kasih atau memperhatikannya melalui elemen-elemen. (3-4) Dalam bagian ke tiga dan ke empat, ia berturut-turut menerapkan metode pertama dan ke dua paada kedua jenis objek. (5) Berdiam dengan seimbang (upekkhako vihareyya): ini adalah keseimbangan berfaktor enam [yaitu, keseimbangan sehubungan dengan enam objek indria] serupa denagn keseimbangan seorang Arahant. Dalam sutta ini, pandangan terang dijelaskan dalam lima kasus. Adalah mungkin bagi seorang bhikkhu yang telah memulai pandangan terang untuk melakukan hal ini. Pemasuk-arus, yang-kembali-sekali, dan yang-tidak-kembali pasti dapat melakukan hal ini; apalagi Arahant.

1145> Mā me kvacini katthaci kiñcana rajanīyesu dhammesu rāgo udapādi, mā me kvacini katthaci kiñcana dosanīyesu dhammesu doso udapādi, mā me kvacini katthaci kiñcana mohanīyesu dhammesu moho udapādi. Formulasi di sini tampaknya lebih kuat dan lebih komprehensif daripada kasus-kasus sebelumnya. Mp mengemas: Kvacanī ti [/i]kismiñci ārammaṇe. Katthacī ti kismiñci padese. Kiñcana ti koci appamattakopi.

1146> Anāgamanadiṭṭhiko deti. Mp: “Ia memberi tanpa memunculkan pandangan akibat sebagai berikut: ‘Buah dari apa yang telah dilakukan akan datang.’” Diduga yang dimaksudkan di sini adalah pandangan kamma dan akibatnya.

1147> Āgamanadiṭṭhiko. Mp: “Ia memberi dengan berkeyakinan pada kamma dan akibatnya.”

1148> Samayavimuttassa bhikkhuno. Mp: “Seorang yang terbebaskan dalam pikiran melalui kebebasan lokiya, suatu kebebasan sementara, melalui penekanan kekotoran-kekotoran dalam absorpsi.”

1149> Saya memberi judul sutta ini menurut syari uddāna dari Be, yang menuliskan tayo sammattaniyāma, bukan seperti Ce dan Ee tayo saddhammaniyāmā.

1150> Abhabbo niyāmaṃ okkamituṃ kusalesu dhammesu sammattaṃ. Mp: “Seseorang tidak memenuhi syarat, tidak mampu memasuki jalan pasti sang jalan, yang [terdapat dalam] kebenaran dalam kualitas-kualitas bermanfaat” (kusalesu dhammesu sammattabhūtaṃ magganiyāmaṃ okkamituṃ abhabbo abhājanaṃ). Baca juga 3:22 dan p. 1638, catatan 358.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #50 on: 12 March 2013, 02:58:18 AM »
1151> Seperti pada 4:160. baca juga 2:20.

1152> Seperti pada 5:54 §5

1153> Bandingkan dengan 5:101.

1154> Ini adalah Lāḷudāyī, sering digambarkan sebagai seorang bhikkhu yang sombong. Dengan demikian kata-kata Sang Buddha selanjutnya mungkin harus dipahami sebagai teguran padanya karena menempatkan dirinya sebagai seorang guru. Contoh lain dari ketergesa-gesaan Udāyī terdapat pada 3:80 dan 5:166. pada 6:29 dan sekali lagi pada MN 136.6, III 208, 25-31, ia ditegur oleh Sang Buddha. Dalam Vinaya Piṭaka seorang Udāyī tertentu digambarkan sebagai seorang bhikkhu mesum yang berperilaku salah dalam urusan seksual yang bertanggung jawab atas ditetapkannya beberapa aturan saṅghadisesa, tetapi tidak dapat dipastikan apakah ia adalah sama dengan Udāyī ini. Ia juga mungkin adalah karakter fiktif, si “anu” yang digunakan dalam kisah asal-mula aturan-aturan ini.

1155> Ānupubbīkathaṃ kathessāmi. Mp: “Ia harus megajarkan Dhamma kepada orang lain setelah memutuskan: ‘Aku pertama-tama akan membabarkan tentang memberi, selanjutnya tentang perilaku bermoral, dan selanjutnya tentang alam surga; atau aku akan menjelaskan satu paragraf sutta atau syair sesuai dengan urutan kata-katanya.”

1156> Pariyāyadassāvī. Mp: “Menunjukkan alasan (kāraṇa) atas hal ini atau itu.”

1157> Yattha bhikkhuno uppanno āghāto sabbaso paṭivinetabbo. Saya menginterpretasikan Mp berikut ini, yang menjelaskan: “Ketika kekesalan telah muncul pada seorang bhikkhu sehubungan dengan suatu objek (yattha ārammaṇe), maka hal itu harus sepenuhnya dihilangkan di sana dalam lima cara.” Dengan demikian Mp menganggap yattha berarti orang yang kepadanya kekesalan itu muncul, bukan tempat secara fisik di mana kekesalan itu muncul.

1158> Labhaṭi ca kālena kālaṃ cetaso vivaraṃ cetaso pasādaṃ. Mp: “Dari waktu ke waktu ia memperoleh bukaan pikiran, yaitu, suatu kesempatan muncul dalam pikirannya bagi ketenangan dan pandangan terang, dan ia memperoleh ketenangan, yang terdapat dalam pencapaian keyakinan” (kāle kāle samathavipassanācittassa uppannokāsasaṅkhātaṃ vivarañceva saddhāsampannabhāvasaṅkhātaṃ pasādañca labhati).

1159> Samantapāsādikaṃ āvuso puggalaṃ āgamma cittaṃ pasīdati. Ini jelas merujuk pada jenis orang ke lima. Karena perilaku dan pikirannya murni, maka ia dapat dengan mudah menghilangkan kekesalan terhadapnya dan masuk ke dalam kondisi percaya dan tenang.

1160> Mp: “Para deva yang bertahan hidup dari makanan yang dapat dimakan (kabaḷīkārāhārabhakkhānaṃ devānan): para dewata di alam indria. Kelompok ciptaan-pikiran tertentu (aññataraṃ manomayaṃ kāyan): kelompok brahmā tertentu di alam murni, yang terlahir kembali melalui pikiran-jhāna.”

1161> Ye te, Bhante, devā arūpino saññāmayā. Udāyī bingung antara para deva di alam tanpa bentuk, yang dikatakan sebagai ciptaan-persepsi (saññamaya), dan para deva di alam berbentuk (termasuk alam murni), yang dikatakan sebagai ciptaan-pikiran (manomaya).

1162> Bersama dengan Ce dan Ee saya membaca mayaṃ ten a pucchāma, tidak seperti Be mayaṃ tena na muccāma.

1163> Yathā āyasmantaṃyev’ettha upavāṇaṃ paṭibhāseyya. Mp menjelaskan yathā sebagai suatu kata untuk suatu sebab (kāraṇavacanaṃ). Saya menganggap paṭibhāsati berarti “meminta [seseorang untuk mengatakan sesuatu]” (baca SED sv pratibhāsh). Mp melanjutkan: “Ketika sesuatu telah diucapkan oleh Sang Bhagavā dengan merujuk pada hal ini, maka engkau harus memikirkan suatu jawaban (paṭivacana, pernyataan-balasan).”

1164> Saya mengikuti Ce dan Ee, yang menuliskan na samvijjeyyuṃ, kena naṃ sabrahmacārī sakkareyyuṃ garukareyyuṃ māneyyuṃ pūjeyyuṃ. Be menuliskan na saṃvijjeyyuṃ, taṃ sabrahmacārī na sakkareyyuṃ na garuṃ kareyyuṃ na māneyyuṃ na pūjeyyuṃ.

1165> No kālena kupitaṃ. Tampak aneh bahwa teks menggunakan kata kupita untuk merujuk kepada ditegur pada waktu yang tidak tepat. Kupita biasanya menyiratkan “terganggu, jengkel, marah,” dan pada waktu yang tepat adalah selayaknya untuk menegurnya.

1166> Atthakusalo, dhammakusalo, niruttikusalo, byañjanakusalo, pubbāparakusalo. Saya mengikuti urutan pada Ce. Be dan Ee menempatkan byañjanakusalo sebelum niruttikusalo. Seperti yang disebutkan, ketiga kata pertama jelas merujuk pada tiga pertama dari pengetahuan paṭisambhidā . Mungkin dua yang terakhir tergabung dalam paṭibhānapaṭisambhidā. Mp menjelaskan lima jenis urutan: urutan makna (atthapubbāpara), urutan Dhamma (dhammapubbāpara), urutan suku kata (akkharapubbāpara), urutan frasa (byañjanapubbāpara), dan urutan bagian-bagian dalam sebuah sutta (anusandhipubbāpara).

1167> Saya lebih menyukai Ce te santaññeva sukhitā sukhaṃ paṭisaṃvedenti daripada Be dan Ee te santaṃyeva tusitā sukhaṃ paṭivedenti.

1168> Sameti kho idaṃ āyasmato bhaddajissa, yadidaṃ bahujanena. Saya mengikuti Be dan Ee, yang memisahkan ini dengan tanda Tanya. Walaupun kalimat ini tidak mengandung kata Tanya, dengan menempatkan kata kerja di awal tampanya lebih menyiratkan suatu pertanyaan daripada suatu pernyataan.

1169> Anantarā āsavānaṃ khayo hoti. Tentang “kondisi segera bagi hancurnya noda-noda,” baca p.1705, catatan 851.

1170> Upāsakacaṇḍālo ca hoti upāsakamalañca upāsakapatikuṭṭho ca. Para caṇḍāla adalah yang terendah di antara kelompok terbuang.

1171> Ito ca bahiddhā dakkhineyyaṃ gavessati. Yaitu,  di luar komunitas monastik Buddhis. Tentang nilai relative persembahan dalam hal jasa, baca MN 142.

1172> Upāsakaratanañca ca hoti upāsakapadumañca upāsakapuṇḍarīkañca.

1173> Pavicekaṃ pītiṃ. Mp: “Sukacita yang muncul dengan berdasarkan pada jhāna pertama dan ke dua.”

1174> Bentuk jamak “istri-istri” dalam Pāli adalah, sehi dārehi santuṭṭho.

1175> Be dan Ee membaca ārame, Ce nārame. DOP memberikan arti āramati sebagai “pergi, menjauh (dari)” dan “bersenang dalam, menikmati.” Karenanya tulisan Be dan Ee (yang saya ikuti) cocok untuk makna pertama, dan tulisan Ce untuk makna ke dua.

1176> Puññatthassa jigiṃsato. Mp mengemas kalimat: puññena atthikassa puññaṃ gavesantassa. Igiṃsati  adalah bentuk kata harapan dari jayati, di sini dengan makna, “ingin memperoleh.”

1177> Syair-syair di bawah identik dengan syair pada 3:57.

1178> Di sini dan di bawahnya saya bersama Ce membaca anuttaraṃ vimuttisukhaṃ. Be dan Ee menuliskan anuttaraṃ vimuttiṃ.

1179> Pāpiccho icchāpakato āraññiko hoti. Mp: “Ia berpikir, ‘Sewaktu aku sedang menetap di hutan, mereka akan memberikan penghormatan padaku dengan empat benda kebutuhan, dengan berpikir bahwa aku adalah seorang penghuni hutan. Mereka akan menghargai moralitasku, dengan berpikir bahwa aku puas dan terasing, dan seterusnya,’ demikianlah ia menjadi seorang penghuni hutan berdasakan pada keinginan jahat, karena ia dikuasai oleh keinginan.”

1180> Ce mengikuti ini dari sebuah sutta tentang “kelima ini yang bertahan hidup hanya dari makanan yang dikumpulkan dari berjalanan menerima dana makanan” (pañc’ ime bhikkhave piṇḍapātikā), tidak terdapat dalam Be dan Ee. Di sini saya mengikuti yang terakhir, karena Ce memperluas vagga ini hingga sebelas sutta yang tidak beraturan. Semua praktik pertapaan ini dijelaskan secara terperinci dalam Vism, bab 2. di antaranya yang tidak cukup jelas, “praktik selalu duduk” adalah tidur dalam postur duduk, tanpa berbaring; “praktik menggunakan tempat tidur apa saja” adalah menerima segala jenis tempat tidur yang dipersembahkan, tanpa preferensi; “praktik satu kali” adalah memakan semua makanan untuk hari itu dalam satu postur duduk, tanpa memakan makanan apa pun lagi setelah ia bangkit dari duduknya; dan “praktik menolak makanan tambahan” adalah menolak menerima makanan apa pun yang dipersembahkan dan tersedia setelah ia mulai makan.

1181> Di sini bersama Be membaca sampiyen’eva saṃvāsaṃ saṃbandhāya sampavattenti. Ce dan Ee menuliskan saṃsaggatthāya untuk saṃbandhāya. Mp (Be) tampanya mendukung tulisan Be dengan parafrase: piyo piyaṃ upasaṅkamitvā paveṇiyā bandhanatthaṃ saṃvāsaṃ pavattayanti. Mp (Ce) menuliskan ganthanatthaṃ untuk bandhanatthaṃ. Saṃbandhāya dikemas sebagai paveṇiyā, yang dapat menyiratkan kelangsungan keluarga.

1182> Be membaca: … sampiyenapi saṃvāsaṃ saṃbandhāya saṃpavattenti, yang tampaknya tidak lengkap. Ee sama dalam hal ini. Saya mengikuti Ce dalam menempatkan dua klausa bertentangan di sini: …sampiyenapi saṃvāsaṃ saṃsaggatthāya sampavattenti, asampiyenapi saṃvāsaṃ saṃsaggatthāya sampavattenti, tetapi saya menggantikan saṃsaggatthāya pada Ce dengan saṃbandhāya dari Be.

1183> Ini tampaknya sebuah kritik umum pada Sang Buddha. Baca juga 4:22 dan 8:11.

1184> Komārabrahmacariyaṃ. Diduga hal ini berarti kehidupan selibat dari seorang yang selalu perjaka/perawan.

1185> Paragraf ini menyiratkan, berlawanan dengan anggapan umum, bahwa pada masa Sang Buddha para brahmana tidak diwajibkan untuk menikah dan menjalani kehidupan berumah tangga. Walaupun pernikahan belakangan menjadi norma para brahmana pada masa utama kehidupan, namun tampaknya bahwa pada tahap ini beberapa brahmana setelah menyelesaikan latihan mereka, memilih untuk meinggalkan kehidupan sekuler bahkan selagi masih muda dan mempertahankan status meninggalkan keduniawian seumur hidup mereka. Tentang petapa brahmana selibat, baca Samuel 2008:122-23, 154-65.

1186> Cattāro brahmavihāre bhāvetvā. Ini adalah salah satu dari sedikit tempat dalam Nikāya di mana kata brahmavihāra digunakan untuk menyebutkan keempat meditasi ini secara kolektif. Di mana pun kata ini digunakan dalam Nikāya, ini segera dilanjutkan dengan kelahiran kembali si praktisi di alam brahmā.

1187> Bersama Ce dan Ee saya membaca asucipaṭipīto, bukan seperti Be asucipaṭipīḷito, “akan diserang oleh zat tidak murni.”

1188> Ce dan Ee membaca: Sace doṇa brāhmaṇo anutuniṃ gacchati, tassa sā hoti brāhmaṇī n’eva kāmatthā na davatthā na ratatthā, pajatthāva brāhmaṇassa brāhmaṇī. Tulisan ini, tampaknya menggabungkan alasan-alasan yang bersifat dugaan atas konsekuensi dari alternatifnya (yaitu, ketika si brahana berhubungan dengan istrinya hanya ketika ia berada pada masa subur). Saya mengikuti saran dari Brahmāli untuk menghapus sace doṇa brāhmaṇo anutuniṃ gacchati, yang menjadikan teks itu lebih masuk akal. Be tidak mempertanyakan mengapa brahmana melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan hanya ketika ia berada pada masa subur, tetapi mengikuti pernyataan bahwa ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan menyusui dengan kata-kata: tassa sā hoti brāhmaṇī n’eva kāmatthā na davatthā na ratatthā, pajatthāva brāhmaṇassa brāhmaṇī hoti. Tampaknya bahwa, dalam tulisan ini, sebuah klausa telah hilang.

1189> Bersama Be dan Ee membaca pajatthāpī, bukan seperti Ce na pajatthāva.

1190> Saya menganggao teks ini (dalam seluruh tiga edisi) harus dikoreksi menjadi na kevalaṃ bhikkhācariyāya daripada kevalam pi bhikkhācariyāya.

1191> Juga terdapat pada SN 46:55, V 121-26, tetapi dengan sebuah bagian tentang tujuh faktor pencerahan.

1192> Mp menginterpretasikan jalan membebaskan diri dari rintangan-rintangan melalui tiga jalan membebaskan diri. Sehubungan dengan rintangan keinginan indria, jalan membebaskan diri dengan penekanan (vikkhambhananissaraṇa) yang terjadi melalui jhāna pertama yang berdasarkan sifat ketidak-menarikan jasmani, jalan membebaskan diri dalam aspek tertentu (tadaṅganissaraṇa) melalui pandangan terang; dan jalan membebaskan diri dengan pelenyapan (samucchedanissaraṇa) melalui jalan Kearahattaan (secara luas menginterpretasikan kāmacchanda sebagai ketagihan pada segala objek). (ii) Jalan membebaskan diri dari niat buruk terjadi dengan penekanan melalui jhāna pertama yang berdasarkan pada cinta kasih, dan melalui pelenyapan melalui jalan yang-tidak-kembali. (iii) Jalan membebaskan diri dari ketumpulan dan kantuk terjadi dengan penekanan melalui persepsi cahaya (visualisasi cahaya terang) dan dengan pelenyapan melalui jalan Kearahattaan. (iv) Jalan membebaskan diri dari kegelisahan dan penyesalan terjadi dengan penekanan melalui ketenangan – penyesalan dilenyapkan melalui jalan yang-tidak-kembali dan kegelisahan melalui jalan Kearahattaan. Dan (v) jalan membebaskan diri dari keragu-raguan terjadi dengan penekanan melalui penetapan fenomena-fenomena (dhammavavatthāna; baca Vism 587-93, Ppn 18.3-24) dan dengan pelenyapan melalui jalan memasuki-arus. Mp tidak mengaplikasikan “jalan membebaskan diri dalam aspek tertentu” pada empat rintangan terakhir, tetap Mp-ṭ mengatakan bahwa ini bisa terjadi karena rintangan-rintangan dapat diusir dengan refleksi (paṭisaṅkhānavasena tassa vinodetabbatāya tadaṅganissaraṇampi labbhat’eva).

1193> Mp menginterpretasikan kata-kata ini dari sudut pandang monasatik. Kebaikan diri sendiri (attattha) adalah Kearahattaan, dan kebaikan orang lain (parattha) adalah kesejahteraan umat-umat awam penyokong yang memberikan sokongan materi (karena persembahan demikian menghasilkan jasa).

1194> Mp menjelaskan bahwa setelah bangun pagi, ia membangun pintu gerbang baru, menara pengawasan, dan benteng dan memperbaiki apa yang rusak.

1195> Mp mengidentifikasikan Piṅgiyānī sebagai seorang brahmana yang adalah seorang siswa mulia yang telah mencapai buah yang-tidak-kembali (anāgāminiphale patiṭṭhitaṃ ariyasāvakaṃ brāhmaṇaṃ). rutinitas hariannya adalah mengunjungi Sang Buddha dan mempersembahkan dupa dan bunga. Pada saat sutta ini dimulai, ia sedang kembali dari kunjungan hariannya.

1196> Untuk alasan tertentu, ia menyebutkan hanya empat dari sembilan kelompok Dhamma. Mungkin hanya itu yang ia ketahui, atau mungkin hal ini menyiratkan bahwa kelompok lainnya adalah tambahan belakangan.

1197> Paṭibhātu taṃ piṅgiyānī. Lit., “Biarlah bersinar padamu, Piṇgiyānī.”

1198> Pada SN 3:12, I 81, syair ini diucapkan oleh seorang umat awam Candanaṅgalika, yang juga mengucapkannya setelah tergerak oleh hentakan inspirasi spontan. Dalam syair ini, Aṅgirasa adalah gelar Sang Buddha.

1199> Yang berikut ini seperti pada 5:143 di atas.

1200> Saya menambahkan “ini adalah sebuah pertanda” menyesuaikan dengan penggunaan kata pubbanimitta oleh Mp untuk mengkarakteristikkan makna penting mimpi itu. Brahmāli menyarankan: “[mimpi itu] … mewakili kebangkitannya pada pencerahan sempurna yang tertinggi,” dengan konstruksi paralel pada bagian yang bersesuaian di bawah.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA Buku LIMA
« Reply #51 on: 12 March 2013, 02:58:49 AM »
1201> Tassa abhidambodhāya ayaṃ paṭhamo pahāsupino pāturahosi. Di sini Brahmāli menyarankan: “Ini adalah mimpi agung pertama yang bermanfaat bagi pencerahanNya,” sekali lagi dengan konstruksi paralel pada bagian yang bersesuaian di bawah. Kalimat itu sendiri cukup membingungkan; namun Mp tidak berkomentar dan tidak ada paralel China. Ce dan Be membaca tassā untuk tassa (tulisan pada Ee). Tassā seharusnya mewakili sammā sambodhi pada kalimat sebelumnya, tetapi kemudian akan muncul pertanyaan sehubungan dengan apakah abhisambodhāya pada §§2-4, di mana sammā sambodhi tidak muncul. Saya menemukan kalimat yang lebih dapat dimengerti jika kita membaca sebagai itassa (seperti pada bagian berikutnya), menganggapnya berarti “padaNya,” yaitu, pada masa depan Sang Buddha. Maka kita dapat melihat keseluruhan kalimat sebagai menegaskan bahwa mimpi itu adalah petunjuk bagi pencerahannya yang segera terjadi.

1202> Ce dan Be yattha nemittānaṃ cakkhu na kamati (Ee na kkhamati). Pāli sendiri mencampurkan metafora-metafora.

1203> Pabbajitā. Di tempat lain saya biasanya menerjemahkan pabbajita sebagai “seorang yang telah meninggalkan keduniawian,” dan kadang-kadang sebagai “bhikkhu.” Di sini, untuk menghindari “seorang bermoral yang telah meninggalkan keduniawian,” yang kaku dan untuk mempertahankan terjemahan yang netral secara jenis kelamin, saya menggunakan “kaum monastik.” “Rumah” menerjemahkan kula, lit. “keluarga,” tetapi dalam konteks ini “rumah” lebih manyampaikan maknanya.

1204> Nissāraṇiyā dhātuyo. Mp mengemas nissāraṇiya sebagai visaṃyutta, “terlepas, terputus,” dan dhātuyo sebagai attasuññasabhāvā, “sebuah sifat yang kosong dari diri.”

1205> Mp: “Setelah keluar dari jhāna pada objek yang tidak menarik, ia mengarahkan pikirannya pada kenikmatan indria untuk menyelidikinya, seperti halnya seseorang akan mengambil obat penawar untuk menyelidiki racun.” Mp-ṭ: “Bhikkhu itu tidak memperhatikan kenikmatan indria dalam makna [bahwa ia dikuasai] oleh kekotoran. Melainkan, ia menyelidiki: ‘Pikiranku sekarang kokoh dalam pelepasan keduniawian. Mengapa pikiran indriawi muncul?”

1206> Walaupun dalam seluruh tiga edisi di sini membaca vimuccati, namun Mp mengemas kata ini dengan adhimuccati. Kata ini lebih masuk akal bagi saya. Tradisi naskah, serta edisi cetakan, menunjukkan variasi yang tidak teratur antara kedua tulisan ini di seluruh Nikāya.

1207> Bersama Ce dan Be saya membaca sugataṃ, tidak seperti Ee sukataṃ. Yang pertama didukung oleh Mp, yang mengemas “menjauh dengan baik karena telah pergi menuju objek” (gocare gatattā suṭṭhu gataṃ). Akan tetapi, saya yakin, bahaw makna sugataṃ adalah bahwa pikiran telah pergi menjauh dari kekotoran, yang berhubungan dengan lebih baik dengan gagasan jalan membebaskan diri (nissaraṇa).

1208> Na so taṃ vedanaṃ vediyati. Mp: “Ia tidak merasakan perasaan indriawi atau perasaan menyengsarakan atau demam itu.”

1209> Be dan Ee membaca veḷuvane, Ce niceluvane. Mp (Be) menuliskan niculavane dalam lema, dikemas sebagai mucalindavane. Baik PED maupun SED mengatakan nicula sebagai sejenis pohon, yang diidentifikasikan sebagai Barringtonia acutangula.

1210> Tidak dapat dipastikan dari bahasa teks apakah pertanyaan Kimbila dan jawaban Sang Buddha merujuk pada kondisi-kondisi umum yang menyebabkan ajaran seorang Buddha lenyap, atau pada kondisi-kondisi yang menyebabkan ajaran Buddha Gotama akan menjadi lenyap. Mp tampaknya mendukung interpretasi pertama. Dijelaskan bahwa Kimbila pernah menjadi seorang bhikkhu pada masa Buddha Kassapa di masa lampau, pada masa ajaran Buddha Kassapa sedang mengalami kemunduran. Sekarang ia mengingat kehidupan lampaunya dan ingin bertanya kepada Buddha sekarang tentang penyebab mundurnya Dhamma. Brahmāli tidak sepakat dengan saya dalam hal ini dan menuliskan: “[Terjamahan] ini tampaknya beranggapan bahwa Kimbil sedang berpikir secara kosmis, tentang Tathāgata sebagai sejenis makhluk. Tetapi tampaknya bagi saya bahwa ia secara khusus memikirkan tentang apa yang akan terjadi setelah Buddha Gotama wafat.”

1211> Sebuah paralel yang diperluas dari 4:112.

1212> Seperti pada MN 16.2-7, I 101.

1213> Cetokhila. Dalam MLDB cetokhila diterjemahkan sebagai “belantara pikiran,” yang tidak memuaskan. Menurut DOP, khila berarti “tanah yang tandus, tanah yang gersang,” dan “(sebagai kesalaahn dari pemikiran seseorang) kemandulan, kesterilan, kekakuan, ketidak-lenturan; permusuhan, perlawanan.” Mp mengemas: “Ketidak-lenturan, pembuangan, tunggul pikiran” (cittassa thaddhabhāvā kacavarabhāvā khāṇukabhāvā).

1214> Seperti pada MN 16.8, I 101-2.

1215> Cetaso vinibandhā. Mp: “Kemandulan-kemandulan itu mencengkeram pikiran, setelah membelenggunya terlebih dulu, oleh karena itu disebut ‘belenggu pikiran’” (cittaṃ vinibandhitvā muṭṭhiyaṃ katvā viya gaṇhantī ti cetaso vinibandhā).

1216> Dantakaṭṭhassa akhādane, lit. “dengan tidak mengunyah kayu gigi.” Pada masa Sang Buddha orang-orang membersihkan gigi mereka dengan cara menyikatnya dengan potongan kayu obat-obatan seperti kayu pohon mamba (Azadirachta Indica, penj), yang ditajamkan pada satu ujungnya dan dibuat menyerupai sikat pada bagian bawahnya. Praktik ini masih dilakukan di pedalaman India serta di vihara-vihara di Asia Selatan.

1217> Āyatakena gītassarena dhammaṃ bhaṇantassa. Vin II 108,5-25 menjelaskan kisah latar belakang yang mengarah pada ditetapkannya aturan ini.

1218> Muṭṭhassatissa asampajānassa niddaṃ okkamayato. Juga terdapat pada Vin I 295,14-24.

1219> Chinnaparipantho. Mp menjelaskan bahwa ia telah memotong jalan keluar yang melampaui keduniawian (lokuttaraparipanthassa chinnattā chinnaparipantho), tetapi mungkin yang dimaksudkan adalah bahwa, setelah melakukan pārājika, yang mengharuskan pengusiran dari Saṅgha, ia tidak lagi dapat mempertahankan statusnya sebagai seorang bhikkhu.

1220> Aññataraṃ saṅkiliṭṭhaṃ āpattiṃ āpajjati. Ini kadang-kadang berarti bahwa ia melakukan pelanggaran pārājika atau saṅghādisesa, tetapi karena pārājika telah disebutkan, maka ini pasti merujuk pada saṅghādisesa.

1221> Verabahulo. Mp: “Seseorang memiliki banyak permusuhan, baik dalam bentuk orang-orang yang merupakan musuh-musuh maupun sebagai permusuhan [pikiran] tidak bermanfaat” (puggalaverenapi akusalaverenapi bahuvero).

1222> Makna tepat dari pasīdati tidak dapat dengan mudah ditangkap oleh satu kata Bahasa Inggris. “Yakin” biasanya menyiratkan ketenangan dan percaya-diri, yang bukan apa yang dimaksudkan. SED menjelaskannya sebagai makna daeri Skt pra-sad, pra-sīdati, “santai, menjadi jernih dan cerah, menjadi tenang atau hening; … menjadi puas atau senang atau gembira.” SED menerjemahkan bentuk kausatif pra-sādayati: “menjernihkan, memurnikan; menenangkan, menggembirakan (hati); memberikan ketenangan, kesejukan, ketenteraman.” Di antara arti-arti ini, “menggembirakan, menyenangkan” sebagian menangkap kesan perilaku pāsādika itu pada orang lain; menjadi “gembira” atau “senang”  adalah bagaimana seorang pengamat merespon perilaku tersebut. Tetapi perilaku demikian juga membangkitkan kepercayaan pada orang lain terhadap dirinya sebagai orang yang halus secara spiritual dan menginspirasi keyakinan dalam ajaran yang ia ikuti. Demikianlah perilaku demikian “menginspirasi keyakinan” pada orang lain. Ketika perilaku atau sikap seseorang kembali kepada dirinya sendiri, maka ia “menjadi tenang (atau tenteram),” ini merupakan cara terbaik dalam menerjemahkan kata kerja pasīdati.

1223> Ibukota negeri Surasena, terletak di Sungai Yamunā di India Utara. Kota ini kelak menjadi pusat aliran Mūlasarvastivāda yang penting. Walaupun teks mengatakan bahwa Sang Buddha tidak menyukai tempat itu, namun seseorang akan bertanya-tanya apakah sutta ini mungkin suatu penambahan oleh aliran Vibhajjavāda untuk merendahkan pusat dari aliran Buddhis saingannya.

1224> Dīghanārikaṃ anavatthacārikaṃ. Mp mengemas kata ke dua sebagai avavatthitacārikaṃ, mungkin “pengembaraan yang tidak direncanakan (atau tanpa tujuan).” Berlawanan dengan samavatthacāre persis di bawah, yang dikemas sebagai samavatthitacāre, “pengembaraan yang direncanakan dengan seimbang.”

1225> Empat pertama adalah pelanggaran, berturut-turut, Pācittiya 46, 45, 44, dan 7.

1226> Tentang pelanggaran kotor, baca p. 1733, catatan 1089.

1227> Ussūrabhatte kule. Ussūra berasal dari bentuk Skt utsūra (SED: “waktu ketika matahari terbenam, malam hari”). Mp mengemas “makanan di masak terlambat di siang hari” (atidivāpacanabhatte).

1228> Samayabhatte kule. Menyesuaikan dengan para petapa dan brahmana yang “menghindari makan di luar waktu yang tepat,” makanan tidak harus selesai sebelum tengah hari.

1229> Baca pp. 60-61, untuk pembahasan tentang anti-perempuan dalam AN.

1230> Dua “bahaya” pertama sudah cukup menjelaskan.

1231> Dhammadassane niveseti. Mp: “Ia mengokohkan mereka dalam melihat Dhamma empat kebenaran [mulia].”

1232> Arahaggataṃ āyasmanto satiṃ upaṭṭhāpetha. Mp: “Menegakkan hormat pada ketiga landasan [keyakinan], pergi [berlindung] hanya pada Tiga Permata, yang layak menerima segala penghormatan.” Teks kadang-kadang menggunakan āyasmanto sebagai sapaan oleh para bhikkhu kepada umat-umat awam. Jelas kata ini dapat digunakan kepada siapa saja yang dianggap layak dihargai dan bukan hanya sebagai sapaan hormat kepada para bhikkhu.

1233> Ini adalah salah satu hukuman yang harus dijalankan oleh mereka yang telah melakukan pelanggaran saṅghādisesa.

1234> Titik-titik pengulangan dalam Pāli memberikan kesan bahwa dalam §3 dan §4 orang yang percaya itu kehilangan kepercayaan pada para bhikkhu. Akan tetapi, karena orang yang kepadanya ia memiliki kepercayaan tidak dihukum dalam cara apa pun oleh para bhikkhu lain, maka jelas bahwa pernyataan tentang orang yang percaya yang kehilangan kepercayaan pada para bhikkhu tidak berhubungan dengan kedua bagian ini. Maka, kelanjutan dari §5 harus diaplikasikan pada §3 dan §4 juga. Ia tidak bergaul dengan para bhikkhu lain, bukan karena kekesalan pada mereka, melainkan hanya karena kepercayaan eksklusifnya.

1235> Mulai dari vagga ini dan seterusnya, teks tidak lagi berisikan syair-syair uddāna. Dengan demikian saya menerjemahkan judul sutta pada judul tiap-tiap sutta dalam Ce.

1236> Untuk penjelasan tentang berbagai kelompok lima kualitas yang memperbolehkan seorang bhikkhu memberi penahbisan penuh, memberi kebergantungan, dan dilayani oleh samaṇera, baca Vin I 62-65.

1237> Tentang nissaya, baca pp. 1732-33, catatan 1085.

1238> Ce dan Ee patikiṭṭhaṃ. Be paṭikuṭṭham, bentuk pasif dari paṭikkosati.

1239> Saya mengikuti pengaturan pada Be dan Ee. Ce menempatkan kedua versi tentang jhāna sebelum kedua versi tentang empat buah.

1240> Vaggātirekasuttāni. Ini adalah judul yang diberikan Ce pada keseluruhan bagian penutup ini. Be tidak memberikan judul umum namun mengelompokkan sutta-sutta tambahan ini ke dalam tiga “rangkaian pengulangan” (peyyāla), bernomor 1, 2, dan 3. Yang pertama, merujuk pada sutta pertama dalam tiap-tiap kelompok, disebut sammutipeyyālaṃ, “Rangkaian Pengulangan Ditunjuk.” Saya menggunakan baik judul umum dari Ce dan judul rangkaian terpisaj dari Be. Ee tidak memberikan judul terpisah pada bagian ini, baik secara keseluruhan maupun secara terpisah.

1241> Bhattuddesaka. Baca Vin II 175, 36-76. prosedur penunjukan petugas Saṅgha, dan tugasnya masing-masing, dibahas secara terpercini dalam Thanissaro 2007b: 323-57.

1242> Saya menerjemahkan sesuai dengan Be dan Ee. Terjemahan dari Ce adalah: “Para bhikkhu, seseorang yang memiliki lima kualitas tidak boleh ditunjuk sebagai seorang pembagi makanan. Jika ia ditunjuk, maka ia tidak boleh diutus.”

1243> Senāsanapaññāpaka. Tentang kualifikasi ini, baca Vin II 176,9-14. tugas-tugas Dabba Mallaputta sebagai senāsanapaññāpaka dijelaskan pada Vin III 158-60. kualifikasi petugas-petugas yang berikutnya di sini, kecuali yang persis berikutnya, dijelaskan pada Vin II 176-77.

1244> Senāsanaggāhapaka. Petugas ini tidak terdapat pada Ee. Tidak jelas bagi saya apakah senāsanaggāhāpaka berbeda dengan senāsanapaññāpaka. Thanissaro juga, menuliskan (2007b: 340): “Kanon memperbolehkan kedua petugas yang berhubungan dengan tempat tinggal: pemberi tempat tinggal (senāsanagāhāpaka) dan penentu tempat tinggal (senāsana-paññapanaka). Baik Kanon maupun Komentar tidak dengan jelas membedakan tugas-tugas keduanya.”

1245> Abrahmacārī hoti. Walaupun dibentuk dari kelima aturan bagi umat awam, ṇamun hal ke tiga dalam daftar ini menetapkan tuntutan kehidupan selibat yang lebih keras bagi kaum monastik laki-laki dan perempuan.

1246> Abrahmacariyā paṭivirato hoti.

1247> Kāmesu micchācārinī. Bagi umat awam Buddhis aturan kehidupan selibat yang wajib bagi kaum monastik diganti menjadi menghindari melakukan hubungan seksual yang salah (kāmesu micchācāra).

1248> Sebuah sekte pertapaan yang sezaman dengan Sang Buddha. Makkhali Gosāla dianggap sebagai pendirinya, atau mungkin hanya salah satu di antara guru-guru terkemuka. Walaupun teks menetapkan kondisi-kondisi bagi para petapa non-Buddhis pergi ke neraka, namun tidak disebutkan yang mengarahkan mereka menuju surga.

1249> Sehubungan dengan māgandika dan yang berikutnya, Mp hanya mengatakan bahwa mereka adalah jenis-jenis sectarian (titthiyā). Saya tidak yakin yang mana di antara kata-kata ini yang merupakan aliran religius tertentu dan yang mana yang hanya merupakan cara praktik. Karena itu saya menggunakan huruf besar pada awal kata hanya pada kata-kata yang dikenali merujuk pada aliran rligius yang sezaman dengan Sang Buddha.

1250> Be memberikan nomor akhir 1151, tetapi jumlah total sutta dalam peyyāla ini seharusnya 850: lima bagian besar, yang dihitung melalui sepuluh cara perlakuan (pengetahuan langsung, pemahaman penuh, dan seterusnya) yang dihubungkan dengan tujuh belas kekotoran (nafsu, kebencian, dan seterusnya). Dengan demikian, dimulai dari 303, maka nomor terakhir seharusnya 1152.

 

anything