Jadi sampai sejauh ini gw telah membuktikan bahwa ajaran Guru gw sejalan dengan Tripitaka Mahayana.
Pertanyaan berikutnya yang mungkin timbul (sebenarnya ini kaga ada hubungannya dengan guru gw, melainkan berkaitan dengan isi Sutra2 tersebut): Apakah itu mengajarkan kemelekatan? Masalahnya gini. Ada orang2 tertentu yang lebih mudah ditarik ke jalan praktik Dharma dengan cara seperti itu. Ibaratnya anak kecil yang hanya mau tenang jika dikasih permen. Lagipula dengan praktik penjapaan mantra, ia secara tak langsung telah bermeditasi. Lalu dengan membenarkan perilaku sehari2, ia secara tak langsung melatih sila. Demikian sementara penjelasan owe.
maaf saya tidak setuju dg ini.
kalau ingin narik orang, bisa juga selain dengan materi, bisa dengan kesaktian, wanita, alcohol, dll
sederhananya, mahayana yg begini bukanlah sahabat dalam dhamma saya, namun tetap sahabat dalam kehidupan sosial.
Sebenar nya materi yang dimaksud di sini cakupan nya lebih sempit dan tentunya tidak bertentangan dengan Sila. Misalnya seorang yang cukup serakah akan harta, menjadi tertarik dengan Ajaran Buddha, karena di dalam Sutra ada Cara untuk mendapatkan rejeki, sehingga ia mulai belajar Dharma. Dari sana setelah mulai belajar, ia akan menjadi sadar bahwa materi memang diperlukan di dunia, tetapi tujuan Utama dari belajar Dharma bukanlah materi, melainkan mencari jalan menuju pembebasan Agung, dengan demikian ia akan mulai melaksankan praktek Bodhictta, dan menapaki jalan menuju Pencerahan. Yang lebih penting lagi ada nya cara untuk mendapatkan rejeki di Sutra Buddhis dan juga berbagai PRactice yang berhubungan dengan rejeki di dalam Ajaran Tantra, sama sekali tidak mengajarkan keserakahan, KArena Practice yang berhubungan dengan Rejeki, misalnya Jambhala tidak akan berhasil bila motivasi nya adalah mendapatkan Rejeki untuk kekayaan pribadi saya, namun akan berhasil, apa bila malksanaknnya dengan motivasi yang benar. Motivasi yang baik adalah, memperoleh Rejeki untuk mendukung Pembabaran Dharma, dan memberikan manfaat bagi makhluk luas
saya rasa perumpamaan anda dengan menggunakan seorang yg serakah akan harta adalah tidak cocok, sebab hingga saat ini, saya belum menemukan sebuah sutra yg digunakan untuk mendapatkan rejeki titik tanpa koma, yg dimana jika tanpa koma, maka diartikan mendapatkan rejeki untuk diri sendiri.
seseorang yg serakah akan harta menyimpulkan bahwa ada sebuah sutra yg memberikan rejeki karena ketidak tahuannya akan tujuan sutra itu, dan atau karena sendiri tidak mencari tahu terlebih dahulu isi sutra tsb, dan atau karena tidak dijelaskan dengan jelas oleh si penyampai tsb.
bagi saya, adalah sebuah kesalahan bila penyampai informasi sutra tsb tidak menjelaskan secara detail manfaat dan tujuan dari sutra tsb dan membuat seolah2 tujuannya adalah untuk memperoleh rejeki untuk diri sendiri, apapun alasannya baik termasuk mencari/menarik umat.
sebab seorang guru seharusnya memberikan ajaran yg sebenar2nya dan apa adanya kepada muridnya tanpa alasan pribadi dibaliknya.