TANGGAPAN TERPADU UNTUK TL
Wah TL muncul lagi nih hehehehee........
TL:
jangan ngambang jawabnya mas Tan, berbeda atau tidak? Tidak bertentangan adalah pendapat pribadi mas Tan.
perhatikan pernyataan Large Sutra on Perfect Wisdom berikut:
hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment. Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.
Menurut Saddharma Pundarika Sutra dikatakan bahwa Arahat adalah merupakan penghentian sementara, dalam perumpamaan kota peristirahatan sementara bagi kafilah. (berarti sudah menapaki jalan tetapi belum sampai)
Tidak berbeda?
TAN:
Dalam menjawab suatu diskusi seseorang berhak mengemukakan apa yang merupakan pendapat pribadinya. Tidak ada larangan dalam mengemukakan pendapat pribadinya. Saya harap Anda cukup mengerti demokrasi dan sanggup menghargai pandangan pribadi orang lain. Dan pendapat pribadi saya adalah “tidak bertentangan.” Apa yang berbeda belum tentu bertentangan.
Mari kita cermati Sutra Astasahasrika Prajnaparamita (The Large Sutra of Perfect Wisdom), terjemahan Edward Conze, tentu saya juga punya bukunya. Anda sayangnya hanya memotong sebagian saja dan tidak melihat bagian atasnya:
Coba lihat bagian VI halam 172:
The Bodhisattva should fulfil the six perfections. (Because having stood in these six perfections, the Buddhas and Lords, and the Disciples and Pratyekabuddhas, have gone, do go and will go to the other shore of the flood of the fivefold cognizable.....
Nah jelas sekali menurut kutipan di atas para Shravaka dan Pratyeka buddha juga akan menuju ke Pantai Seberang (other shore) asalkan mereka menjalankan enam paramita (six perfections).
Anda lalu mengutip potongan di bawah ini:
A Bodhisattva should avoid disciple THOUGHT and Pratyekabuddha THOUGHT.
Perhatikan di belakangnya ada kata thought yang artinya “pemikiran.” Jadi Anda harus bedakan bahwa “pemikiran seorang shravaka” tidaklah identik dengan “shravaka” itu sendiri.
Apa yang dimaksud dengan “pemikiran shravaka” adalah perasaan bahwa semuanya sudah selesai. Padahal belum. Ibaratnya Anda merasa sudah mengerjakan semua soal, tetapi ternyata di balik kertas ujian Anda masih ada soal-soal lain yang belum dikerjakan. Nah, kurang lebih analoginya begitu. Tentunya kalau dipahami seperti itu, tidak ada pertentangan dengan Sutra Saddharmapundarikan yang menyatakan bahwa itu adalah penghentian sementara.
Sampai di sini kontradiksinya sudah terpecahkan.
Iya mas. Biarpun sibuk tapi tetap rindu sama mas Tan, sampai teringat terus
Demokrasi? Emangnya ini DPR apa forum?
Dalam mengadu argumentasi harus disertai sumber referensi yang baik bukan dengan dijawab lidah yang tak bertulang.
Bila dikatakan pemikiran seorang Shravaka tidak identik dengan Shravaka itu sendiri apakah pemikiran seorang Sammasambuddha identik dengan Sammasambuddha itu sendiri?
kutip lagi biar jelas:
perhatikan pernyataan Large Sutra on Perfect Wisdom berikut:
hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because
it is not the path to enlightenment.Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.
Menurut Saddharma Pundarika Sutra dikatakan bahwa Arahat adalah merupakan penghentian sementara, dalam perumpamaan kota peristirahatan sementara bagi kafilah. (berarti sudah menapaki jalan tetapi belum sampai)
Kalau bukan Shravaka thought dan Pratyeka Buddha thought, apakah Samyaksambuddha thought? Bukankah ini sesuai dengan pernyataan saya bahwa ini penghinaan bagi mereka yang mengambil jalan Shravaka atau Pratyeka Buddha?
Kontradiksi mana yang sudah terpecahkan?
Tambahan lagi hal 173: ada pernyataan begini:
He should not take refuge in Buddha, Dharma and Samgha.
juga ada pernyataan: He should not take refuge in morality
TL:
kutip lagi aaahhhh....
hal 172: A Bodisattva should avoid disciple thought and Pratyekabuddha thought because it is not the path to enlightenment.
Bodhisattva harus menghindarkan pemikiran sravaka (Sotapana hingga Arahat) dan Pratyekabuddha, karena bukan jalan ke arah pencerahan.
Hayo yang suka menjelek-jelekan aliran lain siapa?
hal 244: Because those whose thought has been set free on the level of Disciples and Pratyekabuddhas do not understand any Dharma.Karena mereka yang pikirannya telah terbebaskan pada tingkat Saravaka dan Pratyekabuddha tidak mengerti Dharma sama sekali.
Hayo yang suka merendah-rendahkan aliran lain siapa?
hal 334: Some persons belonging to The Great Vehicle will spurn this deep Perfection of Wisdom which is the root of all the Buddha Dharmas, and decide instead to study sutra associated with the vehicles of Disciple and Pratyekabuddhas, sutras which are like branches, leaves and foliage. This also willl be Mara's deed to them.
Beberapa orang yang termasuk dalam aliran Mahayana menolak Prajna Paramita yang dalam ini, yang merupakan akar semua Buddha dharma, dan memutuskan untuk belajar Sutra yang berkenaan dengan Sravakayana dan Pratyekabuddha, sutra yang bagaikan cabang, rating dan tunas. Ini juga merupakan (hasil) pekerjaan Mara pada mereka.
Baca lagi dengan seksama dan renungkan baik-baik. Jangan asal cuap...
TAN:
Andalah yang seharusnya jangan asal cuap-cuap. Pada kenyataannya ada ga aliran Shravaka dan Pratyekabuddha? Apakah aliran Theravada itu identik dengan aliran Shravaka dan Pratyekabuddha? Saya kira tidak demikian, karena dalam Theravada juga ada ajaran tentang Bodhisatta (Jataka) dll. Selain itu, dalam Theravada juga diajarkan Dasa Parami, yang mirip dengan Sad Paramita Mahayana. Oleh karena itu, adalah gegabah menyatakan bahwa Shravaka dan Pratyekabuddha itu identik dengan satu aliran tertentu.
Kalau Anda merasa bahwa ungkapan di atas mendiskreditkan aliran tertentu, maka itu adalah pendapat pribadi Anda sendiri.
Anda harus membuktikan bahwa dalam sejarah memang ada aliran Shravaka dan Pratyekabuddha (dalam artian hanya mengajarkan untuk menjadi shravaka dan pratyekabuddha).
Masih nggak ngerti ya? Saya tidak mempermasalahkan aliran, Pernyataan itu menghina mereka yang mengambil jalan Shravaka dan Pratyeka Buddha, mendiskreditkan jalan yang ditempuh oleh mereka.
TL:
Biasa debat di warung kopi tanpa referensi dan "asal nyamber" ya mas? Kalau kitab suci sudah membantah: thats it. Itulah pandangan aliran agama tersebut.
TAN:
Inikah cara mengelak dari menjawab pertanyaan ya? Anda biasa gaya debat tukang ojek ya yang asal lari begitu saja. (omong2 ke Senayan ongkosnya berapa Mas TL? huehuehue).
Sudah kembali ke topik. Pertanyaannya kembali lagi. Kalau Anda menolak bahwa sesudah nirvana “tidak ada apa-apa lagi,” maka tentunya sesudah nirvana ada “apa-apa lagi” bukan? Hayo kali ini jangan mungkir.
Ngeyel ya? sudah dibilang ajaran non Mahayanis tak berspekulasi mengenai Parinirvana. Emangnya Para Buddha dan Arahat sudah Parinirvana waktu membabarkan Dharma? Saya tidak tahu dan tidak ingin menjadi
sok tahu dengan berspekulasi mengenai Parinirvana. Ngeyel terus
mau memaksakan pendapat ya?
TL:
Dimana dikatakan begitu? jangan asal nyebut !!!
TAN :
Mari kita kilas balik.
Bukankah Anda (TL) yang mulai dulu dengan mengatakan:
“Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinibbana itu begini, begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?
Kemudian saya tanggapi:
Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinirvana itu TIDAK BISA begini, TIDAK BISA begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?
Ternyata Anda menanggapi lagi dengan: “Dimana dikatakan begitu? jangan asal nyebut !!!”
Terpaksa saya tanggapi lagi dengan pernyataan yang sama: “Dimana dikatakan begitu? Jangan asal nyebut !!!”
Awal dari pernyataan saya adalah karena mas Tan pernah menulis bahwa Buddha setelah Parinirvana terus memancarkan maitri karuna dsbnya? Lupa ya?
TL:
Perlu saya ulangi lagi: bila mengatakan kepada orang lain bahwa kita sudah sampai di kota tujuan, padahal kita belum sampai apakah berbohong atau tidak?
TAN:
OOT. Tidak akan saya jawab.
Buddha dalam Saddharma Pundarika yang mengatakan hal ini, apakah OOT?
Saya ulangi pertanyaannya: Apakah seorang Buddha mengatakan kepada orang lain bahwa kita sudah sampai di kota tujuan, padahal kita belum sampai apakah berbohong atau tidak?
TL:
Inikah kutipan yang dianggap lebih berbobot? Terangkan karangan siapa dan apa credential si pengarang.
TAN:
Hari ini saya akan jawab tantangan Anda. Silakan baca buku GEM IN THE LOTUS: THE SEEDING OF INDIAN CIVILIZATION, karya Abraham Eraly, halaman 192:
“The worship of Tirthankaras was especially incongruous, for they, having attained nirvana, had nothing more to do with the affairs of the world, and could not in any way help the worshipper.”
Nah cukup jelas terjemahannya, ya. Bandingan dengan ajaran non Mahayanis yang menyatakan bahwa setelah Buddha parinibanna tidak mungkin memancarkan maitri karuna lagi. Saya melihat kemiripan yang sangat nyata.
Sebelum saya tanggapi, peraturan tantangannya harus dibuat jelas lebih dulu mas, jika saya bisa membuktikan mengenai Nirvana identik dengan Samsara, apakah mas Tan bersedia mengakui bahwa itu memang dijiplak dari Hindu?
TL:
Saya jelas tidak pernah mengatakan Sang Buddha akan begini atau begitu setelah Parinibbana, Bagaimana dengan anda mas Tan ?
TAN:
Bohong! Kalau begitu Anda setuju bahwa setelah parinirvana Buddha tidak dapat lagi memancarkan maitri karuna. Itu artinya Anda sudah mengatakan bahwa Buddha akan “begini” atau “begitu” setelah parinirvana. Kalau Anda benar-benar tidak mengatakan apa-apa, maka seharusnya Anda diam saja. Nah baru begitu benar bahwa Anda tidak mengatakan hal semacam itu.
Kapan saya pernah berbohong? Jangan menuduh sembarangan coba buktikan, AFAIK tidak pernah saya mengatakan dapat atau tidak dapat, karena merupakan spekulasi. Saya mempertanyakan konsep Buddha memancarkan maitri karuna (yang merupakan suatu kegiatan), atau melakukan kegiatan apapun setelah mencapai Parinirvana. Apakah setelah Parinirvana bisa menghitung duit atau kegiatan lainnya?
TL:
Topik mana yang belum selesai? Yang belum menyelesaikan topik-topik itu saya atau mas Tan? pertanyaan sederhana seperti : APAKAH KESADARAN ITU ANITYA ATAU NITYA TIDAK PERNAH BISA DIJAWAB SAMPAI SEKARANG
TAN:
Kalau begitu anitya itu kekal atau tidak kekal? Pertanyaan ini juga TIDAK PERNAH BISA DIJAWAB SAMPAI SEKARANG
Lupa ya sudah saya jawab berkali kali ya? Kenapa mas belum nyampe ya? ok deh untuk penyegaran ingatan kembali saya kutip kembali jawaban saya:
Kasihan mas Tan tinggal satu-satunya cara menjawab karena tidak tahu jawabannya
Anitya bersifat nitya atau Anitya?
Tolong diresapi dan dimengerti jawaban saya berikut ini:
Ada sanskhata Dharma dan asanskhata Dharma (Dharma yang berkondisi dan Dharma yang tidak berkondisi), suatu hal yang berkondisi atau suatu hal yang muncul maka akan lenyap kembali. Inilah yang disebut anitya.
Berbagai hal bisa muncul di alam sengsara disebabkan oleh hukum sebab dan akibat dan akan lenyap kembali (bersifat anitya) selama akarnya tidak dilenyapkan maka kondisi-kondisi akan muncul kembali. Sesuai dengan hukum pratitya sramupatda. (dari Avidya timbullah sankshara, dari sankshara timbullah vinyana, dari vinyana timbullah nama-rupa, dari nama-rupa timbullah salayatana, dstnya)
Akar dari sebab musabab tersebut adalah avidya bila avidya lenyap mungkinkah timbul vinyana/alaya vinyana? Bila tak ada vinyana mungkinkah terjadi pemancaran metta? Bila mungkin dengan apa pemancaran maitri karuna dilakukan bila vinyana tidak timbul?
Pratitya sramupatda yang merupakan lingkaran tumimbal lahir mahluk hidup, saling bergantungan yaitu: bila ini muncul maka muncullah itu. Bila ini lenyap maka lenyaplah itu. Selama ada pemunculan maka akan timbul kondisi-kondisi, bila kondisi-kondisi itu lenyap maka pemunculan juga akan lenyap. Dengan lenyapnya pemunculan maka muncul dan lenyapnya segala sesuatu juga ikut berhenti. Dengan kata lain bila tak ada pemunculan (kelahiran) maka penghentian (kematian) juga tak akan terjadi. jadi bila tak ada pemunculan maka tak ada anitya. Karena anitya adalah konsekuensi logis yang merupakan penghentian dari suatu pemunculan atau dengan kata lain suatu yang muncul akan lenyap kembali.
PERTANYAAN ANEH DARI MAS TAN: APAKAH PENGHENTIAN ITU AKAN BERHENTI JUGA ATAU TIDAK BERHENTI? Ini adalah pertanyaan gaya mas Tan yang tentu saja tidak valid.
Demikian juga dengan nirvana,
Nirvana adalah termasuk asanskhata Dharma, sedangkan sanskhata Dharma masih masuk dalam alam samsara jika kondisi-kondisi Dharma (sanskhata Dharma) berhenti, maka asanskhata Dharma yang akan menggantikan.
Karena pada Nirvana bersifat asanskhata maka Nirvana tak berkondisi, dan karena tak berkondisi maka tak ada muncul dan lenyap kembali dengan kata lain pada Nirvana tak ada anitya.
Mungkin mas Tan masih akan bertanya lagi apakah anitya itu nitya atau anitya? Jawabnya Nirvana telah terlepas dari dualisme anitya maupun nitya karena Nirvana tak berkondisi.
Theravada tak akan menjawab Nirvana anitya karena akan muncul pandangan nihilisme, dan juga tidak nitya, karena pandangan nitya akan memunculkan eternalisme.
NIRVANA TAK BERKONDISI JADI BUKAN ANITYA MAUPUN NITYA...
Sesuai dengan kitab Udana: Ajhatam, abhutam dan asankhatam, tidak dikatakan Nirvana bersifat nitya maupun anitya. Jadi Nirvana adalah berhentinya anitya itu sendiri. Paham mas? Sudah saya jawab kan?
Mana jawabanmu? kesadaran bersifat anitya atau nitya?
TL:
Bagaimana dengan tantangan ini mas Tan?
TAN:
Tantangannya sudah saya jawab di atas. Ternyata benar bukan bahwa non Mahayanis merupakan pengikut Nirgrantha Nattaputra?
Jawab dulu mas berani atau tidak mengakui bahwa konsep Nirvana dan samsara identik itu berasal dari Hindu? Saya akan mengakui itu berasal dari Nigantha Nataputta jika mas Tan berhasil membuktikan bahwa memang benar demikian.
TL:
warna biru:
Ngaco ya? belajar dimana dikatakan aku yang padam? dimana ada dikatakan panca skandha yang membentuk aku? di sutta mana? Anatta (tanpa aku/tanpa roh /tanpa jiwa) kalau tidak tahu jangan asal cuap mas
TAN:
Benar nih tidak ada “aku”? Lalu pertanyaannya siapakah "TL" yang dengan rajin mengkritik ajaran Mahayana ini? Berarti bagi TL tidak ada “aku” ya? Lalu siapa yang dengan “garang” eh “kritis” mengkritiki aliran Mahayana? Ada cerita banyolan berikut ini antara seorang ahli filsafat dan temannya.
Ahli filsafat (AF): Aku bisa membuktikan aku sedang tidak berada di manapun juga.
Teman (T): Ah masa. Coba buktikan!
AF: Baik. Apakah aku sekarang berada di Mesir?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di Jepang?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di Rusia?
T: Tidak
AF: Apakah aku sekarang berada di ........?
T: Tidak.
(dst)
AF: Nah, bila aku tidak berada di Mesir, Jepang, Rusia,... maka tentunya aku tidak berada di manapun juga. Karena tidak berada di manapun juga, maka aku juga tidak berada di sini.
T: (bingung)
Lalu temannya memukul si ahli filsafat. “Plak!”
AF: Lho kenapa kamu memukulku?
T: Lho siapa yang memukulmu? Bukankan kamu sedang tidak berada di sini. Lalu apakah yang kupukul?
Hahahaha. Semoga Anda tidak menjadi seperti ahli filsafat itu.
Kalau memang benar bukan pancaskandha yang membentuk aku, jawab dengan jelas siapakah TL yang paling “garang” eh “kritis” dalam mengkritiki Mahayana? Terbentuk dari apakah TL yang mengetik posting di dhammacitta ini?
Dimanakah TL? di perasaankah? di jasmani kah? di bentuk-bentuk pikirankah? coba tolong jelaskan
dimanakah TL? TL:
Pintar sekali memutar balikkan fakta. Sang Buddha justru menunjukkan dengan kemampuan batin beliau agar pemuda Ambattha bisa melihat bahaya yang mengancam dirinya, sehingga ia bisa terhindar dari bahaya tersebut.
Malah dibilang mengancam busyeeetttt.
sebagai tambahan memang demikianlah Dhammatanya (hukum Dhammanya). Pangeran Siddharta waktu masih di kandungan dijaga empat dewa pelindung dengan pedang terhunus, Bodhisattva Siddhattha ketika lahir mencegah ketika beliau hendak dibuat agar bernamaskara kepada pertapa Asita, karena mencegah agar pertapa Asita kepalanya tidak pecah menjadi tujuh. (baca RAPB)
TAN:
Hukum Dhammata itu siapa yang menciptakan dan mengapa harus begitu. Anda bilang bahwa itu sudah menjadi hukum Dhammatanya. Tertulis di sutta apakah? Sekarang giliran saya minta referensi Suttanya huehuehue.
Pertanyaan lagi, ketika yakkha Vajirapani menghantamkan gadanya, sehingga kepala Ambattha pecah menjadi tujuh apakah yakkha Vajirapani juga terkena kamma buruk?
Sebenarnya secara logika Buddha tidak perlu menunjukkan dengan kemampuan batinnya agar pemuda Ambattha terlepas dari bahaya tersebut.
Aturan mainnya adalah bila ditanya sampai kali ketiga oleh Sammasambuddha, seseorang tidak menjawab, maka kepalanya akan pecah menjadi tujuh. Nah, kalau Anda beralasan hanya demi pemuda Ambattha terhindar dari bahaya, Buddha juga bisa MENGHENTIKAN PERTANYAANNYA SAMPAI KALI KEDUA SAJA. Habis perkara. Tidak perlu ada pertanyaan yang ketiga.
Lalu Pangeran Siddharta waktu masih di dalam kandungan dijaga oleh empat dewa pelindung dengan pedang terhunus. Apakah gunanya dewa pelindung itu? Apakah seorang bodhisatta yang kelak menjadi Sammasambuddha masih dapat mengalami bahaya, misalnya ibunya dicelakai orang. Nah bila tidak, apakah gunanya empat dewa pelindung itu?
Katanya, agama Buddha non kekerasan. Tetapi mengapa masih ada yakkha pembawa gada dan dewa pelindung dengan pedang terhunus? Hahahaha...jawabnya dhammatta, dhammatta, dan dhammatta, ya? huehuehuehue.
Jadi suatu hukum harus ada yang menciptakan ya mas? jadi suatu hukum
ada penciptanya ya mas?
Pengen tahu di sutta mana mengenai menjaga bayi Siddharta ya mas tan? nih linknya tangkeeepp.
http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/2Majjhima-Nikaya/Majjhima3/123-acchariyabbhutta-e.html TL:
Ada perbedaan sikap pada suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang guru.
Pada Zen tindakan itu dibenarkan dan pada Non Mahayana tindakan itu tidak dibenarkan.
TAN:
Tetapi yakkha yang membawa gada nan dashyat penghantam atau peremuk kepala itu kok dibenarkan ya?
Amiduofo,
Tan
Siapa yang membenarkan ya? tauk aahhh gelappp
Metta,