Yang dimaksud dengan dua bhiksu tersebut adalah Kashyapa-matanga (蓮葉摩騰) dan Gobharana. Beliau berdua tampaknya adalah bhiksu aliran Sarvastivada sub aliran Sthaviravada (Elders), bukan Theravada seperti yang kita kenal sekarang ini (yang notabene adalah sekte Mahaviharavasin sub aliran Sthaviravada).
Ini dikarenakan Kashyapa-matanga dan Gobharana adalah bhiksu
Yuezhi yang menunjuk pada India Utara tempat berkembangnya (Sthaviravada) Sarvastivada,
bukan Theravada (Sthaviravada) Mahaviharavasin. Teks yang mereka terjemahkan juga adalah Sansekerta, ini menunjuk pada Sarvastivada, bukan Mahaviharavasin yang adanya cuman di India Selatan atau Srilanka.
Aliran Sarvastivada - Hinayana ini kemudian menjadi kurang populer di Tiongkok dan akhirnya yang berkembang adalah ajaran Mahayana.
Berikut ringkasan kisahnya dari
Gaoseng Zhuan dan lain-lain:
Pada hari pertama bulan ke-5, tahun ke-14 periode Yungping, para Taois dari 5 Gunung di Tiongkok datang untuk menghentikan penyebaran agama Buddha. Mereka ingin menyulut api pada teks-teks kedua agama. Namun tidak disangka, semua teks Taois terbakar dan sutra-sutra Buddhis tidak terbakar. Muncul cahaya lima warna dari sharira (relik) Sang Budha. Cahaya tersebut tampak membentuk seperti payung di udara, membayangi semua orang yang berkumpul untuk menyaksikan peristiwa tersebut. Ketika orang-orang melihat kanopi cahaya itu, mereka semua langsung percaya pada agama Buddha.
Buddha Dharma tiba di Tiongkok pada zaman Dinasti Han, ketika bhiksu Kashyapa-matanga dan Gobharana membawa Sutra 42 Bagian (佛說四十二章經) dari India ke Tiongkok dengan menunggangi seekor kuda putih.
Sutra 42 bagian mencakup kisah masuknya agama Buddha secara resmi di Tiongkok. Pada tahun ke-5 masa pemerintahannya, Kaisar Han Mingdi bermimpi melihat seorang dewa bertubuh emas memasuki istananya dan mengeluarkan seberkas cahaya matahari dari lehernya. Keesokan harinya, ia meminta menterinya untuk mengenali wujud tersebut. Salah satu dari mereka yang bernama Fu Yi berkata bahwa ia pernah mendengar seorang suci di India yang bernama Sang Buddha, yang telah mencapai keselamatan, dapat terbang dan tubuh-Nya berwarna emas. Terinspirasi oleh kata-kata ini, sang raja mengirim utusan untuk mencari agama Buddha.
Utusan tersebut akhirnya kembali dengan membawa sutra-sutra Buddhis dan gambar Buddha yang dibuat atas perintah Raja Udayana, beserta bhiksu Kashyapamatanga dan Gobharana.
Kemudian sang raja menanyai bhiksu Kashyapamatanga: "Ketika Raja Dharma (Buddha) dilahirkan, kenapa beliau tidak mewujudkan dirinya di negara [Tiongkok] ini?" Kashyapamatanga menjawab, "Negara Kapilavastu adalah pusat dari Mahalokadhatu. Semua Buddha dari ketiga zaman, terlahir di sana dan terlebih lagi, para deva, naga dan gui-shen berkeinginan melebihi segalanya untuk terlahir di negara tersebut, mempraktekkan Dharma Sang Buddha, dengan tujuan agar mereka dapat mencapai pencerahan sempurna dengan kekuatan transformasi Dharma, karena ketika terlahir di tempat lain, tidak ada transformasi semacam ini, dan maka dari itu para Buddha tidak pernah muncul di tempat lain. Meskipun demikian, cahaya dari ajaran-Nya mencapai tempat-tempat yang lain, sehingga selama periode 500 tahun dari 1000 tahun, mereka yang tidak berkesempatan bersua dengan Sang Buddha yang dapat mengajar mereka Dharma, dapat mendapatkan pembebasan." Sang Kaisar yang telah terbangkitkan keyakinannya kemudian mendirikan Vihara pertama di Tiongkok yaitu Vihara Baima Si di Luoyang.
Pada zaman tersebut, agama Tao (Huang-Lao Dao) juga berkembang. Ketika agama Buddha masuk ke Tiongkok, para Taois menjadi iri. Mereka mengadakan pertemuan dengan kaisar dan berkata pada sang kaisar, “Agama Buddha adalah keyakinan yang salah. Agama Buddha adalah agama kaum barbar, bukan agama orang Tionghoa. Maka, baginda seharusnya tidak mengizinkannya untuk menyebar ke daratan Tiongkok. Baginda harus membasmi agama Buddha!” , himbau mereka. “Jika baginda tidak membasminya, maka baginda paling tidak harus mengadakan pertandingan.”
Apakah peraturan pertandingan tersebut? Para Taois meminta kaisar untuk memerintahkan menaruh sutra-sutra Buddhis bersama dengan teks-teks Taois di sebuah timbunan dan menyulut api pada sutra serta teks-teks tersebut. Kitab-kitab agama yang terbakar menunjukkan bahwa agama tersebut adalah agama yang salah. Kitab agama yang selamat dari api (dan tidak terbakar) akan diakui sebagai agama yang benar.
Pemimpin para Taois yang bernama Chu Shanxin dan 500 master Taois lainnya menaruh teks-teks Taois bersama dengan sutra-sutra Buddhis, kemudian berdoa pada Laozi, “O Taishang Laojun! Mohon anugrahkanlah pada kami mukjizat untuk menjamin agar kitab-kitab Taois tidak terbakar dan sutra-sutra Buddhis akan terbakar!”
Banyak dari master Taois yang datang memiliki kekuatan spiritual yang hebat. Beberapa dapat terbang berkelana di awan-awan dan mengendarai kabut. Yang lainnya dapat pergi ke surga-surga maupun bersembunyi dalam bumi. Beberapa dapat menghilang di udara. Seseorang dapat melihatnya di depannya, namun tiba-tiba ia akan menghilang. Adapun para Taois yang memiliki kekuatan untuk melakukan hampir apapun. Beberapa dari mereka dapat melarikan diri dengan cepat dengan cara menghilang. Mereka menggunakan jimat dan mantra-mantra Taois untuk mendapatkan berbagai kekuatan spiritual.
Ketika api dinyalakan, ternyata tidak ada satupun sutra-sutra Buddhis yang terbakar, bahkan sutra-sutra tersebut mengeluarkan cahaya! Relik (sharira) dari Buddha juga mengeluarkan cahaya lima warna yang bersinar sampai ke angkasa, terang bagaikan matahari yang menyinari seluruh dunia.
Segera setelah api disulut pada teks-teks Taois, teks-teks tersebut malah terbakar menjadi abu dan lenyap. Mereka yang dapat terbang di antara awan-awan tidak dapat melakukannya lagi, mereka telah kehilangan kekuatan spiritual mereka. Mereka yang sebelumnya dapat berkelana di surga-surga, juga tidak dapat melakukannya lagi. Mereka yang dapat bersembunyi di tanah, tidak dapat lagi bersembunyi. Mereka yang sebelumnya dapat menghilang, tidak dapat lagi menghilang. Mantra-mantra yang mereka laaflkan tidak lagi bekerja. Tidak ada respon apapun. Teks-teks Taois terbakar habis dan master Taois Chu Shanxin dan Fei Zhengqing kemudian meninggal di tempat tersebut karena amarah mereka yang melebihi batas. Melihat kematian kedua pemimpin mereka, maka dua sampai tiga ratus Taois mencukur kepala mereka dan menjadi bhiksu Buddhis langsung di tempat tersebut. Maka, kontes Dharma antara agama Tao dan Buddha yang pertama kali, dimenangkan oleh pihak Buddhis.
Setelah peristiwa pembakaran kitab-kitab tersebut, Kashyapa matanga dan Gobharana terbang ke angkasa dan menunjukkan 18 transformasi seorang Arahat. Air muncul dari bagian atas tubuh mereka dan api muncul dari bagian bawah tubuh mereka, kemudian berlanjut sebaliknya. Mereka berjalan, berbaring dan tidur di angkasa. Mereka memanifestasikan berbagai abhijna di sana. Kaisar dan semua orang langsung menyakini agama Buddha.
Dikatakan bahwa,
“Semua orang dari Putra Surga sampai para pangeran dan mereka yang dihormati menjadi pengikut-Nya, mereka semuanya tertarik oleh ajaran yang mengajarkan bahwa 'kesadaran' seseorang tidak lenyap setelah meninggal.” (Fayuan Zhulin) The Siddha Wanderer