Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia
Pengembangan Buddhisme => Penerjemahan dan penulisan Teks Buddhisme => Topic started by: Gwi Cool on 29 October 2017, 11:28:17 AM
-
Maaf permisi, mau nanya: bagaiamana cara kirim karya ke Dhammacitta?
plus, bisa bantu saya gak ya, atau ada yang bisa bantu saya mencari tulisan Pali dari syair ini:
“Yang ada hanyalah penderitaan,
Tidak ada yang menderita,
Ada perbuatan-perbuatan,
Tetapi tidak ada pelaku perbuatan-perbuatan,
Ada kebahagiaan, tetapi tidak ada orang yang memasukinya,
Ada jalannya, tetapi tidak ada pengembara yang terlihat di sana.” [Visuddhimagga].
Saya sudah selesai menganalisis "penderitaan". Buku saya berjudul "Jalur NIbbana", akan saya selesaikan bulan November.
Saya ingin menganalisis syair di atas juga, terimakasih. Mohon bantuannya.
-
Dukkham eva hi, na koci dukkhito,
karako na, kiriya va vijjati,
atthi nibbuti, na nibbuto puma,
maggam atthi, gamako na vijjati.
-
Dukkham eva hi, na koci dukkhito,
karako na, kiriya va vijjati,
atthi nibbuti, na nibbuto puma,
maggam atthi, gamako na vijjati.
oke makasih ya.
-
makasih ya. Argumen saya semakin kuat akan kata "dukkha". Wuahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.
-
Kata dukkha bisa di artikan penderitaan dan juga bisa diartikan ketidak puasan
Jadi jangan melihat dari satu sudut penderitaan nya saja.
-
Hari ini atau mungkin besok, karya saya yang berjudul: "Jalur Nibbana" akan saya kirim ke Dhammacitta.
Dukkha artinya bukan penderitaan. Selama ini kita telah keliru sama si dukkha.
tanhha juga artinya bukan keinginan ataupun ketagihan. Akan tetapi, "kecanduan". Ini juga dibahas perbedaan keinginan, ketagihan, dan kecanduan.
Jadi, tunggu saja ya, Tuan.
-
gak akan diterbitin kayaknya, tuan
Hari ini atau mungkin besok, karya saya yang berjudul: "Jalur Nibbana" akan saya kirim ke Dhammacitta.
Dukkha artinya bukan penderitaan. Selama ini kita telah keliru sama si dukkha.
tanhha juga artinya bukan keinginan ataupun ketagihan. Akan tetapi, "kecanduan". Ini juga dibahas perbedaan keinginan, ketagihan, dan kecanduan.
Jadi, tunggu saja ya, Tuan.
-
Hari ini atau mungkin besok, karya saya yang berjudul: "Jalur Nibbana" akan saya kirim ke Dhammacitta.
Dukkha artinya bukan penderitaan. Selama ini kita telah keliru sama si dukkha.
tanhha juga artinya bukan keinginan ataupun ketagihan. Akan tetapi, "kecanduan". Ini juga dibahas perbedaan keinginan, ketagihan, dan kecanduan.
Jadi, tunggu saja ya, Tuan.
Coba dikasih tahu dulu intisari isi buku anda di sini...
-
gak akan diterbitin kayaknya, tuan
iya, kayaknya DC hanya menerima karya dari orang bernama, tetapi siapa yang peduli? Yang penting isinya dibaca bhikkhu terpelajar, ini yang terpenting (intinya).
-
Coba dikasih tahu dulu intisari isi buku anda di sini...
Saya berencana mempublikasinya di web saya, secara lengkap, tetapi saya sedang menambah topik (tambahan) boroknya kehidupan duniawi.
Mungkin akhir bulan ini, atau awal bulan Des.
-
iya, kayaknya DC hanya menerima karya dari orang bernama, tetapi siapa yang peduli? Yang penting isinya dibaca bhikkhu terpelajar, ini yang terpenting (intinya).
Maksudnya dalam buku ini menceritakan bahwa anda telah merealisasikan Nibbana? dan jalan yg telah di tempuh?.
-
Maksudnya dalam buku ini menceritakan bahwa anda telah merealisasikan Nibbana? dan jalan yg telah di tempuh?.
Jalur. Kira-kira gambaran Nibbana gitu.
-
Jalur. Kira-kira gambaran Nibbana gitu.
jadi menurut Anda, gambar Nibbana kayak gimana ya?...
-
iya, kayaknya DC hanya menerima karya dari orang bernama, tetapi siapa yang peduli? Yang penting isinya dibaca bhikkhu terpelajar, ini yang terpenting (intinya).
seorang penulis harus bisa mempertanggungjawabkan tulisannya, akan sulit meminta pertanggungjawaban dari orang tak bernama
-
iya, kayaknya DC hanya menerima karya dari orang bernama, tetapi siapa yang peduli? Yang penting isinya dibaca bhikkhu terpelajar, ini yang terpenting (intinya).
Dibaca jg harus tau itu bener kaga, kalau menyesatkan atau membuat tambah pusing bagi yang baca nanti mending ga usah di post.
-
seorang penulis harus bisa mempertanggungjawabkan tulisannya, akan sulit meminta pertanggungjawaban dari orang tak bernama
Tentu saja saya tahu "penerbit dan penulis", penulis ibaratnya orang yang mau melamar kerja kepada si penerbit. Segitu saja.
-
Dibaca jg harus tau itu bener kaga, kalau menyesatkan atau membuat tambah pusing bagi yang baca nanti mending ga usah di post.
Siapa yang tidak setuju.
-
Siapa yang tidak setuju.
Apa isi nya boleh di debat?
-
Apa isi nya boleh di debat?
Tidak adakah di sini yang dapat membedakan debat dan diskusi? Mungkin ada yang bisa menjelaskan perbedaannya.
-
Tidak adakah di sini yang dapat membedakan debat dan diskusi? Mungkin ada yang bisa menjelaskan perbedaannya.
Kamu bisa bedakan gak?
-
Kamu bisa bedakan gak?
Jika diminta jelaskan, saya jelaskan, Jika tidak, ya tidak.
-
Jika diminta jelaskan, saya jelaskan, Jika tidak, ya tidak.
Kalau kamu mengerti dan merasa orang lain ga ngerti, seharusnya bisa dengan sendirinya menjelaskan tanpa diminta, bukan?
-
Kalau kamu mengerti dan merasa orang lain ga ngerti, seharusnya bisa dengan sendirinya menjelaskan tanpa diminta, bukan?
walaupun orang lain mengerti; walaupun orang lain tidak mengerti, saya hanya menjelaskan jika diminta.
-
walaupun orang lain mengerti; walaupun orang lain tidak mengerti, saya hanya menjelaskan jika diminta.
Kalau gitu bukunya boleh didebat ga?
-
bgaimana penjualan bukunya...apakh laku keras ? adakah rencana terbitan selanjutnya?...apa komentar penerbit ?
-
bgaimana penjualan bukunya...apakh laku keras ? adakah rencana terbitan selanjutnya?...apa komentar penerbit ?
Maaf judulnya bukan saya yang buat
-
Setelah Atisha berada di Ngari selama tiga tahun, ia berangkat bersama penerjemah Nagtso untuk kembali ke India. Namun, perang yang berkecamuk di perbatasan Nepal menghalangi perjalanan mereka. Nagtso menjadi teramat sangat cemas karena kini tampaknya mustahil baginya untuk menepati janjinya pada Kepala Wihara Vikramashila. Atisha segera menenangkan ketakutannya dengan berkata, “Tak ada gunanya mengkhawatirkan keadaan yang berada di luar kendali kita.”
Merasa sungguh lega, Nagtso menulis sepucuk surat untuk Kepala Biara, menjelaskan bagaimana niat baik mereka terpaksa pupus. Sebagai ganti ketakhadirannya, Atisha mengirimkan sebuah salinan Pelita bagi Jalan menuju Pencerahan. Ia juga meminta izin untuk tetap tinggal di Tibet sampai akhir hayatnya. Mereka kemudian kembali ke Ngari.
Di masa sekarang, penerbitan sebuah buku cenderung menjadi kesepakatan niaga sederhana saja. Akan tetapi, pada masa Atisha, sebelum sebuah naskah dapat dicetak, naskah tersebut harus melewati sebuah ujian ketat dari sebuah panitia yang terdiri dari para sarjana, dan sidang ujian ini dipimpin oleh raja yang memimpin di daerah itu. Jika terdapat kekurangan apa pun dalam karya tersebut, karya itu akan diikatkan pada ekor anjing dan diseret dalam debu. Sementara penulisnya, alih-alih memetik pujian dan ketenaran, akan menderita karena kehilangan nama baiknya dengan memalukan.
Naskah Atisha juga harus melewati pengamatan yang sama, dan panitia penguji dengan suara bulat menyetujui nilainya yang luar biasa. Raja yang memimpin sidang bahkan tergerak untuk menyebut bahwa karya tersebut tidak hanya akan membawa guna bagi orang-orang Tibet yang abai, tapi juga bagi orang-orang India yang bercita-tajam. Saat Kepala Wihara Vikramashila membaca naskah itu, ia menulis surat untuk Nagtso, si penerjemah, “Saya sudah tidak berkeberatan jika Atisha menetap di Tibet. Yang ia tulis telah membawa manfaat bagi kita semua. Saya hanya meminta supaya ia sekarang menulis dan mengirimkan pada kami tafsirnya sendiri tentang naskah itu.” Inilah sebab ditulisnya tafsir Atisha sendiri tentang pokok-pokok sukar dalam naskah penting ini.
https://studybuddhism.com/id/buddhisme-tibet/guru-rohani/atisha/kisah-hidup-atisha
Diambil dari kisah hidup Atisha.
Jadi zaman dulu, sebuah karya tulis dharma melewati ujian sidang dulu. Jadi tentu saja boleh didebat.