Mungkin terjemahan Indonesia yang tepat untuk persepsi adalah anggapan. Persepsi timbul setelah ada suatu memori sebelumnya. Setelah ada persepsi baru kemudian menilai. Menilai timbul berdasarkan perbandingan terhadap apa yang kita alami dengan rekam ingatan yang lalu.
Ya pada kasus yang satu sehingga timbul dosa/marah, sedangkan pada kasus yang lain melekat pada persepsi 2,5 dollar US per pound retail sehingga timbul lobha/serakah.
Iya... tapi ini hanya berlaku bila hal itu menyenangkan maka timbul lobha. Tapi kemelekatan batin bukan hanya pada hal-hal yang menyenangkan, tapi juga pada hal-hal yang tak menyenangkan. Bedanya bila hal-hal tersebut dalam persepsi kita menyenangkan maka lobha timbul, tapi bila persepsi tak menyenangkan maka dosa yang timbul.
Contoh: umpamanya seseorang sakit gigi, apakah hal itu menyenangkan...? tentu tidak kan? Tapi apakah bisa kita bisa melepaskan perhatian dari kemelekatan terhadap rasa sakit itu...? Tak bisa kan...? Itulah bentuk kemelekatan terhadap sesuatu yang tidak kita senangi.
Contoh lain lagi bila kita membenci seseorang (dosa), rasa tidak suka yang timbul tentu akan lama sekali hilangnya, bahkan mungkin kita tak ingin bertemu lagi orang itu seumur hidup. Kebalikan halnya bila kita mencintai seseorang (lobha), kita selalu merindukan dan bahkan selalu ingin berada di dekatnya, bukankah demikian?
Tapi semua itu anicca tak kekal.
Oleh karena itu umat Buddha yang bijaksana yang melihat ketidak kekalan segala sesuatu, tidak terlalu membenci dan tidak terlalu serakah, dan siap menerima segala perubahan yang tak terduga.
Contoh lain lagi: Terasi, blue cheese (keju biru) dan sashimi (daging ikan mentah)
Ketika saya masih kecil saya paling tidak suka terasi, bila mencium bau sambal terasi bahkan menyentuhpun tidak mau, ini adalah persepsi tidak enak karena bau yang tak menyenangkan.
Suatu ketika karena lapar tak ada sayur lain tak ada pilihan lain (hanya ada ikan asin dan terasi) saya coba juga makan, eh ternyata enak sejak itu suka terasi, bahkan sangat suka.
Ketika saya pergi ke Sizzler ada pilihan dressing (saus untuk salad) antara thousand island, italian dressing dan blue cheese. Karena pertama kali makan disana tidak tahu rasanya, jadi kesan saya keju tentu enak rasanya, siapa sangka ternyata setelah dimakan baunya seperti keju/mentega tengik. Sejak itu saya tak suka blue cheese. Karena saya telah memiliki persepsi bau mentega tengik tak bagus.
Tapi besan sepupu saya yang memang Amerika keturunan Eropa malah lebih suka blue cheese.
Sejak kecil saya merinding mendengar orang Jepang memakan hasil laut mentah-mentah, suatu ketika diajak paman saya makan sushi di restoran Jepang awalnya memakan tuna roll, lalu belakangan salad dan lain-lain... akhirnya...? Sekarang antipati terhadap sashimi telah luntur.
Jadi semua adalah persepsi yang bisa berobah, tak lebih.
Terima kasih bro, atas penjelasan yang sangat lengkap.
Kalau dibuat urutan kejadian yang sebenarnya pada kasus tahi mungkin seperti ini:
Tahap I : Tahi -- kontak -- mata -- rasa -- persepsi (yang selanjutnya akan jadi objek pikiran)
Dalam kasus ini, tahi adalah yang terlihat dan terjadi kontak sehingga kesadaran mata
menerima gambar tersebut. Saat menerima gambar,timbul cuma 2 rasa :diterima atau tidak
diterima.Contoh tidak diterima,jika kita kena cahaya yang menyilaukan.Otomatis mata kita
menutup.Kalau pada kasus ini, berarti bisa diterima. Kemudian gambar tersebut masuk ke
pikiran menjadi persepsi.Sampai pada tahap ini, tahi itu
masih tetap tahi karena belum terkontaminasi dengan hal lain.Dan selanjutnya persepsi ini akan
menjadi objek bagi inderawi pikiran.
Tahap II :
Persepsi tahi -- kontak -- pikiran -- bentukan pikiran -- rasa -- keinginan -- pencarian -- perolehan --pengambil keputusan --nafsu keinginan -- kemelekatan.
Pada tahap ini, persepsi terjadi kontak dengan pikiran. Pikiran yang saya maksud ini bisa berupa kecenderungan,ingatan,pengetahuan.Setelahh diproses di pikiran akan keluar bentukan pikiran. Bentukan pikiran ini bisa berupa ide,konsep,gambaran dll.Bentukan pikiran ini menimbulkan rasa.Yang pada tahap ini rasa itu ada 3: menyenangkan atau tidak menyenangkan atau netral.
Dan itu berlanjut menjadi keinginan (ingin mencari/menghindari/menerima).Pada keinginan disini belum terjadi kemelekatan.
Dari keinginan menimbulkan pencarian. Pencarian akan menimbulkan perolehan dan selanjutnya pengambil keputusan.
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa menyenangkan akan menjadi nafsu keserakahan dan timbul kemelekatan.
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa tidak menyenangkan akan menjadi nafsu kebencian dan timbul kemelekatan.
Pada 2 hal diatas akan mengakibatkan batin tidak seimbang. Yang dalam sehari-hari terkadang berupa gembira, senang, marah, tertekan dll
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa netral akibat kebodohan(tidak tahu benar atau tidak benar) bisa jatuh ke tindakan yang tidak benar.
Pengambil keputusan yang dilandasi karena rasa netral akibat kebijaksanaan akan mengarah ke yang lebih baik.
Pada 2 hal diatas ini, mengakibatkan keadaan batin seimbang.
-Contoh seimbang karena moha: seseorang bisa membunuh tanpa ada rasa takut/kasihan/kejam. Bisa kita lihat pada pemotong ayam.Dia membunuh bukan karena menyukai atau tidak menyukai.
-Contoh seimbang karena kebijaksanaan : seseorang menghindari pembunuhan ayam bukan karena dia tidak menyukai pembunuhan atau dia menyukai. Tapi dia menghindari karena dia tahu, perbuatan itu tidak benar.
Bukankah seperti ini bro yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari? Sehingga kita disuruh melihat apa adanya? Kita baru bisa melihat apa ada-nya jika kita mengerti proses-nya. Dan semua ini lebih mudah diamati jika konsentrasi bagus. Konsentrasi bagus hanya bisa didapatkan dengan melatih meditasi.Setelah konsentrasi bagus jika kita menggunakan meditasi vipasana maka semua akan terlihat jelas. Itu-kan yang bro maksudkan?