Saudara Karuna Murti yang baik,
1. jhana tidak diperlukan untuk mencapai tingkat kesucian manapun.
Memang benar saya setuju bahwa Jhana tidak diperlukan untuk mencapai tingkat kesucian (terus terang pengalaman saya dalam samatha belum begitu dalam),
bahkan kita tak dapat masuk ke Nibbana bila kita berada dalam Jhana. Yang diperlukan konsentrasinya, itulah sebabnya bagi mereka yang telah bisa memasuki Jhana, mereka harus keluar lagi dari Jhana untuk melatih Vipassana dan mempergunakan konsentrasinya yang masih kuat karena sebelumnya berada dalam Jhana, untuk memperhatikan fenomena yang muncul (melihat proses timbul tenggelamnya nama-rupa).
2. jhana diperlukan untuk mencapai tingkat kesucian Arahat.
Guru-guru Vipassana banyak yang menganjurkan meditator yang telah mencapai tingkat Sakadagami, untuk melatih Jhana, karena untuk mencapai Anagami kekotoran yang harus dilewati sangat halus, oleh karena lebih sulit.
Tetapi mereka tidak mengatakan bahwa mutlak harus memiliki Jhana.
Di dalam Abhidhamma, diterangkan bahwa ada kesadaran kesucian (magga-phalacitta) yang memiliki jhana dan ada yang tidak memiliki Jhana.
kesadaran kesucian yang tidak memiliki Jhana ada 8, sedangkan
kesadaran kesucian yang memiliki Jhana ada 40 (4 Magga, ditambah 4 phala, dikalikan dengan 5 Jhana).
3. jhana diperlukan untuk mencapai tingkat kesucian manapun.
Buku Abhidhamma sudah menjelaskan, bahwa ada Arahat yang tak memiliki Jhana.
Kesadaran Arahat yang tak memiliki Jhana disebut
Arahatta magga (atau
phala) citta.
Sedangkan kesadaran Arahat yang memiliki Jhana misalnya jhana ketiga: disebut
tatiyajhana Arahatta Magga (atau
Phala citta).
(rekan-rekan siswa Abhidhamma jika saya salah mohon dikoreksi)
Setahu saya "dry" insight yang tidak memerlukan pencapaian jhana didukung oleh komentar (dan Sutta dengan penafsiran mendukung pandangan ini. Tetapi jhana diperlukan untuk mencapai tingkat kesucian lebih saya pegang (karena begitu banyak sumber yang menyebutkan atau menyarankan pencapaian jhana).
Saya rasa anda setuju bahwa, kunci untuk melihat apa adanya sesuai dengan samadhi sutta adalah samadhi itu sendiri,
(Samadhi Sutta (SN XXXV.99) — Concentration) sutta ini pernah saya posting sebelumnya :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3803.660 (reply #666) apabila seseorang memiliki kemampuan melihat apa adanya mungkinkah ia bisa mencapai kesucian..? Baik dalam Samatha atau Vipassana untuk mencapai kebebasan kita harus mampu melihat ketiga karakteristik (lakkhana).
Melihat apa adanya yang dimaksud dalam Samadhi sutta tak lain dan tak bukan adalah melihat (anicca, dukkha dan anatta), bukan sekedar melihat perasaan takut, bingung, bahagia dll.
Pada khanika Samadhi yang matang maka rintangan batin telah berhasil diatasi.
Sebenarnya bukan hanya pada khanika samadhi, pada upacara samadhi juga, nivarana telah berhasil diatasi. baca
(Nivarana Sutta (AN IX.64) — Hindrances)pernah saya muat juga
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=3803.660Bila nivarana telah berhasil diatasi maka konsentrasi secara otomatis bertambah kuat.
Untuk mengatasi rintangan batin, Sang Buddha menganjurkan untuk melatih empat landasan perhatian (dalam terjemahan Bhante Thanissaro disebut four frames of referrence). Jadi tidak heran mereka yang melatih empat landasan perhatian (
cattaro satipatthana / vipassana), konsentrasinya bertambah kuat.
Kekuatan konsentrasi yang melihat ketiga karakteristik inilah yang akan membawa pada penembusan.
pendapat ini untuk bahan renungan, inilah benang merah yang menghubungkan antara samatha dan vipassana.
Makanya saya minta masukkan sama yang saya anggap lebih berpengalaman. Karena metode meditasi oleh kedua guru di atas pernah saya ikuti. Grin
Oh ya...? itu baik sekali, kedua metode diajarkan oleh Sang Buddha, bahkan metode Pa-Auk Sayadaw adalah metode yang dilakukan oleh Sang Buddha sendiri, langsung sebelum Beliau mencapai pencerahan.
Saya juga pernah ikut sih...
Walaupun saya mendapat manfaat lebih besar dengan melatih metode Mahasi Sayadaw, tetapi bukan berarti metode Pa Auk Sayadaw kurang baik, tetapi situasi waktu saya berlatih kurang mendukung. (bagi saya ini hanya
"different ball game") Saya akan mencoba lagi akhir tahun...
Tampaknya saya akan lebih menggunakan kacamata kuda terlebih dahulu. Ada sumber yang menyebutkan bahayanya terikat jhana. Ada saran atau naskah yang menyebutkan bagaimana berlatih jhana dengan mewaspadai bahaya terikat jhana?
Apa salahnya memiliki Jhana? mengalami kebahagiaan karena nivarana tidak muncul sementara waktu saya rasa baik, bila anda membaca berbagai sutta di Majjhima Nikaya, tentu anda akan mengetahui bahwa Sang Buddha menganjurkan kita untuk melatih Jhana.
Saudara Karuna, apabila anda dapat masuk Nibbana atau Jhana semau anda, apakah menurut anda itu kemelekatan?
Ingin melepaskan Jhana mudah sekali... (yaitu dengan melampiaskan nafsu tanpa kendali mungkin selama dua minggu maka dijamin Jhana anda akan hilang) tetapi untuk mencapai dan memiliki Jhana itu sulit... apakah anda akan mempertahankan atau tidak jhana yang anda telah peroleh...?
Sebenarnya kalau kita mau bilang melekat,
jika saya pertahankan khanika samadhi yang telah diperoleh tentu juga bisa dianggap melekat. Tetapi masalahnya adalah
jika kita tidak memiliki Khanika samadhi maka kita tak akan dapat menembus Nibbana, selain itu
batin terasa bersih jika kita memiliki khanika samadhi yang saya sebutkan diatas, maka menurut anda mana pilihan terbaik? mempertahankan kemampuan batin tersebut atau melepaskannya...?
lebih baik melekat atau tidak melekat...?
Setahu saya ketika jhana pertama kali dicapai, jangan terlalu lama berada dalam jhana tersebut, dan dilatih bertahap agar tidak terlalu melekat pada jhana. Mohon koreksinya.
Yang saya dengar malah sebaliknya, jika kita mencapai Jhana kita harus mengembangkan penguasaan (vasi), supaya lebih maju, diantaranya kemampuan untuk bertahan lebih lama dalam Jhana.
Mengenai melekat atau tidak melekat, saya kutip kembali jawaban diatas dan seterusnya terserah anda memilih yang mana.
Semoga jawaban ini bermanfaat bagi anda dan semoga kita semua tetap maju dalam Dhamma.
juga...
sukhi hotu
fabian