ketika ingin membeli buku, saya dan ternyata banyak orang lain juga punya kebiasaan untuk melihat siapa penulis buku itu. jika ada buku komputer yg ditulis oleh seorang ahli komputer, dan ada buku komputer yg ditulis oleh seorang insinyur pertanian, maka saya tentu memilih yg pertama.
Jika berkenaan dengan yang ilmiah, saya lebih memilih melihat isi bukunya apakah dalam hal yang saya ketahui sebagai benar, buku itu menulis dengan benar. Jika ya, berarti buku itu cukup terpercaya
tanpa peduli siapa pengarangnya.
Jika berkenaan dengan yang tidak ilmiah, maka saya menilainya semua sama rata. Yang saya pilih tentu yang pola pikirnya sesuai dengan pola pikir saya juga.
saya tidak bisa menangkap suatu moral cerita dari cerita yg tidak benar. sehubungan dengan kisah di atas, apakah benar bahwa orang itu adalah si pembungkus mayat wanita itu 'dulu'? kalau ternyata kenyataannya tidak demikian, moral apa yg didapat dari cerita itu?
Kisah (penutupan & penguburan jasad) di atas, dari segi nilai 'kebenaran' tidak ada bedanya dengan kisah di Jataka, karena tidak bisa kita buktikan. Yang saya maksud adalah kisah tersebut adalah sebuah penyampaian 'pelajaran kamma' dalam format cerita. Tidak semua orang cocok dengan 'pelajaran kamma' dalam struktur seperti: 'berdasarkan waktu berbuah ada 4... berdasarkan berat-ringan...' tapi lebih cocok dengan suatu pengandaian atau lewat cerita.
Saya cerita sedikit. Ada seorang teman kantor yang mirip dengan anak kecil dalam artian negatif*. Suatu ketika ia komplain pada saya karena mentraktir teman lain dua kali di depan mata dia, sementara tidak pernah memberikan 'oleh-oleh' apapun ke dia. Kalau saya ngoceh hubungan sebab-akibat, apalagi sampai hukum kamma, saya tahu dia tidak akan paham. Paham secara bahasa, tapi tidak secara maknanya. Maka saya bilang bahwa traktir yang satu untuk balasan kripik yang diberikan, lalu traktir yang satu lagi balasan kwetiau yang ia (yang saya traktir) berikan untuk saya juga. Otomatis dia sadar bahwa memang hubungan manusia itu sebab dan akibat, dan dia sadar bahwa memang dia sendiri dalam hal kecil tidak pernah 'berdana' pada saya.
Di sini apakah betul saya dulu ditraktir oleh teman lain itu ataukah cuma "cerita bo'ongan", siapapun juga tidak ada yang tahu, kecuali saya dan orang yang traktir (itupun kalau dia ingat). Terlepas dari benar/tidaknya, suatu 'makna' yang mau saya sampaikan itu akhirnya bisa tersampaikan.
Dalam kisah penutupan & penguburan jasad, juga tidak diketahui apakah benar atau fiksi, tapi itu mengingatkan satu hal bahwa akibat dari masa lampau berpengaruh juga pada masa sekarang. Bisa juga kita sekarang telah melakukan hal yang benar, namun tetap tidak bisa menghindari akibat buruk dari masa lampau (seperti kisah Isidasi Theri), jadi tidak perlu mencari kesalahan atau menyalahkan diri sendiri. Dari pandangan saya, si bhikkhu ini hanya menyampaikan pelajaran kamma lewat format cerita saja. Tidak lebih, tidak kurang.
*Seperti anak kecil yang tidak punya kedewasaan menempatkan diri secara benar di lingkungan. Istilah Bahasa Inggrisnya 'childish'. Untuk istilah polos seperti anak kecil, digunakan 'childlike'.
Cerita alternatif:
...
Orang itu bertanya pada saya mengapa ditinggalkan pacarnya. Maka saya jawab,
1. itu karena setoran kamu ke Dewi Aphrodite kemarin kurang banyak, jadi ini adalah pelajaran buatmu.
2. itu karena Zeus punya rencana yang lebih indah buatmu.
3. itu karena kamu dikutuk Hera gara-gara doyan lihat cewek lain.
-----
Pilih sendiri sesuai kecocokan. Yang pasti dalam kisah alternatif, tidak diajarkan sebab-akibat berdasarkan hukum kamma.