//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!  (Read 59580 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #30 on: 15 December 2009, 06:11:06 PM »
Koko A siapa ya? banyak amat orang2 misterius  ;D

Jadi ingat kisah didalam sutta(lupa) yg menceritakan seorang istri memberikan ijin suaminya bersama PSK agar sang istri mendapat ijin sang suami berdana makanan kepada Sang Buddha. Pada kisah akhirnya sang PSK juga menjadi sotapanna. Ada yang ingat?

Ingat.. Tambahan, Uttara pada saat menyewa PSK itu sudah sotapanna loh.. :D
appamadena sampadetha

Offline GandalfTheElder

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #31 on: 15 December 2009, 06:19:33 PM »
Quote
Saya tidak ingin membahas terlalu dalam, karena mungkin bisa berujung clash pandangan antar Aliran Theravada dan Aliran Mahayana lagi...

Satu poin yang menarik bagi saya adalah "tidak melakukan hubungan seks dengan orang yang berada di bawah perlindungan orangtuanya atau saudaranya."

Secara norma masyarakat, kita mengenali bahwa seorang yang masih single adalah orang yang masih berada di bawah perlindungan orangtuanya ataupun saudaranya. Tapi apakah benar kriteria pada poin ini hanya sebatas ini?

Saya setuju bahwa seorang anak yang masih bergantung kepada orangtuanya atau saudaranya adalah anak yang belum dewasa. Oleh karena itu, anak seperti itu belum pantas untuk melakukan hubungan seks. Makanya anak seperti ini adalah objek yang salah dalam aktivitas seks. Menurut saya, Sang Buddha menyatakan golongan seperti ini sebagai objek seks yang salah karena:
- Golongan seperti ini masih belum cukup matang untuk hidup mandiri
- Golongan seperti ini masih bergantung kepada orangtuanya atau saudaranya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
- Tidak ada perlindungan hukum yang menjaga golongan ini dari perilaku seks

Oleh karena itu, berhubungan seks dengan golongan seperti ini adalah tidak layak. Karena bisa merugikan mereka. Tentu tidak benar apabila seorang pangeran di India dulu yang karena memiliki paras rupawan dan kekuasaan sehingga mampu meniduri banyak wanita (Kisah Khemaka). Perbuatan ini tentu melanggar sila, karena perbuatan seks itu dilakukan dengan objek yang memenuhi kriteria di atas; dan dilakukan tanpa komitmen.

Misalnya seseorang yang berusia lebih dari 40 tahun juga bisa saja masih memiliki orangtua atau saudaranya dan masih single. Tetapi dia bukanlah termasuk sebagai golongan "orang yang berada di bawah perlindungan orangtuanya". Kriteria seseorang yang masih di bawah perlindungan orangtuanya adalah kriteria golongan orang yang masih diasuh oleh orang yang sudah mandiri. Sang Buddha menyatakan bahwa seseorang yang masih di bawah perlindungan saudaranya adalah objek seks yang salah. Tetapi saudaranya yang menjadi tempat bernaung bagi orang itu bukanlah objek yang salah. Kenapa? Karena saudara itu (dan juga orangtua) itu adalah orang yang sudah mandiri.

Kenapa orang yang belum mandiri disebut sebagai objek seks yang salah? Karena orang itu masih memiliki "tanggung jawab moril" kepada orang yang mengasuhnya. Contoh lainnya adalah seseorang yatim-piatu yang sudah hidup mandiri dan berkecukupan, bukanlah termasuk objek seks yang salah; karena dia tidak lagi berada dalam perlindungan orangtua maupun saudaranya.

Yang sering dilihat oleh banyak orang adalah secara permukaan, bahwa berhubungan seks tanpa menikah adalah perilaku yang kotor. Karena pernikahan itu sakral dan sangat penting di mata masyarakat. Padahal kalau boleh jujur, pernikahan itu tidak lebih dari sebuah kesepakatan untuk berhubungan seks secara legal; di samping juga komitemen untuk hidup bersama sebagai pasangan, saling membantu dan mendukung dalam melanjutkan hidup, dan memiliki keturunan untuk melanjutkan materi dan non-materi milik keluarga.

Banyak pernikahan yang berujung pada cerai, lalu menikah lagi, lalu cerai lagi... Apa bedanya dengan orang yang berhubungan seks bebas dengan pacarnya, lalu putus dan dapat pacar baru lalu berhubungan seks lagi, lalu putus dan dapat pacar baru lagi... dan seterusnya.

Bedanya antara seks pra-nikah dengan seks pasca-nikah hanyalah sebatas perlindungan hukum. Pasangan yang belum terlindung secara hukum, bila berhungan seks maka rawan akan pengkhianatan dan kerugian (terutama pada pihak wanita). Sedangkan seks di bawah naungan pernikahan adalah terlindung secara hukum, sehingga segalanya terlihat baik. Padahal kalau mau membuka mata pada dunia, banyak sekali orang yang menjadikan pernikahan sebagai "prostitusi terselubung". Tapi sayang tidak banyak orang yang mau mengakuinya...

Nah... ini sebuah pandangan yang saya tahu pasti akan muncul.

Kalau ujung2nya nanti ada pernikahan yang tidak bahagia, saling menyiksa, terus cerai, menikah, cerai lagi dan sebagainya itu apakah menurut anda itu adalah sebuah pernikahan yang merupakan "pernikahan"? Bagi  saya tidak. Hal itu menurut saya, pernikahan hanya sebagai bungkus saja sekaligus ketidakmampuan pribadi menyelesaikan masalah dan menentukan pilihan. Luarnya saja yang menikah, tapi tidak hatinya. Kalau pernikahan semacam ini jelas-jelas bukan pernikahan dan hubungan seks yang dilakukan dalam pernikahan semacam ini tentu adalah pelanggaran sila ketiga karena ada unsur paksaan dalam seks, dengan kata lain "pemerkosaan terselubung".

Kriteria pelanggaran sila ketiga juga adalah tidak menyakiti yang diajak berhubungan seksual, maka kalau hati tidak menikah, tentu hubungan seksual itu menjadi sesuatu yang bisa menyakitkan bukan? Padahal landasan berhubungan seks juga harus karena cinta kasih dan komitmen. mau sama mau antar objek yang memang tidak dilarang.

Menikah yang saya bicarakan di sini adalah menikah yangs esungguhnya, bukan terselubung sana sini. Setidaknya kalau misalnya seseorang cerai, mau menikah cerai berapa kali memang? Nah kalau gonta ganti pasangan seks sebelum menikah itu bisa berapa? Sebanyak yang seseorang mau kan? Mau one-night stand berapa kali pun ya ok2 aja. Maka dari itu jelas2 sex before married itu selain melanggar sila, juga dapat lebih memancing lobha untuk muncul.

Nah masalahnya kriteria / batasan2 mandiri dan masih dilindungi itu apa? Kalau cuma secara subjektif ya konyol.... bisa saja anak umur 12 tahun merasa dirinya mandiri....

Bagi bangsa India pada masa Sang Buddha, sangat jelas batasan antara mandiri dan tidak. Bagi mereka yang belum menikah dan berumah tangga, maka dikatakan masih belum mandiri dan di bawah perlindungan ortu, bagi yang telah menikah, ia mandiri dari ortu, tapi menjadi milik suaminya. Ini yang diambil oleh Sang Buddha. Ini dibenarkan pula oleh Guru Padmasambhava yang telah mencapai Anuttara Samyasambodhi dan emanasi dari Guru Sakyamuni sendiri.

Apalagi cinta kasih ortu pada anak itu begitu besar, maka kalau anak belum menikah, pasti ada rasa tanggung jawab untuk melindungi. Setua apapun anaknya, perasaan ortu pada anak takkan berubah. Kalau sudah benar-benar menikah, baru dianggap dewasa. Maka dari itu Ven. Shengyen mengatakan bahwa pernikahan / menikah adalah wujud kedewasaan seseorang dalam membina hubungan.

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 15 December 2009, 06:35:00 PM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline chingik

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 924
  • Reputasi: 44
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #32 on: 15 December 2009, 06:21:10 PM »
Quote
IMO, semua pembahasan oleh Bro Gandalf sehubungan dengan aktivitas seksual adalah interpretasi dari berbagai individu, dan bukan berasal dari ajaran Buddha Gotama (setidaknya tidak ada dalam Pali Kanon).

Menurut saya Sang Buddha Gotama tidak pernah mengajarkan bagaimana melakukan hubungan seks yang benar, apalagi yang salah. apakah Sang Buddha pernah mengajarkan bahwa hubungan seks yang benar adalah melalui pagina sedangkan yg salah adalah melalui anus?

Yang saya masud hubungan seks yang benar adalah berhubungan seks dengan bukan objek yang dilarang menurut sila ketiga. Ini dalah kriteria yang ditetapkan Sang Buddha sendiri dalam Kanon Pali maupun Kanon Sanskrit.

Demikian juga dalam Kanon Sanskrit, selain objek orang yang tidak tepat, ada bagian tubuh yang tidak tepat. Alasannya adalah kesehatan. Jelas oral dan anal itu sangat merugikan kesehatan = merugikan diri sendiri dan makhluk lain, maka dari itu apa salahnya kalau Sang Buddha menetapkan kriteria bagian tubuh yang tidak patut disetubuhi atas dasar alasan kesehatan?

Memang ini tidak ada dalam Kanon Pali, tapi ada di Kanon Sanskrit sabda Sang Buddha. Bukan interpretasi personal guru-guru Buddhis pada masa yang lebih kemudian.

Apalagi Buddha Padmasambhava juga hidup di India, tentunya Dia jauh lebih tahu apa yang dimaksud "masih di bawah perlindungan ortu" itu!

 _/\_
The Siddha Wanderer

Saya tidak ingin membahas terlalu dalam, karena mungkin bisa berujung clash pandangan antar Aliran Theravada dan Aliran Mahayana lagi...

Satu poin yang menarik bagi saya adalah "tidak melakukan hubungan seks dengan orang yang berada di bawah perlindungan orangtuanya atau saudaranya."

Secara norma masyarakat, kita mengenali bahwa seorang yang masih single adalah orang yang masih berada di bawah perlindungan orangtuanya ataupun saudaranya. Tapi apakah benar kriteria pada poin ini hanya sebatas ini?

Saya setuju bahwa seorang anak yang masih bergantung kepada orangtuanya atau saudaranya adalah anak yang belum dewasa. Oleh karena itu, anak seperti itu belum pantas untuk melakukan hubungan seks. Makanya anak seperti ini adalah objek yang salah dalam aktivitas seks. Menurut saya, Sang Buddha menyatakan golongan seperti ini sebagai objek seks yang salah karena:
- Golongan seperti ini masih belum cukup matang untuk hidup mandiri
- Golongan seperti ini masih bergantung kepada orangtuanya atau saudaranya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
- Tidak ada perlindungan hukum yang menjaga golongan ini dari perilaku seks

Oleh karena itu, berhubungan seks dengan golongan seperti ini adalah tidak layak. Karena bisa merugikan mereka. Tentu tidak benar apabila seorang pangeran di India dulu yang karena memiliki paras rupawan dan kekuasaan sehingga mampu meniduri banyak wanita (Kisah Khemaka). Perbuatan ini tentu melanggar sila, karena perbuatan seks itu dilakukan dengan objek yang memenuhi kriteria di atas; dan dilakukan tanpa komitmen.

Misalnya seseorang yang berusia lebih dari 40 tahun juga bisa saja masih memiliki orangtua atau saudaranya dan masih single. Tetapi dia bukanlah termasuk sebagai golongan "orang yang berada di bawah perlindungan orangtuanya". Kriteria seseorang yang masih di bawah perlindungan orangtuanya adalah kriteria golongan orang yang masih diasuh oleh orang yang sudah mandiri. Sang Buddha menyatakan bahwa seseorang yang masih di bawah perlindungan saudaranya adalah objek seks yang salah. Tetapi saudaranya yang menjadi tempat bernaung bagi orang itu bukanlah objek yang salah. Kenapa? Karena saudara itu (dan juga orangtua) itu adalah orang yang sudah mandiri.

Kenapa orang yang belum mandiri disebut sebagai objek seks yang salah? Karena orang itu masih memiliki "tanggung jawab moril" kepada orang yang mengasuhnya. Contoh lainnya adalah seseorang yatim-piatu yang sudah hidup mandiri dan berkecukupan, bukanlah termasuk objek seks yang salah; karena dia tidak lagi berada dalam perlindungan orangtua maupun saudaranya.

Yang sering dilihat oleh banyak orang adalah secara permukaan, bahwa berhubungan seks tanpa menikah adalah perilaku yang kotor. Karena pernikahan itu sakral dan sangat penting di mata masyarakat. Padahal kalau boleh jujur, pernikahan itu tidak lebih dari sebuah kesepakatan untuk berhubungan seks secara legal; di samping juga komitemen untuk hidup bersama sebagai pasangan, saling membantu dan mendukung dalam melanjutkan hidup, dan memiliki keturunan untuk melanjutkan materi dan non-materi milik keluarga.

Banyak pernikahan yang berujung pada cerai, lalu menikah lagi, lalu cerai lagi... Apa bedanya dengan orang yang berhubungan seks bebas dengan pacarnya, lalu putus dan dapat pacar baru lalu berhubungan seks lagi, lalu putus dan dapat pacar baru lagi... dan seterusnya.

Bedanya antara seks pra-nikah dengan seks pasca-nikah hanyalah sebatas perlindungan hukum. Pasangan yang belum terlindung secara hukum, bila berhungan seks maka rawan akan pengkhianatan dan kerugian (terutama pada pihak wanita). Sedangkan seks di bawah naungan pernikahan adalah terlindung secara hukum, sehingga segalanya terlihat baik. Padahal kalau mau membuka mata pada dunia, banyak sekali orang yang menjadikan pernikahan sebagai "prostitusi terselubung". Tapi sayang tidak banyak orang yang mau mengakuinya...

Saya melihat ini ada percampuran antara kebenaran umum (menurut kesepakatan mayoritasi suatu komunitas/masyarakat/negara) dengan kebenaran mutlak.
Perlu diingat bahwa Sang Buddha tidak mengabaikan kebenaran umum, oleh karena itu Beliau pada konteks tertentu menilai seks sebagai hal yang legal/wajar bisa diterima sejauh itu diperuntukkan utk orang yg masih melekat pd kehidupan duniawi , oleh sebab itu Beliau menetapkan disiplin Panca Sila di mana perumah tangga tidak dilarang utk melakukan sex menurut kaidah duniawi. Kalo seandainya Buddha tidak melihat aspek kebenaran umum ini , maka dia bisa saja langsung menyatakan SEKS itu nonsense bagi siapapun juga. Tapi tidak demikian , mengapa? Buddha tidak melekat pada hukum duniawai tapi menentang hukum duniawi. Hanya ketika berbicara tentang aspek absolut, tentu semua keburukan2 dari aktifitas seks dapat dijelaskan secara gamblang oleh Kearifan Buddha.

Offline GandalfTheElder

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #33 on: 15 December 2009, 06:21:18 PM »
Quote
Ingat.. Tambahan, Uttara pada saat menyewa PSK itu sudah sotapanna loh.. Cheesy

Sotapanna kan masih memiliki klesha, ya wajar dong kalau masih bisa salah.

Apalagi menurut Mahayana, Arhat aja masih bisa keliru, apalagi Srotapanna?  8)  8)

chingik wrote
Quote
Kalo seandainya Buddha tidak melihat aspek kebenaran umum ini , maka dia bisa saja langsung menyatakan SEKS itu nonsense bagi siapapun juga.

 :jempol: :jempol:

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 15 December 2009, 06:22:56 PM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #34 on: 15 December 2009, 06:28:54 PM »
Quote
IMO, semua pembahasan oleh Bro Gandalf sehubungan dengan aktivitas seksual adalah interpretasi dari berbagai individu, dan bukan berasal dari ajaran Buddha Gotama (setidaknya tidak ada dalam Pali Kanon).

Menurut saya Sang Buddha Gotama tidak pernah mengajarkan bagaimana melakukan hubungan seks yang benar, apalagi yang salah. apakah Sang Buddha pernah mengajarkan bahwa hubungan seks yang benar adalah melalui pagina sedangkan yg salah adalah melalui anus?

Yang saya masud hubungan seks yang benar adalah berhubungan seks dengan bukan objek yang dilarang menurut sila ketiga. Ini dalah kriteria yang ditetapkan Sang Buddha sendiri dalam Kanon Pali maupun Kanon Sanskrit.

Demikian juga dalam Kanon Sanskrit, selain objek orang yang tidak tepat, ada bagian tubuh yang tidak tepat. Alasannya adalah kesehatan. Jelas oral dan anal itu sangat merugikan kesehatan = merugikan diri sendiri dan makhluk lain, maka dari itu apa salahnya kalau Sang Buddha menetapkan kriteria bagian tubuh yang tidak patut disetubuhi atas dasar alasan kesehatan?

Memang ini tidak ada dalam Kanon Pali, tapi ada di Kanon Sanskrit sabda Sang Buddha. Bukan interpretasi personal guru-guru Buddhis pada masa yang lebih kemudian.

Apalagi Buddha Padmasambhava juga hidup di India, tentunya Dia jauh lebih tahu apa yang dimaksud "masih di bawah perlindungan ortu" itu!

 _/\_
The Siddha Wanderer
Kriteria tambahan utk objek yg patut disetubuhi, mulut ular. Ini ada di mana Sang Buddha memarahi bhikkhu kira2, "dari pada memasukkan anu mu dalam lubang pagina adl lebih baik memasukkannya dalam mulut ular." =))

Becanda boss..  8) Ulah serius teuing ateuh.. seuri-eus wae :D
appamadena sampadetha

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #35 on: 15 December 2009, 06:32:53 PM »
Quote
IMO, semua pembahasan oleh Bro Gandalf sehubungan dengan aktivitas seksual adalah interpretasi dari berbagai individu, dan bukan berasal dari ajaran Buddha Gotama (setidaknya tidak ada dalam Pali Kanon).

Menurut saya Sang Buddha Gotama tidak pernah mengajarkan bagaimana melakukan hubungan seks yang benar, apalagi yang salah. apakah Sang Buddha pernah mengajarkan bahwa hubungan seks yang benar adalah melalui pagina sedangkan yg salah adalah melalui anus?

Yang saya masud hubungan seks yang benar adalah berhubungan seks dengan bukan objek yang dilarang menurut sila ketiga. Ini dalah kriteria yang ditetapkan Sang Buddha sendiri dalam Kanon Pali maupun Kanon Sanskrit.

Demikian juga dalam Kanon Sanskrit, selain objek orang yang tidak tepat, ada bagian tubuh yang tidak tepat. Alasannya adalah kesehatan. Jelas oral dan anal itu sangat merugikan kesehatan = merugikan diri sendiri dan makhluk lain, maka dari itu apa salahnya kalau Sang Buddha menetapkan kriteria bagian tubuh yang tidak patut disetubuhi atas dasar alasan kesehatan?

Memang ini tidak ada dalam Kanon Pali, tapi ada di Kanon Sanskrit sabda Sang Buddha. Bukan interpretasi personal guru-guru Buddhis pada masa yang lebih kemudian.

Apalagi Buddha Padmasambhava juga hidup di India, tentunya Dia jauh lebih tahu apa yang dimaksud "masih di bawah perlindungan ortu" itu!

 _/\_
The Siddha Wanderer
Kriteria tambahan utk objek yg patut disetubuhi, mulut ular. Ini ada di mana Sang Buddha memarahi bhikkhu kira2, "dari pada memasukkan anu mu dalam lubang pagina adl lebih baik memasukkannya dalam mulut ular." =))

Becanda boss..  8) Ulah serius teuing ateuh.. seuri-eus wae :D

kalo gitu sekalian aja setubuhi arang membara

Offline GandalfTheElder

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #36 on: 15 December 2009, 06:33:26 PM »
Quote
Kriteria tambahan utk objek yg patut disetubuhi, mulut ular. Ini ada di mana Sang Buddha memarahi bhikkhu kira2, "dari pada memasukkan anu mu dalam lubang pagina adl lebih baik memasukkannya dalam mulut ular." LOL

Becanda boss..  Cool Ulah serius teuing ateuh.. seuri-eus wae Cheesy

Patut dicoba tuh, bagi yang nafsu seksnya kagak ketulung....  =))

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #37 on: 15 December 2009, 07:37:02 PM »
intinya sex bebas dengan sex tidak bebas itu khan sama saja, melakukan hubungan sex dan bagi Buddha sudah jelas hubungan sex tidak bisa membebaskan khan. mau di bebaskan mau tidak bebas sama saja =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline GandalfTheElder

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #38 on: 15 December 2009, 07:45:03 PM »
Quote
intinya sex bebas dengan sex tidak bebas itu khan sama saja, melakukan hubungan sex dan bagi Buddha sudah jelas hubungan sex tidak bisa membebaskan khan. mau di bebaskan mau tidak bebas sama saja LOL

Yeps..... tapi kalau seks bebas dan sembarangan yang merugikan banyak makhluk, tentu menimbulkan karma buruk.... itulah bedanya dengan seks yang dilakukan di dalam ikatan pernikahan yang benar-benar menikah.

 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #39 on: 15 December 2009, 07:48:13 PM »
alah, mo sex ajah ampe ribet geneh
Samma Vayama

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #40 on: 15 December 2009, 09:59:08 PM »
pertanyaannya, bagaimana tata cara pernikahan yang diajarkan Sang Buddha?
apakah orang-orang jaman dulu di desa-desa yang pai langit bumi melanggar sila karena gak ada penghulu?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #41 on: 15 December 2009, 10:24:26 PM »
Saya melihat ini ada percampuran antara kebenaran umum (menurut kesepakatan mayoritasi suatu komunitas/masyarakat/negara) dengan kebenaran mutlak.
Perlu diingat bahwa Sang Buddha tidak mengabaikan kebenaran umum, oleh karena itu Beliau pada konteks tertentu menilai seks sebagai hal yang legal/wajar bisa diterima sejauh itu diperuntukkan utk orang yg masih melekat pd kehidupan duniawi , oleh sebab itu Beliau menetapkan disiplin Panca Sila di mana perumah tangga tidak dilarang utk melakukan sex menurut kaidah duniawi. Kalo seandainya Buddha tidak melihat aspek kebenaran umum ini , maka dia bisa saja langsung menyatakan SEKS itu nonsense bagi siapapun juga. Tapi tidak demikian , mengapa? Buddha tidak melekat pada hukum duniawai tapi menentang hukum duniawi. Hanya ketika berbicara tentang aspek absolut, tentu semua keburukan2 dari aktifitas seks dapat dijelaskan secara gamblang oleh Kearifan Buddha.

Menurut kebenaran adat setempat, mungkin seks di luar nikah adalah perbuatan kotor. Namun menurut kebenaran universal, perbuatan seks di luar nikah bernilai dari niat yang mendorongnya.

Pernikahan hanyalah pengesahan sepasang kekasih untuk menjadi pasangan hidup. Dalam tradisi India berarti si wanita menjadi milik si pria, dan si pria menjadi milik si wanita. Ada hak dan tanggung jawab di antara hubungan sepasang suami-istri ini. Oleh karena itu, pernikahan merupakan sarana kondusif yang melindungi masing-masing pihak untuk memiliki kehidupan yang bermoral. Karena jika tanpa ada pernikahan, maka peradaban manusia bisa kacau. Meski ada pernikahan, perselingkuhan saja masih ada. Apalagi bila tidak ada pernikahan. Maka peradaban manusia bisa saja dipenuhi dengan hubungan seks yang seenaknya.

Tetapi bila kita melihat kriteria yang lebih jernih (setidaknya menurut saya adalah versi Theravada), berhubungan seks dengan kasih-sayang dan komitmen tidak ekslusif hanya di dalam lembaga pernikahan.

Menurut Anda Sang Buddha berpikir bahwa seks adalah nonsense? Saya pikir Sang Buddha tidak sepicik itu.
Ingatlah bahwa dari hubungan seks yang baik, besar kemungkinan akan adanya terbentuk suatu kehidupan yang kelak akan menjadi seorang besar yang bijaksana. Seorang Siddhattha Gotama pun lahir karena adanya aktivitas seks. Setidaknya menurut pemahaman saya begitu, entahlah dengan pemahaman Anda.
« Last Edit: 15 December 2009, 10:26:11 PM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #42 on: 15 December 2009, 10:24:34 PM »
Nah... ini sebuah pandangan yang saya tahu pasti akan muncul.

Kalau ujung2nya nanti ada pernikahan yang tidak bahagia, saling menyiksa, terus cerai, menikah, cerai lagi dan sebagainya itu apakah menurut anda itu adalah sebuah pernikahan yang merupakan "pernikahan"? Bagi  saya tidak. Hal itu menurut saya, pernikahan hanya sebagai bungkus saja sekaligus ketidakmampuan pribadi menyelesaikan masalah dan menentukan pilihan. Luarnya saja yang menikah, tapi tidak hatinya. Kalau pernikahan semacam ini jelas-jelas bukan pernikahan dan hubungan seks yang dilakukan dalam pernikahan semacam ini tentu adalah pelanggaran sila ketiga karena ada unsur paksaan dalam seks, dengan kata lain "pemerkosaan terselubung".

Kriteria pelanggaran sila ketiga juga adalah tidak menyakiti yang diajak berhubungan seksual, maka kalau hati tidak menikah, tentu hubungan seksual itu menjadi sesuatu yang bisa menyakitkan bukan? Padahal landasan berhubungan seks juga harus karena cinta kasih dan komitmen. mau sama mau antar objek yang memang tidak dilarang.

Menikah yang saya bicarakan di sini adalah menikah yangs esungguhnya, bukan terselubung sana sini. Setidaknya kalau misalnya seseorang cerai, mau menikah cerai berapa kali memang? Nah kalau gonta ganti pasangan seks sebelum menikah itu bisa berapa? Sebanyak yang seseorang mau kan? Mau one-night stand berapa kali pun ya ok2 aja. Maka dari itu jelas2 sex before married itu selain melanggar sila, juga dapat lebih memancing lobha untuk muncul.

Nah masalahnya kriteria / batasan2 mandiri dan masih dilindungi itu apa? Kalau cuma secara subjektif ya konyol.... bisa saja anak umur 12 tahun merasa dirinya mandiri....

Bagi bangsa India pada masa Sang Buddha, sangat jelas batasan antara mandiri dan tidak. Bagi mereka yang belum menikah dan berumah tangga, maka dikatakan masih belum mandiri dan di bawah perlindungan ortu, bagi yang telah menikah, ia mandiri dari ortu, tapi menjadi milik suaminya. Ini yang diambil oleh Sang Buddha. Ini dibenarkan pula oleh Guru Padmasambhava yang telah mencapai Anuttara Samyasambodhi dan emanasi dari Guru Sakyamuni sendiri.

Apalagi cinta kasih ortu pada anak itu begitu besar, maka kalau anak belum menikah, pasti ada rasa tanggung jawab untuk melindungi. Setua apapun anaknya, perasaan ortu pada anak takkan berubah. Kalau sudah benar-benar menikah, baru dianggap dewasa. Maka dari itu Ven. Shengyen mengatakan bahwa pernikahan / menikah adalah wujud kedewasaan seseorang dalam membina hubungan.

 _/\_
The Siddha Wanderer

Saya sudah tahu pasti komentar ini yang akan diberikan kepada saya...

Saya hanya menyajikan fakta bahwa pernikahan pun ternyata bisa menjadi sarana prostitusi terselubung. Dan perlu diketahui bahwa seks di luar nikah pun sebenarnya bisa saja penuh dengan komitmen.

Secara garis besar saya setuju dengan pendapat Anda bahwa menikah adalah lebih baik. Tetapi saya tidak melihat bahwa seks di luar nikah pasti merupakan pelanggaran sila ketiga dalam Pancasila Buddhis. Karena saya tidak menyatakan pasti melanggar, maka artinya memang ada beberapa case yang sebenarnya melanggar.

Dalam tradisi India, asas hubungan sosial yang berlaku adalah asas kepemilikan. PSK (wanita penghibur) adalah seorang yang "tanpa pemilik". Istilah tanpa pemilik ini bermakna bahwa seorang PSK adalah seorang yang tidak dimiliki oleh orang lain. Bahkan dalam metafora yang lebih halus, PSK adalah milik semua orang. Seperti yang mungkin kita semua tahu, gelar ini disematkan ke Ambapali; seorang gadis yang luar biasa cantiknya. Karena sejak terlahir dia tidak memiliki orangtua, dan semua pangeran menginginkannya; maka Ambapali ditetapkan sebagai milik bersama (wanita penghibur).

Seseorang dikatakan sebagai mandiri (tanpa pemilik) apabila ia sudah dewasa dan mampu menjalani hidup secara mandiri. Batasan jelasnya adalah seorang yang sudah menginjak usia dewasa dan mampu mencari nafkah untuk menyambung hidup sendiri. Di titik ini, dia sudah orang dewasa tetapi bukan berarti dia sederajat dengan orangtua atau saudara yang mengasuhnya. Sebagai bahan tinjauan, dahulu Sang Buddha langsung menahbiskan banyak orang menjadi bhikkhu tanpa meminta izin dari keluarganya terlebih dahulu. Barulah ketika Pangeran Rahula sudah ditahbiskan, Raja Suddhodana meminta Sang Buddha agar kelak meminta izin terlebih dahulu kepada keluarga dari orang itu sebelum ditahbiskan menjadi bhikkhu. Dan permintaan ini pun akhirnya diterima Sang Buddha. Melihat dari contoh samping ini, secara tersirat menunjukkan bahwa ketika seseorang sudah cukup matang (seperti yang kita tahu, syarat untuk menjadi bhikkhu adalah usia sudah matang), maka orang itu sudah dikatakan mandiri. Dan Sang Buddha sendiri bahkan awalnya tidak merasa perlu meminta izin dari keluarganya. Namun karena permintaan Raja Suddhodana ini, maka Sang Buddha pun akhirnya meluluskannya.

Dalam tradisi India dahulu, PSK dikenal sebagai istri bayaran. Dalam Tipitaka (Pali), Sang Buddha menyebutkan 20 tipe orang yang tergolong sebagai objek seks yang tidak baik. PSK (wanita penghibur) tidak termasuk dalam 20 jenis ini. Dalam Aliran Theravada memang dinyatakan bahwa sebenarnya berhubungan seks dengan PSK tidak selalu merupakan pelanggaran sila ketiga. Jika hal ini berbeda dari Aliran Mahayana, itu wajar saja. Karena karakter Sang Buddha di Tipitaka dan Tripitaka saja memang cukup berbeda.

Dalam perkembangan peradaban manusia, pernikahan adalah suatu lembaga formalitas yang sangat penting dan dijunjung tinggi oleh masyarakat luas. Pernikahan yang baik adalah pernikahan yang dilandasai dengan cinta-kasih. Dan saya setuju dengan hal ini. Tetapi saya tidak menutup mata bahwa tanpa menikah, tanpa di bawah naungan pernikahan pun sebenarnya cinta-kasih antar sepasang kekasih bisa ada. Oleh karena itu saya menolak pernyataan yang berbunyi: "di luar pernikahan, maka semua aktivitas seks adalah pelanggaran sila ketiga". Inilah bedanya pandangan saya (mungkin Theravada) dengan pandangan Anda (mungkin Mahayana, dan atau universalis).

Di zaman dahulu banyak sepasang kekasih yang melarikan diri dari kedua orangtuanya. Mereka kemudian menikah dengan "mengundang" langit dan bumi sebagai saksi pernikahannya. Saya melihat bahwa hubungan seks yang mereka lakukan setelah atau sebelum pernikahan ini tidaklah melanggar sila ketiga. Demikian pula pada kasus sepasang kekasih yang melakukan hubungan seks dalam masa pacaran, jika memang mereka melakukannya dengan pemahaman bersedia mengambil konsekuensi, tidak ada paksaan, dilandasi cinta-kasih. Jika kelak mereka ternyata tidak bisa melanjutkan ke jenjang pernikahan, maka itu hanya tidak ada kesempatan bersama sebagai suami-istri.

Meski menurut saya hubungan seks di luar nikah tidak selalu merupakan pelanggaran sila, namun saya tidak mendukung hal ini menjadi tren di seluruh penjuru dunia. Di sini bedanya lagi pemikiran saya (mungkin Theravada) dengan pemikiran Anda (mungkin Mahayana, dan atau universalis). Saya melihat bahwa hal ini adalah belum tentu melanggar sila, tidak bisa dipukul rata sebagai perbuatan buruk. Tetapi meskipun bukan keduanya, perbuatan ini tetap mengumbar lobha. Dan sebagai umat Buddha, kita sebaiknya mengendalikan nafsu; jika belum bisa melenyapkan nafsu. Pernikahan menjadi sarana yang baik di dalam norma masyarakat. Karena itu sekali lagi saya melihat bahwa berhubungan seks setelah menikah adalah lebih baik. Karena kita mencegah hal-hal tidak baik yang bisa datang akibat reaksi masyarakat yang mayoritas kusut di dalam konsep "pesta formalitas dan selembar sertifikat bertanda-tangan".
« Last Edit: 15 December 2009, 10:43:59 PM by upasaka »

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #43 on: 15 December 2009, 10:34:30 PM »
Quote
IMO, semua pembahasan oleh Bro Gandalf sehubungan dengan aktivitas seksual adalah interpretasi dari berbagai individu, dan bukan berasal dari ajaran Buddha Gotama (setidaknya tidak ada dalam Pali Kanon).

Menurut saya Sang Buddha Gotama tidak pernah mengajarkan bagaimana melakukan hubungan seks yang benar, apalagi yang salah. apakah Sang Buddha pernah mengajarkan bahwa hubungan seks yang benar adalah melalui pagina sedangkan yg salah adalah melalui anus?

Yang saya masud hubungan seks yang benar adalah berhubungan seks dengan bukan objek yang dilarang menurut sila ketiga. Ini dalah kriteria yang ditetapkan Sang Buddha sendiri dalam Kanon Pali maupun Kanon Sanskrit.

Demikian juga dalam Kanon Sanskrit, selain objek orang yang tidak tepat, ada bagian tubuh yang tidak tepat. Alasannya adalah kesehatan. Jelas oral dan anal itu sangat merugikan kesehatan = merugikan diri sendiri dan makhluk lain, maka dari itu apa salahnya kalau Sang Buddha menetapkan kriteria bagian tubuh yang tidak patut disetubuhi atas dasar alasan kesehatan?

Memang ini tidak ada dalam Kanon Pali, tapi ada di Kanon Sanskrit sabda Sang Buddha. Bukan interpretasi personal guru-guru Buddhis pada masa yang lebih kemudian.

Apalagi Buddha Padmasambhava juga hidup di India, tentunya Dia jauh lebih tahu apa yang dimaksud "masih di bawah perlindungan ortu" itu!

 _/\_
The Siddha Wanderer
Kriteria tambahan utk objek yg patut disetubuhi, mulut ular. Ini ada di mana Sang Buddha memarahi bhikkhu kira2, "dari pada memasukkan anu mu dalam lubang pagina adl lebih baik memasukkannya dalam mulut ular." =))

Becanda boss..  8) Ulah serius teuing ateuh.. seuri-eus wae :D
:hammer:   :-t
Gelooooo loe,...... bisa nulis kayak gini  :ngomel:
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Tekkss Katsuo

  • Sebelumnya wangsapala
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.611
  • Reputasi: 34
  • Gender: Male
Re: SEX BEFORE MARRIED??? NO WAY!!
« Reply #44 on: 16 December 2009, 12:09:20 AM »
ngaco semua. =))

Bro Jerry praktekkan dulu donk . kita kita mao liat reaksinya.  :)) :)) :))

 

anything